Lompat ke isi

Oeripan Notohamidjojo

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Oeripan Notohamidjojo
Pak Noto tahun 1972 saat di Belanda dalam rangka penganugerahan Doktor Kehormatan
Rektor Universitas Kristen Satya Wacana
Masa jabatan
1956–1973
Sebelum
Pendahulu
Tidak ada, jabatan baru
Pengganti
Pdt. Dr. Sutarno
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir(1915-04-03)3 April 1915
Blora, Jawa Tengah, Hindia Belanda
Meninggal2 Mei 1985(1985-05-02) (umur 70)
Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia
KebangsaanIndonesia
Partai politikParkindo
Suami/istriSudjariah
Orang tua
  • Abdullahfatah (ayah)
KerabatAli Moertopo
AlmamaterFakultas Hukum Universitas Indonesia
Fakultas Pengetahuan Masyarakat Universitas Indonesia
PekerjaanPendidik
JulukanPak Noto
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Dr. (H.C.) Oeripan Notohamidjojo, S.H. (EYD: Uripan Notohamijoyo) (3 April 1915 – 2 Mei 1985) adalah Rektor Pertama Universitas Kristen Satya Wacana. Ia memperoleh gelar Sarjana Hukum dan Sarjana Pengetahuan Masyarakat dari Universitas Indonesia pada tahun 1956.

Riwayat Hidup

[sunting | sunting sumber]

Dr. Notohamidjojo dapat dikatakan sebagai seorang guru yang sebenarnya memberikan bimbingan dan pembinaan dalam arti yang seluas-luasnya dan untuk itu diperlukan modal berupa pengetahuan dan kebijaksanaan hidup untuk dapat diteruskan kepada para siswa. Sebagaimana seorang guru dalam arti tradisionil mengumpulkan siswa dan membentuk suatu perguruan sebagai wadah pelayanannya, maka Dr. Notohamidjojo telah mengasuh perguruan tinggi Satya Wacana sejak berdiri sebagai karya hidupnya (selama 17 tahun).

Notohamidjojo dilahirkan di kota kecil Blora pada tahun 1915 dalam keluarga Abdullahfatah seorang tokoh hukum agama dan pergerakan Islam. Jika ditelusur garis keturunan ke atas dapat diketemukan tokoh-tokoh menjabat di bidang pemerintahan dan bidang keagamaan. Agaknya dalam diri Dr. Notohamidjojo bersatulah dua cabang keahlian itu dengan serasi. Seorang rektor berkeahlian ilmu hukum, manager-administrator berpola kepemimpinan ‘Bapa’ dan seorang awam peminat theologia serta penggumul filsafat dari aliran Dooyeweerd.

Setelah tamat belajar dari Hollandsch Zendingschool, sekolah dasar tujuh tahun berbahasa pengantar Belanda, yang dipimpin oleh Nona E. Kuckel, pada tahun 1929 ia melanjutkan belajar ke Christelijke Hollands Inlandse Kweekschool di Solo, suatu sekolah pendidikan guru enam tahunan yang menyiapkan guru-guru untuk sekolah dasar. Meskipun maksud ayah sebenarnya supaya dengan menyekolahkan anak di Solo dapat diketahui rahasia metode penginjilan yang dilaksanakan oleh pendeta Zending Dr. Van Andel, tetapi sang anak menjelang pada suatu hari menghadap ayah dengan pemberitahuan bahwa pelajaran agama Kristen yang diterima dalam katekisasi amat menarik sehingga ia mohon perkenan ayah untuk dibaptiskan masuk Kristen. Hal ini baru kemudian sesudah usia 20 tahun dicapai, diizinkan oleh bapak Abdullahfatah dengan hati yang berat.

Pertobatan yang berdasarkan keyakinan penuh ini sangat berarti bagi hidup dan karya Dr. Notohamidjojo di kemudian hari. Setelah tamat dari Chr. H.I.K. pada tahun 1935, ia tanpa bekerja terlebih dulu sebagai guru di H.I.S. yang sebenarnya merupakan syarat minimum diperkenankan belajar 3 tahun di Bandung untuk memperoleh akta kepala sekolah dasar pada hoofdactecursus di sana. Kawan sekelas sejak di H.I.K. dan di kursus tersebut antara lain Bapak S. Subanu, M.A. yang kemudian mendampinginya sebagai wakil rektor.

Dari tahun 1938 sampai pecah perang ia bekerja di Solo sebagai guru sekolah dasar ‘Prins Bernhard School’, suatu sekolah latihan dari Chr.H.I.K. yang dipimpin oleh tuan H. Zweers. Pada sekolah tersebut bekerja pula Bapak S.M.A. Pasaribu yang kemudian ikut menyumbangkan gagasan dalam pendirian perguruan tinggi Kristen di Salatiga.

Di zaman pendudukan Jepang, sebentar setelah mengepalai Sekolah Dasar Kristen Banjarsari Solo yang merupakan bekas Koninklijke Emmaschool. Ia diangkat menjadi guru tetap untuk mata pelajaran Sejarah pada Shihang Gakko di Solo, suatu sekolah guru laki-laki yang melebur sekolah-sekolah guru Kristen dan Katolik di Jawa Tengah menjadi satu sekolah pendidikan guru model Jepang. Pekerjaan ini dilayani sampai zaman awal kemerdekaan. Antara tahun 1949-1956 sambil mengajar dan memimpin asrama di Sekolah Guru Atas Kristen di Salemba Jakarta di bawah pimpinan Bapak I.P. Simanjutak, M.A. Ia mengusahakan waktu untuk berkuliah pada Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat dari Universitas Indonesia sampai tamat. Kawan studinya a.l. Bapak Surjandaru, S.H. yang kemudian menjadi salah seorang pembantu rektor; adapun guru besar pada zaman Jakarta itu adalah antara lain para Profesor Hazairin, Lemaire, Resink dan Beerling.

Setelah lulus sarjana, Dr. Notohamidjojo menerima tawaran untuk memimpin PTPG Kristen Indonesia di Salatiga atas permintaan Ds. Basoeki Probowinoto seorang anggota pengurusnya, juga seorang kawan lama dari zaman H.I.K. di Solo. Pemimpin PTPG tersebut dilaksanakan dengan bantuan teman-teman bekerjanya seperti tuan Jac.v.d. Waals, Nona Dra. M.C. Miedema, Drs. H. Baas dan Drs. Soetjipto Wirowidjojo. Akademi Pendidikan Guru itulah yang kemudian pada tahun 1959 disempurnakan menjadi Universitas dengan nama Satya Wacana.

Pembentukan Kepribadian

[sunting | sunting sumber]

Dr. Notohamidjojo dapat disebut seorang otodidak. Hidupnya penuh dengan belajar dari buku, hubungan dengan guru-gurunya dan pengalaman kemasyarakatan. Sejak muda koleksi perpustakaan pribadinya terkenal luas. Sikap kepemimpinan dipelajarinya dari pribadi tuan Meyerink, direktur Chr.H.I.K. yang kemudian menjadi anggota parlemen Belanda.

Berpikir historis yang bercorak progresif liniernya terima dari Dr. H. Kroeskamp, guru sejarahnya yang juga membimbing ia kepada dasar-dasar politik Kristen. Guru-guru lain yang ia rasa ikut membangkitkan kecintaan kepada pelbagai cabang pengetahuan adalah tuan-tuan J.In. ‘t Veld dan P. de Koomen untuk bahasa Belanda, tuan F. Eygenraam untuk ilmu pasti dan tuan H.C. Beekman untuk ilmu hayat. Yang terakhir ini kemudian menjadi kolega mengajar di S.G.A. Kristen Jakarta.

Memang dalam pandangan tradisionil Jawa, sabda dari tokoh pendita (guru) dan ratu (raja) dijunjung tinggi. Rasa hormat dan segan terhadap itu tadi disatukan dalam ungkapan “sabda pendita ratu”. Semasa ia belajar untuk hoofdacte di Bandung, psikologi dan paedagogik diajarkan oleh Dr. T.S.G. Mulia tokoh yang ia hormati dan kagumi.

Sejak usia 21 tahun ia sudah menulis dalam surat-surat kabar De Locomotief dan Soerabajaasch Handelsbald tentang masalah-masalah kemasyarakatan. Bakat menulis ini ia warisi dari ayah yang setelah meninggalkan bidang keagamaan kemudian bekerja pada B.P.M. di Cepu dan ikut aksi pemogokan pada tahun 1919; sesudah itu ayah aktif bergerak dalam partai Serikat Islam dan membantu H.O.S. Tjokroaminoto dalam mengasuh surat kabar Oetoesan Hindia sebagai redaktur untuk ruang Agama Islam.

Dalam tulisan-tulisannya tampak perhatiannya kepada bidang politik dan kebudayaan yang erat sekali hubungannya dengan pekerjaannya sebagai guru sejarah. Buku pertama yang ditulisnya untuk sekolah-sekolah menengah adalah Tata Negara Indonesia. Pada tahun-tahun awal berdirinya PTPG ia masih ikut mengajar sejarah Indonesia pada jurusan Sejarah yang diasuh oleh R.M. Subantardjo bekas kawan sekelasnya juga pada zaman Solo.

Bersama Pdt. Prof. Dr. J. Verkuyl (kanan)

Dorongan pertama untuk menulis buku-buku ilmiah populer datang dari Pdt. Prof. Dr. Johannes Verkuyl yang ia kenal dari dekat pada zaman Jakarta. Di samping menulis buku ia pertama ‘Iman Kristen dan Politik’ BPK, 1951 ia sebagai anggota staf redaksi De Zaaier menulis pelbagai artikel sekitar kejawen dan kekristenan serta pertaliannya dengan praktik penginjilan di tanah Jawa.

Guru-guru besarnya di fakultas Hukum yang mengesan adalah pertama Prof. Mr. L.W.G. Lemaire yang memberikan pengantar ilmu Hukum, kedua Prof. Mr. G.J. Resink seorang literator dan jurist ulung dengan perhatian kepada sejarah dan politik International yang oleh ia disebut kawan dan guru. Yang ketiga adalah Prof. Dr. R.F. Beerling pengajar filsafat hukum penulis opus “Krator, Mens en Recht” yang isinya kemudian ia pergunakan untuk menyalin perkuliahannya filsafat hukum di Salatiga.

Dr. Notohamidjojo men-sistematika-kan filsafat hukum, meliputi: asal, hakikat, tujuan hukum manusia dalam hukum dan norma-norma ethis-religius antara lain kebenaran dan keadilan dalam mempraktikan hukum.

Kegiatan di bidang politik dan kegerejaan

[sunting | sunting sumber]

Ketika pada tahun 1945 mulai ada kebebasan untuk bergerak dalam organisasi, Dr. Notohamidjojo ikut aktif sebagai anggota pengurus besar PGRI; ia diserahi menjadi ketua bidang politiknya. Kemudian dengan berdirinya Parkindo ia menceburkan diri pula. Pemilihannya untuk masuk partai Kristen ini berdasarkan keyakinan perlunya ada partai Kristen. Ia membaca buku-buku Dr. Abraham Kuyper pertentangan politik Kristen dengan mendalam pada zaman pendudukan Jepang. Sikapnya terbuka terhadap pandangan orang Kristen yang menggabungkan diri dengan partai-partai non-Kristen, asal partai-partai tersebut mengakui Pancasila sebagai filsafat negara dan memperjuangkan demokrasi serta keadilan sosial, khususnya PNI dan PSI aliran Sjahrir.

Dr. Notohamidjojo mengakui bahwa Parkindo juga termasuk ia sendiri, kurang berani berdialog dengan partai-partai Islam, akan tetapi dialog yang melalui kontak pribadi ada juga misalnya ia sendiri telah lama mengajar di Universitas Sultan Agung di Semarang. Secara organisasi kontak dirasa tak mungkin, hanya sejak pada tahun 1971, dengan ada menteri Agama baru Dr. Mukti Ali, ia melihat perspektif-perspektif baru untuk berdialog sehat dengan fihak golongan Islam.

Pengaruhnya atas peristiwa-peristiwa di dalam tubuh Parkindo jelas, yakni ia banyak berbicara pada kesempatan-kesempatan konggresnya, juga sampai nivo nasional pengaruh Dr. Notohamidjojo tampak, misalnya yang berupa advis-advis untuk pelbagai formasi kabinet dalam tahun-tahun ketika demokrasi masih leluasa sampai tahun 1957.

Dr. Notohamidjojo peka sekali terhadap gelagat dan kemungkinan-kemungkinan timbulnya bentrokan-bentrokan antar golongan Islam dan komunis, suatu hal yang pasti memerlukan sikap yang tegas dari pihak masyarakat Kristen. Baginya kebijaksanaan dibutuhkan sekali sekitar tahun 1964-1965 ketika kekuatan komunis merembes masuk Universitas Kristen Satya Wacana. Ancaman komunis dalam segala bentuk ia lihat sebagai bahaya yang merongrong Pancasila.

Ketika tubuh gereja pun tampak mulai keresapan ‘roh zaman’, misalnya usul supaya menasakomkan majelis di suatu jemaat besar suatu kota, peringatan-peringatan ia lontarkan melalui pidato, khotbah dan tulisan-tulisan untuk membangkitkan kewaspadaan gereja dalam mengikuti gerak kemasyarakatan dengan sebagai bekal ia menganjurkan tiga sikap: jujur seperti burung merpati, berani seperti sahid dan cerdik seperti ular. Pada tahun 1951 ia menulis buku berjudul “Iman Kristen dan Politik” dengan maksud untuk menjelaskan kepada orang-orang Kristen akan tugasnya dalam membangun negara merdeka yang masih muda. Tahun-tahun berikutnya kesempatan menulis dengan bebas sangat terbatas karena situasi politik pada waktu itu. Baru pada tahun 1967 muncul buku ia “Tanggung Jawab Gereja dan Orang Kristen di Bidang Politik”. Di situ ia mendorong orang Kristen untuk berpartisipasi dengan tanggungjawab dalam mengembangkan negara.

Dalam tahun-tahun menjelang 1970 Dr. Notohamidjojo memanfaatkan suasana politik orde baru untuk mengindoktrinasikan Demokrasi Pancasila kepada masyarakat Kristen dengan buku yang berjudul juga demikian. Buku ini merupakan pengolahan-pengolahan kembali artikel-artikel yang pernah ditulisnya berturut-turut dalam harian Sinar Harapan. Ia memang memiliki kemampuan untuk menyajikan pokok gagasan ia sesuai dengan selera dan daya tangkap pembaca yang luas.

Buku yang terbit terakhir berjudul “Masalah Keadilan” dapat dilihat sebagai pernyataan keprihatinan ia terhadap perkembangan yang ada sekarang di mana dasar-dasar Pancasila, keadilan sosial cenderung untuk diremehkan. Untung bahwa ia mampu untuk mengutarakan masalah dan pemecahannya dengan tepat dan tajam meskipun kadang-kadang perlu menggunakan teknik pasemon, memilih kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang dapat ditafsir sesuai dengan kepekaan segenap pembacanya. Buku-bukunya bagi umat Kristen merupakan pedoman yang berharga.

Satya Wacana: “Setia Sabda”

[sunting | sunting sumber]

Perguruan Tinggi Satya Wacana merupakan anak rohani Dr. Notohamidjojo. Kedatangannya di Salatiga menurut keyakinannya adalah merupakan panggilan dari Tuhan sendiri. Ketika ia mendapat tawaran dari pengurus PTPG Kristen Indonesia untuk memangku jabatan pemimpin akademi pendidikan guru tersebut, hatinya mendua karena dalam waktu yang bersamaan ia ditawari oleh Profesor Resink untuk membantunya mengajar di fakultas hukum Universitas Indonesia, suatu karier ilmiah yang berprospeksi menarik.

Namun ia memilih Salatiga dan di situ ia melaksanakan karya hidupnya. Dari pidatonya pada pembukaan peresmian Universitas Satya Wacana pada tahun 1959 tampak bahwa ia sejak berdirinya PTPG pada tahun 1956, sudah melihat perlunya suatu Universitas Kristen yang menyiapkan tenaga-tenaga kader untuk gereja dan masyarakat. Dari ucapan-ucapan serta pahamnya tampak pengaruh dari gagasan-gagasan tinggi Dr. Abraham Kuyper pendiri Vrije Universiteit di Nederland sebagai suatu perguruan yang beralaskan iman Kristen.

Dibandingkan dengan perguruan tinggi lainnya di Indonesia, Satya Wacana tampak menonjol terutama dalam corak keunikan “Indonesia Mini”. Sebanyak 18 sinode gereja-gereja di tanah air dari Nias sampai Irian Jaya mendukungnya sehingga para mahasiswa yang berasal dari pelbagai daerah, pelbagai suku hadir dalam kampus Satya Wacana. Ratusan alumni Satya Wacana kini bekerja bertebaran di seluruh Nusantara mengabdikan diri di segala bidang dalam partisipasinya membangun Negara kita.

Perkembangan perguruan Satya Wacana tak selancar gambaran luar yang berupa gedung-gedung yang serba megah fasilitas yang mencukupi untuk studi. Berkali-kali Dr. Notohamidjojo menghadapi kesulitan-kesulitan di bidang finansiil, materiil akademis dan politis. Sebagai rector dan educational stateman terbukalah ia membicarakan segalanya dengan kawan-kawannya sekerja. Segala upaya pengatasan kesulitan dilandaskan pada doa karena Dr. Notohamidjojo percaya akan kekuasaan doa. Dalam situasi yang depresif ia mampu menggairahkan staf pembantunya ataupun dosen-dosen dan pegawai-pegawai untuk tetap menunjukkan dan membuktikan sikap dedikasi.

Sebagai sarjana hukum yang berspesialisasi filsafat hukum Dr. Notohamidjojo menggumuli filsafat wetside dari Dooyeweerd; bersama-sama dengan Dr. Sj. Roosjen karibnya, ia mendalami dan mengembangkannya. Gagasan-gagasan yang banyak diwarnai filsafat tersebut memengaruhi pula fisi ia yang tampak dalam penulisan kertas-kertas kerja ia untuk konfrensi-konfrensi atau seminar-seminar akademis antar perguruan tinggi Kristen di Hongkong, Tokyo, Manila, New York, Nederland dan Wina antara tahun 1964-1970.

Peristiwa yang penting dalam hidup ia dan Universitas dan IKIP Kristen Satya Wacana adalah penggelaran Doctor Honoris Causa kepada ia dalam ilmu hukum oleh Vrije Universiteit di Amsterdam melalui rektornya Prof. Mr. W.F. De Gaay Fortman pada tanggal 4 September 1972.

Sayang bahwa sepulangnya ke Salatiga ia banyak diganggu oleh penyakit tekanan darah tinggi sehingga ia perlu banyak mengaso dan pelbagai bidang-bidang kegiatannya dibagi-bagikan kepada para pembantunya. Namun kemauan ia yang keras dan rasa tanggungjawab ia yang tebal kadang-kadang menjadikan ia lupa akan kelemahan jasmani ia. Hubungan dengan partner-partner di luar negeri melalui korespondensi, menemui kunjungan serta pembicaraan-pembicaraan masih ia lakukan demi kelangsungan hidup dan perkembangan lanjut Satya Wacana.

Dr. Notohamidjojo yang akhirnya atas kemauan sendiri menyerahkan tugasnya sebagai pengasuh perguruan tinggi yang didirikannya selama 17 tahun yang lalu merasa puas bahwa ‘anak asuhannya’ akan berada dalam tangan mereka yang mampu melanjutkan perjuangan Satya Wacana dalam mengabdi gereja dan negara sesuai dengan makna namanya “Setia Sabda” dan yang selalu berpedoman kepada motto yang diambil dari Amsal Sulaiman 1:7 “Bahwa takut akan Tuhan itu permulaan segala pengetahuan”.

Pemahaman Mengenai Kepemimpinan

[sunting | sunting sumber]

Dr. Notohamidjojo mengatakan “ Betapa besarnya kebutuhan akan perubahan, tapi kalau tiada bisa menyangkut pada seseorang yang berbakat, maka tiada ada muncullah seorang pemimpin. Sebaliknya, betapa anggun pun bakat seseorang, tapi apabila ia tidak menjumpai kesempatan untuk mengembangkannya, tidak terhasilkan pula seorang pemimpin yang besar.

Terdapat dua kata kunci dalam ungkapan Dr. Notohamidjojo tentang kepemimpinan, yakni bakat dan pengembangan. Dr. Notohamidjojo percaya bahwa ada orang yang benar-benar lahir sebagai pemimpin (nature). Namun bakat seorang pemimpin tidak akan banyak berguna bila tidak dididik dengan baik serta tepat.

Berikutnya adalah pengembangan,Dr. Notohamidjojo percaya bahwa kepemimpinan juga merupakan sesuatu yang dikembangkan. Kepemimpinan bukan semata-mata didapatkan dari Tuhan, tetapi juga “diusahakan” oleh manusia. Bila kita melihat secara jeli pola yang kedua, menurut tafsiran saya, Dr. Notohamidjojo mau menyampaikan bahwa semua orang berpotensi untuk menjadi pemimpin. Kata kuncinya terdapat pada kalimat “kesempatan untuk mengembangkannya”. Kesempatan untuk menjadi pemimpin terbuka (opportunity) bagi siapa saja dan untuk memilikinya, manusia perlu membentuk diri sedemikian rupa serta mengikutsertakan diri dalam program-program pelatihan yang mumpuni.Pandangan kepemimpinan dalam paham Dr. Notohamidjojo adalah paham yang bersifat universal dan equal. nanti kita juga akan −÷←[1] Model berikutnya yang harus ada dalam diri seorang pemimpin adalah “tanggung jawab”. Bagi Dr. Notohamidjojo, terdapat dua tanggungjawab dasar yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Pertama, seorang pemimpin harus berbertanggung jawab atas kepemimpinannya. Dr. Notohamidjojo mengatakan “pemimpin itu mengabdi pada organisasi, bukan dirinya sendiri, objektif, bukan subjektif. Artinya, seorang pemimpin pertama-tama harus melayani pandangan dan memelihara eksistensi organisasinya. Pemimpin harus bertanggung jawab terhadap organisasi yang ia pimpin. Pemimpin juga harus mempertahankan, menyalurkan, dan mewariskan nilai-nilai organisasi tersebut, sehingga tiba waktunya ia turun jabatan, organisasi tersebut dapat dijalankan lagi oleh orang lain dengan tidak kurang suatu apapun.

Kedua, seorang pemimpin harus mampu bertanggungjawab atas anggota-anggota yang ia pimpin. Seorang pemimpin harus mampu memberikan teladan sikap yang luhur sesuai dengan delapan (8) sifat kepemimpinan yang digagas oleh Dr. Notohamidjojo. Pemimpin harus rendah hati, agar terhindar dari sikap autokrasi dan gila jabatan. Pemimpin harus menyadari bahwa organisasi bukan diciptakan untuknya tetapi diadakan untuk kelangsungan hidup banyak orang. Tiba saatnya nanti ia harus memberikan jabatan itu kepada orang lain, agar nilai-nilai organisasi yang ia pimpin tetap lestari.

Ketiga, seorang pemimpin harus memiliki kecapakan spiritual (teologis). Kecakapan tersebut, Dr. Notohamidjojo kembangkan dalam Teologia Kristen yang dikutip dari Amsal 1:7a “Takut akan Tuhan adalah awal permulaan pengetahuan”. Ayat ini menjadi dasar filsafat UKSW yang pertama yaitu Souveriniteit (Souverinitas).

“Dasar Souveriniteit, yang berpangkal pada pengakuan “menyegani Tuhan adalah pangkal pengetahuan” (Amsal 1:7). Dasar ini berisi pengakuan bahwa Allah adalah khalik seluruh kosmos,Tuhan yang berdaulat (Souverenein) yang bertahta di atas batas yang mutlak di atas mahluknya. Batas yang itu adalah nomos (Sam Lusi (editors),2013,4).

Pendasaran ini bukan semata-mata digagas Dr. Notohamidjojo karena UKSW merupakan Universitas Kristen untuk formalitas belaka. Dr. Notohamidjojo melihat bahwa seorang akademisi juga harus memliki sikap menyegani Tuhan. Tuhan yang berdaulat atas segala ciptaan (termasuk manusia) sehingga segala tindakan manusia harus didasarkan kepada sang pencipta. Dasar UKSW yang kepertama juga memiliki hubungan dengan Pancasila yakni sila kepertama “Ketuhanan yang Masa Esa”. Sebagai Universitas yang berada di bumi Indonesia. UKSW juga memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memelihara serta “meresapkan” nilai-nilai pancasila. Sehingga dasar yang diletakan tidak menjadikan agama sebagai “label” dalam dunia pendidikan tetapi menjadikannya sebagai dasar semangat nasionalisme .

Riwayat singkat

[sunting | sunting sumber]
  • Pendidikan
  1. 1922-1929: Hollandsch Zendingschool (Sekolah Dasar Tujuh Tahun)
  2. 1929-1935: Christelijke Hollands Inlandse Kweekschool / Chr. H.I.K - Solo (Sekolah Pendidikan Guru Enam Tahun)
  3. 1935-1938: Hoofdactecursus - Bandung (Mendapatkan Akta Kepala Sekolah Dasar)
  4. 1949-1956: Fakultas Hukum Universitas Indonesia
  5. 1949-1956: Fakultas Pengetahuan Masyarakat Universitas Indonesia
  • Karier
  1. 1938: Guru Sekolah Dasar Prins Bernhard School - Solo
  2. (Jaman Penjajahan Jepang) Kepala Sekolah Kristen Banjarsari - Solo (bekas Koningin Emma School)
  3. (Jaman Penjajahan Jepang) Guru Sejarah Shihang Gakko - Solo (Sekolah Pendidikan Guru Jepang)
  4. 1945: Ketua Bidang Politik PGRI
  5. 1945: Anggota Parkindo
  6. 1956: Rektor PTPG Kristen Indonesia - Salatiga
  7. 1959: Universitas Kristen Satya Wacana - (mengubah nama dari PTPG Kristen Indonesia ke Universitas Kristen Satya Wacana)
  • Karya & Penghargaan
  1. Penulis Surat Khabar "De Locomotief dan Soerabajaasch Handelsbald" tentang masalah-masalah kemasyarakatan (pada usia 21 tahun)
  2. 1951: Penulis buku "Iman Kristen dan Politik" Penerbit BPK
  3. 1951: Anggota staf redaksi De Zaaier
  4. 1951: Penulis pelbagai artikel sekitar kejawen dan kekristenan serta pertaliannya dengan praktik penginjilan di tanah Jawa
  5. Men-sistematika-kan filsafat hukum menjadi: asal, hakikat, tujuan hukum manusia dalam hukum dan norma-norma ethis-religius antara lain kebenaran dan keadilan dalam mempraktikan hukum
  6. Dosen pada Universitas Sultan Agung - Semarang
  7. 1967: Menulis buku “Tanggung Jawab Gereja dan Orang Kristen di Bidang Politik”
  8. 1970: Menulis buku "Mengindoktrinasikan Demokrasi Pancasila kepada masyarakat Kristen"
  9. Menulis buku “Masalah Keadilan” yang berisikan pernyataan prihatin karena Pancasila dan Keadilan sosial mulai hilang dan diremehkan
  10. Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia
  11. 1964-1970: Mengikuti berbagai Seminar-seminar akademis antar Perguruan Tinggi Kristen di Hongkong, Tokyo, Manila, New York, Nederland dan Wina
  12. 4 September 1972: Mendapat gelar DOKTOR / Doctor Honoris Causa ilmu hukum dari "Vrije Universiteit" Amsterdam yang dipromotori oleh Rektornya, Prof. W.F. "Gaius" de Gaay Fortman

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ babab