11 +ok+ (9) +Krista+V+Siagian+70-78+doi
11 +ok+ (9) +Krista+V+Siagian+70-78+doi
11 +ok+ (9) +Krista+V+Siagian+70-78+doi
DOI: https://doi.org/10.35790/eg.v11i1.44523
URL Homepage: https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/egigi
Penurunan keadaan dan fungsi gigi mulut (oral hypofunction) terkait risiko
sarkopenia pada lansia
Oral Hypofunction Related to Sarcopenia Risk in Elderly
1
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
2
Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia,
Jakarta, Indonesia
Email: parlinggoman.simatupang@yahoo.com
Received: December 16, 2022; Accepted: January 5, 2023; Published online: January 8, 2023
Abstract: Oral health related to aging in elderly is gaining global attention because it is an
important component of general health. Sarcopenia is a progressive and accelerated muscle loss
syndrome in mass, function, and strength of the whole-body muscles. It can occur in the elderly
more than 60 years as well as earlier in life. Several studies have reported the association of oral
hypofunction in elderly with sarcopenia. This literature review aimed to describe the available
studies of oral hypofunction related to sarcopenia using the internet database of international
journals in English of 10 years before 2022. The results found that a decrease in dental and oral
condition and function is related to a decrease in muscle mass, strength, and function as the
clinical signs of sarcopenia. In conclusion, a decrease in oral function is an indicator of dental
and oral health in elderly mostly complained due to aging. This condition has a multidimension
impact on various aspects of life, not only limited to oral cavity dysfunction which will reduce
the ability to chew, swallow, speak, aesthetics, social interaction such as self-image and self-
esteem but describes the state of general health.
Keywords: oral hypofunction; sarcopenia; oral and dental health; elderly
Abstrak: Kesehatan gigi dan mulut lanjut usia (lansia) telah mendapatkan perhatian dunia
karena merupakan komponen penting dalam kesehatan umum. Sarkopenia merupakan sindroma
penurunan massa, fungsi dan kekuatan otot yang progresif dan menyeluruh yang dapat terjadi
baik pada lansia (lanjut usia) ≥60 tahun maupun lebih awal. Beberapa studi telah melaporkan
kaitan penurunan keadaan kesehatan dan fungsi gigi mulut (oral hypofunction) dengan risiko
sarkopenia pada lansia. Tulisan ini bertujuan mendeskripsikan kaitan penurunan fungsi dan
kesehatan gigi dan mulut (oral hypofunction) pada lansia dengan sarkopenia berdasarkan studi
terdahulu. Tulisan ini merupakan kajian literatur jurnal internasional berbahasa Inggris dalam
10 tahun sebelum tahun 2022. Hasil penelitian mendapatkan bahwa penurunan keadaan dan
fungsi gigi mulut memiliki kaitan dengan penurunan massa, kekuatan dan fungsi otot sebagai
tanda klinis sarkopenia. Simpulan tulisan ini ialah penurunan fungsi oral merupakan indikator
kesehatan gigi dan mulut pada lansia dan merupakan permasalahan rongga mulut yang sering
dikeluhkan akibat penuaan. Keadaan ini berdampak multidimensi pada berbagai aspek
kehidupan bukan hanya terbatas pada disfungsi rongga mulut yang akan mengurangi
kemampuan mengunyah, menelan, berbicara, estetika, interaksi sosial seperti self-image dan
self-esteem, namun menggambarkan keadaan kesehatan umum.
Kata kunci: oral hypofunction; sarkopenia; kesehatan gigi dan mulut; lanjut usia
70
Siagian, Bahar: Oral hypofunction terkait sarkopenia pada lansia 71
Pendahuluan
Abad 21 merupakan era dimana setiap orang dapat mengharapkan akan memasuki masa
lanjut usia (lansia) yang bebas rasa sakit dan tidak memiliki gangguan dalam beraktivitas sehari
hari, lansia yang sehat, aktif dan produktif.1,2 Fenomena ini merupakan tren yang menjanjikan
oleh karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Kesehatan serta perbaikan sosial
dan ekonomi yang membuat peningkatan angka harapan hidup yang terjadi secara global.3
Transisi demografi ini memengaruhi pola beban penyakit secara global, termasuk Indonesia.
Menurut global burden of disease, usia harapan hidup (UHH) lansia di Indonesia () mengalami
peningkatan sebesar 8 tahun dari 63,6 tahun di 2005 menjadi 71,7 tahun di 2016, dan
diproyeksikan menjadi 80 tahun di 2050. Perkembangan proporsi lansia yang sangat pesat
merupakan tantangaan bagi dunia termasuk pemerintah Indonesia dengan jumlah populasi lansia
peringkat lima (5) dunia untuk mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan, kesehatan fisik
maupun mental lansia, agar selalu aktif, sehat dan mandiri selama mungkin.4 Transisi
epidemiologi ini berkontribusi terhadap perubahan pola permintaan pelayanan kesehatan oleh
perubahan struktur komposisi usia penduduk dan pola beban jenis penyakit yang dulunya di
dominasi tren pola penyakit menular yang umumnya terkena pada anak-anak, saat ini beralih ke
penyakit tidak menular yang rentan terhadap lansia.2
Lansia merupakan kelompok usia yang rentan terkena berbagai keadaan penurunan fungsi,
fisik dan psikologis akibat proses menua. Dalam beberapa studi, permasalahan kesehatan umum
dan penurunan kerja organ pada lansia yang memiliki hubungan dengan gangguan kesehatan gigi
dan mulut seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, hipertensi, diabetes melitus, penyakit
penurunan fungsi otot (sarkopenia), fraility, penurunan kemampuan kognitif dan fisik, defisiensi
nutrisi dan obesitas, penyakit rematik arthritis, terganggunya kualitas hidup, kecacatan,
peningkatan jumlah rawat inap di rumah sakit, bahkan kematian. Permasalahannya berdampak
multidimensi pada berbagai aspek kehidupan yang bukan hanya terbatas pada cacat rongga mulut
seperti kehilangan gigi, penyakit periodontal penurunan kemampuan mengunyah, menelan,
berbicara, estetik dan interaksi sosial. Gangguan kesehatan gigi dan mulut lansia menarik untuk
diteliti karena berkaitan dengan keadaan kesehatan umum dan kualitas hidup.5 Adanya gangguan
dan penurunan keadaan dan fungsi dalam rongga mulut pada lansia dalam beberapa studi
merupakan faktor risiko gangguan kesehatan umum lansia.
Otot merupakan salah satu organ yang mengalami gangguan akibat penuaan. Hal ini dulunya
sering tidak mendapatkan perhatian, padahal peran otot sangatlah penting yaitu bertugas sebagai
power generator tubuh dimana massa otot tubuh hampir 50% dari massa tubuh, dan berfungsi
sebagai penyimpan protein, kontrol glukosa darah, serta produksi hormon dan proses selular.
Penurunan massa, fungsi dan kekuatan otot disebut sarkopenia, yang dapat terjadi pada lansia
yang berusia ≥60 tahun.6 Istilah sarkopenia belum banyak dikenal di kalangan klinisi maupun
masyarakat awam. Konsekuensi akibat penuaan selama ini lebih tercurah pada terjadinya
osteoporosis, impotensi, penyakit degeneratif seperti diabetes, hipertensi, osteoatritis,
arteriosklerosis, atau bahkan risiko kanker dan infeksi menjadi hal yang ditakuti sedangkan
gangguan pada otot akibat penuaan yang disebut sarkopenia ini sering luput dari perhatian.
Saat ini, pemahaman mengenai sarkopenia telah meningkat secara dramatis dan menjadi
salah satu trending topic penelitian kesehatan lansia karena faktanya peningkatan populasi lansia
di seluruh dunia sejalan dengan meningkatnya jumlah populasi lansia dengan sarkopenia.7 Data
di Eropa oleh The European Working Group on Sarkopenia in Older People (EWGSOP)
melaporkan bahwa prevalensi sarkopenia antara usia 60-70 tahun berkisar 30%. Populasi usia
lanjut ≥60 tahun di dunia berjumlah sekitar 600 juta pada tahun 2020 sehingga dapat diperkirakan
bahwa sekitar 50 juta lansia menderita sarkopenia.8 Laporan prevalensi kasus sarkopenia di Asia
menurut The Asian Working Group for Sarkopenia (AWGS) berdasarkan jenis kelamin pada usia
60 sampai dengan 69 tahun yaitu laki-laki sebesar 10% dan pada perempuan sebesar 8%,
sedangkan pada usia diatas 80 tahun sebesar 40-50% pada laki-laki dan 18% pada perempuan.9,10
Prevalensi sarkopenia di di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung sebesar 22,3 %.10 Sindroma ini
72 e-GiGi, Volume 11 Nomor 1, 2023, hlm. 70-78
ditandai dengan gejala klinis kehilangan massa otot dan fungsi secara degeneratif yang progresif
dan menyeluruh. Gangguan otot skeletal ini dapat menyebabkan terbatasnya mobilitas seseorang,
menurunkan kualitas hidup dan kemandirian serta meningkatkan risiko kecacatan, kerentanan
(fraility), dan mortalitas. Dengan berkurangnya kekuatan otot, kemampuan seseorang melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari akan menurun sedangkan tingkat ketergantungan pun meningkat.
Seiring waktu, yang awalnya lansia mampu melakukan berbagai aktivitas, lalu ke tahap tidak bisa
lagi melakukan aktivitas yang sama. Sekalipun bisa, umumnya butuh usaha keras dalam
melakukannya. Pada akhirnya, lansia akan lebih banyak menghabiskan waktu untuk duduk atau
berbaring (sedentary lifestyle).7 Identifikasi dan intervensi mencegah sarkopenia ini merupakan
tantangan bagi masyarakat, tenaga kesehatan serta pelayanan kesehatan. Prevalensi dan
konsekuensinya menjadi beban yang cukup besar untuk masyarakat, pelayanan kesehatan, serta
beban jaminan kesehatan nasional.8
Penelitian kesehatan rongga mulut lansia terkait dengan sindroma penurunan otot saat ini
juga telah gencar dilakukan dalam kedokteran gigi geriatrik karena peningkatan jumlah lansia
yang mengalaminya dan keadaan ini memerlukan pelayanan Kedokteran Gigi yang lebih
kompleks. Studi terbaru menunjukkan penurunan massa, fungsi dan kekutan otot tubuh secara
umum (skeletal) pada lansia juga terjadi secara lokal di dalam otot rongga mulut seperti pipi dan
lidah yang menyebabkan kesulitan mengunyah dan menelan.9 Hal ini menunjukkan penurunan
fungsi gigi dan mulut lansia (oral hypofunction) yaitu gangguan fungsi sensoris, motoris dan
sekretoris, seperti jumlah kehilangan gigi, penurunan fungsi pengunyahan, dan kekeringan
mulut.8,10 Pada Maret 2014 di Jepang oleh Asosiasi The National Center for Geriatrics and
Gerontology memperkenalkan sindroma penurunan fungsi gigi dan mulut lansia (oral
hypofunction) yang berisiko terhadap penurunan kesehatan umum, awalnya kondisi ini disebut
sebagai sindroma baru dalam rongga mulut yaitu kelemahan fungsi oral yang umumnya
menyerang lansia.
Tujuan penulisan ini ialah untuk menelaah beberapa penelitian terdahulu terkait penurunan
fungsi dan kesehatan gigi dan mulut (oral hypofunction) pada lansia dan sarkopenia. Tulisan ini
memilah artikel penelitian dengan lingkup internasional berbahasa Inggris dengan indeks Scopus,
Pubmed dan Google Scholar. Identifikasi kata kunci yang dilakukan pada pemilahan artikel ialah
“sarcopenia”, “aging”, “oral“, “oral hypofunction“ dan,“muscle,” Kata kunci ini digunakan secara
terpisah atau dalam kombinasi sehingga tercapai hubungan logis di antara konsep. Pemilahan
artikel dibatasi dalam 10 tahun terakhir sebelum 2022.
membahas detail hubungannya sangatlah minim, malah beberapa studi melaporkan hal yang
masih menimbulkan perdebatan.8,10,13,15,16 Penelitian-penelitian ini juga mengemukakan meka-
nisme (sarcopenia pathway) yang berhubungan dengan inflamasi lokal dalam rongga mulut baik
yang berasal dari gigi geligi dan jaringan periodontal, nutrisi, perilaku hidup sehat, dan aktivitas
fisik baik kegiatan yang dilakukan sehari-hari maupun olahraga. Risiko sarkopenia pada lansia
yang dilaporkan dalam beberapa studi dipengaruhi oleh sosiodemografi (jenis kelamin, usia),
pendidikan, gaya hidup yaitu pola makan dan nutrisi, merokok, berolahraga, aktivitas harian,
stres; dan personal hygiene dan gangguan fungsi fisik; keadaan kognitif; adanya penyakit kronis
seperti diabetes melitus dan hipertensi; kondisi klinis rongga mulut seperti saliva, kekeringan
mulut, karies, penyakit periodontal, dan kebersihan mulut.17,18,19,20
Penurunan fungsi mastikasi diyakini disebabkan banyaknya kehilangan gigi yang membuat
seseorang akan selektif memilih makanan tertentu yang selanjutnya memengaruhi status nutrisi
dan kesehatan umum.21 Penyebab kehilangan gigi pada lansia di masyarakat primitif dulunya
kebanyakan disebabkan penyakit periodontal akibat buruknya kebersihan mulut dan penuaan,
rendahnya tingkat ekonomi, serta pendidikan. Persentase penduduk lansia di Indonesia yang
mengalami keluhan kesehatan gigi dan mulut sebesar 55,42%, 62,4% penduduk merasa
terganggu pekerjaan karena sakit gigi selama rata-rata 3,86 hari per tahun pada tahun 2008, dan
bila dibandingkan data skor karies gigi permanen, indeks DMF-T (Decay, Missing, Filling)
berdasarkan data Riskesdas 2013 dan 2018 yang terus meningkat, yaitu 4,6% menjadi 7,1%.22
Penurunan fungsi mastikasi pada lansia ini cenderung memicu perubahan gaya hidup yang
menjurus ke Westernization dan sedentary, yaitu pola makan tinggi kalori, lemak dan kolesterol,
banyak waktu untuk menonton televisi dan bermain games, serta kurangnya aktivitas fisik. Hal
tersebut merupakan gaya hidup buruk yang dapat mengganggu kesehatan, yang menunjukkan
gaya hidup tidak sehat.23,24,25 Selain itu juga dilaporkan bahwa buruknya keadaan rongga mulut
lansia memengaruhi komsumsi nutrisi seperti protein, calcium, serta vitamin A, D dan E. Lansia
umumnya mengonsumsi protein kurang dari angka kecukupan gizi (AKG). Penelitian yang di
lakukan secara bersamaan di 15 provinsi di Indonesia mendapatkan bahwa 47% usia lanjut
mengonsumsi protein kurang dari 80% AKG. Proporsi protein yang adekuat merupakan faktor
penting pencegahan sarcopenia, namun bukan dalam jumlah besar pada sekali makan. Nutrisi
kedua yang berperan penting pada sarkopenia ialah vitamin D. Lansia berisiko mengalami
defisiensi vitamin D. Setiati et al26 mendapatkan prevalensi defisiensi vitamin D pada usia lanjut
sebesar 35,1%. Rendahnya kadar vitamin D memiliki risiko empat kali lipat untuk menjadi
sarkopenia. Sumber vitamin D banyak didapatkan pada ikan salmon, tuna, dan makarel. Pajanan
sinar matahari juga merupakan salah satu sumber vitamin D, namun letak geografis, waktu
berjemur, kandungan melanin dalam kulit, dan penggunaan tabir surya dapat memengaruhi
kandungan vitamin D. Aktivitas fisik juga dapat menghambat penurunan massa dan fungsi otot
dengan memicu peningkatan massa dan kapasitas metabolik otot sehingga memengaruhi energy
expenditure, metabolisme glukosa, dan cadangan protein tubuh. Resistance training merupakan
bentuk latihan yang paling efektif untuk mencegah sarkopenia dan dapat ditoleransi dengan baik
pada orang tua. Dalam pencegahan sarkopenia juga diperlukan adanya asupan protein yang
adekuat dan aktivitas fisik. Kedua intervensi tersebut harus berjalan beriringan, karena pemberian
nutrisi tanpa aktivitas fisik dapat menyebabkan overfeeding, yang akan dikonversi menjadi lemak,
sehingga justru membahayakan. Aktivitas fisik tanpa asupan nutrisi yang adekuat menyebabkan
keseimbangan protein negatif dan menyebabkan degradasi otot. Kombinasi resistance training
dengan intervensi nutrisi berupa asupan protein yang cukup dengan kandungan leusin, yang
merupakan intervensi terbaik untuk memelihara kesehatan otot orang usia lanjut. Hal kedua yaitu
penurunan kesehatan rongga mulut lansia berhubungan dengan keseimbangan. Beberapa
penelitian menunjukkan oklusi gigi yang hilang berkaitan dengan ketidakseimbangan tubuh, dan
didapatkan bahwa jumlah ligament periodontal berperan penting dalam kontrol keseimbangan
tubuh. Penelitian kohort yang dilakukan selama empat tahun mendapatkan bahwa semakin
banyak kontak oklusi gigi yang hilang, semakin lemah kekuatan otot. Yang ketiga, proses
74 e-GiGi, Volume 11 Nomor 1, 2023, hlm. 70-78
peradangan pada penyakit periodontal berkaitan dengan kekuatan otot. Peradangan pada jaringan
periodontal meningkatkan peran sitokin, interleukin 6, dan TNF dalam sulkus gingiva, yang
berhubungan dengan hilangnya massa otot pengunyahan dan kekuatan ototnya.8,27
Tabel 1. Tanda klinis dan pengukuran penurunan fungsi dan keadaan gigi dan mulut (oral hypofunction)
11,13,14,33,34
dilakukan dengan cara meningkatkan edukasi agar lansia tahu, mau dan mampu mempertahankan
keadaan kesehatan rongga mulut agar tetap dapat berfungsi dengan baik. Selain itu penyakit-
penyakit penyerta (komorbid) antara lain diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung, stroke
serta gangguan neurologik lainnya perlu dilakukan kontrol teratur dan penanganan yang optimal.
Intervensi pencegahan tepat sasaran baik secara individual dan populasi yang diberikan akan
membuat seseorang berada dalam keadaan sehat baik gigi dan rongga mulut maupun tubuh secara
keseluruhan sehingga dapat berfungsi dengan baik serta tercapainya kualitas hidup yang memadai.
Simpulan
Penurunan fungsi oral merupakan indikator kesehatan gigi dan mulut pada lansia yang
merupakan permasalahan rongga mulut yang sering dikeluhkan akibat penuaan. Kondisi ini
berdampak multidimensi pada berbagai aspek kehidupan bukan hanya terbatas pada disfungsi
rongga mulut yang akan mengurangi kemampuan mengunyah, menelan, berbicara, estetika,
interaksi sosial seperti self-image dan self-esteem, namun menggambarkan keadaan kesehatan
umum.
Konflik Kepentingan
Penulis menyatakan tidak terdapat konflik kepentingan dalam studi ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pardhan MS, Sonarkar SS, Shenoi PR, Uttarwar V, Mokhade V. Geriatric dentistry-an overview. Int J Oral
Heal Dent. 2016;2(1):26.
2. Setyonaluri D, Aninditya F. Transisi demografi dan epidemiologi: di Indonesia. Jakarta: Kementerian
PPN/Bappenas; 2019.
3. World Health Organization. The World report on ageing and health responds [Internet]. Geneva; Report
No.: 2015. Available from: https://www.ptonline.com/articles/how-to-get-better-mfi-results
4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Tantangan Menjadi Lansia. Mediakom. 2016;70.
5. Yuan JQ, Lv YB, Kraus VB, Gao X, Yin ZX, Chen HS, et al. Number of natural teeth, denture use and
mortality in Chinese elderly: A population-based prospective cohort study. BMC Oral Health.
2020;20(100). Available from: https://doi.org/10.1186/s12903-020-01084-9
6. Shafiee G, Keshtkar A, Soltani A, Ahadi Z, Larijani B, Heshmat R. Prevalence of sarcopenia in the world:
a systematic review and meta- analysis of general population studies. J Diabetes Metab Disord.
2017;16:16:21. Doi: 10.1186/s40200-017-0302-x
7. Yuan D, Jin H, Liu Q, Zhang J, Ma B, Xiao W, Li Y. Publication Trends for Sarcopenia in the World: A
20-year bibliometric analysis. Front Med (Lausanne). 2022;9:802651. Doi: 10.3389/fmed.
2022.802651. PMID: 35223902; PMCID: PMC8873525.
8. Wallengren O, Bosaeus I, Frändin K, Lissner L, Erhag FH, Wetterberg H, et al. Comparison of the 2010
and 2019 diagnostic criteria for sarcopenia by the European Working Group on Sarcopenia in Older
People (EWGSOP) in two cohorts of Swedish older adults. BMC Geriatr. 2021;21(1):600. Doi:
10.1186/s12877-021-02533-y. PMID: 34702174; PMCID: PMC8547086.
9. Dorosty A, Arero G, Chamar M, Tavakoli S. Prevalence of sarcopenia and its association with
socioeconomic status among the elderly in Tehran. Ethiop J Health Sci. 2016;26(4):389-96. Doi:
10.4314/ejhs.v26i4.11.
10. Vitriana V, Defi IR, Nugraha GI, Setiabudiawan B. Prevalensi sarkopenia pada lansia di komunitas
(community dwelling) berdasarkan dua nilai cut-off parameter diagnosis. MKB. 2016;48(3):164-
70. Available from: http://dx.doi.org/10.15395/mkb.v48n3.417
11. Hatta K, Ikebe K. Association between oral health and sarcopenia: A literature review. J Prosthodont Res.
2021;65(2):131-6. Doi: 10.2186/jpr.JPOR_2019_567.
12. Kobuchi R, Okuno K, Kusunoki T, Inoue T, Takahashi K. The relationship between sarcopenia and oral
sarcopenia in elderly people. J Oral Rehabil. 2020;47(5):636–42.
13. Nakamura M, Hamada T, Tanaka A, Nishi K, Kume K, Goto Y, et al. Association of oral hypofunction
with frailty, sarcopenia, and mild cognitive impairment: A cross-sectional study of community-
dwelling Japanese older adults. J Clin Med. 2021;10(8):1626. Doi: 10.3390/jcm10081626
14. Minakuchi S, Tsuga K, Ikebe K, Ueda T, Tamura F, Nagao K, et al. Oral hypofunction in the older
Siagian, Bahar: Oral hypofunction terkait sarkopenia pada lansia 77
34. Uchida Y, Sato Y, Kitagawa N, Furuya J, Osawa T, Isobe A, et al. Comparison of oral hypofunction tests
and determination of reference values for a subjective masticatory function test. BMC Oral Health.
2022;22(1):4–9.