Farmakoterapi Penyakit Infeksi: in Infectious Diseases Dewi Rahmawati, M.Farm-Klin.,Apt

Download as ppt, pdf, or txt
Download as ppt, pdf, or txt
You are on page 1of 87

FARMAKOTERAPI PENYAKIT

INFEKSI

IN INFECTIOUS DISEASES
Dewi Rahmawati, M.Farm-Klin.,Apt.
• We use the term antimicrobials when describing
chemotherapeutic agents generally, and antibacterial,
antifungal and antiviral for those used specifically to treat
corresponding infections.
• The term ‘antibiotic’ was originally applied only to those
agents derived from living organisms, usually fungal or
bacterial. However, many antimicrobials are now
manufactured synthetically or semi-synthetically, e.g.
chloramphenicol and the more recent penicillins, so
‘antibiotic’ is now synonymous with ‘antimicrobial’.
• For an antimicrobial agent to be effective in treating a
particular infection it must be able toinhibit the growth of the
causative organism or to kill it.
• The minimum inhibitory concentration (MIC) is the minimum
concentration of an antimicrobial that is capable of inhibiting
the growth of an organism
• The minimum bactericidal concentration (MBC) is the lowest
concentration that will kill it.
What is Infection ?

• An infection is an invasion and multiplying of


pathogenic microbes in the body tissues in which
they are not usually present .

• Pathogenic means capable of causing disease.

• Infection does not always cause a disease.


Definisi Infeksi

• (Science: microbiology) invasion and


multiplication of microorganisms in body
tissues, which may be clinically unapparent or
result in local cellular injury due to competitive
metabolism, toxins, intracellular replication or
antigen antibody response.
Infectious Disease (Penyakit Infeksi)

• The pathological state resulting from the


invasion of the body by pathogenic
microorganisms.

• The invasion of the body by pathogenic


microorganisms and their multiplication
which can lead to tissue damage and
disease.
The presence of microbes in the body not always
result in symptoms of disease
Infectious Diseases

Penyebab :
a. Infectiuos diseases : viral , ricketsial
b. Infectiuos diseases : bacterial, clamydial
c. Infectiuos diseases : spirocetal
d. Infectious diseases : protozoal, helminthic
e. Infectiuos diseases : mycotic
Infectious Diseases
Sistim organ :
a. Skin infection.
b. Wound infection.
c. Respiratory System infection ( Upper & Lower Resp ).
d. Digestive System infection ( Upper & Lower Digest ).
e. Genitourinary infection
f. Nervous System infection
g. Blood and Lymphatic infection
h. HIV Disease and Complication
Sifat-sifat
mikroorganisme
1) Patogenitas
2) Virulensi
3) Tropisme (pilihan organ/jaringan yang diserang)
4) Serangan terhadap pejamu
5) Kecepatan berkembang biak
6) Kemampuan menembus jaringan
7) Kemampuan memproduksi toksin
8) Kemampuan menimbulkan kekebalan
Infection and Disease

A. Definitions

B. The Normal Flora of Humans

C. Generalized Stages of Infection

D. Virulence Factors and Toxins


Definisi
• Patogenitas & Virulensi
Patogenitas: :
-•Patogenitas
• Kemampuan mikroorganisme untuk
menimbulkan penyakit pada pejamu

- Virulensi :
• Virulensi :
• Kemampuan mikroorganisme untuk
menimbulkan penyakit yang berat atau fatal
Virulence
Virulen suatu mikroba ditentukan oleh faktor virulen
( Kapsul sel, exotoxin atau endotoksin )
 Semakin tinggi virulensi mikroba  semakin sedikit

jumlah kuman untuk menyebabkan penyakit.

 ID 50 : : Jumlah 50% populasi kuman yang dapat


menyebabkan penyakit.

 ID 50 makin rendah  Virulensi makin tinggi


Setiap mikroorganisme mempunyai
tingkat Patogenitas dan Virulensi berbeda

Penyakit Patogenitas Virulensi

TBC, Hepatitis A Rendah Rendah

Morbili, Varicella Tinggi Relatif rendah

Rabies Tinggi Tinggi


Masa Tunas (Periode Inkubasi)
• Mikroorganisme yang masuk dalam tubuh
manusia tidak segera menimbulkan gejala,
tetapi membutuhkan tenggang waktu tertentu.

• Interval antara : pejamu (orang) yang terinfeksi


oleh agen penyebab  sampai timbul gejala
disebut “ Masa Tunas” ( Periode Inkubasi)
Masa Tunas (Periode Inkubasi)

Tergantung :

1) Kecepatan berkembang biak kuman.

2) Jumlah mikro-organisme

3) Tempat masuknya mikro-organisme

4) Derajat kekebalan tubuh


Masa Tunas (Periode Inkubasi)
Masa Tunas (Periode Inkubasi)
Masa Tunas (Periode Inkubasi)
I Klasifikasi Infeksi
• Acute infection vs. chronic infection
• Acute Infection
• An infection characterized by sudden onset,
rapid progression, and often with severe
symptoms ( Strep throat )

• Chronic Infection
• An infection characterized by delayed onset and
slow progression ( Tuberkulosis )
I Klasifikasi

• Latent Infection :

Microbe continues to exist in host tissues, often


within host cell, for years without causing any
symptoms

( Contoh : Varicella zoster, genital herpes, typhus,

tuberculosis )
Duration of symptoms
Incubation Illness Convalesce Organism disappears after
illness; usually immunity to
Acute

period nce
reinfection exist

Incubation Illness Illness persist over a long period


Chronic

period

Incubation Illness Convalesce Latent period Illness may


period nce ( No illness ) recur
Latent

Days Month Years


Time
I Definitions
• Primary infection vs. secondary infection
• Primary Infection
• An infection that develops in an otherwise
healthy individual

• Secondary Infection
• An infection that develops in an individual who
is already infected with a different pathogen
I Definitions
• Localized infection vs. systemic infection
• Localized Infection
• An infection that is restricted to a specific
location or region within the body of the host

• Systemic Infection
• An infection that has spread to several regions
or areas in the body of the host
Transmission of infection
• Person-to-person spread.
• Food-borne infection: Food poisoning caused by Bacillus cereus for
example. Bacterial spores contaminate rice and survive boiling. If the rice is
cooled and reheated, the spores may germinate and the bacteria produce a
heat-stable toxin that induces vomiting.
• Water-borne infection: typhoid, cholera, dysentery, hepatitis A and
poliomyelitis.
Transmission of infection
• Airborne infection: Legionella pneumophila ,
Tuberculosis. It can be found in many natural
water sources but is commonly associated with
poorly maintained air conditioning systems or
rarely cleaned shower heads.
• Insect-borne infection: Many diseases are
insect borne. Historically the most important is
the plague, caused by Yersinia pestis and
transmitted by rat fleas.
Sign & Sympotoms
• The generallyaccepted range of normal values for WBC counts
is between 4,000 and 10,000 cells/mm3. Values above or
below this range hold important prognostic and diagnostic
value.
• Fever. The average normal body temperature range taken
orally is 36.7 to 37°C (98.0 to 98.6°F).
• Local Signs
• The classic signs of pain and inflammation can manifest as
swelling, erythema, tenderness, and purulent drainage
Pharmacist Role
• Memberikan rekomendasi pemilihan antibiotika yang tepat
• Memberikan informasi obat terkait penggunaan antibiotika
• Kampanye pemakaian antibiotika secara bijaksana
COMMON MEDICAL PROBLEM
• Infeksi Tunggal
• Fever of Unknown Origin (FUO)
• Infeksi dengan penyakit penyerta spt DM, renal failure
mempersulit terapi
Infeksi Tunggal
Tempat infeksi:
• Saluran kemih • Kulit/jaringan lunak
• Saluran nafas • SSP
• Gigi/Periodontal • Gastrointestinal
• Intraabdomen • Mata
• Pelvis • THT
• Tulang/sendi
• Darah
• Tanda infeksi seringkali
kurang jelas
FEVER OF UNKNOWN
ORIGIN
• Demam (>38,3oC) yang tidak diketahui sebabnya setelah lebih dari satu
minggu atau lebih dari 3 kali kunjungan pada pasien rawat jalan
digolongkan sebagai FUO
• Penyebab : infeksi, neoplasma, penyakit autoimun, penyebab lain
ataupun FUO yang tak terdiagnosis.
• Terapi trial meliputi anti TBC (khususnya pd manula) dan antibiotika
spektrum luas.
• Penggunaan kortikosteroid secara empirik harus dihentikan karena
dapat menekan demam pada dosis yang cukup tinggi DAN dapat pula
memperparah infeksi.
I Definitions
• Opportunistic infection
• An infection caused by microorganisms
that are commonly found in the host’s
environment.

• This term is often used to refer to


infections caused by organisms in the
normal flora
INFEKSI OPORTUNISTIK
• Infeksi yang menyerang pasien dengan granulositopeni (Granulosit
< 500/mm3 selama 7 hari)
• Risiko tinggi: leukemia yang mendapat kemoterapi, post-transplan
yang mendapat imunosupresan, HIV, anemia aplastik
• Pasien granulositopenia sangat rentan terhadap infeksi oleh
bakteri enterik gram negatif, pseudomonas, coccus gram positif,
candida,aspergilus dan jamur lain
• Terapi infeksi oportunistik seringkali meliputi antibiotika kombinasi
dimana salah satunya adalah aminoglikosida dan antijamur
(ketokonazol, itrakonazol dan fluconazole)
INFEKSI DENGAN
PENYERTA
• Diabetes mellitus: hiperglikemi menyebabkan imunosupresi serta
dengan adanya autonomik memungkinkan kolonisasi
mikroorganisme di saluran kemih

• GAGAL GINJAL: pneumonia, ISK


• Chronic Liver Disease : SBP
• Critically ill
• Immunocompromised
• Superinfeksi:
PRINSIP TERAPI INFEKSI
• Pastikan infeksi
• Pemilihan antibiotika harus tepat
• Perhatikan underlying disease
• Sesuaikan dosis pada Gagal ginjal, gangguan hati
• Monitoring outcome
• Awasi interaksi
• Awasi adrac
• Tinjau kembali terapi yang gagal
PASTIKAN INFEKSI !

• Kenali tanda-tanda infeksi


• Cari tahu sumber infeksi
• Bedakan infeksi bakteri or virus or jamur
• Bedakan infeksi dari kanker/autoimun/drug induced fever
• Bila memungkinkan ketahui apa m.o-nya?
IDENTIFIKASI KUMAN
KULTUR KUMAN:
• Sebelum terapi antibiotika
• Evaluasi hasil kultur
• Gram stain
PERKIRAAN KUMAN:
• Tempat/sumber infeksi
• Setting : Community vs Hospital acquired
• Data pasien : umur, prior antibiotics, prior culture data
Jenis Terapi Antibiotik
A. Terapi Empirik
Antibiotik yang diberikan sebelum
dilakukan kultur mikoorganisme/bakteri
dan biasanya sering digunakan untuk terapi
infeksi

B. Terapi Definitif

Antibiotik yang setelah diketahui kultur


mikoorganisme/bakteri sehingga
pengobatan diberikan sesuai dengan hasil
kultur tersebut
C. Terapi Profilaksis
Antibiotika yang diberikan pada penderita
yang belum terkena infeksi, tetapi diduga
mempunyai peluang besar terkena infeksi
yang dapat menimbulkan dampak buruk pada
penderita.
Penggunaan antibiotika profilaksis bedah 
mengendalikan infeksi nosokomial pada
waktu pembedahan
DIAGRAM ALUR TERAPI
ANTIBIOTIKA
EMPIRIC THERAPY

NO etiology Pathogen isolated


What is the
Continue empiric clinical Narrow AB spectrum
response?

Improved Unchange Progression

Initiate Switch Continue IV Initiate extensive


therapy AB Diagnostic Testing
• Appropriate antimicrobial pharmacotherapy for a given
infectious disease requires knowledge of the infecting
pathogen, host characteristics, and the drug’s expected
activity against the pathogen.
• The most fundamental aspect of therapy starts with an
appropriate diagnosis.
• A vast array of laboratory tests is available to assist
theclinician in verifying the presence of infection and for
monitoring the response to therapy
• Organism susceptibility to the administered antimicrobials is
key to determining the outcome from a patient’s therapy.
• Hostcharacteristics, however, such as immune status,
infection-site location, and body-organ function, play a
significant role in selecting the most appropriate antimicrobial
for a given individual
Pemilihan Antibiotika
• Terapi empirik sebelum tahu kultur
• Ketahui sumber infeksi, lacak kemungkinan m.o
• Pilih antibiotika berdasarkan:
• Perkiraan m.o., keganasan infeksi
• Penetrasi ke Tempat infeksi, bioavailabilitas
• Ada-tidak gagal organ
• Riwayat alergi
• Kehamilan-Laktasi
• Biaya
Table 56-1 Classification of Infectious
Organisms

1. Bacteria  Gram-negative
Aerobic   Cocci
  Gram-positive     None
  Cocci   Rods (bacilli)
     Streptococci: pneumococcus, viridans      Bacteroides (Bacteroides fragilis, Bacteroides
streptococci; group A streptococci melaninogenicus)
  Enterococcus      Fusobacterium
     Staphylococci: Staphylococcus aureus,      Prevotella
Staphylococcus epidermidis 2. Fungi
  Rods (bacilli)    Aspergillus, Candida, Coccidioides,
  Corynebacterium Cryptococcus, Histoplasma, Mucor, Tinea,
  Listeria Trichophyton
 Gram-negative 3. Viruses
  Cocci    Influenza, hepatitis A, B, C, D, E; human
  Moraxella immunodeficiency virus; rubella; herpes;
     Neisseria (Neisseria meningitides. Neisseria cytomegalovirus; respiratory syncytial virus;
gonorrhoeae). Epstein-Barr virus, severe acute respiratory
  Rods (bacilli) syndrome (SARS) virus
     Enterobacteriaceae (Escherichia coli, 4. Chlamydiae
Klebsiella, Enterobacter, Citrobacter, Proteus, Chlamydia trachomatis
Serratia, Salmonella, Shigella, Morganella, Chlamydia psittaci
Table 56-2 Site of Infection: Suspected
Organisms

Site/Type of Infection Suspected Organisms


1. Respiratory
Pharyngitis Viral, group A streptococci
Bronchitis, otitis Viral, Haemophilus influenzae, Streptococcus
pneumoniae, Moraxella catarrhalis

Acute sinusitis Viral, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus


influenzae, Moraxella catarrhalis

Chronic sinusitis Anaerobes, Staphylococcus aureus (as well as


suspected organisms associated with acute
sinusitis)
Epiglottitis Haemophilus influenzae
Pneumonia  
   Community-Acquired  
      Normal host Streptococcus pneumoniae, viral, mycoplasma

      Aspiration Normal aerobic and anaerobic mouth flora


      Pediatrics Streptococcus pneumoniae, Haemophilus
Table 56-3 Classification of Antibacterials

β-Lactam Antibiotics β-Lactam Antibiotics


Cephalosporins    Bacampicillin (Spectrobid)
   First-generation    Penicillinase-Resistant Penicillins
   Cefadroxil (Duricef)    Isoxazolyl penicillins (dicloxacillin, oxacillin,
   Cefazolin (Ancef) cloxacillin)
   Cephalexin (Keflex)    Nafcillin (Unipen)
   Second-generation    Combination with β-lactamase Inhibitors
   Cefaclor (Ceclor)    Augmentin (amoxicillin plus clavulanic acid)
   Cefamandole (Mandol)    Unasyn (ampicillin plus sulbactam)
   Cefonicid (Monocid)    Zosyn (piperacillin plus tazobactam)
   Ceforanide (Precef) Aminoglycosides
   Cefotetan (Cefotan)    Amikacin (Amikin)
   Cefoxitin (Mefoxin)    Gentamicin (Garamycin)
   Cefprozil (Cefzil)    Neomycin (Mycifradin)
   Cefuroxime (Zinacef)    Netilmicin (Netromycin)
   Cefuroxime axetil (Ceftin)    Streptomycin
   Third-generation    Tobramycin (Nebcin)
   Cefdinir (Omnicef) Protein Synthesis Inhibitors
   Cefditoren (Spectracef)    Azithromycin (Zithromax)
   Cefixime (Suprax)    Clarithromycin (Biaxin)
   Cefotaxime (Claforan)    Clindamycin (Cleocin)
   Cefpodoxime proxetil (Vantin)    Chloramphenicol (Chloromycetin)
Table 56-4 In Vitro Antimicrobial Susceptibility: Aerobic Gram-Positive Cocci
Staph Staph
Staph aureus Staph epidermidis Streptococc Enterococci Pneumococ
Drugs aureus (MR) epidermidis (MR) ia b ci
Ampicillin +   +   ++++ ++ +++
Augmentin + + + + + ++++   ++++ ++ ++++
Aztreonam              

Cefazolin ++++   ++++   ++++   ++


Cefepime + + + +   ++++   ++++   +++
Cefoxitin/C + +   ++   ++   +
efotetan
Cefuroxime + + + +   ++++   ++++   +++

Ciprofloxaci + + + ++ +++ ++ + + ++
nc
Clindamyci + + + + + ++++ + +++   +++
n
Cotrimoxaz + + + + +++ ++ + ++ + +
ole
Daptomyci + + + + ++++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++
nf
Erythromyc + +   +   +++   ++
Table 56-5 In Vitro Antimicrobial Susceptibility: Gram-Negative Aerobes
Pseudomo Haemophi
Klebsiella Enterobac Serratia nas Haemophi lus
Escherichi pneumoni ter Proteus marcesce aeruginos lus influenzae
Drugs a coli ae cloacae mirabilis ns a influenzae a
Ampicillin + +     +++     ++++  

Augmenti + + + ++   ++++     ++++ ++++


n

Aztreona + + + + ++++ + ++++ ++++ ++++ ++++ ++++


m

Cefazolin + + + +++   ++++     +  

Cefepime + + + + ++++ +++ ++++ ++++ ++++ ++++ ++++

Ceftazidim+ + + + ++++ + ++++ ++++ ++++ ++++ ++++


e

Cefuroxim + + + +++   ++++ +   ++++ ++++


Table 56-6 Antimicrobial Susceptibility: Anaerobes
Peptostreptococcu
Drugs Bacteroides fragilis Peptococcus s Clostridia
Ampicillin + ++++ ++++ +++
Aztreonam        
Cefazolin   +++ +++  
Cefepime + +++ +++ +
Cefotaxime ++ +++ +++ +
Cefoxitin +++ +++ ++++ +
Ceftazidime   + + +
Ceftizoxime +++ +++ +++ +
Ciprofloxacin + + + +
Clindamycin +++ ++++ ++++ ++
Moxifloxacin +++ +++ +++ ++
Imipenem ++++ ++++ ++++ ++
(Doripenem/Ertap
enem/Meropenem
)
Metronidazole ++++ +++ ++ +++
Penicillin + ++++ ++++ ++++
PENYESUAIAN DOSIS
ANTIBIOTIKA
 Pertimbangkan ukuran pasien, kehamilan
 Peningkatan dosis Cefalosporin, Penicillin tdk perlu kecuali karena
gangguan penetrasi. Yang penting MIC tercapai
 Peningkatan dosis aminoglikosida, quinolon boleh > MIC karena
dependensi thd kons.
 Gagal ginjal: perpanjang interval/kurangi dosis
 Gagal hati/CH:sesuaikan dosis
Rationale for
Antibiotic Combinations
• 1. synergy
use drugs with different sites of action (cell wall active
drug enhancing the penetration of intracellularly
acting drug)
• 2. prevention of emergence of resistance
(tuberculosis)
• 3. polymicrobial infections
• 4. initial therapy, particularly in immunocompromised
or seriously ill patient
• 5. minimize drug toxicity
combinations of lower doses of drugs active against
the organism (cryptococcal meningitis)
STREAMLINING, SWITCH, &
STEPDOWN THERAPY
• STREAMLINING: Broad spectrum narrow spectrum
• SWITCH Therapy: IV  oral
• STEPDOWN Therapy: IV  oral (antibiotik yang sama)
• Sequential : IV  oral (bukan antibiotika yang sama
SWITCH ANTIBIOTICS
• Mulai setelah tanda klinik membaik
• Lebih cepat lebih baik kecuali pada neutropenic
fever
• Peralihan ke AB oral yang mempunyai spektrum
sama dengan AB parenteralnya
• Peralihan tidak harus dalam golongan & generasi
AB yang sama
• Pilih AB oral yang mempunyai bioavailabilitas baik
KEGAGALAN TERAPI
ANTIBIOTIKA
• Pemilihan antibiotika yang kurang tepat
• Penetrasi antibiotika kurang baik ke tempat infeksi
• Kuman sudah resisten dengan antibiotika yang diberikan
• Dosis dan lama terapi yang kurang tepat
• Kondisi imun yang kurang baik
• Adanya penyakit penyerta seperti DM yang tidak terkontrol dengan
baik atau sudah mengalami peripheral vascular disease yang berakibat
distribusi antibiotika ke tempat infeksi kurang baik
COMMON ADRAC
• Skin rash,urtikaria: Beta Laktam, ciprofloxacin
• Steven Johnson: Cotrimoxazole
• Drug-induced hepatitis: Rifampicin, INH, Flucloxacillin, ceftriaxon
• Drug-induced renal disease: aminoglikosida, acyclovir
• Drug-induced hematology anomali: chloramphenicol, penicillin,
ampicilin
Drug-Induced Hepatitis
 Hepatitis pada penggunaan AB parenteral:Ceftriaxone (3,1-
3,3%),Ciprofloxacin (1%),Amoxycillin-Clav (<1%), Cloxacillin (<1%),
Meropenem (<1%), Linezolid (0,4-1%) dan antibiotika oral:
Rifampicin, INH, Pyrazinamide.
 Waspada pada: CLD, manula, immunocompromised, AB jangka
panjang.
 Tanda-tanda: peningkatan transaminase, hepatomegali, baik disertai
ataupun tidak gejala mual, muntah, peningkatan bilirubin plasma.
 Manajemen: stop obat penginduced, menggantikannya dengan
antibiotika lain. Penambahan obat hepatoprotektor dapat
disarankan namun bukan suatu keharusan.
Drug-Induced Renal disorders
 Gagal Ginjal Akut (GGA) terutama disebabkan oleh
penggunaan aminoglikosida, vancomycin.
 Waspada pd CKD, manula, balance cairan terganggu
 Tanda-tanda: peningkatan creatinin plasma, BUN, penurunan
volume urine secara drastis menjadi <200ml/24jam,nausea
dan vomiting dapat pula menyertai.
 Manajemen : stop AB penginduced, menatalaksana GGA.
COMMON DRP
• Pemakaian antibiotika tidak disertai bukti infeksi
• Pemilihan antibiotika pd terapi empirik yg kurang tepat
• Kegagalan terapi antibiotika
• Penggunaan antibiotika secara berlebihan shg
mempengaruhi trend mikrobiologi rumah sakit.
• Kombinasi AB kurang tepat
• Peralihan IV AB oral AB
• Penyesuaian dosis pada CKD
• Adrac:
• Terapi gagal → sepsis, tidak sembuh/ infeksi kronik,
fatal
PENGUMPULAN DATA BASE
Medication history interview:
• Tanyakan riwayat penyakit kronik
• Tanyakan apakah infeksi didapat dari
rumah/rumahsakit/pindahan RS lain
• Tanyakan riwayat alergi antibiotika
• Tanyakan riwayat infeksi baru-baru ini
Penelusuran Rekam Medik
Pengamatan Kondisi Klinik:
• Kondisi umum
• Kondisi luka
TEHNIK ASESMEN
• List problem medik – terapi obat. Bila ada obat yang tdk ditemukan
pasangannya, maka berarti obat tersebut tidak diperlukan. Demikian pula
sebaliknya.
• Cek hal-hal berikut?
1.Apakah pilihan A.B sudah tepat?
2.Apakah pengobatan efektif sesuai dengan kondisinya?
3.Apakah dosis sudah tepat?
4.Apakah hanya infeksi bakteri?
5.Apakah rute pemberian sudah tepat
6.Apakah ada interaksi obat-obat yg signifikan?
7.Apakah ada interaksi obat-penyakit yg signifikan?
8.Apakah ada duplikasi obat yg tidak perlu?
9.Apakah lama terapi sudah tepat?
TEHNIK ASESMEN
• Tinjau efektivitas terapi setelah 48-72 jam
• Bila gagal pertimbangkan ganti A.B, naikkan dosis/tambah
interval
• Interpretasikan hasil kultur
• Terapkan A.B hasil kultur bila terapi empirik gagal, namun
kalau sudah tepat, biarkan
Consulting The Physician
• Komunikasikan DRP yang ditemukan dan solusi yang
disarankan.
• Diskusikan di bangsal.
• Ikuti ward round/visite bersama
• Jangan melalui telpon kecuali terpaksa
MONITORING OUTCOME
Efektivitas A.B.:
• TEMPERATUR
• KADAR LEUKOSIT
• HILANGNYA TAKIKARDIA
• SEKRESI ‘PUS’, SEKRET
• TANDA PERADANGAN PD INF. SITE
• CLINICAL IMPROVEMENT
ESO:
• Tanda alergi
• Peningkatan hasil lab (LFT/RFT, hematologi) untuk A.B jangka panjang.
POIN KONSELING
• Drug administration
• Drug effect
• Drug Interaction
• Adrac
UTI
• Kuman:
• Community: E Coli, P.mirabilis, CNS, Klebsiella, enterococcus faecalis.
• Hospital: E.Coli, P.aeruginosa, enterobacter, serratia
• Predisposing factors: pregnancy,umur,instrumentasi,female,
obstruksi UT, renal dis, disfungsi neurologis.
• Lab: urinalisa, urin culture
LOWER UTI
• CYSTITIS : radang kandung kemih
• Terapi: Cotrimoxazol atau amoxi-clav atau fluoroquinolon
selama 3 hari (complicated case 7-14hari)
• Nosocomial UTI therapy: Ceftazidime atau Ticarcillin-clavatau
Carbapenem atau Aztreonam
UPPER UTI
• Acute pyelonephritis
• Terapi: Parenteral A.B. 24-48 jam (afebrile) dilanjutkan oral 10-14
hari. Pilihan Cotrim, quinolon, amoxi-clav,cefixime, cefuroxime.
• Symptomatic abacteriuria: Chlamydia, Trichomonas.
• Doxycycline 2x100mg selama 2 mgg atau azithromycin single
dose
RESPIRATORY INFECTION
• ISPA ATAS: Bronchitis (inflamasi pada tracheobronchial tree)
• Treatment:
o Akut: kontrol batuk, adequate hydration, antipiretik. Bila Strep
Pneumonia & M. Pneumonia (+)Erythromycin or Penicillin
o Kronik,sputum excessive,batuk> 3bln.Kuman: Strep Pneumonia, H.
Influenza
 Treatment: hydration, drainage. Amoxycillin, erythromycin,
clarithromycin,azithromycin.
U R I (PNEUMONIA)
 Community: Pneumococcus30-60%. H. Influenza
o Terapi: Penicillin,ampicilin, cefazolin, erythromycin
 Aspiration Pneumonia
o Asam lambungPneumonitis, Pulm. Emboli
o Terapi: ventilasi, O2, cairan. A.B ditunda sampai (+).
Pilihan : Cefalosporin + metronidazole, Clindamycin.
Strategi: parenteral A>B. sampai fever (-), kemudian oral
2-4 mgg.
 Nosokomial: P. aeruginosa, S. Pneumonia, S. aureus
o Terapi: Broad spectrum penicillin + aminoglikosida
o Monitoring: Temp.,nadi, WBC,batuk
RESPIRATORY INFECTION(cont)
• Kuman: Strep Pneumonia, H Influenza, M Pneumonia
• Terapi
 Bronchitis: Ampicilin, Azithromycin, Clarithromycin,
fluoroquinolon.
 Pneumonia: Staphylococcus, Pneumococus
 Empirik a.b., bronchodilator
• Monitor: temp., sesak, batuk, sekret, leukosit
GIT INFECTION
• Bakteri: Shigella , Escheria, Salmonella, Clostridium,
Staphylococcus.
• Terapi:
• ORT
• Tetracyclin, quinolon,Cotrimoxazol, Metro
(Clostridium), Chloramphenicol, Ampicilin
• Bismuth salisilat, cholestyramin
• No antispasmodikProlong fever & diare
• Monitor: frekuensi dan konsistensi faeces,
temp.,tanda dehidrasi.
SOFT TISSUE
INFECTION
 CELLULITIS
 Def: inflamasi akut dari kulit dan lemak subkutan yg ditandai
swelling, warmth, pain, erythema
 Bakteri:Staphylococcus A, Streptococcus P
 Immunocompromised: E.Coli, P aeruginosa, Klebsiella P
 A.B: Cloxacillin, Penicillin, Clindamycin, erythromycin
 DM: sda + S epidermidis,enterococcus faecalis, E.coli,
Klebsiella, Proteus, Peptococcus, sp, Bacteroides sp
Case 1
• Ny U, 58th, BB 85 kg
• PC: kaki bengkak, kemerahan, temp 38ºC, BP
120/90, nadi 90x/menit, BSL: 121mg/dl
• RP:DM terkontrol
• Diagnosa: Cellulitis
• Lab: Na 128 mEq/dl, K (N)
• Apa yg dapat farmasis berikan untuk kasus ini?
Case 2

Ny.M, 59 th, BB 60 kg TB 170cm yg sdg dirawat pasca


stroke mengeluh nyeri pada saat kencing disertai
nyeri pinggang, temp 37-38°C.
Dx: UTI
Lab: Leucocyt 17.300, (+) urine
Tx: Tequin 1x1, antacid 4 x1C, Nootropil 3x3 g iv, aspirin
1x 100 mg
Apa peran farmasis ?
Case 3
• Tn AJ, 59th, BB 63kg TB 160cm
• Mengeluh panas pada saat urinasi disertai hematuri dan
febris sampai 39°C.
• RP: DM 16th terkontrol dengan glibenklamida 1-1-0 dan
metformin 0-0-1.
• Dx: UTI.
• Lab: leuko 15.900, bakteriuri (+), Leukosuria, BSL 147mg/dL
Cr: 1,8 mg/dL, BUN 34mg/dL
• Tx: Amoxycilin 3x1g iv, transamin 3x1 ampul. cimetidine
2x1tab, OAD, Paracetamol bila perlu. Keesokan harinya BP
drop menjadi 70/50mm Hg, kesadaran menurun disertai
oligouri 200 ml. Nadi  108x, RR 32X.
• Apa rencana farmasis?
Case 4
• Tn DA 55th
• PC: Nyeri dada sebelah kanan disertai demam,
menggigil 30 ‘ kemudian sesak napas. Pt mengeluh
batuk dg sputum hijau kecoklatan.
• TTV: BP 140/80mmHg, HR: 106x/min, RR 32x/min,
temp. 38,2°C
Lab: Leuko 18600, PMN 88%, bands 10%, Limfosit
2%.
• Apa rencana farmasis untuk kasus ini?
Case 5
• Tn MM 60th BB 61 kg (turun 8kg)
• PC: diare dg konsistensi faeces cair 6-7x disertai demam dan cramp
perut. Setelah minum Pocari Sweat gejala semakin memburuk, faeces
disertai darah dan lendir, frekuensi 10-12 x.
• TTV: temp 40°C, BP 70/40 mmHg, Nadi 130x/min,
• Dx: Dehidrasi berat akibat diare
• Bagaimana encana penatalaksanaan?
Case 6

• Tn KH 45th BB 62kg TB ± 170cm MRS dengan keluhan sesak


napas, badan panas, mual, batuk sedikit. Pasien mengaku
merokok 1 pak/hari, tidak memiliki hipertensi maupun DM,
namun ibunya adalah memiliki DM. Hasil X-ray dada
menunjukkan adanya gambaran pneumonia. Hasil lab sbb
leukosit 19.000/mm3, Na 138meq/L, K 3,6 meq/L, GDP 205
mg/dl, 2j PP 245 mg/dl. Pasien selanjutnya didiagnosa sebagai
Pneumonia dengan DM. Bagaimana Pharm Care pada kasus
ini?
Case 7
• Tn JP 62th, BB ± 75kg TB ± 170cm, MRS dengan keluhan mual, muntah,
nyeri pinggang, tidak bisa kencing, badan panas. Menurut pengakuan istri,
Px memiliki penyakit BPH (Benign Prostat Hyperplasia) dan sebelumnya
tidak punya sakit hipertensi maupun DM. Hasil observasi perawat pada saat
masuk menunjukkan temp 38,2 oC, TD 150/90. Hasil lab pada saat masuk
adalah sbb Cr 6,2 mg/dl ; BUN 75mg/dl; Na 122meq/L; K 2,8 meq/L; Asam
urat 7,1 mg/dl; Alb (N); GDP 115 mg/dl; 2jPP ( 145 mg/dl); leukosit
15.000/mm3 . Pasien didiagnosa sebagai ISK dengan insufisiensi ginjal
kemudian mendapat terapi Cefotaxim 3x1g iv, Lasix inj 1 x 1 amp,
Primperan 3 x 1 amp, infus NS dan D5 (2:2). Pada keesokan harinya perawat
melaporkan TD 160/100mmHg, temp 38 oC, Nadi 85x/min, urin 24jam 500
ml.
• Bagaimana Pharmaceutical care pada kasus ini ?

You might also like