Tugas 3 THT

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 18

KOMPOSISI FISIK, KIMIA DAN

MIKROBIOLOGI DAGING SERTA


PEMBAHASAN KASUS-KASUS
YANG TERJADI PADA DAGING
Kelompok 11
Teknologi Hasil Ternak 03
ANGGOTA KELOMPOK
1. Faiz Alvayed Philco / 2310612061
2. Muhammad Farrel Rimoza / 2310612069
3. Alfina Fina / 2310612080
PENDAHULUAN
Daging didefinisikan sebagai semua jaringan tubuh hewan dan produk hasil olahannya
yang sesuai untuk dikonsumsi. Daging terdiri dari 3 komponen utama yaitu jaringan otot,
jaringan ikat, dan jaringan lemak. Komponen lainnya berupa tulang, jaringan pembuluh
darah, dan jaringan syaraf (Soeparno, 2009). Sedang menurut Raharjo (2010) daging
adalah bagian dari hewan potong yang digunakan manusia sebagai bahan makanan,
selain mempunyai penampakan yang menarik selera juga merupakan sumber protein
hewani berkualitas tinggi.

Daging dapat dikategorikan berdasarkan asalnya (jenis ternaknya), yaitu daging merah
meliputi daging sapi, babi, kambing, onta, dan lain-lain; daging putih meliputi daging ayam,
itik, dan kalkun; daging ikan meliputi produk-produk ikan; dan daging hewan liar meliputi
daging babi hutan (Suharyanto, 2009).
Daging merupakan bahan pangan yang sangat bermanfaat untuk dikonsumsi karena
mengandung zat – zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Proses pengolahan
daging ini akan mempengaruhi kualitas daging seperti penyimpanan, pendinginan, dan
pembekuan. Daging yang telah disembelih dan akan diolah pada waktu tertentu perlu
dilakukan penanganan yang tepat (Komunitas Frozenfood Indonesia, 2017)
KOMPOSISI DAGING
1. Komposisi Fisik Daging:
Air: Komponen terbesar dalam daging, berkisar antara 60-75% dari total berat daging. Kandungan air ini mempengaruhi
juiciness (kelembutan) dan kerapatan daging.
Protein: Membentuk sekitar 15-22% dari total berat daging. Protein terutama terdiri dari aktin, miosin, dan kolagen, yang
berperan dalam tekstur dan kekuatan daging.
Lemak: Kandungan lemak dalam daging bervariasi tergantung pada jenis dan bagian daging. Lemak memberikan rasa,
kelembutan, dan nilai kalori.
Karbohidrat: Daging mengandung karbohidrat dalam jumlah kecil (sekitar 1%), terutama dalam bentuk glikogen.
Mineral: Daging kaya akan mineral seperti zat besi, fosfor, zinc, dan magnesium.

2. Komposisi Kimia Daging:


pH: Nilai pH daging segar berkisar antara 5.5-6.2. pH yang lebih rendah (lebih asam) dapat menghambat pertumbuhan
mikroba.
Enzim: Daging mengandung enzim-enzim yang dapat mengkatalisasi reaksi kimia dalam daging, seperti protease yang
memecah protein menjadi peptida dan asam amino.
Pigmen: Daging mengandung pigmen seperti mioglobin yang bertanggung jawab atas warna merah pada daging. Warna
ini dapat berubah tergantung pada kadar oksigen dan proses pematangan.
Nitrit dan Nitrat: Pada daging olahan, senyawa ini sering ditambahkan untuk mengawetkan dan menjaga warna daging.
3. Komposisi Mikrobiologis Daging:
Bakteri: Daging dapat menjadi tempat tumbuh bagi berbagai jenis bakteri, seperti Escherichia coli, Salmonella, Listeria
monocytogenes, dan Staphylococcus aureus. Kontaminasi bakteri ini dapat menyebabkan keracunan makanan.
Ragi dan Jamur: Selain bakteri, ragi dan jamur juga dapat tumbuh pada daging, terutama pada daging yang disimpan
dalam kondisi lembab dan suhu yang tidak tepat.
Proses Pembusukan: Mikroorganisme ini dapat menyebabkan pembusukan pada daging, yang ditandai dengan
perubahan bau, rasa, dan warna.
PEMBAHASAN KASUS
Kasus 1

Perubahan warna daging,


Kasus : Sebuah supermarket menerima keluhan dari pelanggan bahwa daging sapi yang mereka beli berubah warna
menjadi cokelat setelah beberapa jam dikeluarkan dari kemasan. Ini terkait dengan proses oksidasi mioglobin di dalam
daging

Penyebab :

Ketika daging segar dipotong, mioglobin terpapar oksigen dan membentuk oksimioglobin, yang memberikan warna
merah cerah pada daging. Namun, seiring waktu, oksimioglobin dapat teroksidasi lebih lanjut menjadi metmioglobin,
yang memiliki warna cokelat.

Proses ini terjadi secara alami dan tidak selalu menunjukkan bahwa daging tersebut sudah tidak layak konsumsi. Warna
cokelat ini hanyalah hasil dari perubahan kimiawi yang terjadi karena paparan oksigen. Faktor-faktor lain, seperti suhu
penyimpanan dan umur daging, juga dapat mempengaruhi kecepatan perubahan warna ini.

Namun, meskipun perubahan warna ini umumnya tidak berbahaya, penting untuk selalu memeriksa aroma, tekstur, dan
kondisi keseluruhan daging sebelum memasaknya untuk memastik
Solusi yang dapat diambil oleh produsen :

1. Edukasi Pelanggan:
Penjelasan Tentang Perubahan Warna: Supermarket dapat memberikan informasi kepada pelanggan bahwa perubahan
warna daging menjadi cokelat adalah proses alami yang terjadi akibat oksidasi mioglobin. Warna cokelat ini tidak selalu
menandakan bahwa daging sudah rusak atau tidak aman dikonsumsi.
Penyediaan Informasi Tertulis: Sertakan informasi ini pada kemasan atau di area penjualan daging, sehingga pelanggan
memahami bahwa perubahan warna adalah hal yang normal.

2. Pengemasan Ulang dengan Teknologi Atmosfer Termodifikasi (MAP):


Penggunaan Kemasan yang Lebih Baik: Menggunakan kemasan dengan teknologi atmosfer termodifikasi (Modified
Atmosphere Packaging/MAP) yang mengurangi oksigen di dalam kemasan dapat memperlambat proses oksidasi dan
mempertahankan warna merah cerah pada daging lebih lama.
Pengemasan Vakum: Metode ini juga dapat membantu memperlambat perubahan warna dengan mengurangi jumlah
oksigen yang bersentuhan dengan daging.

3. Penawaran Produk Alternatif:


Daging Segar atau Beku: Sediakan opsi daging yang dibekukan segera setelah dipotong, karena pembekuan dapat
memperlambat perubahan warna dan menjaga kesegaran daging lebih lama.
Daging dengan Perlakuan Tambahan: Tawarkan produk daging dengan perlakuan tambahan seperti pengasapan atau
marinating, yang dapat memperpanjang umur simpan dan mengurangi perubahan warna.
PEMBAHASAN KASUS
Kasus 2

Ketengikan daging,
Kasus : Produsen daging olahan menghadapi masalah produk yang cepat tengik. Hal ini disebabkan oleh oksidasi lemak
dalam daging, yang dapat dipercepat oleh paparan cahaya, panas, atau oksigen.

Penyebab :

Paparan Cahaya: Sinar UV dari cahaya, terutama cahaya matahari, dapat memicu reaksi oksidasi. Oleh karena itu,
daging yang terpapar cahaya cenderung lebih cepat tengik.

Panas: Suhu yang lebih tinggi mempercepat reaksi kimia, termasuk oksidasi lemak. Jika daging disimpan pada suhu yang
tidak tepat, risiko ketengikan meningkat.

Oksigen: Paparan oksigen adalah penyebab utama oksidasi lemak. Meskipun semua daging mengandung lemak, produk
olahan yang tidak disimpan dalam kondisi kedap udara atau tidak dikemas dengan benar lebih rentan mengalami
ketengikan.
Solusi yang dapat diambil oleh produsen :

1. Pengemasan yang Kedap Udara: Menggunakan kemasan vakum atau atmosfir modifikasi (MAP) dapat membantu
mengurangi paparan oksigen dan memperlambat proses oksidasi.

2. Penyimpanan pada Suhu Rendah: Menyimpan produk pada suhu rendah (di bawah 4°C) dapat memperlambat reaksi
kimia, termasuk oksidasi lemak.

3. Penggunaan Antioksidan: Menambahkan bahan antioksidan seperti Vitamin E (tokoferol) atau asam askorbat
(Vitamin C) dalam formulasi produk dapat membantu memperlambat proses oksidasi.

4. Pengemasan dengan Penyekat Cahaya: Menggunakan kemasan yang tidak tembus cahaya atau menyimpan produk
di tempat yang gelap dapat mengurangi pengaruh cahaya terhadap ketengikan.
PEMBAHASAN KASUS
Kasus 3

Kontaminasi Salmonella
Kasus : Sebuah restoran cepat saji mengalami wabah keracunan makanan yang disebabkan oleh Salmonella pada
produk ayam mereka. Investigasi menunjukkan adanya kontaminasi silang selama proses penanganan daging mentah.

Penyebab :

1. Kontaminasi Silang : Kontaminasi silang terjadi ketika bakteri dari daging mentah berpindah ke makanan yang sudah
matang atau area lain melalui peralatan, tangan, atau permukaan yang tidak bersih.

2. Penanganan Daging Mentah yang Tidak Higienis : Penggunaan alat yang sama untuk daging mentah dan bahan
makanan lainnya tanpa dibersihkan dengan benar dapat menyebabkan kontaminasi.

3. Kurangnya Sanitasi : Jika area dapur, termasuk meja, alat, dan tangan tidak dibersihkan dan disanitasi dengan baik,
bakteri Salmonella dapat menyebar.

4. Penyimpanan dan Pengolahan yang Tidak Benar: Daging ayam yang tidak disimpan atau dimasak pada suhu yang
tepat dapat meningkatkan risiko pertumbuhan bakteri.
Solusi yang dapat diambil oleh produsen :

1. *Pemisahan dan Sanitasi*: Pisahkan area penanganan daging mentah dari area makanan siap saji. Gunakan
peralatan dan permukaan yang berbeda untuk daging mentah dan makanan lainnya. Pastikan semua peralatan dan
permukaan dibersihkan dan disanitasi secara menyeluruh setelah kontak dengan daging mentah.

2. *Pelatihan Staf*: Berikan pelatihan kepada staf tentang pentingnya higiene dan sanitasi dalam penanganan
makanan. Ini termasuk mencuci tangan dengan benar dan sering, serta menggunakan sarung tangan jika diperlukan.

3. *Pengendalian Suhu*: Pastikan daging ayam dimasak pada suhu internal yang cukup tinggi untuk membunuh bakteri
(minimal 74°C atau 165°F). Periksa suhu memasak menggunakan termometer makanan yang bersih.

4. *Penyimpanan yang Benar*: Simpan daging ayam mentah pada suhu di bawah 4°C (40°F) dan jangan biarkan daging
dalam suhu ruangan untuk waktu yang lama. Gunakan wadah tertutup untuk mencegah kontaminasi dengan makanan
lain.

5. *Penerapan Prosedur Kebersihan yang Ketat*: Terapkan prosedur kebersihan yang ketat di seluruh dapur, termasuk
rutin membersihkan dan menyanitasi area kerja, peralatan, dan tangan.

Dengan mengimplementasikan solusi ini, restoran dapat mengurangi risiko kontaminasi silang dan mencegah wabah
keracunan makanan di masa depan.
PEMBAHASAN KASUS
Kasus 4

Penurunan kualitas daging beku,


Kasus : Perusahaan ekspor daging mengalami masalah dengan kualitas produk setelah pengiriman jarak jauh. Daging
mengalami dehidrasi beku (freezer burn) yang mempengaruhi tekstur dan rasanya.

Penyebab :

1. *Kualitas Pembungkusan:* Kemasan yang tidak rapat atau bocor memungkinkan udara masuk, menyebabkan
dehidrasi.

2. *Suhu yang Tidak Stabil:* Fluktuasi suhu di dalam freezer bisa mempengaruhi kualitas daging.

3. *Waktu Penyimpanan yang Terlalu Lama:* Daging yang disimpan terlalu lama dalam freezer akan lebih rentan
terhadap freezer burn.
Solusi yang dapat diambil oleh produsen :

1. *Perbaiki Kemasan:* Gunakan kemasan vakum atau bahan pembungkus khusus freezer yang dapat mengurangi
paparan udara. Pastikan kemasan rapat dan tidak bocor.

2. *Jaga Suhu yang Stabil:* Pastikan freezer berada pada suhu yang konsisten, biasanya sekitar -18°C atau lebih
rendah.

3. *Simpan dalam Waktu yang Tepat:* Hindari penyimpanan jangka panjang jika memungkinkan. Gunakan daging dalam
jangka waktu yang sesuai dengan rekomendasi penyimpanan.

4. *Pertimbangkan Penggunaan Cryoprotectant:* Untuk pengiriman jarak jauh, penggunaan bahan pelindung seperti
cryoprotectant bisa membantu mempertahankan kualitas daging.

Dengan mengikuti langkah-langkah ini, kualitas daging yang dikirimkan dapat ditingkatkan dan masalah freezer burn
dapat dikurangi.
PEMBAHASAN KASUS
Kasus 5

Pembusukan daging,
kasus : Sebuah toko daging lokal menghadapi masalah daging yang cepat membusuk meskipun disimpan dalam lemari
pendingin. Investigasi menunjukkan kombinasi pertumbuhan bakteri pembusuk dan aktivitas enzim yang mempercepat
proses pembusukan.

Penyebab :

1. *Suhu Lemari Pendingin Tidak Stabil atau Tidak Cukup Rendah*: Jika suhu lemari pendingin tidak konsisten atau tidak
cukup dingin (idealnya di bawah 4°C), bakteri dan enzim dapat terus berkembang.

2. *Kontaminasi Bakteri*: Daging mungkin terkontaminasi dengan bakteri pembusuk yang dapat berkembang biak
bahkan dalam kondisi dingin, terutama jika daging tidak ditangani atau disimpan dengan benar.

3. *Kualitas dan Penanganan Daging*: Daging yang tidak segar atau yang tidak disimpan dengan benar sebelum masuk
ke lemari pendingin juga bisa cepat membusuk.

4. *Kebersihan dan Sanitasi*: Kebersihan lemari pendingin dan peralatan penyimpanan juga penting. Jika peralatan tidak
bersih, bisa ada kontaminasi silang yang mempercepat pembusukan.
1. *Periksa dan Atur Suhu Lemari Pendingin*: Pastikan lemari pendingin berfungsi dengan baik dan suhu diatur dengan
benar, yakni di bawah 4°C.

2. *Pengecekan Kebersihan dan Sanitasi*: Rutin membersihkan lemari pendingin, peralatan, dan area penyimpanan
untuk mencegah kontaminasi bakteri. Gunakan produk pembersih yang sesuai untuk area tersebut.

3. *Penanganan dan Penyimpanan yang Tepat*: Pastikan daging ditangani dengan cara yang higienis dan disimpan
dalam wadah yang bersih. Jangan simpan daging dalam waktu lama jika kualitasnya sudah menurun.

4. *Pelatihan Staf*: Berikan pelatihan kepada staf tentang cara penanganan dan penyimpanan daging yang benar untuk
mencegah kontaminasi dan pembusukan.

Dengan langkah-langkah ini, toko daging lokal dapat mengurangi masalah pembusukan dan menjaga kualitas daging
lebih baik.
QUESTION
TIME
THANK
YOU

You might also like