Admin,+journal+manager,+4
Admin,+journal+manager,+4
ABSTRACT
ABSTRAK
117
Copyright © 2021, Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat Berkala (JIKeMB), E-ISSN 2745-8903
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat Berkala (JIKeMB), Vol. 3 (2), 2021, Hal : 117-122
PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan kondisi medis serius yang secara signifikan dapat
meningkatkan risiko penyakit jantung, ginjal, dan lain-lain. World Health Organization
(WHO) memperkirakan 1,13 milyar orang di dunia memiliki hipertensi yang sebagian
besar tinggal di negara berpendapatan rendah sampai menengah. Namun dari banyaknya
orang yang memiliki hipertensi, hanya kurang dari seperlima penderita yang melakukan
upaya pengendalian untuk hipertensi yang dimiliki (WHO, 2019).
Indonesia saat ini sedang mengalami double burden diseases, dimana Indonesia
harus menghadapi beban penyakit tidak menular yang semakin meningkat sekaligus beban
penyakit menular yang masih berat. Penyakit tidak menular utama diantaranya yaitu
hipertensi, diabetes melitus dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) (Kemenkes RI,
2016:8). Data Riskesdas 2018 menunjukkan adanya peningkatan prevalensi PTM
diantaranya hipertensi, obesitas dan kanker. Prevalensi hipertensi pada penduduk usia 18
tahun keatas meningkat dari 25,8% menjadi 34,1% (Riskesdas, 2018).
Data Dinas Kesehatan Kabupaten Jember menunjukkan penyakit tidak menular
tertinggi di Kabupaten Jember yaitu hipertensi. Tren hipertensi di Kabupaten Jember juga
mengalami peningkatan dari tahun 2017 yang memiliki jumlah kasus hipertensi sebesar
26.271 kasus, meningkat menjadi 64.126 kasus pada tahun 2018. Mayoritas kasus
hipertensi di Kabupaten Jember berasal dari daerah pedesaan dan berdasarkan hasil studi
pendahuluan, menunjukkan bahwa unit rawat inap RSD Balung memiliki kunjungan
pasien hipertensi lebih tinggi dibandingkan rumah sakit lain yang berlokasi di pedesaan.
Meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular menjadi perhatian khusus bagi
para pemangku kebijakan baik di tingkat dunia maupun nasional. Baik WHO maupun
Dinas Kesehatan mencanangkan berbagai program yang bertujuan untuk mengurangi
faktor risiko penyakit tidak menular. Mengatasi faktor risiko penyebab penyakit tidak
menular tidak hanya akan mengurangi angka mortalitas akibat PTM, namun juga
memberikan dorongan besar bagi pembangunan ekonomi negara (WHO). Hal ini
dikarenakan penyakit tidak menular juga memberikan dampak ekonomi baik pada
masyarakat maupun negara.
Bloom et al. (2015) memperkirakan kerugian ekonomi akibat penyakit tidak
menular di Indonesia tahun 2012-2030 mencapai $4,47 trilyun. Penelitian Primayanti
(2015) mengenai burden of disease pada penderita hipertensi di kota Surabaya tahun 2015
menunjukkan bahwa cost of illness hipertensi per orang dalam setahun mencapai Rp.
2.404.780 dengan rincian total biaya langsung Rp. 1.348.583 dan total biaya tidak
langsung Rp. 1.056.197. Tingginya biaya akibat hipertensi disebabkan karena hipertensi
membutuhkan perawatan lama dan berkelanjutan (Wang et al., 2017). Penelitian
Bambungan et al., (2017) menunjukkan bahwa tingginya beban ekonomi hipertensi
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jenis kelamin, lama rawat inap (LOS),
tingkat keparahan, komorbid dan jenis pembiayaan
Berdasarkan paparan masalah diatas, diperoleh tujuan penelitian yaitu untuk
menghitung cost of illness (COI) pasien hipertensi di pelayanan rawat inap RSD Balung
Kabupaten Jember.
METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian dilaksanakan di RSD
Balung Kabupaten Jember dengan waktu penelitian selama bulan Agustus-Oktober 2020.
Sampel pada penelitian ini adalah pasien hipertensi di pelayanan rawat inap RSD Balung
Kabupaten Jember. Sumber data yang digunakan yaitu data primer yang diperoleh
langsung oleh peneliti melalui wawancara dengan responden dan data sekunder yang
118
Copyright © 2021, Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat Berkala (JIKeMB), E-ISSN 2745-8903
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat Berkala (JIKeMB), Vol. 3 (2), 2021, Hal : 117-122
diperoleh dari data rekam medik dan billing. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
wawancara menggunakan kuesioner dan studi dokumentasi.
Karakteristik Responden
119
Copyright © 2021, Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat Berkala (JIKeMB), E-ISSN 2745-8903
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat Berkala (JIKeMB), Vol. 3 (2), 2021, Hal : 117-122
Biaya langsung terdiri atas biaya langsung medis dan biaya langsung non medis.
Biaya langsung medis meliputi biaya administrasi, biaya rawat darurat, biaya rawat jalan,
biaya kamar/akomodasi, biaya obat (farmasi), biaya visite, biaya tindakan, biaya gizi, biaya
laboratorium dan biaya radiologi. Sementara biaya langsung non medis pada penelitian ini
didapatkan dari biaya transportasi.
Biaya langsung medis memiliki kontribusi besar pada total biaya langsung dengan
komponen biaya tertinggi terdapat pada biaya rawat darurat yaitu rata-rata Rp 956.235.
Biaya yang dikeluarkan untuk rawat darurat berbeda pada setiap pasien, tergantung pada
pelayanan yang diterima pasien. Sebagai penanganan awal untuk menurunkan hipertensi,
tindakan yang didapat oleh pasien adalah injeksi. Kemudian untuk menunjang diagnosis
dibutuhkan elektrokardiografi dan pemasangan kateter, dimana elektrokardiografi
digunakan untuk melihat perubahan anatomi dan atau fungsi jantung akibat hipertensi,
sedangkan pemasangan kateter dilakukan terkait kebutuhan laboratorium.
Biaya langsung medis, yang didapatkan dari biaya transportasi memiliki rata-rata
Rp 126.106. Biaya transportasi pada penelitian ini merupakan biaya yang dikeluarkan oleh
pasien untuk mencapai rumah sakit dan biaya yang dibutuhkan pendamping untuk
mobilitas dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien dan dirinya selama menjalani rawat
inap. Besarnya biaya transportasi bergantung pada jarak dari rumah ke FKRTL atau rumah
sakit, jenis kendaraan dan harga bahan bakar. Semakin jauh jarak rumah, maka semakin
besar pula biaya transportasi. Selain itu, biaya transportasi pada penelitian ini juga
dipengaruhi oleh status kepemilikan kendaraan dan biaya parkir.
Biaya tidak langsung (indirect cost) pada penelitian ini didapatkan dari kerugian
produktifitas akibat sakit dan biaya lain-lain. Kerugian produktifitas akibat sakit berupa
pendapatan yang hilang pada pasien dan pendapatan yang hilang pada pendamping pasien
120
Copyright © 2021, Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat Berkala (JIKeMB), E-ISSN 2745-8903
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat Berkala (JIKeMB), Vol. 3 (2), 2021, Hal : 117-122
selama mendampingi pasien menjalani rawat inap. Dari ketiga komponen biaya tidak
langsung, pendapatan pendamping pasien yang hilang memiliki rata-rata tertinggi yaitu
sebesar Rp 284.167. Pendapatan pendamping pasien yang hilang terbesar adalah Rp
875.000, dengan jenis pekerjaan wiraswasta. Sedangkan pendapatan pasien yang hilang
tidak berpengaruh banyak karena sebagian besar pasien tidak bekerja sehingga tidak ada
pendapatan yang hilang dari sisi pasien itu sendiri. Biaya lain-lain pada penelitian ini yaitu
biaya yang dikeluarkan selain biaya langsung untuk menunjang perawatan dan pengobatan
pasien selama menjalani rawat inap, meliputi biaya keperluan pasien serta makan dan
minum pendamping pasien. Pada komponen biaya lain-lain, biaya makan dan minum
pendamping menjadi penyusun tertinggi. Sedangkan untuk keperluan pasien, salah satu
yang dibutuhkan adalah diaper untuk hygiene personal pasien.
Tabel 4. Cost of Illness Pasien Hipertensi di Pelayanan Rawat Inap RSD Balung
Kabupaten Jember
Uraian Hasil
Rata-rata Rp 2.650.037
Modus 0
Nilai Minimum Rp 1.704.999
Nilai Maksimum Rp 4.374.700
Studi cost of illness merupakan studi yang dilakukan untuk mengukur beban
ekonomi dari suatu penyakit pada masyarakat dan memperkirakan jumlah biaya yang
mungkin dapat disimpan jika tidak memiliki penyakit tersebut. Studi COI merupakan
bentuk evaluasi ekonomi paling awal di sektor pelayanan kesehatan yang memberikan
gambaran biaya yang ditimbulkan dari suatu penyakit untuk selanjutnya dapat
dimanfaatkan oleh rumah sakit terkait analisis efisiensi biaya pelayanan. Selain itu, fungsi
penting COI adalah untuk merumuskan dan menentukan prioritas kebijakan kesehatan dan
mengalokasikan sumber daya sesuai anggaran untuk efisiensi kebijakan [8].
Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan peningkatan abnormal tekanan
darah dalam pembuluh darah arteri yang terjadi terus-menerus selama lebih dari satu
periode. Hipertensi bersifat asimptomatik sehingga menyebabkan banyak penderita tidak
menyadari dirinya mengalami hipertensi dan pada akhirnya mengetahui hal ini ketika
penyakit yang lebih parah terlanjur muncul, seperti stroke, disfungsi ginjal, gangguan
penglihatan, dan lain-lain. Perawatan yang lama dan berkelanjutan untuk hipertensi
menyebabkan tingginya beban ekonomi akibat penyakit ini. Namun beban ekonomi untuk
penyakit lebih lanjut akan lebih tinggi lagi karena selain membutuhkan pemeriksaan lebih
kompleks, penyakit tersebut juga membutuhkan treatment khusus dalam perawatannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen biaya langsung (direct cost)
memiliki nilai lebih besar daripada biaya tidak langsung (indirect cost), dimana biaya
langsung berkontribusi sebesar 81,96%, sedangkan biaya tidak langsung sebesar 18,04%.
Rata-rata total biaya sakit (cost of illness) pasien hipertensi di pelayanan rawat inap RSD
Balung Kabupaten Jember adalah Rp 2.650.037. Biaya ini dapat dikatakan cukup besar
mengingat pendapatan seluruh pasien yang menjadi responden pada penelitian ini berada
dibawah nilai UMK Kabupaten Jember yaitu Rp 2.355.662,91.
121
Copyright © 2021, Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat Berkala (JIKeMB), E-ISSN 2745-8903
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat Berkala (JIKeMB), Vol. 3 (2), 2021, Hal : 117-122
KESIMPULAN
SARAN
Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu dapat melakukan perhitungan cost of illness
hipertensi berdasarkan jenis penyakit komorbid yang diderita pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Bambungan YM, Oetari RA, Satibi. 2017. Analisis Biaya Pengobatan Hipertensi
pada Pasien Rawat Inap di RSUD Sorong. Tunas-Tunas Riset Kesehatan,
7(2):72-76.
122
Copyright © 2021, Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat Berkala (JIKeMB), E-ISSN 2745-8903