Full Proposal I

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 24

PROPOSAL

AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI PEMERINTAH


DESA DALAM PENGELOLAAN ALOKASI DANA DESA
(ADD) DI DESA BANTAYAN KECAMATAN BATU HAMPAR
KABUPATEN ROKAN HILIR

OLEH :

AYU ROSMITA
175310206

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2022
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Berdasarkan peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014

tentang Pengelolaan Keuangan Desa menyatakan bahwa Desa adalah kesatuan

masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur

dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan

prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan atau hak tradisional yang diakui dan

dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemerintahan desa merupakan penyelenggara urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat. Dalam kerangka sistem Pemerintahan Negara

Kesatuan Republik Indonesia desa merupakan bentuk pemerintahan paling bawah.

Penyelenggara pemerintahan desa dipimpin oleh kepala desa dan dibantu oleh

Perangkat desa.

Desa sebagai sistem pemerintahan terkecil menuntut adanya pembaharuan

guna mendukung pembangunan desa yang lebih meningkat dan tingkat kehidupan

masyarakat desa yang jauh dari kemiskinan. Berbagai permasalahan yang ada di

desa sangat kompleks, menjadikan alasan bagi desa untuk berkembang. Kemajuan

pembangunan disetiap desa tidak kalah pentingnya. Pembangunan ini juga

memerlukan perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban. Pembangunan

desa harus mencerminkan sikap gotong royong dan kebersamaan sebagai wujud

pengamalan sila-sila dalam Pancasila demi mewujudkan masyarakat desa yang adil

dan sejahtera (Azni Utami, 2019).

1
2

Pada dasarnya pihak pemerintah selalu terus berupaya untuk membangun

dan memajukan desa dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas

hidup masyarakat desa, upaya tersebut dilakukan dengan cara membentuk

kementerian khusus untuk mengawasi pembangunan dan kemajuan yang ada di

desa yaitu kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.

Kemendespdtt bertugas untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

pembangunan desa dan kawasan perdesaan, pemberdayaan masyarakat desa,

percepatan pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi untuk membantu

Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara (Qalbi, 2020).

Salah satu bentuk kepedulian pemerintah terhadap pengembangan wilayah

pedesaan adalah pemerintah mengalokasikan dana desa dalam anggaran

pendapatan dan belanja negara. Setiap tahun anggaran yang diperuntukkan bagi

desa yang ditransfer melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah

kabupaten/kota untuk pembangunan wilayah pedesaan, yakni dalam bentuk dana

desa (Wahyuni, 2019).

Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa juga telah

mengatur keuangan desa dan aset desa dalam rangka memberikan pelayanan pada

masyarakat antara lain yang bersumber dari pendapatan asli daearah, adanya

kewajiban pemerintah bagi pemerintah dari pusat sampai dengan Kabupaten atau

Kota sampai dengan memberikan transfer dana bagi desa, Hibah atau Donasi. Salah

satu bentuk Transfer dari pemerintah untuk menunjang pembangunan di Desa

adalah Alokasi Dana Desa (ADD). Pada dasarnya Alokasi Dana Desa adalah dana
3

yang diberikan dari desa yang berasal dari dana perimbangan Pemerintahan Pusat

dan Daerah yang diterima oleh Kabupaten atau Kota (Karimayuni, 2020).

Pada tahun 2015 desa-desa di Indonesia mendapatkan kuncuran dana

sebesar 10% dari APBN, tetapi jumlah nominal yang akan diberikan ke masing-

masing desa berbeda tergantung dari geografis desa, Jumlah penduduk, dan angka

kematian. Berdasarkan data dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah

Tertinggal, dan Transmigrasi alokasikan dana desa setiap tahunnya mengalami

peningkatan pada Tahun 2015 alokasi dana desa yang dialokasikan oleh pemerintah

sebesar Rp. 20, 67 Triliun. Tahun 2016 sebesar Rp. 46, 98 Triliun. Tahun 2017 dan

2018 sebesar Rp. 60 Triliun. Sedangkan pada Tahun 2019 sebesar Rp. 70 Triliun.

Alokasi dana desa yang di anggarkan oleh pemerintah akan langsung di transfer ke

rekening setiap desa yang ada di Indonesia. Oleh karena itu dalam bentuk

pengelolaan keuangan desa maka pemerintah desa dalam hal ini Kepala desa yang

memiliki hak dan kekuasaan dalam mengelolah Keuangan desa sebagaimana diatur

dalam peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang

Pengelolaan Keuangan desa (Istiqomah, 2020).

Dengan adanya dana desa maka akan menjadikan sumber pemasukan di

setiap desa meningkat. Meningkatnya pendapatan desa yang diberikan oleh

pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat desa. Tetapi dengan

adanya dana desa juga memunculkan permasalahan yang baru dalam pengelolaan,

pemerintah desa diharapkan dapat mengelola sesuai dengan peraturan perundang-

undangan secara efisien, ekonomis, efektif serta transparan dan bertanggung jawab
4

dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatuhan serta mengutamakan

kepentingan masyarakat Ferina dalam (Miftahudin, 2018).

Dalam UU Nomor 6 tahun 2014 menegaskan bahwa komitmen dari

pemerintah untuk membangun desa agar menjadi mandiri dan demokratis, sehingga

mampu membawa harapan-harapan baru bagi kehidupan kemasyarakatan. Namun

demikian, tak sedikit masyarakat yang mengkhawatirkan tentang pengelolaan Dana

Desa. Widagdo (2016) menyebutkan kondisi perangkat desa yang dianggap masih

rendah, dan belum kritisnya masyarakat atas pengelolaan anggaran pendapatan dan

belanja desa (APBDesa) sehingga bentuk pengawasan yang dilakukan oleh

masyarakat tidak dapat maksimal.

Siklus pengelolaan keuangan desa tidak akan berjalan tanpa adanya tata

pemerintahan desa yang baik (Good Governance). Salah satu unsur utama dari

Good Governance adalah akuntabilitas. Selaras dengan pendapat tersebut maka

berdasarkan Permendagri No. 113 Tahun 2014 Pasal 2 ayat 1 Tentang Pengelolaan

Keuangan Desa, keuangan desa dikelola berdasarkan asas-asas transparan,

akuntabel, pertisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran.

Pengelolaan keuangan desa sebagaimana dimaksud, dikelola dalam masa 1 tahun

anggaran yakni mulai tanggal 1 januari sampai dengan tanggal 31 Desember (Azni

Utami, 2019).

Akuntabilitas adalah kewajiban pelaporan dan pertanggungjawaban atas

suatu keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan misi organisasi untuk

mencapai hasil yang telah ditetapkan sebelumnya dan dilaksanakan secara berkala.

Akuntabilitas meliputi pemberian informasi keuangan kepada masyarakat dan


5

pengguna lainnya sehingga memungkinkan bagi mereka untuk menilai

pertanggungjawaban pemerintah atas semua aktifitas yang dilakukan, bukan hanya

laporan keuangan saja namun harus memberikan informasi dalam pembuatan

keputusan ekonomi, sosial dan politik (Wulandari, 2019)

Akuntabilitas untuk pelaksanaan Pemerintah yang baik juga diperlukan

adanya unsur Transparansi. Transparansi artinya dalam menjalankan pemerintahan,

pemerintah mengungapkan hal-hal yang sifatnya material secara berkala kepada

pihak-pihak yang memiliki kepentingan, dalam hal ini yaitu masyarakat luas

sehingga prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui

dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan daerah. Dengan

adanya transparansi menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk

memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi

tentang kebijakan, proses pembuatan, dan pelaksanaannya serta hasil-hasil yang

dicapai (Karimayuni, 2020).

Berdasarkan beberapa hal tersebut maka peran serta pihak-pihak di luar

pemerintahan desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), perlu dilibatkan

dalam pengelolaan keuangan desa. Akuntabilitas keuangan desa tidak hanya

bersifat horizontal antara pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa

(BPD), tetapi juga harus bersifat vertikal antara kepala desa dengan masyarakat

desa dan atasan kepala desa. Dokumen publik tentang pengelolaan keuangan desa

harus dapat diakses oleh masyarakat desa, serta tidak diskriminasi terhadap satu

golongan tertentu terkait dengan pengelolaan keuangan desa.


6

Akuntabilitas dalam pemerintahan desa melibatkan kemampuan

pemerintahan desa untuk mempertanggungjawabkan kegiatan yang dilaksanakan

dalam kaitannya dengan masalah pembangunan dan pemerintahan desa.

Pertanggungjawaban yang dimaksud menyangkut masalah finansial yang terdapat

dalam APBDes dengan alokasi dana desa (ADD) sebagai salah satu komponen

didalamnya. Fungsi akuntabilitas lebih luas bukan hanya sekedar ketaatan kepada

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akan tetapi, fungsi akuntabilitas

tetap memperhatikan penggunaan sumber daya secara efesien dan efektif

penyelenggaraan pemerintahan maupun penyelenggaraan perusahaan harus

menekankan tujuan utama dari akuntabilitas, agar setiap pengelolaan dapat

menyampaikan akuntabilitas keuangan dengan membuat laporan keuangan

(Wulandari, 2019)

Penelitian yang dilakukan oleh (Riska Karimayuni, 2020) yang melakukan

penelitian terkait Akuntabilitas Dan Transparansi Pengelolaan Alokasi Dana Desa

Pada Desa Sei Suka Deras Kecamatan Sei Suka Kabupaten Batu Bara.

Menunjukkan bahwa akuntabilitas dalam pengelolaan alokasi dana desa dikatakan

sudah cukup baik dengan melibatkan masyarakat desa dalam perencanaan

pengalokasian dana desa. Namun masih belum optimal, terkhususnya pada

akuntabilitas pelaporan dalam hal laporan realisasi pelaksanaan. Sedangkan

transparansi pengelolaan ADD pemerintah desa kurang menerapkan prinsip

ketransparan, hal tersebut dikarenakan kurangnya keterbukaan kepada masyarakat

dalam pengelolaan alokasi dana desa dalam pembangunan desa, kemudian masih
7

banyaknya keterbatasan masyarakat dalam mendapatkan informasi perihal

pengelolaan alokasi dana desa.

Dalam penelitian lainnya yang dilakukan oleh (Sri Wahyuni, 2019)

menyimpulkan bahwa Penerapan akuntabilitas dalam pengelolaan alokasi dana

desa dikatakan sudah cukup baik namun masih terdapat kekurangan yaitu dimana

pihak pemerintah desa hanya melibatkan masyarakat ketika tahap perencanaan saja

tahap selanjutnya hanya pihak pemerintah desa saja yang tahu. Sedangkan

penerapan transparansi pengelolaan ADD maka pemerintah desa kurang

menerapkan prinsip ketransparan dalam pengelolaaan dana desa, hal tersebut

dikarenakan kurangnya keterbukaan kepada masyarakat dalam pengelolaan alokasi

dana desa dalam pembangunan desa, kemudian masih banyaknya keterbatasan

masyarakat dalam mendapatkan informasi perihal pengelolaan alokasi dana desa.

Roni Prandara (2020) menyebutkan bahwa kurang maksimalnya

pengalokasian dana desa yang harusnya sesuai dengan tujuan Alokasi Dana Desa

(ADD) adalah disebabkan karena minimnya sumber daya yang ada dan kontrol dari

pemerintah dan masyarakat yang kurang terhadap kinerja kepala desa dalam

mengelola dana desa tersebut. Oleh karena itu perlu diketahui sejauh mana

Akuntabilitas Pengelolaan Alokasi Dana Desa dan sejauh mana peran dari Alokasi

Dana Desa dalam program desa sehingga tujuan pemerintah mengalokasikan dana

desa dapat terealisasikan dengan baik.

Dalam penelitian ini, penulis memilih objek penelitian di Desa Bantayan

Kecamatan Batu Hampar Kabupaten Rokan Hilir hal tersebut didasarkan karena

kondisi eksisting dan sosial Desa Bantayan tersebut dimana masih tergolong
8

rendahnya tingkat pendidikan, pengetahuan, keterampilan, serta keterbatasan

sarana dan prasarana. Pada dasarnya Desa Bantayan mengelolah dana yang

bersumber dari pemerintah pusat maupun dari pendapatan asli desa. Desa Bantayan

sebagai entitas pelaporan mempunyai tugas membuat atau menyajikan laporan

keuangan.

Berdasarkan hasil observasi sementara yang dilakukan oleh penulis, maka

terdapat beberapa temuan permasalahan diantaranya yaitu : prinsip transparansi

belum dilaksanakan sepenuhnya, karena dalam tahap ini belum ada informasi di

papan pengumuman atau papan informasi mengenai jumlah pengeluaran maupun

pemasukan dalam menjalankan kegiatan pengelolaan keuangan desa sedangkan

berdasarkan Permendagri No. 113 Tahun 2014 Pasal 40 menjelaskan bahwa laporan

realisasi dan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa

diinformasikan kepada masyarakat secara tertulis dan dengan media informasi yang

mudah diakses oleh masyarakat, seperti papan pengumuman, radio komunitas dan

media informasi lainnya.

Selain itu, dalam akuntabilitas permasalahan yang ada dimana masih

rendahnya aparatur pemerintahan desa dalam penguasaan manajemen dan

pelayanan kepada masyarakat, sehingga berdampak terhadap kurangnya

komunikasi antara pemerintah desa dengan masyarakat dan juga rendahnya

partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan yang dibiayai dana desa. Serta

permasalahan lainnya yaitu keterlambatan anggaran dari pusat yang sering terjadi

di awal tahun dan menyebabkan penghasilan tetap untuk pembayaran gaji

perangkat desa, listrik dan biaya operasional mengalami keterlambatan. Selain itu,
9

program yang telah direncanakan oleh Pemerintah Desa tidak dapat berjalan sesuai

dengan perencanaan yang telah dibuat.

Berdasarkan latar belakang masalah dan fenomena penelitian sebagaimana

yang telah di uraikan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

berdasarkan fenomena tersebut dengan judul penelitian yaitu : Akuntabilitas Dan

Transparansi Pemerintah Desa Dalam Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD)

Di Desa Bantayan Kecamatan Batu Hampar Kabupaten Rokan Hilir.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat ditarik simpulan

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Bagaimana Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Alokasi Dana Desa

(ADD) di Desa Bantayan Kecamatan Batu Hampar Kabupaten Rokan Hilir

Berdasarkan Permendagri No. 113 Tahun 2014.

1.3 Tujuan Penelitian

Selanjutnya sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka berikut

merupakan tujuan dari pada penelitian ini yaitu :

Untuk menganalisa Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Alokasi

Dana Desa (ADD) di Desa Bantayan Kecamatan Batu Hampar Kabupaten Rokan

Hilir Berdasarkan Permendagri No. 113 Tahun 2014.


10

1.4 Manfaat penelitian

a. Bagi Penulis

Dapat menambah wawasan bagi penulis terkhususnya terkait Akuntabilitas

dan Transparansi Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dengan

Berdasarkan Permendagri No. 113 Tahun 2014.

b. Bagi Pemerintah

Sebagai gambaran dan bahan masukan terkait kondisi pelaksanaan terkait

Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) di

Desa Bantayan Kecamatan Batu Hampar Kabupaten Rokan Hilir.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Untuk bahan referensi bagi peneliti lain yang melakukan penelitian terhadap

masalah yang sama.

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam memahami penulisan ini maka penulis

membaginya dalam 5 bab, untuk lebih lengkapnya penulisan ini dapat dikemukakan

sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, perumusan masalah,

tujuan, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : TELAH PUSTAKA DAN HIPOTESIS

Pada bab ini berisi tentang uraian teoritis mengenai definisi Definisi

Desa,
Pengelolaan Keuangan Desa, Permendagri No. 113 Tahun 2014,

Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Keuangan Desa dan

Penelitian Terdahulu dan Hipotesis Penelitian.

BAB III : METODE PENELITIAN

Pada Bab tiga dalam penelitian ini, maka menggambarkan terkait jenis

metode penelitian yang digunakan serta lokasi penelitian, jenis data,

sumber data, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada Bab ini, maka akan menguraikan terkait gambaran umum

penelitian serta penjabaran terkait hasil yang diperoleh dari proses

penelitian ini.

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN

Selanjutnya pada bab terakhir dalam penelitian ini, maka terdapat

uraian kesimpulan serta saran sebagai bahan masukan dimana simpulan

dan saran tersebut diambil berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh.


BAB II

TELAAH PUSTAKA DAN HIPOTESIS

2.1 Telaah Pustaka

2.1.1 Pengertian Desa

Pengertian desa menurut undang-undang nomor 6 tahun 2014 yang tertuang

dalam pasal 1 (satu) menjelaskan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang

disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat

vhukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan

mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan

prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan

dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurut Widjaja (2003) menjelaskan pengertian desa adalah :

kesatuan masyarakat yang mempunyai susunan asli bedasarkan hak asal-


usul yang istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai pemerintahan
desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan
pemberdayaan masyarakat.

Pemerintah desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain

dibantu perangkat desa sebai unsur penyelenggara pemerintahan desa.

Pemerintahan desa adalah peneyelenggaraan urursan pemerintah dan kepentingan

masyarakat setempat dalam system pemerintahan Negara Kesatuan Republik

Indonesia (Permendagri No. 113 Tahun 2014). Pemerintah desa berfungsi sebagai

subsistem dari system administrasi pemerintahan Indonesia, sehingga desa

memiliki kewenangan, dan kewajiban untuk mengatur serta mengelola kepentingan

masyarakat mereka sendiri.


2.1.2 Pendapatan dan Belanja Desa

2.1.1.1 Pendapatan

Nurmala Eka (2017:189) Pendapatan merupakan semua Penerimaan

Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang menambah ekuitas dan lancar dalam

periode tahunan anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah dan

tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah. Pendapatan Desa meliputi semua

penerimaan uang melalui rekening desa yang merupakan hak desa dalam 1 (satu)

tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh Desa. Pendapatan Desa

terbagi atas kelompok :

1) Pendapatan Asli Desa (PADesa)


a) Hasil usaha desa antara lain: hasil Bumdes, tanah kas desa.
b) Hasil aset antara lain: tambatan perahu, pasar desa, tempat
c) Pemandian umum, jaringan irigasi.
d) Swadaya, partisipasi dan gotong royong
e) Lain-lain pendapatan asli.
2) Transfer Kelompok transfer sebagaimana dimaksud terdiri atas jenis :
a) Dana Desa;
b) Bagian dari Hasil Pajak Daerah Kabupaten/Kota dan Retribusi Daerah
c) Alokasi Dana Desa (ADD); Bantuan Keuangan dari APBD Provinsi;
dan Bantuan Keuangan APBD Kabupaten/Kota.
d) Pendapatan Lain-Lain. Kelompok pendapatan lain-lain sebagaimana
dimaksud terdiri atas jenis : Hibah dan Sumbangan dari pihak ketiga
yang tidak mengikat; dan Lain-lain pendapatan Desa yang sah

2.1.1.2 Belanja Desa

Menurut Heni Triastuti (2015) Belanja adalah Pengerluaran dari rekening

kas umum Negara/daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam period tahun

anggaran yang bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali

oleh pemerintah.
Belanja pegawai dianggarkan untuk pengeluaran penghasilan tetap Belanja

Desa sebagaimana dimaksud meliputi semiua pengeluaran dari rekening desa yang

merupakan kewajiban desa dalam satu tahunan anggaran yang tidak akan diperoleh

pembayarannya kembali oleh desa. Belanja desa sebagaimana dimaksud

dipergunakan dalam rangka mendanai penyelenggaraan kewenangan Desa.

Klasifikasi Belanja Desa sebagaimana dimaksud, terdiri atas kelompok :

1) Penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang terdiri atas :


a) Belanja pegawai dan tunjangan bagi Kepala Desa dan Perangkat Desa
serta tunjangan BPD yang pelaksanaannya dibayarkan setiap bulan.
b) Belanja barang Belanja barang dan jasa digunakan untuk
pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12
(dua belas) bulan. Belanja barang/jasa sebagaimana dimaksud antara
lain : (a) alat tulis kantor; (b) benda pos; (c) bahan/material; (d)
pemeliharaan; (e) cetak/penggandaan; (f) sewa kantor desa; (g) sewa
perlengkapan dan peralatan kantor; (h) makanan dan minuman rapat;
(i) pakaian dinas dan atributnya; (j) perjalanan dinas; (k) upah kerja; (l)
honorarium narasumber/ahli; (m) operasional Pemerintah Desa; (n)
operasional BPD; (o) insentif Rukun Tetangga /Rukun Warga; dan (p)
pemberian barang pada masyarakat/kelompok masyarakat.
c) Belanja modal. Belanja modal digunakan untuk pengelaran dalam
rangka pembelian/pengadaan barang atau bangunan yang nilai
manfaatnya lebih dari 12 bulan

2.1.3 Pengelolaan Keuangan Desa

Menurut Yuliansyah dan Rusmianto (2016) menyatakan bahwa pengelolaan

keuangan desa adalah siklus yang terpadu dan terintegrasi antara satu tahapan

dengan tahapan lainnya. Keuangan desa dikelola berdasarkan asas-asas transparan,

akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin anggaran. Kepala

desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa dan dibantu oleh

Pelaksana Teknis Pengelola Keuangan Desa (PTPKD).


Berdasarkan Permendagri No. 113 Tahun 2014 menyebutkan bahwa

“pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi

perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban

keuangan desa”.

Didalam Permendagri No. 113 Tahun 2014 Permendagri No. 113 tahun

2014 Bab V Pasal 20 s/d 42, disebutkan bahwa Pengelolaan Keuangan Desa adalah

“keseluruhan kegiatan yang meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan,

penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan desa. dimana 5 (lima)

kegiatan tersebut harus diterapkan dalam pengelolaan keuangan desa”.

1) Perencanaan Pasal 20 Permendagri No. 113 tahun 2014, mengenai


Perencanaan yaitu :
a) Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa berdasarkan RKPDesa
tahun berkenaan disusun oleh Sekretaris desa.
b) Rancangan peraturan desa tentang APBDes disampaikan oleh
sekretaris desa kepada Kepala Desa.
c) Rancangan peraturan desa tentang APBDes sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) disampaikan oleh Kepala Desa kepada Badan
Permusyawaratan Desa untuk dibahas dan disepakati bersama.
d) Rancangan peraturan desa tentang APBDes disepakati bersama paling
lambat bulan oktober tahun berjalan.
e) Rancangan peraturan desa tentang APBDes yang telah disepakati
bersama disampakan oleh Kepala Desa kepada Bupati melalui Camat
paling lambat tiga hari sejak disepakati untuk di evaluasi.
2) Pelaksanaan Permendagri No. 113 tahun 2014 Pasal 24, mengenai
Pelaksanaan yaitu :
a) Semua penerimaan dan pengeluaran desa dilaksanakan melalui rekening
kas desa.
b) Khusus bagi desa yang belum memiliki pelayanan perbankan di
wilayahnya maka peraturannya ditetapkan oleh pemerintah
kabupaten/kota.
c) Semua penerimaan dan pengeluaran desa harus didukung oleh bukti
yang sah.
3) Penatausahaan
Penatausahaan keuangan desa tertera dalam Permendagri No. 113 tahun
2014 Pasal 35, yaitu :
a) Bendahara Desa melakukan penatausahaan.
b) Pencatatan setiap penerimaan dan pengeluaran serta melakukan tutup
buku setiap akhir bulan secara tertib wajib dlakukan oleh Bendahara
Desa.
c) Pertanggungjawaban uang melalui laporan pertanggungjawaban wajib
dilakukan oleh Bendahara Desa.
d) Laporan pertanggungjawaban disampaikan setiap bulan kepada Kepala
Desa dan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
4) Pelaporan
Mengenai Pelaporan, diatur dalam Permendagri 113 tahun 2014 Pasal 37
yaitu :
a) Laporan Realisasi Pelaksanaan APBDes disampaikan kepada Bupati
oleh Kepala Desa berupa Laporan semester pertama dan laporan
semester akhir tahun.
b) Laporan realisasi APBDes merupakan laporan semester pertama.
c) Laporan Realisasi Pelaksanaan APBDes disampaikan paling lambat
pada akhir bulan Juli tahun berikutnya.
d) Laporan semester akhir tahun disampaikan paling lambat pada akhir
bulan Januari tahun berikutnya.
5) Pertanggungjawaban
Mengenai Pertanggungjawaban diatur dalam Permendagri No. 113 tahun
2014 Pasal 38, yaitu :
a) Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDes
disampaikan oleh kepala desa kepada Bupati setiap akhir tahun
anggaran.
b) Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDes terdiri
dari pendapatan, belanja, pembiayaan serta ditetapkan dengan peraturan
desa.
c) Peraturan desa tentang Laporan Pertanggungjawaban Realisasi
Pelaksanaan APBDes dilampiri Format laporan Pertanggungjawaban
Realisasi APBDes tahun berkenaan, Format Laporan Kekayaan milik
Desa per 31 Desember tahun anggaran berkenaan serta format laporan
program pemerintah dan pemerintah daerah yang masuk ke desa.

Pertanggungjawaban keuangan desa harus diinformasikan kepada


masyarakat, sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 40, bahwa :
a) Laporan Realisasi Dan Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan
APBDes diinformasikan kepada masyarakat secara tertulis dan dengan
media informasi yang mudah diakses oleh masyarakat. Media informasi
yang dimaksud adalah papan pengumuman, radio komunitas dan media
informasi lainnya.
b) Laporan Realisasi dan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBDes
disampaikan pada bupati melalui camat dan siampaikan paling lambat 1
(satu) bulan setelah akhir tahun anggaran berkenaan.

2.1.4 Pengertian Akuntabilitas

Akuntabilitas merupakan perwujudan kewajiban seseorang atau unit

organisasi untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dari awal hingga akhir

dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui media

pertanggungjawaban secara periodik. Menurut Nasirah (2016) menyatakan

“Akuntabilitas juga merupakan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam

pencapaian hasil pada pelayanan publik. Dalam hubungan ini, diperlukan evaluasi

kinerja yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pencapaian hasil serta cara-

cara yang digunakan untuk mencapai semua itu. Pengendalian (control) sebagai

bagian penting dalam manajemen yang baik adalah hal yang saling menunjang

dengan akuntabilitas. Dengan kata lain pengendalian tidak dapat berjalan efisien

dan efektif bila tidak ditunjang dengan mekanisme akuntabilitas yang baik dan juga

sebaliknya”.

Berdasarkan uraian pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa akuntabilitas bertujuan untuk memberikan pertanggungjawaban kepada

masyarakat atas dana yang digunakan pemerintah untuk meningkatkan kinerja

pemerintah dalam peningkatan pemberian pelayanan kepada masyarakat.


2.1.5 Pengertian Transparansi

Permendagri Nomor 113 tahun 2014, tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Daerah, menyebutkan bahwa transparan adalah prinsip keterbukaan yang

memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi

seluas-luasnya tentang keuangan daerah. Dengan adanya transparansi menjamin

akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang

penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses

pembuatan, dan pelaksanaannya serta hasil-hasil yang dicapai.

Menurut Mardiasmo (2009), transparansi berarti keterbukaan (opennses)

pemerintah atas aktivitas pengelolaan sumber daya publik. Transparansi informasi

terutama informasi keuangan dan fiskal harus dilakukan dalam bentuk yang relevan

dan mudah dipahami. Transparansi dapat dilakukan apabila ada kejelasan tugas dan

kewenangan, ketersediaan informal kepada publik, proses penganggaran yang

terbuka, dan jaminan integritas dari pihak independen mengenai prakiraan fiskal,

informasi, dan penjabarannya.

Menurut Andrianto (2007), transparansi publik adalah suatu keterbukaan

secara sungguh-sungguh, menyeluruh, dan memberi tempat bagi partisipasi aktif

dari seluruh lapisan masyarakat dalam proses pengelolaan sumber daya publik.

Setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh penyelenggara harus dapat diakses secara

terbuka dengan memberi ruang yang cukup bagi masyarakat untuk berpartisipasi

secara luas di dalamnya.

Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005,

menjelaskan bahwa transparan adalah memberikan informasi keuangan yang


terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat

memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas

pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang

dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada perundang-undangan. Transparansi

merupakan pelaksanaan tugas dan kegiatan yang bersifat terbuka bagi masyarakat,

mulai dari proses kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan

pengendalian yang mudah diakses oleh semua pihak yang membutuhkan informasi

tersebut.

Transparansi juga memiliki arti keterbukaan organisasi dalam memberikan

informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan sumber daya publik kepada

pihak-pihak yang menjadi pemangku Transparansi pengelolaan keuangan publik

merupakan prinsip good governance yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor

publik. Dengan dilakukannya transparansi tersebut publik akan memperoleh

informasi yang aktual dan faktual, sehingga mereka dapat menggunakan informasi

tersebut untuk :

1) Membandingkan kinerja keuangan yang dicapai dengan yang direncanakan

2) Menilai ada tidaknya korupsi dan manipulasi dalam perencanaan,

pelaksanaan, dan pertanggungjawaban anggaran

3) Menentukan tingkat kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang terkait

4) Mengetahui hak dan kewajiban masing masing pihak, yaitu antara

manajemen organisasi sektor publik dengan masyarakat dan dengan pihak

lain yang terkait (Mahmudi, 2010).


2.2 Hipotesis

Berdasarkan latar belakang penelitian dan landasan teori sebagaimana yang

telah dijabarkan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik simpulan hipotesis dari

pada penelitian ini yaitu berikut :

“Diduga Akuntabilitas dan Transparansi Pengelolaan Alokasi Dana Desa

(ADD) di Desa Bantayan Kecamatan Batu Hampar Kabupaten Rokan Hilir belum

dilaksanakan sesuai dengan Permendagri No. 113 Tahun 2014”.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.

Jenis Penelitian deskriptif kualitatif yaitu jenis penelitian yang dilakukan secara

interaktif dan berlangsung terus menerus sampai dengan penelitian tuntas.

3.2 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian pada kantor Desa

Bantayan Kecamatan Batu Hampar Kabupaten Rokan Hilir.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Berikut merupakan jenis dan sumber data yang diperlukan dalam proses

penelitian ini, diantaranya yaitu :

a. Data primer, yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara kepada pihak Desa

mengenai akuntabilitas dan transparansi terhadap pengelolaan keuangan Desa

Bantayan Kecamatan Batu Hampar Kabupaten Rokan Hilir.

b. Data sekunder, yaitu data yang berupa dokumen petunjuk pelaksanaan

pengelolaan keuangan desa seperti Perubahan Anggaran dan Belanja Desa,

Buku Kas Umum, Buku Kas Pembantu Pajak, Buku Bank Desa, Laporan

kekayaan, Laporan Pertanggungjawaban atau Laporan Realisasi.


3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penulisan ini adalah

metode interview dan metode dokumentasi.

a. Dokumentasi

Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah informasi yang

disimpan atau didokumentasikan seperti dokumen, data soft file dan arsip

lainnya yang berkaitan dengan penyusunan laporan realisasi di Desa

Bantayan Kecamatan Batu Hampar Kabupaten Rokan Hilir yang dapat

digunakan sebagai data pelengkap dari data yang diperoleh dalam kegiatan

wawancara.

b. Wawancara

Wawancara dalam penelitian ini digunakan untuk membuktikan, jika pada

saat analisis terdapat data, keterangan atau informasi yang tidak sama antara

tim pengelola keuangan desa dengan masyarakat.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis

deskriptif kualitatif. Analisi data adalah proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, catatan lapangan

dan studi dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data yang sintetis,

menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan mana yang akan

dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan

orang lain (Sugiyono dalam Sri Lestari).


Menurut Usman dan purnomo dalam Sri Lestari mengatakan bahwa

penelitian deskriptif kualitatif adalah menguraikan pendapat responden apa adanya

sesuai dengan pertanyaan penelitian, kemudian dianalisis dengan kata kata

melatarbelakangi responden berperilaku seperti itu, direduksi, ditriangulasi,

disimpulkan, dan diverifikasi. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang

menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah dari

pada melihat permasalahan untuk penelitian generalisasi.

Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan.

Data penelitian kualitatif, adalah instrumen kunci. Oleh karena itu, penelitian harus

memiliki bekal teori dan wawasan yang luas jadi bisa bertanya, menganalisis, dan

mengkonstruksi obyek yang diteliti menjadi lebih luas. Penelitian ini lebih

menekankan pada makna dan terikat nilai. Penelitian kualitatif digunakan jika

masalah belum jelas, untuk mengetahui makna yang tersembunyi, untuk memahami

interaksi social, untuk mengembangkan teori, untuk memastikan kebenaran data,

dan meneliti sejarah perkembangan.

You might also like