Front Pemerintah Nasional Daerah Madiun
Pemerintah Nasional Daerah Madiun | |||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1948 | |||||||||
Bendera | |||||||||
Peta Karesidenan Madiun | |||||||||
Status | Pemerintahan Revolusioner | ||||||||
Ibu kota | Madiun | ||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Indonesia | ||||||||
Wilayah Administatif (Pemerintahan Nasional Daerah) | Madiun | ||||||||
Pemerintahan | Republik Soviet | ||||||||
Kepala Pemerintahan | |||||||||
• 1948 | Soepardi | ||||||||
Gubernur Militer | |||||||||
• 1948 | Soemarsono | ||||||||
Ketua Komite Front Nasional | |||||||||
• 1948 | Harjono | ||||||||
Legislatif | Komite Front Nasional | ||||||||
Komite Front Nasional | |||||||||
Sejarah | |||||||||
• Perebutan Kekuasaan oleh Front Demokrasi Rakyat | 18 September 1948 | ||||||||
• Dibubarkan | 1 Oktober | ||||||||
Mata uang | Rupiah ( IDR ) | ||||||||
| |||||||||
Sekarang bagian dari | Indonesia | ||||||||
Pemerintah Nasional Daerah Madiun (Inggris: Goverment of the National Front of Madiun) adalah pemerintahan revolusioner yang didirikan di Madiun oleh kelompok Front Demokrasi Rakyat pada tanggal 18 September 1948 setelah perebutan kota Madiun. Soepardi diangkat oleh petinggi FDR, yaitu Wikana, dan Setyadjit Soegondo, sebagai kepala pemerintahan revolusioner dalam Komite Front Nasional. Pemerintahan ini berakhir ketika kesatuan militer Divisi Siliwangi pada 1 Oktober 1948 merebut kembali wilayah Madiun.[1]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Pada Januari 1948, kabinet Amir Sjarifoeddin menandatangani Perjanjian Renville, yang diikuti oleh pengunduran dirinya beberapa waktu kemudian sebagai perdana menteri. Hal ini menimbulkan berbagai reaksi oleh publik dan media. Sebagian kelompok setuju dengan perjanjian tersebut, dan sebagian lagi tidak menyetujuinya. Dibentuknya Front Demokrasi Rakyat juga merupakan efek dari ditandatangani nya perjanjian ini. Golongan yang dahulu tergabung dalam Sajap Kiri kini sebagian besar bergabung pada front ini. Anggota front ini yang paling penting adalah Partai Komunis Indonesia, Partai Buruh Indonesia, Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia, dan laskar Pesindo.
Pada bulan Agustus 1948, tensi makin meningkat, mulai dari pemogokan buruh tekstil di Delanggu, Klaten, hingga konflik bersenjata antara Divisi Senopati pimpinan Soeadi dan Divisi Siliwangi pimpinan AH Nasution. Konflik bersenjata ini dimulai dari terbunuhnya panglima Divisi IV "Senopati" yang bernama Soetarto, sebelum posisinya digantikan oleh Soeadi. Akhirnya saling tuduh dan konflik bersenjata ringan terjadi di sekitar wilayah Solo-Yogyakarta, yang memuncak pada tanggal 10-13 September 1948, ketika terjadi pertempuran habis habisan antara kedua divisi tersebut.
Jendral Soedirman akhirnya merespon peristiwa ini, dan bersama Kolonel Gatot Soebroto, datang menemui Presiden Soekarno, untuk meminta bantuan. Akhirnya Sukarno menunjuk Gatot Soebroto sebagai Gubernur Militer wilayah Solo-Semarang, dan juga wilayah administratif militer dibentuk dengan nama Daerah Militer Istimewa Solo-Surakarta.
Ditempat lain, Wikana dan Setiadjit diperintahkan oleh pimpinan FDR untuk melakukan inspeksi di wilayah Madiun, yang dimana saat itu merupakan basis terkuat dari FDR, dan juga memiliki sebutan "kota ketiga republik", setelah Yogyakarta dan Surakarta. Pada tanggal 18 September 1948, kesatuan-kesatuan Pesindo dan pasukan pro-FDR lainnya melucuti pemerintah dan menguasai instalasi-instalasi vital, salah satunya adalh stasiun radio. Lewat stasiun radio tersebut diberitakan tentang pemerintahan baru yang menguasai Madiun, yaitu Front Pemerintahan Nasional Daerah Madiun. Pada 21 September 1948, Wonogiri berhasil direbut oleh kesatuan-kesatuan pro-FDR, dan Pemerintah Nasional Daerah Wonogiri berhasil dibentuk[2]
Progam Nasional dilaksanakan oleh pemerintahan baru berupa penyitaan aset-aset perusahaan, dan lain sebagainya. Soepardi diangkat oleh Wikana dan Setiadjit sebagai kepala pemerintahan di Madiun, Harjono sebagai kepala Komite Front Nasional, yang berfungsi sebagai parlemen, dan Soemarsono sebagai Gubernur Militer yang ditugasi mengkoordinasi urusan sipil dan militer. Reaksi-reaksi media asing terhadap pengambil alihan kekuasaan ini sangat beragam, mulai dari media umum di Indonesia hingga ke Belanda.
Keruntuhan
[sunting | sunting sumber]Pada 30 September 1948, Divisi Siliwangi yang dipimpin oleh AH Nasution, dan Barisan Banteng melakukan serangan ke Madiun untuk merebut kota tersebut. Dalam 1 hari saja, setelah pertempuran habis-habisan, akhirnya Madiun berhasil direbut kembali. Pada 1 Oktober 1948, Madiun kembali ke tangan Republik. Laskar-laskar Pesindo, dan kesatuan-kesatuan yang pro-FDR melarikan diri ke pedalaman. Walaupun demikian, pertempuran lebih lanjut masih berlangsung diluar wilayah Madiun.
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ Poeze, Harry A. (2011). Madiun 1948: PKI Bergerak. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm. 166. ISBN 978-602-433-834-3.
- ^ Kasenda, Peter (2017). Sukarno, Marxisme, dan Leninisme: Akar Pemikiran Kiri dan Revolusi Indonesia. Jakarta: Komunitas Bambu. ISBN 978-602-9402-45-2.
Pranala luar
[sunting | sunting sumber]- [ISBN 978-602-9402-45-2 Front Pemerintah Daerah Madiun]
Artikel ini tidak memiliki kategori atau memiliki terlalu sedikit kategori. Bantulah dengan menambahi kategori yang sesuai. Lihat artikel yang sejenis untuk menentukan apa kategori yang sesuai. Tolong bantu Wikipedia untuk menambahkan kategori. Tag ini diberikan pada Januari 2023. |