2172-Article Text-7398-1-10-20230913
2172-Article Text-7398-1-10-20230913
2172-Article Text-7398-1-10-20230913
Jurnal Ilmiah
MANUSIA DAN KESEHATAN
Volume 6, Nomor 3, 2023
Website: https://jurnal.umpar.ac.id/index.php/makes
ABSTRACT
Stunting is still a nutritional problem experienced by toddlers around the world, including in Indonesia,
one of the causes of stunting is influenced by the environment, such as sanitation, drinking water
sources, and hygiene. The purpose of this study was to determine the effect of environmental aspects on
the incidence of stunting in Temban Village. The type of research used is quantitative using a cross
sectional design. The sample in this study were 52 people obtained by total sampling. The results of this
study indicate that there is an influence between the source of drinking water and the incidence of
stunting in toddlers, there is an effect of sanitation on the incidence of stunting, and there is an effect of
hygiene on the incidence of stunting in toddlers. The conclusion of this study is that sources of drinking
water, sanitation and hygiene are factors related to stunting status in toddlers in Indonesia. Health
promotion efforts and cross-sectoral collaboration in nutrition-sensitive interventions need to be
prioritized to reduce the increase in stunting cases in Indonesia.
ABSTRAK
Stunting masih menjadi permasalahn gizi yang dialami oleh balita didunia termasuk di
Indonesia. salah satu penyebab stunting dipengaruhi oleh lingkungan seperti sanitasi, sumber
air minum, dan hygiene. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh aspek
lingkungan terhadap kejadian stunting di Desa Temban. Jenis penelitian yang digunakan
kuantitatif dengan menggunakan desain Cross Sectional Study. Sampel balita dalam penelitian
ini sebanyak 52 orang yang diperoleh secara total sampling. Hasil penelitian ini menunjukan
bahwa ada pengaruh antara sumber air minum dengan kejadian stunting pada balita, ada
pengaruh sanitasi dengan kejadian stunting, serta ada pengaruh hygiene terhadap kejadian
stunting pada balita. Kesimpulan studi ini adalah sumber air minum, sanitasi, dan hygiene
merupakan faktor yang berhubungan dengan status stunting pada balita di Indonesia. Upaya
promosi kesehatan dan kerja sama lintas sektoral dalam intervensi gizi sensitif perlu
diprioritaskan untuk menekan peningkatan kasus stunting di indonesia .
PENDAHULUAN
Stunting merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan
gizi dan penyakit infeksi dalam waktu yang cukup lama, hal ini menyebabkan adanya gangguan
di masa yang akan datang yakni mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan
kognitif yang optimal. Anak Stunting mempunyai Intellegence Quotient (IQ) lebih rendah
dibandingkan rata-rata IQ anak normal.2
Stunting adalah suatu kondisi yang menggambarkan status gizi kurang yang memiliki
sifat kronis pada masa pertumbuhan dan perkembangan anak sejak awal masa kehidupan yang
dipastikan dengan nilai z-score tinggi badan menurut umur kurang dari minus dua standar
deviasi berdasarkan standar pertumbuhan menurut Word Health Organization.3
Masalah Malnutrisi di Indonesia merupakan masalah kesehatan yang belum bisa diatasi
sepenuhnya oleh Pemerintah. Hal ini terbukti dari data survei dan penelitian seperti Riset
Kesehatan Dasar Tahun 2020, yang menyatakan bahwa Prevalensi Stunting Severe (sangat
pendek) di Indonesia adalah 19,3%, lebih tinggi dibanding Tahun 2015 (19,2%) dan Tahun
2010 (18%).4
Asupan gizi yang dibutuhkan untuk mencegah stunting berupa asupan gizi yang baik saat
hamil, konsumsi tablet penambah darah yang cukup saat hamil, pemberian ASI kepada anak
selama 6 bulan pertama, dan dilanjutkan dengan makanan pendamping ASI yang tepat sampai
anak berusia 2 tahun. Faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap kejadian stunting adalah
kemampuan tenaga kesehatan dalam mendeteksi kondisi stunting sejak dini, kebersihan air dan
lingkungan, pola pengasuhan anak, tempat persalinan dan genetic Anak-anak pendek
menghadapi risiko yang lebih besar untuk tumbuh menjadi orang dewasa yang kurang
berpendidikan, miskin, kurang sehat dan lebih rentan terhadap penyakit tidak menular. Anak
pendek merupakan prediktor buruknya kualitas sumber daya manusia, yang selanjutnya
menurunkan kemampuan produktif suatu bangsa di masa yang akan dating.5
Bersasarkan laporan hasil Studi Status Gizi Balita di Indonesia (SSGBI) Pada Tahun
2019, Provinsi Sulawesi selatan menempati urutan ke-9 dengan prevalensi stunting sebesar 30,6
persen. Prevalensi stunting tertinggi terdapat di Kabupaten Enrekang yaitu sebesar 44,8
(Laporan Akhir Penelitian Studi Status Gizi Balita di Indonesia Tahun 2019, 2019). Sedangkan
prevalensi balita stunting berdasarkan laporan Pencatatan Dan Pelaporan Gizi Berbasis
Masyarakat (EPPGBM) Kabupaten Enrekang pada Bulan Agustus tahun 2020, menunjukkan
angka prevalensi stunting di 30 Desa Lokus Stunting sebanyak 22,01%. Dari 13 Kecamatan di
Kabupaten Enrekang, prevalensi stunting tertinggi pada Kecamatan Baraka Rata-rata di atas
40% (Laporan EPPBGM, 2020).
Status gizi adalah keadaan dimana gizi yang sangat kurang yag disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi
angka kecukupan gizi. Beberapa faktor yang menjadi penyebab status gizi balita dapat
digolongkan menjadi penyebab langsung yaitu konsumsi makanan dan penyakit infeksi
sedangkan penyebab tidak langsung yaitu ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, pola
asuh anak, sanitasi lingkungan, pelayanan Kesehatan, Pendidikan ibu, pekerjaan ibu,
pengetahuan gizi ibu, jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga dan kemiskinan. Sanitasi
lingkungan merupakan salah satu yang mempengaruhi status gizi. Gizi kurang bermula dari
kemiskinan dan lingkungan yang tidak sehat dengan sanitasi buruk. Di Kabupaten Enrekang
sendiri tingkat prevalensi stunting menjadi masalah serius, berdasarkan seluruh penjelasan
diatas maka tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh aspek lingkungan terhadap
khasus stunting di Desa Temban Kec.Enrekang Kab.Enrekang.
METODE
Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian jenis kuantitatif
dengan pendekatan analitik obervasional serta rancangan penelitian sekat silang (cross
sectional). Penelitian ini dilakukan di Desa Temban Kecamatan Enrekang Kabupaten
Enrekang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita di Desa Temban Kecamatan
Enrekang Kabupaten Enrekang yang berjumlah 52 balita dengan teknik pengambilan sampel
adalah total sampling. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner dengan
jumlah butir kuesioner yaitu sebanyak 24 Butir kuesioner.
HASIL
Karakteristik responden orang tua dan anak di Desa Temban Kecamatan Enrekang
Variabel Frekuensi Persentase
(n=52) (%)
Orang tua
Pendidikan
Tidak pernah sekolah 40 79,6
Tamat SD 3 5,8
Tamat SMP 2 3,8
Tamat SMA 7 13,5
Pekerjaan
Tidak bekerja 3 5,8
Petani/ nelayan/ buruh 9 17,3
Wiraswasta 17 32,7
PNS/ TNI/ Polri 12 23,1
Lainnya 11 21,2
Anak
Jenis kelamin
Laki-laki 23 44,2
Perempuan 29 55,8
Umur (bulan)
12 – 23 8 15,4
24 – 35 14 26,9
36 – 47 13 25,0
48 – 59 17 32,7
Riwayat Penyakit infeksi
Ya
Tidak 18 34,6
34 65,4
Jenis Penyakit infeksi
Diare 13 25,0
ISPA 5 9,6
Tidak 34 65,4
Tabel 1 Karakteristik responden orang tua dan anak
Tabel diatas menunjukan bahwa dari 52 orang responden, pendidikan orang tua yang
tidak pernah sekolah sebanyak 40 orang (76,9%) merupakan jumlah terbanyak, kemudian jenis
pekerjaan tertinggi adalah wiraswasta, yaitu 17 orang (32,7%). Adapun jenis kelamin anak laki-
laki sebanyak 23 orang (44,2%) sedangkan jumlah anak perempuan 29 orang (55,8%) dan usia
terbanyak adalah 2 tahun, yaitu 14 anak (26,9%). Kemudian, terdapat 18 balita yang pernah
mengalami penyakit infeksi, yang terdiri dari 13 balita (25%) mengalami diare, dan 5 balita
(9,6%) mengalami ISPA.
Karakteristik Status Stunting
Berdasarkan pada tabel 2 di atas, diketahui bahwa dari 52 balita terdapat 16 orang (30,8%)
yang mengalami stunting dan sebanyak 36 balita (69,2%) yang tidak stunting. Hal tersebut
menunjukkan bahwa jumlah balita stunting lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah balita
yang pertumbuhannya normal.
Analisis Univariat
Distribusi berdasarkan sumber air minum, sanitasi, dan hygiene
Variabel Frekuensi Persentase
(n=52) (%)
Sumber Air Minum
Baik 23 44,2
Cukup 20 38,5
Kurang 9 17,3
Sanitasi
Baik 23 44,2
Cukup 18 34,6
Kurang 11 21,2
Hygiene
Baik 22 42,3
Cukup 24 46,2
Kurang 6 11,5
Tabel diatas menunjukan bahwa distribusi responden berdasarkan sumber air minum di
Desa Temban dari 52 responden terdapat 9 orang (17,3%) dalam kategori kurang, 20 orang
(38,5%) cukup, dan sebanyak 23 orang (44,2%) memiliki sumber air minum yang baik.
Kemudian, terdapat 23 orang (44,2%) dengan tingkat sanitasi yang baik, dan hanya 11 orang
(21,2%) dengan sanitasi yang kurang mendukung. Begitu pula pada variabel hygiene, diketahui
bahwa sebanyak 24 orang (46,2%) telah memiliki hygiene yang cukup, dan hanya 6 orang
(11,5%) dengan tingkat hygiene yang kurang.
Analisis Bivariat
Pengaruh sumber air minum dengan kejadian stunting pada balita
Stunting
Sumber air
Ya Tidak
Total value
Minum
n % n % N %
Baik 0 0.0 23 44.2 23 44.2
Cukup 7 13.5 13 25.0 20 38.5
0,000
Kurang 9 17.3 0 0.0 9 17.3
Berdasarkan hasil tabulasi silang diatas, analisis dengan uji statistik Chi-Square di dapat
p value = 0.000 (p < α 0,05) maka hipotesis Ha diterima yang berarti ada pengaruh yang
signifikan antara sumber air minum dengan kejadian stunting pada balita usia 0-59 bulan di
Desa Temban Kecamatan Enrekang Kabupaten Enrekang Tahun 2022.
Pengaruh sanitasi dengan kejadian stunting pada balita
Stunting
Total value
Sanitasi Ya Tidak
n % n % n %
Baik 0 0.0 23 44.2 23 44.2
Cukup 6 11.5 12 23.1 18 34.6 0,000
Kurang 10 19.2 1 1.9 11 21.2
Stunting
Total value
Ya Tidak
Hygiene
n % n % N %
Baik 0 0.0 22 42.3 22 42.3
Cukup 10 19.2 14 26.9 24 46.2 0,000
Kurang 6 11.5 0 0.0 6 11.5
Berdasarkan hasil tabulasi analisis dengan uji statistik Chi-Square di dapat p=0.000 (p <
α 0,05), maka hipotesis Ha diterima yang berarti ada pengaruh yang signifikan antara sumber
air minum dengan kejadian stunting pada balita usia 0-59 bulan di Desa Temban Kecamatan
Enrekang Kabupaten Enrekang Tahun 2022.
PEMBAHASAN
Pengaruh sumber air minum terhadap kejadian Stunting
Air minum harus mendapat perhatian khusus. Hendaknya air minum dijaga agar tidak
mudah tercemar oleh bahan-bahan berbahaya, sehingga bila air minum diragukan
keamanannya, sebaiknya direbus sampai mendidih. Air yang memenuhi syarat untuk diminum
adalah air yang tidak berasa, tidak berbau, tidak mengandung zat yang berbahaya dan jernih .36
Dengan menangani akar masalah penyebab penyakit tentunya air minum dan sanitasi dapat
mengurangi perasalahan penyakit secara global akibat lingkungan.37
Sumber air minum yang tergolong tidak terlindung adalah air yang berasal dari sungai,
sumur dan penampungan air hujan. Sedangkan sumber air terlindung adalah yang berasal dari
PDAM dan air mineral dalam kemasan/air isi ulang. Air yang tidak terlindung dapat
mempengaruhi kesehatan salah satunya adalah penyakit diare, balita dengan riwayat diare
dalam 2 bulan terakhir berisiko mengalami stunting daripada balita tanpa riwayat diare dalam
waktu 2 bulan terakhir karena diare yang terjadi pada balita dapat menghalangi asupan nutrisi
adekuat yang diperlukan dalam pertumbuhannya.38
Sebanyak 17,3% masyarakat di Desa Temban menggunakan sumur gali sebagai sumber
air minum dengan tingkat risiko cemaran yang tinggi. Hal ini menyebabkan buruknya kualitas
air yang dikonsumsi. Air minum yang tercemar mengandung mikroorganisme pathogen dan
bahan kimia lainnya yang mengakibatkan anak mengalami diare yang memicu Environmental
Enteric Dysfunction (EED). Hal ini didukung dengan data yang menunjukkan terdapat 13 anak
yang mengalami diare. Kondisi tersebut menyebabkan sistem pencernaan tidak maksimal
dalam menyerap nutrisi sehingga balita rentan mengalami stunting.
Hasil penelitian ini memiliki kesamaan dengan hasil temuan penelitian di Ethiopia yang
juga dilakukan terhadap variabel sumber air minum. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa
sumber air minum berhubungan dengan kejadian stunting pada anak balita. Batiro, et
mengungkapkan bahwa konsumsi air dari sumber yang tidak layak, meningkatkan resiko
kejadian stunting tujuh kali pada anak.
Penelitian lain menemukan sumber air minum yang tidak aman, jarak sumber air dari
tempat pembuangan, kuantitas, kualitas, penyimpanan, pengolahan dan keterjangkuan air
berhubungan dengan kejadian stunting pada balita. Air minum yang tidak memenuhi syarat
berasal dari sumber tidak memenuhi syarat, jarak sumber air terlalu dekat dengan jamban, air
yang tidak di olah sebelum dikonsumsi dapat menyebabkan penyakit infeksi pada anak yang
berakibat terhambatnya penyerapan nutrisi.38
Hygiene dan sanitasi lingkungan memiliki peranan penting yang cukup dominan dalam
penyediaan lingkungan yang mendukung kesehatan anak balita dan tumbuh kembangnya.
Kebersihan perorangan maupun lingkungan memegang peranan penting dalam timbulnya
penyakit. Akibat dari kebersihan yang kurang adalah anak balita akan sering sakit, misalnya
diare, kecacingan, tifus, hepatitis, demam berdarah, dan sebagainya. Penelitian Fikru dan
Doorslaer, (2019), di 13 provinsi Indonesia menemukan bahwa rumah tangga yang memiliki
sanitasi yang baik berkontribusi positif dalam mengurangi angka kejadian stunting dan stunting
berat pada anak balita di Indonesia di tahun 2007-2014.
Analisis data IFLS (Indonesian Family Life Survey) tahun 2014 mengenai stunting dan
sanitasi, menunjukkan bahwa kualitas air dan sanitasi yang buruk dapat memicu timbulnya
penyakit-penyakit terutama infeksi akut yang menyebabkan pertumbuhan anak yang tidak
optimal. Pemanfaatan sanitasi memiliki hubungan yang signifikan terhadap kejadian stunting
pada balita yaitu sarana air bersih, jamban keluarga, sarana cuci tangan pakai sabun, sarana
pengelolaan limbah cair rumah tangga, dan sarana pengelolaan sampah padat.39
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara sanitasi dengan
kejadian stunting. Temuan tersebut senada dengan temuan Rah., et al (2015), yang juga meneliti
secara cross sectional terhadap keterkaitan sanitasi dengan stunting. dijabarkan bahwa akses
keluarga terhadap fasilitas toilet yang memadai dapat mengurangi kejadian stunting pada anak
usia 0-23 bulan mencapai 16-39%. Dodos et al., (2017), menjelaskan bahwa sanitasi menjadi
perhatian dalam penanganan stunting pada anak dimulai dari pembangunan konstruksi jamban
yang memenuhi syarat kesehatan, mengurangi kebiasaan buang air besar sembarangan yang
dilakukan oleh individu, pembuangan tinja balita pada jamban dan memperhatikan kebersihan
lingkungan dengan tetap memperhatikan intervensi gizi spesifik.11
Salah satu faktornya adalah kepemilikan jamban. Kepemilikan jamban yang tidak
memenuhi standar akan memicu penyakit infeksi dikarenakan higiene dan sanitasi yang buruk
sehingga dapat menghambat penyerapan zat gizi dalam pencernaan yang akan mempengaruhi
pertumbuhan balita.
Selain itu, pengelolaan limbah juga mempengaruhi kejadian stunting. Air limbah dapat
membahayakan manusia dan lingkungan karena terdapat zat dan bahan yang berbahaya. Air
limbah yang tidak dibuang pada saluran yang kedap air dan memenuhi syarat, maka akan
mencemari sumber air bersih. Pencemaran air bersih berpotensi untuk menimbulkan penyakit
infeksi yang menyebabkan balita rentan mengalami stunting.
tidak sesuai dengan waktu yang dianjurkan yaitu 15-20 detik. Padahal melalui tangan yang
kotor penyakit dapat secara oral karena menyentuh makanan saat tangan kotor sehingga
kontaminasi bakteri menempel pada makanan dan termakan sehingga hal ini berpotensi
menimbulkan penyakit infeksi yang mempengaruhi pertumbuhan pada balita.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan penelitian ini yaitu terdapat pengaruh sumber air minum terhadap kejadian
stunting pada balita di Desa Temban Kecamatan Enrekang, terdapat pengaruh sanitasi terhadap
kejadian stunting pada balita di Desa Temban Kecamatan Enrekang dan terdapat pengaruh
hygiene terhadap kejadian stunting pada balita di Desa Temban Kecamatan Enrekang.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, terdapat beberapa saran yang peneliti dapat
sampaikan sebagai berikut: Perlunya penggunaan air minum yang memenuhi syarat dan
bersumber dari air yang tidak mudah tercemar oleh lingkungan. Sebaiknya mengonsumsi air
yang diolah dari depot air minum isi ulang galon/kemasan dan Masyarakat memperhatikan dan
menjaga kebersihan sanitasi lingkungan seperti jamban sehat, penggunaan SPAL yang tertutup,
pengelolaan sampah yang baik, serta menjaga kebersihan diri (personal hygiene).
DAFTAR PUSTAKA
1. Adriany, F., Hayana, Nurhapipa, Septiani, W., & Sari, N. P. (2021). Hubungan Sanitasi
Lingkungan dan Pengetahuan dengan Kejadian Stunting Pada Balita di Wilayah
Puskesmas Rambah. Jurnal Kesehatan Global, Vol. 4, No. 1, 17.
3. RISKESDAS, (2020). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2020.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
7. Cholifatun Ni'mah dan Lailatul Muniroh. (2020). Faktor Resiko Lingkungan Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Di Wilayah Kerja Puskesmas Cangadi.
Citizen-Based Mar Debris Collect Train Study case Pangandaran, 2(1):56–61.
8. Yuni, Dian Pratiwi. (2020). Dampak Pencemaran Logam Berat (Timbal, Tembaga,
Merkuri, Kadmium, Krom) Terhadap Organisme Perairan dan Kesehatan Manusia.
Jurnal Akuatek. Vol. 1, No. 1 : 59-65.
9. Lawaceng, C., & Rahayu, A. Y. S. (2020). Tantangan Pencegahan Stunting pada Era
Adaptasi Baru “New Normal” melalui Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten
Pandeglang. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia: JKKI, 9(3), 136-146.
10. UTAMI, Windasari. (2020). Analisis Market Overreaction terhadap Harga Saham
pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia pada Tahun 2015-2018. Skripsi thesis. Universitas Jenderal Soedirman.
11. Olo, A., Mediani, H. S., & Rakhmawati, W. (2020). Hubungan Faktor Air dan Sanitasi
dengan Kejadian Stunting pada Balita di Indonesia. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan
Anak Usia Dini, 5(2), 1113–1126.
12. L. Rosliana, B. Mulyadi, and M. Anggreni. (2021) "Mengenal Gaya Hidup Sehat Ala
Orang Jepang Di Masa Pandemi Covid-19 (Pengabdian Mandiri di RT 07/ RW XIII
Kelurahan Jatisari Kecamatan Mijen Semarang)," Harmoni: Jurnal Pengabdian
Kepada Masyarakat, vol. 5, no. 2, pp. 12-17, Oct.
2021. https://doi.org/10.14710/hm.5.2.12-17
13. P.Widya. (2020). Hubungan Antara Praktik Pemberian Makanan, Perawatan kesehatan
dan Kebersihan Anak dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 1-2 Tahun Di Wilayah
Kerja Puskesmas Oebobo Kota Kupang. Jurnal Wiyata. 151.
14. Hasanah. Nur (2020). Sanitasi Penyediaan Air Bersih dengan Kejadian Stunting pada
Balita. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Masyarakat Indonesia, 17-25.
15. Primayana. (2020). Personal Hygiene Dan Sanitasi Lingkungan Berhubungan dengan
Kejadian Stunting di Desa Wukirsari Kecamatan Cangkringan. Pros Semin Nas
Multidisiplin Ilmu, 1(2):49–55.
16. Kemendesa RI, (2021). Pusat Data Desa Indonesia, Data Desa Indonesia, Desa
Membangun Indonesia. www. Kemendesa. go.id
17. Kamali Zaman, (2021). Personal Hygiene dan Sanitasi Lingkungan Berhubungan
dengan kejadian Stunting di Desa Wukirsari Kecamatan Cangkringan. Seminar
Nasional Unriyo.
18. Muhammad Naufal, (2021). Pengaruh Promosi Kesehatan terhadap Pengetahuan Ibu
mengenai Stunting di Desa Tanjung Wangi Tahun 2021.
19. Muhammad Fath’sahri, (2021). Analisis Kinerja petugas Kesehatan dalam Penemuan
Kasus Baru Stunting pada balita di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan
Komering Ulu Tahun 2021.
21. Riska Pratiwi, (2021). Indonesian Journal of Public Health and Nutrition, 1(1):101–13.
22. Ismail. (2010). Pengaruh Pendidikan Kesehatan dengan Media Flipchart terhadap
Pengetahuan dan Sikap Ibu tentang Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Sp. Padang
Kabupaten OKI.
23. Notoatmodjo. (2003). Hubungan Sanitasi Lingkungan Rumah Tangga dengan Kejadian
Stunting Pada Anak Balita di Puskesmas Wonomulyo Kabupaten Polewali Mandar
Tahun 2019. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5
24. Prasanti & Fuady. (2017). Analisis Kinerja Petugas Kesehatan Dalam Penemuan Kasus
Baru Stunting Pada Balita Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan
Komering Ulu Tahun 2021. 115–21.
25. Rahman & Patilaiya. (2018). Pendidikan Kesehatan terhadap Sikap dan Perilaku
Personal Hygiene Gigi dan Mulut Anak Usia Sekolah di SD Negeri Payung. Jurnal
Care.
26. Desfandi. (2015). Analisis Komitmen Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman dalam
Mengatasi Masalah Stunting Berdasarkan Nutrition Commitment Index 2018. Jurnal
Kesehatan Andalas. 8(2):233.
27. Marsanti. (2018). Faktor Risiko Lingkungan dengan Kejadian Stunting di Wilayah
Kerja Puskesmas Cangadi. The Indonesian Journal Of Health Promotion.
28. Chandra. (2007). Hubungan Faktor Lingkungan Dan Perilaku Dengan Kejadian
Stunting Pada Balita: Scoping Review. Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia Vol 16
No 1, 160-161.
29. Riyadi. (2016). Diktat Dasar-dasar Kesehatan Lingkungan. Bali: Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.
30. Sinatrya, A. K., & Muniroh, L. (2019). Hubungan Faktor Water, Sanitation, dan
Hygiene (WASH) dengan Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Kotakulon. Amerta
Nutrition, 166-167.
31. Syaifudin. (2012). Hubungan Hygiene dan Sanitasi Lingkungan terhadap Kejadian
Stunting pada Balita di Desa Kurma. Journal Peqguruang: Conference Series/Volume
3, Nomor 2,, 495-501.
32. Hidayat & Uliyah. (2012). Pendek (Stunting) di Indonesia: Masalah dan Solusinya.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
33. Kemenkes RI, (2018). Penyebab stunting pada anak. www. Kemenkes.go.id
34. Apriluana, G. And Fikawati (2018). ‘Analisis Faktor-Faktor Risiko Terhadap Kejadian
Stunting Pada Balita (0-59 Bulan) Di Negara Berkembang Dan Asia Tenggara’, Media
litbangkes,28 (4), pp. 247-256. Availabe at ;http: //ejournal2. litbang. kemenkes.
go.id/index.php/mpk/article /view/472/537
37. Aisah S, Ngaisyah RD, Rahmuniyati ME. Personal hygiene dan sanitasi lingkungan
berhubungan dengan kejadian stunting di desa Wukirsari kecamatan cangkringan. Semin
Nas UNRIYO. 2019;49–55.
38. Hasan A, Kadarusman H, Sutopo A. Air Minum, Sanitasi, dan Hygiene sebagai Faktor
Risiko Stunting di Wilayah Pedesaan. J Kesehat. 2022;13(2):299–307.
39. Astuti YR. Pengaruh Sanitasi dan Air Minum Terhadap Stunting di Papua dan Papua
Barat. J Ilmu Kesehat. 2022;16(3):261–7.
40. Rahayu B, Darmawan S. Hubungan karakteristik balita, orang tua, higiene dan sanitasi
lingkungan terhadap stunting pada balita. 2019;1(April):22–7.
41. Rusdi PHN. Hubungan personal hygiene dengan kejadian stunting pada balita. Hum Care
J. 2022;7(2):369–74.
42. Ilahi W, Suryati Y, Noviyanti, Mediani HS, Rudhiati F. Analisis pengaruh wash (water,
sanitation and hygiene) terhadap kejadian stunting pada balita. J Keperawatan Silampari.
2022;6(1):455–65.