Prosiding Aiptlmi 2022 - Ar Fa DT Yt
Prosiding Aiptlmi 2022 - Ar Fa DT Yt
Prosiding Aiptlmi 2022 - Ar Fa DT Yt
Anindita Riesti Retno Arimurti 1* · Fitrotin Azizah 1 · Dita Artanti 1 · Yeti Eka
Sispita Sari1
1
Prodi DIII Teknologi Laboratorium Medis, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Surabaya, Jawa Timur, Indonesia
e-Mail : [email protected]
No Tlp WA : +6281216140525
Abstract
Indonesia is a country with a tropical climate with high humidity. The high
humidity in Indonesia causes high cases of fungal infections. One of the factors that
cause fungal infection is work. Work that requires being in a humid area, can lead to
fungal infections. Fungal infections in humans can be divided into two, namely
dermatophytosis and non-dermatophytosis. Dermatophytosis is a superficial fungal
infection that attacks the keratinized part of the skin, nails and hair and is caused by 3
genera, namely Microsporum, Epidermophyton, and Trichophyton. While
non-dermatophytosis is a fungal infection of the outermost skin or this type of fungal
infection does not reach the keratinized tissue. Non-dermatophyte fungi include
Aspergillus sp., Malessezia furfur. Due to dermatophyte and non-dermatophyte fungal
infections, namely itching of the skin or earlobe. This study aims to isolate and identify
dermatophyte and non-dermatophyte fungi on cotton swabs of the feet of cleaning
workers at a university in Surabaya. The results of the swab were planted on SDA media
and then incubated for 7 days and then asked. The results obtained, that from 22
hygiene workers, 45.45% were positively infected with dertamophyte and
non-dermatophyte fungi, namely 1 sample was infected with dermatophyte fungi
(Trichophyton sp.), 1 sample was positive for non-dermatophyte fungal infection, namely
Malessizia fulfur, and the remaining 38 samples were infected. Aspergillus sp.
Abstrak
Tingginya kelembababan di Indonesia menyebabkan tinggi pula kasus infeksi jamur.
| 351
Salah satu faktor penyebab terinfeksi jamur yaitu pekerjaan. Pekerjaan yang mengharuskan
berada di daerah lembab, bisa rentan terinfeksi jamur. Salah satu pekerjaan yang rentan
terinfeksi jamur yaitu pekerja kebersihan. Infeksi jamur pada manusia dapat dibedakan
menjadi dua yaitu dermatofitosis dan non dermatofitosis. Dermatofitosis adalah infeksi jamur
superfisial yang menyerang bagian keratin dari kulit, kuku dan rambut dan disebabkan oleh 3
genus, yaitu Microsporum, Epidermophyton, dan Trichophyton. Sedangkan non dermatofitosis
adalah infeksi jamur pada kulit bagian paling luar atau infeksi jenis jamur ini tidak sampai
jaringan keratin. Jamur non dermatofita antara lain Aspergillus sp., Malessezia furfur. Akibat
infeksi jamur dermatofita dan non dermatofita yaitu gatal pada kulit atau daun telinga.
Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi jamur dermatofita dan non
dermatofita pada swab cotton kaki pekerja kebersihan di salah Satu univeritas di Surabaya.
Hasil swab ditanam pada media SDA kemudian selama 7 hari diinkubasi kemudian diperiksa
secara makroskopis dan mikroskopis. Hasil yang didapatkan, bahwa dari 22 pekerja
kebersiahan 45,45% positif terinfeksi jamur dertamofita dan non dermatofita, yaitu 1 sampel
terinfeksi jamur dermatofita (Trichophyton sp.), 1 sampel positif terinfeksi jamur non
dermatofita yaitu Malessizia fulfur, dan sisanya sebanyak 38 sampel terinfeksi Aspergillus sp.
PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara yang beriklim tropis dimana negara tropis
memiliki kelembapan yang cukup tinggi. Dengan adanya kelembapan tersebut,
jamur bisa mudah untuk menyebar luas dan menginfeksi. Kulit merupakan
tempat yang mudah terinfeksi oleh jamur. Infeksi jamur yang menyebabkan
penyakit kulit sering dijumpai di negara tropis dikarenakan adanya udara yang
lembab sehingga mendukung berkembangnya jamur kulit (Rahman, Jusak and
Sutomo, 2016).
Salah satu faktor penyebab terinfeksi jamur yaitu pekerjaan. Pekerjaan
yang mengharuskan berada di daerah lembab, bisa menyebabkan terinfeksi
jamur. Terlebih kurangnya alat pelindung diri mengharuskan kaki dan tangan
pekerja kebersihan kontak langsung dengan area yang berlumpur dan berair.
Selain itu, Personal Hygiene diperlukan dalam kenyamanan individu,
keamanan dan kesehatan. Semua itu bentuk upaya untuk meningkatkan
352 |
kesehatan diri. Kebersihan diri tidak hanya penting bagi kita, namun juga bagi
orang di sekitar kita (Arimurti dkk, 2021). Salah satu pekerjaan yang dapat
terinfeksi jamur yaitu pekerja kebersihan atau biasanya disebut office
boy/girl.
Infeksi jamur kulit dapat dibedakan menjadi dua, yaitu dermatofitosis
dan non dermatofitosis. Dermatofitosis adalah penyakit yang disebabkan oleh
kolonisasi jamur dermatofit yang dapat menyerang jaringan yang mengandung
keratin misalnya stratum korneum kulit, kuku dan rambut pada manusia.
Microsporum, Epidermophyton, Trichophyton merupakan tiga genus dari
dermatofitosis. Sepanjang tahun 2016, didapatkan 6.776 total kasus
dermatomikosis dengan kasus dermatofitosis 5.772 kasus berdasarkan
penelitian yang dilakukan di Jepang (Warouw, Kairupan and Suling, 2021).
Infeksi dermatofitosis di Indonesia menduduki urutan kedua setelah pityriasis
versikolor (Pravitasari et al., 2019). Dari seluruh prevalensi tersebut, yang
paling sering terjadi pada pekerja biasanya disebabkan oleh Trichophyton
rubrum yang menyebabkan penyakit Tinea pedis (Muhtadin and Latifah, 2018).
Trichophyton rubrum merupakan spesies antrofilik, dimana biasanya
mendiami tanah untuk menguraikan zat keratin.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Supriyatin (2017), terdapat 6
orang pekerja cuci steam motor atau mobil di desa Arjawinangun Kabupaten
Cirebon yang positif terkena penyakit tinea pedis dimana pekerja cuci steam
kerap memakai sepatu dalam jangka waktu yang lama sehingga membuat kulit
kaki lembab. Pada penelitian Hardika (2016), terdapat juga kasus
Trichophyton rubrum penyebab penyakit tinea pedis dimana ada 4 petani
Dusun Barong Sawahan Kabupaten Jombang yang mengeluhkan adanya timbul
rasa gatal, merasa nyeri dan tak kunjung sembuh hingga merasa tidak nyaman
yang disebabkan penggunaan alas kaki tertutup. Selain itu, tinea corpuris
merupakan contoh penyakit lain yang disebabkan Trichophyton rubrum.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Riani (2017), sebanyak 94 orang
responden di Desa Nelayan Wilayah Kerja Puskesmas Jambu Kabupaten Rokan
| 353
Hilir Tahun 2016 yang menderita tinea corpuris akibat dari personal hygiene
yang kurang bersih dan beberapa faktor lainnya.
Sedangkan non dermatofitosis merupakan infeksi jamur pada kulit bagian
terluar. Hal ini disebabkan jenis jamur penyebab infeksi non dermatofitosis
tidak dapat mengeluarkan zat yang dapat mencerna keratin kulit. Salah satu
contoh infeksi non dermatofitosis adalah otomikosis. Otomikosis adalah infeksi
telinga yang disebabkan oleh jamur, atau infeksi jamur yang superfisial ada
kanalis auditorius eksternus atau liang telinga bagian luar. Infeksi telinga ini
dapat bersifat akut, dan subakut, dengan tanda khas adanya inflamasi, rasa
gatal, dan ketidaknyamanan. Mikosis ini menyebabkan adanya pembengkakan,
pengelupasan epitel superfisial, adanya penumpukan debris yang berbentuk
hifa, disertai supurasi dan nyeri. Pada 80% kasus otomikosis disebabkan oleh
Aspergillus, diikuti dengan Candida sebagai penyebab kedua tersering pada
otomikosis. Spesies Aspergillus yang paling sering ditemukan adalah
Aspergillus niger, sementara spesies jamur lain yang umum dijumpai pada
otomikosis adalah Aspergillus flavus, Aspergillus fumigatus, Aspergillus
terreus, Candida albicans, dan Candida parapsilosis (Marlinda & Aprilia,
2016).
Selain otomikosis, contoh non dermatofitosis yaitu Pityriasis versicolor
atau yang biasa disebut panu. Pityriasis versikolor adalah infeksi ringan yang
sering terjadi disebabkan oleh Malasezia furfur. Penyakit jamur kulit ini
adalah penyakit yang kronik dan asimtomatik ditandai oleh bercak putih
sampai coklat yang bersisik. Kelainan ini umumnya menyerang badan dan
kadang- kadang terlihat di ketiak, sela paha,tungkai atas, leher, muka dan
kulit kepala (Mardiana dan Farhan, 2018)
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti ingin meneliti tentang “Isolasi dan
Identifikasi Jamur Dermatofita dan Non Dermatofita Pada Pekerja Kebersihan
Di Salah Satu Universitas Di Surabaya”.
354 |
Metode
Penelitian ini dilakukan dengan cara menanam hasil swab cotton sela
jari kaki pekerja kebersihan pada media Sabouraud Dextrose Agar (SDA),
| 355
kemudian diinkubasi di suhu ruang selama kurang lebih 7 hari dan dilanjutkan
pemeriksaan secara mikroskopis.
Alat dan Bahan
Persiapan pengambilan sampel menggunakan alat dan bahan yaitu :
cotton swab steril, scapel steril, tempat sampel, sampel swab kulit, media
Sabouraud Dextrose Agar (SDA). Lactophenol cotton blue (LCB), Pz 0,9%,
objek glass, label atau spidol, ose bulat, ose jarum, neraca triple beam
(timbangan), petri disk, pengaduk, erlenmeyer, pipet tetes, api spirtus, oil
immersion, aquadest steril, tissue lens, mikroskop, gelas beaker, pinset, gelas
arloji, Erlenmeyer, gelas ukur, beaker glass, objek glass, cover glass, kertas
pH, oven, inkubator.
Prosedur
a. Teknik Sampling Swab Sela Jari Kaki
1. Menyediakan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Memasukkan caton swab pada Pz steril.
3. Mengusap lidi kapas steril secara memutar pada sela-sela jari kaki.
4. Menanam sampel sela- sela jari kaki pada media SDA.
b. Pembuatan Media SDA
1. Menyiapkan alat dan bahan yang di perlukan.
2. Menimbang media SDA sebanyak 28,6 gram dengan neraca tripel
0,1.
6. Menutup Erlenmeyer dengan bulatan kapas dan kasa untuk disterilkan
pada autoclave dengan suhu 121°C selama 15 menit.
7. Membuat larutan kloramfenicol Sebanyak 250 mg, kemudian
melarutkan dengan 10 ml pz didalam beaker glas. Setelah media
sudah di autoclave mencampurkan 0,88 ml kloramfenicol yang telah
diencerkan sebelumnya kedalam media SDA. Perhitungan pengbilan
HASIL
Media SDA yang telah diinkubasi selama kurang lebih 7 hari, kemudian
diamati secara makroskopis untuk melihat ciri – ciri koloni yang tumbuh pada
media SDA. Pengamatan yang dilakukan meliputi bentuk koloni, warna koloni,
| 357
tekstur koloni, garis radial, dan tetes eksudat. Setalah diamati secara
makroskopis dilanjutkan pengamatan secara mikroskopis untuk melihat lebih
detail ciri – ciri jamur yang ditemukan pada tiap – tiap media.
Gambar 1. Hasil Pertumbuhan Jamur Hasil Swab Cotton Sela Jari Kaki Pekerja Kebersihan Di
Salah Satu Universitas di Surabaya
Dari Gambar 1., ditemukan ciri – ciri dari koloni kapang, yaitu terdapat
kumpulan hifa atau misellium yang teksturnya ada yang seperti kapas atau
bludru, warna koloni ada yang berwarna putih, kekuningan, dan hijau
kehitaman. Sedangkan berdasarkan hasil pengamatan mikroskopis, didapatkan
hasil adanya hifa baik bersekat maupun tidak bersekat, sterigma,serta adanya
spora dan mikrospora.
Berdasarkan hasil pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis,
didapatkan hasil pada tabel 1. Berikut :
Tabel 1. Hasil Identifkasi jamur swab cotton Sela Jari Kaki Pekerja Kebersihan di Salah Satu
Universitas di Surabaya
4 K4
5 K5 + Aspergillus sp.
6 K6 + Aspergillus sp.
dan Malessizia
furfur
7 K7 + Aspergillus sp.
8 K8 + Aspergillus sp.
9 K9
10 K10 + Aspergillus sp.
11 K11
12 K12 + Aspergillus sp.
13 K13
14 K14
15 K15
16 K16
17 K17 + Trichophyton sp.
18 K18
19 K19
20 K20
21 K21 + Aspergillus sp.
22 K22 + Aspergillus sp.
Total 10 12
Gambar 2. Diagram Persentase Pekerja Kebersihan yang Terinfeksi Jamur Dermatofita dan Non
Dermatofita di Salah Satu Universitas di Surabaya
Dari Gambar 2. diketahui bahwa, persentase infeksi jamur dermatofita
dan non dermatofita dari swab cotton sela jari kaki pekerja kebersihan di
salah satu Universitas di Surabaya sebesar 45,45% dari total sampel 12 pekerja
kebersihan.
DISKUSI
Menurut hasil penelitian pada Gambar 1., pada pemeriksaan
makroskopis ditemukan ciri – ciri dari koloni kapang, yaitu terdapat kumpulan
hifa atau misellium yang teksturnya ada yang seperti kapas atau bludru,
warna koloni ada yang berwarna putih, kekuningan, dan hijau kehitaman.
Sedangkan berdasarkan hasil pengamatan mikroskopis dengan perbesaran
lensa objektif 40x dan penambahan reagen Lactophenol Cotton Blue (LCB),
didapatkan hasil adanya hifa baik bersekat maupun tidak bersekat,
sterigma,serta adanya spora dan mikrospora.
Berdasarkan hasil pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis,
pada sampel K17 ditemukan jamur Trichophyton sp. Secara makroskopis, ciri –
ciri Trichophyton sp. yang ditemukan pada sampel K17 yaitu, koloni berwarna
putih, bertekstur seperti kapas, tidak ada tetes eksudat. Dibawah mikroskop,
koloni pada sampel K17 ditemukan hifa bertekstur halus dan memiliki
360 |
KESIMPULAN
UCAPAN TERIMAKASIH
KONFLIK KEPENTINGAN
Pada artikel ini tidak ada konflik kepentingan kepada siapapun baik
secara personal maupun secara institusi.
REFRENSI
Ariibaturrosmiyati, Zakiudin, A. (2015) ‘Perilaku Kebersihan Diri (Personal
Hygiene) Santri di Pondok Pesantren Wilayah Kabupaten Brebes’, Jurnal
Promosi Kesehatan Indonesia, 11(2), pp. 64–83.
Marlinda, L., & Aprilia, E. (2016). Otomikosis Auris Dekstra pada Perenang.
Medula Unila, 6(1), 67–71.
Warouw, M.W.., Kairupan, T.S. And Suling, P.L. (2021) ‘Efektivitas Anti Jamur
Sistemik Terhadap Dermatofitosis’, Jurnal Biomedik (Jbm), 13(2), Pp.
185–191. Doi:10.35790/Jbm.13.2.2021.31833.