Budaya Keselamatan: Slide DR Nico A Lumenta

Download as pptx, pdf, or txt
Download as pptx, pdf, or txt
You are on page 1of 70

BUDAYA KESELAMATAN

slide dr Nico A Lumenta


dr Luwiharsih, MSc

slide dr Nico A Lumenta


JABATAN SEKARANG :
Ka Bidang Diklat KARS 2011 - sekarang
Ka Kompartemen Mutu PERSI 2015 – 2018

PENDIDIKAN
• SI Fakultas Kedokteran Unair
• SII Pasca Sarjana UI, Manajemen Rumah Sakit

slide dr Nico A Lumenta


PENGALAMAN KERJA
o Surveior & Pembimbing Akreditasi RS (1995 – sekarang )
o Direktur RSK Sitanala Tangerang ( 2007 – 2010 )
o Ka Sub Dit RS Pendidikan ( 2005 – 2007 )
o Ka Sub Dit RS Swasta ( 2001 – 2005 )
o Ka Sub Dit Akreditasi RS (1995 – 2001)

slide dr Nico A Lumenta


Patient Safety Culture
Patient safety culture has been defined as :
“the values shared among organization members about what is "Nilai-nilai yg dianut di antara staf RS ttg apa yg penting,
important, their beliefs about how things operate in the kepercayaan mereka ttg bagaimana segala sesuatu beroperasi
organization, and the interaction of these with work unit and dalam RS, dan interaksi ini dengan unit kerja dan struktur
organizational structures and systems, which together produce organisasi dan sistem, yg bersama-sama menghasilkan norma
behavioral norms in the organization that promote safety” perilaku dalam RS yg mempromosikan keselamatan"

DIMENSIONS OF PSC
Through a qualitative meta-analysis the seven subcultures of patient safety
culture were identified as:
1. Leadership culture
2. Teamwork culture
3. Culture of evidence-based practice
4. Communication culture
5. Learning culture
6. Just culture
7. Patient-centered culture
slide dr Nico A Lumenta
1. Leadership: Leaders acknowledge the healthcare Pemimpin mengakui lingkungan yan kes adalah
environment is a high-risk environment and seek to align lingkungan berisiko tinggi dan berusaha menyelaraskan
vision/mission, staff competency, and fiscal and human visi / misi, kompetensi staf, dan sumber daya fiskal dan
resources from the boardroom to the frontline manusia dari ruang rapat ke garis depan.
2. Teamwork: A spirit of collegiality, collaboration, and Semangat kolegialitas, kolaborasi, dan kerja sama ada di
cooperation exists among executives, staff, and independent kalangan eksekutif, staf, dan praktisi independen.
practitioners. Relationships are open, safe, respectful, and Hubungan terbuka, aman, hormat, dan fleksibel.
flexible.
3. Evidence-based: Patient care practices are based on Praktik asuhan pasien didasarkan pada bukti.
evidence. Standardization to reduce variation occurs at Standardisasi utk mengurangi variasi terjadi pada setiap
every opportunity. Processes are designed to achieve high kesempatan. Prosesnya dirancang utk mencapai
reliability. kehandalan yg tinggi.
4. Communication: An environment exists where an Lingkungan ada di tempat anggota staf individu, tidak
individual staff member, no matter what his or her job peduli apa deskripsi pekerjaannya, memiliki hak dan
description, has the right and the responsibility to speak tangg-jwb untuk berbicara atas nama pasien.
up on behalf of a patient.

slide dr Nico A Lumenta


5. Learning: The hospital learns from its mistakes and RS belajar dari kesalahannya dan mencari peluang
seeks new opportunities for performance baru untuk peningkatan kinerja. Belajar dihargai di
improvement. Learning is valued among all staff, antara semua staf, termasuk staf medis.
including the medical staff.

6. Just: A culture that recognizes errors as system Budaya yg mengenali kesalahan sbg kegagalan
failures rather than individual failures and, at the same sistem daripada kegagalan individu dan, pada saat
time, does not shrink from holding individuals yg sama, akuntabilitas individu atas tindakan tidak
accountable for their actions. mengecil

7. Patient-centered: Patient care is centered around Asuhan pasien berpusat di sekitar pasien dan
the patient and family. The patient is not only an keluarga. Pasien bukan hanya peserta aktif dalam
active participant in his own care, but also acts as a asuhannya sendiri, tapi juga bertindak sbg
liaison between the hospital and the community. penghubung antara RS dan masyarakat.

slide dr Nico A LumentaBotwinick,


(Source: Bisognano, & Haraden, 2006.)
Culture of Safety Typology
Subculture Properties
Leadership Accountability .Change management. Commitment. Executive rounds. Governance.Open relationships.
Physician engagement. Priority. Resources. Role model. Support . Vigilance.
Visibility . Vision/mission.

Teamwork Alignment. Deference to expertise wherever found. Flattened hierarchy. Multidisciplinary/mutigenerational.


Mutual respect. Psychological safety . Readiness to adapt/flexibility . Supportive. Watch each other’s back.

Evidence-based Best practices. High reliability/zero defects. Outcomes driven. Science of safety. Standardization: protocols,
checklists, guidelines. Technology/automation.

Communication Assertion/speak-up . Bottom-up approach, Hand-offs . Linkages between executives and front
line/resolution/feedback . Safety briefings/debriefings. Structured techniques: SBAR, time-out, read-back
,Transparency.
Learning Awareness/informed . Celebrate success/rewards . Data driven,
Education/training including physicians ,. Learn from mistakes/evaluation, Monitor/benchmark. Performance
improvement . Proactive . Root-cause analyses,
Share lessons learned.

Just Blame-free. Disclosure . Non punitive reporting . No at-risk behaviors,


Systems—not individuals. Trust
Patient- Centered Community/grassroots involvement . Compassion/caring . Empowered patients/families.
Exemplary patient experiences. Focus on patient . Formal participation in care.
health promotion, Informed patients/families . Patient stories

slide dr Nico A Lumenta


Culture of Safety Typology
Subculture Properties

Leadership Akuntabilitas. Manajemen perubahan. Komitmen. Ronde eksekutif. Governance. Hubungan terbuka.
Keterlibatan dokter. Prioritas. Sumber daya. Panutan. Dukungan. Kewaspadaan. Visibilitas. Visi Misi.

Teamwork Penjajaran. Tergantung keahlian dimanapun ditemukan. Hirarki yang rata. Multidisiplin /
mutigenerasional. Saling menghormati. Keselamatan psikologis. Kesiapan untuk beradaptasi /
fleksibel. Mendukung. Perhatikan punggung masing-masing.

Evidence-based Praktik terbaik. Keandalan tinggi / nol cacat. Gerakkan berbasis hasil. Ilmu keselamatan.
Standardisasi: protokol, daftar periksa, pedoman. Teknologi / otomasi.

Communication Tegas / angkat bicara. Pendekatan bottom-up, Hand-off. Kaitan antara eksekutif dan garis depan /
resolusi / umpan balik. Briefing / pembekalan keselamatan Teknik terstruktur: SBAR, time-out, read-
back, Transparansi.
Learning Kesadaran / informasi. Rayakan kesuksesan / penghargaan. Gerak berbasis data, Pendidikan /
pelatihan termasuk dokter,. Belajar dari kesalahan / evaluasi, Monitor / benchmark. Peningkatan
performa . Proaktif Analisis akar penyebab, Bagikan pelajaran yang dipetik.

Just Bebas dari menyalahkan Pengungkapan. Pelaporan tanpa hukuman Tidak ada perilaku berisiko,
Sistem bukan individu. Kepercayaan
Patient- Centered Keterlibatan masyarakat / akar rumput. Kasih sayang / perhatian Memberdayakan pasien / keluarga.
Pengalaman teladan pasien. Fokus pada pasien. Partisipasi formal dalam perawatan. promosi
kesehatan, informasi pasien / keluarga. Cerita pasien

slide dr Nico A Lumenta


slide dr Nico A Lumenta
The Relationship
Between Patient Safety Culture and
Patient Safety

slide dr Nico A Lumenta


Patient Safety Culture
as a measure of patient Safety

slide dr Nico A Lumenta


CULTURAL FEATURES

• Feature of a positive patient safety culture


- All employees identifying and resolving safety issues
- Employees looking for opportunities to help others and intervene when needed
- Reinforcement of safer behaviors by everyone
- Employees accepting accountability for safety of the patients
- Employee openness to coaching and feedback
- Desire to provide resources to improve patient safety
- Willingness to share, communicate and learn
- Employees are encouraged to raise issues and suggestions

• Less desirable patient safety culture traits could include e.g.


- Concerns about safety are consistently not addressed
- No learning is achieved from adverse events
- Employees are reluctant to report incidents
- No one is held accountable for their safety responsibilities
- Safety management representation is kept out of key decision-making processes

slide dr Nico A Lumenta


CULTURAL FEATURES

• Fitur budaya keselamatan pasien yang positif


- Semua karyawan mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah keselamatan
- Karyawan mencari kesempatan untuk membantu orang lain dan melakukan intervensi bila diperlukan
- Penguatan perilaku yang lebih aman oleh semua orang
- Karyawan menerima akuntabilitas untuk keselamatan pasien
- Keterbukaan karyawan terhadap pembinaan dan umpan balik
- Keinginan untuk menyediakan sumber daya untuk meningkatkan keselamatan pasien
- Kesediaan untuk berbagi, berkomunikasi dan belajar
- Karyawan didorong untuk mengangkat isu dan saran

• Karakter budaya keselamatan pasien yang kurang diinginkan dapat mencakup mis.
- Kekhawatiran tentang keselamatan secara konsisten tidak ditangani
- Tidak ada pembelajaran yang dicapai dari kejadian tidak diharapkan
- Karyawan enggan melaporkan insiden KP
- Tidak ada yang akuntabel ttg tanggung jawab keselamatan mereka
- Representasi manajemen keselamatan berada diluar proses pengambilan keputusan utama

slide dr Nico A Lumenta


(Yu A,
slide dr Nico Flott K, Chainani N, Fontana G, Darzi A. : Patient Safety 2030.
A Lumenta
London, UK: NIHR Imperial Patient Safety Translational Research Centre, 2016.)
slide dr(Yu A,AFlott
Nico K, Chainani N, Fontana G, Darzi A. : Patient Safety 2030.
Lumenta
London, UK: NIHR Imperial Patient Safety Translational Research Centre, 2016.)
THE ROLE OF LEADERSHIP
IN DEVELOPING
A SAFETY CULTURE

slide dr Nico A Lumenta


MANAGEMENT & CULTURE
A robust safety culture is the combination of attitudes and behaviours that best manages the
inevitable dangers created when humans, who are inherently fallible, work in extraordinarily
complex environments.c
Budaya keselamatan yg kuat adalah kombinasi dari sikap dan perilaku yg paling baik dalam
mengelola bahaya yg tak terelakkan yg tercipta saat manusia, yg secara inheren tidak
dapat diterima, bekerja di lingkungan yg sangat kompleks.

Leaders are the keepers and guardians of psychological safety. they must build a robust
safety culture, and a learning organisation.
Pemimpin adalah penjaga dan penjaga keamanan psikologis. mereka harus membangun
budaya keselamatan yang kuat, dan organisasi belajar.

Management is in charged with establishing the right possibilities and direction, vision and
systems, which in turn will be reflected in the quality and safety culture.
Pemimpin adalah penjaga dan penjaga keamanan psikologis. mereka harus membangun
budaya keselamatan yang kuat, dan organisasi belajar.

slide dr Nico A Lumenta


The essential role of leadership
in developing a safety culture

In any health care organization, leadership’s first priority is to be accountable for effective
care while protecting the safety of patients, employees, and visitors.
Dalam setiap organisasi Yan kesehatan, prioritas utama kepemimpinan adalah bertanggung
jawab atas asuhan yang efektif sekaligus melindungi keselamatan pasien, karyawan, dan
pengunjung.

Competent and thoughtful leaders contribute to improvements in safety and organizational


culture.
Pemimpin yg kompeten dan bijaksana berkontribusi terhadap perbaikan keselamatan dan
budaya organisasi.

The Joint Commission’s Sentinel Event Database reveals that leadership’s failure to create
an effective safety culture is a contributing factor to many types of adverse events – from
wrong site surgery to delays in treatment.
Database Kejadian Sentinel JC mengungkapkan bhw kegagalan kepemimpinan utk

menciptakan budaya keselamatan yg efektif merupakan faktor penyebab berbagai jenis
efek samping - dari operasi situs yg salah hingga keterlambatan dalam pengobatan.
slide dr Nico A Lumenta
 The Joint Commission Center for Transforming Healthcare telah menemukan budaya
keselamatan yang tidak memadai sbg faktor kontributor yang signifikan terhadap KTD.
 Kepemimpinan yang tidak adekuat dapat berkontribusi pada KTD dengan berbagai
cara, termasuk namun tidak terbatas pada contoh-contoh ini:
 Tidak cukupnya dukungan terhadap pelaporan insiden keselamatan pasien (IKP)
 Kurangnya umpan balik atau tanggapan terhadap staf dan pihak lain yang
melaporkan kerentanan keamanan
 Membiarkan intimidasi staf yang melaporkan IKP
 Menolak secara konsisten utk memprioritaskan dan menerapkan rekomendasi
keselamatan
 Tidak mengatasi kelelahan staf

slide dr Nico A Lumenta


Steps for Leaders to Follow to Achieve Patient Safety and High Reliability
Langkah-langkah bagi Pemimpin untuk Mencapai Keselamatan Pasien dan Kehandalan Tinggi
1. Address strategic priorities, culture, and 1.Pernyataan prioritas strategis, budaya, dan
infrastructure. infrastruktur.
a. Establish patient safety as a strategic priority. a.Menetapkan keselamatan pasien sebagai
b. Assess organizational culture. prioritas strategis.
c. Establish a culture that supports patient safety. b.Mengkaji budaya organisasi.
d. Address organizational infrastructure. c.Pernyataan budaya yang mendukung
e. Learn about patient safety and methods for keselamatan pasien.
improvement. d.Pernyataan infrastruktur organisasi.
2. Engage key stakeholders. e.Belajar ttg keselamatan pasien dan metode
a. Engage the Board of Trustees. untuk perbaikan.
b. Engage physicians. 2. Melibatkan pemangku kepentingan utama.
c. Engage staff. a. Libatkan Dewan Pembina.
d. Engage patients and families. b. Libatkan dokter.
3. Communicate and build awareness. c. Libatkan staf
a. Begin patient safety walkroundsTM. d. Libatkan pasien dan keluarga.
b. Implement safety briefings. 3. Komunikasi dan membangun kesadaran.
c. Improve communication using SBAR. a.Mulai ronde keselamatan pasien
d. Implement crew resource management b.Implementasi briefing keselamatan.
strategies. c.Perbaiki komunikasi dgn SBAR.
4. Establish, oversee, and communicate system- d.Terapkan strategi pengelolaan sumber SDM
level 4. Menetapkan, mengawasi, dan komunikasi pd
tingkat sistem
slide dr Nico A Lumenta
5. Establish aims beyond benchmarks. 5. Menetapkan tujuan di luar tolok ukur.
a. Oversee and communicate system-level aims. a.Mengawasi dan mengkomunikasikan tujuan tingkat
6. Track/measure performance over time, sistem.
6. Melacak / mengukur kinerja dari waktu ke waktu,
strengthen analysis.
memperkuat analisis.
a. Measure harm over time as a system-level a.Mengukur bahaya dari waktu ke waktu sebagai ukuran
measure. tingkat sistem.
b. Improve analysis of adverse events. b. Perbaiki analisis efek samping.
c. Strengthen incident reporting mechanisms. c. Memperkuat mekanisme pelaporan kejadian.
7. Support staff and patients/families impacted by 7. Dukung staf dan pasien / keluarga yang terkena
medical errors. dampak kesalahan medis.
a. Provide support to staff and patients/families a.Memberikan dukungan kepada staf dan pasien /
keluarga yang terkena dampak adalah kesalahan medis
impacted be medical errors and harm. dan bahaya.
b. Ensure the safety of the staff. b.Pastikan keselamatan staf.
8. Align system-wide activities and incentives. 8. Sejajarkan seluruh aktivitas dan insentif sistem.
a. Align system measures, strategy, and projects. a.Menyelaraskan ukuran, strategi, dan proyek sistem.
b. Align incentives. b. Selaraskan insentif.
9. Redesign systems and improve reliability. 9. Merancang ulang sistem dan meningkatkan
a. Redesign care processes to increase reliability. kehandalan.
a.Mendesain ulang proses perawatan untuk
b. Implement rapid response teams.
meningkatkan kehandalan.
c. Introduce simulation. b. Melaksanakan tim respon cepat.
d. Implement a computerized order entry system c. Perkenalkan simulasi.
d. Terapkan sistem entri pesanan terkomputerisasi

slide dr Nico A Lumenta


EXECUTIVE SUMMARY

Namun, tidak ada solusi sederhana untuk meningkatkan keselamatan, dan tidak
ada intervensi tunggal yang diimplementasikan secara terpisah akan sepenuhnya
menangani masalah ini. Laporan ini menyoroti empat pilar strategi keselamatan:
1. Pendekatan sistem. Pendekatan untuk mengurangi kerugian harus
diintegrasikan dan diterapkan pada tingkat sistem.
2. Fokus pd budaya. Sistem dan organisasi kesehatan harus benar-benar
mengutamakan kualitas dan keselamatan melalui penglihatan yang inspiratif
dan penguatan positif, bukan melalui kesalahan dan hukuman.
3. Pasien sebagai mitra sejati. Organisasi kesehatan harus melibatkan pasien dan
staf dalam keselamatan sebagai bagian dari solusi, tidak hanya sebagai korban
atau pelaku kejahatan.
4. Bias menuju tindakan. Intervensi harus didasarkan pada bukti kuat. Namun,
ketika bukti kurang atau masih muncul, penyedia layanan harus melanjutkan
dengan hati-hati, mengambil keputusan yang beralasan daripada tidak
bertindak.

(Yu A, Flott K, Chainani N,drFontana


slide Nico AG, Darzi A. Patient Safety 2030. London, UK: NIHR Imperial Patient Safety
Lumenta
Translational Research Centre, 2016.)
• The NIHR Imperial
Patient Safety
Translational Research
Centre (PSTRC)
• is part of the National
Institute for Health
Research and
• is a collaboration
between Imperial
College London and
• Imperial College
Healthcare NHS Trust

(Yu A, Flott K, Chainani N,drFontana


slide Nico AG, Darzi A. Patient Safety 2030. London, UK: NIHR Imperial Patient Safety
Lumenta
Translational Research Centre, 2016.)
EXECUTIVE SUMMARY
Tidak ada solusi sederhana untuk meningkatkan keselamatan, dan tidak ada
intervensi tunggal yg diimplementasikan secara terpisah akan sepenuhnya
menangani masalah ini. Laporan ini menyoroti empat pilar strategi
keselamatan:
1. Pendekatan sistem. Pendekatan untuk mengurangi kerugian harus
diintegrasikan dan diterapkan pada tingkat sistem.
2. Budaya berperan. Sistem dan organisasi kesehatan harus benar2
mengutamakan mutu dan keselamatan melalui visi yg inspiratif dan
penguatan positif, bukan melalui kesalahan dan hukuman.
3. Pasien sebagai mitra sejati. Organisasi kesehatan harus melibatkan
pasien dan staf dalam keselamatan sebagai bagian dari solusi, tidak
hanya sebagai korban atau pelaku kejahatan.
4. Bias menuju tindakan. Intervensi harus didasarkan pada bukti kuat.
Namun, ketika bukti kurang atau masih akan muncul, penyedia layanan
harus melanjutkan dengan hati2, mengambil keputusan yg beralasan
daripada tidak bertindak.
(Yu A, Flott K, Chainani N,drFontana
slide Nico AG, Darzi A. Patient Safety 2030. London, UK: NIHR Imperial Patient Safety
Lumenta
Translational Research Centre, 2016.)
slide dr Nico A Lumenta
(2016)
slide dr Nico A Lumenta
Menetapkan visi yang meyakinkan untuk keselamatan.
Visi organisasi mencerminkan prioritas bahwa, jika sejalan dengan
misinya, membangun fondasi yang kuat untuk pekerjaan organisasi.
Dengan menanamkan visi untuk keselamatan pasien dan tenaga kerja
total di dalam organisasi, pemimpin kesehatan menunjukkan bahwa
keselamatan adalah nilai inti.

slide dr Nico A Lumenta


Bangun kepercayaan, rasa hormat, dan inklusi.
Membangun kepercayaan, menunjukkan rasa hormat, dan mempromosikan
inklusi - dan menunjukkan prinsip2 di seluruh organisasi dan dengan pasien
dan keluarga - sangat penting bagi kemampuan seorang pemimpin untuk
menciptakan dan mempertahankan budaya keselamatan. Untuk mencapai
bahaya nol, para pemimpin harus memastikan bahwa tindakan mereka
konsisten setiap saat dan di semua tingkat organisasi. Kepercayaan, rasa
hormat, dan inklusi adalah standar yang tidak dapat dinegosiasikan yang
harus mencakup ruang Dewan, departemen klinis C-suite, dan keseluruhan
staf
slide dr Nico A Lumenta
Memilih, mengembangkan, dan melibatkan Dewan Pembina.
Dewan Pembina memainkan peran penting dalam menciptakan dan
memelihara budaya keselamatan. CEO bertanggung jawab untuk
memastikan pendidikan anggota Dewan mereka mengenai ilmu keselamatan
dasar, termasuk pentingnya dan proses untuk menjaga pasien dan angkatan
kerja tetap aman. Dewan harus memastikan bahwa metrik yang secara
bermakna menilai keamanan organisasi dan budaya keselamatan tersedia
dan dianalisis secara sistematis, dianalisis, dan hasilnya ditindaklanjuti.
slide dr Nico A Lumenta
Prioritaskan keamanan dalam pemilihan dan pengembangan pemimpin.
Merupakan tangg-jawab CEO, bekerja sama dengan Dewan, untuk memasukkan
akuntabilitas keselamatan sebagai bagian dari strategi pengembangan kepemimpinan
bagi organisasi. Selain itu, mengidentifikasi dokter, perawat, dan pemimpin klinis
lainnya sbg juara keselamatan adalah kunci untuk menutup kesenjangan antara
pengembangan kepemimpinan administratif dan klinis. Harapan untuk merancang dan
mengirimkan pelatihan keselamatan yg relevan untuk semua pemimpin eksekutif dan
klinis harus ditetapkan oleh CEO dan kemudian menyebar ke seluruh organisasi.
slide dr Nico A Lumenta
Memimpin dan menghargai budaya yang adil.
Pemimpin harus memiliki pemahaman menyeluruh tentang prinsip dan perilaku budaya yang
adil, dan berkomitmen untuk mengajar dan memberi model mereka. Kesalahan manusia
adalah dan selalu akan menjadi kenyataan. Dalam kerangka budaya yang adil, fokusnya
adalah pada menangani masalah sistem yang berkontribusi pada kesalahan dan kerugian.
Sementara dokter dan tenaga kerja bertanggung jawab untuk secara aktif mengabaikan
protokol dan prosedur, melaporkan kesalahan, penyimpangan, nyaris rindu, dan kejadian
buruk dianjurkan. Tenaga kerja didukung saat sistem mogok dan terjadi kesalahan. Dalam
budaya sejati, semua anggota angkatan kerja - baik yang bersifat klinis maupun non-klinis -
diberi wewenang dan tidak takut untuk menyuarakan kekhawatiran tentang ancaman
terhadap keselamatan pasien dan tenaga kerja.
slide dr Nico A Lumenta
Menetapkan harapan perilaku organisasi.
Pemimpin senior bertanggung jawab untuk membangun kesadaran
keselamatan bagi semua dokter dan angkatan kerja dan, mungkin yang lebih
penting lagi, memodelkan perilaku dan tindakan ini. Perilaku ini meliputi,
namun tidak terbatas pada, transparansi, kerja tim yang efektif, komunikasi
aktif, kesopanan, dan umpan balik langsung dan tepat waktu. Komitmen
budaya ini harus dipahami dan diterapkan secara universal untuk
keseluruhan angkatan kerja, terlepas dari peringkat, peran, atau departemen
slide dr Nico A Lumenta
References
- Botwinick, L., Bisognano, M., & Haraden, C. (2006). Leadership guide to
patient safety. Cambridge, MA: Institute for Healthcare Improvement.
Retrieved from www.ihi.org/knowledge/Pages/
IHIWhitePapers/LeadershipGuide toPatientSafetyWhitePaper.aspx
- Institute of Medicine (IOM). (2000). To err is human: Building a safer health
system. Washington, DC: National Academy Press. Retrieved from
http://www. iom.edu/Reports/1999/To-Err-isHuman-Building-A-Safer-
HealthSystem.aspx
- Institute of Medicine (IOM). (2001). Crossing the quality chasm: A new
health system for the 21st Century. Washington, DC: National Acade mies
Press. Retrieved from http://iom.edu/ Reports/2001/Crossing-the-
QualityChasm-A-New-Health-System-forthe-21st-Century.aspx
- Leape, L.L., Berwick, D.M., & Bates, D.W. (2002). What practices will most
improve safety? Evidence-based medicine meets patient safety. Journal of the
American Medical Association, 288(4), 501–507.
- The Joint Commission. (2009). Joint Commission Standards. Retrieved
February 16, 2009, from http://www.jointcommission.org/
slide dr Nico A Lumenta
Budaya keselamatan pasien Budaya Keselamatan RS

slide dr Nico A Lumenta


Maksud TKRS.13 dan TKRS.13.1
Budaya keselamatan dapat diartikan sebagai berikut : “Budaya
keselamatan di rumah sakit adalah sebuah lingkungan yang kolaboratif di
mana staf klinis memperlakukan satu sama lain dengan hormat, dengan
melibatkan dan memberdayakan pasien dan keluarga. Pimpinan
mendorong staf klinis pemberi asuhan bekerja sama dalam tim yang efektif
dan mendukung proses kolaborasi interprofesional dalam asuhan berfokus
pada pasien”.

slide dr Nico A Lumenta


Perilaku yg tidak mendukung budaya keselamatan spt :
• Perilaku yg tidak layak (Inappropriate), seperti kata2 atau bahasa

tubuh yg merendahkan atau menyinggung perasaan sesama staf,

misalnya mengumpat, memaki.

slide dr Nico A Lumenta


 perilaku yang mengganggu (disruptive) a,l, perilaku tidak layak yang dilakukan secara berulang,
bentuk tindakan verbal atau non verbal yang membahayakan atau mengintimidasi staf lain,
“celetukan maut” adalah komentar sembrono didepan pasien yang berdampak menurunkan
kredibilitas staf klinis lain, contoh mengomentari negatif hasil tindakan atau pengobatan staf lain
didepan pasien, misalnya “obatnya ini salah, tamatan mana dia...?”, melarang perawat untuk
membuat laporan tentang kejadian tidak diharapkan, memarahi staf klinis lainnya didepan
pasien, kemarahan yang ditunjukkan dengan melempar alat bedah di kamar operasi, membuang
rekam medis diruang rawat.
 perilaku yang melecehkan (harassment) terkait dengan ras, agama, suku termasuk gender
 pelecehan seksual.

slide dr Nico A Lumenta


Maksud TKRS.13 dan TKRS.13.1
Hal-hal penting menuju budaya keselamatan :

1. Staf rumah sakit mengetahui bahwa kegiatan operasional RS berisiko tinggi dan
bertekad untuk melaksanakan tugas dengan konsisten dan aman.

2. Regulasi dan lingkungan kerja mendorong staf tidak takut mendapat hukuman
bila membuat laporan tentang kejadian tidak diharapkan dan kejadian nyaris
cedera

slide dr Nico A Lumenta


Maksud TKRS.13 dan TKRS.13.1
3. Direktur rumah sakit mendorong tim keselamatan pasien melaporkan insiden
keselamatan pasien ke tingkat nasional sesuai peraturan perundang-undangan.

4. Mendorong adanya kolaborasi antar staf klinis dengan pimpinan untuk mencari
penyelesaian masalah keselamatan pasien.

Komitmen organisasi menyediakan sumber daya, seperti staf, pelatihan, metode


pelaporan yang aman, dan sebagainya untuk menangani masalah keselamatan

slide dr Nico A Lumenta


Maksud TKRS.13 dan TKRS.13.1
 Just culture adalah model terkini mengenai pembentukan suatu budaya yang
terbuka, adil dan pantas, menciptakan suatu budaya belajar, merancang sistem2 yang
aman, dan mengelola perilaku yang terpilih (human error, at risk behavior dan
reckless behavior). Model ini melihat peristiwa2 bukan sebagai hal2 yang perlu
diperbaiki, tetapi sebagai peluang2 untuk memperbaiki pemahaman baik terhadap
risiko dari sistem maupun risiko perilaku

slide dr Nico A Lumenta


Maksud TKRS.13 dan TKRS.13.1
 Ada saat-saat dimana individu seharusnya tidak disalahkan atas suatu kekeliruan;
sebagai contoh, ketika ada komunikasi yang buruk antara pasien dan staf, ketika
perlu adanya pengambilan keputusan secara cepat, dan ketika ada kekurangan
faktor manusia dalam pola proses pelayanan. Namun, terdapat juga kesalahan
tertentu yang merupakan hasil dari perilaku yang sembrono. dan hal ini
membutuhkan pertanggungjawaban. Contoh dari perilaku sembrono mencakup
kegagalan dalam mengikuti pedoman kebersihan tangan, tidak melakukan time-out
sebelum mulainya operasi, atau tidak memberi tanda pada lokasi pembedahan

slide dr Nico A Lumenta


• Budaya keselamatan mencakup mengenali dan menujukan masalah yang terkait
dengan sistem yang mengarah pada perilaku yang tidak aman. Pada saat yang
sama, RS harus memelihara pertang gungjawaban dengan tidak mentoleransi
perilaku sembrono. Pertanggungjawaban membedakan kesalahan unsur manusia
(seperti kekeliruan), perilaku yang berisiko (contohnya mengambil jalan pintas),
dan perilaku sembrono (seperti mengabai kan langkah- langkah keselamatan
yang sudah ditetapkan

slide dr Nico A Lumenta


• Direktur Rumah Sakit melakukan evaluasi rutin dengan
jadwal yang tetap dengan menggunakan beberapa metoda,
survei resmi, wawancara staf, analisis data dan diskusi
kelompok.

slide dr Nico A Lumenta


• Direktur Rumah Sakit mendorong agar dapat terbentuk kerja sama untuk
membuat struktur, proses dan program yang memberikan jalan bagi
perkembangan budaya positif ini.
• Direktur Rumah Sakit harus menanggapi perilaku yang tidak terpuji dari semua
individu dari semua jenjang Rumah Sakit, termasuk manajemen, staf
administrasi, staf klinis, dokter tamu atau dokter part time serta anggota
representasi pemilik

slide dr Nico A Lumenta


 Perilaku yg tidak layak
(Inappropriate),
 perilaku yang mengganggu
Perilaku yang tidak RS perlu
(disruptive) mempunyai Kode
mendukung budaya Etik Perilaku
 perilaku yang mengganggu
keselamatan Tenaga Kesehatan
(disruptive)
 pelecehan seksual.

slide dr Nico A Lumenta


KOMPENDIUM PERSI
Kode ETIK PERILAKU TENAGA KESEHATAN
halaman 35 - 36

slide dr Nico A Lumenta


KODE ETIK PERILAKU TENAGA KESEHATAN

Perilaku yang pantas adalah perilaku yang mendukung kepentingan pasien,


membantu asuhan pelaksanaan asuhan pasien, dan ikut serta berperan mendukung
keberhasilan pelaksanaan kegiatan perumahsakitan. Setiap tenaga kesehatan yang
bekerja di RS harus mengikuti kode etik perilaku yg tercantum dalam peraturan
internal RS/corporate bylaws.
Kode etik perilaku merupakan seperangkat peraturan yang dijadikan pedoman
perilaku di RS. Kode etik perilaku bertujuan membantu menciptakan lingkunan kerja
yang aman, sehat, nyaman dan dimana setiap orang dihargai dan dihormati
martabatnya setara sebagai anggota tim asuhan pasien
slide dr Nico A Lumenta
JENIS PERILAKU

1. Perilaku yang pantas

2. Perilaku yang tidak pantas

slide dr Nico A Lumenta


PERILAKU YANG PANTAS
Tenaga kesehatan tidak dapat dikenakan sanksi jika berperilaku, sebagaimana
contoh-2 di bawah ini :
a. Penyampaian pendapat pribadi atau profesional pada saat diskusi, seminar,
atau pada situasi lain :
 Penyampaian pendapat utk kepentingan pasien kepada pihak lain (dokter,
perawat, atau direksi RS) dengan cara yang sopan dan pantas
 Pandangan Profesional

 Penyampaian pendapat pada saat diskusi kasus

slide dr Nico A Lumenta


PERILAKU YANG PANTAS

b. Penyampaian ketidaksetujuan atau ketidakpuasan atas kebijakan melalui tata


cara yg berlaku di RS tsb
c. Menyampaikan kritik konstruktif atau kesalahan pihak dng cara yg tepat, tidak
bertujuan utk menjatuhkan atau menyalahkan pihak tersebut

slide dr Nico A Lumenta


PERILAKU YANG TIDAK PANTAS
Tenaga kesehatan dapat dikenakan sanksi jika berperilaku tidak pantas,
sebagaimana contoh-2 dibawah ini :
a. Merendahkanatau mengeluarkan perkataan tidak pantas kepada pasien dan atau
keluarganya

b. Dengan sengaja menyampaikan rahasia, aib, atau keburukan orang lain


c. Menggunakan bahasa yg mengancam, menyerang, merendahkan, atau menghina

slide dr Nico A Lumenta


PERILAKU YANG TIDAK PANTAS

d. Membuat komentar yg tidak pantas tentang tenaga medis di depan pasien atau di
dalam rekam medis.
e. Tidak peduli, tidak tanggap terhadap permintaan pasien atau tenaga kesehatan
lainnya
f. Tidak mampu bekerjasama dng anggota Tim asuhan pasien atau pihak lain tanpa
alasan yg jelas

slide dr Nico A Lumenta


PERILAKU YANG TIDAK PANTAS

g. Perilaku yang dapat diartikan sebagai menghina, mengancam, melecehkan,


atau tidak bersahabat kepada pasien dan atau keluarganya.
h. Melakukan pelecehan seksual baik melalui perkataan ataupun perbuatan
kepada pasien atau keluarga pasien.

slide dr Nico A Lumenta


slide dr Nico A Lumenta
slide dr Nico A Lumenta
slide dr Nico A Lumenta
slide dr Nico A Lumenta
Standar TKRS.13
Direktur RS menciptakan dan mendukung
budaya keselamatan di seluruh area di RS
sesuai peraturan perundang-undangan.
 

slide dr Nico A Lumenta


Elemen Penilaian TKRS.13
1. Direktur rumah sakit mendukung terciptanya budaya
keterbukaan yang dilandalasi akuntabilitas. (W)
2. Direktur Rumah Sakit mengidentifikasi, mendokumentasikan
dan melaksanakan perbaikan perilaku yang tidak dapat
diterima. (D,O,W )
3. Direktur rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan
menyediakan informasi (seperti bahan pustaka dan laporan)
yang terkait dengan budaya keselamatan Rumah Sakit bagi
semua individu yang bekerja dalam Rumah Sakit.(D,O,W )

slide dr Nico A Lumenta


Elemen Penilaian TKRS.13
4. Direktur Rumah Sakit menjelaskan bagaimana
masalah terkait budaya keselamatan dalam Rumah
Sakit dapat diidentifikasi dan dikendalikan.(W )
5. Direktur rumah sakit menyediakan sumber daya
untuk mendukung dan mendorong budaya
keselamatan di dalam Rumah Sakit.(D,O,W)

slide dr Nico A Lumenta


BUDAYA KESELAMATAN

  Standar TKRS.13.1
Direktur Rumah Sakit melaksanakan,
melakukan monitor, mengambil tindakan untuk
memperbaiki program budaya keselamatan di
seluruh area di Rumah Sakit

slide dr Nico A Lumenta


Elemen Penilaian TKRS 13.1
1. Direktur rumah sakit menetapkan regulasi pengaturan
sistem menjaga kerahasiaan, sederhana dan mudah diakses
oleh fihak yang mempunyai kewenangan untuk melaporkan
masalah yang terkait dengan budaya keselamatan dalam
Rumah Sakit secara tepat waktu (R)
2. Sistem yang rahasia, sederhana dan mudah diakses oleh
fihak yang mempunyai kewenangan untuk melaporkan
masalah yang terkait dengan budaya keselamatan dalam RS
telah disediakan (O, W)

slide dr Nico A Lumenta


Elemen Penilaian TKRS 13.1
3. Semua laporan terkait budaya keselamatan rumah
sakit telah di investigasi secara tepat waktu. (D,W)
4. Ada bukti bahwa iidentifikasi masalah pada sistem
yang menyebabkan tenaga kesehatan melakukan
perilaku yang berbahaya. telah dilaksanakan. (D, W) 

slide dr Nico A Lumenta


Elemen Penilaian TKRS 13.1
5. Direktur rumah sakit telah menggunakan
pengukuran/indikator mutu untuk mengevaluasi dan
memantau budaya keselamatan dalam rumah sakit serta
melaksanakan perbaikan yang telah teridentifikasi dari
pengukuran dan evaluasi tersebut.(D,W )
6. Direktur Rumah Sakit menerapkan sebuah proses untuk
mencegah kerugian/dampak terhadap individu yang
melaporkan masalah terkait budaya keselamatan tersebut.
(D,O,W)

slide dr Nico A Lumenta


Referensi

1. Undang-Undang nomor 44 tahun 2009 tentang RS.


2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2015
Tentang Pedoman Organisasi RS
3. KMK No.129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan
Minimal RS
4. Konsil Kedokteran Indonesia Komunikasi Efektif Dokter-
Pasien ,tahun 2006
5. Pedoman Pengorganisasian Komite Etik RS Dan Majelis
Kehormatan Etik RS Indonesia,Persi – Makersi,tahun......
slide dr Nico A Lumenta
Referensi
6. Konsil Kedokteran Indonesia,Manual Persetujuan Tindakan
Kedokteran tahun 2006
7. Supply Chain Identifying Critical Supplies And Technology,
Evaluating Integrity. Making Decisions, Tracking Critical
Items John C. Wocher, M.H.A, LFACHE Consultant Joint
Commission International
8. PERATURAN PERUNDANGAN UNTUK PPK BLUD :
9. UU nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
10. Undang Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara
slide dr Nico A Lumenta
11. Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2005 yang diubah dengan PP
Nomor 74 tahun 2012

12. Peraturan Pemerintah nomor 58 tahun 2005 tentang Keuangan


Daerah

13. Permendagri nomor 13 tahun 2005 yang diubah keduakalinya


dengan Permendagri nomor 21 tahun 2011

14. Permenkeu nomor 09/PMK.02/2006 tentang Pembentukan Dewan


Pengawas pada Badan Layanan Umum

15. Permendagri nomor 61 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis


Pengelolaan Keuangan BLUD

slide dr Nico A Lumenta


16. PERATURAN PERUNDANGAN UNTUK ORGANISASI
RUMAH SAKIT DAERAH

a.UU 23/2014 : tentang Pemerintahan Daerah


b.PP 18/2016 : tentang Perangkat Daerah

slide dr Nico A Lumenta


TERIMA KASIH

slide dr Nico A Lumenta

You might also like