Chapter 1 Introduction To Marine Transmission System
Chapter 1 Introduction To Marine Transmission System
Chapter 1 Introduction To Marine Transmission System
INTRODUCTION TO
MARINE TRANSMISSION SYSTEM
- Operation Reliably
- Onboard Maintenance (by Crews Capabilities)
- Memenuhi semua PDO dengan biaya yang sesuai anggaran
2. PERTIMBANGAN TEKNIS
- Power yang dibutuhkan untuk operasi yang sustainable + endurance
- Persyaratan Space & Weight
- Vibration & Noise
- Air Pollution
5. Pemilihan Propulsor
- Kebutuhan speed resistance select propulsor
- Type : ducted, contra-rotating, nozzle, FPP, CPP
- No. of propeller : single, twin, triple, quadruple screws
- No. of blade : 2, 3, 4, 5, 6, 7
- Propulsive efficiency X size, weight, cost of transmission
PENETAPAN PROPULSION PLANT POWER RATING
KEBUTUHAN POWER UNTUK MEMENUHI :
- Desired Ship Speed (Kecepatan kapal yang diinginkan)
SISTEM TRANSMISI :
- Direct Drive : LSDE
- Mechanical Drive : reduction gear
- Electrical Drive : power converter
Lower propeller speed higher propeller efficiency
Higher speed engine menyebabkan :
- higher wear rate
- higher fuel consumption
- higher fuel quality
Simplicity + fuel economy : membuat diesel cocok untuk semua aplikasi
MSDE dan HSDE pada LOWER POWER RATING memberikan sifat
kompetitif terhadap persyaratan WEIGHT & SPACE
Pada HIGH POWER RATING Diesel melebihi ST atau GT
PROPULSION MACHINERY CONFIGURATION
GT menawarkan LOW WEIGHT & SPACE
ST Plant + boilernya cocok untuk reaktor nuklir, coal, BOG, natural gas,
ataupun waste heat dari engine
Pada motor bakar dalam, energi tersebut dilepaskan oleh proses pembakaran
atau oksidasi bahan bakar didalam silinder.
SPARK IGNITION
INTERNAL
COMBUSTION COMPRESSION IGNITION
COMBUSTION ENGINE
ENGINE
GAS TURBINE
EXTERNAL
COMBUSTION
STEAM TURBINE
ENGINE
INTERNAL COMBUSTION ENGINE APPLICATIONS
1. APPLICATION : otomotive, locomotive, light aircraft, marine, portable power,
power generation
3. WORKING CYCLE :
4-cycle : naturally aspirated, supercharged, turbocharged
2-cycle : crankcase scavenged, supercharged, turbocharged
Jenis-jenis bahan bakar lain yang dapat digunakan oleh diesel engine :
- Biodiesel ( rapeseed (jarak), palm-oil, jelantah, corn-oil, dll )
- LPG, LNG
- Hidrogen
Komposisi dari crude-oil bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya, komponen
utamanya adalah Carbon (82 ~ 87%), Hydrogen (10 ~ 14%), dan Sulphur (1 ~ 6%).
Heating value (QHV) dari bahan bakar tergantung dari komposisi kimia bahan bakar.
Semakin tinggi persentase hydrogen semakin tinggi heating value.
COMBUSTION CHEMISTRY
Specific Gravity : rasio density fuel terhadap air ( diukur pada 600F )
141.5
API Gravity: tipe specific gravity yang degrees API 131.5
0
sp.gr. 60 / 60 F
ditetapkan oleh API
Jika fuel diorder berbasis VOLUME, maka SPESIFIC dan API Gravity
berhubungan terhadap volume ke berat dari fuel. Semakin tinggi API Gravity
semakin besar Angka CETANE
Satuan : barrels per long ton,
pounds per US gallon
Contoh :
Fuel Oil yang memiliki specific gravity
sebesar 0,9279 degrees API nya 21, dan
satu galon mengandung 7,727 pounds.
Karena fuel tidak selalu tepat 600F maka
perlu tabel koreksi, misal Apendix A.2a.
Air dan Sedimen : impurities tersebut merusak mesin
- Air penyebab utama terjadinya korosi di tangki dan perlengkapan lain
- Sedimen dapat berakumulasi di storage tank dan menyebabkan clog di filter
FLASH POINT : temperatur dimana fuel harus dipanaskan untuk memungkinkan uap
pembakaran (flammable vapours) terbentuk. Data Flash point penting untuk safety-nya
storage bukannya terhadap performance motor.
- Flash point dapat dijadikan indikasi kontaminasi.
- Nilai minimum ditetapkan oleh Class dan Regulator lainnya.
- Nilai flash point 1500F umumnya memenuhi specs dari safety insurance regulatory.
- US Coast Guard menetapkan minimum flash point untuk light diesel fuel sebesar 120 0F.
Pour Point : Temperatur dimana minyak berhenti untuk mengalir. Parameter ini relevan
untuk motor yang bekerja di daerah dingin. Biasanya oil yang digunakan mempunyai pour
point 10 ~ 150F dibawah temperatur operasinya.
Ash : Kandungan ash (abu) di minyak adalah berupa material tersisa setelah bahan bakar
dibakar pada temperatur tinggi. Ash akan mempercepat keausan komponen mesin melalui
abrasi. Kandungan ash pada distillate oil cukup rendah (mendekati nol), sedangkan pada
residual oil yang berat dapat mencapai 0,25%.
Sulfur : Elemen ini selalu ada di crude-oil dan komponennya sebagai sebuah sulfur-
compound. Sulfur mengakibatkan peningkatan wearing akibat reaksi dengan senyawa
lain untuk membentuk deposit. Di sistem gas buang, uap air akan bercampur dengan
SO2 dan membentuk asam yang bersifat korosif. Reaksi yang sama dapat terjadi di
silinder.
Residu Carbon : material ini berupa solid carbon yang tertinggal setelah proses
pembakaran terjadi, yang menetap dengan sejumlah oxygen. Residu ini terkait erat
dengan karakteristik carbon yang ada dalam bahan bakar ( CxHy ). Residu carbon
menyebabkan ring lengket dan deposit di combustion chamber. Slow speed diesel dapat
menggunakan bahan bakar dengan residu carbon tinggi karena combustion timenya
yang lebih panjang.
Viscosity : kekentalan merupakan property dari cairan dan diukur sebagai tahanan
aliran.
Heating value per pound meningkat jika API gravity meningkat, meskipun Btu
(gallon) berkurang akibat berkurangnya massa per gallon. Karenanya menyimpan
bahan bakar dengan API rendah lebih dipertimbangkan, hanya saja API yang
rendah memiliki residu yang tinggi sehingga efisiensi pembakarannya menurun.
Bahan bakar yang terlalu kental sulit diinjeksikan ke silinder, sehingga perlu pre-
heating.
6. METHODS OF MIXTURES DESIGN
7. METHODS OF IGNITION
8. COMBUSTION CHAMBER DESIGN
9. METHODS OF LOAD CONTROL
10. METHODS OF COOLING
SEKIAN