Kota Kotamobagu
Kota Kotamobagu adalah kota di provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Kota ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2007 pada tanggal 2 Januari 2007. Kota kotamobagu sebelumnya berstatus sebagai ibukota Kabupaten Bolaang Mongondow yang kemudian dipindahkan ke Lolak. Jumlah penduduk Kotamogabu pada pertengahan tahun 2024 sebanyak 121.189 jiwa.[2][3] Mayoritas suku yang ada di kota ini adalah suku Mongondow.
Kota Kotamobagu | |
---|---|
Motto: Kinalang - Paloko (Mongondow) Musyawarah - Sepakat | |
Koordinat: 0°44′N 124°19′E / 0.73°N 124.32°E | |
Negara | Indonesia |
Provinsi | Sulawesi Utara |
Tanggal berdiri | 23 Mei 2007 |
Dasar hukum | UU Nomor 4 Tahun 2007[1] |
Jumlah satuan pemerintahan | Daftar
|
Pemerintahan | |
• Wali Kota | Abdullah Mokoginta (Pj.) |
• Wakil Wali Kota | lowong |
• Sekretaris Daerah | Sofyan Mokoginta |
Luas | |
• Total | 184,33 km2 (71,17 sq mi) |
Populasi | |
• Total | 121.189 |
• Kepadatan | 660/km2 (1,700/sq mi) |
Demografi | |
• Agama | |
• Bahasa | Indonesia, Mongondow, Minahasa |
• IPM | 76,01 (2023) tinggi [4] |
Zona waktu | UTC+08:00 (WITA) |
Kode BPS | |
Kode area telepon | 0434 |
Pelat kendaraan | DB xxxx K |
Kode Kemendagri | 71.74 |
DAU | Rp 398.564.954.000,00- (2020) |
Semboyan daerah | Mototompiaan, mototabian, bo mototanoban (Mongondow) Saling memperbaiki, saling mengasihi, dan saling mengingat |
Situs web | kotamobagukota |
Sejarah
suntingKota Kotamobagu merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Bolaang Mongondow yang bertujuan untuk memajukan daerah, membangun kesejahteraan rakyat, memudahkan pelayanan, dan memobilisasi pembangunan bagi terciptanya kesejahteraan serta kemakmuran rakyat totabuan. Desa Bolaang terletak di tepi pantai utara yang pada abad 17 sampai akhir abad 19 menjadi tempat kedudukan istana raja, sedangkan desa Mongondow terletak sekitar 2 km selatan Kotamobagu. Nama Bolaang berasal dari kata "bolango" atau "balangon" yang berarti laut. Bolaang atau golaang dapat pula berarti menjadi terang atau terbuka dan tidak gelap, sedangkan Mongondow dari kata ‘momondow’ yang berarti berseru tanda kemenangan.[butuh rujukan]
Penduduk asli wilayah Bolaang Mongondow berasal dari keturunan Gumalangit dan Tendeduata serta Tumotoibokol dan Tumotoibokat, yang awalnya tinggal di gunung Komasaan (Bintauna). Pada abad ke 8-9, mereka menyebar ke timur di tudu in Lombagin, Buntalo, Pondoli', Ginolantungan sampai ke pedalaman tudu in Passi, tudu in Lolayan, tudu in Sia', tudu in Bumbungon, Mahag, Siniow dan lain-lain.
Setiap kelompok keluarga dari satu keturunan dipimpin oleh seorang Bogani (laki-laki atau perempuan) yang dipilih dari anggota kelompok dengan persyaratan: memiliki kemampuan fisik (kuat), berani, bijaksana, cerdas, serta mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan kelompok dan keselamatan dari gangguan musuh. Mokodoludut adalah punu’ Molantud yang diangkat berdasarkan kesepakatan seluruh bogani. Mokodoludut tercatat sebagai raja (datu yang pertama). Sejak Tompunu’on pertama sampai ketujuh, keadaan masyarakat semakin maju dengan adanya pengaruh luar (bangsa asing).
Perubahan total mulai terlihat sejak Tadohe menjadi Tompunu’on, akibat pengaruh pedagang Belanda diubah istilah Tompunu’on menjadi Datu (Raja). Tadohe dikenal seorang Datu yang cakap, sistem bercocok tanam diatur dengan mulai dikenalnya padi, jagung dan kelapa yang dibawa bangsa Spanyol pada masa pemerintahan Mokodompit (ayah Tadohe). Tadohe melakukan penggolongan dalam masyarakat, yaitu pemerintahan (Kinalang) dan rakyat (Paloko’). Paloko’ harus patuh dan menunjang tugas Kinalang, sedangkan Kinalang mengangkat tingkat penghidupan Paloko’ melalui pembangunan di segala bidang, sedangkan kepala desa dipilih oleh rakyat.
Pada zaman pemerintahan raja Corenelius Manoppo, raja ke-16 (1832), agama Islam masuk daerah Bolaang Mongondow melalui Gorontalo yang dibawa oleh Syarif Aloewi yang kawin dengan putri raja tahun 1866. Karena keluarga raja memeluk agama Islam, maka agama itu dianggap sebagai agama raja, sehingga sebagian besar penduduk memeluk agama Islam dan turut memengaruhi perkembangan kebudayaan dalam beberapa segi kehidupan masyarakat.[butuh rujukan]
Pada tanggal 1 Januari 1901, Belanda dibawa pimpinan Controleur Anton Cornelius Veenhuizen bersama pasukannya secara paksa bahkan kekerasan berusaha masuk Bolaang Mongondow melalui Minahasa, setelah usaha mereka melalui laut tidak berhasil dan ini terjadi pada masa pemerintahan Raja Riedel Manuel Manoppo dengan kedudukan istana raja di desa Bolaang. Raja Riedel Manuel Manoppo tidak mau menerima campur tangan pemerintahan oleh Belanda, maka Belanda melantik Datu Cornelis Manoppo menjadi raja dan mendirikan komalig (istana raja) di Kotobangon pada tahun 1901. Pada tahun 1904, dilakukan perhitungan penduduk Bolaang Mongondow dan berjumlah 41.417 jiwa.
Pada tahun 1906, melalui kerja sama dan kesepakatan dengan raja Bolaang Mongondow, W. Dunnebier mengusahakan pembukaan Sekolah Rakyat dengan tiga kelas yang dikelola oleh zending di beberapa desa; yakni: desa Nanasi, Nonapan, Mariri Lama, Kotobangon, Moyag, Pontodon, Pasi, Popo Mongondow, Otam, Motoboi Besar, Kopandakan, Poyowa Kecil dan Pobundayan dengan total murid sebanyak 1.605 orang, sedangkan pengajarnya didatangkan dari Minahasa. Pada tahun 1937 dibuka di Kotamobagu sebuah sekolah Gubernemen, yaitu Vervolg School (sekolah sambungan) kelas 4 dan 5 yang menampung lepasan sekolah rakyat 3 tahun.
Ibu kota Bolaang Mongondow sebelumnya terletak disalah satu tempat di kaki gunung Sia’ dekat Popo Mongondow dengan nama Kotabaru. Karena tempat itu kurang strategis sebagai tempat kedudukan controleur, maka diusahakan pemindahan ke Kotamobagu dan peresmiannya diadakan pada bulan April 1911 oleh Controleur F. Junius yang bertugas tahun 1910-1915. Pada tahun 1911 didirikan sebuah rumah sakit di ibu kota yang baru Kotamobagu. Rakyat mulai mengenal pengobatan modern, namun ada juga yang masih mempertahankan dan melestarikan pengobatan tradisional melalui tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat obat dan sampai sekarang dibudayakan secara konvensional.
Sejak semula, masyarakat Bolaang Mongondow mengenal tiga macam cara kehidupan bergotong royong yang masih terpelihara dan dilestarikan terus sampai sekarang ini, yaitu: Pogogutat (potolu adi’), Tonggolipu’, Posad (mokidulu). Tujuan kehidupan bergotong royong ini sama, namun cara pelaksanaaannya agak berbeda. Penduduk pedalaman yang memerlukan garam atau hasil hutan, akan meninggalkan desanya masuk hutan mencari damar atau ke pesisir pantai memasak garam (modapug) dan mencari ikan.
Dalam mencari rezeki itu, sering mereka tinggal agak lama di pesisir, maka disamping masak garam mereka juga membuka kebun. Tanah yang mereka tempati itulah yang disebut Totabuan yang dapat diartikan sebagai tempat mencari nafkah. Bila ada tamu yang bertandang pada masa kerajaan, biasanya disuguhi sirih pinang, tamu pria atau wanita terutama orang tua. Sirih pinang diletakkan dalam kabela' (dari kebiasaan ini diciptakan tari kabela sebagai tari penjemput tamu). Tamu terhormat terutama pejabat di jemput dengan upacara adat.[butuh rujukan]
Tarian Kabela sampai saat ini tetap lestari di bumi Totabuan. Tarian yang ada di Bolaang Mongondow cukup beragam di antaranya tarian tradisional yang terdiri dari Tari Tayo, Tari Joke', Tari Mosau, Tari Rongko atau Tari Ragai, Tari Tuitan; juga tarian kreasi baru seperti Tari Kabela, Tari Kalibombang, Tari Pomamaan, Tari Monugal, Tari Mokoyut, Tari Kikoyog dan Tari Mokosambe.
Upacara monibi terakhir diadakan pada tahun 1939 di desa Kotobangon (tempat kedudukan istana raja) dan di desa Matali (tempat pemakaman raja dan keturunannya). Transmigran ke Bolaang Mongondow pertama kali datang pada tahun 1963 dengan jumlah 1.549 jiwa (349 KK) & ditempatkan di Desa Werdhi Agung. Para transmigran berikutnya ditempatkan di desa Kembang Mertha (1964), Mopuya (1972/1975), Mopugad (1973/1975), Tumokang (1971/1972), Sangkub (1981/1982), Onggunai (1983/1984), Torosik (1983/1984) dan Pusian/Serasi 1992/1993).
Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, Bolaang Mongondow menjadi bagian wilayah Provinsi Sulawesi yang berpusat di Makassar, kemudian tahun 1953 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1953 Sulawesi Utara dijadikan sebagai daerah otonom tingkat I.
Bolaang Mongondow dipisahkan menjadi daerah otonom tingkat II mulai tanggal 23 Maret 1954, sejak saat itu Bolaang mongondow resmi menjadi daerah otonom yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri berdasarkan PP No.24 Tahun 1954. Atas dasar itulah, mengapa setiap tanggal 23 Maret seluruh rakyat Bolaang Mongondow selalu merayakannya sebagai HUT Kabupaten Bolaang Mongondow.
Geografis
suntingSecara geografis terletak di antara 0° Lintang Utara dan membentang dari Barat ke Timur di antara 123° – 124° Bujur Timur,
Luas Wilayah
suntingKota Kotamobagu mencakup wilayah daratan dan kepulauan yang memiliki daratan seluas 184.33 km2.
Topografi
suntingKota Kotamobagu terletak di ketinggian antara 180 - 130 meter di atas permukaan laut (dpl). Posisi Kota Kotamobagu berada di sebuah lembah yang dikelilingi pegunungan dan dilewati beberapa sungai, antara lain sungai Bonodon, sungai Yoyak, dan sungai Motoboi Besar di Kotamobagu Timur; sungai Yantaton dan sungai Kope' di Kotamobagu Selatan; sungai Kelurahan Mongkonai dan sungai Ongkaw Mongondow di Kotamobagu Barat; sungai Bilalang, sungai Toko dan sungai Kotobangon di Kotamobagu Utara.
Batas Wilayah
suntingBatas Wilayah Kota Kotamobagu antara lain:
Utara | Kecamatan Bilalang, Kabupaten Bolaang Mongondow |
Timur | Kecamatan Modayag, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur |
Tenggara | Kecamatan Modayag, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur |
Selatan | Kecamatan Lolayan, Kabupaten Bolaang Mongondow |
Barat | Kecamatan Passi Barat, Kabupaten Bolaang Mongondow |
Pemerintahan
suntingWali Kota
suntingNo | Wali Kota | Mulai menjabat | Akhir menjabat | Wakil Wali Kota | |
---|---|---|---|---|---|
* | Asripan Nani (Penjabat) |
25 September 2023 | 12 Agustus 2024 | Lowong | |
* | Abdullah Mokoginta (Penjabat) |
12 Agustus 2024 | Petahana | Lowong |
Dewan Perwakilan
suntingPartai Politik | Jumlah Kursi dalam Periode | |||
---|---|---|---|---|
2014-2019 | 2019-2024 | 2024-2029 | ||
PKB | 2 | 3 | 5 | |
Gerindra | 2 | 1 | 0 | |
PDI-P | 3 | 5 | 9 | |
Golkar | 5 | 3 | 2 | |
NasDem | 0 | 4 | 4 | |
PKS | 2 | 1 | 0 | |
PPP | 0 | 1 | 1 | |
PAN | 6 | 1 | 0 | |
Hanura | 2 | 3 | 3 | |
Demokrat | 3 | 3 | 1 | |
Jumlah Anggota | 25 | 25 | 25 | |
Jumlah Partai | 8 | 10 | 7 |
Kecamatan
suntingKota Kotamobagu terdiri dari 4 kecamatan, 18 kelurahan, dan 15 desa. Pada tahun 2017, jumlah penduduknya mencapai 122.308 jiwa dengan luas wilayah 68,06 km² dan sebaran penduduk 1.797 jiwa/km².[5][6]
Daftar kecamatan dan kelurahan di Kota Kotamobagu, adalah sebagai berikut:
Kode Kemendagri |
Kecamatan | Jumlah Kelurahan |
Jumlah Desa |
Status | Daftar Desa/Kelurahan |
---|---|---|---|---|---|
71.74.04 | Kotamobagu Barat | 6 | - | Kelurahan | |
71.74.03 | Kotamobagu Selatan | 3 | 6 | Desa | |
Kelurahan | |||||
71.74.02 | Kotamobagu Timur | 6 | 4 | Desa | |
Kelurahan | |||||
71.74.01 | Kotamobagu Utara | 3 | 5 | Desa | |
Kelurahan | |||||
TOTAL | 18 | 15 |
Demografi
suntingPada tahun 2019. total jumlah penduduk Kota Kotamobagu adalah 125.835 jiwa dengan penduduk laki-laki sebanyak 63.976 jiwa atau 50,84% dan penduduk perempuan sebanyak 53.379 atau 49,15% dari total jumlah penduduk.[7]
Tenaga Kerja
suntingTingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada tahun 2009 58,39%, tahun 2010 61,82%, tahun 2011 67,02%, tahun 2012 65,07%. Tahun 2012, dari total 78.434 penduduk Kota Kotamobagu yang berada dalam kelompok usia kerja 15 tahun ke atas, sebanyak 65,07% merupakan angkatan kerja. Dari jumlah angkatan kerja tersebut 90,58% berstatus bekerja, sedangkan sekitar 9,42% menganggur.
Pendidikan
suntingUntuk SD tahun 2011 berjumlah 74 gedung sekolah, murid sebanyak 13.365 orang. Untuk SLTP tahun 2011 berjumlah 16 gedung sekolah, murid sebanyak 7.035 orang. Untuk SLTA tahun 2011 berjumlah 21 gedung sekolah, murid sebanyak 8.514 orang. Perguruan tinggi saat ini ada 9 yang ada di Kotamobagu, yakni Universitas Dumoga Kotamobagu, Akademi Keperawatan Kotamobagu, Akademi Kebidanan Bunda Kotamobagu, STMIK Multicom Kotamobagu, STIE Widya Darma Kotamobagu, STIKES Graha Medika Kotamobagu, IAI Muhammadiyah Kotamobagu, STT Kotamobagu dan Institut Agama Islam IAI Kotamobagu, dengan jumlah program studi sebanyak 21 dan jumlah mahasiswa sekitar 3000.[butuh rujukan]
Kesehatan
suntingRumah Sakit
suntingEkonomi
suntingPertanian
suntingPertanian tanaman pangan dengan luas panen terbesar di Kota Kotamobagu adalah tanaman Padi dengan luas lahan panen sekitar 56,68% dari total luas panen tanaman pangan di Kotamobagu, atau sekitar 8.094 Ha. Diikuti tanaman jagung dengan luas panen seitar 5.572 Ha.[butuh rujukan]
Referensi
sunting- ^ "Pembentukan Daerah-Daerah Otonom di Indonesia s/d Tahun 2014" (PDF). www.otda.kemendagri.go.id. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-07-12. Diakses tanggal 22 April 2021.
- ^ a b "Visualisasi Data Kependudukan - Kementerian Dalam Negeri 2024" (Visual). www.dukcapil.kemendagri.go.id. Diakses tanggal 31 Agustus 2024.
- ^ a b "Kota Kotamobagu Dalam Angka 2020". www.kotamobagukota.bps.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-11-15. Diakses tanggal 23 April 2020.
- ^ "[Metode Baru] Indeks Pembangunan Manusia menurut Kabupaten/Kota (Umur Harapan Hidup Hasil Long Form SP2020) 2021-2023". www.sulut.bps.go.id. Diakses tanggal 27 Maret 2024.
- ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 Desember 2018. Diakses tanggal 3 Oktober 2019.
- ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Permendagri nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 25 Oktober 2019. Diakses tanggal 15 Januari 2020.
- ^ "Badan Pusat Statistik Kota Kotamobagu". kotamobagukota.bps.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-03-19. Diakses tanggal 2021-11-01.
Pranala luar
sunting- (Indonesia) Situs resmi BPS Kota Kotamobagu Diarsipkan 2014-01-16 di Wayback Machine.