Bumiku Yang Subur/Bab 10
10. Buku masuk sekolah,- sekolah masuk buku.
Sebagai sudah Lis ceritakan, kami bertiga boleh dikatakan selalu memegang juara dalam kelas. Apakah rahasia sebenarnya? Pada semangat belajarkah? Pada didikan orang tuakah? Pada hasil pelajaran gurukah? Barangkali semuanya benar.
Tetapi ada sebuah rahasia lagi. Kami bertiga termasuk jenis .... ya jenis hantu. Eh, jangan salah tafsir teman-teman. Bukannya hantu kubur, atau hantu kafan, atau hantu yang menakutkan. Tetapi kami bertiga adalah hantu,... hantu membaca.
Buku perpustakaan papa banyak sekali. Ada ribuan banyaknya. Terletak dalam beberapa buah rak-rak. Buku-buku itu terbagi-bagi dalam berbagai jenisnya. Ada buku ilmu pengetahuan, ada buku-buku agama, ada buku-buku edisi Malaysia, ada buku-buku novel, ada buku-buku bacaan anak-anak. Inilah yang paling banyak sekali. Ratusan banyaknya. Maka buku-buku inilah yang boleh kami baca.
Setiap papa kembali dari Jakarta biasanya papa membawa oleh-oleh. Antaranya buku-buku untuk anak-anak. Kami berebutan membacanya. Dan hampir kami semua menjadi pencandu buku.
Uni Des bila pulang sekolah dan mau makan bukanlah nasi yang dicarinya, tetapi sebuah buku atau majalah. Dengan sebuah buku ditangan itulah baru Uni Des dapat menyantap nasi dipiring. Ternyata papa tidak membaca semua buku-buku itu terutama buku untuk bacaan anak-anak. Ada juga kisahnya yang cukup lucu:
Pada suatu kali papa kelihatan sekali asyik membaca sebuah buku. Buku itu tidak di lepaskannya sampai tamat. Sesudah selesai papa berkata:
"Des, bacalah buku ini! Ceritanya bagus sekali."
Uni Des tidak menjawab. "Benar-benar seruh kisahnya," sambung papa lagi.
"Des sudah tamat membaca buku itu.... lima kali," jawab Uni Des. Huuh, papa kena knok out sekali ini. Ternyata anaknya lebih rajin membaca dari dia sendiri.
Banyak manfaatnya kalau kita rajin membaca. Pengetahuan dan pengalaman bertambah. Buku-buku merupakan seorang guru yang baik. Banyak pelajaran yang dapat dikutip dari sebuah buku. Dan sesuatu keuntungan banyak membaca ialah kita cepat dapat menangkap pelajaran kalau rajin membaca.
Sebab itu sudah seyogianyalah Pemerintah menyediakan sebuah perpustakaan di setiap Sekolah Dasar. Lis menjadi anggotanya yang paling rajin. Dengan membaca buku menambah mutu pendidikan kita.
Kini setiap tahun Pemerintahan menyediakan Perpustakaan Inpres. Pihak Pemerintah meneliti buku-buku yang terbaik dan buku-buku itu dipesan dijadikan perpustakaan sekolah. Beruntunglah murid-murid yang mendapat seorang guru yang dapat memberi bimbingan dalam membaca di perpustakaan ini. Sebab kabarnya ada juga guru atau Kepala Sekolah yang menyimpan saja buku-buku perpustakaan itu dan tidak memberi bimbingan kepada murid-murid untuk membacanya. Sia-sia sajalah Pemerintah menyediakan dan memberikan buku-buku ke sekolah.
Maka Lis berpendapat cerita-cerita atau kisah-kisah yang berlaku dalam sekolah sangat menarik. Seakan-akan kita sendiri yang dikisahkan dalam buku itu.
Salah satu cerita sekolah yang masuk buku ialah karangan papa sendiri. Nama judulnya: 'Menempuh jalan buntu'.
Cerita ini terjadi dalam sekolah. Jadi: sekolah masuk buku. Thema cerita ini sederhana sekali. Ada dua orang murid yang bersahabat. Yang seorang bernama Riswandi dan seorang lagi Mahrul. Keduanya murid S.D. Ketinggian.
Yang kami herankan ialah bahwa lokasi cerita itu terjadi di daerah Seberang Air. Tetapi papa mempergunakan nama Desa Ketinggian dalam bukunya. Desa Ketinggian memang ada tetapi letaknya dalam daerah kecamatan Harau. Mungkin ada juga rahasianya. Kata papa itu hanya disebabkan ilham belaka.
Sebab itu dapatlah dimaafkan kesalahan pelukisnya B.L. Bambang Prasodjo dalam halaman 107 buku itu. Dalam gambar itu Bambang membuat ada lampu listerik dalam S.D. yang dimaksud. P.L.T.A. belum menjangkau daerah kami Seberang Air.
Awal kisahnya: Pada pagi hari Senin Mahrul yang bertugas menaikkan bendera Sang Saka Merah Putih membuat kehebohan. Ia bukan menaikkan bendera Indonesia tetapi bendera Polandia. Alias Sang Saka terbalik. Rupanya ada yang mengganggu pikirannya sehingga terjadilah kekeliruan itu.
Lis berfikir: - Apakah memang pernah terjadi kekeliruan semacam itu? Lis tidak tahu. Tetapi kekeliruan bisa terjadi dimana-mana dan dalam hal apa saja. Namun itu hanya sebuah kisah yang sewaktu-waktu mungkin saja terjadi.
Riswandi yang kesayangan pak Kepala Sekolah diminta membantu pak guru. Dalam sekolah sudah terjadi kecurian berturut-turut. Uang Asmi anak seorang kaya sudah hilang sampai dua tiga kali. Akhirnya seorang guru menjadi korban pula. Pasti si pencuri orang 'dalam' juga. Tetapi siapa? Itulah yang akan dicari. Justeru karena itulah pak Kepala Sekolah minta bantuan Riswandi mengintip dan menyelidiki siapakah yang sudah gatal tangan melakukan pencurian. Dan sekaligus memberi malu nama sekolah S.D. Ketinggian.
Salah seorang murid yang dicurigai ialah Rijal. Ia terkenal seorang anak yang bandel, keras kepala, besar belanja, suka mengganggu temannya, suka berkelahi dan berbuat 'semau gue' dalam sekolah. Itulah akibat anak orang kaya kurang terdidik oleh orang tuanya. Dan banyak mendapat pelajaran yang salah setiap kali ia pergi ke kota.
Maka mulailah sang detektif merunuti jejak si pencuri. Tindak tanduk Rijal di awasi oleh Riswandi. Berat dugaan pastilah si pencuri ialah Rijal anak bandel itu. Sampai-sampai ke tempat permainan randai ia dibuntuti oleh Riswandi. Disana Rijal memperlihatkan ke royalannya dengan mentraktir kawan-kawannya. Tak pelak lagi pastilah pencuri itu ialah Rijal.
Tetapi rupanya Rijal mengetahui bahwa dia di awasi dan dicurigai. Dan suatu kali di tempat yang lengang dan angker Riswandi dan Rijal berpapasan. Terjadi pertengkaran antara Riswandi dan Rijal yang tubuhnya lebih besar. Akhirnya mereka bakuhantam alias berkelahi. Untung ada segerombolan anak-anak gembala yang melerai mereka. Dengan jalan menakut-nakuti keduanya dengan berbuat suara-suara hantu dari sebuah lubang dalam sebatang pohon embacang besar. Tempat itu memang angker.
Sebuah jebakan ditahan. Asmi meletakkan sejumlah uang dalam laci mejanya. Riswandi hari itu tidak ada di sekolah. Kemana dia? Dia tidak kemana-mana melainkan bersembunyi dalam Kantor Kepala Sekolah. Dari kamar itu bisa mengintip ke sebelah ke kelas yang sering didatangi pencuri itu.
Jebakan berhasil. Pencuri rupanya tidak sadar bahwa ia sudah di intip. Ia masuk kedalam kelas dan mengambil uang Asmi. Riswandi melihat dengan terang siapa pencuri itu. Oh, benar-benar tidak diduganya sedikit juga bahwa itulah pencurinya....
Sore itu Riswandi pergi mengunjungi temannya Mahrul sebab ada yang akan dibicarakannya. Mahrul tidak berjumpa. Yang ditemuinya bagaimana kemelaratan dan penderitaan ibu Mahrul sahabat karibnya itu. Ayahnya meninggal jauh di rantau. Ibunya sakit-sakitan, seorang adik Mahrul sakit pula. Untuk dimakan mereka sehari-hari alangkah susahnya! Semuanya serba menyayu dan menyedihkan.
Dalam pada itu ayah Riswandi baru saja menerima sejumlah uang hasil tebusan sawah yang di 'pagang' orang. Uang itu disimpan ayahnya dalam lemari.
Kemudian pak Kepala Sekolah menanyakan kepada Riswandi sudah diketahuinyakah siapa pencuri itu? Riswandi mengaku yang sebenarnya dialah si pencuri itu. Ia mengakui akan mengganti semua uang yang sudah dicurinya itu. Kehebohan terjadi. Ayah Ris datang pula ke sekolah. Ia marah-marah sebab sejumlah uangnya hilang. Mungkin anaknya Riswandi yang sudah mencuri uang itu. Terjadilah kehebohan. Dan kegaduhan itu tambah menjadi ketika Mahrul datang menghadap pak Kepala Sekolah. Ialah mengaku bahwa sebenarnya ialah yang mencuri uang Asmi dan uang Buk Guru. Terpaksa keadaan didesak kebutuhan rumah tangganya. Tak sampai hati melihat adik-adiknya kurang makan dan ibunya sakit-sakit melulu.
Itulah sebabnya Riswandi berani mencuri uang ayahnya. Untuk menutupi kesalahan sahabatnya. Akhirnya kisah itu berakhir dengan menggembirakan.
Oh, Lis sampai berkali-kali membaca buku itu. Bagus sekali ceritanya. Kalau ada 'buku masuk sekolah' maka kini ' sekolah masuk buku'. Itulah yang Lis maksud.
Sayang buku sebagus itu belum juga masuk Perpustakaan Inpres.
Sebenarnya sekitar 'buku masuk sekolah' ini Lis mempunyai sebuah gagasan. Tetapi bagaimana caranya Lis menyampaikannya, yaaa? Lis tidak pandai mengarang. Dan Lis tidak seorang wartawan seperti Uda Nusjirwan. Uda Nusjirwan ialah salah seorang saudara Lis yang satu bapak itu, lhooo! Gagasan Lis itu sederhana sekali dan mudah melaksanakannya. Pada setiap waktu yang ditentukan guru membuat sebuah perlumbaan. Yaitu menentukan siapa murid yang paling banyak membaca buku-buku dari Perpustakaan sekolah. Yang kedua, membuat sayembara mengarang ringkasan salah sebuah cerita yang pernah dibaca mereka. Untuk itu diadakan: Murid yang terbanyak membaca di sekolahnya, lalu di kenegarian. Lalu di kecamatan. Dan jika mungkin di kabupaten.
Kalau sayembara semacam itu ada, maka Lis percaya. Satu waktu pasti Lis akan merebut hadiah. Dan kapan hal itu bisa terjadi?
. / / .