AHP Utk Bandara Solo
AHP Utk Bandara Solo
AHP Utk Bandara Solo
=
1
W
W
X
i
i
........................................................................................ ( 4 )
Matrik yang diperoleh tersebut merupakan eigenvector yang juga merupakan
bobot kriteria. Nilai eigenvalue yang terbesar ( maks l ) diperoleh dari persamaan
tersebut ke persamaan 5.
=
i ij
X a maks l
.............................................................................. ( 5 )
KONSISTENSI
Pengukuran konsistensi dari suatu matrik didasarkan atas suatu eigenvalue
maksimum. Dengan eigenvalue maksimum, inkonsistensi yang biasa dihasilkan
matrik perbandingan dapat diminimumkan. Rumus dari indeks konsistensi adalah
seperti pada persamaan 6.
) 1 (
) (
-
-
=
n
n maks
CI
l
............................................................................... ( 6 )
dimana ini merupakan eigenvalue dan n ukuran matrik.
Eigenvalue maksimum suatu matrik tidak akan lebih kecil dari nilai n,
sehingga tidak mungkin ada nilai Consistency Index (CI) yang negatif. Makin dekat
eigenvalue maksimum dengan besarnva matrik, makin konsisten matrik tersebut dan
apabila sama besarnya, maka matriks tersebut konsisten 100% atau inkonsisten 0%.
Indeks konsistensi kemudian diubah dalam bentuk rasio inkonsistensi dengan
cara membaginya dengan suatu indeks random. Hasilnya menunjukan bahwa makin
besar ukuran matrik, makin tinggi tingkat inkonsistensi yang dihasilkan seperti
disajikan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Nilai Indeks Random
Ukuran
matrik
Indeks random
(inkonsistensi)
1,2
3
4
5
6
7
8
0.00
0.58
0.90
1.12
1.24
1.32
1.41
9
10
11
12
13
14
15
1.45
1.49
1.51
1.48
1.56
1.57
1.59
Perbandingan antara CI dan Ratio Index (RI) untuk suatu matrik didefinisikan
sebagai Consistency Ratio (CR) atau rasio konsistensi disajikan pada persamaan 7.
RI
CI
CR=
............................................................................................. ( 7 )
Untuk model AHP matriks perbandingan dapat diterima jika nilai rasio
konsistensi < 0.1. Batasan diterima tidaknya konsistensi suatu matrik sebenarnya
tidak ada yang baku hanya menurut beberapa eksperimen dan pengalaman tingkat
inkonsistensinya sebesar 10% ke bawah adalah tingkat inkonsistensi yang masih bisa
diterima. Lebih dari itu harus ada revisi penilaian karena tingkat inkonsistensi yang
terlalu besar dapat menjurus pada suatu kesalahan.
Pada matrik bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara berpasangan
tersebut, harus mempunyai hubungan kardinal dan ordinal, sebagai berikut :
Hubungan kardinal : A
ij
. aj
k
= a
ik
Hubungan ordinal : A
i
> A
j
, A
j
> A
k
, maka A
i
> A
k
Hubungan di atas terdapat dari 2 hal contoh sebagai berikut :
1. Dengan melihat preferensi multiplikatif, misalnya bahaya alam 4 kali lebih
penting dari keselamatan, keselamatan 2 kali lebih penting dari kenyamanan,
maka bahaya alam 8 kali lebih penting dari kenyamanan.
2. Dengan melihat preferensi transitif, misalnya bahaya alam lebih penting dari
keselamatan, keselamatan lebih penting dari kenyamanan, maka bahaya alam
lebih penting dari kenyamanan.
Pada keadaan sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan dari hubungan
tersebut, sehingga matrik tersebut tidak konsisten sempurna. Hal ini dapat terjadi
karena ketidakkonsistenan dalam preferensi seseorang, dapat diberikan contoh
konsistensi matriks pada Gambar 2.8.
=
1 2 2 / 1
2 / 1 1 4 / 1
2 4 1
k
j
i
k j i
A
Gambar 2.8 Konsistensi Matrik
Matrik AHP tersebut konsisten karena :
A
ij
. a
jk
= a
ik
4 . = 2
A
ik
. a
kj
= a
ij
2 . 2 = 4
A
ik
. a
ki
= a
ii
2 . 1 = 2
Apabila ketiga syarat di atas sudah dipenuhi. Maka dikatakan bahwa matriks
AHP tersebut konsisten 100% atau dapat juga dikatakan tingkat inkonsistensinya 0%.
Keputusan manusia sebagian didasari logika dan sebagian lagi didasarkan
pada unsur-unsur bukan logika seperti perasaan, pengalaman, intuisi maka model
keputusan tidak menuntut syarat konsistensi 100% secara mutlak. Manusia
mempunyai keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama
kalau harus membandingkan banyak elemen. Sebagai contoh : A tiga kali lebih
penting dari B, B dua kali lebih penting dan C, C dua kali lebih penting D, maka D
tingkat kepentingannya 1/10 dari A. Jawaban tersebut tidak konsisten seharusnya D
tingkat kepentingannya 1/12 A, karena A lebih penting 12 kali dari D.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL
1. Obyek
Obyek yang akan diteliti adalah Landas Pacu pada Bandara Internasional
Adisumarmo Surakarta (BIAS) yang terletak di Kabupaten Boyolali Jawa
Tengah.
2. Teknik Sampling
Sebuah populasi merupakan seluruh kumpulan elemen yang dapat digunakan
untuk membuat kesimpulan. Jika populasi yang di ambil untuk diteliti tersebut
sedikit, maka sebaiknya populasi tersebut merupakan sampel atau diambil semua
sebagai sampel. Oleh sebab itu penelitian ini mengambil sampel dari keseluruhan
personel pengambil keputusan atau populasi. Karena pengambilan sampel terletak
pada satu daerah penelitian, maka teknik pengambilan sampelnya berbentuk
sampel lokasi area sampling. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan validitas dan
akurasi serta ketelitian yang dapat diandalkan.
Adapun jumlah sampelnya adalah 15 (limabelas) responden, jumlah tersebut
merupakan staff pengambil kebijakan di PT (Persero) Angkasa Pura I dengan
level jabatan minimal Assisten Manager dan Manager Airlines selaku User PT
(Persero) Angkasa Pura I di BIAS.
3. Desain sampel
Syarat-syarat di dalam menentukan area sampling yang relevan dengan tesis ini
adalah sebagai berikut (Cooper & Emory, 1999):
a. Kumpulan sampel bersifat homogen;
b. Yang di peroleh di dalam sampel adalah kelompok yang sama;
c. Jumlah anggota kelompok tidak terlalu besar, sehingga memudahkan dan hemat biaya;
d. Menggunakan kumpulan tahap tunggal (single stage cluster);
e. Sampel yang dibutuhkan tidak terlalu besar.
B. PROSEDUR PENGUMPULAN DATA
Secara umum proses pengumpulan data dalam penelitian dapat dilihat dalam diagram
yang ditunjukkan pada Gambar 3.1.
Sebelum melakukan survey, perlu disusun langkah pelaksanaan survey
terlebih dahulu. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Jadual pelaksanaan survey;
2. Jumlah surveyor;
3. Struktur organisasi tim survey;
4. Skedule pelaksanaan survey;
5. Estimasi biaya yang dibutuhkan;
6. Mekanisme pengumpulan data.
STUDI
PENDAHULUAN
DESAIN
SAMPEL
DESAIN
KUESIONER
SURVEY
PENDAHULUAN
PELAKSANAAN
SURVEY
KOMPILASI
DATA
ANALISIS
DATA
dilanjutkan
diperbaiki
Gambar 3.1 Skema Proses Pengumpulan Data sampai dengan Analisis Data
C. MEKANISME PENGUMPULAN DATA
Data adalah suatu fakta-fakta dasar yang diberikan atau diperoleh peneliti dari
lingkungan studinya (Cooper & Emory, 1999). Fakta dasar yang diperoleh ini sangat
tergantung dengan kedekatan akan suatu kebenaran. Semakin dekat akan kebenaran
dari data tersebut diperoleh atau dicatat dari sumber yang dipercaya, maka disebut
sebagai data primer, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh setidak-
tidaknya ada satu tahapan interpretasi di antara saat terjadinya peristiwa dan
pencatatan. Di dalam penelititan ini kedua data tersebut digunakan semua, akan tetapi
dengan prioritas data primer.
Di dalam penelitian ini cara survey akan digunakan untuk mendapatkan data
primer dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan menggunakan daftar pertanyaan.
Survey dengan cara ini dibutuhkan kepandaian (versatility), karena penelitian ini
membutuhkan penggambaran atau persepsi obyektif dari informasi yang ingin
diperoleh peneliti. Informasi yang diperoleh memiliki kelemahan-kelamahan yaitu
informasi sangat tergantung pada kemampuan dan kemauan responden untuk
bekerjasama. Misalnya: topik Survey yang sangat sensitif; alasan pribadi (takut) dan
lain sebagainya.
Secara khusus Survey yang dilakukan oleh peneliti mendapat tanggapan yang baik, sehingga
kelemahan tersebut tidak terjadi dan data dapat diperoleh dengan baik dan benar tanpa hambatan yang
berarti.
1. Jenis Data
a. Data Primer
Didapatkan dari pengisian kuesioner yang telah disusun oleh peneliti
kemudian diberikan kepada responden. Responden ditentukan berdasarkan
pada ketentuan-ketentuan yang ada di dalam alat analisis yaitu AHP. Adapun
data primer yang dibutuhkan diambil dari responden yaitu seluruh staff
pengambil kebijakan di PT (Persero) Angkasa Pura I dengan level jabatan
minimal Assisten Manager dan Manager Airlines selaku User PT (Persero)
Angkasa Pura I di BIAS.
Adapun rincian data primer yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
1) Pedoman Standar Pemeliharaan BIAS, meliputi standar pemeliharaan yang berpedoman
pada aturan-aturan Internasional (ICAO FAO) serta pedoman National dari Departemen
Perhubungan maupun PT (Persero). Angkasa Pura khususnya PT (Persero) Angkasa
Pura I.
2) Struktur Organisasi Manajemen BIAS, meliputi Struktur Organisasi Manajemen Pusat
(Departemen Perhubungan) dan Struktur Organisasi Manajemen Cabang PT (Persero)
Angkasa Pura I BIAS.
3) Pengawasan Pelaksanaan Pemberdayaan BIAS, meliputi Biaya - Anggaran, Spesifikasi
Pekerjaan, dan Sumber Daya Manusia.
4) Penyebab Kerusakan landas pacu BIAS, meliputi Konstruksi, Kondisi Alam,
Pembebanan dan Prosedur Pendaratan Lepas Landas.
b. Data Sekunder
Didapatkan dari hasil pengumpulan data terkait yang berbentuk tertulis (hard copy) terdiri
dari :
1) Diskripsi BIAS;
2) Sejarah Perkembangan Pembangunan BIAS;
3) Lokasi BIAS;
4) Pembangunan Fasilitas Sisi Udara BIAS;
5) Jenis dan Karakteristik Pesawat serta Rute Penerbangan BIAS;
6) SOP Pemberdayaan Fasilitas Landasan BIAS.
2. Sumber Data
Untuk mendapatkan data yang diperlukan, berbagai cara yang dilakukan adalah
sebagai berikut :
a. Observasi yaitu merupakan survey yang dilakukan dengan mengamati secara
langsung fenomena atau karakteristik dari parameter yang ditinjau. Biasanya
survey observasi ini dilakukan dengan cara tertentu yang dapat mengukur
besaran parameter yang dicari;
b. Wawancara atau interview langsung atau melalui telepon atau pula
menggunakan electronic mail (e-mail) dengan responden. Dalam survey
interview ini, responden dituntun oleh surveyor dalam menjawab pertanyaan-
pertanyaan dalam kuesioner. Dalam survey ini interview, mendapatkan
informasi atau data secara fleksibel, di samping itu juga dimungkinkan bagi
interview menjelaskan maksud dari tiap-tiap pertanyaan yang diajukan kepada
responden.
c. Kuesioner yaitu dengan memberikan daftar pertanyaan/kuesioner kepada
responden;
d. Studi Kepustakaan yaitu dilakukan dengan cara mencari sumber-sumber
informasi dari buku, jurnal dan situs internet.
3. Rancangan Kuesioner
Survey yang dilakukan akan menggunakan kuesioner. Kuesioner terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu;
bagian pengantar, bagian kuesioner I dan bagian kuesioner II. Rancangan Kuesioner dapat dilihat
pada Lampiran 1.
4. Instrumen Penelitian
Setelah data terkumpul, maka selanjutnya dilakukan proses pengolahan data
dengan kegiatan sebagai berikut :
a. Editing, yaitu kegiatan meneliti ulang kelengkapan dan kebenaran jawaban dari responden
atas pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner, sehingga diperoleh data sesuai dengan
permasalahan.
b. Coding, yaitu pemberian data atau simbul untuk setiap data yang telah diedit.
c. Tabulating, yaitu pengelompokan data sejenis dalam tabel frekwensi untuk mempermudah
dalam analisis.
d. Scoring, yaitu pemberian nilai yang berupa angka atas jawaban responden, guna
memperoleh data kuantitatif yang diperlukan dalam pengujian hipotesis.
D. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL DATA PRIMER
1. Pemberdayaan Landas Pacu
Pemberdayaan, asal kata; daya; berdaya berarti berkekuatan; bertenaga (Poerwadarminta, 1987)
adalah memiliki kekuatan atau berupaya untuk memanfaatkan dan memelihara peralatan ataupun
fasilitas yang terus disesuaikan atau di- up-date agar menghasilkan suatu kondisi operasional yang
optimal sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan.
Landas pacu merupakan prasarana bandara yang digunakan setiap saat. Dengan
meningkatnya penggunaan jasa bandara utamanya pendaratan pesawat, maka tingkat pelayanan
perlu untuk ditingkatkan. Akibat dari peningkatan pendaratan tersebut, terjadilah kerusakan-
kerusakan, gangguan, keausan ataupun penurunan fungsi dan kondisi serta penurunan-penurunan
kualitas lainnya. Untuk itu diperlukan tindakan preventive (perbaikan maupun perawatan) yang
sesuai dengan tatacara dan prosedur standar yang aman guna memperpanjang periode pelayanan
maupun nilai ekonomisnya. Akibat dari tindakan preventive tersebut, maka fungsi pelayanan
harus siap pakai setiap waktu demi kelancaran dan keamanan penumpang, barang maupun operasi
penerbangan yang sedang berlangsung.
Standar Operasional Prosedur pemberdayaan landas pacu BIAS di dalam pelaksanaannya
tentu akan menjamin tercapainya kemampuan operasi dari peralatan maupun fasilitas sesuai
dengan rencana dan standar, menjaga kualitas pelayanan serta menjamin tercapainya umur
ekonomis dan teknis yang ditetapkan. Karena itu prioritas menjadikan sesuatu pertimbangan
dalam pelaksanaan SOP tersebut.
2. Variabel Alternatif Standar Operasional Prosedur (SOP)
Variabel ini digunakan untuk mendapatkan suatu data mengenai pendapat responden tentang
tingkat kepentingan operasional di BIAS dalam bentuk alternatif pilihan. Adapun alternatif
tersebut adalah sebagai berikut :
a. Alternatif 1
SOP Pemberdayaan Landasan Pacu BIAS dengan Prioritas Keselamatan dan Keamanan
Penerbangan.
Alternatif SOP ini merupakan pemberdayaan Landasan Pacu BIAS dengan memprioritaskan
keselamatan dan keamanan penerbangan. Responden diminta memilih alternatif ini apabila
menurut responden hal ini termasuk 4 (empat) prioritas di antara 8 (delapan) alternatif yang
diusulkan.
b. Alternatif 2
SOP Pemberdayaan Landasan Pacu BIAS dengan Prioritas Anggaran.
Alternatif SOP ini merupakan pemberdayaan Landasan Pacu BIAS dengan memprioritaskan
Anggaran. Responden diminta memilih alternatif ini apabila menurut responden hal ini
termasuk 4 (empat) prioritas di antara 8 (delapan) alternatif yang diusulkan.
c. Alternatif 3
SOP Pemberdayaan Landasan Pacu BIAS dengan Prioritas Pemeliharaan Terprogram.
Alternatif SOP ini merupakan pemberdayaan Landasan Pacu BIAS dengan memprioritaskan
Pemeliharaan Terprogram. Responden diminta memilih alternatif ini apabila menurut
responden hal ini termasuk 4 (empat) prioritas di antara 8 (delapan) alternatif yang diusulkan.
d. Alternatif 4
SOP Pemberdayaan Landasan Pacu BIAS dengan Prioritas Pengawasan Pelaksanaan
Pemberdayaan.
Alternatif SOP ini merupakan pemberdayaan Landasan Pacu BIAS atau memprioritaskan
Pengawasan Pelaksanaan Pemberdayaan. Responden diminta memilih alternatif ini apabila
menurut responden hal ini termasuk 4 (empat) prioritas di antara 8 (delapan) alternatif yang
diusulkan.
e. Alternatif 5
SOP Pemberdayaan Landasan Pacu BIAS dengan Prioritas Sumber Daya Manusia.
Alternatif SOP ini merupakan pemberdayaan Landasan Pacu BIAS dengan memprioritaskan
Sumber Daya Manusia. Responden diminta memilih alternatif ini apabila menurut responden
hal ini termasuk 4(empat) prioritas di antara 8(delapan) alternatif yang diusulkan.
f. Alternatif 6
SOP Pemberdayaan Landasan Pacu BIAS dengan Prioritas Tingkat Kerusakan.
Alternatif SOP ini merupakan pemberdayaan Landasan Pacu BIAS dengan memprioritaskan
Tingkat Kerusakan. Responden diminta memilih alternatif ini apabila menurut responden hal
ini termasuk 4 (empat) prioritas di antara 8 (delapan) alternatif yang diusulkan.
g. Alternatif 7
SOP Pemberdayaan Landasan Pacu BIAS dengan Prioritas Operasi Lalu-Lintas Penerbangan.
Alternatif SOP ini merupakan pemberdayaan Landasan Pacu BIAS dengan memprioritaskan
Operasi Lalu-Lintas Penerbangan. Responden diminta memilih alternatif ini apabila menurut
responden hal ini termasuk 4 (empat) prioritas di antara 8 (delapan) alternatif yang diusulkan.
h. Alternatif 8
SOP Pemberdayaan Landasan Pacu BIAS dengan Prioritas Penerapan Pavement Manajemen
System (PMS).
Alternatif SOP ini merupakan pemberdayaan Landasan Pacu BIAS dengan mengutamakan
atau memprioritaskan Penerapan Pavement Manajemen System (PMS). Responden diminta
memilih alternatif ini apabila menurut responden hal ini termasuk 4 (empat) prioritas di
antara 8 (delapan) alternatif yang diusulkan.
3. Variabel Data Kriteria
Di dalam mendapatkan informasi ini responden diminta untuk berasumsi dan akan membuat
keputusan memilih tingkat kepentingan dari pernyataan-pernyataan yang diberikan. Pernyataan
yang dibuat merupakan kombinasi empat atribut. Responden diminta untuk mengevaluasi masing-
masing kombinasi dengan skala penilaian yang diberikan. Setiap kriteria ini mempunyai bobot
dengan skala 1 sampai 5 yang berarti: 1 sangat kurang penting; 2 kurang penting ; 3 sama
penting; 4 lebih penting dan 5 sangat lebih penting.
Adapun variabel tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pedoman Internasional Penerbangan (ICAO FAA)
Pemberdayaan landas pacu BIAS tentunya tidak dapat mengabaikan pedoman atau standar
internasional yang berlaku. Pedoman atau standar tersebut akan ditemukenali di lapangan
melalui pendapat responden. Sejauhmana pelaksanaan dan pengawasan pedoman
internasional tersebut dilaksanakan di BIAS.
b. Pedoman Nasional (Departemen Perhubungan )
Pedoman nasional dari Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
Direktorat Teknik Bandar Udara harus dilaksanakan sesuai dengan petunjuk pelaksanaannya,
khususnya tentang pemeliharaan konstruksi landas pacu di Indonesia. Pedoman tersebut
haruslah dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku berdasarkan kebutuhan keamaanan,
keselamatan dan kebutuhan operasional penerbangan untuk memenuhi ketentuan minimum
serta mendapatkan hasil pelayanan operasi penerbangan yang aman, nyaman dan ekonomis.
c. Organisasi Pusat
BIAS adalah dibawah pengelolaan PT (Persero) Angkasa Pura I dan merupakan salah satu
bagian dari Direktorat Teknik Bandar Udara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
Departemen Perhubungan.
Dalam pengelolaannya secara struktural sesuai peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005
tentang kedudukan, tugas, fungsi, susunan organisasi dan tata kerja Kementrian Negara
Republik Indonesia. Sejauhmana struktur organisasi ini mempengaruhi pemberdayaan BIAS.
d. Organisasi Cabang PT (Persero) Angkasa Pura I
BIAS termasuk dalam pengelolaan dan pengawasan PT (Persero) Angkasa Pura I bersama
dengan 12 (duabelas) bandara lainnya di Indonesia. Di dalam pelaksanaan operasionalnya
mengacu pada mekanisme manajerial yang ada. Peran PT (Persero) Angkasa Pura I adalah
sebagai air traffic service and airport business, sejauhmana peran pengelolaan tersebut
terkait dengan pemberdayaan BIAS.
e. Biaya dan Anggaran
Aspek biaya dan anggaran merupakan variabel yang sangat mendukung. Akan tetapi di dalam
pelaksanaan penggunaan biaya dan anggaran tersebut apakah juga juga melibatkan pihak
lain, sehingga pelaksanaannya terdapat suatu kendala-kendala yang berarti di dalam
pemberdayaan BIAS? Sejauhmana kendala-kendala tersebut mempengaruhi pemberdayaan
BIAS?
f. Spesifikasi Pekerjaan
Pemberdayaan landas pacu BIAS mempunyai sasaran hasil kerja yang dijabarkan pada
spesifikasi kerja beserta uraian kegiatannya. Oleh sebab itu tatalaksana pekerjaan haruslah
selalu mengacu pada spesifikasi pekerjaan dan petunjuk pelaksanaan pemeliharaan konstruksi
landas pacu sesuai peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara. Spesifikasi pekerjaan
tersebut tentunya berpengaruh terhadap pemberdayaan BIAS.
g. Sumber Daya Manusia (SDM)
Dengan kemampuan mengelola 13 bandara di Indonesia, sumber daya manusia yang ada di
PT (Persero) Angkasa Pura I membutuhkan SDM yang handal. Out-sourcing dan mutasi juga
dilakukan demi pemberdayaan BIAS. Sejauh mana peran SDM tersebut terkait dengan
pemberdayaan BIAS?
h. Konstruksi
Sistem pemeliharaan BIAS mengacu pada peraturan oleh ICAO dan FAA serta petunjuk
pelaksanaan pemeliharaan konstruksi landas pacu dari Departemen Perhubungan. Konstruksi
di dalam ketentuan tersebut meliputi landas pacu (runway), landas hubung (taxiway) landas
parkir (apron) dan fasilitas penunjang. Pemeliharaan konstruksi ini berlaku juga untuk
pemeliharaan fasiltas penunjang seperti, saluran drainase dan box culvert, gorong-gorong,
jalan inspeksi, daerah RESA (Runway End Safety Area), daerah runway strip, daerah clear
way, daerah stop way, pagar, helipad. Pemeliharaan mempertahankan kondisi konstruksi
tersebut harus memenuhi ketentuan teknis berdasarkan pengamatan periodik dan sistematis
untuk mengetahui akibat kerusakan, penyebab kerusakan dan cara memperbaiki kerusakan
dalam upaya pemberdayaan BIAS.
i. Kondisi Alam
Lingkungan BIAS akan sangat dipengaruhi oleh kondisi alam, di antaranya temperatur, angin
permukaan, elevasi ketinggian bandara dan juga faktor alam lainnya (curah hujan, gempa,
genangan air, kekuatan angin dll). Dalam pelaksanaan pemberdayaan BIAS hal ini menjadi
bahan pertimbangan.
j. Pembebanan dan Prosedur Pendaratan - Lepas Landas
Pada perencaaan landasan perkerasan, harus mampu melayani beragam dan berbagai mcam
pesawat dengan tipe roda pendaratan yang berbeda dan berlainan beratnya. Pengaruh dari
semua jenis pesawat harus dikonversikan ke dalam pesawat rencana dengan equivalent
annual departure dari berbagai pesawat tersebut. Begitu juga dengan tipe roda pendaratan
yang berlainan bagi tiap jenis pesawat. Tipe roda pendaratan menentukan bagaimana berat
pesawat dibagikan bebannya kepada roda-roda dan diteruskan pada perkerasan landas pacu.
Selanjutnya kondisi tersebut akan menentukan berapa tebal perkerasan yang mampu
melayani berat seluruh pesawat tersebut. Dalam perencanaan dengan metode FAA
diperhitungkan untuk masa pemakaian 20 tahun tanpa pemeliharaan yang berarti apabila
tidak ada perubahan pesawat yang dilayani. Dengan demikian BIAS apakah sudah
melaksanakan ketentuan tersebut.
E. LANGKAH PENELITIAN
1. Tahap perumusan masalah.
a. Penentuan sasaran yang ingin dicapai : Memilih Alternatif SOP untuk pemberdayaan landas
pacu BIAS.
b. Penentuan Kriteria pemilihan.
c. Penentuan alternatif Standar Operasional Prosedur.
2. Tahap studi literatur dan pengumpulan data.
3. Tahap model analisis hirarki.
Tahap penilaian dan pembobotan.
a. pembobotan terhadap tiap kriteria.
b. penilaian tiap alternatif terhadap tiap kriteria.
4. Tahap penilaian dan pembobotan alternatif
5. Tahap perhitungan AHP.
Perhitungan AHP dilakukan dengan menggunakan program komputer Criterium Decision Plus (CDP)
Versi 3.0. Alur Penetapan Prioritas Standar Operasional Prosedur ditunjukkan pada Gambar 3.2.
F. METODE ANALISIS DATA
Metode analisis data dilakukan dengan menggunakan metode AHP, meliputi:
1. Penyusunan Hirarki
Pengumpulan Data
Data Sekunder
- Pedoman
- Struktur Organisasi
- Pengawasan Pelaksanaan Pemberdayaan
- Penyebab Kerusakan
Data Primer
Pendapat
Responden
MULAI
Penyusunan Hirarki
Pembobotan
Terhadap Kriteria
dan Alternatif
Analisis AHP
CI<0.1
Prioritas SOP
SELESAI
Tidak
Ya
Gambar 3.2 Alur Penetapan Prioritas Standar Operasional Prosedur
Tujuan atau persoalan yang akan diselesaikan, dipresentasikan sebagai diagram hirarki yaitu
dengan menguraikan menjadi unsur-unsurnya, kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi
suatu struktur hirarki.
2. Penilaian Kriteria dan Alternatif
Melalui perbandingan berpasangan (Saaty, 1988) kriteria dan alternatif dapat dinilai dengan
menggunakan skala 1-9 untuk mengekspresikan pendapat. Hal ini dikenal juga dengan istilah
skala dasar berdasarkan tingkat kepentingan.
3. Penentuan Prioritas
Penentuan prioritas dalam AHP dilakukan dengan menghitung eigenvector dan eigenvalue melalui
operasi matrik. Eigenvector menentukan ranking dari alternatif yang dipilih. Sedangkan
eigenvalue memberikan ukuran konsistensi dari proses perbandingan konsistensi.
Setelah dilakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparisons) untuk setiap
kriteria dan alternatif, maka nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan
peringkat relatif dari seluruh alternatif. Kriteria kualitatif dan kriteria kuantitatif, dapat
dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan
prioritas.
4. Konsistensi Logis Penentuan Prioritas
Berdasarkan suatu kriteria yang logis semua elemen dapat dikelompokkan secara logis dan
diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Hasil akhir dari pembobotan kriteria dan alternatif tersebut dapat diketahui dengan terlebih
dahulu melakukan perhitungan AHP. Perhitungan tersebut dilakukan dengan menggunakan
program komputer Criterium Decision Plus Versi 3.0, dan secara manual dengan bantuan
program Microsoft Excel.
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. DISKRIPSI BANDARA INTERNASIONAL ADISUMARMO SURAKARTA.
1. Sejarah Perkembangan BIAS
Pada awalnya Bandara Internasional Adisumarmo Surakarta (BIAS), adalah
lapangan terbang peninggalan penjajahan Jepang, dengan dimensi awal 1500 x 45
m. Menjelang konfrensi PATA tahun 1974 yang diselenggarakan di kota Solo,
landasan pacu ditingkatkan dengan menambah ketebalan perkerasan dan aspal
beton tebal 5 cm. Seiring dengan dibukanya penerbangan sipil (komersial)
berjadwal, landasan pacu ditingkatkan dengan menambah ketebalan 5 cm dari
aspal beton. Tahun 1985 landasan pacu diperpanjang menjadi 1600 x 45 m, dan
saat itu dilaksanakan peningkatan konstruksi landasan dengan menambah
ketebalan aspal beton dengan ketebalan 5 cm, dengan operasional pesawat F-28.
Tahun 1986 Bandar Udara terus ditingkatkan dengan menambah panjang
landasan menjadi 1.950 x 45 m, dengan menambah ketebalan perkerasan 7,50
cm, dengan target operasional pesawat DC-9, dengan kekuatan PCN 28
(Pavement Classification Number = Bilangan Penggolongan Perkerasan).
Tahun 1991 Bandara Adisumarmo Surakarta, ditetapkan sebagai Bandara
Internasional terbatas, dengan melayani penerbangan Garuda ke Singapura,
melalui transit di Jakarta.
Seiring dengan status Bandara Internasional terbatas, pada tahun 1992 landasan
pacu Bandar Udara Adisumarmo Surakarta, ditingkatkan dari PCN-28 menjadi
PCN-31, dengan menambah ketebalan perkerasan 5 cm dari aspal beton. Tahun
1997 Bandara Adisumarmo ditetapkan sebagai Bandara Embarkasi dan Debarkasi
Haji, dan diproyeksikan menampung pesawat sejenis B-747 terbatas. Untuk itu
landasan pacu diperpanjang menjadi 2.600 x 45 m, ditambah Paved Shoulder
7,50 m di kiri dan kanan landasan. pacu, PCN landasan ditingkatkan menjadi
PCN-68, dengan menambah ketebalan perkerasan setelan 3 x 10 cm dari Aspal
Beton.
Guna kestabilan daya dukung yang mampu menampung pesawat jenis B-747,
dalam tahun 2007 ini akan dilaksanakan pelapisan ulang, setebal 6 cm. Rencana
induk Bandana sesuai masterplan tahap-I, akan ditingkatkan lagi menjadi 2.800 x
45 m, dan masterplan tahap-II, dengan target akhir 3.600 x 45 m.
2. Lokasi BIAS
BIAS adalah bandara di kota Surakarta yang dioperasikan PT (Persero) Angkasa
Pura I. Sebagaimana bandara yang lain, bandara Adisumarmo ini terletak di luar
kota Solo tepatnya di kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali. Bandara ini
melayani penerbangan Garuda, Sriwijaya Air, Adam Air, Mandala dan Lion Air
untuk penerbangan Jakarta-Solo PP dan Silk Air untuk penerbangan Solo-
Singapura PP serta Air Asia untuk penerbangan Solo-Kuala Lumpur. Di samping
itu BIAS digunakan untuk penerbangan langsung ke Mekkah/Jeddah, Arab Saudi
dikarenakan Solo sebagai embarkasi Haji untuk wilayah Jateng dan Daerah
Istimewa Yogyakarta. Bandara ini juga berfungsi sebagai pangkalan TNI AU.
BIAS berjarak 14 kilometer dari Surakarta, dengan Koordinat 073058"S,
1104525"E ; Ketinggian 128 meter Dari PermukaanLaut (DPL). Bias memiliki
2 terminal penumpang, 2 terminal kargo, 11 tempat parkir pesawat. Peta Lokasi
Bandara Internasional Adisumarmo Surakarta dapat dilihat pada Lampiran 2,
Sedangkan Situasi BIAS disajikan pada Lampiran 3.
3. Pembangunan Fasilitas Sisi Udara BIAS
Pembangunan Fasiltas Sisi Udara Bandara Internasional Adisumarmo Surakarta
merupakan pembangunan Runway, Taxiway dan Apron, yang diawali pada tahun
1942 dengan Runway peninggalan Kolonial Jepang dengan panjang 1,500 m dan
lebar 45 m serta dipergunakan untuk kegiatan Militer Kolonial Jepang. Sejarah
singkat pembangungan sisi udara BIAS dapat dilihat pada Lampiran 4.
4. Jenis dan Karakteristik Pesawat dan Rute Penerbangan
Adapun operasional BIAS adalah melayani penerbangan untuk jenis Pesawat
Komersial Domestik (berjadual), Pesawat Komersial Internasional (berjadual)
dan Pesawat untuk Angkutan Haji, serta Pesawat Charter Domestik maupun
Internasional, dan dipergunakan pula untuk penerbangan Pesawat Militer. Jenis
Pesawat Komersial yang dipergunakan untuk penerbangan domestik adalah :
Boeing 737 seri 400 (Garuda, Lion Air), Boeing 737 seri 200 (Sriwijaya Air,
Adam Air). Sedangkan penerbangan Internasional menggunakan jenis pesawat
Airbus 320 ( Silk Air, Air Asia). Pesawat yang dipergunakan untuk penerbangan
Angkutan Haji adalah Boeing 767 dan DC 10. Penerbangan pesawat charter
domestik yang pernah dilayani BIAS adalah jenis Boeing - 737 seri 300 dan 200
Gatari, Indonesia Transport, Bouraq) ; F-28, F-100 (Pelita Air Service). Pesawat
Charter Internasional yang pernah mendarat di BIAS adalah : Boeing 737 seri
300, Antonov 21, Boeing 767 dan Boeing 707. BIAS dipergunakan juga untuk
penerbangan Militer khususnya TNI AU dengan menggunakan jenis pesawat :
Hercules C-216, Boeing 737 seri 200, CN 235, F 27, F 28, Boeing 707, Super
Puma (Heli), Falcon 5 dan Falcon 16 (tempur). Sedangkan TNI AD dan Polri
menggunakan jenis pesawat Cassa 212. Jadual Penerbangan (Flight Schedule)
untuk berbagai Maskapai Penerbangan (Airlines), Domestik maupun
Internasional disajikan pada Lampiran 5.
B. SOP PEMBERDAYAAN FASILITAS LANDASAN BIAS
1. Pemeliharaan Runway ( Landas Pacu)
a. Pemeriksaan dan pembersihan landasan dari kotoran, kerikil, dan butiran lepas lainnya (3
x sehari), dengan runway swiper.
b. Pemeriksaan terhadap struktur lapis atas perkerasan, (l x seminggu).
c. Pemeliharaan terhadap marka-marka (tanda-tanda) landasan
1) Runway Edge = 1 x setahun
2) Centre Line = 2 x setahun
3) Touchdown zone = 2 x setahun
4) Aiming Point = 1 x setahun
5) Threshold = 1 x setahun
6) Runway Designation = 1 x setahun
d. Pembersihan Rubber Deposite (1 x setahun), pada Touchdown Area (zona daerah
pendaratan).
e. Pemeriksaan terhadap Water Ponding (l x sebulan di musim bujan)
f. Pemeriksaan kekesatan Lapis Aus Perkerasan, setelah selesai dilakukan overlay
(penambahan lapis perkerasan)
g. Pelapisan ulang perkerasan (1 x 5 tahun) atau bila terjadi kerusakan pada permukaan.
h. Bila kerusakan timbul hanya setempat atau dikarenakan oleh sebab lain, dilakukan
perbaikan dan penyempurnaan seperlunya.
2. Pemeliharaan Shoulder (Bahu Landasan)
a. Pemantauan bahu landasan (bila permukaan bahu landasan terdapat bagian yang lunak).
b. Pemotongan rumput secara rutin, dengan ketinggian rumput 5-10 cm dengan traktor
mower.
c. Pembersiban dari gundukan rayap, dan tanaman yang tumbuh.
3. Pemeliharaan Drainage (Selokan)
a. Pemeriksaan rutin (setiap hari).
b. Pembersihan rumput dan semak-semak (setiap triwulan).
c. Pembersihan kotoran walet (2 x setahun).
d. Perbaikan konstruksi (setiap ada kerusakan konstruksi).
4. Pemeliharaan Strip Area (Daerah Pendaratan)
a. Pemantauan obyek obstacle yang menganggu keselamatan penerbangan dari tanaman
pepohonan dan obyek-obyek lain.
b. Pengukuran obstacle area dan dilanjutkan dengan pemotongan obyek yang menjadi
penghalang keselatan penerbangan (2 x setahun ).
5. Pemeliharaan dari Aspek Keselamatan Penerbangan.
a. Pemantauan populasi burung (setiap masa)
b. Pemantauan permainan layang-layang (setiap masa)
c. Pemantauan pendirian antena-antena telekomunikasi
C. PEMBOBOTAN KRITERIA
Analisis yang akan digunakan adalah AHP yang mengandalkan teknik pembobotan untuk
menghasilkan faktor dari masing-masing bobot tersebut. Faktor bobot ini menggambarkan ukuran
relatif tentang pentingnya suatu elemen dibandingkan dengan yang lainnya. Perbandingan segisegi
atau faktor dalam masing-masing matrik dilakukan dengan memberi pembobotan berdasarkan persepsi
dan tingkat kepentingan masing-masing. Adapun pembobotan tingkat kepentingan dari kriteria yang
telah ditentukan adalah sebagai berikut:
Definisi Tingkat Kepentingan
Sangat Lebih Penting 5
Lebih Penting 3
Sama Penting 1
Kurang Penting 1/3
Sangat Kurang Penting 1/5
1. Perbandingan Antar Kriteria
Perbandingan kriteria diberi pembobotan berdasarkan persepsi dan tingkat kepentingannya, untuk
memenuhi asas obyektifitasnya dalam memberikan pembobotan kriteria berdasarkan hasil survey
dengan responden pengambil kebijakan di PT (Persero) Angkasa Pura I dengan jabatan minimal
Asisten Manajer dan Manager Airlines selaku user PT (Persero) Angkasa Pura I di BIAS, salah
satu hasil kuesioner responden dapt dilihat pada lampiran 6.
2. Matrik perbandingan resiprokal
Matrik perbandingan ini merupakan hasil perbandingan antara sejumlah segi,
seperti segi pedoman internasional dibandingkan segi pedoman nasional dan
begitu juga sebaliknya sampai dibandingkan dengan sejumlah segi yang lainnya.
Hasil perbandingan secara berpasangan elemen-elemen operasi tersebut akan
membentuk matrik perbandingan. Segi yang dibandingkan adalah :
a. Segi Pedoman Standar Pemeliharaan BIAS
1) Segi Pedoman Internasional
a) Klasifikasi Bandar Udara menurut ICAO (International Civil Aviation
Organisation)
ICAO (International Civil Aviation Organisation = Organisasi Penerbangan Sipil
Internasional) dan FAA (Federal Aviation Administration = Standar Adminstrasi
Amerika) telah membuat persyaratan-persyaratan untuk sebuah bandar udara baru
dengan tujuan agar terdapat keseragaman kriteria perencanaan, sehingga dapat
dipakai oleh perencana sebagai pedoman atau acuan standar.
Kriteria-kriteria yang dibuat antara lain mengenai lebar, kemiringan, jarak pisah
landasan pacu, landas hubung dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan daerah
pendaratan. Kesemuanya itu mencakupkan variasi lebar pesawat, cara penerbang,
dan kondisi cuaca (Horonjeff, 1988). Indonesia sebagai anggota ICAO, ikut dalam
konvensi-konvensinya dalam upaya untuk mendapatkan keseragaman pada dunia
penerbangan internasional. Seperti diketahui bahwa angkutan udara tidak mengenal
batas-batas fisik negara. Sangat perlu bagi pilot mendapatkan keseragaman bandar
udara dari berbagai negara. Hasil konvensi itu dituangkan dalam annex-annex,
untuk persyaratan fisik bandar udara adalah Annex 14 ICAO (Basuki, 1990).
Saat ini ICAO menggunakan suatu kode acuan dua unsur untuk mengklasifikasi
standar geometrik untuk bandar udara. Unsur kode itu terdiri dari penetapan angka
dan abjad. Kode angka 1 sampai 4 mengklasifikasi panjang landasan pacu yang
tersedia. Sedangkan kode huruf A sampai F untuk mengklasifikasikan lebar bentang
sayap dan bentang roda pendaratan utama sebelah luar untuk pesawat, yang
merupakan dasar perancangan bandar udara tersebut. Kode-kode acuan aerodrome
diberikan dalam Tabel 4.1 berikut ini:
Tabel 4.1 Kode-kode acuan aerodrome
Unsur Kode I Unsur Kode II
Kode
Angka
Panjang Lapangan
Acuan Pesawat
Terbang
(m)
Kode
Huruf
Bentang
Sayap
(m)
Bentang Roda
Pendaratan Utama
Bagian Luar *)
(m)
1
2
3
4
< 800
800 - <1200
1200 - < 1800
>1800
A
B
C
D
E
F
< 15
15 - < 24
24 - < 36
36 - < 52
52 - < 65
65 - < 80
< 4.5
4.5 - < 6
6 - < 9
9 - < 14
14 - < 16
16 - < 18
*) Jarak antara tepi-tepi luar roda-roda pendaratan utama
(Sumber : ICAO, 1999)
(1) Runway (Landas Pacu)
(a) Karakteristik fisik landas pacu
Ada beberapa elemen landasan pacu yang diperlukan untuk perencanaan bandar udara di
antaranya: Jumlah dan orientasi runway. Jumlah dan orientasi dari runway harus
ditentukan berdasarkan syarat bahwa faktor penggunaan tidak boleh kurang dari 95%
bagi pesawat-pesawat yang akan dilayani oleh suatu bandara, Syarat di atas dapat
dipenuhi apabila bandara dalam kondisi normal, yaitu kondisi dengan kecepatan cross
wind tidak boleh melebihi (ICAO, 1999) :
- 37 km per jam bagi pesawat-pesawat dengan ARFL (Aeroplane Reference Field
Length) 1500 m. Kecuali pada kondisi dimana koefisian gesek memanjang
kurang baik, cross wind disyaratkan tidak melebihi 24 km per jam
- 24 km per jam bagi pesawat-pesawat dengan ARFL 1200 m tapi < 1500 m.
- 19 km per jam bagi pesawat-pesawat dengan ARFL < 1200 m
(b) Panjang runway
Panjang runway utama harus memenuhi persyaratan operasional pesawat yang
direncanakan dan harus tidak kurang dari panjang yang ditentukan. Perlu diadakan
koreksi untuk kondisi-kondisi lokal dalam operasinya dan dari karakteristik pesawat yang
akan mendarat. Panjang runway sekunder ditentukan dengan cara yang sama seperti
runway utama, kecuali panjang runway digunakan hanya untuk pesawat yang
memerlukan runway sekunder. Tujuan untuk menambah runway tersebut adalah dalam
rangka memperoleh faktor penggunaan sedikitnya 95%.
( c) Lebar runway
Berdasarkan Pedoman, lebar runway ditabelkan pada Tabel 4.2. (ICAO, 1999) :
Tabel 4.2 Lebar runway
Kode Huruf Kode
Angka A B C D E F
1
2
3
4
18 m
23 m
30 m
--
18 m
23 m
30 m
--
23 m
30 m
30 m
45 m
--
--
45 m
45 m
--
--
--
45 m
--
--
--
60 m
Lebar landasan presisi tidak boleh kurang dari 30 m untuk kode
angka 1 atau 2 (Sumber : ICAO, 1999)
b) Klasifikasi Bandar Udara menurut FAA (Federal Aviation Administration)
FAA memisahkan kegiatan bandar udara ke dalam dua golongan umum yaitu:
Pengangkutan udara (air carier) dan Penerbangan umum (general aviation). Klasifikasi
menurut FAA khusus untuk penerbangan umum dibagi sebagai berikut :
(1) Utility
(a) Basic utility stage I
(b) Basic utility stage II
(c) General Utility
(2) Basic Transport
(3) General Transport
Bandar udara utility didefinisikan sebagai bandar udara yang melayani pesasvat
dengan berat kurang dari 12.500 lbs, tidak termasuk pesawat jet (bandar udara
perintis).
Basic utility stage 1, adalah bandar udara yang melayani 75% pesawat baling-baling
tidak lebih dari 12.500 lbs. Jelasnya bandar udara ini melayani pesawat-pesasvat
kecil dengan bobot 3.000 lbs atau kurang.
Bandar udara basic utility stage II harus mampu melayani sekitar 95% pesawat
baling-baling yang beratnya kurang dari 12.500 lbs, jelasnya melayani pesawat yang
beratnya tidak lebih dari 8.000 lbs atau kurang. Bandar udara tipe ini dirancang
penggunaannya sebagai "Business Jet" atau "Corporate Jet" dan "Executive Jet".
Bandar udara basic transport harus dapat melayani pesawat-pesawat yang
menggunakan piston engine atau jet dengan berat kurang dari 60.000 lbs.
Sedangkan bandar udara general transport harus dapat melayani pesawat-pesawat
transport yang digunakan untuk penerbangan umum dengan berat kotor 175.000 lbs.
Dalam perencanaan bandar udara masa kini, lebar sayap dari pesawat
mempengaruhi karakteristik fisik bandar udara. Klasifikasi Bandar udara menurut
FAA didasarkan pada ukuran lebar sayap yang tercantum pada Tabel 4.3 berikut ini:
Tabel 4.3 FAA Airport Design Standard, AC : 15015320-12
Kelompok
Rancangan Pesawat
Bentang Sayap
I
II
III
IV
V
VI
< 15 m (49 ft)
15 m (49 ft) - < 24 m (79 ft)
24 m (49 ft) - < 36 m (118 ft)
36 m (118 ft) - < 52 m (171 ft)
52 m (171 ft) - < 60 m (197 ft)
60 m (197 ft) - < 80 m (262 ft)
(Sumber : Sartono, 1992)
2) Segi Pedoman Nasional
Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Direktorat Teknik Bandar
Udara menerbitkan beberapa Peraturan Kebandarudaraan diantaranya :
a) Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No : SKEP/78/VI./2005 Tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pemeliharaan Konstruksi Landas Pacu, Landas Hubung dan
Landas Parkir serta Fasilitas Penunjang di Bandar Udara.
b) Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No : SKEP/347/XII/99 Tentang
Standar Rancang Bangun dan atau Rekayasa Fasilitas dan Peralatan Bandar Udara.
c) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan
Penerbangan.
d) Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan
e) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 44 Tahun 2002 tentang Tatanan
Kebandarudaraan Nasional
f) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 47 Tahun 2002 tentang Tatanan
Kebandarudaraan Nasional
g) Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 48 Tahun 2002 tentang Peneyelenggaraan
Bandar Udara Umum.
h) Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/003/I/2005 tentang
Pedoman Teknis Perancangan Rinci Konstruksi Landas Pacu (Runway), Landas Hubung
(Taxiway), Landas Parkir (Apron) pada Bandar Udara.
i) Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/161/IX/2003 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan/ Perancangan Landas Pacu (Runway), Landas
Hubung (Taxiway), Landas Parkir (Apron) pada Bandar Udara.
j) Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/100/XI/1985 tentang
Tata Tertib Bandar Udara.
Pedoman pedoman tersebut merupakan acuan tata laksana pada Bandara Internasional
Adisumarmo Surakarta dalam upaya pemberdayaan yang makmasimal.
b. Segi Struktur Organisasi Manajemen
1) Struktur Organisasi Pusat
Pedoman Nasional (DEPHUB) yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh PT.(Persero)
Angkasa Pura I sebagai Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang pengusahaan
dan pelayanan kebandarudaraan serta keselamatan penerbangan di Indonesia.
PT.(Persero) Angkasa Pura I telah membuat suatu konsep sistem pemeliharaan sarana
dan prasarana yang berhubungan dengan kegiatan operasional pada suatu bandar udara,
baik ditinjau dari sisi udara (air side) maupun sisi darat (land side). Struktur Organisasi
Direktorat Jenderal Perhubungan tersaji pada Gambar 4.1, sedangkan Struktur Organisasi
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (Bidang Teknik Bandara ) pada Gambar 4.2
Manajemen Pemeliharaan Terpadu (MPT) adalah instrumentasi yang dibuat untuk
menjamin semua infrastruktur dan suprastruktur, baik unit teknik maupun sistem
pemeliharaan agar dapat berfungsi secara baik dan benar, guna meningkatkan kualitas
pelayanan kepada pengguna jasa dalam bentuk :
a) Optimalisasi penggunaan infrastruktur bandara.
b) Peningkatan kinerja fasilitas dan infrastruktur bandara.
c) Peningkatan unit teknis dalam kegiatan perencanaan bandara.
d) Pengkondisian unit teknis untuk fasilitas dan infrastruktur bandara.
e) Memantau fasilitas dan infrastruktur bandara.
DIREKTUR
KESELAMATAN
PENERBANGAN
DIREKTUR
ELEKTRONIKA DAN
LISTRIK PENERBANGAN
DIREKTUR
SERTIFIKASI
KELAIKAN UDARA
DIREKTUR
ANGKUTAN UDARA
DIREKTUR
TEKNIK BANDARA
SEKRETARIS
DIREKTORAT
JENDERAL
DIREKTUR
JENDERAL
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Perhubungan Udara
(Sumber : Peraturan Presiden No. 9 Tentang Susunan Organisasi
Kementerian Negara Republik Indonesia , 2005)
KASI
KETERPADUAN
PROGRAM
BANDAR UDARA
KASI
KERJASAMA
DAN JARINGAN
LFAS.BANDARA
KASUBDIT
PROGRAM
BANDAR UDARA
KASI TATA
LETAK
FASILITAS
BANDARA
KASI TATA
KAWASAN
BANDAR UDATA
KASUBDIT TATA
BANDARA
KASI FASILITAS
SISI DARAT
KASI SISI
UDARA
KASUBDIT
RANCANG BANGUN
FASILITAS UDARA
KASI FASILITAS
SISI DARAT
KASI FASILITAS
SISI UDARA
KASUBDIT
REKAYASA
FASILITAS BANDARA
KASI VERIFIKASI
FASILITAS SISI
DARAT
KASI VERIFIKASI
FASILITAS SISI
UDARA
KASUBDIT
PENGAMANAN DAN
PELAYANAN DARURAT
KASUBAG TATA
USAHA
DIT.TEKBAN
DIREKTUR TEKNIK
BANDARA
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Bidang Teknik Bandara Dirjen Perhubungan Udara
(Sumber : Peraturan Presiden No. 9 Tentang Susunan Organisasi Kementerian Negara Republik Indonesia ,
2005)
2) Organisasi Cabang
BIAS berada di bawah pengelolaan PT (Persero) Angkasa Pura I dan menjadi bagian
dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Departemen Perhubungan. Struktur
Organisasi BIAS berdasarkan Keputusan Direktur PT (Persero) Angkasa Pura I Nomor.
Kep.114/OM.00/2004 tersaji pada Gambar 4.3.
GENERAL MANAGER
AIRPORT
DUTY MANAGER
MANAGER
OPERASI DAN TEKNIK
MANAGER
KEUANGAN,
KOMERSIAL & UMUM
ASISTEN MANAGER
KESELAMATAN &
KEAMANAN
ASISTEN MANAGER
KOMERSIAL &
PENGEMBANGAN
USAHA
ASISTEN MANAGER
PELAYANAN
BANDARA
ASISTEN MANAGER
AKUNTANSI &
ANGGARAN
Gambar 4.3 Struktur Organisasi BIAS PT (Persero) Angkasa Pura I
(Sumber : Keputusan Direktur PT (Persero) Angkasa Pura I, 2004)
c. Segi Pengawasan Pelaksanaan Pemberdayaan
1) Biaya Anggaran
Pelaksanaan penggunaan biaya dan anggaran terkadang menghadapi kendala. Adapun
kendala tersebut adalah, jika rencana anggaran pengeluaran melebihi Rp. 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah), maka rencana anggaran pengeluaran tersebut harus disetujui
terlebih dahulu oleh Kementerian BUMN. Hal ini tentunya akan menyulitkan
pelaksanaan terutama, jika terjadi kerusakan atau sejenisnya yang membutuhkan
penyelesaian lebih cepat agar pemberdayaan BIAS dapat terselesaikan.
2) Spesifikasi Pekerjaan
Pemberdayaan landas pacu BIAS mempunyai sasaran hasil kerja yang dijabarkan pada
spesifikasi kerja beserta uraian kegiatannya. Oleh sebab itu tatalaksana pekerjaan
haruslah selalu mengacu pada spesifikasi pekerjaan dan petunjuk pelaksanaan
pemeliharaan konstruksi landas pacu sesuai peraturan Direktur Jenderal Perhubungan
Udara. Spesifikasi pekerjaan tersebut tentunya berpengaruh terhadap pemberdayaan
BIAS.
3) Sumber Daya Manuasia (SDM)
Peranan sumber daya manusia di lingkungan BIAS sangatlah berpengaruh terhadap
pemberdayaan landas pacu. Hal itu dapat terlihat dari hampir tidak adanya protes dari
pihak user terhadap landas pacu. Dengan demikian, faktor SDM di dalam
pemberdayaannya berpengaruh positif.
d. Segi Penyebab Kerusakan Landas Pacu
1) Konstruksi
Konstruksi di bandar udara meliputi : Landas Pacu (runway), landas
hubung (taxiway), landas parkir (apron) dan fasilitas penunjang.
Pemeliharaan mempertahankan kondisi konstruksi harus memenuhi
ketentuan teknis berdasarkan pengamatan periodik dan sistematis untuk
mengetahui akibat kerusakan, penyebab kerusakan dan cara memperbaiki
kerusakn tersebut.
Terjadinya kesalahan pada perataan awal perkerasan, kurang padatnya
lapisan perkerasan dan penurunan sub-grade serta kurang berfungsinya
drainase yang akan menyebabkan penurunan setempat permukaan
perkerasan. Adapun jenis dan derajad kerusakan perkerasan lentur
(flexible) yang terjadi adalah sebagai berikut :
a) Keretakan (cracking)
b) Kerontokan (disintegration)
c) Perubahan permukaan konstruksi (distortion)
d) Kekesatan (Skid resistance)
Sedangkan penyebab kerusakan landas pacu yang berkaitan dengan konstruksi yang lain
adalah :
(1) Tumpahnya bahan bakar pada saat pengisisan, kebocoran minyak pelumas atau
bahan kimia lainnya yang menyebabkan terjadinya Jenis Kerusakan
Pencemaran. Penetrrasi pada lapisan perkerasan suatu bahan kimia yang
melarutkan bahan bahan pengikat
(2) Ausnya roda pesawat pada saat roda pesawat menggelinding di atas permukaan
perkerasan menyebabkan terjadinya jenis kerusakan goresan karet, yaitu
goresan karet roda pesawat pada permukaan perkerasan yang mengakibatkan
permukaan menjadi licin.
Selain itu, setiap landasan dilengkapi dengan kendaraan penyapu landasan
dan peralatan bahan kimia pembersih landasan khususnya untuk
membersihkan sisa-sisa jejak karet yang ditimbulkan oleh roda-roda
pesawat. Bila ini bila tidak dibersihkan dapat mengganggu keselamatan
penerbangan.
2) Kondisi Alam
Pengaruh lingkungan terhadap landas pacu adalah temperatur, angin
permukaan, kemiringan landasan, ketinggian, kondisi permukaan
landasan.
3) Pembebanan dan Prosedur Pendaratan - Lepas Landas
a) Sifat dan Karakterisitik Pesawat Terbang
Pengetahuan mengenai pesawat terbang sangat penting di dalam merencanakan
fasilitas yang akan digunakan pesawat terbang. Pesawat terbang yang digunakan oleh
perusahaan penerbangan mernpunyai kapasitas bervariasi dari 20 sampai hampir 500
penumpang. Demikian juga, pesawat terbang penerbangan umum, mempunyai fungsi
pengangkutan yang serupa dengan mobil pribadi (Horonjelf & McKelvey, 1998).
Suatu gambaran dari berbagai pesawat terbang yang menjelaskan secara singkat
karakteristik utama dari pesawat terbang transport, dinyatakan dalam ukuran, bobot,
kapasitas dan panjang landasan pacu yang dibutuhkan (Sartono, 1992). Karakteristik
pesawat terbang tersebut terdiri dari:
(1) Bobot
Bobot pesawat sangat penting untuk merencanakan tebal perkerasan dari area
pendaratan seperti runway, taxiway, turning area, dan apron.
(2) Ukuran
Lebar sayap dan panjang badan pesawat (fuselage) berpengaruh terhadap
dimensi parkir di apron yang selanjutnya berpengaruh terhadap konfigurasi
bangunan terminal dan lebar runway serta taxiway.
(3) Konfigurasi roda
Konfigurasi roda (single, dual, dual tandem) mempengaruhi tebal perkerasan
area pendaratan.
(4) Kapasitas
Kapasitas penumpang mempunyai arti penting bagi perencanaan bangunan
terminal dan prasarana lainnya.
(5) Panjang landasan
Panjang landasan berpengaruh pada luas tanah yang dibutuhkan oleh lapangan
terbang. Panjang landasan itu sendiri dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di
sekitar bandara, seperti ketinggian, temperatur, angin, dll.
b) Komponen berat pesawat
Komponen bobot pesawat sangat menentukan dalam menghitung panjang landas
pacu dan kekuatan perkerasannya. Ada beberapa istilah bobot pesawat untuk desain
yaitu (Airbus, 2003) :
(1) Maximum design Ramp Weight (MRW)
Adalah beban maksimum untuk melakukan gerakan, atau berjalan dari parkir
pesawat ke pangkal landas pacu. Selama melakukan gerakan ini, akan terjadi
pembakaran bahan bakar, sehingga pesawat akan kehilangan bobot.
(2) Maximum design Landing Weight (MLW)
Adalah beban maksimum pada saat roda pesawat menyentuh lapis keras
(mendarat) sesuai dengan robot pesawat dan persyaratan oleh kelayakan
penerbangan.
(3) Maximum design Take-Off Weight (MTOW)
Adalah beban maksimum pada awal lepas landas sesuai dengan bobot pesawat
dan persyaratan kelayakan penerbangan. Beban ini meliputi bobot operasi
kosong, bahan bakar dan cadangan (tidak termasuk bahan bakar yang
digunakan untuk melakukan gerakan awal) dan muatan (payload).
(4) Operation Weight Empty (OWE)
Adalah beban utama pesawat, termasuk awak pesawat dan konfigurasi roda
pesawat tetapi tidak termasuk muatan (payload) dan bahan bakar. Operation
Weight Empty tidak tetap untuk masing-masing pesawat, besarnya tergantung
konfigurasi tempat duduk.
(5) Maximum Zero Fuel Weight (MZFW)
Adalah beban maksimum yang terdiri dari bobot operasi kosong, beban
penumpang dan barang. Sehingga ketika pesawat sedang terbang, momen
lentur pada sambungan sayap dan badan pesawat tidak menjadi berlebihan.
(6) Payload
Payload adalah total muatan dari produksi muatan, termasuk di dalamnya
penumpang, surat-surat, paket-paket, dan kargo. Maximum payload adalah
muatan maksimum yang boleh diangkut oleh pesawat. Muatan ini dapat berupa
kargo, penumpang, atau kombinasi keduanya. Maximum payloud adalah
maximum design zero fuel weight dikurangi operating weight empty.
(7) Maxiumum Seating Capacity
Jumlah maksimum penumpang yang secara rinci atau diantisipasi atau
diperbolehkan untuk menjamin keselamatan penerbangan.
(8) Maximum Cargo Volume
Maksimum volume yang dapat dipakai yang disediakan untuk kargo.
(9) Usable Fuel
Bahan bakar yang tersedia untuk dapat mendorong pesawat atau terbang.
D. HASIL PERHITUNGAN AHP DENGAN CRITERIUM DECISION PLUS (CDP) VERSI 3.O
Hasil akhir dari pembobotan kriteria dan alternatif tersebut dapat diketahui dengan
melakukan perhitungan AHP yang dilakukan dengan menggunakan program
Criterium Decision Plus (CDP) versi 3.0.
Langkah untuk perhitungan dengan Criterium Decision Plus (CDP) versi 3.0 adalah sesuai
petunjuk program tersebut.
1. Penilain Kriteria
Pada Penelitian ini langkah penentuan 4 (empat) skala prioritas alternatif SOP
ditentukan oleh responden dan masing masing SOP ditentukan berdasarkan 4
(empat) kriteria yaitu : Pedoman Standar Pemeliharaan BIAS, Struktur Organisasi
Manajemen BIAS, Pengawasan Pelaksanaan Pemberdayaan BIAS dan Penyebab
Kerusakan Landas Pacu BIAS. Hasil kuesioner yang telah disebarkan kepada
para responden dianalisis tingkat kepentingannya. Selanjutnya dari hasil survey
yang telah dilaksanakan dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Pedoman Standar Pemeliharaan BIAS dianggap sedikit lebih penting dari Struktur
Organisasi Manajemen BIAS.
b. Pengawasan Pelaksanaan Pemberdayaan BIAS dianggap jelas lebih penting dari Pedoman
Standar Pemeliharaan BIAS.
c. Penyebab kerusakan landas pacu BIAS dianggap sedikit lebih penting dari dari Pedoman
Standar Pemeliharaan BIAS
d. Pengawasan Pelaksanaan Pemberdayaan BIAS dianggap sedikit lebih penting dari
Struktur Organisasi Manajemen BIAS.
e. Penyebab kerusakan landas pacu BIAS dianggap jelas lebih penting dari Struktur
Organisasi Manajemen BIAS.
2. Hasil Perbandingan Antar Kriteria
Dari uraian perbandingan antar kriteria, perbandingan antar kriteria dapat dijelaskan sebagai
berikut :
a. Kriteria Pedoman Standar Pemeliharaan BIAS dibandingkan dengan kriteria yang lain
adalah sebagai berikut :
1) Kriteria Struktur Organisasi Manajemen BIAS = 3
2) Kriteria Pengawasan Pelaksanaan Pemberdayaan BIAS = 1/5
3) Kriteria Penyebab Kerusakan Landas Pacu BIAS = 1/3
b. Kriteria Struktur Organisasi Manajemen BIAS dibandingkan dengan kriteria yang lain
adalah sebagai berikut :
1) Kriteria Pedoman Standar Pemeliharaan BIAS = 1/3
2) Kriteria Pengawasan Pelaksanaan Pemberdayaan BIAS = 1/3
3) Kriteria Penyebab Kerusakan Landas Pacu BIAS = 1/5
c. Kriteria Pengawasan Pelaksanaan Pemberdayaan BIAS dibandingkan dengan kriteria
yang lain adalah sebagai berikut :
1) Kriteria Pedoman Standar Pemeliharaan BIAS = 5
2) Kriteria Struktur Organisasi Manajemen BIAS = 3
3) Kriteria Penyebab Kerusakan Landas Pacu BIAS = 1
d. Kriteria Penyebab Kerusakan Landas Pacu BIAS dibandingkan dengan kriteria yang lain
adalah sebagai berikut :
1) Kriteria Pedoman Standar Pemeliharaan BIAS = 3
2) Kriteria Struktur Organisasi Manajemen BIAS = 5
3) Kriteria Pengawasan Pelaksanaan Pemberdayaan BIAS = 1
Matriks Perbandingan Tingkat Kepentingan Antara Kriteria tersaji pada Tabel 4.4. sedangkan
Matriks Perbandingan Tingkat Kepentingan Antara Sub Kriteria, dapat dilihat pada lampiran 7.
Tabel 4.4 Matriks Perbandingan Tingkat Kepentingan (TK) Antara Kriteria
Perbandingan Dari TK Dari TK Dari TK Dari TK
Antara Kriteria Pedoman
Standar
Pemeliharaan
Struktur
Organisasi
Manajemen
Pengawasan
Pelaksanaan
Pemberdayaan
Penyebab
Kerusakan
Landas Pacu
TK Pedoman
Standar
Pemeliharaan
1 3 1/5 1/3
TK Struktur
Organisasi
Manajemen
1/3 1 1/3 1/5
TK Pengawasan
Pelaksanaan
Pemberdayaan
5 3 1 1
TK Penyebab
Kerusakan
Landas Pacu
3 5 1 1
3. Penilaian Alternatif
Dalam perhitungan bobot alternatif Standar Operasional Prosedur (SOP) dilakukan dengan nilai
bobot dari hasil perhitungan dengan cara AHP. Bobot kriteria kemudian dikalikan dengan nilai
bobot dari tiap alternatif. Alternatif SOP terdiri dari 4 (empat) Alternatif, hasil pilihan responden
dari 8 (delapan) Alternatif SOP yang tawarkan.
Penilaian Alternatif dilakukan dengan memberikan nilai bobot masing masing alternatif yang
ditinjau untuk setiap kriterianya. Skala yang digunakan adalah nilai 1 5. Hasil analisis maupun
data alternatif untuk tiap kriteria dimasukkan ke dalam beberapa interval nilai. Setiap interval nilai
yang digunakan diberikan bobot nilai dari 1 sampai 5, berdasarkan pada tingkat kepentingannya
dari yang terburuk sampai yang terbaik.
Alternatif Standar Operasional Prosedur tersebut berdasarkan hasil pilihan responden adalah
sebagai berikut :
a. Alternatif 1
SOP Pemberdayaan Landasan Pacu BIAS dengan Prioritas ANGGARAN.
b. Alternatif 2
SOP Pemberdayaan Landasan Pacu BIAS dengan Prioritas PEMELIHARAAN
TERPROGRAM.
c. Alterantif 3
SOP Pemberdayaan Landasan Pacu BIAS dengan Prioritas PENGAWASAN
PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN.
d. Alternatif 4
SOP Pemberdayaan Landasan Pacu BIAS dengan Prioritas TINGKAT KERUSAKAN.
Setiap Alternatif SOP ini ini mempunyai bobot dengan skala 1 sampai 5 yang berarti : 1 sangat
tidak perlu; 2 tidak perlu ; 3 perlu; 4 sangat perlu ; 5 sangat perlu sekali. Penilaian alternatif SOP
Pemberdayaan Landasan Pacu BIAS didasarkan atas hasil survei dengan alat kuesioner yang telah
diperoleh kemudian dilakukan pembobotan dengan memberikan nilai dari yang terkecil hingga
yang terbesar dengan interval pembobotan tersaji pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Pembobotan Hasil Kuisioner Pedoman Standar Pemeliharaan BIAS sub Kriteria
Pedoman Internasional
No Hasil Kuisioner Bobot
1 <3 1
2 4 6 2
3 7 9 3
4 10 12 4
5 >13 5
Setelah dilakukan pembobotan hasil kuisioner selanjutnya dilakukan penilaian kriteria Pedoman
Standar Pemeliharaan sub kriteria Pedoman Internasional pada masing masing alternatif SOP,
dengan hasil seperti pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Hasil Pembobotan Pedoman Standar Pemeliharaan BIAS sub Kriteria Pedoman
Internasional
Alternatif SOP Hasil Kuisioner Bobot
SOP ANGGARAN 10 4
SOP PEMELIHARAAN 11 4
SOP PENGAWASAN 13 5
SOP TINGKAT KERUSAKAN 7 3
Rekapitulasi Nilai Sub Kriteria terhadap Alternatif SOP pada Lampiran 8.
4. Penentuan Skala Prioritas dengan Metode AHP.
Hasil akhir dari pembobotan kriteria dan alternatif tersebut akan memberikan jawaban SOP mana
yang diprioritaskan secara berurutan untuk direkomendasikan dengan terlebih dahulu dilakukan
analisis dengan AHP.
5. Analisis dengan CDP versi 3.0
Pada penelitian ini akan ditentukan prioritas SOP dalam 4 (empat) pilihan alternatif. Langkah-
langkah yang dilakukan dalam perhitungan dengan CDP versi 3.0 adalah sebagai berikut :
a. Membuat Struktur Hirarki
Setelah tujuan utama (goal) ditetapkan yaitu Pemberdayaan Landas Pacu BIAS (pemilihan
Alternatif SOP dengan berbagai prioritas pada pemberdayaan Landas Pacu BIAS), kemudian
diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, dan disusun menjadi struktur
hirarki. Struktur Hirarki dalam AHP yang tersaji pada Gambar 4.4 mempresentasikan
keputusan untuk memilih SOP Pemberdayaan Landas Pacu BIAS dengan menggunakan
AHP. Sedangkan Gambar 4.5 adalah Diagram Struktur Hirarki dengan menggunakan CDP,
yang juga mempresentasikan keputusan untuk memilih prioritas SOP Pemberdayaan Landas
Pacu BIAS. Adapun kriteria untuk membuat keputusan tersebut adalah : Pedoman Standar
Pemeliharaan BIAS, Struktur Organisasi Manajemen BIAS, Pengawasan Pelaksanaan
Pemberdayaan BIAS, dan
Pemberdayaan Landas Pacu
Bandara Internasional Adisumarmo Surakarta
Pedoman Standar
Pemeliharaan
Struktur Organisai
Manajemen
Pengawasan
Pelaksanaan
Pemberdayaan
Penyebab
Kerusakan
Landas Pacu
PRIORITAS
ALTENATIF SOP
ANGGARAN
PEMELIHARAAN
PENGAWASAN
TK. KERUSAKAN
PRIORITAS
ALTENATIF SOP
ANGGARAN
PEMELIHARAAN
PENGAWASAN
TK. KERUSAKAN
PRIORITAS
ALTENATIF SOP
ANGGARAN
PEMELIHARAAN
PENGAWASAN
TK. KERUSAKAN
PRIORITAS
ALTENATIF SOP
ANGGARAN
PEMELIHARAAN
PENGAWASAN
TK. KERUSAKAN
SOP :
(Standart Operasional Prosedur)
Sasaran
Kriteria
Alternatif
Gambar 4.4 Hubungan Sasaran, Kriteria dan Alternatif dalam AHP
Gambar 4.5 Diagram Struktur Hirarki AHP dengan menggunakan CDP
Penyebab Kerusakan Landas Pacu BIAS. Alternatif yang tersedia dalam membuat keputusan
tersebut adalah SOP Alternatif 1, Alternatif 2, Alternatif 3 dan Alternatif 4.
b. Melakukan Penilaian terhadap Kriteria.
Berdasarkan hasil penilaian antar kriteria maka antara kriteria Pedoman Standar
Pemeliharaan BIAS dengan kriteria Struktur Organisasi Manajemen BIAS nilai 3 (tiga)
adalah weakly better (sedikit lebih penting), antara kriteria Pengawasan Pelaksanan
Pemberdayaan BIAS dengan kriteria Pedoman Standar Pemeliharaan BIAS nilai 5
(lima) adalah definitely better (jelas lebih penting, dan seterusnya. Sedangkan hasil
Consistency Ratio = 0,083 < 0,1 (Marimin, 2004) menunjukkan bahwa pembobotan yang
dilakukan pada tingkat kriteria telah konsisten, artinya dalam pembobotan kriteria dan
perbandingan antar kriteria sudah memenuhi syarat dan dapat diterima.. Pengisian Nilai
Perbandingan antar kriteria, hasilnya dapat dilihat pada Gambar 4.6.
c. Melakukan Penilaian terhadap Alternatif
Penilaian terhadap alternatif dilakukan melalui proses yang sama seperti pada Penilaian
terhadap Kriteria dengan CDP kemudian memasukkan data pembobotan setiap kriteria pada
masing masing alternatif SOP seperti ditunjukkan pada Gambar 4.7.
Gambar 4.6 Hasil Pengisian Nilai Kriteria
Hasil tersebut adalah sub kriteria Pedoman Internasional yang mempunyai nilai 4 (empat)
pada Alternatif SOP Pemberdayaan Landasan Pacu BIAS dengan Prioritas ANGGARAN
yaitu Important (penting), prioritas PEMELIHARAAN TERPROGRAM nilai 4 (empat)
yaitu Important dan seterusnya. Hasil Pengisian Nilai Alternatif selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran 9.
Gambar 4.7 Hasil Pengisian Nilai Alternatif
d. Hasil Akhir
Hasil Akhir analisis penentuan Alternaif SOP Pemberdayaan Landas Pacu
BIAS ditunjukkkan pada Gambar 4.8 Grafik Hasil Pengolahan Akhir AHP.
Keluaran ini merupakan penentuan skala prioritas dengan metode AHP, yang
menunjukkan bahwa nilai tertinggi decision scores adalah 27,20 % pada
Alternatif SOP Pengawasan Pelaksanaan Pemberdayaan. Artinya prioritas
pertama Alternatif SOP adalah SOP dengan prioritas Pengawasan
Pelaksanaan Pemberdayaan, prioritas kedua Alternatif SOP dengan prioritas
Tingkat Kerusakan dengan skor 25,30 %, prioritas ketiga Alternatif SOP
dengan prioritas Pemeliharaan Terprogram dengan skor 24,70 %, prioritas
keempat Alternatif SOP dengan prioritas Anggaran dengan skor 22,70 %.
Gambar 4.8 Grafik Hasil Pengolahan Akhir AHP
Adapun pengaruh sub kriteria terhadap Alternatif SOP dengan prioritas
Pengawasan Pelaksanaan Pemberdayaan dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Sub Kriteria Pedoman Nasional mempengaruhi alternatif SOP dengan prioritas
Pengawasan Pelaksanaan Pemberdayaan sebesar 33,3 %.
2) Sub Kriteria Pembebanan dan Prosedur Pendaratan Lepas Landas mempengaruhi
alternatif SOP dengan prioritas Pengawasan Pelaksanaan Pemberdayaan sebesar 33,3
%.
3) Sub Kriteria Pedoman International mempengaruhi alternatif SOP dengan prioritas
Pengawasan Pelaksanaan Pemberdayaan sebesar 31,3 %.
4) Sub Kriteria Organisasi Pusat mempengaruhi alternatif SOP dengan prioritas
Pengawasan Pelaksanaan Pemberdayaan sebesar 30,8 %.
5) Sub Kriteria Organisasi Cabang PT (Persero) Angkasa Pura I mempengaruhi
alternatif SOP dengan prioritas Pengawasan Pelaksanaan Pemberdayaan sebesar 30,8
%.
6) Sub Kriteria Konstruksi mempengaruhi alternatif SOP dengan prioritas Pengawasan
Pelaksanaan Pemberdayaan sebesar 27,8 %.
7) Sub Kriteria Kondisi Alam mempengaruhi alternatif SOP dengan prioritas
Pengawasan Pelaksanaan Pemberdayaan sebesar 26,7 %.
8) Sub Kriteria Sumber Daya Manusia mempengaruhi alternatif SOP dengan prioritas
Pengawasan Pelaksanaan Pemberdayaan sebesar 25 %.
9) Sub Kriteria Biaya Anggaran mempengaruhi alternatif SOP dengan prioritas
Pengawasan Pelaksanaan Pemberdayaan sebesar 23,5 %.
10) Sub Kriteria Spesifikasi Pekerjaan mempengaruhi alternatif SOP dengan prioritas
Pengawasan Pelaksanaan Pemberdayaan sebesar 22,2 %.
Sedangkan untuk ke tiga SOP yang lainnya:
1) Sub Kriteria Biaya Anggaran mempengaruhi alternatif SOP dengan prioritas
Anggaran dan Pemeliharaan Terprogram sebesar 29,4 %, serta Tingkat Kerusakan
17,6 %.
2) Sub Kriteria Spesifikasi Pekerjaan mempengaruhi alternatif SOP dengan prioritas
Pemeliharaan Terprogram dan Tingkat Kerusakan sebesar 27,8 %, serta Anggaran
22,2 %.
3) Sub Kriteria Konstruksi mempengaruhi alternatif SOP dengan prioritas Tingkat
Kerusakan sebesar 27,8 %, Pemeliharaan Terprogram dan Anggaran 22,2 %.
4) Sub Kriteria Kondisi Alam mempengaruhi alternatif SOP dengan prioritas
Pemeliharaan Terprogram dan Tingkat Kerusakan sebesar 26,7 %, serta Anggaran 20
%.
5) Sub Kriteria Pembebanan dan Prosedur Pendaratan Lepas Landas mempengaruhi
alternatif SOP dengan prioritas Tingkat Kerusakan sebesar 26,7 %, Anggaran dan
Pemeliharaan Terprogram 20 %.
6) Sub Kriteria Pedoman Nasional mempengaruhi alternatif SOP dengan prioritas
Pemeliharaan Terprogram sebesar 26,7 %, Tingkat dan Anggaran 20 %.
7) Sub Kriteria Sumber Daya Manusia mempengaruhi alternatif SOP dengan prioritas
Pemeliharaan Terprogram, Tingkat Kerusakan dan Anggaran 25 %.
8) Sub Kriteria Pedoman Internasional mempengaruhi alternatif SOP dengan prioritas
Pemeliharaan Terprogram dan Anggaran sebesar 25 %, dan Tingkat Kerusakan 18,8
%.
9) Sub Kriteria Organisasi Pusat dan Organisasi Cabang PT (Persero) Angkasa Pura I
mempengaruhi alternatif SOP dengan prioritas Pemeliharaan Terprogram, Tingkat
Kerusakan dan Anggaran sebesar 23,1 %.
Hasil akhir dalam bentuk tabel dapat dilihat pada Gambar 4.9
Gambar 4.9 Tabel Skor Hasil Pengolahan Akhir AHP
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari hasil analisis dan pembahasan, diperoleh hubungan dan konsistensi antara hasil perhitungan
yang dilakukan dengan data dari hasil survey pada BIAS. Adapun hasil analisis dan pembahasan
tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Di dalam pemberdayaan Landas Pacu BIAS ditemukenali bahwa para pengambil kebijakan
merekomendasikan 4 (empat) Prioritas Standar Operasional Prosedur (SOP) dari 8 (delapan)
alternatif Prioritas SOP yang diusulkan. Adapun keempat Prioritas SOP tersebut adalah : SOP
dengan Prioritas Anggaran, SOP dengan Prioritas Pemeliharaan Terprogram, SOP dengan
Prioritas Pengawasan Pelaksanaan Pemberdayaan dan SOP dengan Prioritas Tingkat
Kerusakan.
2. Dengan Analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) dan perhitungan menggunakan
program komputer Criterium Decision Plus (CDP) Versi 3.0, hasil penentuan skala prioritas
menunjukkan bahwa nilai tertinggi adalah 27,20 % pada Standar Operasional Prosedur
Pengawasan Pelaksanaan Pemberdayaan. Artinya prioritas pertama SOP Pemberdayaan
Landas Pacu BIAS adalah SOP Pengawasan Pelaksanaan Pemberdayaan.
3. Implikasi sub kriteria terhadap alternatif SOP dengan prioritas Pengawasan Pelaksanaan
Pemberdayaan adalah sebagai berikut :
a. Sub Kriteria Pedoman Nasional, Pembebanan dan Prosedur Pendaratan Lepas Landas
harus diperhatikan dalam Pemberdayaan Landas Pacu BIAS, karena memiliki pengaruh
tertinggi.
b. Sub Kriteria Pedoman Internasional, Organisasi Pusat dan Organisasi Cabang PT
(Persero) Angkasa Pura I, merupakan Sub Kriteria sedang yang perlu untuk diperhatikan
setelah Sub Kriteria tertinggi.
c. Sub Kriteria Biaya Anggaran, Spesifikasi Pekerjaan, Konstruksi, Kondisi Alam, Sumber
Daya Manusia, perlu diperhatikan setelah sub kriteria sedang.
Sedangkan untuk ke tiga SOP lainnnya merupakan SOP dengan tingkat kontribusi pengaruh
yang kurang layak untuk diperhatikan dari masing masing sub kriteria di dalam
Pemberdayaan Landas Pacu BIAS.
B. SARAN
1. Para pengambil kebijakan (stakeholders) hendaknya memanfaatkan :
a. Skala prioritas SOP dengan urutan Pengawasan Pelaksanaan Pemberdayaan, Tingkat
Kerusakan, Pemeliharaan Terprogram, Anggaran di dalam pemberdayaan Landas Pacu
BIAS.
b. SOP Pengawasan Pelaksanaan Pemberdayaan dengan mengutamakan perhatiannya
terhadap Pedoman Nasional, Pembebanan dan Prosedur Pendaratan Lepas Landas
kemudian sub kriteria yang lainnya.
c. Prinsip Kerja AHP dalam menentukan Prioritas Sasaran, Kriteria, Sub Kriteria dan
Alternatif pada Sasaran atau Persoalan yang akan diselesaikan di dalam pemberdayaan
landas pacu BIAS.
2. Para pengambil kebijakan (stakeholders) hendaknya memanfaatkan Analisis Analytical
Hierarchy Process (AHP) dan perhitungan menggunakan program komputer Criterium
Decision Plus (CDP) Versi 3.0, karena :
a. Memiliki banyak keunggulan dalam proses pengambilan keputusan dengan banyak
alternatif.
b. Berbagai keputusan yang kompleks dapat diuraikan menjadi keputusan-keputusan lebih
kecil, dengan demikian nantinya dapat ditangani dengan mudah.
DAFTAR PUSTAKA
Airbus., 2003, A380 Airplane Characteristics For Airport Planning, Airbus S.A.S,
Perancis.
Basuki, H., 1990, Merancang dan Merencana Lapangan Terbang, Penerbit Alumni,
Bandung.
Boeing., 2005, 737 Airplane Characteristics For Airport Planning, Boeing Commercial
Airplanes
Boeing., 2005, 767 Airplane Characteristics For Airport Planning, Boeing Commercial
Airplanes
Cooper, D. R. and Emory, C. W., 1999, Business Research Method, Fifth, edition, Irwin
McGraw-Hill, Chicago.
Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Direktorat Teknik
Bandar Udara., 2007, Sosialisasi Keputuasan Menteri dan Keputusan Direktur
Jenderal Perhub Udara: Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
Nomor: SKEP/78/VI/2005, Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeliharaan
Konstruksi Landas Pacu, Landas Hubung dan Landas Parkir Serta Fasilitas
Penunjang di Bandar Udara. Satuan Kerja Direktorat Teknik Bandar Udara.
Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Direktorat Teknik
Bandar Udara., 2007, Sosialisasi Keputuasan Menteri dan Keputusan Direktur
Jenderal Perhub Udara: Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
Nomor: SKEP/347/XII/99, Tentang Petunjuk Standar Rnacang Bangun dan/atau
Rekayasa Fasilitas dan Peralatan Bandar Udara. Satuan Kerja Direktorat Teknik
Bandar Udara.
Djamaludin, A., 1989, Validitas dan Realibilitas Instrumen Penelitian dalam Masri
Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode penelitian Survai, Edisi Revisi, LP3ES,
Jakarta.
Douglass, Mc. D., 1990, MD-80 Series Airplane Charateristics For Airport Planning,
Douglas Aircraft Company, California.
Dryer, R. and Forman, E. A., 1991, An Analytical Approach to Marketing Decisions,
Englewood Cliffs, New Jersey, Prentice Hall
Federal Aviation Administration., 1990, Runway Length Requirement for Airport Design,
FAA AC 150/5325-4A, U.S. Deparment of Transportation.
Federal Aviation Administration., 1991, Measurement, Construction and Maintenance of
Skid Resistance Airport Pavement Surfaces, FAA AC 150/5320-12b, Washington,
DC.
Golden, P. and Wasil, E. A., 1989, The Analytical Hierarchy Process - Applications and
Studies, New York, Springer-Verlag
Haas, R. and Hudson., 1978, Pavement Management Systems, McGraw-Hill Book
Company, USA
Hall, J. W., Airport Pavement Innovations Thery to Practice, American Society of Civil
Engineers, New York
Horonjeff, R. and McKelvey, F. X., 1998, Perencanaan dan Perancangan Bandar
Udara, Edisi ketiga, Jilid I, Penerjemah Ir. Budianto Sutanto, Penerbit Erlangga,
Jakarta.
Horonjeff, R., 1988, Planning and Design of Airports, 2
nd
Edition, McGraw-Hill Book
Company, USA
Indriani, H. S., 1990, Perancangan Lapangan Terbang, Penerbit Universitas Kristen
Petra, Surabaya.
International Civil Aviation Organization., 1999, Aerodrome Annex 14, Vol. 1
Aerodrome Design and Operation, 3rd edition.
Keputusan Direktur PT (Persero) Angkasa Pura I., 2004, Nomor: Kep.114/OM.00/2004.
Loizos, A. and Charonitis, G., 2005, Investigation of Classification Parameters and
Assumptions for Rigid and Flexible Airfield Pavement, Proceedings of the 7
th
,
International Conference on the Bearing Capacity of Roads, Railways and
Airfields, Trondheim, Norway.
Marimin., 2004, Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk,
Gramedia, Jakarta.
Peraturan Presiden No. 9 Tentang Susunan Organisasi Negara Republik Indonesia , 2005
Poerwadarminta., 1987, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional., 2003, Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia Yang Disempurnakan, Balai Pustaka, Jakarta.
Rigas Doganis., 1992, The Airport Business, Routledge, NewYork
Saaty, T. L., 1988, Decision Making for Leaders, RWS Publications, Pittsburgh.
Saaty, T. L., 1992, Multicriteria Decision Making - The Analytical Hierarchy Process,
Pittsburg, RWS Publications
Salo, A. and Raimo, P. H., 1993, On the Measurement of Preferences in the Analytical
Hierarchy Process, Research Reports A47, Helsinki University of Technology,
Systems Analysis Laboratory
Sartono, W., 1992, Airport Engineering Part I : Geometric, Department of Civil
Engineering Faculty of Engineering Gadjah Mada University, Yogyakarta.
Singarimbun dan Effendi., 1989, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta.
Sugiyono., 1999, Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung.
URL : "http://airbus.com" (diakses tgl. 4 Juli 2007)
URL : "http://angkasapura1.co.id" (diakses tgl. 4 Juli 2007)
URL : "http://dephub.go.id/user.php?op=userinfo&name=puskompulik_dephub" (diakses
tgl. 4 Juli 2007)
URL : "http://icao.int" (diakses tgl. 4 Juli 2007)
URL : "http://id.wikipedia.org/wiki/Bandara_Adisumarmo" (diakses tgl. 4 Juli 2007)
URL : "http://id.wikipedia.org/wiki/Landas_pacu" (diakses tgl. 4 Juli 2007)
URL : http://tc.gc.ca/civilaviation/international/technical/pavement/quality (diakses tgl.
7 Juli 2007)