LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN ELIMINASI
OLEH:
GALUH MUSTIKANINGTYAS
2024207209041
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KESEHATAN
2024/2025
A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh, pembuang
an dapat melalui urin ataupun fases. Eliminasi dibutuhkan untuk mempertahankan
hemeostatis melalui pembuangan fases dan urine. (Wartonah, 2016)
Eliminasi urin adalah pengosongan kandung kemih yang lengkap. (SLKI, 2018)
Eliminasi fekal adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh berupa feses
yang berasal dari saluran pencernaan, kemudian dikeluarkan melalui anus.
2. Etiologi
1) Usia
2) Diet
3) Asupan Cairan
4) Aktivitas
5) Pengobatan
6) Gaya Hidup
7) Penyakit
8) Nyeri
9) Kehamilan
3. Patofisiologi
Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan penyimpanan u
rine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling berlawanan dan bergantian secara
normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih dalam hal penyimpanan dan pengeluaran uri
n dikontrol oleh sistem saraf otonom dan somatik. Selama fase pengisian, pengaruh sist
em saraf simpatis terhadap kandung kemih menjadi bertekanan rendah dengan mening
katkan resistensi saluran kemih. Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatan siste
m simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor yang dikaitkan dengan peningkatan tek
anan otot dari leher kandung kemih dan proksimal uretra.
Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi yang simultan otot detrus
or dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh sistem saraf parasimpatis yang
mempunyai neurotransmiter utama yaitu asetilkholin, suatu agen kolinergik. Selama fas
e pengisian, impuls afferen ditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung ganglion dorsal s
pinal sakral segmen 2-4 dan informasikan ke batang otak. Impuls saraf dari batang otak
menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal. Selama fase pengosong
an kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis sakral dihentikan dan timbul kon
traksi otot detrusor.
Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih menimbulkan relaksasi pada otot uretra
trigonal dan proksimal Impuls berjalan sepanjang nervus pudendus untuk merelaksasika
n otot halus dan skelet dari sphincter eksterna. Hasilnya keluarnya urine dengan resiste
nsi saluran yang minimal. Pasien post operasi dan post partum merupakan bagian yang t
erbanyak menyebabkan retensi urine akut. Fenomena ini terjadi akibat dari trauma kan
dung kemih dan edema sekunder akibat tindakan pembedahan atau obstetri, epidural a
nestesi, obat- obat narkotik, peregangan atau trauma saraf pelvik, hematoma pelvik, ny
eri insisi episiotomi atau abdominal, khususnya pada pasien yang mengosongkan kandu
ng kemihnya dengan manuver Valsalva. Retensi urine pos operasi biasanya membaik sej
alan dengan waktu dan drainase kandung kemih yang adekuat.
Gangguan Eliminasi Fekal Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal i
ni juga disebut bowel movement. Frekuensi defekasi pada setiap orang sangat bervarias
i dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervar
iasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid
dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhad
ap kebutuhan untuk defekasi.
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu reflex defekasi instrinsik. Ketik
a feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu signal y
ang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada k
olon desenden, kolonsigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses keara
h anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal internal tidak menut
up dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.
Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, s
ignal diteruskan ke spinal cord (sakral 2-4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, ko
lon sigmoid dan rektum. Sinyal- sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang perista
ltik, melemaskan spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spi
ngter anus individu duduk di toilet atau bedpan, spingter anus ekternal tenang
dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang akan me
ningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar pang
gul yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah denga
n refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang menin
gkatkan tekanan kebawah kearah rektum Jika refleks defekasi diabaikan atau jika defek
asi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, ma
ka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas unt
uk menampung kumpulan feses. Cairan feses di absorpsi sehingga feses menjadi keras d
an terjadi konstipasi
4. Manifestasi Klinis
a. Eliminasi urin
1) Retensi urin : akumulasi urine yang nyata didalam kandung kemih akibat
ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih
2) Dysuria : adanya rasa sakit atau kesulitan berkemih
3) Polyuria : produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal,
seperti 2500 ml/hari tanpa adanya intake cairan.
4) Inkontinensia urine : ketidaksanggupan sementara atau permanen oto
sfingter eksternal untuk mengontrol keluarnya urine dari kantong kemih
5) Urinari supresi : berhenti memproduksi urine secara mendadak.
b. Eliminasi fekal
1) Konstipasi : penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran
feses yang lama atau keras dan kering
2) Impaksi : merupakan akibat dari konstipasi yang tidak diatasi. Impaksi
adalah kumpulan feses yang mengeras, mengendap di dalam rektum, yang
tidak dapat dikeluarkan.
3) Diare : peningkatan jumlah feses dan peningkatan pengeluaran feses yang
cair dan tidak berbentuk. Diare adalah gejala gangguan yang
mempengaruhi proses pencernaan, absorbsi, dan sekresi di dalam saluran
GI.
4) Inkontinensia: ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas dari
anus
5) Flatulen : penyebab umum abdomen menjadi penuh, terasa nyeri, dan
kram.
6) Hemoroid : vena-vena yang berdilatasi, membengkak dilapisan rektum
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan urine (urinalisis):
1. Warna (jernih kekuningan)
2. Kejernihan (jernih)
3. Bau (beraroma)
4. pH (4,6-8,0)
5. Berat jenis (1,010-1,030)
6. Glukosa (kondisi normal tidak ada)
7. Keton (kondisi normal tidak ada)
b. Pemeriksaan USG
c. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses
6. Penatalaksanaan
Eliminasi Urin
1) Memonitor input dan output karakteristik urine.
2) Menentukan pola berkemih normal pasien.
3) Menyelidiki keluhan kandung kemih penuh
4) Melakukan perawatan kateter
5) Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
Eliminasi Fekal
1) Menganjurkan untuk banyak minum
2) Mengadakan pola kebiasaan untuk BAB
3) Pemberian katartik atau laksatif (pencahar) untuk melunakkan feses sehingga merangsan
g peristaltic dan BAB
4) Pemberian makanan yang adekuat untuk mengurangi resiko eliminasi (diet tinggi serat da
n sari buah)
B. Proses Keperawatan
1. Pengkajian Data Dasar
Hal-hal yang harus dikaji antara lain:
1) Pola defekasi
a. Frekuensi (berapa kali per hari/minggu?)
b. Apakah frekuensi itu dapat berubah?
c. Apa penyebabnya?
2) Perilaku defekasi
a. Apakah klien menggunakan laksatif?
b. Bagaimana cara klien mempertahankan pola defekası?
3) Deskripsi feses
a. Warna
b. Tekstur
c. Bau
4) Diet
a. Makanan apa yang mempengaruhi perubahan pola defekasi klien?
b. Makanan apa yang biasa klien makan?
c. Makanan apa yang klien hindan/pantang?
d. Apakah klien makan secara teratur?
5) Stress
a. Apakah klien mengalami stres yang berkepanjangan?
b. Koping apa saja yang klien gunakan dalam menghadapi stres?
c. Bagaimana respon klien terhadap stres? Positif/negatif?
6) Pembedahan atau penyakit menetap
a. Apakah klien pernah menjalani tindakan bedah yang dapat mengganggu pola defekasi?
b. Apakah klien pernah menderita penyakit yang mempengaruhi sistem gastrointestinalnya?
Pemeriksaan Fisik
1. Abdomen
Pemeriksaan dilakukan pada posisi telentang, hanya bagian abdomen saja yang tampak.
a. Inspeksi Amati abdomen untuk melihat bentuknya, simetrisitas, adanya distensi atau g
erak peristaltik.
b. Auskultasi. Dengarkan bising usus, lalu perhatikan intensitas, frekuensi, dan kualitasn
ya.
c. Perkusi. Lakukan perkusi pada abdomen untuk mengetahui adanya distensi berupa cair
an, massa, atau udara. Mulailah pada bagian kanan atas dan seterusnya.
d. Palpasi. Lakukan palpasi untuk mengetahui konsistensi abdomen serta adanya nyeri te
kan atau massa di permukaan abdomen.
2. Rektum dan anus
a. Inspeksi. Amati daerah perianal untuk melihat adanya tanda-tanda inflamasi, perubaha
n warna, lesi, lecet, fistula, konsistensi, hemoroid.
b. Palpasi. Palpasi dinding rektum dan rasakan adanya nodul, massa, nyeri tekan. Tentuk
an lokasi dan ukurannya
3. Feses.
Amati feses klien dan catat konsistensi, bentuk, warna, bau, dan jumlahnya.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Retensi urine (D. 0050)
2. Konstipasi (D.0049)
3. Diare (D.0020)
3. Intervensi
No DX SLKI SIKI
1. Retensi urine Kriteria Hasil Kateterisasi Urine (I.04147)
(D. 0050) Eliminasi Urine (L. Observasi
04034) a. Periksa kondisi pasien (mis. kesadaran, tan
a. Sensasi berkemih da-tanda vital, daerah perineal, distensi kandu
meningkat ng kemih, inkontinensia urine, refleks berke
b. Desakan berkemi mih)
h (urgensi) menuru
n Terapeutik
c. Distensi kandung a. Siapkan peralatan, bahan-bahan dan ruanga
kemih menurun n tindakan
d. Berkemih tidak t b. Siapkan pasien: bebaskan pakaian bahwah
untas (hesitancy) m dan posisikan dorsal rekumbent (untuk wanit
enurun a) dan supine (untuk laki-laki)
e. Urin menetes (dri c. Pasang sarung tangan
bbling) menurun d. Bersihkan daerah perineal atau preposium
f. Nokturia menuru dengan cairan NaCl atau aquades
n e. Lakukan insersi kateter urine dengan mene
g. Disuria menurun rapkan prinsip aseptik
h. Frekuensi BAK f. Sambungkan kateter urine dengan urine ba
membaik g
i. Karakteristik urin g. Isi balon dengan NaCL 0,9% sesuai anjura
e membaik n pabrik
h. Fiksasi selang kateter diatas simpisis atau
di paha
i. Pastikan kantung urine ditempatkan lebih r
endah dari kandung kemih
j. Berikan label waktu pemasangan
Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan
kateter urine
b. Anjurkan menarik napas saat insersi selang
kateter
2. Konstipasi (D. Kriteria Hasil Manajemen Konstipasi (I.04155)
0049) Eliminasi Fekal (L. Observasi
04033) a. Periksa tanda gejala konstipasi
a. Kontrol pengelua b. Periksa pergerakan usus, karakteristik fese
ran feses meningkat s (konsistensi, bentuk, volume, dan warna)
b. Keluhan defekasi c. Identifikasi faktor risiko konstipasi (mis. o
lama dan sulit men bat-obatan, tirah baring, dan diet rendah sera
urun t)
c. Mengejan saat de d. Monitor tanda dan gejala ruptur usus dan a
fekasi menurun tau peritonitis
d. Distensi abdome
n menurun Terapeutik
e. Nyeri abdomen a a. Anjurkan diet tinggi serat
bdomen b. Lakukan masase abdomen, jika perlu
f. Konsistensi feses c. Berikan enema atau irigasi, jika perlu
membaik
g. Frekuensi BAB Edukasi
membaik a. Jelaskan etiologi masalah dan alasan tindak
h. Peristaltik usus an
membaik b. Anjurkan peningkatan asupan cairan, jika t
idak ada kontraindikasi
c. Latih buang air besar secara teratur
d. Ajarkan cara mengatasi konstipasi atau im
paksi
Kolaborasi
a. Konsultasi dengan tim medis tentang penur
unan atau peningkatan frekuensi suara usus
b. Kolaborasi penggunaan obat pencahar, jika
perlu
3 D.0020. Diare Kriteria Hasil Manajemen Diare (I.03101)
Fungsi Gastrointest Observasi
inal (L.03019) a. Identifikasi penyebab diare (mis. inflamasi
a. Frekuensi BAB gastrointestinal, iritasi gastrointestinal, proses
membaik infeksi, malabsorpsi, stres, efek obat-obatan,
b. Konsistensi fese pemberian botol susu)
s membaik b. Identifikasi riwayat pemberian makanan
c. Peristaltik usus c. Monitor warna, volume, frekuensi, dan kon
membaik sistensi tinja
d. Nafsu makan me d. Monitor jumlah pengeluaran diare
mbaik e. Monitor keamanan penyiapan makanan
e. Jumlah feses me
mbaik Terapeutik
f. Warna feses me a. Berikan asupan cairan oral (mis. larutan gar
mbaik am gula, oralit, pedialyte, renalyte)
b. Berikan cairan intravena (mis. ringer aseta
t, ringer laktat), Jika perlu
c. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan dar
ah lengkap dan elektrolit
d. Ambil sampel feses untuk kultur, Jika perlu
Edukasi
a. Anjurkan makan makanan porsi kecil dan s
ering secara bertahap
b. Anjurkan menghindari makanan pembentu
k gas, pedas dan mengandung laktosa
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian obat antimotilitas (m
is. loperamide, difenoksilat)
b. Kolaborasi pemberian obat antispasmodic
atau spasmolitik (mis. papaverin, ekstrak bell
adona, mebeverine)
c. Kolaborasi pemberian obat pengeras feses
(mis. atapulgit, smektit, kaolin-pektin)
DAFTAR PUSTAKA
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. 2018 Standar Diagnosis Keper
awatan Indonesia Jakarta DPP PPNI
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia 2018 Standar Luaran Keperaw
atan Indonesia. Jakarta. DPP PPNI
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia 2018 Standar Intervensi Keper
awatan Indonesia Jakarta DPP PPNI
Wartonah, dan Tarwoto.2016. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan Jakarta Sa
lembaMedika