Lompat ke isi

Vertisol

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Penampang Profil Tanah Vertisol

Vertisol (berasal dari kata verto yang berarti terbalik) adalah ordo tanah yang horizon atas masuk kedalam horizon bawah sehingga horizon atas (epipedon) didominasi oleh horizon bawah. Ordo tanah vertisol yang dicirikan dengan kandungan liat tipe 2;1 (smektit/montmorillonit) lebih dari 30% dan terdapat retakan-retakan, gilgai atau bidang kilir SS (slicken sides). [1] Vertisol lebih banyak ditemukan di daerah sawah. Pengaruh pengolahan lahan dan pergantian tanaman budidaya membuat rekahan-rekahan yang memicu perpindahan tanah atas ke tanah bawah.

Faktor Pembentuk

[sunting | sunting sumber]

Vertisol terjadi karena adanya beberapa faktor. Ada 5 faktor utama yang mempengaruhi perkembangan tanah vertisol adalah iklim, vegetasi, relief, bahan induk, dan waktu. Berikut merupakan 5 faktor pembentuk tanah vertisol.

  1. Iklim: Perbedaan variasi musim basah dan kering yang jelas memacu pembentukan tanah vertisol. Intensitas hujan yang tinggi menghasilkan retakan-retakan yang dapat membuat celah kedalam tanah dan peningkatan kandungan bahan organik yang tinggi juga membuat proses pembentukan vertisol, garam. Curah hujan yang tinggi juga meningkatkan potensi kehilangan karbonat. Vertisol biasa ditemukan ketika evapotranspirasi potensial lebih dari curah hujan. Zona iklim Aridik, Ustik dan Xerik merupakan zona ideal perkembangan vertisol.
  2. Vegetasi: Umumnya terdapat dilahan budidaya seperti sawah yang ditanami oleh padi, gandum, llegume, dan sorgum.
  3. Relief: Daerah yang memiliki < 5% menjadi wilayah dari vertisol dan terdapat gilgai (cekungan-cekungan kecil).
  4. Bahan induk: Vertisol berupa sedimen yang didominasi liat smektit, batuan metamorf dan vulkanik yang memiliki sifat basa (alkalis) atau hasil pelapukan batuan yang mengandung smektit. Beberapa bahan induk pembentuk Vertisol, diantaranya adalah alluvium napal, batukapur, volkan andesitik dan dasitik yang tergolong pada bahan mudah lapuk, serta endapan banjir dan lakustrin yang ukuran butirnya sudah halus.
  5. Waktu: Vertisol berkembang pada lanskap muda dan ditemukan di wilayah geomorfik tua.

Proses Pembentukan

[sunting | sunting sumber]

Pembentukan vertisol memiliki ciri khusus. Ada dua proses yakni proses pengembang/mengerut dan akumulasi:[2]

  1. Proses terakumulasinya mineral 2:1 (smektit), dan
  2. Proses mengembang dan mengerut yang terjadi secara periodik hingga membentuk slickenside atau relief mikro gilgai.[3]
    • “Shearing” terjadi karena proses pengembangan dan pengerutan yang akan menghasilkan “slickensides”. “Shearing” yang terjadi akhirnya membentuk retakan dalam dan lebar yang akhirnya memindahkan tanah bagian atas ke bawah. Mineral liat “smektit” dan alterasi musim basah dan musim kering menjadi penyebab utama. Apabila sempel tanah diambil akan membentuk pola poligonal.
    • Pedoturbasi (churning) adalah proses masuknya bahan organik atau tanah bagian atas akibat dari retakan saat musim kering, adanya bantuan angin, erosi air, dan aktivitas mikro dan makro organisme.

Ciri dan Karakteristik Vertisol

[sunting | sunting sumber]

Vertisol memiliki beberapa ciri dan karakteristik khusus. ciri dan karakter khusus ini dapat menjadi pembeda vertisol dengan ordo tanah lainnya. Berikut merupakan ciri dan karateristik dari vertisol :

  1. Ciri utama vertisol termasuk kaya kandungan liat yang tersebar merata pada setiap horizon khususnya mineral liat Montmorilonit,
  2. Vertisol mengandung 30-90% liat, liat montmorilonit (aluminous,slightly magnesian clay minerals) yang memiliki perbandingan 2:1 (tetrahedral dengan octahedral),
  3. Nilai (KTK) kapasitas tukar kation dan (KB) kejenuhan basa yang tergolong tinggi, dan
  4. Tanah dengan tekstur liat tinggi dan cenderung berwarna gelap.

Sebaran Vertisol di Indonesia

[sunting | sunting sumber]

Vertisol di Indonesia terbentuk pada yang memiliki < 300 mdpl. Temperatur tahunan berkisar rata-rata 25oC. Curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun dan topografi datar sampai daerah yang berlereng curam. Penyebaraan vertisol di Indonesia di tahun 2007 berada di provinsi sebagai berikut:[2] Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur yang terdapat di Ngawi, Bojonegoro,Nusa Tenggara Barat yang terdapat di Lombok, Sumbawa Sulawesi Selatan Sulawesi Utara dan Jawa Tengah.

Kendala Budidaya di Inceptisol

[sunting | sunting sumber]

Dampak negatif kembang kerut Montmorillonit terhadap usaha pertanian, antara lain: retakan tanah yang lebar akan memutus jaringan perakaran serabut bagi tanaman semusim. Kadar fraksi lempung Montmorillonit sangat tinggi, mengakibatkan saat kering tanah sangat keras dan saat awal musim hujan tanah sangat berat untuk diolah serta becek karena drainase terhambat.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Rayes, M. Lutfi (2007). Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Yogyakarta: ANDI. hlm. 121. ISBN 979-763-613-5. 
  2. ^ a b Prasetyo, B.H (2007). "Perbedaan Sifat-Sifat Tanah Vertisol Dari Berbagai Bahan Induk". Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. 9 (1): 20–31. doi:https://doi.org/10.31186/jipi.9.1.20-31 Periksa nilai |doi= (bantuan). 
  3. ^ Rayes, M Lutfi (2017). Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Malang: Universitas Brawijaya Press. hlm. 153. ISBN 978-602-432-283 Periksa nilai: length |isbn= (bantuan). 

Bacaan lebih lanjut

[sunting | sunting sumber]
  • IUSS Working Group WRB: World Reference Base for Soil Resources, fourth edition. International Union of Soil Sciences, Vienna 2022, ISBN 979-8-9862451-1-9. ([1]).
  • W. Zech, P. Schad, G. Hintermaier-Erhard: Soils of the World. Springer, Berlin 2022, Chapter 9.3.3. ISBN 978-3-540-30460-9