5a - Aisyah Nuraeni - Perspektif Islam Pada Kepercayaan Lokal Sunda Terhadap Kajian Mantra Berkelahi Atau Jampi Gelut
5a - Aisyah Nuraeni - Perspektif Islam Pada Kepercayaan Lokal Sunda Terhadap Kajian Mantra Berkelahi Atau Jampi Gelut
5a - Aisyah Nuraeni - Perspektif Islam Pada Kepercayaan Lokal Sunda Terhadap Kajian Mantra Berkelahi Atau Jampi Gelut
ABSTRACT
Basically, humans need aform of belief in supernatural powers. This belief creates
avalue system that sustains adynamic culture. The history of human belief has
documented the development of belief systems of supernatural beings such as
dynamism and animism for thousands of years. This is considered the beginning
of human belief, but believes in animism and dynamism. To this day, in the eraof
globali ation and technological progress, this belief exists in many areas of life.
This belief is not identical with ancient humans, but the phenomenality remains
the same, as seeking help from ashaman. This study uses aqualitative research
method accompanied by aqualitative descriptive type in the form of field research
(field research ) ie datacollection by conducting research where the symptoms are
studied, describe and describe the circumstances and phenomenamore clearly
about the situation or circumstances that occur by plunging directly into the field
to search for data. The purpose of descriptive qualitative research is to obtain
awhole picture of something according to the actual circumstances in the field. Its
characteristics use the environment as adatasource, have analytic descriptive
properties, pressure on the process, are inductive, and prioriti e its belief system.
The focus of his research is related to the viewpoints of the individuals studied,
detailed descriptions of the context, sensitivity to the process and so on. The
datasources in this study consist of humans, situations or events, and
documentation. The results of the study state that the community must believe in
alternative treatments such as physicians or shamans as the inheritance of the
ancestors but the community must also be able to balance between existing
cultural heritage and belief in religion and society must keep the religious values
that are possessed that those who heal are not shamans but Allah SWT.
Keyterms: Trust, Religion, Shaman or Physician
ABSTRAK
Pada dasarnya, manusia membutuhkan suatu bentuk kepercayaan pada
kekuatan supernatural. Keyakinan ini menciptakan sistem nilai yang menopang
budaya yang dinamis. Sejarah ikepercayaan imanusia itelah imendokumentasikan
perkembangan isistem ikepercayaan imakhluk igaib iseperti idinamisme idan
animisme iselama iribuan itahun. iIni idianggap isebagai iawal idari ikepercayaan
manusia, itetapi ipercaya ipada ianimisme idan idinamisme. iSampai ihari iini, idi
era iglobalisasi idan ikemajuan iteknologi, ikepercayaan iini iada idi ibanyak
bidang ikehidupan. iKeyakinan iini itidak iidentik idengan imanusia ipurba, itetapi
fenomenanya itetap isama, iseperti imencari ibantuan idari idukun. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif disertai dengan tipe deskriptif kualitatif
berupa penelitian lapangan (field research) yaitu pengumpulan data dengan
melakukan penelitian ditempat terjadinya gejala yang diteliti, memaparkan dan
menggambarkan keadaan serta fenomena secara lebih jelas mengenai situasi atau
keadaan yang terjadi dengan terjun langsung ke lapangan untuk mencari data.
Tujuan ipenelitian ikualitatif ideskriptif iyaitu iuntuk imemperoleh igambaran
seutuhnya imengenai isuatu ihal imenurut ikeadaan isebenarnya idilapangan.
Karakteristiknya imenggunakan ilingkungan isebagai isumber idata, imemiliki
sifat ideskriptif ianalitik, itekanan ipada iproses, ibersifat iinduktif, idan ilebih
mengutamakan isistem ikepercayaannya. iFokus ipenelitiannya iyaitu iberkaitan
dengan isudut ipandang iindividu-individu iyang iditeliti, iuraian irinci itentang
konteks, isensitivitas iterhadap iproses idan isebagainya. iSumber idata idalam
penelitian iini iterdiri idari imanusia, isituasi iatau iperistiwa, idan idokumentasi. i
iHasil ipenelitian imenyatakan ibahwa imasyarakat iboleh imeyakini itentang
ipengobatan ialternatif iseperti itabib iatau idukun isebagai iwarisan inenek
imoyang itetapi imasyarakat ijuga iharus idapat imenyeimbangkan iantara
peninggalan budaya yang ada dengan kepercayaan terhadap agama dan
masyarakat harus tetap menjaga nilai-nilai agama yang dimiliki bahwa yang
menyembuhkan bukan dukun tetapi Allah SWT.
Kata kunci : Kepercayaan, Agama, Dukun atau Tabib
PENDAHULUAN
Secara psikologi, masyarakat awam cenderung mendahulukan emosi daripada
nalar. Kondisi iyang idemikian iitu imemberi ipeluang ibagi imasuknya pengaruh-
pengaruh inegatif idari iluar iyang imengatasnamakan iagama. Masyarakat iawam
sendiri, ibiasanya iidentik idengan imasyarakat ipedesaan. iArtinya, imereka
memiliki isuatu iketerbatasan ipengetahuan iagama, idan isangat imemerlukan
tambahan idari iorang iyang imenguasai ipermasalahan iagama. iMenurut
Roszi & Mutia, (2018) golongan iorang-orang itua ipada imasyarakat ipedesaan,
umumnya imemegang iperanan ipenting. iOrang iakan iselalu imeminta inasehat
kepada imereka iapabila iada ikesulitan-kesulitan iyang idihadapi. iKesukarannya
adalah ibahwa igolongan orang-orang tua itu mempunyai pandangan yang
didasarkan pada tradisi yang kuat, sehingga sukar untuk mengadakan perubahan
yang nyata.
Dari hasil analisis yang peneliti lakukan terhadap warga lokal sunda,
menyatakan bahwa warga masih banyak yang percaya terhadap dukun maupun
terhadap jampi-jampi yang dibacakan oleh idukun itersebut, iwarga ijuga
mengatakan isudah isering iberobat idi idokter imaupun idi irumah isakit, itetapi
hasilnya inihil, idan itidak imerasa ilebih ibaik imaupun isembuh isetelah iberobat
di idokter. iDari isinilah imuncul ikepercayaan iterhadap idukun, idan iniat iuntuk
berobat ikepada idukun. iSetelah iberobat ikepada idukun iwarga imerasa ilebih
baik, idan iberfikir ibahwa idukun itersebut itelah imenyembuhkan isakitnya
dengan icara imembacakan isuatu imantra iataupun ijampi-jampi iterhadap iair
mineral yang akan diminumnya tersebut. Hasil pengamatan juga diketahui bahwa
warga juga percaya terhadap keberadaan Allah, akan tetapi percaya bahwa dengan
berobat kepada dukun dapat menyembuhkannya dari penyakit (Miharja, 2015).
Mantra adalah sesuatu iyang ilahir idari imasyarakat isebagai iperwujudan idari
keyakinan iatau ikepercayaan. iDalam imasyarakat itradisional, imantra ibersatu
dan imenyatu idalam ikehidupan isehari-hari (Muhazetty, 2017). Seorang pawang
atau dukun yang ingin menghilangkan atau menyembuhkan penyakit misalnya,
dilakukan dengan membacakan mantra. Berbagai ikegiatan iyang idilakukan
terutama iyang berhubungan idengan iadat ibiasanya idisertai idengan ipembacaan
mantra. iHal tersebut itidak imengherankan imengingat ibahwa iterdapat isuatu
kepercayaan di tengah imereka itentang isuatu iberkah iyang idapat iditimbulkan
dengan pembacaan isuatu imantra itertentu. iMereka isangat imeyakini ibahwa
pembacaan mantra imerupakan iwujud idari isebuah iusaha iuntuk imencapai
keselamatan dan ikesuksesan. Untuk itu, keberadaan mantra menjadi penting dan
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat.
Sihir yang dilakukan oleh isahir iyang imerupakan isuatu iistilah ibagi ipelaku
sihir idan ijenisnya ibermacam-macam, iada isihir iyang idilakukan idengan
mantra-mantra, iada iyang idilakukan idengan imenggunakan ibenda-benda
tertentu, idan ibahkan itak ijarang idilakukan idengan imempersembahkan isajian-
sajian. Keberadaan iaktivitas isihir idiakui ioleh iAlquran, isebagaimana
disebutkan idalam surah an-Nisa ayat 51. Terdapat kata “aljibt” pada ayat tersebut
yang diidentikkan dengan sihir, sedang kata “at-thaghut” diartikan dengan setan.
Aktivitas sihir oleh para penyihir juga diabadikan dalam Alquran surah Al-A’raaf
ayat 115-117. Ayat itu mengisahkan perbincangan antara Nabi Musa dan para
tukang sihir yang melakukan tipu daya lewat tongkat yang mereka pakai sehari-
hari (Susanto & Karimullah, 2017).
Islam memandang sihir sebagai perbuatan terlarang. Hukum melakukan sihir
adalah haram. Hal iini ikarena iperbuatan isihir iitu isendiri imengandung
kemusyrikan, iterdapat iunsur ipelanggaran iakidah, iserta icampur itangan isetan.
Tingkat ikeharaman isihir iamat iberat ikarena itermasuk isalah isatu idosa ibesar.
Penegasan iini isebagaimana itertuang idalam ihadis riwayat Bukhari dan Muslim
dari Abu Hurairah. Hadis lain menyatakan, para pelaku sihir dikategorikan dalam
kelompok orang-orang musyrik, seperti yang dinukil An-Nasa’i dari Abu
Hurairah (Zulfadli et al., 2021).
Tak sekadar ibalasan idi iakhirat ikelak, iIslam imemberlakukan ihukuman idi
dunia ijuga ibagi ipara ipenyihir. iSebuah ihadis iriwayat iat-Tirmidzi imenyebut,
sanksi ibagi imereka iialah ihukuman imati. iArgumentasi iini idiperkuat idengan
atsar iyang idiriwayatkan iJabalah idari iUmar ibin iKhattab. iSecara iumum,
menurut Abu Sa’id al-Khadimi dalam jurnal (Susanto & Karimullah, 2017), dalil-
dalil tersebut meng ungkapkan sanksi bagi penyihir ialah hukuman mati. Namun,
sambung al-Khadimi, bila yang bersangkutan telah menyatakan pertobatan maka
ia tidak dibunuh dan tobatnya diterima. Akan tetapi, jika ia mengingkari berbuat
sihir, maka ia tetap dibunuh dan tobatnya tidak diterima.
Dalam jurnal yang di buat (Oktarina & dkk., 2018) menyatakan bahwa istilah
mantra ilebih dikenal idalam itradisi iHindu idan iBudha idisebut imantra iGalib,
idi iArab disebut iDoa iatau iRu’yah idan idi imasyarakat ilokal idisebut iJampi-
jampi. Masyarakat iyang isekarang iini itidak ilagi imempercayai imantra ikarena
menganggap imantra ibertentangan idengan isyariat iagama iyang idapat
mempersekutukan iTuhan. iTerlepas idari iitu isemua imantra itetap imerupakan
bagian idari ikebudayaan iIndonesia isebagai isalah isatu ipemerkaya ikebudayaan
yang iharus idilestarikan itanpa iperlu idiyakini. iSementara iitu imenurut Syafitri
& Zuhri, (2022) Manusia imembutuhkan ikepercayaan ipada ikekuatan iyang
supernatural iyang menopang ipada ibudaya iyang idinamis. iSecara iumum itabib
atau idukun merupakan iorang iyang imempunyai ikesaktian iyang isupranatural
untuk menyembuhkan iorang iyang isakit idengan imemberikan imantramantra.
Pada lingkungan imasyarakat itentunya idukun imenjadi ipembicaraam hangat
pada masyarakat ada yang pro dan kontra. di junal ini di bahas mengenai
bagaimana pengaruh tabib atau dukun pada masyarakat.
Banyak sekali jenis mantra dan jampi-jampi yang beredar di masyarakat salah
satunya dalam ijurnal Noor, (2022) adalah iNyapih iatau ibeberapa isering
dihubungkan idengan imareni imerupakan ihal iumum iyang idilakukan iketika
bayi iberumur idua itahun idiberhentikan imenyusu ipada isang iibu. iSeorang iibu
tidak iakan iselamanya imenyusui iseorang ibayi, iini ibermakna isuatu isaat ibayi
harus iberhenti imenyusu ipada isang iibu. iKetika ibayi imeminta isusu iatau
menyusu ipada isang iibu, iibu itersebut iakan ilangsung imenyusui ibayinya
karena iitu iyang iiinginkan ioleh ibayinya. iKetika isuatu isaat ibayi imeminta
untuk imenyusu idan iibu itidak imemberikan isusu, ibayi itersebut iakan
menangis isampai iterdengar ioleh itetangga iyang iakan imembuat isang iibu
malu. iSelain iitu iketika imenyusu isang iibu isering imerasa isakit idan inyeri
pada iputingnya, imual idan imuntah, ikelelahan, idan ihamil ianak iselanjutnya
atau karena anaknya sudah besar. Saat ibu berhenti menyusui sang anak biasanya
badan sang anak akan sakit dan panas, susah makan, merengek ingin menyusu,
anak sakit perut, rewel dan menangis. Ketika hal tersebut telah terjadi, seorang ibu
akan pergi menemui dukun atau orang pintar yang dirasa mampu dan ahli untuk
membantu ibu tersebut agar sang bayi berhenti menyusu.
Menurut Saleh, (2017) Bahaya penggunaan sihir telah menyebar dan
menyentuh berbagai segi kehidupan di idalam imasyarakat. iPerbuatan itersebut
mengancam eksistensi inyawa, iharta idan ikehormatan iseseorang. iMeskipun
demikian, perbuatan isihir itidak itermasuk idalam ikategori ipidana iatau
kriminal. iTindak pidana iyang iberlaku isekarang ilebih imengarah ipada ipidana
yang ikasat imata atau iyang idikenal isecara iumum ioleh imasyarakat isebagai
tindak ikejahatan. Tindak ipidana idengan imenggunakan imetode isihir ibelum
mendapatkan perhatian ikhusus idalam ikajian ipidana, iterutama idi idalam
hukum ipositif. Setidaknya, iterdapat itiga ibentuk sanksi hukum tindak pidana
sihir tersebut, yaitu qishâs, diyât dan ta’îr, yang masing-masing punya hukum
yang tersendiri. Sedangkan dari aspek mekanisme pembuktiannya bisa melalui
pengakuan (ikrâr), saksi dan qarînah (indikator) tertentu.
TEORI
Islam adalah seragkaian peraturan atau undang-undang yang diturukan oleh
Allah kepada nabi-nabi dalam rangka memelihara keselamatan, kesejahteraan, dan
perdamaian bagi umat manusia yang termaktub dalam kitab suci. Islam juga
merupakan iajaran iyang imenjawab isegala ipermasalahan imanusia isecara
menyeluruh imengenai isiapa idan idari imana iia iberasal, iuntuk iapa idan
bagaimana iseharusnya iia imenjalai ikehidupan, idan iterakhir ikemana iia iharus
kembali (Ulum, 2014). iAjaran iIslam ibukanlah iagama ibaru, imelainkan iagama
yang isudah dikenal idan idijalankan ioleh iumat imanusia isepanjang i iaman,
karena isejak semula itelah iterbit idari ifitrahnya isendiri. iIslam isebagai iagama
yang ibenar, agama iyang isejati idan imengutamakan iperdamaian. iIslamisasi
budaya idi Indonesia dilakuka secara damai melalui jalur perdagangan, kesenian,
perkawinan dan pedidikan.
Islam selain membahas ipersoalan iakidah idan isyariat, ijuga imembahas
persoalan ibudaya. iAllah iswt imenjadikan idan imemilih iumat iIslam isebagai
umat ipemeluk iagama iRahmatan ilil ialamin, iagar iumat iIslam iberlaku iadil
dan iseimbang idalam isikap idan iperilakunya. iIslam isebagai iajaran iyang
bersumber ikepada ial-Quran dan hadis merupakan satu kesatuan ajaran yang utuh
dan diyakini pemeluknya sebagai petunjuk dan pedoman hidup. Tetapi iketika
ajaran iIslam itelah ibersentuhan dengan ianeka ikepercayaan ilokal imasyarakat
yang iberbeda idari isatu isuku ke suku iyang ilain, ibangsa ike ibangsa iyang lain,
dari isatu inegara ike inegara yang ilain, imaka idari isitulah iIslam iterlihat
“beradaptasi”. iBudaya iIslam disesuaikan idengan ikonteks ilokal idan kebutuhan
tertentu. iNamun, imakna dan itujuan iAgama Islam diseluruh dunia ini tetaplah
sama, yakni mengharapkan ridho Allah swt (Arsyad, 2019).
Menurut Miharja, (2015) Sistem ikepercayaan isuatu imasyarakat iterbentuk
isecara alamiah. iDimana isistem ikepercayaan imerupakan ipedoman ihidup
iyang diyakini ioleh isuatu imasyarakat idalam imenjalankan ikehidupan isosial
keagamaannya. iMasyarakat iSunda isebagai isebuah isuku ibangsa idi iIndonesia,
memiliki isistem ikepercayaan iawal iyang iunik idan imasih ibertahan isampai
saat iini. iSistem ikepercayaan itersebut isering idikenal idengan iistilah iSunda
Wiwitan iyang isekarang ibertahan ihidup ipada ikomunitas imasyarakat iadat
Baduy idi iKanekes. iNamun idemikian, ifakta ihistoris imenunjukkan ibahwa
masyarakat iSunda idipengaruhi ioleh ibeberapa ikebudayaan, idiantaranya;
kebudayaan iHindu-Budha iyang idatang idari ianak ibenua iIndia,iKebudayaan
Islam iyang idatang idari ijazirah iArab, kebudayaan Jawa, kebudayaan iBarat
yang idatang idari ibenua iEropa, idan kelima, ikebudayaan inasional ikarena
Tatar Sunda terintegrasi dan menjadi bagian Negara Republik Indonesia dan
kebudayaan global. Walaupun dipengaruhi berbagai kebudayaan luar, masyarakat
Sunda memiliki identitas tersendiri, yang melekat pada komunitas masyarakat
adat Baduy, termasuk dalam sistem kepercayaannya, yaitu Sunda Wiwitan.
Islam juga itidak idapat idibenturkan idalam inilai-nilai ilokal. iNamun, isecara
umum iAgama iIslam idibangun idan iditegakkan idiatas ikearifan ilokal.
Kehadiran iIslam isebagai iAgama imayoritas idi iwilayah inusantara iyang isudah
dianut isebelumnya ioleh isejumlah imayoritas imasyarakatnya. iKehadiran
Agama iIslam idi iwilayah iini ibisa iberadabtasi idengan iagama ikepercayaan
lokal. Unsur yang dimiliki oleh Islam sehingga bisa diterima secara luas dan
dengan begitu mudah dipahami oleh masyarakat.
METODE
Pendekatan penelitian adalah aspek yang sangat penting dalam suatu
penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
Antropologi Agama, iUntuk imelihat idinamika ikeberagamaan idan ikajian
mantra iatau ijampi-jampi iyang iada ipada ikepercayaan ilokal iSunda. iPenelitian
ini imerupakan ipenelitian ikualitatif ideskriptif. iTujuan ipenelitian ikualitatif
deskriptif iyaitu iuntuk imemperoleh igambaran iseutuhnya imengenai isuatu ihal
menurut ikeadaan isebenarnya idilapangan (Bungin, 2007). iKarakteristiknya
menggunakan lingkungan isebagai isumber idata, imemiliki isifat ideskriptif
analitik, itekanan pada proses, bersifat induktif, dan lebih mengutamakan sistem
kepercayaannya. Fokus penelitiannya yaitu berkaitan dengan sudut pandang
individuindividu yang diteliti, uraian rinci tentang konteks, sensitivitas terhadap
proses dan sebagainya.
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari manusia, situasi atau peristiwa,
dan dokumentasi. Sumber data manusia berbentuk perkataan maupun tindakan
orang yang bisa imemberikan idata iatau imelalui iwawancara. iMenurut Bungin,
(2007) sumber idata merupakan suasana iatau iperistiwa iberupa isuasana iyang
bergerak iatau ipun idiam, iyang meliputi iruangan, isuasana, idan iproses. iJenis
data iyang idigunakan idalam penelitian iini imeliputi idata iprimer idan idata
sekunder. iSumber idata iprimer (data iutama), iyaitu idata iyang idiperoleh
langsung idari iobservasi iatau wawancara idilapangan itempat ipenelitian
berlangsung. iSedangkan isumber data isekunder i(data pendukung) yaitu data
yang diperoleh dari dokumen-dokumen hasil penelitian atau catatan-catatan yang
ada hubungannya dengan objek penelitian.
Hal pertama yang akan peneliti lakukan adalah membaca, mempelajari, dan
menelaah data yang peneliti dapatkan dari hasil wawancara dan hasil observasi
yang terkumpul serta data-data lainnya. Langkah kedua, mereduksi data secara
keseluruhan dari data yang telah dibaca, dipelajari, dan ditelaah agar dapat
dikategorikan sesuai tipe masing-masing data. Dan selanjutnya akan ditulis dalam
bentuk laporan dari hasil yang diperoleh secara deskriptif analisa, yaitu penyajian
dalam bentuk tulisan yang menerangkan apa adanya sesuai dengan yang diperoleh
dari peneliti.
PEMBAHASAN
Struktur Bahasa
Sastra lisan merupakan produk budaya masyarakat yang berupa susunan kata
yang berunsur puisi, sastra lisan ini dapat dijumpai hampir di seluruh daerah.
Secara teoritis sastra ilisan idibagi imenjadi i3 ibentuk iyaitu ilegenda, idongeng,
dan imitos i(Mulyanto & Suwatno, 2018) iNamun, idewasa iini iterlihat isikap tak
acuh masyarakat iterhadap isastra ilisan. iSastra ilisan idianggap isebagai ihal-hal
yang tidak imasuk iakal iyang iberada idi iluar inalar, ihal iini itentu imenjadi
ancaman yang ibesar iterhadap ieksistensi isastra ilisan idalam ikehidupan
masyarakat. Semi idalam (Suryani, 2011) imenyatakan ibahwa isastra lisan iyang
terdapat pada imasyarakat isuku ibangsa iIndonesia isudah ilama iada. Menurut
Kasmana et al., (2018) pro dan ikontra ieksistensi isastra ilisan menimbulkan
pandangan iyang berbeda idalam imasyarakat, iyakni ipandangan untuk
melestarikan isastra ilisan dan ipandangan iuntuk imeninggalkan isastra lisan. Hal
ini iseolah-olah menjadikan iketimpangan iantara isastra ilisan idan sastra tulisan,
beberapa orang iberpendapat ibahwa isastra itulis imempunyai inilai yang lebih
tinggi. Keberadaan sastra lisan di tengah suatu etnik bukanlah tanpa maksud.
Daerah-daerah yang iberada idi iIndonesia imemiliki ibanyak ikearifan ilokal,
budaya, itradisi, iadat iistiadat, ibahasa, iserta iritual iadat iatau iupacara iadat
berbeda-beda, imenjadi ipembeda iantara idaerah isatu idengan idaerah ilainnya.
Masyarakat iJawa iimerupakan isuatu ikesatuan imasyarakat iyang idiikat oleh
norma-norma hidup ikarena isejarah, itradisi, imaupun iagama. IAdapun Ruslan,
(2020) menyatakan bahwa ikebudayaan imerupakan iciri iatau iidentitas isuatu
bangsa. Dahlan, (2013) berpendapat ibahwa ikebudayaan iIndonesia imerupakan
suatu hal iyang tidak idapat iterlepas idari itradisi ikebiasaan. iMenurut iHawkins
dalam (Widiana, 2017) ibudaya imerupakan isesuatu iyang isangat kompleks yang
terdiri iatas ikeyakinan, iadat-istiadat, iseni, imoral, ikemampuan serta ihal iyang
menjadi kebiasaan yang dimiliki oleh manusia sebagai masyarakat. Budaya yang
tumbuh dan berkembang di masyarakat memiliki ciri khas yaitu memiliki nilai-
nilai kearifan lokal yang harus dilestarikan. Sedangkan menurut Nababan (Arsyad,
2019) kebudayaan iadalah isistem iaturan-aturan ikomunikasi idan iinteraksi iyang
memungkinkan isuatu imasyarakat iterjadi, iterpelihara, idan idilestarikan.
Keberadaan ibahasa idan ibudaya ijuga iharus ididekatkan ikeduanya imemiliki
keterkaitan iyang isangat ikuat.
Dalam etnolinguistik bahasa bukan hanya sebagai mode berpikir akan tetapi,
sebagai pengembang sebuah Budaya dan merupakan bagian dari unsur-unsur
kebudayaan. Seperti halnya bahasa, kebudayaan juga dipelajari, ditransmisikan
dan diwariskan dari isatu igenerasi ike igenerasi iberikutnya imelalui iperbuatan
dalam ibentuk itatap imuka idan itentu isaja imelalui ikomunikasi ilinguistis.
Bahasa imerupakan ibagian idari ikebudayaan, isehingga iapabila iseseorang
mempelajari isuatu ibahasa idalam imasyarakat iberarti iia itelah imempelajari
kebudayaan idalam imasyarakat itersebut. iMantra imerupakan idoa ikesukuan
yang imengandung imagis idan ikekuatan igaib iyang idimanfaatkan isebagai
sarana iuntuk imempermudah idalam imeraih isesuatu idengan ijalan ipintas
(Oktarina & dkk., 2018). iMantra imerupakan iwujud iwacana kebudayaan iyang
merupakan iproduk idari ipenggunaan ibahasa iyang mencerminkan ibahasa
sebagai isumber iyang imemiliki bentuk, fungsi, dan makna tersendiri. Mantra
atau Jangjawokan dalam bahasa Sunda ini juga mencerminkan nilai-nilai budaya,
sikap, dan kepercayaan yang ada pada masyarakat Sunda.
Bahasa yang digunakan ioleh isuku iini iadalah ibahasa iSunda. iBahasa iSunda
adalah ibahasa iyang idiciptakan idan idigunakan isebagai ialat ikomunikasi ioleh
Suku iSunda, idan isebagai ialat ipengembang iserta ipendukung ikebudayaan
Sunda iitu isendiri. iSelain iitu ibahasa iSunda imerupakan ibagian dari budaya
yang memberi karakter yang khas sebagai identitas Suku Sunda yang merupakan
salah satu Suku dari beberapa Suku yang ada di Indonesia.
Bahasa Sunda dipakai secara luas dalam masyarakat Jawa Barat. Dalam
hubungannya dengan kehalusan ibahasa isering idikemukakan, ibahwa ibahasa
Sunda iyang imurni idan ihalus iitu iada ididaerah ipriangan, iseperti iKabupaten
Ciamis, iTasik iMalaya, iGarut, iBandung, iSumedang, iSukabumi idan iCianjur
dan isampei isekarang idialek iCianjur imasih idipandang isebagai ibahasa isunda
yang iterhalus. iDari iCianjur ipula iberasal ilagu-lagu ikecapi isuling icianjuran.
Dan ibahasa iyang idianggapkurang ihalus iadalah ibahasa iSundadi idekat ipantai
utara, imisalnya Banten, Karawang, Bogor, dan Cirebon. Bahasa orang Badui,
yang terdapat didaerah Banten Selatan adalah bahasa Sunda Kuno (Kasmana et
al., 2018).
Menurut Wardani et al., (2021) Jangjawokan yang termasuk kedalam mantra
kekuatan, mantra kekuatan ini biasanya digunakan oleh masyarakat Sunda idan
dianggap imemiliki ikesaktian. iData idiambil idari ibuku “Jangjawokan
Inventarisasi Puisi Mantra Sunda”. iBuku idengan ijudul Jangjawokan
Inventarisasi iPuisi iMantra iSunda iyang iditerbitkan ioleh iDinas Pariwisata idan
Kebudayaan iProvinsi iJawa iBarat iyang ipenulis iteliti iini sangat imembantu
dalam imelestarikan iproduk ibudaya imasyarakat iyang mengandung iunsur-
unsur ikeindahan. iNamun iyang iharus ikita iketahui isastra lisan itidak ihanya
mengandung iunsur-unsur ikeindahan isaja ikarena isusunan puisinya iyang
berupa irima idan iirama, itetapi ijuga imengandung iberbagai informasi itentang
nilai-nilai ikebudayaan idalam ikelompok isosial itertentu. Maka idari iitu isebagai
salah isatu idata ibudaya, isastra ilisan idapat imenjadi pintu imasuk iuntuk idapat
memahami isalah isatu iatau ikeseluruhan iunsur kebudayaan idalam isuatu
kelompok.
Data iyang idiperoleh iadalah struktur mantra dan hasil analisis data penelitian
ini adalah sebagai berikut:
Dari salah satu mantra “Jampe Gelut” dari segi kebahasaan struktur fisik puisi
(mantra) yang ditemukan, yaitu (1) diksi, (2) imaji, (3) kata konkret, dan (4) rima
dan ritme.
A. Diksi
Diksi adalah pemilihan kata. Pemilihan dan pemanfaatan kata merupakan
aspek yang utama dalam puisi (Waki’ah et al., 2021). Pada mantra ini ditemukan
makna denotatif (makna sebenarnya) dan makna konotatif (makna tidak
sebenarnya).
Mantra idi iatas ipada ilarik ipertama, i/Bismillah/ isecara idenotatif imemberi
makna iucapan ipembukaan iyang idisampaikan ipenutur. iAkan itetapi isecara
konotatif ilarik ipertama imenggambarkan ikepercayaan iterhadap ikekuatan
adikodrati iyang idipercayai idalam iagama iIslam. iHal itersebut imerupakan
representasi ikepercayaan imayoritas iorang iSunda.
Pada ilarik ikedua, iSun imatek iajiku isi imacan iputih isecara idenotatif
memberi imakna ipenutur imantra imemakai iajian isi imacan iputih. iAkan itetapi
secara ikonotatif ilarik ikedua imenggambarkan ibahwa isi ipenutur imantra iingin
terlihat iseperti imacan iyang idapat imembuat iorang idi isekitarnya iterkesima.
Ajian imacan iputih isangat iterkenal ipada ikebudayaan iSunda, idalam i(Wardani
et al., 2021) idijelaskan ibahwa iajian imacan iputih imerupakan ajian iyang cukup
dikenal idalam idunia ispiritual inusantara. iPada ikebudayaan Sunda dipercaya
bahwa iajian iini imembuat iseseorang iyang imengamalkannya menjadi iorang
iyang ilebih iberkarisma iserta iberwibawa.
Pada ilarik iketiga, iSun isulung isi itukang ibalung isecara idenotatif imemberi
makna ipenutur imantra imemungut isebuah itulang. iAkan itetapi isecara
konotatif ilarik iketiga imenggambarkan ibahwa isi ipenutur imantra imemungut
tulang itersebut iuntuk imenjadi ijimat. iPada ilarik ikeempat, i/Ora itan ikena
lara/Tak ipernah ikena ilara/secara idenotatif imemberi imakna itidak ipernah
terkena isedih, isusah, idan isebagainya. iAkan itetapi isecara ikonotatif ilarik
keempat imenggambarkan ibahwa isi ipenutur imantra imenginginkan ihidupnya
tidak ipernah iterkena ihal-hal iyang imenyusahkan ihidupnya.
Pada ilarik ikelima,/Ora itan ikena ipati/Tak ipernah imati/secara idenotatif
memberi imakna itidak ipernah imati. iAkan itetapi isecara ikonotatif ilarik kelima
menggambarkan ibahwa isi ipenutur imantra imenginginkan ihidupnya iabadi.
Pada ilarik ikeenam,/Ikhlas inanjung ikarena iAlloh/Ikhlas imenang ikarena
Allah/secara idenotatif imemberi imakna ipenutur imakna itulus idengan
kemenangannya ikarena iAllah. iAkan itetapi isecara ikonotatif ilarik ikeenam
menggambarkan ibahwa iapa ipun inanti ihasilnya ikemenangan itersebut iberasal
dari iAllah.
B. Imaji
Imaji yang ditemukan pada mantra “Jampe Gelut” adalah imaji taktil hal
tersebut dapat idilihat idari ikata iSun imatek iajiku isi imacan iputih idan iSun
sulung isi itukang ibalung iyang iartinya iKupakai iajianku isi imacan iputih idan
Aku ipungut isi itulang, iterlihat iadanya iaktivitas iyaitu imemakai dan
memungut.
C. Kata Konkret
Kata yang membangkitkan daya imaji pada mantra “Jampe Gelut” adalah kata
Sun (aku) yang membuat penutur mantra benar-benar terbawa ke dalam mantra
tersebut.