Lompat ke isi

Bwee Hoa

Dari Wikisumber bahasa Indonesia, perpustakaan bebas
Bwee Hoa  (1940) 
oleh Chen Wen Zwan
Bwee Hoa (page 1 crop)
Bwee Hoa (page 1 crop)
|

TJERITA ROMAN
No. 138








1940:


<td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
  1. CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]||MONSIEUR D'AMOUR.
<td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
  1. CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]„
<td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
  • CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]||LIEM KHING HOO
  • <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
    1. CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]„
    <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
  • CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]||THE HONG IE
  • <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
    1. CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]„
    <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
  • CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]||POUW KIOE AN
  • <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
    1. CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]||
    <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
  • CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]„
  • <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
  • CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]||NACISSUS
  • <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
    1. CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]„
    <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
  • CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]||CHEN WEN ZWAN
  • BERGENIT DENGEN ELMAOET OLEH: 
    HIDOEP   
    RADIOLA   
    HATI PREMPOEAN   
    TJEMPAKA POETIH DARI MOERIA    
    BWEE HOA   



    Bwee Hoa

    Oleh: CHEN WEN ZWAN.



    DILARANG KOETIP




    Maandblad

    „Tjerita Roman”
    Terbit tiap pertengahan boelan.

    <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
    1. CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]||Kantoor Redactie
    <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
    1. CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]||Tosari
    Kantoor Administratie:  
    Malang  


    Harga berlangganan:
    Indonesia ƒ 1.—, Loear Indonesia ƒ 1.50
    (per 3 boelan).








    DITJITAK OLEH:

    Paragon
    MALANG



    Sedikit oetjapan :

    K OLOT dan Modem sebenernja tida beda banjak, masing-masing poenjaken risico sendiri-sendiri.

    Penghidoepan tjara modern dikatakan terlaloe banjak kembangan.

    Tapi penghidoepan tjara kolot poen tida koerang poenjaken keanehan-keanehan, jang satoe lebih nganglong dari jang laen.


    MASJARAKAT seringkali berlakoe tida adil.

    Masjarakat bisa asingken orang jang djadi korban dari kemesoeman. Tapi masjarakat tida bisa hoekoem pada sia­pa jang mengadaken itoe korban. Orang jang djadi korban didepak, di­hina, ditjatji d.l.l. Tapi siapa jang mendjadiken itoe korban boleh tertawa berkakakan dan masih dipoedja dalem pergaoelan.

    Apa ini adil ?

    Bwee Hoa

    Oleh: CHEN WEN ZWAN.

    I.

    N JONJA Jansen, istrinja toean tanah Pasir-Angin, sedeng enak londjorken dirinja di korsi pandjang di bawah poehoen tjemara jang toemboeh di depan gedongnja. Satoe medja ketjil atas mana ada theekwan dan koewee-koewee ditaroh di dampingnja dan sebentar-bentar njonja Jansen iroep iapoenja thee boeat kemoedian londjorken lagi dirinja sambil memandeng tida bosennja pada itoe goenoeng-goenoeng biroe jang berombak-ombak di depan matanja.

    „Mevrouw...........!“

    Njonja Jansen terkedjoet sedikit, tapi koetika ia meliat pada Djoen Kong jang setjara mendadakan berdiri di blakangnija, ia djadi tertawa.

    „Kaoe bikin kaget padakoe, lootia,” kata njonja Jansen sembari berbangkit dengen manis boedi, ,dan kenapa kaoe tarik moeka begitoe asem, apa banjak pendoedoek tida bajar tjoekenja?” Djoen Kong dengen istrinja iapoenja madjikan selaloe bitjara Blanda, kendatipoen Djoen Kong bitjara tida begitoe lantjar.

    „Tentang pendoedoek, mevrouw”, kata poela Djoen Kong dengen masih sadja moekanja merengoet, „saja tida poesing, di bawah satoe toean tanah jang begitoe baek seperti toean Jansen pendoedoek tida banjak tjerewet, tapi . . . . . . . . . . jang saja boeat pikir. . . . . . . . . . jang. . . . . . . . . . saja poesingken. . . . . . . . . .

    Njonja Jansen masih sadja memandeng dengen tersenjoem pada itoe lootia dari Pasir-Angin.

    „Kom, Djoen Kong, apatah jang kaoe poesingken,” mengandjoerken njonja Jansen, „dan apa­ tah jang bikin kaoe begitoe bersangsi?”

    Sesoedahnja berdiam sebentar Djoen Kong baroe berkata lagi: „Jang saja boeat poesing, me­vrouw, adalah sajapoenja istri!”

    Mendadakan njonja Jansen djadi tertawa bekakakan, hingga kita poenja lootia moekanja djadi merah.

    „Kaoe poenja istri,” berseroeh njonja Jansen, „ada satoe prempoean jang baek dan paling berboedi di seloeroeh doenia, hingga kaoe sebagi soeami seharoesnja moesti merasa bangga memnpoenjai istri seperti Hong Nio. Tambahan . . . jang soedah beriken pada kaoe satoe anak j. . . begitoe moengil seperti Bwee Hoa jang nantinja tentoe djadi satoe gadis jang tjantik. Foei, lootia, kaoe tida boleh bitjara begitoe tentang Hong, hoor!”

    Djoen Kong djadi tambah bingoeng.

    „Tentang kebaekannja Hong, mevrouw,” kata lagi Djoen Kong, „saja memang tida bisa sangkal. Selama doea poeloeh taoen menikah dengen ia sampe mempoenjai Bwee Hoa jang sekarang soedah beroemoer lima belas taoen, Hong Nio memang selaloe oendjoekin dirinja sebagi satoe istri jang baek, tapi ini kali betoel-betoel ia bikin saja poesing, sehingga tiga malem beroentoen saja tida bisa enak tidoer, mevrouw.”

    „Kaloe begitoe oeroesan itoe tentoe boekan oeroesan ketjil, lootia,” njonja Jansen berkata lagi.

    „Ja, Mevrouw, oeroesan penting sekali........”

    „En?”

    Djoen Kong toendoeki kepalanja dan landjoetken:

    „Hong boleh ada poenja pikiran mendadak boeat soeroeh saja ambil bini moeda.”

    Njonja Jansen pandeng Djoen Kong dengen moeloet menganga.

    „Bini moeda?”

    „Ja, mevrouw, Hong bilang, satoe lelaki dalem saja poenja kedoedoekan patoet ambil lagi satoe istri. Liat pada lootia dari Lebakpoetjoeng katanja, liat djoega pada djikak dari tanah Tjiparoesa, malahan lootia dari Tjipatoet mempoenjai sa­toe istri dengen tiga bini moeda. Kaloe saja kemoedian diangkat mendjadi leknan atawa kapitan saja semangkin orang hormatin kaloe mem­poenjai bini moeda katanja.

    „Saja menolak dan saja bilang, jang saja soedah merasa hidoep broentoeng dengen ia, tapi Hong mengieng teroes dan kata, jang sebagi se­orang Tionghoa terhormat saja patoet mempoe­njai satoe anak lelaki, boeat samboeng toeroenan. Saja bilang jang saja tida tegah boeat ambil istri moeda jang aken mendjadi madoenja dan saja tida ingin Bwee Hoa mempoenjai iboe tiri, tapi Hong teroes mendesek. Ini djadi menerbitken persetorian kita jang pertama dan lantaran ini sampe tiga malem saja tida bisa tidoer.”

    Dengen masih sadja mesem njonja Jansen menanja:

    „Dan kaoe poenja maksoed sekarang?”

    „Begini, mevrouw," kata poela Djoen Kong, „Saja merasa bangga, jang saja ada orang Tionghoa pertama atawa lebih betoel, satoe antara orang Tionghoa pertama jang dapet peladjaran Barat. Kendatipoen saja poenja peladjaran tida seberapa tinggi, tapi dengen mengerti bahasa Blanda saja bisa batja boekoe-boekoe jang beriken saja pemandengan laen. Betoel menoeroet adat istiadat Tionghoa satoe lelaki boleh ambil bini moeda, djikaloe istri jang pertama tida beriken anak lelaki. Tapi ini adat istiadat oemoemnja tjoema diboeat plabi sadja. Mevrouw, sebab-sebab jang menjoeroeng banjak lelaki bangsa saja piara banjak bini moeda sebetoelnja boekan boeat dapetken anak lelaki, tapi oh, itoe me­vrouw tentoe mengerti sendiri.

    „Lagi poela betoel saja melaenken mempoenjai Bwee Hoa, tapi bagi saja anak prempoean atawa lelaki ada sama sadja, maka djoega biarpoen bertentangan dengen adat istiadat bangsa saja, Bwee Hoa saja kasih masoek sekolah Blanda.”

    „Ja, saja seneng Bwee Hoa bitjara Blanda begitoe baek,” kata njonja Jansen,” tapi satoe minggoe saja soedah tida ketemoe dengen itoe anak jang baek.”

    „Mevrouw, ini poen ada gara-gara istri saja jang terlaloe koeno. Ia bilang, anak jang soedah roemadja poetri seperti Bwee Hoa tida boleh ter­laloe kloear roemah dan soedah waktoenja moesti dipinggit. Saja tjoema bisa mengelah napas boeat ini ketjoepetan dari istri saja dan sekarang ia boleh mempoenjai itoe pikiran gila, boeat soeroe saja kawin lagi.”

    „Boeat lelaki laen tentoe aken merasa seneng mempoenjai istri seperti Hong,” kata njonja Jan­sen dengen tertawa.

    „Neen, mevrouw, boeat saja tida. Saja boekan kambing bandot dan sekarang saja maoe minta mevrouw goenaken mevrouw poenja pengaroeh boeat sapoe itoe pikiran gila dari kepalanja sajapoenja istri!”

    Njonja Jansen berpikir sebentar.

    „Saja memang soedah kangen pada Bwee Hoa,” achirnja njonja Jansen berkata,” sebentar nanti saja dateng di kaoepoenja roemah dan kita aken liat apa jang saja bisa berboeat, tapi Hong Nio ada kepala batoe itoe saja taoe.”

    „Trima kasih, mevrouw. Saja merasa pasti Hong nanti toeroet mevrouw poenja nasehat. Tjilaka saja dan Bwee Hoa, kaloe Hong poenja maksoed kesampean.”

    Seabisnja bitjara begitoe lootia Djoen Kong laloe menoedjoe ka kongsi, sedeng njonja Jan­sen seabisnja berpakean laloe menoedjoe ka roemahnja itoe lootia. Di sana ia disamboet dengen girang oleh Hong Nio, tapi teroetama lagi oleh Bwee Hoa jang menoebroek dan peloek pada itoe njonja jang baek. „O, mevrouw, mevrouw jang baek!” berseroeh Bwee Hoa dengen mata bersinar, „achirnja saja bertemoe lagi dengen kaoe!”

    Njonja Jansen sambil bersenjoem eloes-eloes ramboetnja Bwee Hoa jang gompiok.

    „Dan kenapa, lieveling, soedah lama kaoe tida datang di roemah besar?” kata njonja Jansen sambil teroes pegang poendaknja itoe gadis roemadja poetri.

    Sebelonnja Bwee Hoa menjaoet, Hong Nio soedah mendoeloei:

    „Bwee sekarang soedah terlaloe besar boeat memaen, njonja besar: sebagi gadis Tionghoa ia soedah moestinja berdiam di dalem roemah.”

    Njonja Jansen memandeng pada Hong Nio. Satoe istri jang baek dan setia, tapi seorang prempoean jang tida bisa tjotjokin diri pada aliran djaman, jang pikirannja keblakangan.

    „Tapi, Hong, Bwee sebetoelnja masih anak anak,” kata Njonja Jansen lagi dengen manis,” dan ia toch masih pergi sekolah.”

    „Tida, njonja besar,” saoet Hong Nio, „Bwee saja soedah kasih brenti sekolah. Ia soedah terlaloe besar dan boeat anak prempoean bangsa Tionghoa ia sebetoelnja soedah terlaloe pinter. Dan boeat apa itoe kepinteran, kaloe ia soedah menikah? Tida ada goenanja sama sekali, maka Bwee sekarang moesti diam di roemah dan ban­toe oeroes roemah tangga, saja djoega soedah moelai toea, njonja besar.”

    Sedeng Hong Nio pergi ka dalem boeat soeroeh boedjang kloearken barang soegoehan, Bwee ma­sih sadja berada dalem peloekannja njonja Jan­sen jang memang sanget sajang padanja. Siapa djoega jang tida aken sajang pada itoe gadis roemadja poetri dengen iapoenja mata jang be­ning dan nanti pasti bakal mendjadi prempoean eilok ?

    „En, Bwee, lieve kleine vriendin, apa seka­rang?”

    „Oh, mevrouw, bawa saja ka gedong besar, la­gi satoe kali sadja!”

    Dan njonja Jansen tertawa sambil tepok-tepok pipinja Bwee dengen iapoenja telapakan tangan.

    Tida antara lama Hong Nio kloear lagi dengen boedjang jang membawa barang soegoehan.

    „Mari, doedoek, njonja besar,” mengoendang Hong Nio,” dan Bwee pergilah di blakang, djanganlah berlakoe seperti anak ketjil. Liat bagimana ia djadi koerang adjar pada njonja besar!”

    „Oh, tida, biarken ia, Hong,” kata njonja Japnsen sambil doedoek, „Bwee ada saja poenja so­bat ketjil, saja sajang padanja.”

    Tapi Bwee jang liat sorot kegoesaran dari matanja iapoenja iboe laloe pergi ka kamarnja.

    „Kaoe taoe, Hong, baroesan lootia Djoen Kong dateng mengadoe pada saja. Soedah tiga malem katanja ia tida bisa tidoer dan ini boeat satoe lootia jang moesti goenaken banjak otaknja tentoe sadja ada koerang baek.”

    Hong Nio lantas merasa jang lootia Djoen Kong tentoe telah toetoerken pada ini njonja Blanda tentang persetorian jang terdjadi dalem waktoe blakangan antara ia dan soeaminja.

    „Ja, njonja besar,” saoet Hong Nio,” saja poenja soeami merasa terlaloe bangga jang ia ada orang Tionghoa pertama di ini daerah jang dapet pladjaran Barat dan bisa omong Blanda. Tapi ia loepa, jang orang Tionghoa tetep Tionghoa dan moesti pegang betoel adat istiadat kita poenja leloehoer.

    Tida mempoenjai anak lelaki oleh bangsa saja diseboet „poethao”, njonja besar. Dan apa maoe, sesoedahnja menikah doeapoeloeh taoen, saja tida bisa berkahken anak lelaki padanja. Saja toeroet berdosa, djikaloe saja tida beriken ia koetika aken dapetken anak lelaki boeat samboeng toeroenan.

    „Gadisnja The Sam, njonja besar tentoe taoe sendiri, itoe orang Tionghoa totok jang mempoenjai waroeng di Teloek-pare betoel ada beroesia sedikit toea, soedah 29 taoen. Tapi ia tida bo­leh diseboet djelek, djoega baek dan radjin. Saja soedah bitjaraken sendiri dengen The Sam dan ia merasa setoedjoe, kaloe gadisnja diboeat bini moeda oleh saja poenja soeami. Ini oeroesan soe­dah berdjalan beres, tatkala Djoen Kong termalang-malang, dan bilang jang ia boekan kambing bandot, saja djengkel betoel!”

    Njonja Jansen tida oeroeng moesti tersenjoem.

    „Dan apa gadisnja The Sam sendiri soedah ditanjaken pikirannja, apa ia tida keberatan?”

    „Adat istiadat kita tida mengidjinken anak prempoean toeroetken maoenja dalem oeroesan pernikahan, njonja besar. Ajahnja setoedjoe dan abis perkara, sang anak moesti menoeroet sadja!”

    „Tapi inget, Hong, kaloe oeroesan itoe sepertinja mengenaken kaoe poenja gadis sendiri, kaoe poenja Bwee Hoa?”

    Sesoedahnja berpikir sebentar Hong Nio menjaoet dengen tetep.

    „Djoega ia moesti toeroet poetoesannja orang toea.”

    „Tapi, Hong, kaoe toch mengerti sendiri jang itoe ada kedjem, itoe ada tida adil!”

    „Tapi itoe ada adat, njonja besar!”

    Terhadep ini kekoekoehan jang seperti batoe kerasnja njonja Jansen tida bisa berkata satoe apa lagi.

    „Djadi soedah tetep jang kaoe aken ambil gadisnja The Sam sebagi kaoe poenja madoe, Hong?”

    „Ja, njonja besar. Pikir sendiri, njonja besar, saja sekarang soedah moelai toea dan Bwee soe­dah mangkat besar, kemoedian Bwee tentoe moesti keloear pintoe. Kaloe saja menoetoep ma­ta, siapa jang oeroes pada papanja Bwee dan siapa jang oeroes hiolo kita poenja leloehoer. Ini ada oeroesan besar jang njonja barangkali sebagi orang Europa tida bisa rasakan.”

    Betoel djoega, anggepan begitoe njonja Jansen tida bisa rasaken dan tida bisa mengerti.

    Sesoedahnja bitjara lagi ke barat ke timoer sekoetika lamanja njonja Jansen minta permissie boeat berlaloe. Itoe koetika Bwee Hoa oendjoek lagi dirinja dan njonja Jansen inget, perminta'annja itoe gadis baroesan.

    „Kaoe toch tida merasa keberatan jang saja adjak Bwee ka roemah besar, Hong? Saja be­gitoe kangen padanja.”

    Terhadep itoe perminta'an tentoe sadja Hong Nio tida bisa oendjoek keberatan. Ia tjoema bilang: „Baek, njonja, tapi djangan kasih ia poe­lang sendiri. Ia soedah terlaloe besar boeat djalan sendirian, sebentar saja soeroe baboe ambil."

    Bwee Hoa laloe toekar pakean dan dengen menengteng satoe boekoe tebel ia berdjalan di sampingnja itoe njonja toean tanah menoedjoe ka gedong besar.

    II.

    D I dalem kantoran dari tanah partikoelir Pasir-Angin Tek Bie sedeng bekerdja dengen giat. Ia doedoek hadepin medja toelis dengen satoe staat besar, tjatetan pembajaran koeli-koeli jang ia moesti oeroes. Sebentar-bentar Tek Bie melongok dari djendela jang ada di dampingnja dan mengawasin pegoenoengan Tjibodas jang indah. Ia menoelis, tapi pikirannja melajang dan merasa rindoe.

    Sekoenjoeng-koenjoeng satoe boekoe terlempar dari loear djendela dan djatoh di atas medja toelisnja, hingga Tek Bie berlontjat lantaran ka­get dan lompat ka deket djendela. Tapi waktoe ia dapetken siapa adanja di loear djendela, Tek Bie poenja moeka mendadakan djadi bersemoe me­rah, ia merasa girang tertjampoer maloe. Di sa­na Bwee Hoa dan njonja Jansen tertawa terpingkel-pingkel, sedeng Tek Bie tida taoe apa jangia moesti berkata.

    „Slamet pagi. . . . . . . . . ., Bwee!” kata Tek Bie dengen rada goegoep.

    „Kaoe ada onbeleefd, Bie,” menggoda njonja Jansen. „kaoe moestinja kasih tabe lebih doeloe pada saja, boekan?”

    „Slamet pagi. . . . . . . . . . mevrouw!”

    Itoe doea orang prempoean masih sadja tertawaken pada itoe pemoeda jang keliatan kikoek. Tapi maski begitoe matanja Tek Bie meloeloe ditoedjoeken dengen bersinar pada Bwee Hoa. Ini poen dapet diliat oleh njonja Jansen jang teroes menggoda.

    „Liat sadja, liat sadja boeat pengabisan kali, Bie,” kata itoe njonja toean tanah,” kaoe moesti taoe, jang Bwee sekarang soedah dipinggit.”

    Mendenger itoe goda'an baek Tek Bie, maoepoen Bwee Hoa djadi toendoeken kepalanja. Tapi Bwee Hoa selang satoe sa'at berkata poela:

    „Ja, Bie, saja sekarang soedah brenti sekolah. Itoe boekoe jang saja pindjem dari kaoe saja kombaliken dan banjak trima kasih!”

    Bwee Hoa laloe berdjalan teroes di ikoetin oleh njonja Jansen.

    Tek Bie masih sadja mendjöeblek, matanja te­roes ditoedjoeken pada Bwee Hoa jang sesoedahnja berdjalan rada sedikit djaoeh menengok lagi sekali dan berdjalan teroes dengen lebih tjepet.

    Kemoedian Tek Bie memandeng pada itoe boekoe jang ada di atas medja, Hall Caine poenja boekoe dengen kedoea tangannja dan ia bajang „Istri jang Kaoe beriken.” Laloe ia pegang itoe boekoe dengen kedoea tangannja dan ia bajangken, bagimana Bwee Hoa poenja djeridji-djeridji jang aloes telah pegang itoe boekoe. Tek Bie tekep itoe boekoe di dadanja seperti djoega itoe boekoe ada Bwee sendiri. Ia seperti rasaken angetnja Bwee poenja badan dan sekoetika lamanja Tek Bie meremken matanja.

    Tapi dalem sekedjeb itoe kebroentoengan telah linjap. Tek Bie inget pada keada'annja sendiri. Ia satoe pemoeda piatoe, lagi miskin dan tida begitoe terpladjar seperti Bwee Hoa. Ia tjoema ada satoe djoeroe toelis dari tanah Pasir-Angin dengen dapet gadjih bebrapa belas roepiah, sedeng Bwee Hoa poenja ajah ada djadi lootia dari itoe tanah, lagi kaja, banjak sawah, kerbo dan roemahnja. Menginget sampe di sitoe Tek Bie koetoek nasibnja sendiri dan bersedih boeat itoe kebroentoengan jang ia merasa bakal terlepas dari tangannja, kebroentoengan jang ia boleh impiken, tapi tida bisa dapetken.

    „Bwee, kaoe berdjalan seperti terbang!” kata njonja Jansen jang keblakangan.

    Bwee merandek dan memandeng pada njonja Jansen dengen pipi jang bersemoeh merah dan mata jang bening.

    „Tek Bie seperti beriken sajap padamoe!” ka­ta lagi njonja Jansen dengen tertawa.

    Bwee pegang tangannja itoe njonja toean ta­nah.

    „Oh, mevrouw!” „Oh, mevrouw, oh, mevrouw!” mengadjokin njonja Jansen, „Ja, saja djoega pernah moeda, hoor, Bwee!”

    Tapi di loear doega'an njonja jang baek itoe mendadakan Bwee Hoa menangis sesegoekan. Ia peres iapoenja aer mata dengen iapoenja sapoe tangan. Hatinja njonja Jansen djadi mentjelos. Kebetoelan marika soedah sampe di depannja gedong besar. Njonja Jansen laloe pimpin Bwee Hoa ka dalem, doedoekin padanja di satoe divan dan peloek padanja.

    „Kom lieveling, kaoe ada simpen resia apa-apa. Toempahkenlah isi hatimoe di depannja kaoe poenja sobat toea ini!”

    Tapi aer matanja Bwee Hoa masih sadja me­ngalir dengen deres, membasahin pipinja jang poetih. Bwee Hoa mengglendot di dadanja itoe njonja, seperti djoega di sitoe ia mentjari perlindoengan. Njonja Jansen jang soedah tjoekoep pengalaman taoe, jang aer mata ada penawarnja kesedihan, biarken Bwee Hoa menangis.

    Sesoedahnja itoe njonja Jansen menanja lagi:

    „Kenapa, Bwee, kaoe sebentar bersinar seper­ti matahari dan mendadakan begitoe gelap goelita?”

    Dengen masih sadja sesegoekan Bwee Hoa ber­kata dengen poetoes-poetoes.

    „Saja moesti menikah, mevrouw, moesti meni­kah!” kata itoe gadis.

    „Tapi semoea orang toch moesti menikah, Bwee.”

    „Tapi, mevrouw saja maoe didjadiken goendiknja orang!”

    Njonja Jansen poenja hati seperti tertoesoek. Bwee, itoe anak jang ia kenal dari ketjil dan jang ia blakangan tjintaken seperti anak sendiri, moesti djadi goendiknja orang. Oh, bagimanatah pikirannja Hong Nio?

    „Tjoba toetoerken satoe persatoe, Bwee,” ka­ta njonja Jansen sambil peloek lebih keras itoe gadis,” barangkali saja bisa berboeat apa-apa boeat kaoe.”

    „Saja dibrentiken sekolah lantaran saja di­lamar oleh kapitan Be Goat Soe dan ini kapitan ssbetoelnja soedah mempoenjai istri, mevrouw! Iboe saja soedah trima itoe lamaran.”

    „Tapi kaoe poenja ajah, Bwee, jang dapet pladjaran Barat, apa katanja?”

    „Mevrouw, papa terlaloe tjinta pada mama dan selaloe toeroetin mama poenja maoe, dari pada saja tida bisa harepin perlindoengan, tjoema da­ri kaoe, mevrouw!” Njonja Jansen berpikir sampe brapa djaoeh ia ada hak boeat toeroet tjampoer dalem laen orang poenja oeroesan roemah tangga. Ia taoe jang ia tida mempoenjai hak, tapi ia begitoe tjinta pada Bwee. Ia nanti berboeat apa jang ia bisa boeat tjegah jang Bwee Hoa djadi goendiknja orang, teroetama dari kapitan Be Goat Soe jang betoel terkenal hartawan besar, tapi namanja tida terlaloe wangi, teroetama di dalem oeroesan prempoean. Ia nanti bitjaraken dengen soeaminja, barangkali itoe toean tanah bisa berboeat satoe apa boeat kebaekannja Bwee Hoa.

    Koetika blakangan Bwee Hoa diambil poelang oleh baboe Soemi dan toean Jansen kombali da­ri kongsi, njonja Jansen laloe toetoerken apa jang ia dapet denger dari Bwee Hoa dan anggep ada satoe „schande” jang anak begitoe ma­nis seperti Bwee moesti djadi goendiknja kapi­tan Be Goat Soe.

    Tapi penjeselan njonja Jansen ada besar, waktoe soeaminja seabisnja mendengerken iapoenja penoetoeran tjoema ganda goleng kepala.

    „Orang Tionghoa ,istrikoe, poenja adat istia­dat ada laen dengen kita,” kata toean Jansen, „di mana dalem masjarakat kita bergoendik atawa berbini lebih dari satoe dianggep satoe kedosa'an besar, di dalem masjarakat Tionghoa itoe soedah dianggep sedjamaknja, teroetama da­lem kalangaan orang-orang hartawan. Orang bo­leh sepoeloeh kali hartawan, tapi kaloe tjoema poenja satoe istri ia koerang terhormat. Semangkin hartawan dan semangkin banjak istri, itoe semangkin dihormat dalem masjarakat Tionghoa, istrikoe, tida beda seperti satoe hartawan dalem kalangan kita ada mempoenjai banjak koeda jang bagoes.”

    „Tapi Be Gwat Soe toch dapet pendidikan Ba­rat, malah pernah pergi di Holland, bagimana ia.......”

    Toean Jansen tertawa.

    „Ja, tapi pendidikan itoe tjoema vernis sadja, istrikoe. Di dalem laen-laen hal boleh djadi itoe kapitan berpikiran modern, tapi dalem ini satoe ia lebih soeka berkoekoeh pada adat istiadatnja.”

    „Dan apa jang dinamaken goendik atawa bini moeda, di dalem kalangan Tionghoa, itoe laen artinja dari pemandengan Barat. Satoe goendik poen ada mempoenjai hak dan kaloe si goendik kemoedian mempoenjai anak lelaki ia bakal gantiken kedoedoekannja istri pertama, djikaloe an­de kata jang blakangan tida mempoenjai anak lelaki.”

    „Ja, tapi, tapi toch boeat Bwee Hoa jang dapet didikan Barat kaoe mengerti sendiri, bagimana ia bakal rasaken itoe?”

    Toean Jansen angkat poendaknja.

    „Bwee Hoa tjoema mendjadi korban dari per­lintasan djaman. Bwee Hoa mewakilken Tiong­hoa jang baroe, iboenja mewakilken Tionghoa lama. Ada satoe waktoe jang ini doea aliran nan­ti saling mengerti, sesoedahnja disaring dan di­saring lagi oleh djalannja sang tempo.”

    „Tapi soeamikoe, kaoe toch bisa tjoba goenaken kaoe poenja pengaroeh terhadep pada Djoen Kong. Saja merasa begitoe sajang boeat nasibnja Bwee Hoa!”

    „Ja,” kata toean Jansen dengen tertawa, „saja taoe, Bwee ada djadi kaoe poenja bidji mata. Sa­ja nanti berboeat sebrapa bisa. Tapi kaloe kapi­tan Be Goat Soe soedah maoein apa-apa biasanja soeker bisa dirintangin. Ia begitoe berpengaroeh dan begitoe baek pada resident, hingga orang Tionghoa kaloe denger namanja sadja soedah bergoemeter.”

    III.

    PE R T J O B A ' A N N J A toean dan njonja Jansen boeat oeroengken pernikahannja Bwee Hoa ternjata betoel tida berhasil.

    Pernikahannja Bwee Hoa dengen kapitan Be Goat Soe soedah ditetepken dan pada itoe hari keada'an di roemahnja lootia Djoen Kong ada rame loear biasa. Seriboe roepiah kapitan Be Goat Soe soedah beriken pada itoe lootia boeat rajaken itoe pesta kawin.

    Selaennja tetamoe jang taoe apa jang dirasaken oleh nona penganten, Hong Nio keliatan pa­ling bergoembira. Ia wara-wiri dengen tida me­ngenal tjape boeat oeroesan segala keperloean. Sekarang iapoenja pengharepan kesampean, iapoenja gadis djadi njonja kapitan, biarpoen tjoema see'ie sadja. Apa lagi jang ia inginken, ia se­orang prempoean bini lootia jang sederhana dari tanah Pasir-Angin?

    Iapoenja gadis sekarang aken biasa naek toeroen kreta jang ditarik koeda ampat, apa lagi jang satoe gadis inginken? Laki hartawan, lagi kapitan, blakangan barangkali majoor. Njonja majoor, oh, bagimana menterengnja ini gelaran boeat iapoenja anak. Dan ia sendiri „mertoea {{hws|ma|majoor}] majoor", hatinja njonja Djoen Kong dirasaken maoe berlontjat-lontjat lantaran kegirangan.

    Tapi tjoema njonja Jansen sendiri jang itoe hari poen dateng menjambang taoe isi hatinja itoe nona penganten jang berdoedoek di sana se­perti patoeng dengen iapoenja pakean jang berat dan grombongan dengen moeka ditoetoepin dengen sematjem sekosol jang djarang. Betoel Bwee Hoa keliatan lebih eilok dengen itoe pa­kean, berbeda dengen kaloe ia berpakean Europa, tapi sekarang Bwee Hoa keliatan seperti patoeng dan boekan sebagi manoesia hidoep. Ia poenja mata ditoendoekin ka tanah dan setiap kali ia hendak meliat ka laen djoeroesan, mah tjomblang kasih inget, jang nona penganten selaloe moesti liat ka tanah, seperti nanti ia poen haroes menaloek dalem segala apa pada iapoenja soeami jang bakal mendjadi iapoenja toean dan madjikan.

    Tapi kendatipoen begitoe Bwee Hoa toch bisa tjoeri liat, bahoea di itoe roeangan, di antara itoe tetamoe jang berdjoebelan, jang dateng lebih banjak boeat makan enak dari pada boeat kasih slamet pada penganten, terdapet iapoenja sobat-so­bat njonja Jansen dan toeannja dan.......... Tek Bie!

    Pengrasa'an apatah itoe jang ia kandoeng pa­da Tek Bie! Ia poenja perhoeboengan dengen itoe pemoeda melaenken dari pindjem dan memindjem boekoe, laen tida. Satoe sobat jang seliwatan, tapi toch, tapi toch? Di satoe podjok Tek Bie berdoedoek dengen toendoekin moekanja jang poetjet, ia keliatan sama sekali tida bergoembira. Apatah jang Tek Bie rasaken itoe waktoe?

    Apatah ini jang dinamaken tjinta? Tapi ini perkata'an ia tida pernah oetjapken, poen Tek Bie tida. Berdjam-djam Bwee Hoa doedoek menjoeblek seperti ia soedah diprentah. Ia rasaken itoe seprangkat toesoek konde berat sekali, djoega itoe pakean jang grombongan, ia tida boleh berkoetik, ia moesti diam, moesti keliatan alim. Tapi iapoenja hati mendjerit, mendjerit pada njonja Jansen, pada Tek Bie dan pada iapoenja ajah. Oh, satoe ajah jang baek, tapi terlaloe lemah boeat brani bantras keinginan iboenja!

    Ia inget, bagimana njonja Jansen begitoe baek padanja, sebagi iboenja, oh, malah lebih dari iboenja sendiri. Tida, tida, ia tida boleh berpiki­ran begitoe terhadep pada iboenja sendiri. Poen iapoenja iboe tjinta padanja menoeroet iapoenja tjara, tjoema itoe iboe tida maoe mengerti, bahoea di dalem badannja iapoenja gadis poen ada satoe hati, satoe hati jang bisa merasa perih dan getir.

    Lantas Bwee Hoa inget jang tida lama lagi ia moesti tinggalken Pasir-Angin, di mana ia terlahir dan mangkat besar dan di mana ia pernah broentoeng. Ia moesti ikoetin iapoenja soeami, jang ia tida pernah liat bagimana romannja. Ia moesti tinggalken segala apa jang ia tjinta, njonja Jansen dan toeannja, Tek Bie, ajah dan iboenja dan itoe boekit-boekit, atas mana ia pernah memaen dengen goembira. Slamet tinggal itoe semoea.

    Menginget itoe semoea berboetir-boetir aer ma­ta djatoh di atas pangkoeannja dan boeat ini ja tentoe sadja dapet tjomelan dari mah tjomblang jang moesti poepoerin lagi pipinja, soepaja kaloe sebentar soeaminja dateng ambil padanja, ia tida meliat poepoernja belang-bentong lantaran aer mata.

    Mendadakan Bwee Hoa djadi terkedjoet. Serentjeng petasan disoeloet boeat samboet kedatengannja baba penganten.

    Hatinja Bwee Hoa djadi bergontjang, boekan lantaran girang, tapi lantaran sebentar ia moesti kasih slamet tinggal pada segala apa jang ia tjinta di Pasir-Angin dan pada iapoenja............. kemoeda'an.

    Penganten lelaki dateng dengen kreta jang ditarik dengen koeda ampat. Semoea orang pada berdiri, tjoema Tek Bie mendadakan mengilang, setaoe ka mana.

    Matanja Bwee Hoa mentjari koelilingan padanja, tapi ia tida liat lagi pada Tek Bie. Sebaliknja dari itoe ia liat iapoenja bakal soeami toeroen dari kreta dengen dianter oleh doea sobatnja.

    Kapitan Be Goat Soe berpakean smoking item sebagi djoega doea penganternja. Goat Soe tida boleh dibilang djelek, ia malahan keliatan gagah dalem itoe pakean Europa.

    Kenapa ? Kenapa sedeng iapoenja bakal soeami boleh memake pakean Europa, ia sendiri moesti disiksa dalem ini pakean jang grombongan berdjam-djam? Dan kenapa, sedeng iapoenja soeami di sana boleh tertawa dan kasih tangan pada toean Jansen, ia sendiri di sini moesti diperlakoeken sebagi patoeng?

    Sedeng iapoenpa pikiran masih mengadoek, mah tjomblang soeroe ia koei boeat sembahjang. Ia sembahjang sendirian sadja dan di sitoe baroe Bwee Hoa inget jang ia tjoema satoe goendik sadja. Ia moesti berdjandji pada Toehan Allah jang ia dari itoe waktoe dengen badan dan njawa mendjadi istrinja Goat Soe, tapi tjoema ia sendiri jang berdjandji. Sementara itoe ia denger Goat Soe omong dengen tertawa-tawa dengen toean resident jang djoega koendjoengken itoe pesta pernikahan.

    Dengen itoe sembahjangan Bwee Hoa sama djoega terikat dengen satoe soempah di depannja Thian, boeat bersetia pada soeaminja jang sendirinja tida teriket dengen itoe perdjandjian.

    Ia tjoema satoe goendik!

    Dengen tida tertahan lagi Bwee Hoa djadi me­nangis. Ia tida perdoeli lagi pada tjomelannja mah tjomblang, ia bangoen di tengah-tengahnja oepatjara sembahjangan dan menoebroek pada njonja Jansen jang berdiri di deket sitoe. Ia djatohken kepalanja di dadanja itoe njonja jang baek, ia taoe tjoema ini njonja jang bisa toeroet rasaken apa jang ia rasaken di dalem hatinja.

    „Oh, kind, lief kind!”

    Seperti biasa njonja Jansen eloes-eloes ramboetnja Bwee Hoa.

    Tapi semoea tetamoe djadi terprandjat dan di sana sini orang pada berbisik. Penganten prempoean jang lemparken begitoe sadja hio jang sedeng dipegang di tangannja, baroe pernah kedjadian ini kali. Ini ada hasilnja dari itoe pladjaran Barat jang Bwee Hoa dapetken! Ia tida pe­gang betoel lagi adat istiadat Tionghoa, ia ada satoe gadis modern, terlaloe modern, setengah Blanda dan setengah Tjina!

    Begitoe orang pada berbisik.

    Poen kapitan Be Goat Soe meliat kedjadian. Ia merasa maloe tertjampoer gemes. Ia merasa se­perti djoega dirinja dihinaken.

    Tapi Hong Nio boeroe-boeroe pimpin Bwee Hoa ka dalem kreta, di ikoetin oleh penganten lelaki dan penganternja. Kreta lantas didjalanken dan tetamoe-tetamoe soedah loepa lagi pada itoe kedjadian jang mengemperken. Marika laloe berdjoedi atawa tegek aer kata-kata, maoepoen menandak dengan wajang tjokek jang memang soedah disediaken .

    Waktoe toean tanah Pasir-Angin pimpin boeat adjak poelang istrina, ia liat jang njonja Jansen koetjoerken aer matanja. Ini njonja jang baek merasa, seperti orang beset dengen paksa satoe bagian dari hatinja.

    IV.

    KAMAR ka mana orang pimpin pada Bwee Hoa ada diperabotin dengen tjara rebo dan modern. Boekan lagi randjang bandji sebagimana orang sampe itoe waktoe biasa pake boeat penganten, tapi randjang boeatan Enge­land, sedeng korsi-korsi dan goedri-goedri di da­lem itoe kamar poen ada boeatan loear negri.

    Koetika Bwee Hoa soedah berada sendirian di dalem itoe kamar, hatinja ada banjak lebih tentrem. Ia merasa jang ia berada di dalem kamarnja njonja Jansen jang djoega diperabotin ampir sebagi di sitoe, ia merasa dan mengharep jang nasibnja toch tida aken begitoe djelek sebagi­mana tadinja ia bajangken. Laginja kapitan Be Goat Soe ada seorang jang pernah dapet pendi­dikan Barat, taoe pergi di Holland dan ia sen­diri pernah sekolah Blanda, hingga bisa djadi ia dan soeaminja aken bisa lebih saling mengerti.

    Ia sekarang tida berpakean grombongan lagi, ia pake iapoenja pijama jang ia dapet persen da­ri njonja Jansen, satoe pijama soetra merah, jang sepan betoel pada toeboehnja jang molek. Ia beresken iapoenja koffer dan tjit iapoenja aer mata jang masih basah di mana pipinja.

    Bwee Hoa masih terlaloe moeda aken berdoeka terlaloe lama dan ia masih gelap goelita terhadep pada apa jang dirinja aken moesti alamken kemoedian.

    Ia ambil satoe boekoe dari koffernja, itoe boekoe ada pengasihannja Tek Bie. Boekoe itoe berkalimat „Schuld en Boete” karangannja Destojewsky, ia boeka-boeka lembaran itoe boekoe. Hatinja bergoemeter, koetika denger tindakan sepatoe mendatengin ka djoeroesan kamarnja.

    Pintoe kamar terboeka dan kapitan Be Goat Soe, masih berpakean smoking, ada di hadepannja.

    Bwee Hoa memandeng padanja dan toendoekin kepalanja.

    Be Goat Soe roepanja minoem tèrlaloe banjak, kerna tindakannja tida tetep, moekanja merah dan matanja bertjilalatan. Hatinja Bwee Hoa djadi ketjil dan ia tida taoe apa jang ia moesti berboeat, ia tjoema merasa jang di itoe pintoe ada dateng satoe bahaja jang ia belon pernah alamken lebih doeloe.

    Dengen zonder berkata satoe apa Goat Soe toetoepin lagi daon pintoe poeterken kontjinja dan menghampirken dengen tindakan tida tetep. Iapoenja mata jang berapi memandeng pada Bwee Hoa dari oedjoeng kaki sampe dl atas ke­pala.

    Goat Soe menjengir dan lidanja pelo, menandaken ia setengah sinting lantaran minoeman keras.

    „Pakean matjem apa jang kaoe pake?” tanja Goat Soe dan tangannja hendak merabah orang poenja badan.

    Seperti terpagoet oeler, Bwee Hoa berbangkit dan ia poenja kepala ia rasaken poejeng, tatkala moeloetnja Goat Soe ia rasaken mendeketin moekanja dan berbaoe jenever. Bwee Hoa berbangkit den hendak melariken dirinja ka satoe podjok, tapi Goat Soe djambret badjoenja, hingga mendjadi robek.

    Sambil pegang-pegang itoe robekan soetra me­rah di tangannja Goat Soe menjengir lagi dan berkata :

    „Hm, di Europa ini matjem pakean tjoema dipake oleh soen.........”

    Di satoe podjokan Bwee Hoa berdiri dengen tida berdaja. Tatkala mendenger itoe perkata'an „soen.......” hatinja terasa perih sekali.

    „Ja,” kata poêla Goat Soe, „goea memang taoe, loe ada separoh Blanda, separoh Tjina. Loe maoe Blanda-Blanda'an, ha,ha,ha! Dan waktoe sembahjang loe brani hinaken sama goea, kapitan Teloek-pare? Tapi sekarang loe soedah djadi goea poenja bini dan goea tida soeka liat loe poenja segala tingka Blanda-Blanda'an, mengerti ?”

    Bwee Hoa omong Blanda boeat kasih mengerti jang boekan iapoenja maksoed boeat hinaken pada Goat Soe.

    „Ah, verrek,” kata Goat Soe, „sama goea loe djangan djoeal loe poenja bahasa Blanda jang terploeat-terpleot. Dan dari ini hari goea kasih inget sama loe, jang sebagi goea poenja bini moeda loe tida boleh omong Blanda sama goea dan segala loe poenja tingka Blanda-Blanda'an goea tida soedih liat!”

    Bwee Hoa braniken hatinja.

    „Tapi kaoe toch djoega terdidik Barat dan malah kaoe sendiri soedah taoe pergi di Holland, saja tadinja harep dengen kaoe poenja pendidikan kaoe lebih mengerti sajapoenja keada'an.”

    Itoe perkata'an jang dioetjapken dengen lemah lemboet dan goemeteran roepanja membikin lembek djoega hatinja Goat Soe. Tapi dengen tida disengadja iapoenja mata dapet liat itoe boekoe „Schuld en Boete” jang tadi dipegang oleh Bwee Hoa. Ia angkat itoe boekoe dan boeka boeka, tatkala matanja dapet liat bebrapa perkata'an di dalem omslagnja.

    Boeat Bwee,

    Boeat dibatja, soepaja djangan loepa
    pada djam-djam jang broentoeng di
    Pasir Angin.

    Tek Bie

    Sesoedahnja batja itoe bebrapa baris perkata'an, Goat Soe keliatan djadi bringas. Ia lempar itoe boekoe di satoe podjok dan memandeng dengen mata bersinar boeas pada Bwee Hoa.

    „O, djadi ini, ini Tek Bie jang bikin loe djoeal tingka waktoe dilamar oleh goea poenja orang soeroehan? Ja, ja, goea denger memang loe soedah poenja ketjinta'an di Pasir-Angin. Tek Bie, ja, Tek Bie itoe tjayhoe melarat dari Pasir Angin, boekan? Dan ia ini djoega jang soedah bikin loe djoeal tingka waktoe sembahjang tadi pagi, ja?!”

    Goat Soe dengen sempojongan mendeketin pada Bwee Hoa, tapi itoe koetika Bwee Hoa loepa segala apa, sekoenjoeng-koenjoeng ia tamper pipinja Goat Soe, hingga ia ini djadi kesakitan.

    „Koerang adjar, soen.............! Loe brani tampar goea, kapitan dari Teloek-pare lantaran goea ingetin loe sama loe poenja ketjinta'an?

    „Ja, ja, lootia Djoen Kong tentoe tida aken begitoe gampang serahken gadisnja jang begini manis boeat djadi goea poenja see'ie, djikaloe dia masih prawan!”

    Kombali Bwee Hoa loepa dan iapoenja pladjaran Barat telah bikin ia insjaf, jang ia moesti brontak terhadep pada perlakoean jang tida patoet.

    „Djahanam!” memaki Bwee Hoa, „loe ada satoe djahanam! Loe dapet pladjaran Barat, tapi dasar loe srigala, pladjaran itoe tjoema polesan blaka. Loe tetep srigala jang liar, loe pergi di Europa boekan djadi semangkin sopan, tapi djadi semangkin boeas. Djahanam! Djahanam!”

    Goat Soe jang tida njana satoe prempoean jang begitoe lemah brani berlakoe begitoe koerang adjar padanja poen djadi loepa. Ia djatohken iapoenja kepelan beroelang-oelang di badannja Bwee Hoa, hingga ia ini djadi roeboeh di djoebin. Ia poenja badjoe jang robek mengasih liat sebagian dari toeboehnja jang poetih. Di dalem keada'an pangsan Bwee Hoa keliatan tambah tjantik.

    Tatkala meliat pada itoe toeboeh jang molek pikirannja Goat Soe jang tadinja begitoe goesar sekarang djadi berobah. Ia angkat pada Bwee Hoa dan rebahken padanja di pembaringan.

    Koetika Bwee Hoa sedar kombali dari pangsannja, ia berada sendirian di dalem itoe kamar, tapi ia mengerti apa jang orang telah berboeat pada dirinja selagi ia berada di dalem keada'an separoh mati. Orang bilang jang di dalem ini hal binatang tida begitoe boeas seperti manoesia, tapi djikaloe di dalem dirinja Goat Soe itoe koetika masih ada satoe titik dari apa jang diseboeat kemanoesia'an, titik itoe telah tersapoe bersih oleh minoeman keras jang bikin kaboer sama sekali iapoenja pikiran.

    Bwee Hoa menangis boeat apa jang tida boleh ditangkisken lagi, pada kedjadian jang tida bisa ditjegah lagi.



    GADJI f.200.00

    boekannja impihan boeat Verkooper pandeh dapetken. Verkooper Berdiploma banjak kakoerangan dimana-mana, loeas lowongannja dan harepan besar. Bladjar djadi Verkooper berdiploma pada Efficiency VERKOOPER CURSUS, Batavia. Oeang les ƒ 2.— seboelannja, abis examen dapet Diploma. Cursus per soerat. Banjak poedjian. Cursist dar Java, Sumatra, Borneo, Thai Land (Siam), segala bangsa. Kirim ini advertentie brikoet postzegel 5 cent dapet prospectus; troes kirim ƒ 2.— djadi cursist.

    V.

    DE N G E N sebenernja Bwee Hoa sendiri tida taoe pasti, apa ia ada tjintaken Tek Bie. Perkata'an tjinta antara marika berdoea belon pernah dioetjapken. Perhoetaoengan antara marika sampe marika berpisahan tida lebih tida koerang tjoema sebagi antara sobat jang baek.

    Tapi semangkin hari kapitan Be Goat Soe tam­bah tjemboeroein padanja. Betoel djoega Goat Soe sekarang tida berlakoe begitoe kasar lagi terhadep pada Bwee Hoa, tapi Goat Soe masih sering djoega menjindir-njindir jang Bwee Hoa tjintaken Tek Bie. Bisa djadi ini disebabken lan­taran Bwee Hoa selaloe dingin terhadep pada iapoenja soeami, kerna ia tida bisa perkosa iapoenja soeara hati sendiri dan ia tida pernah loepaken, jang itoe orang jang sekarang seboet dirinja sebagi iapoenja soeami telah rampas apa-apa jang paling soetji dalem dirinja, sedeng ia berada dalem keada'an tida berdaja.

    Njonja kapitan Be Goat Soe, Beng Nio, jalah madoenja Bwee Hoa berlakoe sanget bengis pa­da Bwee Hoa, biarpoen Bwee Hoa berboeat sebisa-bisa boeat lajanin padanja. Tida ada seorang di dalem , itoe gedong kapitan jang taroh welas asih pada itoe njonja moeda dan iapoenja soeami sendiri tjoema berlakoe manis padanja, djikaloe perloe dengen iapoenja badan jang ia terpaksa serahken, tapi tida beserta njawanja.

    Bwee Hoa tjoba tjari segala kesalahan pada dirinja sendiri, barangkali ia sendiri terlaloe bandel dan ia tjoba boeat sebrapa bisa tjotjokin diri pada iapoenja soeami, tapi setiap kali iapoenja hati terloeka oleh kekasarannja Goat Soe.

    Seabisnja menika perhoeboengan Bwee Hoa dan djoega dengen njonja Jansen boleh dibilang telah terpoetoes, ia tida dikasih idzin boeat toelis soerat pada itoe njonja jang baek, kerna Goat Soe koeatir Bwee Hoa nanti toelis soerat pada Tek Bie, pada siapa sebetoelnja tadinja Bwee Hoa tjoema merasa sebagi terhadep pada sobat jang baek.

    Tapi Goat Soe poenja tjemboeroean ada sebagi djoega oempan bagi perasa'annja Bwee Hoa terhadep pada iapoenja bekas sobat. Tambah ditjemboeroein Bwee Hoa djadi tambah inget pada Tek Bie. Bagimana itoe pemoeda selaloe berlakoe baek padanja, bagimana sinar matanja Tek Bie djikaloe meliat padanja. Dan ini perasa'an toemboeh dengen tida terasa.

    Pada satoe hari Hong Nio dateng koendjoengken padanja. Sebab koeatir jang Bwee Hoa nanti mengadoe apa-apa, Beng Nio tida tinggalken itoe iboe dan anak berdoea'an hingga Bwee Hoa soeker boeat menoetoerken pandjang lebar tentang pengalamannja pada iapoenja iboe.

    Tapi waktoe Beng Nio meleng sebentar, Bwee Hoa kisikin di deket iboenja poenja koeping.

    „Iboe, saja dipoekoelin!”

    Hong Nio agaknja terkedjoet sebentar, tapi lantaran Beng Nio selaloe ada di dampingnja, ia tida dapet koetika boeat menanja lebih djaoeh pada anaknja.

    Di dalem perdjalanan poelang Hong Nio pikir sebentar pengadoeannja iapoenja anak, tapi koetika sampe di roemah itoe pikiran soedah linjap sendiri, kerna ia anggep satoe moestail kapitan Goat Soe jang begitoe sopan bisa poekoelin anaknja dengen zonder ada sebabnja. Tentoe Bwee Hoa telah berlakoe koerang adjar dan satoe istri jang koerang adjar memang pantes dapet poekoelan, soepaja djadi kapok.

    Sadjek ia beriken itoe kisikan pada iboenja, Bwee Hoa mengharep-harep jang iapoenja nasib jang djelek nanti berobah, tapi pengharepan itoe sia-sia sadja.

    Pada satoe hari Bwee Hoa dengen diam-diam tjoba menoelis soerat pada njonja Jansen dengen pengharepan barangkali dari itoe fihak ia bakal dapet pertoeloengan.

    Ia menoelis:

    Mevrouw jang baek boedi,

    Siang hari malem saja inget pada mevrouw, apa mevrouw loepa pada saja? Saja sendiri tida bisa loepaken Pasir-Angin, mevrouw, dengen orang-orangnja jang saja tjintaken.

    Oh, bagimana bedanja penghidoepan saja doeloe dan sekarang. Kaloe mevrouw ketemoe dengen saja lagi, bisa djadi mevrouw tida bisa kenalin pada Bwee Hoa jang doeloe sering menangis dalem mevrouw poenja peloekan. Sekarang Bwee bertjilaka, mevrouw, dan tjoema kaoe seorang jang bisa toeloeng pada Bwee, mevrouw.

    Trima saja poenja tjioeman dan sampeken saja poenja tabe pada toean Jansen dan djoega pada Tek Bie.

    Kaoe poenja

    Bwee Hoa

    Baroe sadja Bwee Hoa taroh tanda tangannja di bawah itoe soerat atawa pintoe terboeka dan Goat Soe berdjalan masoek. Bwee Hoa tida bisa oempetken lagi itoe soerat dan dengen bebrapa tindak jang tjepet, Goat Soe soedah ada di hadepannja sambil reboet itoe soerat. Goat Soe batja itoe soerat dengen tangan goemeteran. Kemoedian ia memandeng sekoetika lamanja pada Bwee Hoa jang tida brani angkat poendaknja.

    „Hm, kaoe merasa tjilaka di sini, apa di roemah sendiri kaoe begitoe broentoeng?” tanja itoe kapitan dengen soeara menjindir.

    Hatinja Bwee Hoa bergolak-golak. Tida pertjoema ia telah dapetken pladjaran Barat. Sekarang tida ada alesan lagi boeat mengalah, sekarang ia moesti melawan,melawan terhadep pada segala perlakoean tida patoet, kendatipoen apa djoega jang nanti kedjadian.

    Ia angkat moekanja dan pandeng moekanja iapoenja soeami.

    „Memang saja di sini merasa tjilaka, sebab kaoe ada seorang jang berbatin boeroek. Kaoe poenja gelaran, pangkat dan pladjaran itoe melaenken boengkoesan meloeloe, seperti satoe boengkoesan borok.”

    Dapet ini perlawanan samentara waktoe Goat Soe djadi kemekmek.

    „Kaoe jang soedah meroesak saja poenja kebroentoengan dan djikaloe betoel ada Allah biarlah ia koetoek kaoe dengen seantero kaoe peonja pangkat dan pladjaran!” kata Bwee Hoa lebih djaoeh dengen teroes pandeng moekanja itoe kapitan.

    Tapi sebaliknja dari goesar, sekarang Goat Soe tertawa bekakakan.

    „Tentoe sadja di Pasir-Angin kaoe broentoeng, sebab di sana ada kaoe poenja kekasih. Tek Bie, oh, lagi-lagi Tek Bie!”

    „Tek Bie boekan saja poenja ketjinta'an itoe saja soedah tetepken berkali-kali,” kata Bwee Hoa.

    Kombali Goat Soe menjengir.

    „Kaloe bangsat mengakoeh, pemboeian tentoe penoeh. Siapa jang tida taoe, kaoe memang soedah lama bikin perhoeboengan resia dengen Tek Bie.”

    Dadanja Bwee Hoa djadi toeroen naek lantaran darahnja ia merasa meloeap.

    „Djahanam!” kata Bwee Hoa,” kaoe sendiri, sedeng saja pangsan telah dapet keboektian jang saja masih soetji. Ini kaoe tida bisa sangkal. Saja soedah tjoba apa jang saja bisa boeat tjotjokin diri dengen kaoe, tapi kaoe tjoema maoe perlakoeken saja sebagi permaenan. Lebih lagi, kaoe poekoelin dan persakitin saja lahir dan batin!”

    „Ja,” kata Goat Soe jang ini kali roepanja sengadja tida maoe goenaken kekerasan, tapi lidahnja jang tadjem dirasaken lebih sakit oleh Bwee Hoa dari iapoenja poekoelan.

    „Ja, kaoe memang tjoema bisa tjotjok dengen Tek Bie roepanja! Sajang Tek Bie itoe boekan kapitan, tapi tjoema satoe djoeroetoelis sadja jang gadjihnja belasan roepiah. Dan kaoe poenja iboe bapa tentoe ada lebih mengerti tentang harganja oewang, he?”

    Bwee Hoa tida bisa tahan lagi iapoenja kesabaran, ia laloe merangsang, menjakar dan menendang pada itoe kapitan. Ia mendjadi kalap dan seolah-olah satoe matjan betina ia menjerang pada Goat Soe. Tapi biar prempoean bagimana koeat di mana bisa melawan pada satoe lelaki jang masih koeat. Dengen memoekoel bebrapa kali Goat Soe bikin Bwee Hoa terdjoengkel di satoe podjok. Sesoedahnja itoe sebagi orang jang merasa poeas Goat Soe laloe berdjalan kloear.

    Sekoedjoer badannja ia rasaken sakit. Sekarang Bwee Hoa tida menangis lagi, ia soedah terlaloe banjak menangis, hingga iapoenja aer mata rasanja kering. Tapi tambah diperlakoeken begitoe, tambah perasa'annja pada Tek Bie mendjadi mateng. Ia insjaf, jang tjoema dengen Tek Bie ia bisa merasa tjotjok dan djikaloe ia mendjadi istrinja Tek Bie, ia tentoe aken dipoedja dan didjoendjoeng sebagi dewi, boekan sebagi sekarang ia diperlakoeken lebih-lebih dari boedak belian. Tjoema satoe goendik!

    Satoe pikiran aken lakoeken pembalesan telah timboel di dalem hatinja Bwee Hoa. Satoe piki­ran jang sama sekali tida soetji, tapi apatah lagi jang ketinggalan soetji dalem dirinja seorang prempoean, ja, jang masih boleh dibilang anak-anak, jang dapet perlakoean begitoe roepa?

    Manoesia, lelaki dan prempoean, sama-sama terdiri dari darah dan daging, jang sama-sama mempoenjai perasa'an, tapi dalem anggepannja orang sebagi Goat Soe, orang prempoean tjoema machloek setengah binatang jang tida mempoe­njai perasa'an dan tjoema ada harganja boeat di­bikin permaenan. Jang iboenja sendiri ada orang prempoean, itoe Goat Soe tjoema inget tempo-tempo sadja.

    Ja, pembalesan nanti Bwee Hoa lakoeken, biar apa djoega nanti kedjadian. Dan poen baroe se­karang ia merasa jang ia sebetoelnja menjinta pada Tek Bie. Tapi bagimana ia moesti dapetken lagi perhoeboengan dengen itoe pemoeda, sedeng pada orang toeanja sendiri ia soesah boeat berhoeboengan ?

    Tapi hati jang menjinta timboelken akal.

    Bwee Hoa inget jang pada iapoenja harian ni­kah, Tek Bie telah beriken satoe boekoe padanja, itoe boekoe dari Destojesky jang doeloean poen menerbitkan amarahnja kapitan Be Goat SOe.

    Itoe boekoe jang ia masih simpen dalem iapoenja koffer laloe dikloearken. Di mana omslagnja ia toelis ini perkata'an:

     <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
    1. CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
    2. CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
    3. CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]„Terkoeboer hidoep-hidoep dalem noraka.
       <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
    4. CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
    5. CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
    6. CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]Tjoema sobat jang setia dan selaloe
       <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
    7. CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
    8. CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]] <td style="text-align: center; padding:0.3em; border: solid 1px #a3b1bf; font-size: 110%; background-color:
    9. CEE0F2; width: Kesalahan ekspresi: Karakter tanda baca "[" tidak dikenal.%;">[[{{{link}}}|{{{tab}}}]]terke­nang bisa menoeloeng.”

    Sekarang bagimana itoe boekoe moesti dikirim pada si pengasih. Bwee Hoa tida pertjaja pada boedjang-boedjang dalem itoe gadong kapitan.

    Ia tertawa, koetika ia mendapet satoe akal. Satoe boelan satoe kali iboenja tentoe dateng tengokin padanja. Kaloe kebetoelan kapitan tida ada di roemah dan ia kasihken ini boekoe pada iapoenja iboe boeat toeloeng disampeken pada Tek Bie, tentoe tida ada orang merasa tjoeriga.

    Betoel iboenja poenja kedatengan masih lama, tapi hati jang menjinta bisa bersabar dan Bwee Hoa bersabar.

    VI.

    SA M E N T A R A itoe di dalem roemah tangganja lootia Djoen Kong telah terdjadi perobahan besar. Sebagi seorang prempoean jang mempoenjai kekoeasa'an besar di dalem roeman, Hong Nie poenja keinginan tentoe sadja achirnja telah kesampean djoega. Terhadep iapoenja de­sekan, soepaja Djoen Kong ambil gadisnja The Sam sebagi bini moeda achirnja itoe lootia moesti mengalah.

    Bie Gwat, gadisnja The Sam, sekarang mendjadi bini moedanja lootia Djoen Kong dan tinggal bersama-sama Hong Nio. Setelah mendapet ini madoe baroe Hong Nio merasa jang sekarang ia mendjadi njonja besar dalem artian jang betoel. Segala pekerdja'an di dalem roemah ia serahken pada Bie Gwat hingga lambat laoen Hong Nio sebetoelnja serahken kekoeasa'an dalem roe­mah pada iapoenja madoe sendiri. Itoe waktoe ia belon doega sampe di sitoe, kerna ia merasa gi­rang bisa dilajanin segala keperloeannja oleh Bie Gwat, sedeng Bie Gwat bermoela keliatannja menoeroet sadja.

    Dengen mendapet ini istri moeda Djoen Kong poenja kekoeasa'an di dalem roemah tangganja semangkin lama djadi semangkin ketjil dan di dalem banjak oeroesan itoe doea istri bersapeket, hingga Djoen Kong moesti menoeroet sadja keinginannja itoe doea prempoean.

    Waktoe Hong Nio koendjoengken lagi pada Bwee Hoa ia toetoerken pada anaknja, jang Bie Gwat sekarang soedah djadi bini moedanja iapoenja ajah. Ini kabar ditrima oleh Bwee Hoa dengen roepa-roepa pengrasa'an. Ia merasa kesian pada Bie Gwat, tapi djoega pada iapoenja ajah.

    „Apatah ajahnja poen berlakoe begitoe kasar pada Bie Gwat, seperti kapitan Goat Soe ber­lakoe terhadap dirinja?” begitoe Bwee Hoa menanja di dalem hati sendiri.

    „Dan iboe, apa iboe tida sering merasa djengkel sesoedahnja ada Bie Gwat?” tanja Bwee Hoa pada iboenja.

    „Sebaliknja, Hoa,” saoet iboenja, „doeloe ma­ma ampir tida bisa pergi di mana-mana, di roemah terlaloe banjak oeroesan. Sekarang Bio Gwat oeroes itoe semoea dan mama tinggal enaknja sadja, lagi Bie Gwat orangnja menoeroet, djadi tjotjok sama mama.”

    Bwee Hoa berpikir dan tjoba djadjakin hatinja iapoenja iboe, tapi itoe peladjaran Barat bikin ia tida bisa mengerti perasa'an iboenja sendiri. Boeat Bwee Hoa kendati bagimana djoega tida nanti aken bisa merasa sajang pada iapoenja madoe teroetama kaloe itoe madoe ada seperti Beng Nio.

    „Apatah iapoenja iboe tida tjinta pada ajahnja?” begitoe Bwee Hoa berpikir, „kaloe ia menjinta orang oepamanja Tek Bie, tentoe ia tida aken bisa idzinken jang Tek Bie bagi hatinja pada laen prempoean.” Iapoenja anggepan tentang „tjinta” ada berbeda'an dengen iapoenja iboe. Ia merasa jang ia poenja tjinta ada egois­tisch begitoe orang bilang dalem bahasa Barat, dan iboenja poenja tjinta lebih berarti mengham­ba atawa berkorban pada orang jang ditjintaken, hal mana biar bagimana indahnja tida bisa robah Bwee Hoa poenja anggepan dan perasa'an.

    Berpikir sampe di sitoe Bwee Hoa inget kombali pada iapoenja maksoed.

    „Iboe,” kata Bwee Hoa sesoedahnja ambil itoe boekoe jang ia hendak kombaliken pada Tek Bie, „apa engko Tek Bie masih bekerdja di tanah Pasir-Angin, kerna sadjek saja menikah saja tida denger lagi tentang dirinja.”

    Sesoedahnja dapet denger dari Hong Nio jang Tek Bie masih bekerdja di sana, Bwee Hoa serahken itoe boekoe pada iboenja dan minta iboe­nja sampeken itoe boekoe pada Tek Bie, sebab doeloe ia dapet pindjem, begitoe Bwee Hoa berdjoesta.

    Setaoe lantaran soedah moelai bosen, setaoe lantaran perasa'annja terhadep pada Bwee Hoa memang lebih banjak bersifat napsoe dari pada tjinta, Goat See sekarang tida begitoe open lagi pada istri moedanja. Boeat Bwee Hoa ini hal ada sangat meringanken. Pertama ia tida perloe saben-saben moesti rasaken hatinja loeka, kerna ia moesti serahken dirinja pada orang jang ia sebetoelnja bentji, kedoea ia tida oesah denger lagi perkata'an-perkata'an tjemboeroe dan menjindir dari fihaknja Goat Soe. Djoega ia mendapet le­bih banjak koetika aken lajangkan pikirannja pa­da waktoa-waktoe jang soadah liwat, itoe masa broentoeng jang barangkali tida aken kombali lagi.

    Pada satoe hari kapitan Goat Soe dateng di kamarnja.

    „Sebentar goea moesti pergi di kota,” kata Goat Soe, „sebab goea dapet panggilan dari re­sident. Bisa djadi goea aken tinggal di sana bebrapa malem.”

    Sesoedahnja berkata begitoe Goat Soe berlaloe dan betoel sadja tida antara lama Bwee Hoa de­nger soeara kreta jang kloear dari itoe gedong.

    Satoe malem jang gelap.

    Angin menioep keras, sedeng oedjan toeroen seperti ditoeang-toeang. Sebentar-bentar kilat berklebetan. Di sekiternja tjoema soeara oedjan dan angin kedengeran, tempo-tempo djoega soea­ra gloedoek.

    Bwee Hoa berdoedoek sendirian di dalem kamarnja dengen membatja boekoe. Ia begitoe ketarik dengen djalannja tjerita di dalem itoe boe­koe, hingga ia tida denger grendel pintoe dipoeter dan pintoe terboeka, Koetika angin menioep ka dalem, Bwee Hoa menengok ka pintoe. Di sana ada satoe orang jang kroedoengin dirinja de­ngen mantel item. Bwee Hoa ampir bertreak lan­taran kaget, tapi itoe orang boeka mantelnja dan topi koeploek jang ia pake jang soedah mendjadi basah lantaran aer oedjan.

    „Engko Tek Bie!”

    Sebentar itoe orang jang boekan laen orang adanja dari pada Tek Bie berdiri seperti patoeng di itoe pintoe jang terboeka, kemoedian ia toetoepin lagi dengen plahan dan poeter koentjinja.

    Bwee Hoa merasa séperti djoega ia mengimpi. Apa itoe betoel ada Tek Bie jang berdiri di sana? Apa ia tjoema mengimpi sadja?

    Tapi dalem sekedjab itoe orang menghampiri dan ia berada dalem peloekannja Tek Bie. Ia rasaken bibirnja Tek Bie jang anget beradoe dengen bibirnja sendiri, ia rasaken bibirnja Tek Bie mentjari iapoenja pipi, mata, djidat. Bwee Hoa seperti loepa-loepa inget. Ia rasaken dirinja terajoen dalem satoe awan kebroentoengan jang adjaib, soeatoe perasa'an jang ia baroe pernah rasaken.

    „Engko Tek Bie, kaoe.....?” ia berbisik, ia meremken matanja dan teken kepalanja di dadanja itoe orang jang ia tjintaken.

    „Ja, Bwee, lieveling, engko ada di sini.”

    Dan kombali bibir ketemoe dengen bibir dan pipi dengen pipi. Mendadakan Bwee Hoa lepasken dirinja dari peloekannja Tek Bie.

    „Engko Tek Bie, bagimana kaoe brani masoek di sini, apa kaoe tida takoet, apa?”

    Tapi Tek Bie tertawa.

    Ia tarik lagi tangannja Bwee Hoa, peloek lagi padanja.

    „Bwee ,djikaloe engko moesti binasa di sini di hadepan kaoe, engko aken trima dengen ridlah hati.”

    „Tapi kaoe gegabah, engko, kaoe sanget gega­bah, bagimana kaloe saja poenja soeami, eh, kaloe Goat Soe dapet taoe?”

    Sebagi djawaban Tek Bie berdoedoek di atas divan dan tarik Bwee Hoa di atas pangkoeannja.

    „Engko taoe Goat Soe pergi di kota, Bwee!”

    „Tapi boedjang-boedjang, engko?”

    „Engko taoe jang ini malem semoea boedjangnja kapitan poelang ka kampoeng, ketjoeali Si Mina, jang engko soedah toetoep moeloetnja de­ngen oewang. Apatah lagi jang kaoe koeatirken, Bwee, lieveling?”

    „Saja koeatirken engko poenja diri, oh, kaloe ketahoean. Kaoe tida taoe bagimana kedjemnja Goat Soe, bagimana ia soedah perlakoeken pada saja.“

    Tek Bie pandeng pada Bwee Hoa dengen penoeh ketjinta'an.

    „Engko taoe, Bwee, jang kaoe poenja soeami ada satoe djahanam. Dari itoe bebrapa perkata'an dalem boekoe jang kaoe kombaliken, engko soedah lantas dapet tebak, nasib apa jang kaoe alamken di sini.”

    Bwee Hoa senderken badannja pada dadanja Tek Bie.

    „Tapi apa engko, engko........ tjinta pada saja?”

    „Bwee,” kata Tek Bie dengen bernapsoe," da­ri koetika kita sama-sama masih sekolah, engko sebetoelnja soedah tjinta pada kaoe, tapi engko tida brani njataken itoe perasa'an jang engko simpen sebagi moestika di dalem hati. Engko tjoema satoe djoeroetoelis jang bergadjih bebrapa belas roepiah dan Bwee gadisnja lootia Djoen Kong jang terkenal mampoe djoega, bagimana engko siksa engko poenja diri itoe waktoe dengen koetoek engko poenja nasib sendiri.

    „Dan engko poenja hati rasanja antjoer, koetika dapet denger Bwee bakal menikah. Engko tentoe soedah tiwasken diri sendiri pada harian Bwee poenja pernikahan, tapi engko masih ada satoe penasaran, jalah engko kepingin denger satoe kali lagi dari Bwee poenja moeloet, apa Bwee ada hidoep broentoeng.......”

    Tek Bie berdiam sebentar.

    „Dan koetika engko trima Bwee poenja boekoe, jang doeloe engko kasihken, engko tadinja kira, Bwee tida maoe taoe lagi tentang engko poenja diri. Dengen goemeter engko samboet itoe boekoe dari tangannja Bwee poenja iboe, tapi waktoe engko batja bebrapa baris perkata'an jang Bwee toelis di blakang omslag itoe boekoe, oh, engko merasa seperti hidoep kombali. Engko merasa gemes pada kapitan, semangkin tjinta pade Bwee, tapi kegirangen engko jang paling besar adalah lantaran sadjek itoe koetika engko dapet taoe Bwee poenja hati, jang Bwee poen ada mempoenjai sedikit hati ketjinta'an pada eng­ko.....”

    Sesoedahnja Tek Bie berdiam, Bwee Hoa berkata:

    „Dan saja, engko, moesti bilang teroes terang jang sampe pada saja poenja hari nikah, sebetoelnja saja poenja perasa'an pada engko melaenken sebagi terhadep satoe sobät sadja. Se­karang saja merasa jang poen itoe waktoe sebetoelnja itoe bibit tjinta soedah bersemi dalem saja poenja hati, ini bibit semangkin toemboeh, koetika Goat Soe tida brentinja tjemboeroein saja pada ngko.

    „Engko, di sini saja dihinaken, diperlakoeken lebih-lebih dari binatang, saja dipoekoelin, dipersakitin badan dan kalboe, hingga seringkali saja melaenken inget pada mati sadja. Seantero doenia seperti tinggalken pada saja, orang toea saja tida berboeat satoe apa aken angkat saja dari ini noraka.......

    „Tapi sekarang, sekarang saja ada mempoenja kaoe, engko, dan saja merasa jang saja bisa pikoel saja poenja kesengsara'an lebih djaoeh.

    „Biarlah sepoeloeh kali kesengsara'an menimpah pada diri saja asal engko tetep tjintaken saja!”

    Dan pada itoe malem, apa jang selaloe ditjoerigaken oleh Goat Soe telah kedjadian. Ia telah sirem minjak pada letikan api jang sekarang mendjadi besar dan tida moedah di pademken lagi.

    VII.

    BIE G W A T telah melahirken anak lelaki. Kedatengannja ini machloek baroe di dalem roemahnja lootia Djoen Kong tentoe sadja telah disamboet dengen kegirangan besar. Djoen Kong jang doeloean telah merasa kebe­ratan boeat mempoenjai istri moeda sekarang moesti benerken pikirannja Hong Nie. Lootia Djoen Kong kendatipoen boekan seorang harta­wan besar, tapi di tanah partikoelir Pasir-Angin toch terkenal sebagi seorang jang mampoe djoega. Ia ada mempoenjai bebrapa roemah sewahan, sebidang sawah jang lebar, binatang-binatang kerbo jang ia kasih sewah pada pendoedoek negri ditambah poela dengen iapoenja pengasilan sebagi lootia. Sesoedahnja Bwee Hoa diambil se­bagi see-ie oleh kapitan, Djoen Kong sering me­rasa kesepihan dan sewaktoe-waktoe ia soeka berpikir, siapa nanti bakal mengoeroes iapoenja harta-banda, djikaloe ia soedah meninggal doenia. Tapi dengen terlahirnja Piet itoe soeal ia tida boeat pikir lagi, kerna sebagi anak lelaki kemoedian hari Piet tentoe aken bisa oeroes iapoenja harta banda.

    Pada itoe hari pertama kali sadjek ia menikah, Bwee Hoa dapet idzin dari soeaminja boeat roemahnja iapoenja orang toea. Hong Nio koetika liat jang Bwee Hoa sekarang ada banjak lebih goembira di dalem hatinja berpikir, jang Bwee Hoa sekarang tentoe soedah dapet ketjotjokan dengen soeaminja. Siapa taoe Bwee Hoa sekarang moelai disajang oleh kapitan dan nanti bakal gantiken kedoedoekannja njonja kapitan jang pertama.

    Bwee Hoa sanget girang dengen iapoenja ade jang moengil. Ia pondong dan tjioemin itoe anak baji dengen berseri-seri.

    Meliat itoe pemandengan, Hong Nio berbisik pada Djoen Kong: „Kaoe liat sendiri, kaoepoenja kekoeatiran ada tida berdasar. Bwee Hoa se­karang keliatan begitoe goembira, ia tentoe moe­lai disajang oleh kapitan.”

    Djoen Kong tjoema tertawa sadja, kendatipoen di dalem hatinja masih sadja djadi ragoe-ragoe, kenapa kapitan doeloean moesti poekoel pada Bwee Hoa, djikaloe betoel ia ada sajang padanja. Selama ia menikah dengen Hong Nio, kendatipoen Hong Nio ada satoe istri jang bantahan dan soeka bawa karep sendiri, ia belon pernah djatohken makian, djangan kata poekoelan pada iapoenja istri.

    Bwee Hoa poenja kegirangan djadi bertambah besar, waktoe njonja Jansen poen dateng di sitoe boeat tengokin pada Bie Gwat.

    Dengen aer mata mengembeng, aer mata ke­girangan, njonja Jansen peloek pada Bwee Hoa.

    „Kaoe toch ada baek, Hoa, tida koerang satoe apa, boekan?” tanja njonja Jansen sambil eloes-eloes ramboetnja Bwee Hoa, sebagi djoega ia selaloe berboeat koetika Bwee Hoa masih anak-anak dan sering dateng memaen di roemahnja.

    Bwee Hoa dengen mata bersinar memandeng pada itoe njonja jang baek. Ja, njonja Jansen, sekarang ketahoei dari itoe mata jang bening jang memandeng padanja, jang Bwee Hoa ada broentoeng. Tapi toch? Njonja Jansen bersangsi, apa betoel iapoenja sobat ada dalem kebroentoengan, kebroentoengan seperti jang ia selaloe alamken dengen toean Jansen.

    Sesoedahnja marika doedoek berdoea'an, njo­nja Jansen sambil pegang tangannja Bwee Hoa laloe menanja dengen soeara plahan.

    „Apa kaoe broentoeng, Hoa?”

    Atas itoe pertanja'an Bwee Hoa toendoekin kepalanja. Ia mengelah napas, tapi sekoetika itoe djoega ia tertawa dan memandeng pada njonja Jansen dengen sinaran mata jang mengandoeng arti.

    „Ja, mevrouw, ja, moedertje, kaloe kaoe tanja begitoe, saja moesti djawab, jang saja sekarang tida kekoerangah soeatoe apa.”

    Njonja Jansen teroes intjer romannja Bwee Hoa.

    „Tapi kaoe baroesan mengelah napas, Hoa?”

    Sesoedahnja berpikir sebentar, Bwee Hoa ber­kata poela:

    „Ja, mevrouw, kerna saja telah inget pada waktoe jang telah liwat, koetika soeami saja berlakoe sanget tida patoet pada saja poenja diri. Itoe koetika, mevrouw, saja merasaken jang se­bagi satoe istri kedoea, ja, sebagi satoe prempoean, kita melaenken diperlakoeken sebagi bina­tang oleh kaoem lelaki.

    „Tapi......... blakangan, mevrouw, blakangan saja mendapet kenjata'an jang kebroentoengan itoe moesti ditjari. Saja tjari dan saja dapet itoe, mevrouw!”

    „Soekoer kaloe begitoe, Hoa,” kata njonja Jan­sen, „kaoe tida taoe, jang siang hari malem saja sering bersembahjang pada Allah, soepaja kaoe broentoeng, anakkoe!”

    Sedang njonja Jansen pergi liat pada Piet ketjil, Bwee Hoa tinggal berdoedoek dengen sendi­rian. Ia toendoekin kepalanja dan berpikir. Apatah betoel ia telah dapetken itoe kebroentoengan?

    Ia pikir boelak-balik dan achirnja ia moesti mengakoe, jang itoe kebroentoengan ia telah da­petken, kendatipoen sebetoelnja tida dengen sengadja dan tida ditjari. Itoe kebroentoengan dateng sendiri di kamarnja, pertama pada satoe malem jang gelap dan koetika sedeng oedjan angin, kemoedian lagi dan sekali lagi. Oh, djikaloe sadja kapitan Goat Soe sadjek bermoela perlakoeken padanja seperti sekarang, tida kedjem dan ka­sar, biarpoen dengen serba adem, tentoe pada itoe malem dan pada malem-malem laennja tida bakal kedjadian itoe perkara, jang Bwee Hoa se­karang anggep sebagi kebroentoengannja. Tapi Goat Soe sendiri seperti jang andjoerin ia berboeat begitoe. Apatah perboeatannja itoe ada hina dan rendah? Apatah perboeatan begitoe ti­da ditjelah dan tida dikoetoekin orang, tida ber­dosa?

    Tapi apatah ia moesti berboeat? Apatah ia moesti koeboer dirinja hidoep-hidoep dalem kesengsara'an, sedeng ia moedanja, sedeng ia tjantiknja?

    Bermoela, koetika kapitan Goat Soe perlakoe­ken padanja tida lebih tida koerang dari perobot pranti lampiasken napsoe boeat sesoedahnja itoe dilempar di podjokan dan dipoengoet kombali djika ia diboetoehin, Bwee Hoa berpikir, djalan satoe-satoenja boeat ia adalah minta bertjere. Tapi iboenja melarang, kerna katanja ini nanti djadi boeah toetoer orang.

    Sekarang ia telah meliat dengen mata sendiri, jang di dalem roemahnja segala apa telah berobah. Ajahnja sekarang sanget sajang pada Bie Gwat, hal mana tida oesah diheranken, kerna ini tentoe ada lantaran Bie Gwat beriken padanja satoe anak lelaki. Hong Nio, iapoenja iboe plahan-plahan moelai toeroen ka tingkatan kedoea, sebab segala apa sekarang ada dalem kekoeasa'annja Bie Gwat. Bwee Hoa tjoekoep taoe, jang Bie Gwat tida bisa nanti tjintaken padanja, seba­gi iapoenja iboe sendiri. Piet bakal djadi besar dan djikaloe ia bertjere dari soeaminja ia moesti tinggal kombali di ini roemah, di mana ia telah terlahir dan mangkat besar, tapi di mana segala apa soedah berobah. Bwee Hoa insjaf, jang ini roemah nanti aken djadi goedangnja pertjektjokan, sebab pada satoe waktoe iboenja tentoe aken brontak djoega terhadep iapoenja nasib jang tambah djelek, tapi Bie Gwat djoega tentida aken lepasken sadja pengaroeh dan kekoeasa'an jang ia soedah dapetken.

    Bwee Hoa bandingken, iapoenja keada'an sekarang di roemahnja kapitan dan di sini, djikaloe ande kata ia minta bertjere. Di sini ia tida aken bisa dapetken lagi itoe kebroentoengan dari masa ia masih anak-anak, iapoenja iboe tiri tentoe aken pekerdjaken padanja di dalem roemah dan di sini ia sama tida leloeasanja seperti di roemahnja kapitan. Sebaliknja di roemah kapitan betoel ia dilarang boeat pergi ka sana sini, tapi lantaran kapitan sekarang tida begitoe open lagi padanja, ia sering ditinggal sendirian di dalem kamarnja dan koetika-koetika inilah digoenaken oleh Tek Bie aken koendjoengken padanja, teroetama lantaran boedjang-boedjangnja kapitan soedah kena digosok dan ada di fihaknja. Begitoelah ia oeroengken niatannja aken minta ber­tjere, kerna toch biar bagimana djoega di roe­mahnja kapitan ia merasa lebih broentoeng, kendatipoen kebroentoengan itoe boekan dateng da­ri fihaknja iapoenja soeami.

    Waktoe Bwee Hoa angkat moekanja, ia poenja hati djadi terprandjat kerna di sana ternjata ada njonja Jansen dan di pintoe loear ada Tek Bie jang asik mengawasi padanja. Njonja Jansen dengen mesem dan Tek Bie dengen mata bersinar. Bwee Hoa sekoetika lamanja djadi kemekmek, sebentar ia memandeng pada njonja Jansen dan sebentaran pada Tek Bie. Ini pemoeda sendiri djadi merasa kikoek, ia tida njana jang ia bakal ketemoeken Bwee Hoa di sitoe.

    Sebagi seorang jang kenal baek itoe doea pemoeda poenja tabeat dan perhoeboengan di waktoe doeloe, njonja Jansen sekedjab itoe djoega lantas dapet tebak, bahoea antara ini doea orang ada soeatoe tali perhoeboengan resia jang tida gampang dipoetoesken. Ia mengerti sekarang, perkata'annja Bwee Hoa baroesan dan ia me­ngerti djoega apa artinja itoe elahan napas dari Bwee Hoa.

    Boeat tida bikin itoe doea pemoeda bersengsara lebih lama lantaran marika poenja perasa'an kikoek, satoe perasa'an seperti djoega orang telah pergokin pada marika, njonja Jansen laloe menghampiri pada Tek Bie dan angsoerken tangannja.

    „Wel, Bie, kaoe djoega maoe kasih slamet pa­da lootia?”

    Tek Bie sekarang baroe bisa kendaliken lagi berdebar-debarnja sang hati.

    „Ja,” ia kata sambil berdjabatan tangan dengen njonja Jansen, „dan saja tida njana kete­moeken mevrouw dan Bwe Hoa di sini.”

    „Itoe ada satoe verrassing, he ? Kaoe sebagi so­bat di waktoe anak-anak tentoe merasa girang bisa bertemoe kombali satoe sama laen. Apa Bwee tida djadi lebih eilok, Bie?”

    Ini goda'an dari njonja Jansen, bikin Bwee Hoa djadi tambah bingoeng dan pipinja djadi bersemoe merah.

    Baek djoega itoe koetika boedjang minta njo­nja Jansen ka dalem, di mana soegoehan boeat ia soedah disedaken di atas medja.

    Njonja Jansen goenaken ini koetika boeat masoek ka pertengahan dalem dan tinggalken itoe doea kekasih sendirian.

    Sekoetika lamanja Bwee Hoa dan Tek Bie tida berkata. Kedjadian-kedjadian antara marika berdoea pada itoe malem-malem jang soenji telah 1iwat kombali di depan mata marika. Perasa'an djengah, tapi djoega perasa'an jang tida dapet diboeat bosen.

    Achirnja Bwee Hoa berkata :

    „Apa kaoe tida maoe berdoedoek, engko Tek Bie. Papa sedeng pergi di kebon sebentar.”

    Tek Bie laloe berdoedoek di depannja Bwee Hoa dan ia memandeng pada Bwee Hoa jang di dalem anggepannja semangkin dipandeng djadi semangkin eilok. Betoel seperti njonja Jansen baroesan bilang.

    Tek Bie tida bisa tahan boeat tida pegang tangannja Bwee Hoa jang begitoe aloes. Bwee Hoa biarken tangannja dieloes-eloes oleh Tek Bie, kerna setiap eloesan itoe bagi ia berarti tambahnja satoe kebroentoengan dalem iapoenja penghidoepan.

    Marika begitoe terbenam dalem perasa'annja jang begitoe moeloek, hingga Bwee Hoa dan Tek Bie tida dapet denger ada kreta jang brenti di depan roemah, tapi koetika mendenger tindakan orang mendatengin, Tek Bie lantas boeroe-boeroe tarik lagi tangannja.

    Kapitan Goat Soe ada di depan pintoe.

    Sebentar Goat Soe toedjoeken matanja pada moekanja Bwee Hoa jang mendjadi poetjet dan sebentar lagi pada moekanja Tek Bie. Sebagi seorang jang banjak pengalaman ia lantas dapet tebak perasa'annja itoe doea orang.

    Kapitan Goat Soe hendak oetjapken perkata'an, tapi bibirnja merasa terkantjing dan tjoema djadi bergoemeteran. Dengen doea tindakan ia soedah berada di deketnja ia doea orang. Zon­der terasa lagi tangannja telah tampar moekanja Tek Bie.

    Ia tarik tangannja Bwee Hoa begtoe kasar dan toentoen padanja kloear. Sebelonnja Tek Bie bisa insjaf betoel apa jang terdjadi dengen dirinja, Goat Soe soedah bawa Bwee Hoa ka dalem kreta.

    Tek Bie oesap-oesap pipinja jang baroesan ke­na ditampar. Baroe sekarang ia merasa sakit dan ia inget, jang ia ada satoe pengetjoet, satoe pengetjoet di depan mata ketjinta'annja sendiri. Darahnja meloeap, ia memboeroe boeat bales tojor pada itoe kapitan, tapi itoe kreta soedah dilariken dengen tjepet.


    JAPAN MENANTANG DOENIA


    ៛1.-


    '

    Tambah onkost kirim ƒ 0.20


    THE PARAGON PRESS MALANG

    VIII.

    SE L A M A di dalem kreta kapitan Goat Soe tida berkata satoe apa, tjoema iapoenja gigi sebentar-bentar kedengeran bertjatroek-tjatroek lantaran goesar. Bwee Hoa sendiri tinggal toendoekin kepalanja. Ia tida bisa berpikir, tjoe­ma ia poenja hati dirasakan perih. Kenapa waktoe baroesan ditampar, Tek Bie tinggal mendjoeblek seperti patoeng, kenapa ia tida melawan? Kaloe ia, Bwee Hoa, dipoekoel oleh itoe kapitan dan ia tida melawan, itoe tida berarti apa-apa, kerna ia melaenken ada seorang prempoean, tapi Tek Bie? Oh, Tek Bie, kenapa kaoe kasih diri, moe dihinaken begitoe?

    Begitoe sampe di gedongnja, kapitein Goat Soe laloe tarik tangannja Bwee Hoa dari kreta dan pimpin padanja ka dalem kamar. Sesampenja di sana ia laloe koentjiken pintoe dan djorokin pada Bwee Hoa dengen keras, hingga Bwee Hoa ter­lempar di satoe podjok. Ia tendang dan tendang lagi sekali pada Bwee Hoa, jang djadi merintih-rintih lantaran kesakitan. Belon merasa tjoekoep dengen tendangan sadja, kapitein Goat Soe laloe ambil satoe kimotjeng jang terbikin dari rotan dan beroelang-oelang ia sabetken ini rotan di moekanja Bwee Hoa, hingga di itoe roman jang eilok djadi tertampak tanda-tanda biroe bekas itoe ebatan.

    Tapi ini kali Bwee Hoa tida menangis. Ia tjoema merintih lantaran kesakitan.

    Sesoedahnja merasa tjape sendiri dan meliat jang Bwee Hoa goeling-goelingken dirinja di djoebin, baroe Goat Soe brenti memoekoel. Dengen moeka merah, mata bertjilalatan dan itoe rotan masih di tangannja, Goat Soe oetjapken :

    „Soendel! Binatang! Mengakoe teroes terang, apa jang loe soedah berboeat dengen loepoenja ketjinta'an, djikaloe tida goea nanti hadjar loe sampe mampoes!”

    Dan kombali satoe tendangan keras mengenaken badannja Bwee Hoa.

    Sekoenjoeng-koenjoeng Bwee Hoa berdiri de­ngen tjepet. lapoenja moeka oendjoekin tanda merah dan biroe, tapi satoe boetir aer mata tida tertampak di matanja. Ia memandeng dengen ba­dan goemeteran lantaran sakit, tapi dengen ma­ta jang penoeh rasa kebentjian pada Goat Soe.

    Sekedjab Goat Soe sendiri djadi kemekmek. Itoe prempoean jang ia hadjar dan semoestinja dateng merangkang minta ampoen padanja se­karang mengawasi padanja dengen sinaran ma­ta jang begitoe koerang adjar. Apa ini ada prempoean apa iblis, menanja Goat Soe di dalem ha­ti.

    „Bilang!” treak Goat Soe, „bilang! Mengakoe teroes terang loe poenja perboeatan boesoek, atawa goea boenoeh loe!”

    Bwe Hoa mesem dan tertawa.

    „Memang goea tjinta Tek Bie, soédah lama dan.....”

    Perkata'an itoe dirasaken sebagi satoe poekoelan dalem hatinja Goat Soe. Ini dapet diliat oleh Bwee Hoa jang keliatannja merasa girang, ia bisa bales ebat pada itoe kapitan.

    „Dan.......” menjamboeng Bwee Hoa dengen satoe-satoe perkata'an dioetjapken dengen sabar dan plahan loear biasa, „dan......... goea soedah serahken goea poenja diri pada Tek Bie!”

    Kombali satoe rangketan dengen rotan mengenaken moekanja Bwee Hoa, tapi Bwee Hoa tida bergebing dan berdiri tegep dengen bersenjoem.

    „Kebroentoengan jang goea dapetken dari Tek Bie tida boleh disamaken dengen kesengsara'an hati jang goea alamken, kaloe goea sedeng moesti alamken loe poenja kebinatangan,” kata Bwee Hoa poêla dengen satoe-satoe perkata'an dioe­tjapken sanget teges, kerna ia taoe jang saben perkata'an itoe berarti iapoenja pembalesan boeat tiap-tiap Goat Soe poenja poekoelan.

    Itoe koetika Goat Soe bisa memboenoeh pada Bwee Hoa, tapi Bwee Hoa berkata lagi:

    „Loe soeroe goea mengakoe teroes terang. Baek, denger biar terang sama koepingloe, soepaja djangan ada satoe perkata'an jang liwat.

    „Goea kenal pada Tek Bie dari ketjil, tapi belon pernah goea tjintaken padanja sebagi lajiknja seorang prempoean menjinta satoe lelaki. Goea poenja perhoeboengan dengan ia tida lebih dari sobat jang baek. Biarpoen bisa djadi di da­lem dasar hati kita ada bersemi itoe api pertjinta'an, tapi belon satoe patah perkata'an tjinta keloear dari kita poenja moeloet. Kita poenja perasa'an ini ada terlaloe soetji boeat kena dibikin noda oleh perkata'an.

    „Waktoe loe ambil goea, sebetoelnja goea niat bersetia pada loe, biarpoen sama sekali goea ti­da merasa tjinta pada loe. Goea tjoema toeroetin kemaoeannja goea poenja iboe dan goea soedah pasrah goea poenja nasib. Pendeknja goea maoe menghamba dan bersetia pada loe!

    „Tapi loe poekoel dan loe hinakan sama goea, loe perlakoeken sama goea seperti djoega goea boekan manoesia, jang tida beda dangen loe atawa siapa djoega, manoesia jang mempoenjai perasa'an, jang taoe bedaken sakit dan perih.

    „Loe tida brentinja tjemboeroein goea dengen Tek Bie. Goea bersoempah jang paling berat sampe itoe waktoe antara goea dan Tek Bie tida pernah kedjadian apa-apa. Sekarang biarlah loe ketahoei, jang loepoenja tjemboeroean jang tida berdasar djoestroe jang telah siramin itoe bibit jang tersemboeni begitoe dalem di goea poenja hati, jang goea sebetoelnja niat tindes dengen setoeloesnja.

    „Dan setiap kali loe pergi ka kota dan menginep di sana, Tek Bie dateng di sini dalem ini kamar boeat beriken itoe kebroentoengan pada goea, apa jang loe tida bisa beriken......”

    Selama Bwee Hoa bitjara begitoe, Goat Soe ra­saken hatinja remoek, ia toendoekin kepalanja dan dengen tida terasa itoe rotan telah djatoh dari tangannja. Dengen tjepet ia balikin badannja, kerna ia merasa maloe Bwee Hoa liat moekanja sendiri jang menoendjoekin iapoenja perasa'an hati di itoe waktoe. Ia boekaken pintoe kamar dan tinggalken Bwee Hoa sendirian.

    Itoe waktoe soedah malem, di loear boeroeng koelik-koelik moelai berboenji.

    Bwee Hoa bersenjoem, maskipoen ia rasaken badannja teramat sakit. Ia pergi di depan katja dan ia mesem pada moekanja sendiri jang oendjoekin bekas-bekas ebatan rotan. Sekarang apa jang ia moesti berboeat? Berdiam teroes dalem itoe gedong boeat ia tentoe soedah tida bisa. Penghidoepannja jang doeloean soedah seperti dalem noraka aken bertambah sengsara lagi.

    Apa jang kapitan Goat Soe belon pernah berboeat seoemoer hidoepnja selama ia mendjadi Kapitan telah kedjadian padanja itoe malem. Ia djatohken dirinja di dalem iapoenja kamar toelis dan ia menangis. Perkata'an-perkata'annja Bwee Hoa telah bikin ia sedar. Pada Bwee Hoa ia telah berlakoe sebagimana ia biasa berboeat terhadep pada iapoenja laen-laen istri piara'an jang boleh dibilang tersebar di saben kampoeng, tapi se­karang ia baroe merasa, jang Bwee Hoa ada laen dari jang laennja dan ia poenja perasa'an pada Bwee Hoa sebetoelnja ada berbeda dengen ia­ poenja perasa'an jang biasa terhadep pada laen prempoean. Di dalem dasar hatinja sebetoelnja ia tjinta pada Bwee Hoa dan sekarang itoe astana ketjinta'an ia sendiri jang bikin remoek.

    Bwee Hoa berdosa, tapi ia moesti akoehin, jang Bwee Hoa telah petik kebroentoengan jang ia sendiri tida beriken. Sebaliknja dari itoe ia te­lah bikin sengsara hatinja itoe prempoean sela­ma mendjadi kepoenja'annja. Goat Soe tjoema pandeng Bwee Hoa ada satoe prempoean tjantik, tapi loepa jang Bwee Hoa poen ada satoe manoesia.

    Sekarang Goat Soe insjaf itoe semoea, ia moesti mengakoeh jang perboeatannja Bwee Hoa ada sebagian besar kesalahannja sendiri. Bwee Hoa poenja perboeatan boekan sadja ia moesti ampoenken, tapi sebaliknja ia sendiri jang moesti memoehoen ampoen pada itoe prempoean jang penghidoepannja ia roesaken.

    Goat Soe itoe waktoe boekan lagi ada itoe ka­pitan jang sombong dan angkoeh, ia sebenernja melaenken ada satoe reroentoek dari itoe semoea, keangkoehan dan kesombongannja pada itoe sa'at soedah linjap sama sekali.

    Ia moesti minta di ampoenken pada Bwee Hoa, ia aken loepaken semoea perboeatannja Bwee Hoa. Ia aken tjoba diriken lagi itoe astana kebroentoengan jang tersemboéni di dalem dasar hatinja, ia aken pergi pada Bwee Hoa, ia aken tekoek loetoet di depannja itoe prempoean jang ia sebetoelnja tjintaken.

    Dengen tindakan limboeng Goat Soe balik kombali ka kamarnja Bwee Hoa, tapi ternjata itoe kamar soedah kosong. Djoega koffer-koffer dan pakeannja Bwee Hoa soedah tida ada. Tjoema djendela terpentang lebar dan angin malem menioep ka dalem. Goat Soe poenja keada'an itoe waktoe ampir seperti gila, ia mentjari di sana-sini pada Bwee Hoa, sampe djoega di blakang lemari dan di kolong randjang, sedeng sebenernja ia soedah moesti taoe jang Bwee Hoa telah menjingkirken diri. Di atas pembaringan ada terletak Bwee Hoa poenja kimono jang roepanja ia keloepa'an bawa. Goat Soe menoebroek pada itoe kimono, seperti barang itoe ada Bwee Hoa sendiri dan ia tjioemin itoe kimono beroelang-oelang. Ia sedot hawanja Bwee Hoa jang ia begitoe kenal, tapi jang ia sekarang aken tida bisa tjioem lagi, ketjoeali itoe kimono jang ketinggalan.

    IX.

    PA D A itoe malem jang gelap dengen me­nenteng iapoenja koffer Bwee Hoa tinggalken roemahnja iapoenja soeami. Tatkala soedah sampe di depan roemahnja iapoenja orang toea, Bwee Hoa merasa bersangsi boeat masoek. Apa ia aken ditrima lagi oleh iapoenja orang toea atawa apa tida lebih baek ia lantas menoedjoe ketemoeken sadja pada Tek Bie aken ikoet padanja? Tapi sedeng ia berpikir begitoe, lootia Djoen Kong kebetoelan berdjalan kloear dan bagimana terkedjoetnja, waktoe ia menampak Bwee Hoa dalem itoe keada'an.

    „Bwee, kaoe?” berseroeh itoe lootia dengen hati koeatir.

    Bwee Hoa laloe menoebroek pada ajahnja.

    „Oh, ajah! ajah!” dan itoe waktoe baroe Bwee Hoa poenja aer mata mengoetjoer dengen deres.

    Djoen Kong laloe pimpin anaknja ka dalem roemah, di mana Hong Nio dan Bie Gwat poen sanget terkedjoet, koetika menampak Bwee Hoa ada dihadepannja.

    Di bawah terangnja lampoe di pendaleman ba­roe lootia Djoen Kong dapet liat, bagimana moekanja Bwee Hoa pada mateng biroe. Ia poenja darah lantas mendidih dan dengen kreketken gigi ia menanja pada anaknja.

    „Apa artinja ini semoea?” tanja ia sambil menoendjoek pada itoe tanda-tanda goeratan jang biroe di moskanja Bwee Hoa dengen tangan goemeteran.

    „Saja dipoekoelin,” menjaoet Bwee Hoa dengen plahan.

    Itoe lootia djadi seperti kalap.

    „Binatang! Ia lagi-lagi poekoelin sama goea poenja anak? Betoel kapitan binatang. Nanti! Nanti!”

    Dengen tida taoe apa jang sebetoelnja ia berboeat, lootia pergi di kamarnja ambil satoe revol­ver dan dengen ini sendjata di tangan ia hendak berdjalan kloear, tapi Bwee Hoa menoebroek padanja.

    „Djangan, papa! Boekan ia jang salah, Bwee jang salah, Bwee jang berdosa!”

    Dan dengen sabar Bwee Hoa laloe toetoerken iapoenja riwajat penghidoepan sadjek ia menikah dengen itoe kapitan. Bagimana ia tida bisa dapetken kebroentoengan dan bagimana achirnja ia telah bikin perhoeboengan resia dengen Tek Bie. Dan ia soedah akoehi teroes terang semoea kesalahannja di depan iapoenja soeami dan bagimana iapoenja soeami soedah labrak padanja.

    Mendenger itoe penoetoern dari anaknja, lootia Djoen Kong djadi merasa lemes. Oh, Allah, bagimana ini semoea bisa kedjadian? Iapoenja anak prempoean telah berkendak dan sekarang tentoe sadja moesti bertjere dengen soeaminja, ia poenja anak jang ia pandeng sebagi satoe prempoean soetji. Di mana lootia Djoen Kong moesti oempetken iapoenja maloe terhadep ia poenja pendoedoek? Kaloe lootia Djoen Kong pergi meronda, di blakang ia pendoedoek tentoe aken berbisik satoe sama laen.

    „Liat itoe lootia jang anaknja djadi goendik kapitan, tapi blakangan ditjereken lantaran berkendak!”

    Kegoesaran jang tadi Djoen Kong rasaken begitoe besar pada kapitan Goat Soe sekarang dja­di berbalik toemplek pada Bwee Hoa. Ini semoea ada gara-gara ini anak prempoean jang tjilaka, sehingga namanja djadi ternoda dan ia tida taoe moesti oempetin lagi moekanja di mana lantaran maloe.

    „Kaloe begitoe loe lebih baek mampoes!” berseroe Djoen Kong dengen mendadakan dan lantas djoedjoeken iapoenja pistool pada iapoe­nja anak. Tapi Hong Nio pegang itoe tangan.

    „Apa loe soedah djadi gila!” ia kata dan reboet itoe sendjata dari tangan soeaminja,”  Invalid template invocation→ djahat atawa baek toch ia ada anak kita!”

    Itoe koetika Bwee Hoa boleh merasa broentoeng iapoenja ajah selaloe kalah pengaroeh oleh iboenja. Seperti satoe anak ketjil jang sedeng mengambek, lootia Djoen Kong biarken itoe re­volver direboet dari tangannja. Dengen tinda­kan lesoe lootia Djoen Kong berdjalan keloear. Itoe satoe malem lootia Djoen Kong tida tidoer di roemah, besokan paginja orang ketemoeken ia sedengen tidoer dan dalem keada'an lingloeng di satoe goeboek di tengah sawah.

    Tapi sang tempo ada satoe penawar jang moestadjab boeat sesoeatoe kesengsara'an hati manoesia. Biarpoen bagimana heibat roemah tangganja lootia Djoen Kong bermoela anggep itoe kedjadian dengen Bwee Hoa, tapi lambat laoen itoe kedjadian moelai terloepa.

    Lootia Djoen Kong betoel sadjek itoe hari tida maoe begitoe mengomong lagi dengen anaknja. Ia djarang taoe ada di roemah dan di waktoe ma­lem sesoedahnja makan ia teroes pergi tidoer. Perhoeboengan antara ia dan anaknja djadi semangkin entjer, tapi sebaliknja ia keliatan tam­bah menjajang pada Piet iapoenja anak lelaki, jang itoe waktoe soedah beroemoer ampat taoen. Poen Hong Nio tjoema bitjara dengen Bwee Hoa di mana perloe, hingga plahan-plahan Bwee Hoa merasa jang di dalem itoe roemah orang toeanja ia lebih tida dipandeng sebagi satoe barang jang diboeat djidji.

    Bwee Hoa merasa boekan di dalem roemahnja sadja orang pandeng ia begitoe, tapi djoega djikaloe ia ada keperloean pergi di djalanan, ia me­rasa jang orang pada tjeritain tentang dirinja. Orang-orang lelaki moeda jang berpapasan padanja di djalanan kasih denger sindiran-sindiran jang tida sopan, soeatoe waktoe malahan djoega ada jang brani soeitin atawa tegor padanja di djalan, sebagi djoega ia ada satoe prempoean dja­lanan. Ia merasa sakit hatinja terhadep itoe semoea lelaki jang pandeng dirinja begitoe rendah, tapi perasa'an itoe ia melaenken simpen di dalem kalboenja. Ia mengerti, jang orang-orang lelaki itoe anggep dirinja ada satoe prempoean jang gampang diboeat permaenan. Satoe sama laen berlombah² boeat dapetken padanja, tapi ia mengerti tida satoe antaranja jang aken soedi trima padanja sebagi istri, sebagi pendjaga roemah tangga. Orang ingin dapetken padanja boeat satoe waktoe jang pendek boeat kemoedian dilempar sebagi ampas teboe jang soedah abis manisnja.

    Djikaloe ia berada di dalem kamarnja sendiri, Bwee Hoa seringkali menangis memikirken iapoenja nasib jang boeroek dan tida ada satoe orang jang bisa hiboerken padanja. Njonja Jansen tida lama sesoedahnja Bwee Hoa lari dari roemah soeaminja telah brangkat ka Europa, kerna toean Jansen pergi verlof, sedeng sadjek itoe hari Tek Bie tida keliatan lagi mata idoengnja. Tek Bie te­lah minta brenti dari pekerdja'annja dan ia brangkat ka laen kota, itoe hari djoega sete­lah ia ditampar oleh kapitan Goat Soe.

    Djikaloe di roemahnja kapitan doeloean, Bwee Hoa sering dipoekoel dan sering alamken kesangsara'an hati, tapi masih boleh dibilang lebih mending dari keada'annja sekarang di roemah orang toeanja sendiri. Kaloe laen orang pandeng dirinja sebagi barang jang djidji, itoe masih tida sebrapa, tapi jang orang toeanja sendiri pandeng padanja sebagi satoe barang djidji ini bikin Bwee Hoa sanget merasa sengsara.

    Tjoema kaloe ia sedeng mongmong pada Piet ia mendapet sedikit hiboeran. Tapi Bie Gwat poen tida kasih ia memaen lama-lama dengen Piet, sebagi djoega Bie Gwat koeatir jang tabeatnja Bwee Hoa jang sekarang djadi boeah toetoernja orang nanti menoelar pada iapoenja ade. Selaennja dari itoe Bie Gwat tambah lama tambah berlakoe galak padanja, hingga boeat sesoeatoe kesalahan ketjil ia bisa dimaki abis-abisan. Di dalem kedjadian sebagi ini iapoenja ajah- selaloe berfihak pada Bie Gwat, sedeng Hong Nio achirnja tida brani sama sekali boeat membantah apa-apa terhadep itoe istri moeda. Seringkali djikaloe berada sendirian di dalem kamarnja Bwee Hoa sambil koetjoerken aer mata berpikiran boeat melarikan diri dari roemah orang toeanja jang sekarang bagi ia poen soedah berobah mendjadi astana doeri, ia ada ingetan aken merat, soepaja terlepas dari itoe segala hina'an di da­lem kampoengnja, ia aken tjari pada Tek Bie, kerna di dalem dasar hatinja ia masih menjinta pada itoe pemoeda. Tapi di mana adanja Tek Bie sekarang tida ada seorang jang taoe.

    Sebagi satoe djanda moeda jang tjantik dan jang pertjereannja begitoe mengemperken dan djadi boeah bibirnja sesoeatoe orang di itoe tempat tentoe sadja boekan sedikit lelaki jang ingin dapetken Bwee Hoa. Pemoeda-pemoeda bangor dan lelaki-lelaki hartawan beroelang-oelang kirim orang perantara'annja boeat lamar pada Bwee Hoa, tapi ia tetep menolak, kerna hatinja masih menjinta teroes pada Tek Bie. Dan ini membikin tambah kedjengkelannja lootia Djoen Kong dan Bie Gwat, jang ingin itoe anak lantas bisa ikoet orang lagi, biar seperti bini kedoea atawa keampat, asal tida djadi seboetan orang selama-lamanja. Djoega kapitan Goat See berkali-kali telah kirim orang boeat ambil poelang pada Bwee Hoa, ia menoelis soerat dalem mana ia minta ampoen atas segala perboeatannja, tapi itoe soerat tida pernah dibalesin oleh Bwee Hoa.



    Sam Kok


    F 2.-

    Tambah onkost kirim ƒ 0.20


    The Paragon Press

    Malang


    X.

    SA T O E antara pemoeda jang terkenal dan poen merasa bangga jang ia ada satoe lelaki jang paling bangor di Pasir-Angin adalah Tjioe Ling. lapoenja nama sebetoelnja ada Tjioe Liang, tapi lantaran iapoenja kebangoran pendoedoek itoe tempat kasih padanja gelaran Tjioe Ling, jang terambil dari nama Hoa Tjoe Ling dari boekoe tjerita Tionghoa koeno.

    Di antara kawanan pemoeda bangor jang ingin dapetken Bwee Hoa tentoe sadja ada teritoeng djoega kita poenja Tjioe Ling tapi ini kali segala tipoe akal dari Tjioe Ling boeat dapetken pada itoe djanda moeda telah gagal.

    Ini boekan sadja telah menggentoes perasa'an sombong dari itoe pemoeda, tapi membikin ia djoega tambah bernapsoe boeat dapetken pada Bwee Hoa, siapa poenja roman jang eilok semangkin terbajang-bajang sadja di depan matanja.

    Pada soeatoe hari Tjioe Ling sedeng berkoempoel dengen kawan-kawannja di dalem soehian Banteng Katjepet dan sebagimana biasa pembitjara'an tentoe mengenaken oeroesan prempoean, tapi teroetama tentang dirinja Bwee Hoa, si djanda moeda jang tjantik, bekas see'ienja kapitan dan selaennja tjantik tentoe djoega banjak emas intennja.

    „Soedah!” kata pemoeda jang oleh kawan-kawannja diseboet graaf Matjan Pintjang, sebab kakinja jang sebelah rada pintjang bekas penjakit Pehong,” goea soedah bosen loe orang kaga ada laen jang diseboet si Bwee, dan lagi sekali si Bwee, seperti djoega di Pasir Angin kaga ada laen prempoean jang lebih tjantik seperti si Bwee!”

    „Tapi biar begitoe,” kata baron Radio Rebek, siapa dikasih nama begitoe lantaran tengorokannja pernah berkenalan dengen penjakit radja singa,” si Bwee toch paling menarik, paling djinek, tapi paling soesah ditangkep, sehingga kitapoenja tay-ong Tjioe Ling kepoetoesan akal dan kabarnja soedah pikir-pikir boeat makan siangkalim sadja lantaran tra tahan menanggoeng terlampau banjak rindoe. Adoe, mah!”

    Tjioe Ling jang sedeng hadepken satoe botol brandy dan berada dalem keada'an sinting laloe tertawa berkakakan. Ia iroep lagi satoe glas dari itoe minoeman dan berkata:

    „Ini dia itoe siangkalim, sobat-sobat! Mari minoem sama-sama!"

    Kemoedian ia berkata poela:

    „Kaloe goea maoe dapetin si Bwee dengen soenggoeh-soenggoeh satoe kali tjetjrekin goea poenja djeridji, itoe boeroeng merpati aken dateng kemari!”

    Jang laen-laen pada tertawain, kerna semoea soedah pada taoe jang Tjioe Ling soedah hamboerken banjak oewang dan segala roepa akal boeat dapetken pada Bwee Hoa, tapi si-sia sadja.

    „Biar loe soedah maoe mampoes,” kata graaf Matjan Pintjang, „tapi roepanja loepoenja kesombongan belon djoega djadi linjap. Pendeknja goea maoe tarohan sama loe tjepetoen, jang loe kaga bisa dapetken Bwee Hoa dalem tempo satoe minggoe!”

    „Ha! Ha! Ha!” dan Tjioe Ling laloe berdiri seperti hendak bikin satoe pidato, „olret! Mari itoe oewang, sobat! Ini djam djoega goea brani bertaroh jang goea nanti bisa tjioem pipinja Bwee Hoa jang litjin!”

    Semoea orang pada bersoerak, tapi tida ada satoe jang pertjaja pada omongannja itoe pemoeda.

    „Baek,” kata graaf Matjan Pintjang, „saksi-saksi di sini toekoep banjak. Goea kasih loe seratoes perak, kaloe loe bisa tjioem pipinja Bwee Hoa dalem ini satoe djam!”

    „Djadi!” kata Tjoe Ling, „loe djangan moengkir!”

    Dan dengen tindakan jang tida tetep ia berdjalan kloear, dipandeng oleh iapoenja sobat-sobat.

    Itoe soehian kebetoelan letaknja tida sebrapa djaoeh dari roemahnja lootia Djoen Kong, hingga segala apa jang kedjadian di depan roemahnja itoe lootia bisa terliat teges dari itoe roemah plesiran. Begitoe maka itoe semoea pemoeda mengetahoei, jang pada itoe djam lootia Djoen Kong ti­da di roemahnja, kerna ia moesti oeroes iapoenja pekerdja'an di kongsi dari itoe tanah partikoelir.

    Itoe koetika Bwee Hoa sedeng berada di depan roemah, mendjaga Piet jang sedeng memaen di kebonan. Ia sama sekali tida taoe, jang serombongan pemoeda mengintjer padanja dan pada liat jang Tjioe Ling dateng menghampiri padanja. Taoe-taoe Tjioe Ling soedah masoek di kebon dan berada tida djaoeh dari mana ia berada. Bwee Hoa kira itoe orang ada keperloean pada ajahnja, tapi di dalem hatinja toch ada sedikit kekoeatiran, kerna itoe pemoeda ia sering liwat moendar-mandir di depan roemahnja. Ia hendak berlari ka dalem, tapi ia pikir lagi jang ia aken berlakoe tida taoe adat pada satoe tetamoe.

    „Slamet sore, nona!” kata Tjoe Ling dan dateng semangkin deket,” apa nona tida kesepian sendirian sadja?”

    Dan sebelonnja Bwee Hoa bisa berkata apa-apa, itoe pemoeda soedah tjekel tangannja Bwee Hoa dan bergerak boeat tjoeri satoe tjioeman di pipinja Bwee Hoa. Tapi sebelonnja kesampean maksoednja, Bwee Hoa boeang moekanja. Ia tarik tangannja, tapi Tjioe Ling pegangin itoe tangan dengen keras. Sesa'at lamanja marika berkoetetan. Itoe koetika Bie Gwat berdjalan kloear dan liat, bagimana Bwee Hoa kasih tangannja dipegang oleh seorang pemoeda jang tida terkenal.

    Meliat itoe pemandengan Bie Gwat djadi merasa sanget goesar. Ia laloe berdjalan tjepet dan angkat Piet dari tanah boeat pondong padanja dan bawa masoek ka dalem. Dengen mata melotot ia memandeng pada Bwee Hoa jang djadi kemekmek dan sambil bertindak dengen tjepet, Bie Gwat berkata: „Dasar soendel!”

    Datengnja itoe iboe tiri sama sekali tida terdoega oleh Tjioe Ling jang itoe koetika sintingnja moelai ilang. Ia boekan sadja tida landjoetken niatannja boeat tjioem pada Bwee Hoa, tapi dengen lemes ia lepasken tangannja Bwee Hoa jang ia pegangin sedari tadi. Perkata'an dari Bie Gwat jang ditoedjoeken pada Bwee Hoa telah sanget menoesoek hatinja. Sekarang ia baroe insjaf, bagimana iapoenja perboeatan jang tengik itoe bakal mendjadi boentoetnja boeat itoe prempoean jang sama sekali tida berdosa. Baroesan Tjioe Ling tjoema satoe binatang, tapi sekarang ia berbalik manoesia lagi. Ia merasa perih dan menjesel atas perboeatannja sendiri. Ia pandeng moekanja Bwee Hoa, jang toendoekin moekanja dalem keada'an jang begitoe mengantjoerken hati. Berboetir-boetir aer mata mengalir di mana pipinja.

    Tjioe Ling kepingin itoe waktoe tanah melekah, soepaja ia boleh ambles ka dalem tanah, agar tida oesah meliat itoe pemandengan jang mengenesken. Ia tida taoe apa jang itoe sa'at ia moesti berboeat, tapi achirnja dengen bibir bergoemeteran ia berkata dengen soeara plahan :

    „Ma'af, beriboe ma'af, nona! Baroesan saja berada dalem keada'an mabok!”

    Tapi Bwee Hoa tida menjaoet, ia tjoema memandeng dengen matanja jang basah pada itoe pemoeda sekoetika lamanja. Itoe sinaran mata jang teraling dengen aer kesedihan dirasaken lebih heibat dari pada perkata'an pedes oleh Tjioe Ling. Plahan-plahan Bwee Hoa balikin badannja, dengen tindakan lesoe ia masoek ka dalem roemahnja dengen sebentar-bentar tjit aer-matanja dengen iapoenja oedjoeng badjoe.

    Tatkala kombali di antara kawan-kawannja, Tjioe Ling ditertawain. Tapi dalem dirinja Tjioe Ling telah terdjadi satoe perobahan besar jang tida bisa ditebak oleh sobat-sobatnja. Itoe sinaran mata dari Bwee Hoa, oh! Kawan-kawannja kira, jang Tjioe Ling sekarang begitoe pendiam lantaran ia moesti bajar seratoes roepiah pada graaf Matjan Pintjang, tapi Tjioe Ling lebih soeka seantero harta bandanja mendjadi ambles, asal sadja bisa bikin betoel lagi kedjadian jang tadi. Ia doedoek terpekoer dengen peloek dengkoelnja.

    „Masa baroe kalah tjepetoen sadja loe soedah seperti maoe mampoes. Ling!” mengoda kawan-kawannja.

    Itoe semoea goda'an seperti tida terdenger sama sekali oleh Tjioe Ling. Tapi mendadakan ia bangoen dari tempat doedoeknja dan berkata dengen ewa:

    „Goea bentji sama loe semoea! Loe orang ini tjoema roepanja sadja manoesia. Loe pake pakean bagoes dan dasi jang indah, tapi loepoenja hati lebih boeroek dari binatang!”

    Mendadakan kawan-kawannja brenti menggoda. Marika bermoela merasa heran dengen tingka lakoenja Tjioe Ling jang berkata lebih djaoeh dengen perkata'an lebih sabar:

    „Kaloe loe orang liat prempoean sedikit bagoes, lantas segala pikiran boeroek timboel di loe orang poenja hati. Djangan membantah, di antara loe orang djoega teritoeng goea sendiri. Perkata'an jang goea oetjapken sekarang ditoedjoeken boeat loe orang semoea, seperti djoega pada diri goea sendiri.

    Ja, prempoean, itoe di mata loe orang semoea, tjoema berarti koelit jang bersih, mata jang tjeli, idoeng bangir, potongan gitar dan setaoe apa lagi, tapi loe orang loepa, jang di dalem itoe badan jang loe orang inginken ada tersimpen satoe hati. Itoe hati bisa merasa perih, bisa me­rasa loeka dan bisa merasa antjoer, tapi loe orang tida pikir itoe semoea.”

    Tjioe Ling brenti sebentar dan sambil toendoekin kepalanja ia berkata lagi dengen soeara lebih plahan:

    „Ja, loe orang sering kasih alesan. Kita orang berboeat begitoe atawa begini, lantaran prempoean jang kasih sebab. Prempoean jang sengadja berpakean begitoe roepa boeat timboelken napsoe hati kita, tapi bagimana boengah di kebon bisa menjegah jang dirinja menarik hati? Tapi loe orang poenja tangan jang djail boekan petik itoe boengah boeat dipandeng dan ditjioem sadja wanginja, tapi boeat dipetik dan kemoedian dilempar. Loe orang pandang itoe boengah tapi loe orang loepa, jang boengah itoe ada manoesia, tida beda dengen loe atawa goea.”

    Tjioe Ling oetjapken itoe semoea perkata'an dengen begitoe soenggoeh-soenggoeh, hingga keada'an di dalem roeangan mendjadi soenji seperti dalem gredja.

    „Bwee Hoa oepamanja,” kata poela Tjioe Ling, „sebab ia djanda dan sebab loe orang denger orang poenja lida boesoek, jang ia telah berkendak dengen seorang lelaki laen, loe orang lantas anggep jang itoe ada loe orang poenja kans boeat tjitjipin djoega madoenja. Kaloe loe orang meliat seorang prempoean jang ampir djatoh, loe orang boekan toeloeng atawa pindahken ka tempat jang lebih aman, tapi loe orang djorokin baroe merasa poeas, kaloe itoe prempoean soedah djatoh betoel-betoel di dalem loempoer! Di sitoe itoe prempoean terasing dan tertjela oleh sedoenia, mati tida, hidoep poen tida dan siahwee kita djidji pada orang-orang begitoe, sebab siahwee kita ada siahwee dari dewadewa atawa manoesia-manoesia setengah melaikat!

    „Loe djangan mesem, Loe maoe bilang: 'Ja. Tjioe Ling, loe bisa mengomong, tapi loe sendiri ada tida beda atawa lebih dari kita!' Goea mengakoeh, jang goea di antara loe terkenal paling bangor, tapi di dalem dasar hati goea masih ada itoe pertimbangan. Itoe pertimbangan telah tertindes oleh napsoenja sang hati, tapi biar loe orang taoe, Bwee Hoa poenja aer mata telah obatin goea poenja moraal jang soedah bedjat!”

    Kemoedian dengen tida berkata satoe apa lagi, Tjioe Ling bertindak keloear dari itoe soehian, tinggalken kawan-kawannja jang pada melongo liat ini perobahan loear biasa dalem dirinja Tjioe Ling, tapi perkata'annja Tjioe Ling telah meresep betoel ka dalem hatinja itoe sekalian pemoeda.

    XI.

    DA S A R soendel !”

    Perkata'an dari iboe tirinja itoe masih sadja terdenger di dalem koepingnja Bwee Hoa. Tapi apa tjoema Bie Gwat sadja jang bilang begitoe tentang dirinja? Tida, boekan iboe tirinja sadja. lapoenja bekas soeami, kapitan Goat Soe, poen pernah memaki begitoe padanja, iapoenja ajah koetika dalem marahnja, ja, seantero tempat itoe kaloe ia sedeng berdjalan pada menoendjoek-noedjoek: „Dasar soendel!”

    Tjoema njonja Jansen, iboenja dan Tek Bie jang tida pernah oetjapken itoe perkata'an pada­nja Tapi njonja Jansen dengen soeaminja seka­rang ada di Europa, iboenja tjoema meroepaken boneka hidoep di dalem roemah, sedeng Tek Bie, ja, ia sendiri tida taoe Tek Bie ada di mana.

    Apa betoel ia ada prempoean begitoe, sebagimana iboe tirinja namaken padanja? Tapi toch tjoema Allah jang taoe, jang iapoenja batin dan soekma sebetoelnja tjoema menjinta pada satoe orang, pada Tek Bie! Apa perasa'an begini bisa dinamakan perasa'annja satoe . . . . . . . . . .?

    Kegoesarannja lootia Djoen Kong, koetika Bie Gwat toetoerken, jang Bwe Hoa brani maen gila dengen satoe pemoeda di depan matanja sendiri, telah membikin itoe erang toea mendjadi kalap. Apa jang ia belon pernah berboeat terhadep diri anaknja, ia telah lakoeken itoe hari. Ia djambak ramboetnja Bwee Hoa dan banting padanja di tanah.

    „Anak tjilaka, apa selama-lamanjâ loe maoe bikin maloe orang toea sadja? Dasar soendel!”

    Bwee Hoa merangkang dan meratap ampoen. Tapi lootia Djoen Kong semangkin goesar, tendangan dan poekoelan djatohnja seperti oedjan di badannja Bwee Hoa.

    Achirnja Bwee Hoa djatoh pangsan.

    Koetika ia sedar kombali, ia masih mengletak di djoebin, tapi iboenja ada di deket ia dan basahin iapoenja djidat dengen aer dingin.

    „Oh, iboe! iboe!”

    Ia djatohken kepalanja di pangkoeannja iapoenja iboe dan menangis. Dengen perkata'an poetoes-poetoes Bwee Hoa toetoerken apa sebenernja telah kedjadian. Ia sama sekali tida kenal dengen itoe pemoeda, tapi itoe pemoeda berboeat sanget koerang adjar, hingga ia djadi kemeknek. Sebelonnja ia bisa tarik tangannja dari pegangannja itoe pemoeda, Bie Gwat soedah kloear dan meliat itoe kedjadian.

    „Saja toch tida bersalah, oh, iboe?”

    „Tida anak, kaoe tida bersalah, ini semoea ada iboe poenja kesalahan. Tapi apa jang iboe bisa berboeat goena kaoe, sedeng sekarang ini roemah soedah seperti boekan roemah kita lagi?”

    „Saja ingin pergi, iboe,” meratap Bwee Hoa, „pergi djaoeh dari sini!”

    „Tapi Bwee ke mana kaoe hendak pergi. menanja Hong Nio dengen koeatir dan ngenes me­liat keada'an anaknja.

    „Tida perdoeli ka mana, iboe,” kata Bwee Hoa, „asal djaoeh dari sini, saja bisa pergi pada Koh Lian di Tjibodas atawa pada I'ih Tjiparoesa, tida perdoeli ka mana, asal djaoeh dari sini.

    Baroe sekarang Hong Nio merasa begitoe berat boeat berpisahan dengen anaknja, tapi ia mengerti, jang Bwee Hoa tida bisa tinggal lebih lama di Pasir-Angin, di mana ia soedah djadi boeah toetoernja orang.

    „Kaoe maoe pergi pada Koh Lian atawa I'ih Tjiparoesa, baeklah, anak, tapi di sana kaoe moesti bisa djaga diri,” achirnja Hong Nio berkata.

    Kemoedian ia pergi mengambil oewang simpenannja, serahken itoe oewang pada Bwee Hoa dan itoe sore djoega Bwee Hoa tinggalken roemah orang toeanja, dengen tida bisa ketemoe doeloe dengen ajahnja dan Bie Gwat, kerna marika teroes berdiam di dalem kamar.

    Hong Nio mengawasi anaknja jang berdjalan pergi dengen hati jang ngenes. Itoe waktoe keada'an soedah magrib, matahari tjoema meninggalkan sinarnja jang merah koening di antara sela-sela goenoeng, sedeng di mana pepoehoenan soeara tonggeret moelai kedengeran. Kaloe Bwee Hoa berdjalan tjepet dalem setengah djam sadja tentoe ia bakal sampe di roemahnja iapoenja Koh di Tjibodas.

    Tapi Bwee Hoa tida biasa berdjalan djaoeh, lebih lagi djalanan ka Tjibodas ada sanget naek. Begitoelah maka sesoedahnja keada'an gelap ia sampe di roemahnja iapoenja Koh. Tapi Kohnja trima pada Bwee Hoa boekan sadja sanget adem, tapi ia oendjoek teroes terang, jang ia merasa keberatan boeat Bwee Hoa tinggal di sitoe. Bwee Hoa poenja semoea lelakon ternjata soedah tersiar djoega ka Tjibodas dan djoega di sana ia soedah djadi boeah toetoernja pendoedoek. Bini moedanja kapitan jang ditjereken lantaran maen gila dengen satoe pemoeda!

    Bwee Hoa poenja Koh sebetoelnja boekan seorang jang berhati kedjem, tapi ia sanget takoet pada anggepan orang. Lagi ia moesti inget pada nasib anaknja sendiri jang masih gadis. Kaloe orang taoe, jang Bwee Hoa tinggal dalem satoe roemah dengen iapoenja gadis, tentoe iapoenja gadis poen nanti djadi boeah toetoernja orang dan di kemoedian hari tentoe bakal tida lakoe.

    „Boekan Koh tida merasa kesian pada Bwee,” kate itoe Koh, „tapi Bwee tentoe mengerti sendiri, kerna Koh masih ada anak jang masih gadis. Ini malem Bwee boleh menginep di sini, tapi besok baekan Bwee pergi di roemahnja I'ih di Tjiparoesa. Boeat I'ih tentoe tida merasa keberatan boeat ditoempangin oleh Bwee, kerna I'ih tida mempoenjai anak gadis.”

    Mendenger itoe perkata'an dari iapoenja Koh, jang biasanja berlakoe manis padanja, Bwee Hoa ampir maoe menangis. Djoega di sini orang pandeng padanja sebagi satoe barang jang diboeat djidji, poen di sini orang takoet dideketin olehnja, sebagi djoega ia ada satoe penjakit menoelar.

    „Boeat Koh poenja ketjinta'an hati aken kasih saja menginep ini maiem di sini,” kata Bwee Hoa jang masih mempoenjai keangkoehan diri, „Saja membilang banjak trima kasih. Tapi Bwee rasa lebih baek ini malem djoega Bwee pergi ka roemahnja I'ih.”

    Itoe Koh menahan sedikit, tapi Bwee merasa, jang di dalem hatinja itoe Koh sebetoelnja merasa girang jang ia tida menginep di sitoe satoe malem. Begitoelah Bwee Hoa landjoetken lagi perdjalanannja, maskipoen itoe waktoe keada'an soedah djadi gelap goelita.

    Di waktoe malem antara Tjibodas dan Tjiparoesa djarang ada kandaran liwat dan itoe djalanan terkenal tida aman, sebab sering ada orang jang dirampas. Maskipoen iapoenja kaki bertin­dak, hatinja Bwee Hoa merasa sanget takoet, teroetama kaloe ia liwatin djalanan jang di kiri kanannja meloeloe oetan. Iapoenja badan merasa sanget lelah, sedeng kakinja merasa sakit. Ia boeka iapoenja kasoet dan laloe berdjalan dengen tjiaka, tapi ia moesti pake lagi kasoetnja, sebab iapoenja telapakan kaki ampir tida koeat mengindjek lagi. Di pinggir djalanan ia laloe berdoedoek boeat ilangken tjapenja. Kaloe pepoehoenan berkresekan hatinja Bwee Hoa berdebar-debar dan kringet dingin membasahin sekoedjoer badannja. Ia hendak berdjalan teroes, tapi iapoenja oerat-oerat kaki dirasaken kakoe. Sementara itoe lantaran waktoe hendak brangkat ia tida makan doeloe, peroetnja dirasaken sanget lapar.

    Di langit jang gelap terdenger soeara gloedoekan, sedeng angin menioep semangkin keras, hingga Bwee Hoa rasaken badannja kedinginan. Aer oedjan moelai toeroen, semangkin lama semangkin deres.

    Biarpoen hatinja merasa takoet, tapi soepaja djangan terlaloe kebasahan, Bwee Hoa laloe masoek di oetan dan tjari perlindoengan di bawah satoe poehoen besar, jang bisa alingin dirinja dari aer oedjan.

    Angin jang menioep dibaringen dengen berkredepnja sang kilat dan soeara gloedoek. Badannja Bwee Hoa bergoemeteran lantaran dingin dan takoet, ia menjender pada pongkot poehoen dan meremin matanja.

    Brapa lama Bwee Hoa berdiri dalem keada'an begitoe ia tida taoe, tapi koetika angin moelai tedoeh dan oedjan moelai brenti, iapoenja seantero pakean mendjadi lepek dan badannja kedinginan. Peroetnja melilit lantaran laper, sedeng kedoea kakinja ada sedikit bengkak lantaran ketjapean.

    Tapi Bwee Hoa merasa soekoer, djoega jang itoe koetika keada'an soedah remeng-remeng, menandaken soedah ampir pagi.

    Oedjan masih grimis, tapi Bwee Hoa laloe kloear dari itoe oetan. Di djalanan ia denger dari djaoeh soeara kreta jang mendatengin. Ternjata kreta itoe ada kosong dan menoedjoe ka djoeroesan Tjiparoesa. Bwee Hoa laloe naek itoe kreta dan dalem keada'an sakit badan dan lahir ia sampe di roemahnja iapoenja I'ih.

    Tapi di sana ia kombali ketjele, kerna roemah I'ihnja ditoetoep. Dari tetangga di sitoe Bwee Hoa dapet taoe, jang I'ihnja soedah bebrapa hari pergi ka kota. Dengen pakean antero basah, badan kedinginan dan peroet kelaperan, Bwee Hoa berdiri di depan itoe roemah kosong dengen tida taoe ka mana ia moesti pergi sekarang.

    XII.

    B A N D O E N G.
    Kota dengen soemanget moeda, tapi djoega dengen segala tjatjat-tjatjat dari iapoenja kemoeda'an. Kapitan Goat See soeka pada ini kota dengen segala iapoenja keindahan. Djikaloe ia dateng di kota boeat satoe atawa laen keperloean ia selamanja tinggal lebih lama di iapoenja gedong ketjil jang terletak di Astana-anjarweg. Ia sengadja beli itoe gedong jang ia goenaken djoega sebagi iapoenja kantoor dan di mana ia tinggal kaloe sedeng berdiam di dalem kota.

    Sebagi seorang hartawan dan seorang jang pada waktoe itoe boleh dibilang soedah termasoek kalangan modern Goat Soe soeka pada segala apa jang baroe. Waktoe auto jang pertama moelai masoek di ini kepoeloan adalah kapitan Goat Soe jang mempoenjai auto jang pertama di itoe kota pegoenoengan. Kapitan Goat Soe merasa bangga dengen itoe kandaran baroe, teroetama djikaloe ia sedeng berkandaraan di dalem kota orang pada memandeng padanja dengen kagoem. Ampir setiap sore Goat Soe pesiar dengen autonjä koeliling kota ia menjender di dalem itoe kandaran sambil isep seroetoe dan ia memandeng dengen sebelah mata pada itoe orang-orang jang liwat di djalanan dan terpaksa berdjalan kaki atawa toenggang speda. Sesoeatoe orang Tionghoa jang berpapasan pada boeka topinja pada itoe kapitan, seperti adat kebiasa'an di itoe djaman. Dan siapa jang tida toeroet ini peradatan soedah boleh dipastiken jang ia aken dapetken roepa-roepa goda'an atawa tindesan dari kaptoa.

    Tapi kekaja'an doenia, kendatipoen oleh satoe atawa laen kealpa'an dari Iboe alam tida terbagi rata dalem doenia, hingga jang kaja kebanjakan dan jang miskin kekoerangan, jang hartawan tambah ditoempoek, jang miskin tambah digaroek, kekaja'an tida dipacht oleh kapitan Goat Soe sendiri sebagi djoega ia boleh pacht madat atawa garem. Autonja kapitan jang pada waktoe itoe terkenal indah selang brapa lama sadja soedah termasoek barang koeno. Ia membeli jang baroe, tapi laen orang beli jang lebih baroe dan lebih bagoes dan begitoe seteroesnja.

    Satoe hari kapitan Goat Soe kombali sedeng pesiar dengen autonja jang paling baroe, satoe auto dengen raam katja dan pantes digoenaken oleh radja-radja. Ia merasa jang di dalem itoe kota tida ada laen orang lagi jang mempoenjai auto begitoe bagoes dan mahal. Tapi sekoenjoeng-koenjoeng satoe auto laen jang dikemoediken oleh satoe pemoeda liwatin padanja dengen kentjeng. Itoe auto ada lebih bagoes dan lebih baroe dari autonja kapitan, hingga tatkala meliat itoe kandaran menjerepet di sampingnja, kapitan Goat Soe ampir lontjat dari tempat doedoeknja. Siapa adanja itoe orang koerang adjar?

    „Oeber!” memerentah kapitan Goat Soe pada sopirnja. Itoe auto seperti mentjelat dan oeber itoe auto tjet merah jang keliatan di depan. Ta­pi seperti disengadjain itoe auto tjat merah dilariken lebih keras lagi ka djoeroesan Lembang, satoe djalanan jang sanget naek. Dan biarpoen dikasih vol gas, tapi autonja Goat Soe selaloe keblakangan, hingga itoe kapitan merasa sanget djengkel.

    „Ajo, kasih gas!” kata itoe kapitein dengen moeka merah lantaran goesar pada sopirnja, „apa loe engga bisa kandarin auto?”

    Itoe sopir berboeat apa jang ia bisa, tapi itoe auto merah selaloe ada di depan. Satoe tempo itoe auto merah direm, hingga autonja kapitan bisa meliwatin, tapi tida lama kemoedian dengen gampang ia bisa doeloein lagi, hingga membikin Goat Soe tambah djengkel, sebab ia merasa itoe orang jang di auto merah sengadja adjak ia berlombah.

    Boeat kesekean kalinja itoe auto merah kasih dirinja di doeloein.

    „Djangan kasih liwat," kata Goat Soe dengen gergetan, „brentiken dan pasang melintang!"

    Begitoe autonja Goat Soe mendadakan direm dan dipasang melintang di djalanan dan lantaran itoe auto merah baroe dikasih gas boeat mendoeloein, itoe doea kandaran telah beradoe dengen keras. Kapitan Goat Coe terlempar dari tempat doedoeknja, tapi tida dapet loeka.

    Dengen membawa toengketnja ia keloear dari itoe kandaran. Djoega itoe pemoeda kloear dari auto merah. Sebelah spatbord autonja Goat Soe telah ringsek seperti orang kalah perang lantaran kebentoer bumpers dari itoe auto jang merah.

    „Apa mengertinja ini?” tanja Goat Soe dengen goesar sambil bertindak menghampiri itoe pemoeda. Goat Soe poenja roman keliatan goesar sekali, tapi itoe pemoeda tinggal mesem. Ini membikin tambah goesar pada itoe kapitan, hingga ia ini memandeng dengen lebih teges pada itoe pemoeda. Bagimana mentjelosnja iapoenja hati, tatkala ia dapet kenalin siapa adanja itoe pemoeda jang ternjata boekan laen orang dari.... Tek Bie!

    Sekoetika lamanja kapitan Goat Soe melongo. Apa betoel jang ada di depannja itoe ada Tek Bie, itoe djoeroetoelis jang tjoema makan gadjih bebrapa belas roepiah dari tanah Pasir-Angin? Itoe Tek Bie jang ia pernah tampar moekanja dan tida melawan? Boekan sadja tida melawan, tapi malahan telah mengilang dari itoe tanah dengen diam-diam? Apa matanja tida salah liat? Dan sebagi djoega iapoenja auto, pakean Tek Bie poen ada begitoe ganteng, terbikin dari kaen wol jang paling mahal dan kaloe tida kliroe potongan Savelkoul

    Dan baroe sekarang kapitan Goat Soe dapet liat, bahoea Tek Bie boekan berada sendirian di dalem auto, tapi di bangkoe blakang ada berdoedoek satoe prempoean moeda jang tjantik dan berpakean indah. Sebagi djoega Tek Bie, itoe prempoean eilok poen tersenjoem sadja. Siapatah adanja itoe prempoean?

    „Kaoe?" Itoe perkata'an kloear dari moeloetnja Goat Soe seperti orang jang berada dalem mimpi.

    „Betoel, kaptoa," saoet Tek Bie dengen sabar, „kita orang ada kenalan lama, oewe boekan laen dari Tek Bie, ex-djoeroetoelis dari tanah partikoelir Pasir-Angin!”

    „Mary," kata Tek Bie lebih djaoeh, sambil berpaling pada itoe prempoean eilok, „ini ada kapi­tan Be Goat Soe, doeloe engko poenja kenalan lama.”

    Tek Bie sekarang keliatan sanget berobah. Iapoenja tingka lakoe menoendjoekin keagoengan. Dari pemoeda jang biasa tjoema trima prentah orang iapoenja sikep sekarang ada sebagi orang jang biasa memerentah, hingga kapitan Goat Soe merasa, jang ia tida bisa perlakoeken lagi itoe pemoeda seperti doeloe. Kapitan Goat Soe terpak­sa manggoetken kepalanja pada itoe prempoean tjantik.

    „Mary ada oewee poenja istri,” menerangkan Tek Bie lebih djaoeh dan Goat Soe semangkin gegetoen dan penasaran di dalem hatinja. Ia sen­diri jang sekarang merasa kikoek dan tida taoe apa jang ia moesti berboeat. Tapi achirnja ia berkata lagi:

    „Tapi apa mengertinja ini?” dan sambil kata begitoe ia menoendjoék dengen toengketnja pa­da iapoenja spatbord jang soedah ringsek.

    „Menjesel sekali,” saoet Tek Bie dengen sa­bar dan masih sadja tersenjoem, „itoe ada satoe ketjilaka'an jang tida bisa ditjegah. Oewee sedeng tjoba oewee poenja auto dan apa maoe kaptoa poenja sopir roepanja rada mengantoek, sebab ia bikin melintang kandarannja dan lantas terdjadi ini toebroekan.”

    „Tapi,” kata ia padanja dengen sabar jang di­bikin-bikin, „kaptoa djangan djadi koeatir, ini karoesakan oewee nanti ganti, toch tida sebrapa paling banjak bebrapa ratoes roepiah!”

    Di dalem hatinja Goat Soe merasa gemes betoel denger perkata'annja itoe pemoeda. Tek Bie itoe djoeroetoelis miskin sekarang bitjara tentang oewang ratoesan seperti djoega oewang bebrapa sen. Tapi Tek Bie selaloe oendjoek hormat, hingga Goat Soe tida bisa berboeat satoe apa.

    Dengen tida berkata satoe patah perkata'an lagi, Goat Soe laloe naek kombali ka dalem autonja dan soeroe sopirnja djalanken itoe auto. Tapi apa maoe, bentoeran itoe telah membikin roesak djoega sala satoe bagian dari motornja, hingga biar itoe sopir berkoetetan, tapi itoe auto tida maoe djoega djalan. Samentara itoe autonja Tek Bie soedah dikasih moendoer, dipoeterken dan siap boeat ambil djalan kombali.

    Meliat jang autonja Goat Soe mogok, Tek Bie toeroen lagi dari autonja dan samperken pada itoe kapitan. Poen Mary toeroet toeroen.

    „Kaptoa poenja auto biar bagimana djoega tida bisa djalan lagi,” kata Tek Bie, sesoedahnja melongok sebentar di bagian motornja, „sebab cylindernja petjah.”

    „Tapi ini kedjadian moesti djadi perkara,” kata Goat Soe dengen goesar.

    „Itoe ada oeroesan blakangan,” kata Tek Bie dengen tetep sabar, „dan djikaloe oewee bersalah seperti tadi oewee bilang, oewee nanti ganti semoea kaptoa poenja keroegian. Tapi sekarang oewee oendang pada kaptoa boeat ikoet dengen oewee poenja auto poelang ka kota, sebab di sini djarang ada kandaran liwat dan dari Lembang ka Bandoeng boekan perdjalanan deket.”

    Goat Soe merasa tambah mendongkol dan ia kepingin tampar itoe pemoeda lagi sekali, tapi sikepnja Tek Bie ada begitoe laen, hingga ia tida brani lakoeken itoe keinginan.

    „Tida, goea lebih soeka djalan kaki,” saoet Goat Soe dongen merengoet. Tapi Mary mendeketin. Ia ada memake rok dadoe dan keliatan begitoe menarik hati.

    „Entjek,” kata Mary dengen lemah lemboet. „marilah toeroet sadja sama kita. Boeat apa en­tjek moesti marah boeat kedjadian jang begitoe ketjil. Ini djalanan ada sanget sepih djarang ada auto liwat di sini. Marilah, entjek!”

    Itoe roman manis, perkata'an jang lemah-lemboet dan teroetama keada'an jang memang tida bisa dibantah, jang ia moesti djalan kaki ka Bandoeng kaloe ia tida maoe toeroet autonja Tek Bie, memaksa Goat Soe boeat toeroen lagi dari autonja dan toeroet pada autonja Tek Bie. Di dalem hatinja biarpoen begitoe perasa'an maloe dan goesar tertjampoer mendjadi satoe. Pikiran-pikiran boeat membikin pembalesan di blakang hari mengoelek di dalem kepalanja itoe kapitan. Ia menengok pada Mary jang doedoek di dampingnja, dengen Tek Bie jang memegang stuur. Itoe auto dilariken tjepet seperti terbang. Tek Bie sebagi djoega maoe kasih liat pada Goat Soe, jang iapoenja auto tida bisa ditandingin dengen segala auto bogrek kepoenja'annja itoe kapitan.

    Selama di dalem itoe auto dirinja Goat Soe me­rasa seperti tersiksa, ia berada dalem keada'an begitoe tida berdaja, hingga ia seolah-olah moesti dapet belas kasiannja itoe pemoeda jang bertingka. Tapi baek djoega ada Mary, jang sama sekali tida mengetahoei tentang kedjadian-kedjadian di waktoe doeloe antara soeaminja dengen itoe kapitan.

    „Entjek kaptoa tinggal, di mana?” tanja Mary.

    „Di Astana-Anjarweg,” saoet Goat Soe dengen terpaksa, tapi sebetoelnja ia ingin sekali boeat bitjara banjak dengen itoe prempoean jang sanget menarik hatinja, „tapi entjek poenja roemah tinggal ada di Pasir-Angin, sebab di sana entjek ada mempoenjai tanah sendiri.”

    „Kita tinggal di Andir,” kata Mary lagi, „satoe tempo, kaloe entjek tida keberatan dan ada tem­po, haraplah soeka koendjoengken kita.”

    „Apa nona boekan anaknja Phoa Gwan Kok?” tanja itoe kapitan jang inget, bahoea di Andir tjoema ada tinggal satoe hartawan dengen itoe nama.

    „Betoel,” saoet Mary, „apa entjek kenal pada papa?”

    „Kenal sedikit,” saoet Goat Soe dan di dalem hatinja tida abis berpikir, bagimana Tek Bie bisa djadi mantoenja itoe fabrikant hartawan pada kekaja'an siapa hartanja Goat Soe tida bisa menempil.

    Tapi nasib manoesia ada seperti ombak di laoet, sebentar terdampar ka batoe karang jang keras, sebentar teroembang-ambing di tengah laoetan, nanti tenggelem, nanti timboel. Begitoepoen dengen perdjalanannja Tek Bie. Koetika ia dengen perasa'an maloe meninggalken Pasir-Angin, ia begitoe miskin seperti tikoes koeroes. Berboelan-boelan ia hidoep dengen sengsara di kota dengen tida dapet pekerdja'an sampe pada satoe hari ia bisa dapet pekerdja'an seperti toekang timbang padi di fabriek beras Phoa Gwan Kok. Ia memandjat semangkin tinggi, sehingga ia mendjadi koeasa dari itoe fabriek. Blakangan ia bisa berkenalan dengen Mary dan boeat doea pemoeda jang sering bertemoe perasa'an tjinta gampang bersemi, hingga achirnja dengen setoedjoeannja Phoa Gwan Kok, Tek Bie telah menikah dengen Mary dan djadi seorang hartawan. Ia telah mendjadi seorang kaja, tapi ia belon pernah loepaken perlakoean apa ia telah pernah dapetken dari kapitan Be Goat Soe di Pasir Angin.

    XIII.

    KO E T I K A ia berada kombali di dalem roemahnja kapitan Be Goat Soe doedoek berpikir di dalem iapoenja kamar toelis. Dengen oering-oeringan ia kesampingken segala soerat-soerat dienst jang ada di atas medjanja, di antara mana ada soerat-soerat dari resident dan djoega dari gouverneur generaal. Ah, perdoeli apatah ia dengen itoe semoea, kaloe ia sebagi kapitein der Chineezen moesti alamken itoe perhina'an dari segala tjetjeroet seperti Tek Bie. Kerna jang kedjadian baroesan sore ada disengadja boeat menghina padanja itoe ia tjoekoep merasa, biarpoen Tek Bie berlakoe hormat, hormat jang ia insjaf sanget dibikin-bikin.

    Keada'an soedah moelai gelap, tapi kapitan Goat Soe masih sadja doedoek terpekoer seorang diri di dalem kamar toelisnja. Koetika djongosnja dateng boeat pasang lampoe ia gebos itoe djongos dan soeroeh ambil brandy. Tida lama ia poenja moeka bertambah merah lantaran tida brentinja ia tjegloek itoe minoeman. Kapitan Goat Soe merasa goesar pada segala apa, pada doenia dan pada Allah. Bah, Allah? Djikaloe betoel ada Allah, moestail seorang jang seperti Tek Bie, jang kendakin istrinja laen orang, bisa dapet begitoe banjak kesenengan jang harta bisa beriken pada manoesia? Kenapa Tek Bie tida dikoetoek, tida disambar gledek, tida disiksa dengen kesengsara'an ? Sebaliknja dari itoe Tek Bie dapetin harta besar dan satoe istri jang begitoe tjantik!

    Goat Soe tertawa seorang diri dan merasa ewa pada segala apa, djoega pada dirinja sendiri.

    „Bah Besar,” itoe ada soearanja djongos Simin.

    „Monjet! Goea soedah bilang, loe djangan ganggoe sama goea!” memaki itoe kapitan pada djongosnja.

    „Di loear ada njonja Tjengkauw, Bah Besar,” saoet poela itoe djongos dengen tida perdoeliken makiannja iapoenja madjikan.

    Njonja Tjengkauw ada seorang prempoean se­tengah toea, orang soeroe-soeroeannja kapitan jang sanget dipertjaja dan biasa kloear masoek di itoe gedongnja kapitan.

    „Itoe toea bangka tentoe maoe lagi doeit,” mengrendeng Goat Soe, „tapi soeroe ia masoek!”

    Tida lama kemoedian njonja Tjengkauw ber­tindak masoek dan ia merasa heran jang itoe kantoran berada dalem keada'an gelap.

    „Kenapa ini kamar digelapin?” menanja njonja Tjengkauw sambil mengrepe boeat berdoedoek di satoe korsi.

    „Oewee lagi poesing,” ia denger Goat Soe ber­kata, „tapi entjim ada apa?”

    „Bawa kabar baek,” kata itoe prempoean toea „ada barang baroe di Tjikoedapateuh!”

    „Si Roesmi,” kedengeran lagi itoe kapitan ber­kata, „allah, oewee soedah bosen sama entjim poenja barang baroe!”

    „Ih, boekan si Roesmi,” kata njonja Tjengkauw lagi, „ini mah orang Tionghoa, pendeknja prem­poean begitoe eilok entjim sendiri baroe pernah liat, lagi masih moeda.”

    „Namanja?“ tanja Goat Soe jang moelai ketarik hatinja, teroetama itoe malem ia ingin dapet penghiboer jang bisa ilangken iapoenja semoea kedjengkelan.

    „Namanja saja belon taoe,” kata lagi itoe njo­nja toea,” tapi orangnja saja soedah liat sendiri, lagi djoega dia belon lama djalanin pekerdja'annja.”

    Goat Soe berpikir sebentar.

    „Apa entjim kenal pada anaknja Gwan Kok di Andir?” tanja itoe kapitan.

    „Kenal,” saoet itoe prempoean toea, „itoe jang menikah sama koeasa ajahnja?”

    „Nah, itoe kaloe entjim bisa dapetken,” kata Goat Soe; „kendati tjoema boeat sebentaran sadja. Oewee nanti beriken oepahan pada entjim jang entjim belon pernah dapet dari siapa djoega.”

    „Boeat di ini kota memang babah kapitan jang paling terkenal royaal dan brani bajar,” mengoempak njonja Tjengkauw, „tapi soenggoeh mati kaloe itoe entjim tida brani, lakinja mempoenjai banjak djago, itoe baba kapitan moesti taoe.”

    „Ah, perrek sama iapoenja djago,” kata Goat Soe, „boeat djago entjim taoe semoea ada dalem oewee poenja tangan, kaloe besok noesa oewe pergi sama resident, semoeanja bakal diringkoes. Itoe entjim djangan koeatir!”

    „Entjim nanti tjoba,” kata njonja Tjengkauw, „tapi bagimana sama itoe sinhwee di Tjikoedapateuh? Entjim merasa sajang, kaloe baba kapi­tan tida dapetken padanja, soenggoeh mati!”

    „Itoe ada perkara gampang,” kata Goat Soe, „prempoean begitoean maoe apa terlaloe banjak tjingtjong, sebentar entjim anterken oewee ka sana dan kaloe ia taoe oewee kapitan, masa ia boleh menolak? Jang begitoe kan tjoema maoe oewang, ntjim, betoel engga!”

    Goat Soe laloe berpakean dan lantaran iapoe­nja auto terpaksa moesti masoek di bengkel, ma­ka ia adjak njonja Tjengkauw ka Tjikoedapateuh dangen naek deelman boeat koendjoengken roemahnja itoe boengah baroe dalem kalangan doenia keplesiran di kota Bandoeng.

    Deelenaan dibrentiken di depan satoe roemah ketjil, tapi jang diprabotin dengen lengkap. Pintoe katja dari itoe roemah tertoetoep dan ter­aling oleh renda, hingga orang tida bisa meliat ka dalem maskipoen di dalem penerangan ada dipasang dengen tjoekoep.

    „Baba kapitan toenggoe sadja doeloe,” kata entjim Tjengkauw dengen soeara berbisik, „entjim nanti liat ka dalem, apa ada tetamoe atawa tida.

    Sesoedahnja berkata begitoe, njonja Tjeng­kauw laloe mengetok pintoe. Satoe djongos jang berbadan tinggi besar dan selaennja melakoeken pekerdja'an djongos djoega roepanja mendjadi tjenteng di itoe roemah boekaken pintoe.

    „Apa nona ada?” tanja itoe prempoean toea.

    „Ada,” saoet itoe djongos, „nanti saja panggil, masoek sadja, njonja!”

    Njonja Tjengkauw laloe masoek ka dalem dan pintoe laloe ditoetoep kombali.

    Satoe prempoean moeda dengen kebaja rendah jang bagoes kloear dari kamar. Ia begitoe eilok, dan potongan badannja begitoe langsing, sedeng tindakannja ada begitoe aloes, hingga entjim Tjengkauw sendiri merasa kesemsem. Tapi iapoenja roman jang tjantik ada rada poetjet, sedeng sinar matanja sedikit lajoe, sebagi boengah jang terlaloe sering dipegang orang, satoe boengah jang mengletak di tepi djalanan, jang rontok kerna terpaksa.

    „Ada oeroesan apa, ’tjim?” dan iapoenja soeara kedengerannja ada begitoe merdoe.

    „Harep nona djangan boeat marah pada entjim,” kata itoe prempoean jang soedah oeloeng dalem pekerdja'annja, „sebab entjim tjoema orang soeroehan. Ada satoe orang jang ingin ber­kenalan dengen nona, apa nona tida keberatan?”

    Itoe prempoean moeda mesem, tapi satoe meseman jang mengandoeng sari kedoeka'an. Oh, pa­da seorang sebagi ia, jang boleh dibeli sembarang waktoe maoe apatah orang oendjoek begitoe banjak peradatan lagi. Ia toch melaenken satoe boengah latar jang boleh ditjantoemken di da­da, asal orang brani membajar.

    Tapi tida oeroeng itoe prempoean moeda menanja:

    „Siapa orangnja 'ntjim?”

    „Kapitan, baba kapitan,” saoet njonja Tjengkauw.

    „Kapitan jang mana?”

    „Baba kapitan Goat Soe dari Pasir-Angin!”

    Mendenger itoe perkata'an sekoenjoeng-koenjoeng pipinja itoe prempoean moeda djadi merah boeat mendjadi poetjet sesa'at kemoedian. Ia gigit bibirnja dan dari matanja tertampak si­naran api, tapi itoe boeat sebentaran sadja. Sekoetika kemoedian ia berkata dengen sabar:

    „Entjim toeloeng bilangin," ia kata dengen perkata'an rada goemeter, „saja melaenken ada satoe boengah latar, jang sembarang lelaki boleh beli. Bilangin, 'ntjim, jang saja di sini biasa trima segala roepa lelaki, saja poenja pintoe selaloe terboeka boeat marika semoea. Tapi saja soedah ambil poetoesan pasti, jalah tjoema seorang lelaki jang tida aken boleh bertindak melangkah di saja poenja pintoe dan itoe lelaki ada ....... kapitan Be Goat Soe!”

    Entjim Tjengkauw memandeng dengen heran pada itoe prempoean moeda. Apatah iapoenja koeping tida kliroe denger. Satoe boengah latar jang menolak satoe kapitan jang hartawan ?

    „Apa nona soedah pikir betoel nona poenja perkata'an baroesan? Inget, nona, jang kapitan Goat Soe ada kaja besar dan berpengaroeh."

    Itoe prempoean moeda tersenjoem sindir.

    „Tida, 'ntjim," saoetnja dengen soeara lebih tetep dari tadi, „saja lebih soeka serahken diri saja pada orang lelaki melarat dari pada kapitan Goat Soe jang hartawan dan berpengaroeh.

    Saja ada barang djoealan, tapi boekan boeat kapitan Goat Soe!"

    Entjim Tjengkauw djadi bengong, ia kira jang prempoean eilok itoe pikirannja tida beres, maka dengen tjepet ia laloe kloear lagi pintoe dan toetoerken satoe per satoe apa jang ia denger dari itoe boenga rajah pada kapitan Goat Soe jang masih menoenggoeken di deeleman.

    Tatkala mendenger itoe penoetoeran, kapitan Goat Soe djadi teramat goesar. Ia baroe pernah mengalamin jang satoe boengah raja berboeat begitoe koerang adjar padanja, kapitan Be Goat Soe. Lagi itoe koetika Goat Soe berada dalem keada'an setengah mabok, maka ia toeroen dari itoe kandaran dan bertindak ka itoe roemah dengen di ikoetin oleh njonja Tjengkauw. Di dalem hatinja njonja Tjengkauw merasa kesian pada itoe boengah raja jang tida taoe diri dan belon kenal pada kegalakannja ini kapitan.

    Dengen kasar kapitan Goat Soe dorong pintoe depan, tapi mendadakan moeloetnja Goat Soe djadi menganga.

    „Bwee Hoa.............. kaoe?" Tjoema itoe perkata'an jang bisa kloear dari moeloetnja itoe kapitan. Itoe prempoean memang boekan laen orang adanja dari Bwee Hoa. Marika saling memandeng sekoetika lamanja, tapi Goat Soe toendoekin kepalanja lebih doeloe. Bwee Hoa, iapoenja Bwee Hoa sampe djadi begini! Koetika kapitan Goat Soe angkat lagi moekanja boeat pandeng pada Bwee Hoa, kedoea matanja Goat Soe djadi demek dengen aer mata.

    „Kaoe, Bwee Hoa?” lagi-lagi tjoema itoe perkata'an jang ia mampoe oetjapken. Ia menjender pada pintoe boeat tida roeboeh. Entjim Tjengkauw meliat ini semoea dengen penoeh keheranan.

    Tapi Bwee Hoa sendiri berdiri dengen tegak. Ia memandeng pada moekanja Goat Soe dengen tida berkesip dan ia bersenjoem.

    „Ja,” ia kata, „kapitan Goat Soe tida salah liat. Ini ada Bwee Hoa si boengah latar, jang sembarang lelaki boleh beli, tapi tida boleh boeat kapitan Goat Soe jang terkenal hartawan!”

    „Bwee,” meratap Goat Soe seperti anak ketjil, „kenapa kaoe begitoe kedjem, Bwee?”

    Bwee Hoa ganda tertawa.

    „Kedjem? Pada kapitan Goat Soe jang kira orang prempoean itoe ada barang permaenan meloeloe, jang kira prempoean itoe tida mempoenjai perasa'an sebagi machloek jang dinamaken lelaki? Kapitan Goat Soe, di sini boekan tempat maen komedie. Kedjem, kedjem? Bah! Apa kapitan Goat Soe mengerti perkata'an kedjem?”

    Goat Soe toendoekin kepalanja.

    „Kaoe kedjem pada dirimoe sendiri, Bwee!”

    „Ha! Ha! Ha! Kaloe begitoe kaoe dan laen-laen lelaki poen kedjem pada dirinja sendiri. Kaoe dateng di sini boeat apa, kapitan? Saja melaenken goenaken hak manoesia jang diartiken oleh kaoem lelaki, laen tida. Saja orang seboet boengah raja, prempoean djalang, tapi kaoe kapitan dan semoea lelaki apatah bedanja dengen saja? Kaoe orang merdika mentjari kesenengan, kenapa saja tida boleh? Kaoe ada hak boeat memilih, djoega sekarang saja goenaken itoe hak. Kapitan, poengpoeng sekarang masih siang dan Tek Bie belon dateng di sini harep kaoe soeka berlaloe!”

    Mendenger itoe nama kapitan Goat Soe boeka lebar matanja, ia ampir mendjadi kalap.

    „Djadi kaoe trima Tek Bie di sini?

    „Segala orang, ketjoeali kapitan Goat Soe seperti saja tadi bilang!”

    Goat Soe goemeteran sekoedjoer badannja. Iapoenja hati seperti tertoesoek-toesoek oleh barang jang tadjem. Ia angkat moekanja dan Bwee Hoa liat jang matanja itoe kapitan mendjadi basah. Kemoedian itoe kapitan balikin badannja dan dengen lesoe dan tindakan jang tida tetep ia kloear dari itoe roemah, naek kombali di deeleman dengen njonja Tjengkauw ikoetin padanja seperti saekor andjing jang setia.

    Satoe djam kemoedian satoe auto jang bagoes dibrentiken di depan itoe roemah. Seorang moedah dengen tindakan tjepet menoedjoe ka itoe roemah dan mengetok pintoe. Koetika itoe pemoeda masoek Bwee Hoa berdoedoek di divan dan iapoenja mata merah seperti abis menangis.

    „Boeat apa engko dateng lagi di sini, sedeng saja soedah bilang jang ini roemah terboeka boeat segala lelaki, tapi tida boeat Tek Bie!”

    Tek Bie toendoekin kepalan ja.

    „Bwee, biarpoen begitoe, kaoe toch bisa ampoenken segala engko poenja kesalahan. Satoe oetjapan sadja, Bwee, dan engko merasa poeas!”

    „Tida, engko Tek Bie, seperti saja soedah bilang beroelang-oelang antara engko dan saja soedah tida ada apa-apa lagi. Sekarang engko soedah hartawan, mempoenjai istri jang tjantik dan saja, saja melaenken satoe boenga latar jang tida ada harganja boeat diperhatiken lagi. Engko Tek Bie djangan bikin kotor dirimoe dengen seorang seperti saja, satoe sampa doenia jang terhina-dina, seorang jang diboeat djidji ..........”

    „Tapi, Bwee, engko tetep tjinta pada kaoe, Bwee!” kata Tek Bie dan pandeng moekanja Bwee Hoa dengen penoeh pengharepan.

    „Tjinta?” kata Bwee Hoa dengen bersenjoem, tapi dengen mata mengembang, „oh, djanganlah seboet lagi itoe perkata'an jang terlaloe moeloek dan terlaloe soetji artinja, satoe perkata'an jang tida dapet dioetjapken dalem roemah sebagi ini. Di sini tida ada tjinta tida ada perasa'an, di sini melaenken ada soeal djoeal beli. Dan diri saja boeat ini malem soedah ada jang pesen, sebentar orangnja tentoe dateng di sini, itoe orang ada ka­pitan Be Goat Soe!”

    Tek Bie denger itoe nama seperti gledek berboenji di deket koepingnja.

    „Bwe, kloearlah dari ini roemah, ikoetlah pa­da engko dan engko nanti toeroetin segala kaoepoenja kemaoean, tapi boekan penghidoepan be­gini, Bwee.”

    Tek Bie tida bisa landjoetken omongannja, kerna Bwee Hoa soedah memotong dengen berkata:

    „Dan saja moesti djadi engko poenja bini moeda jang kaoe tempo-tempo boleh tengokin, se­bagi barang sesamben, sebagi mengilangken waktoe iseng-iseng? Tida, engko, di sini saja lebih merdika. Berlaloe dan djanganlah dateng lagi di sini, ini ada saja poenja perminta'an jang pengabisan. Lekaslah, sebelonnja kapitan Goat Soe dateng di sini!”

    Tek Bie terpaksa berlaloe dan kebentjiannja pada Goat Soe djadi semangkin besar Tapi begitoe mendenger autonja Tek Bie berdjalan, Bwee Hoa memboeroe ka pintoe dan memandeng ka loear, tapi di sana keada'an ada gelap goelita.

    „Engko Tek Bie! Engko Tek Bie!” Ia meratap.

    Bwee Hoa teken iapoenja betoelan hati dan tida taoe, apa sebetoelnja ia masih merasa tjinta atawa bentji pada itoe pemoeda. Ia djatohken dirinia di mana divan dan menangis sesengoekan. Ia masih tjinta pada Tek Bie, kendatipoen Tek Bie soedah berlakoe chianat padanja. Ia hendak djaoehken itoe pemoeda dari iapoenja penghidoepan jang hina-dina, soepaja itoe pe­moeda bisa hidoep broentoeng dengen istrinja.

    Itoe malem roemah ketjil di Tjikoedapateuh itoe tida trima barang satoe tetamoe, kerna sesoeatoe tetamoe jang dateng ditolak dan tetamoe itoe boleh dibilang dateng ampir bergan­tian, sebagi rombongan tawon jang kroeboengin boengah jang wangi.

    XIV.

    L O O T I A Djoen Kong telah meninggal doenia.

    Lantaran iapoenja harta banda sebagian besar oedah berada di atas namanja Bie Gwat, Hong Nio boleh dibilang ampir tida kebagian apa-apa, hingga Hong Nio jang sekarang soedah beramboet poetih terpaksa moesti tinggal menoempang di roemahnja Bwee Hoa. Dan di sitoe itoe iboe jang bertjilaka moesti manda saksiken, bagimana penghidoepan anaknja, satoe penghidoepan paling sengsara jang satoe prempoean bisa alamken. Terasing dan dikoetoekin oleh marika jang merasa dirinja sopan, orang kira jang penghidoepannja satoe boengah latar seperti Bwee Hoa melaenken boeat memboeroe kesenangan meloeloe, padahal Hong Nio sering moesti liat dengen mata sendiri, bagimana biarpoen merasa djemoe pada itoe lelaki jang dateng padanja, Bwee Hoa terpaksa moesti menerima djoega goena hidoep dalem tjaranja, kerna hidoep dengen cara laen sebagi marika jang sopan itoe boeat Bwee Hoa soedah moestail. Sadjek ia poenja nama bertjatjat sebagi istri jang serong, doenia jang katanja sopan telah asingken padanja dan biarpoen ande kata itoe waktoe Bwee Hoa maoe mendjadi baboenja orang tentoe tida ada orang sopan jang soedi pake. lapoenja Koh dan I'ih sendiri merasa takoet deket padanja, begitoe bengisnja pergaoelan hidoep kita. Orang jang terpleset didjorokin orang jang djatoh diten­dang!

    Boengah mekar tjoema boeat rontok, begitoepoen penghidoepan jang moesti dialamken oleh prempoean sebagi Bwee Hoa. Tawon dateng, ta­won ambil madoenja seabisnja madoe itoe abis, boengah itoe tinggal menoenggoe rontoknja.

    Pernah ada satoe tempo jang namanja Bwee Hoa selaloe menempel di oedjoeng bibirnja sesoeatoe orang lelaki di kota Bandoeng. Ia ada sebagi boengah jang menjiarken wanginja ka segala ploksok jang menarik segala tawon dan koembang boeat dateng padanja, tapi waktoe itoe liwat sebagi aer di soengei jang mengalir boeat tida kombali lagi.

    Kedoedoekan boengah latar tida beda dengen orang berada di tangga, tjoema soeatoe tangga jang aneh, di mana orang bisa semangkin toeroen, tapi tida bisa semangkin naek. Pada wak­toe sedeng mekarnja tjoema orang-orang harta­wan jang bisa membajar jang dapet mengoendjoengin Bwee Hoa, tapi tingkatan jang dateng semangkin lama djadi semangkin merosot deradjatnja. Boekan deradjat martabat atawa batinnja, kerna dalem ini hal marika semoea sama sadja, si kaja dan si miskin, si sopan dan si boeaja, semoea dateng ka sitoe tjoema dengen satoe maksoed, tapi deradjat isi kantongnja. Doeloe poeloehan, blakangan ringgitan, kemoedian pera­kan dan achirnja???

    Orang kira jang Bwee Hoa berseneng, tapi sesoenggoehnja ia bekerdja, bekerdja berat, satoe pekerdja'an jang banjak bahajanja, goena iapoenja sesoeap nasi dan goena iboenja jang seka­rang sedeng sakit.

    Ja, seabis iapoenja soeami meninggal doenia dan ia dapetken pengalaman getir dari iapoenja madoe, Hong Nio djadi berpenjakitan. Berhari-hari ia biasanja mengletak dengen demem jang tinggi di iapoenja kamar ketjil di bagian blakang dari itoe roemah. Dan sedeng ia merintih-rintih lantaran sakit, Bwee Hoa moesti bersenjoem, ia boekan ingin, tapi ia moesti bersenjoem dan ka­sih denger perkata'an-perkata'an manis pada tetamoenja.

    Ada hari-hari jang Bwee Hoa ampir poetoes harepan, kerna oewang simpenan abis dan barang perhiasannja soedah masoek di penggadean semoea, sedeng ia moesti beli obat boeat iboenja, moesti bajar sewah roemah dan sebaginja. Dan tetamoe jang dateng semangkin djarang sadja. Itoe poen tida mengheranken, kerna badannja Bwee Hoa sekarang semangkin koeroes dan kaeilokannja jang doeloe tjoema tinggal bekas-bekasnja. Apa jang bernama Bwee Hoa sekarang adalah satoe Bwee Hoa jang koeroes dengen moeka poetjet dan moelai oendjoekin tanda-tanda goeratan.

    Tapi pada satoe hari sedeng Bwee Hoa kombali hadepken keada'an begitoe, iboenja sakit keras dan loepa-loepa orang, toekang post ada mem­bawa postwissel boeat adresnja atas mana ada tertoelis sedjoemblah seratoes roepiah, tapi zon­der pake afzender jang terang.

    Maskipoen ia heran siapa jang mengirimken oewang begitoe banjak padanja, Bwee Hoa merasa bersoekoer djoega, kerna dengen itoe oewang ia bisa obatin lagi iboenja dan boeat sekean lamanja ia tida oesah moesti trima tetamoe. Tapi oewang itoe abis dan iboenja poenja penjakit ber­tambah keras.

    Achir-achirnja Hong Nio menoetoep mata.

    Bwee Hoa menangis tersedoe-sedoe di samping mait iboenja, ia berada sendirian dan begitoe ter­asing di dalem doenia. Tida ada orang jang da­teng menengokin, tjoema iapoenja boedjangboedjang dan bebrapa tetangganja jang terdiri da­ri orang-orang jang miskin.

    Koetika kesedihan jang pertama soedah liwat, Bwee Hoa baroe inget, jang ia tida mempoenjai oewang boeat mengoeboer iboenja. Dari itoe oewang seratoes roepiah jang ia trima dari satoe pengirim jang tida terkenal melaenken keting­galan bebrapa roepiah jang tida tjoekoep boeat membeli peti mati. Ia menangis dan menangis, sehingga aer matanja ampir kering.

    Ia menangis begitoe sanget, hingga ia tida dapet taoe, ada satoe orang bertindak masoek dari pintoe depan dan sekarang ada di dampingnja. Itoe orang ada kapitan Be Goat Soe.

    Bwee Hoa terkedjoet koetika ia dapet liat padanja. Ia belon pernah merasa begitoe bentji pa­da itoe orang jang berdiri di sana dengen bersangsi seperti sekarang ini. Ia toemplekin sean­tero iapoenja kesengsara'an pada ini lelaki jang sekarang tentoe dateng boeat membawa lagi laen kesengsara'an. Dengen tjepet Bwee Hoa tjit ia­poenja aer mata dan berdiri dengen tegak. Ia memandeng dengen sinar mata penoeh kebentjian pada Goat Soe, tapi ia liat jang Goat Soe sekarang ada laen sekali. Itoe kapitan sekarang ramboetnja soedah banjak oeban, iapoenja badan rada bongkok dan ia rangkepken kedoea tangannja seperti orang jang memoehoen ampoen.

    „Maoe apa kaoe?” tanja Bwee Hoa, tapi perkata'an itoe tida begitoe ketoes boenjinja sebagimana ia inginken. Goat Soe jang sekarang ada di depannja tjoema tinggal bekasnja sadja dari itoe kapitan jang garang dan sombong. Sebaliknja di sana sekarang berdiri seorang toea jang dari romannja keliatan banjak alamken kesoesahan hati.

    „Saja denger kaoe poenja iboe meninggal dan saja dateng di sini, saja kira..........” itoe kapitan berkata dengen soeara poetoes-poetoes dan ta­ngan dirangkepken.

    „Seperti kaoe liat sendiri,” kata Bwee Hoa, „ta­pi saja tida perloe dengen kaoe. Bagimana kaoe begitoe tida taoe maloe boeat dateng di sini pada waktoe siang hari?!”

    Goat Soe mengelah napas.

    „Saja mengakoe jang saja berdosa dan bersa­lah,” kata Goat Soe, „saja soeka korbanken sega­la apa, djikaloe saja bisa bikin betoel lagi itoe semoea, Bwee.”

    Bwee Hoa tertawa dalem iapoenja nangis.

    „Pertjoema,” Bwee Hoa berkata, „saja poenja penghidoepan soedah teroesak dan tida bisa diperbaekin kombali, saja soedah iroep tjawan pa­ling getir jang manoesia bisa alamken, biarlah saja pikoel kegetiran itoe sehingga poen saja poenja adjal sampe. Sekarang, kapitan Goat Soe, saja minta kaoe lantas tinggalken ini tempat!”

    Goat Soe keliatannja lemes.

    „Idzinken saja lagi satoe kali boeat menengok moekanja kaoe poenja iboe, Bwee.”

    Ini perminta'an Bwee Hoa tida dapet tolak. La­ma Goat Soe memandeng pada romannja Hong Nio jang koeroes dan poetjet kemoedian ia balikin badannja dengen tjepet dan berlaloe.

    Koetika Bwee Hoa hendak memeloek kombali pada mait iboenja, di atas dadanja itoe iboe ada mengletak doea lembar oewang kertas dari ma­sing-masing seratoes roepiah.

    Bwee Hoa mengerti jang itoe oewang ada dari Goat Soe dan ia sekarang taoe djoega, bahoea itoe postwissel dari pengirim jang tida terkenal poen ada dari kapitan Be Goat Soe.

    Bagimanatah sekarang ia moesti pandeng pa­da itoe kapitan? Apatah ia masih membentji atawa moesti mengampoenken, tapi membentji atawa mengampoenken, ia sekarang terpaksa boeat goenaken itoe oewang goena mongoeboer mait iboenja.

    XV.

    PE N G H I D O E P A N satoe boengah latar belon tjoekoep lengkep kaloe dirinja sendiri boleh kelanggar sakit. Poentjak kesengsara'annja Bwee Hoa baroe sampe, tatkala roepa-roepa penjakit heibat sandingin dirinja, zonder ada orang jang dateng tengokin padanja boeat merawat dan menghiboer. Ia jang pekerdja'annja menghiboerken hati orang sekarang mengletak sendirian di dalem kamar dengen moeka jang poetjet. Ia merintih tapi tida ada orang jang denger, ia menderita zonder ada laen orang jang toeroet merasa sakit.

    Doenia bagi Bwee Hoa sekarang dirasaken begitoe kosong dan gelap goelita. Ia tida brentinja berbatoek-batoek dan tempo-tempo dari moeloetnja mengeloearken darah, darah dari iapoenja kesengsara'an.

    Bwee Hoa dalem iapoenja demem merasa se­perti ia hidoep kombali, hidoep dalem satoe doenia jang baroe. Ia berada di satoe djalanan jang di kiri kanannja toemboeh boengah-boengah ma­war jang wangi. Ia seperti berdjalan di itoe dja­lanan jang haroem, ia dipimpin oleh satoe orang dan waktoe ia menengok, itoe orang ternjata ada Tek Bie. Ia rasaken bagimana Tek Bie memeloek padanja, menjioem iapoenja moeloet. Ia balik menjioem dan ia merasa broentoeng.

    „Engko Tek Bie, engko Tek Bie, apatah kaoe tjinta pada saja dengen satoeloesnja?”

    Mendadakan Tek Bie ilang dari dampingnja se­perti asep ketioep angin. Ia mentjari di sana sini.

    „Engko Tek Bie! Engko Tek Bie!” Ia memang­gil

    Ia sedar dan meliat koeliling di dalam kamarnja. Ia menengok ka depan pembaringannja dan di sana ia dapetken satoe orang sedeng tekoek loetoet padanja. Orang itoe ada Be Goat Soe.

    „Apa saja mengimpi?” menanja Bwee Hoa, „kaoe siapa dan maoe apa? O, kaoe kapitan Goat Soe, maoe apa kaoe kapitan berloetoet di sitoe?”

    „Kaoe baroesan betoel mengigo, Bwee,” kata Goat Soe dengen masih sadja berloetoet, „tapi se­karang kaoe soedah sedar. Betoel kapitan Be Goat Soe ada di sini dan berloetoet di depanmoe.”

    Bwee Hoa boeka matanja lebar dan paksakan dirinja boeat berbangkit.

    „Kaoe satoe kapitan tekoek loetoet di depan saja, satoe prempoean latjoer, satoe prempoean jang dipandeng hina dan rendah oleh doenia?” menanja ia dengen heran.

    „Betoel, Bwee,” kata itoe kapitan dengen soeara plahan, seperti djoega ia berkata pada dirinja sendiri, tetapi saja tekoek loetoet boekan di hadepannja Bwee si prempoean latjoer, hanja di ha­dapan poentjak goenoeng k e s e n g s a r a ' a n manoesia .........”

    Bwee Hoa sekarang tersenjoem dan memandeng pada Goat Soe dengan aer mata berlinang-lining. Ia angsoerken tangannja jang ditoebroek dan ditjioemin oleh Goat Soe dengan sangat bernapsoe. Waktoe Goat Soe hendak menjioam iapoenja bibir, Bwee Hoa tolak dengan aloe sama tangannja.

    „Djangan,” ia kata, „kaoe soedah tjoakoep ber­korban boeat saja, djanganlah kaoe dapet djoega saja poenja panjakit. Kaoa ada satoe manoesia tida beda dangen jang laennja, jang bisa berboeat kedjem, tapi bisa insjaf, karna kaoe ada manoe sia, boekan binatang.”

    Bwee Hoa tarik napas pandjang.

    „Tapi itoe kesedaran datengnja terlaloe laat, oh, kaloe doeloe, kaloe doeloe Goat Soe kaoe taoe, jang saja telah hendak beladjar menjinta pada kaoe dengen setoeloesnja..... Itoe waktoe tentoe kita masih bisa hidoep broentoeng, tapi sekarang. Soekalah kaoe tempo-tempo tengokin sajapoenja koeboeran, Soe?”

    Dengen zonder memperdoeliken pada perkata'annja Bwee Hoa, Goat Soe peloek pada itoe prempoean dan tjioemin pipi dan bibirnja, dan di dalem peloekannja Goat Soe, Bwee Hoa lepasken napasnja jang pengabisan.

    Apa jang ketinggalan dari Bwee Hoa dangen iapoenja kaeilokan dan kesengsara'an sekarang melaenken beroepa satoe toempoekan idjo di mana tegalan jang soenji. Tjoema doea poehoen boengah jang ditanemin oleh kapitan Be Goat Soe toemboeh di kiri kanannja. Kaloe kapitan Goat Soe dateng menengokin itoe toempoekan idjo dan memandeng pada itoe boengah ia seperti meliat titisan dari Bwee Hoa sendiri.

    Dan njonja Jansen bersama toeannja jang soedah kombali dari Europa sering mengoendjoengi pada Bwee Hoa di sitoe dengen membekel kem­bang dan aer mata.

    TAMAT.

    Karya ini berada pada domain publik di Indonesia karena penciptanya telah meninggal dunia lebih dari 70 tahun yang lalu atau dipublikasikan pertama kali lebih dari 50 tahun yang lalu. Masa berlaku hak cipta atas karya ini telah berakhir. (Bab IX UU No. 28 Tahun 2014)