Budaya Keselamatan: Slide DR Nico A Lumenta
Budaya Keselamatan: Slide DR Nico A Lumenta
Budaya Keselamatan: Slide DR Nico A Lumenta
PENDIDIKAN
• SI Fakultas Kedokteran Unair
• SII Pasca Sarjana UI, Manajemen Rumah Sakit
DIMENSIONS OF PSC
Through a qualitative meta-analysis the seven subcultures of patient safety
culture were identified as:
1. Leadership culture
2. Teamwork culture
3. Culture of evidence-based practice
4. Communication culture
5. Learning culture
6. Just culture
7. Patient-centered culture
slide dr Nico A Lumenta
1. Leadership: Leaders acknowledge the healthcare Pemimpin mengakui lingkungan yan kes adalah
environment is a high-risk environment and seek to align lingkungan berisiko tinggi dan berusaha menyelaraskan
vision/mission, staff competency, and fiscal and human visi / misi, kompetensi staf, dan sumber daya fiskal dan
resources from the boardroom to the frontline manusia dari ruang rapat ke garis depan.
2. Teamwork: A spirit of collegiality, collaboration, and Semangat kolegialitas, kolaborasi, dan kerja sama ada di
cooperation exists among executives, staff, and independent kalangan eksekutif, staf, dan praktisi independen.
practitioners. Relationships are open, safe, respectful, and Hubungan terbuka, aman, hormat, dan fleksibel.
flexible.
3. Evidence-based: Patient care practices are based on Praktik asuhan pasien didasarkan pada bukti.
evidence. Standardization to reduce variation occurs at Standardisasi utk mengurangi variasi terjadi pada setiap
every opportunity. Processes are designed to achieve high kesempatan. Prosesnya dirancang utk mencapai
reliability. kehandalan yg tinggi.
4. Communication: An environment exists where an Lingkungan ada di tempat anggota staf individu, tidak
individual staff member, no matter what his or her job peduli apa deskripsi pekerjaannya, memiliki hak dan
description, has the right and the responsibility to speak tangg-jwb untuk berbicara atas nama pasien.
up on behalf of a patient.
6. Just: A culture that recognizes errors as system Budaya yg mengenali kesalahan sbg kegagalan
failures rather than individual failures and, at the same sistem daripada kegagalan individu dan, pada saat
time, does not shrink from holding individuals yg sama, akuntabilitas individu atas tindakan tidak
accountable for their actions. mengecil
7. Patient-centered: Patient care is centered around Asuhan pasien berpusat di sekitar pasien dan
the patient and family. The patient is not only an keluarga. Pasien bukan hanya peserta aktif dalam
active participant in his own care, but also acts as a asuhannya sendiri, tapi juga bertindak sbg
liaison between the hospital and the community. penghubung antara RS dan masyarakat.
Evidence-based Best practices. High reliability/zero defects. Outcomes driven. Science of safety. Standardization: protocols,
checklists, guidelines. Technology/automation.
Communication Assertion/speak-up . Bottom-up approach, Hand-offs . Linkages between executives and front
line/resolution/feedback . Safety briefings/debriefings. Structured techniques: SBAR, time-out, read-back
,Transparency.
Learning Awareness/informed . Celebrate success/rewards . Data driven,
Education/training including physicians ,. Learn from mistakes/evaluation, Monitor/benchmark. Performance
improvement . Proactive . Root-cause analyses,
Share lessons learned.
Leadership Akuntabilitas. Manajemen perubahan. Komitmen. Ronde eksekutif. Governance. Hubungan terbuka.
Keterlibatan dokter. Prioritas. Sumber daya. Panutan. Dukungan. Kewaspadaan. Visibilitas. Visi Misi.
Teamwork Penjajaran. Tergantung keahlian dimanapun ditemukan. Hirarki yang rata. Multidisiplin /
mutigenerasional. Saling menghormati. Keselamatan psikologis. Kesiapan untuk beradaptasi /
fleksibel. Mendukung. Perhatikan punggung masing-masing.
Evidence-based Praktik terbaik. Keandalan tinggi / nol cacat. Gerakkan berbasis hasil. Ilmu keselamatan.
Standardisasi: protokol, daftar periksa, pedoman. Teknologi / otomasi.
Communication Tegas / angkat bicara. Pendekatan bottom-up, Hand-off. Kaitan antara eksekutif dan garis depan /
resolusi / umpan balik. Briefing / pembekalan keselamatan Teknik terstruktur: SBAR, time-out, read-
back, Transparansi.
Learning Kesadaran / informasi. Rayakan kesuksesan / penghargaan. Gerak berbasis data, Pendidikan /
pelatihan termasuk dokter,. Belajar dari kesalahan / evaluasi, Monitor / benchmark. Peningkatan
performa . Proaktif Analisis akar penyebab, Bagikan pelajaran yang dipetik.
Just Bebas dari menyalahkan Pengungkapan. Pelaporan tanpa hukuman Tidak ada perilaku berisiko,
Sistem bukan individu. Kepercayaan
Patient- Centered Keterlibatan masyarakat / akar rumput. Kasih sayang / perhatian Memberdayakan pasien / keluarga.
Pengalaman teladan pasien. Fokus pada pasien. Partisipasi formal dalam perawatan. promosi
kesehatan, informasi pasien / keluarga. Cerita pasien
• Karakter budaya keselamatan pasien yang kurang diinginkan dapat mencakup mis.
- Kekhawatiran tentang keselamatan secara konsisten tidak ditangani
- Tidak ada pembelajaran yang dicapai dari kejadian tidak diharapkan
- Karyawan enggan melaporkan insiden KP
- Tidak ada yang akuntabel ttg tanggung jawab keselamatan mereka
- Representasi manajemen keselamatan berada diluar proses pengambilan keputusan utama
Leaders are the keepers and guardians of psychological safety. they must build a robust
safety culture, and a learning organisation.
Pemimpin adalah penjaga dan penjaga keamanan psikologis. mereka harus membangun
budaya keselamatan yang kuat, dan organisasi belajar.
Management is in charged with establishing the right possibilities and direction, vision and
systems, which in turn will be reflected in the quality and safety culture.
Pemimpin adalah penjaga dan penjaga keamanan psikologis. mereka harus membangun
budaya keselamatan yang kuat, dan organisasi belajar.
In any health care organization, leadership’s first priority is to be accountable for effective
care while protecting the safety of patients, employees, and visitors.
Dalam setiap organisasi Yan kesehatan, prioritas utama kepemimpinan adalah bertanggung
jawab atas asuhan yang efektif sekaligus melindungi keselamatan pasien, karyawan, dan
pengunjung.
The Joint Commission’s Sentinel Event Database reveals that leadership’s failure to create
an effective safety culture is a contributing factor to many types of adverse events – from
wrong site surgery to delays in treatment.
Database Kejadian Sentinel JC mengungkapkan bhw kegagalan kepemimpinan utk
•
menciptakan budaya keselamatan yg efektif merupakan faktor penyebab berbagai jenis
efek samping - dari operasi situs yg salah hingga keterlambatan dalam pengobatan.
slide dr Nico A Lumenta
The Joint Commission Center for Transforming Healthcare telah menemukan budaya
keselamatan yang tidak memadai sbg faktor kontributor yang signifikan terhadap KTD.
Kepemimpinan yang tidak adekuat dapat berkontribusi pada KTD dengan berbagai
cara, termasuk namun tidak terbatas pada contoh-contoh ini:
Tidak cukupnya dukungan terhadap pelaporan insiden keselamatan pasien (IKP)
Kurangnya umpan balik atau tanggapan terhadap staf dan pihak lain yang
melaporkan kerentanan keamanan
Membiarkan intimidasi staf yang melaporkan IKP
Menolak secara konsisten utk memprioritaskan dan menerapkan rekomendasi
keselamatan
Tidak mengatasi kelelahan staf
Namun, tidak ada solusi sederhana untuk meningkatkan keselamatan, dan tidak
ada intervensi tunggal yang diimplementasikan secara terpisah akan sepenuhnya
menangani masalah ini. Laporan ini menyoroti empat pilar strategi keselamatan:
1. Pendekatan sistem. Pendekatan untuk mengurangi kerugian harus
diintegrasikan dan diterapkan pada tingkat sistem.
2. Fokus pd budaya. Sistem dan organisasi kesehatan harus benar-benar
mengutamakan kualitas dan keselamatan melalui penglihatan yang inspiratif
dan penguatan positif, bukan melalui kesalahan dan hukuman.
3. Pasien sebagai mitra sejati. Organisasi kesehatan harus melibatkan pasien dan
staf dalam keselamatan sebagai bagian dari solusi, tidak hanya sebagai korban
atau pelaku kejahatan.
4. Bias menuju tindakan. Intervensi harus didasarkan pada bukti kuat. Namun,
ketika bukti kurang atau masih muncul, penyedia layanan harus melanjutkan
dengan hati-hati, mengambil keputusan yang beralasan daripada tidak
bertindak.
1. Staf rumah sakit mengetahui bahwa kegiatan operasional RS berisiko tinggi dan
bertekad untuk melaksanakan tugas dengan konsisten dan aman.
2. Regulasi dan lingkungan kerja mendorong staf tidak takut mendapat hukuman
bila membuat laporan tentang kejadian tidak diharapkan dan kejadian nyaris
cedera
4. Mendorong adanya kolaborasi antar staf klinis dengan pimpinan untuk mencari
penyelesaian masalah keselamatan pasien.
d. Membuat komentar yg tidak pantas tentang tenaga medis di depan pasien atau di
dalam rekam medis.
e. Tidak peduli, tidak tanggap terhadap permintaan pasien atau tenaga kesehatan
lainnya
f. Tidak mampu bekerjasama dng anggota Tim asuhan pasien atau pihak lain tanpa
alasan yg jelas
Standar TKRS.13.1
Direktur Rumah Sakit melaksanakan,
melakukan monitor, mengambil tindakan untuk
memperbaiki program budaya keselamatan di
seluruh area di Rumah Sakit