Haram
Bagian dari seri bertopik Islam |
Ushul fikih |
---|
Portal Islam • Proyek Artikel Islam |
Bagian dari seri |
Islam |
---|
Haram (bahasa Arab: حرام, translit. ḥarām) adalah istilah dalam Hukum Islam yang merujuk pada segala sesuatu yang dilarang dan berdosa jika dilakukan. Secara bahasa, kata "haram" berarti "suci." Karena manusia dianggap suci, Allah melarang manusia melakukan perbuatan dosa yang dapat merusak kesucian tersebut.
Dalam ajaran Islam, haram merujuk pada setiap perbuatan yang dilarang dan tercela, yang diharuskan oleh syariat untuk ditinggalkan dengan dalil yang tegas dan pasti. Larangan ini disertai dengan ancaman hukuman bagi pelakunya dan imbalan pahala bagi yang menjauhinya.
Etimologi
[sunting | sunting sumber]Kata haram (bahasa Arab: حرام) berasal dari kata (Haruma-Yahrumu-Harāman) yang berarti melarang. Pada mulanya kata ini dimaksudkan untuk melarang suatu perbuatan demi menjaga kehormatan atau dengan kata lain, kata haruma pada awalnya bermakna menyucikan atau menghormati dan salah satu turunan dari kata haruma yakni (Ihtarama-Yahtarimu-Ihtirāman) berarti menjaga kehormatan atau menghormati.
Karena pergeseran makna, akhirnya kata ini bermakna melarang atau mentidak-bolehkan.
Yang berkaitan
[sunting | sunting sumber]Contoh Subjek
[sunting | sunting sumber]- Berjudi (contoh: judi menggunakan alat berupa hewan, seperti ayam kampung dan sebagainya);
- Seks bebas;
- Perkosaan;
- Pelecehan seksual terhadap anak;
- Zina;
- Menyebarkan berita hoaks;
- Mencuri;
- Menggunakan narkoba dan minuman keras;
- Mendurhakai orang tua, suami, atau melakukan kekerasan dalam rumah tangga seperti memukul istri, menampar, menendang, menghina, dan memperlakukan orang tua dengan kasar;
- Mengonsumsi makanan atau minuman yang diharamkan seperti bangkai (kecuali ikan dan belalang), hewan yang dipotong atau mati tanpa basmalah, daging babi, daging kucing, daging tikus, daging cicak, daging biawak, daging ular, daging elang, daging gagak, daging burung hantu, daging burung garuda, kalajengking, lebah, kelabang, semut, dan daging anjing;
- Makan dan minum saat berpuasa, namun ketika sahur atau berbuka, makanan dan minuman kembali menjadi halal;
- Membunuh hewan yang haram dimakan seperti semut, lebah, kucing, burung hud-hud, dan burung shuradi;
- Mengonsumsi hewan bertaring dan berkuku tajam seperti harimau, singa, dan macan tutul;
- Merampas hak orang lain, seperti memakan harta anak yatim;
- Korupsi;
- Curang atau culas;
- Serakah, tamak, dan rakus;
- Praktik sihir, santet, susuk, pelet, menggunakan dukun, dan pesugihan;
- Syirik;
- Zalim;
- Iri dengki;
- Ghibah, gosip, dan fitnah;
- Membunuh;
- Riba;
- Menghina Al-Qur'an;
- Murtad;
- Bunuh diri;
- Menyalahgunakan harta wakaf;
- Mengurangi timbangan atau takaran dalam perdagangan;
- Menyalahgunakan amanah;
- Memutuskan silaturahmi;
- Aborsi tanpa alasan yang diizinkan;
- Mengadu domba;
- Menunda pembayaran hutang tanpa alasan yang sah;
- Membuat dan menyebarkan pornografi.
Status hukum lainnya
[sunting | sunting sumber]Hukum kebendaan
[sunting | sunting sumber]Emas
[sunting | sunting sumber]Para ulama dari Mazhab Hanafi, Mazhab Hambali dan Mazhab Maliki berpendapat bahwa perkakas yang terbuat dari bahan emas hukumnya haram digunakan untuk makan, minum dan berwudu. Abu Dawud berpendapat bahwa keharaman pemakaian emas hanya berlaku untuk minum. Sedangkan Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa perkakas berbahan emas dapat digunakan untuk makan, minum, maupun berwudu. Para ulama juga menyepakati bahwa emas haram digunakan sebagai saluran air.[1]
Perak
[sunting | sunting sumber]Menurut Mazhab Maliki, Mazhab Syafi'i, dan Mazhab Hambali, perak hukumnya haram digunakan untuk pembuatan saluran air jika digunakan sebagai hiasan dengan aliran yang besar. Sedangkan Mazhab Hanafi tidak mengharamkan pembuatan saluran air dari bahan perak.[1]
Referensi
[sunting | sunting sumber]Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ a b ad-Dimasyqi 2017, hlm. 13.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Ad-Dimasyqi, Muhammad bin 'Abdurrahman (2017). Fiqih Empat Mazhab. Bandung: Hasyimi. ISBN 978-602-97157-3-6.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- (Indonesia) Memahami hukum syariat dalam Islam di situs web Kafe Muslimah Diarsipkan 2007-03-10 di Wayback Machine.