Laporan Kegiatan Kunjungan Museum K3

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 25

LAPORAN KEGIATAN KUNJUNGAN MUSEUM

SMA NEGERI 1 GODEAN


TH 2024-2025

Anif Nabila (XIB/8)


Dewanti Mulyaningtyas (XIB/13)
Maitsa Zahra Nadiyah (XIB/23)
Naya Febrianti (XIB/25)
Nayla Putri Harlani (XIB/26)
Rifda Yuli Kurniawati (XIB/29)

SMAN 1 GODEAN
JL. SIDOKARTO NO. 5 SIDOKARTO, GODEAN
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Allah SWT, karena limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kegiatan kunjungan museum di
Keraton Yogyakarta dan Museum Wayang beber Sekartaji (Sanggar Buana Alit).
Kegiatan ini memiliki tujuan untuk menambah wawasan siswa. Kami menyadari,
laporan ini tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak berikut:
1. Bapak Surahman, S.Pd., M.Pd. selaku Kepala Sekolah SMAN 1 Godean telah
memberikan izin, arahan, dan saran kepada penulis untuk melaksanakan
kegiatan kunjungan museum.
2. Bapak Suharyadi S.Pd. selaku Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum yang
telah memberikan izin, arahan, saran, dan bimbingan kepada penulis untuk
kegiatan kunjungan museum.
3. Ibu Crisna Dewi, S.Pd. selaku wali kelas yang telah mendukung, membimbing,
memberikan arahan, dan saran kepada kami dalam melaksanakan kegiatan
kunjungan museum.
4. Keluarga besar SMAN 1 Godean Kabupaten Sleman.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami memohon maaf apabila memiliki kesalahan dan mengharapkan
saran serta masukan dari berbagai pihak agar laporan ini menjadi lebih baik.

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan kegiatan kunjungan museum telah disetujui dan disahkan pada:


Hari : Selasa
Tanggal : 17 September 2024
Tempat : SMA Negeri 1 Godean

Godean, 17 September 2024

Mengetahui
Kepala Sekolah Wali Kelas

Surahman, S.Pd., M.Pd. Crisna Dewi, S.Pd.


NIP 197001111993011001 NIP 199603142024212009

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i


KATA PENGANTAR .............................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
BAB I: PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Tujuan........................................................................................................... 2
C. Manfaat ........................................................................................................ 2
BAB II: HASIL KEGIATAN .................................................................................. 4
A. Kunjungan Keraton Yogyakarta ................................................................... 4
1. Informasi Umum ...................................................................................... 4
2. Sejarah ...................................................................................................... 4
3. Warisan Budaya ........................................................................................ 7
B. Kunjungan Museum Wayang beber Sekartaji (Sanggar Buana Alit) ......... 12
1. Informasi Umum .................................................................................... 12
2. Sejarah .................................................................................................... 13
3. Warisan Budaya ...................................................................................... 13
BAB III: PENUTUP ............................................................................................. 15
A. Simpulan .................................................................................................... 15
B. Saran ........................................................................................................... 16
C. Refleksi Kegiatan ....................................................................................... 17
LAMPIRAN .......................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 21

iv
BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembelajaran yang efektif tidak hanya terjadi di dalam kelas, tetapi juga
melalui pengalaman langsung yang memperkaya pengetahuan siswa. Salah satu
cara untuk mencapai hal ini adalah dengan mengadakan kunjungan ke museum.
Pemerintah DIY mencetuskan program WKM (Wajib Kunjung
Museum) untuk menjadikan museum sebagai salah satu pusat pembelajaran,
penelitian dan rekreasi bagi pelajar di DIY. Wajib dalam hal ini adalah ditujukan
kepada Pemerintah dalam hal ini Pemda DIY untuk memfasilitasi sekolah-
sekolah agar melaksanakan salah satu kegiatan di luar sekolah dalam bentuk
Kunjung Museum.
Museum adalah lembaga yang menyimpan dan memamerkan koleksi
objek-objek berharga yang berkaitan dengan sejarah, seni, budaya, dan ilmu
pengetahuan. Kunjungan ke museum dapat memberikan kesempatan kepada
siswa untuk melihat, memahami, dan merasakan langsung berbagai aspek
pengetahuan yang selama ini hanya dipelajari secara teori. Selain itu, museum
juga berfungsi sebagai jembatan antara masa lalu dan masa kini, membantu
siswa menghubungkan informasi yang telah mereka pelajari dengan konteks
sejarah dan budaya yang lebih luas. Sehingga museum mempunyai peran dalam
mengembangkan wawasan terutama di kalangan pelajar yang mendukung
proses belajar mengajar.
Kunjungan museum melibatkan berbagai kegiatan interaktif, seperti tur
pemandu, diskusi kelompok, dan kegiatan hands-on, untuk memastikan bahwa
pengalaman tersebut tidak hanya edukatif tetapi juga menyenangkan.
Diharapkan siswa dapat mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam dan
pengalaman yang berharga yang dapat memperkaya proses belajar mereka dan
memanfaatkan keberadaan museum sebagai media pendidikan yang menarik
serta menghibur.
Maka dari itu, SMA Negeri 1 Godean melaksanakan program
Kunjungan Museum dengan tujuan ke Keraton Yogyakarta dan Museum
Wayang Beber Sekartaji (Sanggar Buana Alit). Diharapkan kegiatan ini dapat
memberikan dampak positif terhadap perkembangan pengetahuan dan wawasan
siswa. Siswa dapat membumikan museum bahwa museum bisa menjadi salah
satu tempat belajar sambil berekreasi dan lebih dekat dengan museum.

B. Tujuan
Tujuan dari kegiatan kunjungan museum ini adalah untuk:
1. Meningkatkan Pemahaman Siswa:
Memberikan pengalaman langsung tentang materi pelajaran yang telah
diajarkan di kelas, sehingga siswa dapat memahami dan mengingat
informasi dengan lebih baik.
2. Membangun Minat dan Kecintaan Terhadap Ilmu Pengetahuan:
Menumbuhkan rasa ingin tahu dan minat siswa terhadap berbagai bidang
ilmu melalui pameran dan koleksi museum.
3. Mengembangkan Keterampilan Observasi dan Analisis:
Mengajarkan siswa untuk mengamati dengan cermat dan menganalisis
informasi yang disajikan dalam konteks yang berbeda.
4. Memperkenalkan Kearifan Lokal dan Budaya:
Mengajarkan siswa tentang kekayaan budaya dan sejarah lokal yang dapat
memperkuat identitas dan rasa bangga terhadap warisan budaya mereka.

C. Manfaat
Manfaat dari kegiatan kunjungan museum ini adalah untuk:
1. Meningkatkan Pemahaman Siswa:
Siswa dapat memahami dan mengingat informasi dengan lebih baik melalui
upaya pemberian pengalaman secara langsung tentang materi pelajaran
yang telah diajarkan di kelas
2. Membangun Minat dan Kecintaan Terhadap Ilmu Pengetahuan:
Siswa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan minat terhadap berbagai
bidang ilmu melalui pameran dan koleksi museum.
3. Mengembangkan Keterampilan Observasi dan Analisis:

2
Siswa dapat mengamati dengan cermat dan menganalisis informasi yang
disajikan dalam konteks yang berbeda.
4. Mengetahui Kearifan Lokal dan Budaya:
Siswa dapat memperkuat identitas dan rasa bangga terhadap warisan
budaya berbekal pengetahuan tentang kekayaan budaya dan sejarah lokal.

3
BAB II: HASIL KEGIATAN

A. Kunjungan Keraton Yogyakarta


1. Informasi Umum
Museum Keraton Yogyakarta adalah sebuah permata budaya yang
terletak di jantung kota Yogyakarta. Museum Keraton Yogyakarta berdiri
di atas tanah seluas 14.000 m², bangunan berarsitektur khas Jawa ini
memiliki berbagai macam koleksi mulai dari peralatan rumah tangga, keris,
tombak, wayang, gamelan, naskah kuno, foto dan lukisan diantaranya ada
yang berusia sampai 200 tahun. Koleksi benda-benda pusaka milik
Museum Keraton Yogyakarta terbuat dari berbagai macam bahan baku
mulai dari, dari perunggu, kayu jati, kertas, kaca besi dan kulit.
Keraton memiliki beberapa museum yang lebih dikenal dengan
Museum Keraton Yogyakarta, yang didalamnya terdapat museum, Lukisan,
Keraton, Hamengku Buwono IX dan museum Kereta, Museum Hamengku
Buwono IX terletak dalam kompleks Keraton yang didalamnya berisi
benda-benda yang pernah digunakan Sri Sultan Hamengku Buwono IX,
termasuk perlengkapan fotografi, Kyai Garuda Yeksa kereta yang
digunakan untuk kirab upacara penobatan Sri Sultan Hamengku Buwono
VI-X; Kyai Jaladara digunakan tugas keliling desa; Kyai Kanjeng Jimat
digunakan Sri Sultan Hamengku Buwono I sampai III untuk acara Garebeg
atau menjemput tamu-tamu khusus.
2. Sejarah
Pada akhir abad ke-16 terdapat sebuah kerajaan Islam di Jawa
bagian tengah-selatan bernama Mataram. Kerajaan ini berpusat di daerah
Kota Gede (sebelah tenggara kota Yogyakarta saat ini), kemudian pindah
ke Kerta, Plered, Kartasura dan Surakarta. Lambat laun, kewibawaan dan
kedaulatan Mataram semakin terganggu akibat intervensi Kumpeni
Belanda. Akibatnya timbul gerakan anti penjajah di bawah pimpinan
Pangeran Mangkubumi yang mengobarkan perlawanan terhadap Kumpeni
beserta beberapa tokoh lokal yang dapat dipengaruhi oleh Belanda seperti

4
Patih Pringgalaya. Untuk mengakhiri perselisihan tersebut dicapai
Perjanjian Giyanti atau Palihan Nagari.
Perjanjian Giyanti yang ditandatangani pada tanggal 13 Februari
1755 (Kemis Kliwon, 12 Rabingulakir 1680 TJ) menyatakan bahwa
Kerajaan Mataram dibagi menjadi dua yaitu Kasunanan Surakarta
Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Surakarta
dipimpin oleh Susuhunan Paku Buwono III, sementara Ngayogyakarta –
atau lazim disebut Yogyakarta dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi yang
kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I.
Perjanjian Giyanti ini kemudian diikuti pula dengan pertemuan
antara Sultan Yogyakarta dengan Sunan Surakarta di Lebak, Jatisari pada
tanggal 15 Februari 1755. Dalam pertemuan ini dibahas mengenai
peletakan dasar kebudayaan bagi masing-masing kerajaan. Kesepakatan
yang dikenal dengan nama Perjanjian Jatisari ini membahas tentang
perbedaan identitas kedua wilayah yang sudah menjadi dua kerajaan yang
berbeda.
Bahasan di dalam perjanjian ini meliputi tata cara berpakaian, adat
istiadat, bahasa, gamelan, tari-tarian, dan lain-lain. Inti dari perjanjian ini
kemudian adalah Sultan Hamengku Buwono I memilih untuk melanjutkan
tradisi lama budaya Mataram. Sementara itu, Sunan Pakubuwono III
sepakat untuk memberikan modifikasi atau menciptakan bentuk budaya
baru. Pertemuan Jatisari menjadi titik awal perkembangan budaya yang
berbeda antara Yogyakarta dan Surakarta.
Tanggal 13 Maret 1755 (Kemis Pon, 29 Jumadilawal 1680 TJ)
adalah tanggal bersejarah untuk Kasultanan Yogyakarta. Pada tanggal
inilah proklamasi atau Hadeging Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat
dikumandangkan. Selanjutnya, Sultan Hamengku Buwono I memulai
pembangunan Keraton Yogyakarta pada tanggal 9 Oktober 1755.
Proses pembangunan berlangsung hingga hampir satu tahun. Selama
proses pembangunan tersebut, Sri Sultan Hamengku Buwono I beserta
keluarga tinggal di Pesanggrahan Ambar Ketawang. Sri Sultan Hamengku
Buwono I beserta keluarga dan para pengikutnya memasuki Keraton

5
Yogyakarta pada tanggal 7 Oktober 1756 (Kemis Pahing, 13 Sura 1682 TJ).
Dalam penanggalan Tahun Jawa (TJ), peristiwa ini ditandai dengan
sengkalan memet: Dwi Naga Rasa Tunggal dan Dwi Naga Rasa Wani.
Seiring berjalannya waktu, wilayah Kasultanan Yogyakarta
mengalami pasang surut. Utamanya terkait dengan pengaruh pemerintah
kolonial baik Belanda maupun Inggris. Pada tanggal 20 Juni 1812, ketika
Inggris berhasil menyerang dan memasuki keraton, Sultan Hamengku
Buwono II dipaksa turun tahta. Penggantinya, Sri Sultan Hamengku
Buwono III dipaksa menyerahkan sebagian wilayahnya untuk diberikan
kepada Pangeran Notokusumo (putera Hamengku Buwono I) yang
diangkat oleh Inggris sebagai Adipati Paku Alam I.
Wilayah kekuasaan Kasultanan yang diberikan kepada Paku Alam I
meliputi sebagian kecil di dalam Ibukota Negara dan sebagian besar di
daerah Adikarto (Kulonprogo bagian selatan). Daerah ini bersifat otonom,
dan dapat diwariskan kepada keturunan Pangeran Notokusumo. Oleh
karena itu, sejak 17 Maret 1813, Adipati Paku Alam I mendeklarasikan
berdirinya Kadipaten Pakualaman.
Perubahan besar berikutnya terjadi setelah lahirnya Republik
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Raja Yogyakarta, Sri Sultan
Hamengku Buwono IX segera mengucapkan selamat atas berdirinya
republik baru tersebut kepada para proklamator kemerdekaan. Dukungan
terhadap republik semakin penuh manakala Sri Sultan Hamengku Buwono
IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII mengeluarkan amanat pada tanggal 5
September 1945 yang menyatakan bahwa wilayahnya yang bersifat
kerajaan adalah bagian dari Negara Republik Indonesia.
Menerima amanat tersebut maka Presiden pertama Republik
Indonesia, Ir. Sukarno, menetapkan bahwa Sultan Hamengku Buwono dan
Adipati Paku Alam merupakan dwi tunggal yang memegang kekuasaan
atas Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sempat terkatung-katung selama
beberapa tahun, status keistimewaan tersebut semakin kuat setelah
disahkannya Undang-Undang nomor 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan
DIY. Dengan demikian, diharapkan agar segala bentuk warisan budaya di

6
Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman dapat terus dijaga dan
dipertahankan kelestariannya.
3. Warisan Budaya
Kawasan inti di Keraton Yogyakarta tersusun dari tujuh rangkaian plataran
mulai dari Alun-Alun Utara hingga Alun-Alun Selatan, sebagai berikut:
a. Pagelaran dan Sitihinggil Lor
Pagelaran dan Sitihinggil merupakan plataran pertama yang
terletak tepat di sebelah selatan Alun-Alun Utara. Pagelaran
merupakan area paling depan, di mana pada masa lampau berfungsi
sebagai tempat para Abdi Dalem menghadap Sultan ketika upacara-
upacara kerajaan. Dalam memimpin upacara kerajaan, Sultan berada
di Sitihinggil. Sitihinggil berasal dari bahasa Jawa “siti” yang artinya
tanah atau area, serta “hinggil” yang artinya tinggi.
Sitihinggil merupakan tanah atau area yang ditinggikan karena
memiliki fungsi filosofis penting sebagai tempat resmi kedudukan
Sultan saat miyos dan siniwaka. Miyos adalah kondisi dimana Sultan
beserta pengiringnya meninggalkan kediamannya sedangkan Siniwaka
adalah ketika Sultan Lenggah Dampar atau duduk di singgasana.
Pada area Pagelaran terdapat beberapa bangunan yaitu:
• Bangsal Pagelaran
• Bangsal Pangrawit
• Bangsal Pengapit (Pengapit Wetan dan Pengapit Kilen)
• Bangsal Pemandengan (Pemandengan Wetan dan Pemandengan
Kilen)
• Bangsal Pacikeran (Pacikeran Wetan dan Pacikeran Kilen)
Sedangkan beberapa bangunan yang terdapat pada kawasan
Sitihinggil Lor adalah sebagai berikut:
• Bangsal Sitihinggil
• Bangsal Manguntur Tangkil
• Bangsal Witana
• Bangsal Kori (Kori Wetan dan Kori Kilen)
• Bale Bang

7
• Bale Angun-angun
• Bangsal Pacaosan
Pada plataran ini terdapat Regol Brajanala yang menghubungkan
Plataran Sitihinggil Lor dengan Plataran Kamandungan Lor.
b. Kamandungan Lor
Kamandungan Lor merupakan plataran kedua yang hanya terdiri dari
beberapa bangunan.
Adapun bangunan yang terdapat di Kamandungan Lor adalah:
• Bangsal Pancaniti
• Bale Anti Wahana
• Bangsal Pacaosan
Kamandungan Lor sering disebut Plataran Keben, karena
terdapat beberapa pohon besar bernama pohon keben. Regol
penghubung dari Kamandungan Lor ke plataran selanjutnya adalah
Regol Kamandungan atau Regol Srimanganti.
c. Srimanganti
Plataran selanjutnya adalah Plataran Srimanganti. Pada plataran
ini, terdapat bangunan utama yang terletak di sisi barat yaitu Bangsal
Srimanganti yang saat ini berfungsi untuk mementaskan kesenian
budaya Keraton Yogyakarta dan digunakan pula sebagai tempat Sultan
menjamu tamu. Di sisi timur Bangsal Srimanganti terdapat Bangsal
Trajumas yang pada saat ini digunakan untuk menyimpan beberapa
benda pusaka milik Keraton Yogyakarta.
Selain itu di Plataran Srimanganti terdapat bangunan pendukung
lainnya, yaitu:
• Bangsal Pacaosan
• Kantor Keamanan Kraton (security)
• Kantor Tepas Dwarapura dan Tepas Halpitapura
Regol penghubung antara Plataran Srimanganti dengan plataran
selanjutnya, atau Plataran Kedhaton, adalah Regol Danapratapa.

8
d. Kedhaton
Kedhaton merupakan plataran utama yang memiliki tataran
hirarki tertinggi. Kedhaton merupakan pusat dari kawasan Keraton
Yogyakarta. Pada area ini terdapat dua bangunan utama yaitu Bangsal
Kencana dan Gedhong Prabayeksa. Kedua bangunan ini merupakan
bangunan yang dianggap paling sakral. Bangsal Kencana merupakan
bangunan yang digunakan untuk menyelenggarakan upacara-upacara
penting, sedangkan Gedhong Prabayeksa digunakan untuk menyimpan
pusaka-pusaka utama Keraton Yogyakarta.
Bangunan lain yang ada di Plataran Kedhaton ini adalah:
• Bangsal Manis: bangunan ini dipergunakan sebagai tempat
perjamuan resmi kerajaan. Sekarang tempat ini digunakan untuk
membersihkan pusaka kerajaan pada bulan Suro.
• Bangsal Mandhalasana: tempat pertunjukkan musik barat.
• Bangsal Kotak: untuk tempat para penari menunggu giliran tampil
di Bangsal Kencana.
• Gedhong Jene: sebagai kantor sultan.
• Gedhong Trajutrisna
• Gedhong Purwaretna
• Gedhong Sedahan: tempat untuk menyediakan jamuan makanan
dan minuman untuk tamu.
• Gedhong Patehan: sebagai tempat bagi abdi dalem untuk
mempersiapkan minuman bagi keluarga sultan.
• Gedhong Gangsa: tempat menyimpan dan membunyikan
gamelan.
• Gedhong Sarangbaya
• Gedhong Kantor Parentah Hageng
• Gedhong Danartapura: sebagai kantor bendahara Keraton.
• Gedhong Kantor Widyabudaya (Kraton Wetan)
• Kasatriyan
• Museum HB IX
• Museum Batik

9
• Museum Keramik dan Kristal
• Museum Lukisan
• Kaputren
• Masjid Panepen
• Kraton Kilen: tempat peristirahatan raja.
Regol penghubung yang ada di Plataran Kedhaton dengan
bagian berikutnya bernama Regol Kemagangan. Regol ini
menghubungkan Plataran Kedhaton dengan Plataran Kemagangan.
e. Kemagangan
Pada plataran ini terdapat beberapa bangunan yaitu Bangsal
Kemagangan, Panti Pareden dan Bangsal Pacaosan. Bangsal
Kemagangan dahulu berfungsi sebagai tempat berlatih para Abdi
Dalem. Pada saat ini Bangsal Kemagangan digunakan untuk
pementasan wayang kulit maupun beberapa kegiatan lainnya. Pada sisi
barat dan timur terdapat Panti Pareden yang berfungsi sebagai tempat
pembuatan gunungan untuk upacara Garebeg. Sedangkan Bangsal
Pacaosan digunakan sebagai tempat penjagaan (caos) Abdi Dalem
untuk menjaga keamanan. Regol yang menghubungkan Plataran
Kemagangan dengan plataran selanjutnya (Kamandungan Kidul)
bernama Regol Gadhung Mlati.
f. Kemandungan Kidul
Pada plataran ini terdapat dua bangsal yaitu Bangsal
Kamandungan dan Bangsal Pacaosan. Bangsal Kamandungan
merupakan salah satu bangsal tertua yang berada di kawasan keraton.
Bangsal ini diboyong oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I dari Desa
Karangnongko, Sragen atau yang dahulu bernama Sukowati. Dahulu
bangunan tersebut merupakan tempat tinggal beliau pada saat perang
melawan VOC. Pada plataran ini juga terdapat regol yang
menghubungkan dengan Sitihinggil Kidul yaitu Regol Kamandungan
Kidul.

10
g. Sitihinggil Kidul
Sitihinggil Kidul dahulu berfungsi sebagai tempat raja
menyaksikan latihan para prajurit sebelum upacara Garebeg. Pada
tahun 1956 di lokasi tempat Sitihinggil Kidul dibangun Gedhong
Sasana Hinggil Dwi Abad sebagai monumen peringatan 200 tahun
berdirinya Keraton Yogyakarta.
Jenis benda-benda koleksi Museum Keraton yang dipamerkan sebagai
berikut:
a. Gamelan pusaka berjumlah 5 perangkat
Keraton memiliki lima perangkat gamelan pusaka yang berusia
ratusan tahun. Gamelan ini tidak hanya berfungsi sebagai alat musik,
tetapi juga memiliki nilai spiritual dan simbolik. Gamelan sering
dimainkan dalam upacara-upacara adat dan keraton, seperti upacara
sekaten atau acara-acara penting lainnya.
b. Berbagai macam tandu di antaranya tandu Kyai Tandu Lawak
Salah satu tandu yang terkenal adalah Kyai Tandu Lawak.
Tandu ini merupakan salah satu bentuk kendaraan kuno yang
digunakan oleh bangsawan keraton untuk bepergian, khususnya dalam
prosesi-prosesi resmi atau saat mengangkut pengantin dalam upacara
pernikahan keraton. Keberadaan tandu ini menunjukkan gaya hidup
dan tatanan sosial Keraton Yogyakarta di masa lalu.
c. Benda - benda perhiasan dan pakaian adat penganten
Museum ini juga menyimpan perhiasan-perhiasan tradisional
yang dipakai oleh keluarga keraton, terutama dalam acara-acara
penting seperti pernikahan atau upacara kebesaran. Selain itu, terdapat
koleksi pakaian adat yang dikenakan oleh Sultan dan keluarganya,
yang menampilkan keanggunan dan kemegahan busana Jawa.
d. Benda upacara lainnya yang tersimpan di Gedong Kopo
Di Gedong Kopo, tersimpan berbagai benda yang digunakan
dalam upacara adat keraton. Benda-benda ini meliputi perlengkapan
upacara penting seperti ritual yang berkaitan dengan keagamaan dan

11
peristiwa adat keraton. Setiap benda memiliki fungsi dan peran khusus
dalam melestarikan tradisi keagamaan dan adat Jawa.
e. Peralatan makan dan minum disimpan di Gedung Patehan (Museum
Cangkir)
Gedung Patehan, juga dikenal sebagai Museum Cangkir,
menyimpan koleksi peralatan makan dan minum yang digunakan oleh
keluarga keraton. Selain berfungsi untuk kegiatan sehari-hari, koleksi
ini mencerminkan kemewahan dan keanggunan budaya Jawa, dengan
desain dan hiasan yang indah, serta material yang berkualitas tinggi.

B. Kunjungan Museum Wayang beber Sekartaji (Sanggar Buana Alit)


1. Informasi Umum
Museum Wayang Beber Sekartaji merupakan museum Wayang
Beber pertama di Indonesia. Museum ini terletak di Gg. Pancasila, Kanutan,
Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul, Daerah Istimenwa Yogyakarta.
Museum Wayang Beber Sekartaji didirikan pada tahun 2017 dan diresmikan
oleh Bupati Bantul Bapak Drs. H. Suharsono. Museum ini didirikan atas
dasar kecintaan terhadap kebudayaan Nusantara, khususnya Wayang. Dari
sekian banyak jenis Wayang di Nusantara, Wayang Beber begitu istimewa
karena isi cerita Wayang Beber merupakan hasil karya asli kerarifan lokal.
Museum Wayang Beber Sekartaji buka pada hari Selasa – Minggu pada
pukul 08.00 – 16.00 WIB.
Museum ini dinamai Sekartaji sebagai tetenger, merupakan sebuah
Condrosengkolo, singkatan bahasa Jawa “Semedi Cakra Jawata Aji” yang
melambangkan angka 1951 Tahun Jawa atau 2017 Tahun Mahesi.
Condrosengkolo ini sebagai penanda berdirinya Museum Wayang Beber
Sekartaji. Semedi Cakra Jawata Aji mempunyai makna yang istimewa yaitu
“Meditasi Menuju Pusat Energi Dewa Dewa Agung”. Ditambah nama
Sekartaji juga dikenal masyarakat karena di dalam salah satu cerita Wayang
Beber, Dewi Sekartaji (Galuh Candrakirana) merupakan tokoh utama
sekaligus sebagai pasangan hidup Panji Asmorobangun. Nama ini
mengambil dari penokohan seseorang perempuan karena tersinspirasi oleh

12
beberapa tokoh perempuan yang begitu gigih berjuang dalam
kesabaran dan kesetiaan.
2. Sejarah
Museum Wayang Beber Sekartaji ini berdiri pada tahun 2017 dan
berlokasi di Gang. Pancasila, RT 08, Desa Kanutan, Kecamatan
Bambanglipuro, Kabupaten Bantul. Museum tersebut merupakan satu-
satunya museum di Indonesia dan dunia yang mempunyai koleksi lukisan
wayang beber. Museum ini dinamai Sekartaji sebagai tetenger, merupakan
sebuah Condrosengkolo, singkatan bahasa Jawa “Semedi Cakra Jawata Aji”
yang melambangkan angka 1951 Tahun Jawa atau 2017 Tahun Mahesi.
Condrosengkolo ini sebagai penanda berdirinya Museum Wayang Beber
Sekartaji. Semedi Cakra Jawata Aji mempunyai makna yang istimewa yaitu
“Meditasi Menuju Pusat Energi Dewa Dewa Agung”. Ditambah nama
Sekartaji juga dikenal masyarakat karena di dalam salah satu cerita Wayang
Beber, Dewi Sekartaji (Galuh Candrakirana) merupakan tokoh utama
sekaligus sebagai pasangan hidup Panji Asmorobangun. Nama ini
mengambil dari penokohan seseorang perempuan karena tersinspirasi oleh
beberapa tokoh perempuan yang begitu gigih berjuang dalam kesabaran dan
kesetiaan. Didirikan pada tahun 2017, keberadaan Museum Wayang Beber
Sekartaji merupakan bentuk kepedulian pegiat seni budaya daerah akan
pentingnya upaya pelestarian kebudayaan. Museum ini didirikan atas dasar
kecintaan terhadap kebudayaan Nusantara, khususnya Wayang. Dari sekian
banyak jenis Wayang di Nusantara, Wayang Beber begitu istimewa karena
isi cerita Wayang Beber merupakan hasil karya asli kearifan lokal. Selain
itu, didirikannya museum tersebut merupakan salah satu upaya untuk
mengenalkan pada masyarakat juga belum masif.
3. Warisan Budaya
Museum Wayang Beber Sekartaji memiliki 350 benda koleksi yang
terdiri dari Wayang Beber, naskah, lontar, dan koleksi kuno lainnya.
Terdapat tiga ruangan inti di museum ini yaitu Ruang Sabda (Pagelaran) di
bangunan rumah limasan, Ruang Palon (Penyimpanan), dan Ruang Serat
(Naskah Kuno).

13
a. Ruang Sabda (Pagelaran) berfungsi sebagai tempat pementasan
Wayang Beber bersama Sanggar Bhuana Alit. Ruang ini dilengkapi
dengan beberapa peralatan musik seperti bonang, saron, kendang, dan
gong yang digunakan untuk mengiringi pertunjukan Wayang Beber.
b. Ruang Palon (penyimpanan) yang berfungsi untuk menyimpan koleksi
koleksi Wayang Beber. Di Museum Wayang Beber Sekartaji ini,
koleksi utamanya adalah Wayang Beber. Wayang Beber adalah jenis
wayang kulit khas Jawa yang dipentaskan dengan cara digulung pada
sebuah batang bambu. Cerita Wayang Beber ini biasanya diambil dari
Epos Mahabarata atau Ramayana.
c. Ruang Serat (naskah kuno) berfungsi untuk menyimpan koleksi lontar,
naskah, dan perhiasan kuno. Lontar adalah media penulisan tradisional
jawa yang terbuat dari daun lontar. Tulisan pada lontar biasanya
menggunakan aksara jawa kuno. Di Museum Wayang Beber, koleksi
lontar berisi cerita pewayangan, tata cara pementasan Wayang Beber,
dan pengetahuan tentang gamelan. Naskah Kuno di Museum Wayang
Beber umumnya ditulis pada kertas atau bahan lain yang lebih modern
dibandingkan lontar. Naskah Kuno ini berisi catatan sejarah tentang
pertunjukan Wayang Beber dan naskah yang berisi cerita pewayangan
dalam bentuk prosa, puisi, atau drama. Perhiasan kuno di Museum
Wayang Beber ini merupakan perhiasan yang pernah digunakan oleh
para dalang atau tokoh penting dalam pertunjukan Wayang Beber.
d. Ruang Citra berisi mengenai koleksi Wayang Beber yang menjelaskan
dari era ke era, mulai dari wayang beber klasik hingga wayang beber
kontemporer, lukisan Wayang Beber, patung, relief, dan media
audiovisual berupa video dokumenter atau animasi. Ruang citra
mengajak pengunjung untuk menyelami jati diri dalam perspektif
pewayangan bahwa alam semesta dan isinya tercipta atas kehendak
Tuhan Yang Maha Kuasa.

14
BAB III: PENUTUP

A. Simpulan
Kunjungan ke Keraton Yogyakarta dan Museum Wayang Beber
Sekartaji merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi kami untuk
mendalami kekayaan budaya Jawa. Kedua tempat ini memberikan wawasan
yang mendalam tentang sejarah, seni, dan tradisi masyarakat Yogyakarta.
Keraton Yogyakarta adalah pusat budaya Jawa yang menyimpan berbagai
artefak bersejarah, seperti gamelan, keris, dan lukisan yang mencerminkan
kemegahan dan kehalusan seni Jawa. Sejarah panjang Keraton Yogyakarta yang
terjalin erat dengan sejarah Indonesia, khususnya dalam perjuangan
kemerdekaan, memberikan perspektif yang kaya tentang dinamika sosial dan
politik di masa lalu dan arsitektur khas Jawanya yang mendominasi bangunan-
bangunan di Keraton Yogyakarta menciptakan suasana yang khusyuk dan
memungkinkan kami untuk merasakan atmosfer istana pada masa lalu. Koleksi
museumnya yang sangat beragam, mulai dari peralatan sehari-hari hingga
benda-benda pusaka memberikan gambaran yang komprehensif tentang
kehidupan keraton dan masyarakat Jawa pada masa lampau. Sedangkan
Museum Wayang Sekartaji merupakan sebuah bentuk seni pertunjukan
tradisional Jawa yang unik dan kaya akan nilai-nilai filosofis memiliki koleksi
wayang beber, naskah kuno, dan artefak yang sangat lengkap, memungkinkan
kami untuk mempelajari sejarah dan perkembangan wayang beber secara
mendalam. Museum ini menjadi tempat edukasi yang efektif untuk
mengenalkan masyarakat, terutama generasi muda, tentang warisan budaya
Jawa dan pentingnya melestarikannya. Berperan penting dalam melestarikan
wayang beber, museum ini memiliki potensi besar sebagai destinasi wisata
edukatif yang menarik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara.
Kedua museum ini saling melengkapi dalam menggambarkan kekayaan
budaya Jawa. Keraton Yogyakarta sebagai pusat pemerintahan dan budaya,
sedangkan Museum Wayang Beber Sekartaji fokus pada pelestarian salah satu
bentuk seni pertunjukan tradisional Jawa. Kunjungan ke kedua tempat ini
memberikan nilai pendidikan yang tinggi, terutama dalam hal sejarah, seni, dan

15
budaya. Pengalaman ini dapat memperkaya pengetahuan dan wawasan kami,
serta menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya bangsa. Menunjukkan
pentingnya upaya pelestarian warisan budaya melalui koleksi dan kegiatan yang
diselenggarakan, museum-museum ini berperan aktif dalam menjaga
kelangsungan budaya Jawa agar tetap lestari dan relevan dengan perkembangan
zaman. Melalui kunjungan ini, kita dapat lebih menghargai dan melestarikan
warisan budaya leluhur kita. Dengan upaya bersama, diharapkan warisan
budaya Jawa yang terkandung dalam kedua museum ini dapat terus dilestarikan
dan diwariskan kepada generasi mendatang.

B. Saran
Keraton Yogyakarta
Seperti yang kita ketahui, Keraton Yogyakarta merupakan sebuah
jendela dan media pembelajaran mengenai budaya-budaya yang memberi
dampak bagi keraton dan Kota Yogyakarta. Karena itu, Keraton Yogyakarta
harus dijaga, dilestarikan, dan dikembangkan sebaik mungkin agar dapat
bermanfaat di bidang sejarah, arsitektur, serta menjadi ilmu pengetahuan yang
berguna bagi masyarakat.
Keraton Yogyakarta harus lebih memaksimalkan lagi fasilitasnya.
Seperti memberi petunjuk arah dan membuat denah lokasi. Penambahan koleksi
perlu dilakukan sehingga lebih banyak dan bervariasi.
Selain itu, Keraton yogyakarta juga perlu menghidupkan pusat oleh-
olehnya. Misalnya dengan menambah jenis oleh-oleh, baik makanan, minuman,
atau souvenir berupa barang lainnya. Sehingga semakin banyak jenis buah
tangan yang ditawarkan. Tata letaknya pun harus diperhatikan. Setiap souvenir
harus diletakkan dengan rapi dan penuh agar tidak memperlihatkan kesan stok
barang yang menipis. Khusus untuk souvenir seperti gantungan kunci yang
umumnya berbentuk kecil, dapat diletakkan pada tempat khusus sebelum
dipajang di rak display. Saat ada produk baru, Keraton Yogyakarta dapat
memberikan informasi melalui poster yang ditempelkan pada pintu masuk pusat
oleh-oleh. Tentunya, ukuran ruangannya pun dapat diperluas lagi

16
Museum Wayang beber Sekartaji (Sanggar Buana Alit)
Museum Wayang Beber Sekartaji sangat menghipnotis para pengunjung
dengan koleksi yang berada didalamnya. Namun, dapat dikatakan bahwa sarana
tidak sebanding dengan prasarana yang ada. Koleksi sekaya itu ditampilkan
dalam ruangan yang cukup sempit. Maka dari itu, perlu adanya perhatian dari
penggiat budaya, yaitu pemerintah setempat terhadap prasarana yang terdapat
di Museum Wayang Beber Sekartaji. Sehingga dapat menyuguhkan tempat
yang lebih luas lagi.
Dengan itu, para pengunjung, terutama para siswa yang melakukan
kunjungan ke Museum Wayang Beber Sekartaji dapat lebih nyaman untuk
mendapatkan informasi.
Semoga dengan adanya karya wisata ini dapat membuat siswa menjadi
berfikir objektif mengenai pentingnya untuk selalu mencintai budaya bangsa.
Serta tidak lupa menjaga dan melestarikan aset budaya bangsa. Khususnya
kearifan lokal dari daerah sekitar tempat tinggalnya sendiri.
Kegiatan kunjungan hendaknya dijadikan sebagai pengembangan
potensi diri bukan hanya sekadar untuk ajang bersenang-senang saja.

C. Refleksi Kegiatan
Keraton Jogja sangat memukau dengan arsitektur tradisional Jawa yang
indah dan terawat. Disana sangat kental dengan warisan budaya etnik jawa. Saat
berada di area keraton ada beberapa aturan yang harus ditaati seperti tidak boleh
memakai topi/payung dan ada beberapa tempat yang tidak boleh
didokumentasikan. Didalam museum kita bisa belajar berbagai upacara adat
yang ada di keraton dan bisa melihat koleksi-koleksi barang kerajaan seperti
pakaian, aksesoris, hingga makanan yang dihidangkan oleh abdi dalem.
Pada Museum Wayang Beber Sekartaji kita bisa menyaksikan berbagai
koleksi barang kuno (wayang beber, manuskrip, fosil, uang kuno, dll). Disana
kita juga bisa belajar bagaimana proses pembuatan kertas dluwang. Museum ini
sangat bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan mengenai wayang beber.

17
Museum yang kami kunjungi bagus sekali untuk belajar mencintai
budaya. Suasana yang tenang dan penuh keagungan membuat kunjungan ke
museum menjadi pengalaman yang tak terlupakan.

18
LAMPIRAN

19
20
DAFTAR PUSTAKA

Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan). 2022. Museum Wayang Beber Pertama


di Indonesia. Diakses pada 14 September 2024 melalui Dinas Kebudayaan (Kundha
Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta (jogjaprov.go.id)
Ransel Mungil. 2022. Berkunjung ke Museum Wayang Beber Pertama di Indonesia
dan Dunia. Diakses pada 14 September 2024 melalui Berkunjung ke Museum
Wayang Beber Pertama di Indonesia dan Dunia - RANSEL MUNGIL
Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta. 2019. Museum Kraton Yogyakarta. Diakses
pada 14 September 2024 melalui Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta
(jogjakota.go.id)
Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Cikal Bakal Karaton Yogyakarta. Diakses
pada 14 September 2024 melalui Cikal Bakal (kratonjogja.id)

21

You might also like