Dépeçage
artikel ini tidak memiliki pranala ke artikel lain. |
Artikel ini sebatang kara, artinya tidak ada artikel lain yang memiliki pranala balik ke halaman ini. Bantulah menambah pranala ke artikel ini dari artikel yang berhubungan atau coba peralatan pencari pranala. Tag ini diberikan pada Oktober 2022. |
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Dépeçage atau pemecahan atau pemilahan adalah tindakan untuk menundukkan persoalan tertentu yang mungkin terbit dalam peristiwa/hubungan hukum pada sistem hukum yang berbeda.[1] Hukum perdata internasional tradisional secara teoritis memang bertolak dari prinsip bahwa suatu hubungan hukum seharusnya tunduk pada satu sistem hukum saja (jurisdiction selection approach).
Di sisi lain, Dépeçage dicoba dirumuskan oleh David P. dan kawan-kawan, yakni menurut mereka adalah menerapkan aturan-aturan negara yang berbeda untuk menentukan masalah yang berbeda. Ketika sebuah kasus hadir lebih dari satu masalah pemilihan hukum dan masing-masing dianalisa secara terpisah, situasi muncul yang mana diklaim bahwa hukum salah satu negara seharusnya mengakomodir satu masalah dan yang lainnya.[2]
Pengecualian
[sunting | sunting sumber]Dépeçage memiliki pengecualian dalam keadaan tertentu, yang beberapa diantaranya adalah:
- Pelaksanaan kewajiban para pihak harus dilakukan di tempat yang berbeda.
- Para pihak sepakat untuk memecah sebuah kontrak dalam pecahan untuk mendudukannya pada sistem hukum yang berbeda-beda.
- Pilihan Hukum oleh para pihak sangat berpengaruh.
Pembedaan
[sunting | sunting sumber]Dicey dan Morris membedakan arti peristiwa yang berbeda dalam kontrak hukum perdata internasional menjadi sebagai berikut.
- Tidak semua persoalan yang timbul dari suatu kontrak secara otomatis harus diatur dalam satu hukum yang sama.
- Sistem hukum yang berbeda dapat memberlakukan atas bagian-bagian dari sebuah kontrak dalam yurisdiksi yang berbeda.
Contoh
[sunting | sunting sumber]Contoh dari teori ini adalah seorang pewaris berkewarganegaraan Indonesia membuat wasiat/testamen di Singapura dan dilaksanakan di Singapura. Kemudian apabila perkara tentang gugatan wasiat tersebut diajukan di Indonesia, locus delictinya harus tunduk pada sistem hukum pembuat testamen, namun dalam konteks ini dapat dilakukan pemilahan. Hal ini kemudian dapat dipilah menjadi keabsahan formal testamen, dan kemampuan hukum pewaris untuk mewariskan kekayaannya lewat testamen/wasiat.