Penjaminan Keamanan Pangan Ri
Penjaminan Keamanan Pangan Ri
Penjaminan Keamanan Pangan Ri
FOOD CONTROL
...a mandatory regulatory activity of enforcement by national or local authorities to provide consumer protection and ensure that all foods during production, handling, storage, processing, and distribution are safe, wholesome and fit for human consumption; conform to safety and quality requirements; and are honestly and accurately labeled as prescribed by law.
The foremost responsibility of FOOD CONTROL is to enforce the food law(s) protecting the consumer against unsafe, impure and fraudulently presented food by prohibiting the sale of food not of the nature, substance or quality demanded by the purchaser.
Contributing to economic development by maintaining consumer confidence in the food system and providing a sound regulatory foundation for domestic and international trade in food.
4. Laboratory Services food monitoring and epidemiological data 5. Information, Education, Communication and Training
HACCP is only one part of the risk analysis process HACCP is a risk management tool not a risk assessment tool
RISK ASSESSMENT
RISK MANAGEMENT EVALUATON OF CONTROL OPTIONS SELECTION AND IMPLEMENTATION OF SELECTED OPTION
IMPORTED FOOD
Processing Distribution
Retailing
Consumers
GAP/GFP
GHP HACCP
GMP HACCP
GDP/GTP HACCP
GRP/GTP HACCP
GHP/GCP
28 %
18%
18%
Coffee Noodle
Tea Biscuit
11%
10% 7.2%
KEPALA BADAN POM PANGAN OLAHAN MD & ML BUPATI/WALIKOTA PANGAN OLAHAN IRT
KETENTUAN DEPTAN
BAHAYA
DIKENDALIKAN oleh produsen, importir, distributor, ritel DIATUR dan DIAWASI oleh pemerintah
PENGAWASAN JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN PADA RANTAI PRODUKSI PANGAN ASAL HEWAN
Kesejahteraan Hewan
Pemeriksaan Antedan Post-mortem, penyembelihan halal
Peternakan
RPH/RPU
Pengolahan
SERTIFIKASI NOMOR KONTROL VETERINER (NKV) Peraturan Menteri Pertanian No. 381/2005 tentang
Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner Unit Usaha Pangan Asal Hewan
ESTABLISHMENT NUMBER
Kegiatan penilaian pemenuhan persyaratan kelayakan dasar sistem jaminan keamanan pangan dalam aspek higienesanitasi pada unit usaha pangan asal hewan yang diterbitkan oleh instansi berwenang di bidang KESMAVET
NEGARA ASAL
Country approval Veterinary Public Health Protocol Establishment approval (aspek keamanan dan kehalalan pangan)
Karantina Hewan Bea Cukai Sis. Was. Kuat dan tangguh
Pangan Asal Hewan melalui Nomor Kontrol Veteriner (NKV) Monitoring & surveilans PAH Labelisasi pangan asal hewan Penerapan Sistem HACCP
MASYARAKAT
PASAL 1
1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahah, dan atau pembuatan makanan atau minuman.
2. Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.
3. Sistem pangan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengaturan, pembinaan, dan atau pengawasaan terhadap kegiatan atau proses produksi pangan dan peredaran pangan sampai dengan siap dikonsumsi manusia. 4. Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.
5. Sanitasi Pangan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan bertumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan, minuman, peralatan, dan bangunan yang dapat merusak pangan dan membahayakan manusia. 6. Mutu Pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman.
BAB II KEAMANAN PANGAN Bagian Pertama Kedua Ketiga Keempat Kelima Keenam Masalah Sanitasi Pangan Bahan Tambahan Pangan Rekayasa Genetika dan Iradiasi Pangan Kemasan Pangan Jaminan Mutu Pangan dan Pemeriksaan Laboratorium Pangan Tercemar Pasal 4 -9 10-12 13-15 16-19 20 21-23
UU no. 7/1996
IV V VI VII VIII
IX
X XI XII XIII XIV
PENGAWASAN
KETENTUAN PIDANA PENYERAHAN URUSAN DAN TUGAS PEMBANTUAN KETENTUAN LAIN-LAIN KETENTUAN PERALIHAN KETENTUAN PENUTUP
53-54
55-59 60 61-63 64 65
BAB II KEAMANAN PANGAN Bagian Pertama Sanitasi Pangan Pasal 4 (1). Pemerintah menetapkan persyaratan sanitasi dalam kegiatan atau proses produksi, penyiapan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan. (2). Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan persyaratan minimal yang wajib dipenuhi dan ditetapkan serta diterapkan secara bertahap dengan memperhatikan kesiapan dan kebutuhan sistem pangan. Pasal 5 (1). Sarana dan atau prasarana yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengankutan, dan atau peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi. (2). Penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan serta penggunaan sarana dan prasarana, sebagaiman dimaksud pada ayat (1), dilakukan sesuai dengan persyaratan sanitasi.
Pasal 6 Setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan wajib : a. Memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan, dan atau keselamatan manusia; b. Menyelenggarakan program pemantauan sanitasi secara berkala; dan c. Menyelenggarakan pengawasan atas pemenuhan persyaratan sanitasi. Pasal 7 Orang perseorangan yang menangani secara langsung dan atau berada langsung dalam lingkungan kegiatan atau proses produksi, penyiapan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi. Pasal 8 Setiap orang dilarang menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan dalam keadaan yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi.
Bagian Kedua Bahan Tambahan Pangan Pasal 10 (1). Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apa pun sebagai bahan tambahan pangan yang dinyatakan terlarang atau melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan. (2). Pemerintah menetapkan lebih lanjut bahan yang dilarang dan atau dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan dalam kegiatan atau proses produksi pangan serta ambang batas maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 11 Bahan yang akan digunakan sebagai bahan tambahan pangan, tetapi belum diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia, wajib terlebih dahulu diperiksa keamanannya, dan penggunaannya dalam kegiatan atau proses pangan untuk diedarkan dilakukan setelah memperoleh persetujuan Pemerintah. Pasal 12 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 dan pasal 11 ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga Rekayasa Genetika dan Iradiasi Pangan Pasal 13 (1). Setiap orang yang memproduksi pangan atau menggunakan bahan baku, bahan tambahan pangan, dan atau bahan lain dalam kegiatan atau proses produksi pangan yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika wajib terlebih dahulu memeriksakan keamanan pangan bagi kesehatan manusia sebelum diedarkan. (2). Pemerintah menetapkan persyaratan dan prinsip penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan metode rekayasa genetika dalam kegiatan atau proses produksi pangan, yang dihasilkan dari proses rekayasa. Pasal 14 (1). Iradiasi dalam kegiatan atau proses produksi pangan dilakukan berdasarkan izin Pemerintah. (2). Proses perizinan penyelenggaraan kegiatan atau proses produksi pangna yang dilakukan dengan menggunakan teknik dan atau metode iradiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memenuhi persyaratan kesehatan, penanganan limbah dan penanggulangan bahaya bahan radioaktif untuk menjamin keamanan pangan, keselamatan kerja, dan kelestarian lingkungan. Pasal 15 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat Kemasan Pangan Pasal 16 (1) Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diedarkan dilarang menggunakan bahan apa pun sebagai kemasan pangan yang dinyatakan terlarang dan atau yang dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia. (2) Pengemasan pangan yang diedarkan dilakukan melalui tata cara yang dapat menghindarkan terjadinya kerusakan dan atau pencemaran. (3) Pemerintah menetapkan bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan pangan dan tata cara pengemasan pangan tertentu yang diperdagangkan. Pasal 17 Bahan yang akan digunakan sebagai kemasan pangan, tetapi belum diketahui dampaknya bagi kesehatan manusia, wajib terlebih dahulu diperiksa keamanannya, dan penggunaannya bagi pangan yang diedarkan dilakukan setelah memperoleh persetujuan Pemerintah. Pasal 18 (1) Setiap orang dilarang membuka kemasan akhir pangan untuk dikemas kembali dan diperdagangkan. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhdap pangan yang pengadaannya dalam jumlah besar dan lazim dikemas kembal dalam jumlah kecil untuk diperdagangkan lebih lanjut. Pasal 19 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17, dan Pasal 18 ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima Jaminan Mutu Pangan dan Pemeriksaan Laboratorium Pasal 20 (1) Setiap orang yang memproduksi pangan untuk diperdagangkan wajib menyelenggarakan sistem jaminan mutu, sesuai dengan jenis pangan yang diproduksi. (2) Terhadap pangan tertentu yang diperdagangkan, Pemerintah dapat menetapkan persyaratan agar pangan tersebut terlebih dahulu diuji secara laboratoris sebelum peredarannya. (3) Pengujian secara laboratoris, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan dilaboratorium yang ditunjuk oleh atau telah memperoleh akreditasi dari Pemerintah. (4) Sistem jaminan mutu serta persyaratan pengujian secara laboratoris, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan dan diterapkan secara bertahap dengan memperhatikan kesiapan dan kebutuhan sistem pangan. (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam Pangan Tercemar Pasal 21 Setiap orang dilarang mengedarkan : a. Pangan yang mengandung bahan beracun, berbahaya, atau yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan atau jiwa manusia; b. Pangan yang mengandung cemaran yang melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan; c. Pangan yang mengandung bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan; d. Pangan yang mengandung bahan yang kotor, busuk, tengik, terurai, atau mengandung bahan nabati atau hewani yang berpenyakit atau berasal dari bangkai sehingga menjadikan pangan tidak layak dikonsumsi manusia; e. Pangan yang sudah kedaluarsa.
Pasal 22 Untuk mengawasi dan mencegah tercemarnya pangan, Pemerintah : a. Menetapkan bahan yang dilarang digunakan dalam kegiatan atau proses produksi pangan serta ambang batas maksimal cemaran yang diperbolehkan; b. Mengatur dan atau menetapkan persyaratan bagi penggunaan cara, metode, dan atau bahan tertentu dalam kegiatan atau proses produksi, pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan yang dapat memiliki risiko yang merugikan dan atau membahayakan kesehatan manusia; c. Menetapkan bahan yang dilarang digunakan dalam memproduksi peralatan pengolahan, penyiapan, pemasaran, dan atau penyajian pangan.
Pasal 23 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan Pasal 22 ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
PASAL
9 12 15 19 20 23 29 35 40 44 50 53 54 60
2 3 4 5 6 7
KETAHANAN PANGAN
PENGAWASAN
KEWENANGAN TINDAKAN ADMINISTRATIF
IV V VI VII VIII
IX
X XI XII XIII XIV
PENGAWASAN
KETENTUAN PIDANA PENYERAHAN URUSAN DAN TUGAS PEMBANTUAN KETENTUAN LAIN-LAIN KETENTUAN PERALIHAN KETENTUAN PENUTUP
53-54
55-59 60 61-63 64 65
Bagian
Pertama
Masalah
Mutu Pangan
Pasal
24 -29
[Pasal 30 35]
Pasal 33 (1) Setiap label dan atau iklan tentang pangan yang diperdagangkan harus memuat keterangan mengenai pangan dengan benar dan tidak menyesatkan Pasal 33 (2) Setiap orang dilarang memberikan keterangan atau pernyataan tentang pangan yang diperdagangkan melalui, dalam, dan atau dengan label atau iklan apabila keterangan atau pernyataan tersebut tidak benar dan atau menyesatkan UU no. 7/1996
BAB V PEMASUKAN DAN PENGELUARAN PANGAN KE DALAM DAN DARI WILAYAH INDONESIA
[Pasal 36 40]
Pasal 37 a. Pangan telah diuji dan atau diperiksa serta dinyatakan lulus dari segi keamanan, mutu, dan atau gizi oleh instansi yang berwenang di negara asal; Pangan dilengkapi dengan dokumen hasil pengujian dan atau pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a; dan atau a. Pangan terlebih dahulu diuji dan atau diperiksa di Indonesia dari segi keamanan, mutu, dan atau gizi sebelum peredarannya. Pasal 38 Setiap orang yang memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia untuk diedarkan bertanggung jawab atas keamanan, mutu, dan gizi pangan UU no. 7/1996
[Pasal 41 44]
Pasal 41 (1) Badan usaha yang memproduksi pangan olahan utnuk diedarkan dan atau orang perseorangan dalam badan usaha tersebut bertanggung jawab atas keamanan pangan yang diproduksinya terhadap kesehatan orang lain yang mengkonsumsi pangan tersebut. (2) Orang perseorangan yang kesehatannya terganggu atau ahli waris dari orang yang meninggal sebagai akibat langsung karena mengkonsumsi pangan olahan yang diedarkan berhak mengajukan gugatan ganti rugi terhadap badan usaha dan atau orang perseorangan dalam badan usaha, sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
UU no. 7/1996
Pasal 41
(3)
Dalam hal terbukti bahwa pangan olahan yang diedarkan dan dikonsumsi tersebut mengandung bahan yang dapat merugikan dan atau membahayakan kesehatan manusia atau bahan lain yang dilarang, maka badan usaha dan atau perseorangan dalam badan usaha, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib mengganti segala kerugian yang secara nyata ditimbulkan. Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam hal badan usaha dan atau orang perseorangan dalam badan usaha dapat membuktikan bahwa hal tersebut bukan diakibatkan kesalahan atau kelalaiannya, maka badan usaha dan atau orang perseorangan dalam badan usaha tidak wajib mengganti kerugian. Besarnya ganti rugi, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), setinggi-tingginya sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk setiap orang yang dirugikan kesehatannya atau kematian yang ditimbulkan. UU no. 7/1996
(4)
(5)
Pasal 42
Dalam hal pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) tidak diketahui atau tidak berdomisili di Indonesia, ketentuan dalam Pasal 41 ayat (3) dan ayat (5) diberlakukan terhadap orang yang mengedarkan dan atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia.
Pasal 43
(1)Dalam hal kerugian yang ditimbulkan melibatkan jumlah kerugian materi yang besar dan atau korban yang tidak sedikit, Pemerintah berwenang mengajukan gugatan ganti rugi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2). (2) Gugatan ganti rugi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan untuk kepentingan orang yang mengalami kerugian dan atau musibah.
BAB IX PENGAWASAN
Pasal 54 (1) Dalam mekasanakan fungsi pengawasan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, Pemerintah berwenang mengambil tindakan administratif terhadap pelanggaran ketentuan Undang-undang ini. (2) Tindakan administratif, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa a. Peringatan secara tertulis; Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan atau Pemerintah untuk menarik produk pangan dari peredaran apabila terhadap resiko tercemarnya pangan atau pangan tidak aman bagi kesehatan manusia; c. Pemusnahan pangan jika terbukti membahayakan kesehatan dan jiwa manusia; d. Penghentian produk untuk sementara waktu; e. Pengenaan denda paling tinggi Rp. 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah), dan atau f. Pencabutan izin produksi atau izin usaha.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pamerintah.
UU no. 7/1996
BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 55 Barang siapa dengan sengaja : a. Menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan dalam keadaan yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi, sebagaimana dimaksud dalam pasal 8; b. Menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan atau menggunakan bahan tanbahan pangan secara melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1); c. Menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan pangan dan bahan apapun yang dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1); UU no. 7/1996
d. Mengedarkan pangan yang dilarang untuk diedarkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e;
e. Memperdagangkan pangan yang tidak memenuhi standar mutu yang diwajibkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a;
f. Memperdagangkan pangan yang mutunya berbeda atau tidak sama dengan mutu pangan yang dijanjikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b; g. Memperdagangkan pangan yang tidak memenuhi persyaratan sertifikasi mutu pangan, sebagaimana dimaksud Pasal 26 huruf c; h. Mengganti label kembali atau menukar tanggal, bulan, dan tahun kedaluwarsa pangan yang diedarkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32;
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,- (Enam ratus juta rupiah). UU no. 7/1996
Pasal 56
Barangsiapa karena kelalaiannya : a. Menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan dalam keadaan yang tidak memenuhi persyaratan sanitasi, sebagaimana dimaksud Pasal 8; b. Menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambahan pangan atau menggunakan bahan tambahan pangan secara melampaui ambang batas maksimal yang ditetapkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1); c. Menggunakan bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan pangan dan atau bahan apapun yang dapat melepaskan cemaran yang merugikan atau membahayakan kesehatan manusia, sebagaimana dimaksud Pasal 16 ayat (1); d. Mengedarkan pangan yang dilarang untuk diedarkan, sebagaimana dimaksud Pasal 21 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e;
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 120.000.000,- (Seratus dua puluh juta rupiah).
UU no. 7/1996
Pasal 57
Ancaman pidana atas pelanggaran, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d serta Pasal 56, ditambah seperempat apabila menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia atau ditambah sepertiga apabila menimbulkan kematian.
UU no. 7/1996
Pasal 58 Barangsiapa : a. Menggunakan suatu bahan sebagai bahan tambahan pangan dan mengedarkan pangan tersebut secara bertentangan dengan ketentuan dalam Pasal 11;
b. Mengedarkan pangan yang diproduksi atau menggunakan bahan baku, bahan tambahan pangan, dan atau bahan bantu lain dalam kegiatan atau proses produksi pangan yang dihasilkan dari proses rekayasa genetika, tanpa lebih dahulu memeriksakan keamanan pangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1); c. Menggunakan iradiasi dalam kegiatan atau proses produksi pangan tanpa izin, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1); d. Menggunakan sesuatu bahan sebagai kemasan pangan untuk diedarkan secara bertentangan dengan ketentuan dalam Pasal 17; e. Membuka kemasan akhir pangan untuk dikemas kembali dan memperdagangkannya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1);
UU no. 7/1996
Pasal 58
f. Mengedarkan pangan tertentu yang diperdagangkan tanpa terlebih dahulu diuji secara laboratoris, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2);
g. Memproduksi pangan tanpa memenuhi persyaratan tentang gizi pangan yang ditetapkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4); h. Memproduksi atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan tanpa mencantumkan label, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 atau 31;
i. Memberikan keterangan atau pernyataan secara tidak benar dan atau menyesatkan mengenai pangan yang diperdagangkan melalui, dalam, dan atau dengan label dan atau iklan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2); j. Memberikan pernyataan atau keterangan yang tidak benar dalam iklan atau label bahwa pangan yang diperdagangkan adalah sesuai menurut persyaratan agama atau kepercayaan tertentu, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1);
UU no. 7/1996
Pasal 58 k. Memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia dan atau mengedarkan di dalam wilayah Indonesia pangan yang tidak memenuhi ketentuan Undang-undang ini dan Peraturan pelaksanaannya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2); l. Menghambat kelancaran proses pemeriksaan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53; Dipidana dengan penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 360.000.000,- (tiga ratus enam puluh juta rupiah).
UU no. 7/1996
Pasal 59 Barangsiapa : a. Tidak menyelenggarakan kegiatan atau proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan atau peredaran pangan yang memenuhi persyaratan sanitasi, keamanan, dan atau keselamatan manusia, atau tidak menyelenggarakan program pemantauan sanitasi secara berkala, atau tidak menyelenggarakan pengawasan atas pemenuhan persyaratan sanitasi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; b.Tidak memenuhi persyaratan sanitasi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal7; c. Tidak melaksanakan tata cara pengemasan pangan yang ditetapkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3);
Pasal 59
d. Tidak menyelenggarakan sistem jaminan mutu yang ditetapkan dalam kegiatan atau proses produksi pangan untuk diperdagangkan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1); e. Tidak memuat keterangan yang wajib dicantumkan pada label, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2); Meskipun telah diperingatkan secara tertulis oleh Pemerintah, dipidana dengan pidana penjara lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 480.000.000,00 (empat ratus delapan puluh juta rupiah).
PASAL
9 12 15 19 20 23 29 35 40 44 50 53 54 60
2 3 4 5 6 7
KETAHANAN PANGAN
PENGAWASAN
KEWENANGAN TINDAKAN ADMINISTRATIF
ISI
KETENTUAN UMUM KEAMANAN PANGAN Bag. Pertama - SANITASI
PERSYARATAN SANITASI PEDOMAN CARA YANG BAIK CARA BUDIDAYA YANG BAIK CARA PRODUKSI PANGAN SEGAR YANG BAIK CARA PRODUKSI PANGAN OLAHAN YANG BAIK CARA DISTRIBUSI PANGAN YANG BAIK CARA RITEL PANGAN YANG BAIK CARA PRODUKSI PANGAN SIAP SAJI YANG BAIK
Pasal
1
2-10
ISI
KEAMANAN PANGAN
Pasal
14
15
16-20
ISI
KEAMANAN PANGAN Bag. Keenam JAMINAN MUTU PANGAN DAN PEMERIKSAAN LAB
KEWAJIBAN PENYELENGGARAAN SISTEM JAMINAN MUTU PENETAPAN STANDAR UNTUK SISTEM JAMINAN MUTU PENETAPAN JENIS PANGAN SEGAR YANG WAJIB DIUJI LAB PENETAPAN JENIS PANGAN OLAHAN YANG WAJIB DIUJI LAB BAHAN TAMBAHAN PANGAN TERLARANG LAB PELAKSANA UJI
Pasal
21-22
23-28
ISI
MUTU DAN GIZI PANGAN Bag. Pertama MUTU PANGAN Bag. Kedua SERTIFIKASI MUTU PANGAN Bag. Ketiga GIZI PANGAN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN PANGAN KE DALAM DAN DARI WILAYAH INDONESIA Bag. Pertama PEMASUKAN PANGAN KE DALAM WILAYAH INDONESIA Bag. Kedua PENGELUARAN PANGAN DARI WILAYAH INDONESIA PENGAWASAN DAN PEMBINAAN Bag. Pertama PENGAWASAN Bag. Kedua PEMBINAAN PERAN SERTA MASYARAKAT KETENTUAN PERALIHAN KETENTUAN PENUTUP
Pasal
29-31 32 33-35
IV
36-40 41
42-50 51 52 53 54
VI VII VIII