LP Waham Rifa

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 10

LAPORAN TB PARU

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Early Exposure III


Mata Kuliah KMB II

Dosen Pembimbing: Nunung Liawati., S.Kep,Ners.,M.Kep

DISUSUN OLEH
Rifa Muhaimin
C1AA21121

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
2023
1. DEFINISI

TB paru adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman TB


(mycobacterium tuberculosis). Kuman tersebut masuk ke dalam tubuh manusia
melalui udara ke dalam paru-paru,dan menyebar dari paru-paru ke organ tubuh yang
lain melalui peredaran darah seperti kelenjar limfe, saluran pernapasan atau
penyebaran langsung ke organ tubuh lainnya (Febrian, 2015). TB merupakan penyakit
infeksi kronis yang sering terjadi atau ditemukan di tempat tinggal dengan lingkungan
padat penduduk atau daerah urban, yang kemungkinan besar telah mempermudah
proses penularan dan berperan terhadap peningkatan jumlah kasus TB (Ganis indriati,
2015).

2. ETIOLOGI

Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis. Basil ini tidak berspora


sehingga mudah dibasmi dengan sinar matahari, pemanasan dan sinar ultraviolet.
Terdapat 2 macam mycobacterium tuberculosis yaitu tipe human dan bovin. Basil tipe
human berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TB paru
dan orang yang rentan terinfeksi bila menghirup bercak ludah ini (Nurrarif &
Kusuma, 2015).

Menurut (Puspasari, 2019) Faktor resiko TB paru sebagai berikut:

1. Kontak dekat dengan seseorang yang memiliki TB aktif.


2. Status imunocompromized (penurunan imunitas) misalnya kanker, lansia, HIV.
3. Penggunaan narkoba suntikan dan alkoholisme.
4. Kondisi medis yang sudah ada sebelumnya, termasuk diabetes, kekurangan gizi,
gagal ginjal kronis.
5. Imigran dari negara-negara dengan tingkat tuberkulosis yang tinggi misal Asia
Tenggara, Haiti.
6. Tingkat di perumahan yang padat dan tidak sesuai standart.
7. Pekerjaan misalnya petugas pelayanan kesehatan.
8. Orang yang kurang mendapat perawatan kesehatan yang memadai misalnya
tunawisma atau miskin.
3. KLARIFIKASI TB PARU

1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit : (Puspasari, 2019)

1. Tuberkulosis paru
TB yang terjadi pada parenkim (jaringan) paru. Milier TB dianggap sebagai TB paru
karena adanya lesi pada jaringan paru.
2. Tuberkulosis ekstra paru
TB yang terjadi pada organ selain paru misalnya kelenjar limfe, pleura, abdomen,
saluran kencing, kulit, selaput otak, sendi dan tulang

2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya:

1. Klien baru TB: klien yang belum pernah mendapatkan pengobatan TB paru
sebelumnya atau sudah pernah menelan OAT namun kurang dari satu bulan (< 28
dosis).
2. Klien yang pernah diobati TB: klien yang sebelumnya pernah menelan OAT selama
satu bulan atau lebih (≥ 28 hari).

Klien berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:

salah satu dari OAT lini kedua jenis suntikan (Kanamisin, Kapreomisin, Amikasin).
e. Resisten Rifampisin (TB RR): resisten terhadap Rifampisin dengan atau tanpa
resistensi terhadap OAT lain yang terdeteksi. 4. Klasifikasi penderita TB berdasarkan
status HIV:

a. Klien TB dengan HIV positif


b. Klien TB dengan HIV negative
c. Klien TB dengan status HIV tidak diketahui

4. TANDA DAN GEJALA (MANIFESTASI KLINIS)


Tanda dan gejala pada TB paru yaitu batuk >3 minggu, nyeri dada, malaise, sesak
nafas, batuk darah, demam. Tanda dan gejala pada TB paru dibagi menjadi 2 bagian
yaitu gejala sistemik dan respiratorik (Padila,2013).
1. Gejala sistemik yaitu :
a. Demam
Adanya proses peradangan akibat dari infeksi bakteri sehingga timbul gejala demam.
Ketika mycobacterium tuberculosis terhirup oleh udara ke paru dan menempel pada
bronkus atau alveolus untuk memperbanyak diri, maka terjadi peradangan
(inflamasi) ,dan metabolisme meningkat sehingga suhu tubuh meningkat dan
terjadilah demam.
b. Malaise
Malaise adalah rasa tidak enak badan, penurunan nafsu makan, pegal-pegal,
penurunan berat badan dan mudah lelah.
2. Gejala respiratorik yaitu :
a. Batuk
Batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian muncul peradangan
menjadi produktif atau menghasilkan sputum yang terjadi lebih dari 3 minggu
(Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).
b. Batuk darah

Batuk darah atau hemoptisis merupakan batuk yang terjadi akibat dari pecahnya
pembuluh darah. Darah yang dikeluarkan bisa bervariasi, berupa garis atau bercak
darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah yang banyak.
(Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).

c. Sesak nafas

Pada awal TB sesak nafas tidak ditemukan. Sesak nafas ditemukan jika penyakit
berkelanjutan dengan kerusakan paru yang meluas atau karena adanya hal lain seperti
efusi pleura, pneumothorax dan lain-lain (Suprapto,Abd.Wahid & Imam,2013).

d. Nyeri dada

Gejala nyeri dada dapat bersifat bersifat lokal apabila yang dirasakan berada pada
tempat patologi yang terjadi, tapi dapat beralih ke tempat lain seperti leher,abdomen
dan punggung. Bersifat pluritik apabila nyeri yang dirasakan akibat iritasi pleura
parietalis yang terasa tajam seperti ditusuk-tusuk pisau (Smeltzer & Bare,2013).
5. FATOFISIOLOGI

Menurut Darliana (2011), Individu terinfeksi melalui droplet nuclei dari pasien TB
paru ketika pasien batuk, bersin, tertawa. Droplet nuclei ini mengandung basil TB dan
ukurannya kurang dari 5 mikron dan akan melayang-layang di udara. Droplet nuclei
ini mengandung basil TB. Saat Mikrobacterium Tuberkulosa berhasil menginfeksi
paru- paru maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular.
Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis, bakteri TB paru ini akan berusaha
dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru.
Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi
jaringan parut dan bakteri TB paru akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-bentuk
dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan foto
rontgen. Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit
(neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri; limpospesifik-tuberkulosis melisis
(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
penumpukan eksudat dalam alveoli, yang menyebabkan bronkopneumonia dan infeksi
awal terjadi dalam 2-10 minggu setelah pemajanan. Massa jaringan paru yang disebut
granulomas merupakan gumpalan basil yang masih hidup. Granulomas diubah
menjadi massa jaringan -jaringan fibrosa, bagian sentral dari massa fibrosa ini disebut
tuberkel ghon dan menjadi nekrotik membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat
mengalami klasifikasi, membentuk skar kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa
perkembangan penyakit aktif. Setelah pemajaman dan infeksi awal, individu dapat
mengalami penyakit aktif karna gangguan atau respon yang inadekuat dari respon
sistem imun. Penyakit dapat juga aktif dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri
dorman. Dalam kasus ini, tuberkel ghon memecah melepaskan bahan seperti keju
dalam bronki. Bakteri kemudian menjadi tersebar di udara, mengakibatkan
penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang menyerang membentuk jaringan parut.
Paru yang terinfeksi menjadi lebih membengkak, mengakibatkan terjadinya
bronkopneumonia lebih lanjut.

6. PENULARAN TB

Daya penularan dari seorang TB paru ditentukan oleh: (Notoatmodjo,2011)


1. Banyak nya kuman yang terdapat dalam paru penderita.

2. Penyebaran kuman di udara.


3. Penyebaran kuman bersama dahak berupa droplet yang berada disekitar TB paru.

Kuman pada penderita TB paru dapat terlihat oleh mikroskop pada sediaan dahaknya
(BTA positif) dan infeksius. Sedangkan penderita TB paru yang kumannya tidak
dapat dilihat langsung oleh mikroskop pada sediaan (BTA negatif) dan kurang
menular. Pada penderita TB ekstra paru tidak menular kecuali pada penderita TB
paru. Penderita TB BTA positif mengeluarkan kuman di udara dalam bentuk droplet
pada saat batuk atau bersin. Droplet ini mengandung kuman TB dan dapat bertahan di
udara selama beberapa jam. Jika droplet ini terhirup oleh orang lain dan menetap
dalam paru yang menghirupnya maka kuman ini akan berkembang biak dan terjadi
infeksi. Orang yang serumah dengan penderita TB paru BTA positif adalah orang
yang kemungkinan besar terpapar kuman TB.

7. Komplikasi

Menurut Wahid&Im7am (2013), komplikasi yang muncul pada TB paru yaitu :

1. Pneumothorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan karena
kerusakan jaringan paru.
2. Bronki ektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat

pada proses pemulihan atau reaktif) di paru.

3. Penyebaran infeksi keorgan lainnya seperti otak,tulang, persendian, ginjal dan

sebagainya.

4. Insufisiensi kardiopulmonal (Chardio Pulmonary Insufficiency).

5. Hemoptisis berat (pendarahan pada saluran nafas bawah) yang mengakibatkan

kematian karena terjadinya syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan pernafasan.

8. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Kemenkes (2014) pemeriksaan pada penderita TB paru yang perlu diperhatikan
adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung


1. Untuk diagnosis dilakukan pemeriksaan dahak mikroskopis langsung,
penderita TB diperiksa contoh uji dahak SPS (sewaktu- pagi-sewaktu).
2. Ditetapkan sebagai penderita TB apabila minimal satu dari pemeriksaan
hasilnya BTA positif.
2. Pemeriksaan dahak

a. Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung

Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengumpulkan 3 contoh uji dahak yang dikumpulkan
dalam dua hari kunjungan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) :
S (sewaktu) : Dahak ditampung saat pasien TB datang berkunjung pertama kali ke pelayanan
kesehatan. Saat pulang pasien membawa sebuah pot dahak untuk menampung dahak pagi
pada hari kedua.

P (pagi) : Dahak ditampung pasien pada hari kedua,setelah bangun tidur. Pot dibawa dan
diserahkan kepada petugas pelayanan kesehatan.
S (sewaktu) : Dahak ditampung pada hari kedua setelah saat menyerahkan dahak pagi.

b. Pemeriksaan biakan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi mycbacterium tuberculosis.

3. Pemeriksaan uji kepekaan obat


Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi mycobacterium
tuberculosis terhadap OAT. Pemeriksaan uji kepekaan obat harus dilakukan oleh
laboratorium yang telah lulus uji pemantapan mutu atau quality assurance.
(Kemenkes,2014).
4. Sedangkan menurut Nurafif & Kusuma (2015) pemeriksaan penunjang pada TB paru
meliputi :
1. Laboratorium darah rutin

LED normal/meningkat, limfositosis

2. Pemeriksaan sputum BTA

Untuk memastikan diagnostik paru, pemeriksaan ini spesifikasi karena klien


dapat didiagnosis TB paru berdasarkan pemeriksaan ini.

1. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)

Yaitu uji serologi imunosperoksidase memakai alat histogen staining untuk menentukan
adanya IgG spesifik terhadap basil TB.

4. Tes Mantoux/Tuberkulin
Yaitu uji serologi imunosperoksidase memakai alat histogen staining untuk
menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
5. Teknik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman melalui amplifikasi dalam meskipun hanya satu mikroorganisme
dalam spesimen dapat mendeteksi adanya resistensi.
6. Becton Dikinson Diagnostic Instrument Sintem (BACTEC) Deteksi Growth Indeks
berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh kuman TB.
7. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran foto thorak yang menunjang didiagnostis TB paru yaitu :
1) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas satu segmen

apical lobus bawah.


2) Bayangan berwarna (patchy) atau bercak nodular.
3) Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru. 4)Bayangan menetap pada foto
ulang beberapa minggu

kemudian.
5) Bayangan millie

9. PENATALAKSANAAN

1. Pengobatan TB paru menurut Kemenkes RI (2014): a. Tujuan pengobatan

Pengobatan TB paru untuk menyembuhkan pasien, mencegah kekambuhan, mencegah


kematian, memutuskan rantai penularan serta mencegah resistensi mycobacterium
tuberculosis terhadap OAT.

b. Prinsip pengobatan
Pengobatan yang dilakukan harus memenuhi prinsip sebagai berikut: OAT yang diberikan
mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah resistensi, diberikan dalam dosis yang
tepat, obat ditelan secara teratur dan diawasi oleh PMO sampai selesai.

c. Tahapan pengobatan
pengobatan TB diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal (intensif) dan tahap lanjutan.
1) Tahap awal

Pada tahap awal, penderita mendapatkan obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung
guna mencegah terjadinya resisten obat.

2) Tahap lanjutan
Pada tahap lanjutan, penderita mendapatkan jenis obat yang lebih sedikit tetapi dalam jangka
waktu lebih lama.

d. Obat anti tuberkulosis 1) Isoniazid (H)

3. Hasil pengobatan TB paru. a. Sembuh

Penderita telah menyelesaikan pengobatan dan pemeriksaan dahak ulang hasilnya negatif
pada AP ( akhir pengobatan ) dan pada satu pemeriksaan sebelumnya.

b. Pengobatan lengkap
Penderita yang menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tapi tidak ada hasil pada
pemeriksaan dahak ulang di akhir pengobatan.
c. Meninggal
Penderita yang meninggal saat masa pengobatan.

d. Pindah
penderita yang dipindah ke unit pencatatan & pelaporan lain dan hasil pengobatannya tidak
diketahui.

e. Putus berobat
penderita TB yang tidak berobat selama 2 bulan atau lebih sebelum masa pengobatan selesai.

f. Gagal
Penderita dengan hasil pemeriksaan dahak positif atau kembali menjadi positif pada bulan ke
lima atau lebih saat masa pengobatan.

g. Keberhasilan pengobatan (Treatment succes)


Penderita yang sembuh dan sudah menyelesaikan pengobatan lengkap.

4. Penatalaksanaan Non Farmakologi a. Fisioterapi Dada

Fisioterapi dada terdiri atas drainase postural,perkusi,dan vibrasi dada. Tujuannya yaitu untuk
memudahkan dalam pembuangan sekresi bronkhial, memperbaiki fungsi ventilasi, dan
meningkatkan efisiensi dari otot-otot sistem pernafasan agar berfungsi secara normal
(Smeltzer & Bare,2013).

Drainase postural adalah posisi yang spesifik dengan gaya gravitasi untuk memudahkan
proses pengeluaran sekresi bronkial.

Perkusi adalah suatu prosedur membentuk mangkuk pada telapak tangan dengan menepuk
ringan pada dinding dada dalam. Gerakan menepuk dilakukan berirama diatas segmen paru
yang akan dialirkan (Smeltzer & Bare,2013).

Vibrasi dada adalah tindakan meletakkan tangan berdampingan dengan jari-jari tangan dalam
posisi ekstensi diatas area dada (Somantri,2012).

b. Latihan batuk efektif


Latihan batuk efektif yaitu tindakan yang dilakukan agar

mudah membuang sekresi dengan metode batuk efektif sehingga dapat mempertahankan
jalan nafas yang paten (Smeltzer & Bare,2013).

c. Penghisapan Lendir
Penghisapan lendir atau suction merupakan tindakan yang

dilakukan untuk mengeluarkan sekret yang tertahan pada jalan nafas. Penghisapan lendir
bertujuan untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten.
DAFTAR PUSTAKA

Rowland, T., Birchwood, M., Singh, S., Freemantle, N., Everard, L., Jones, P., Fowler, D.,
Amos, T., Marshall, M., Sharma, V., & Thompson, A. (2019). Short-term outcome of
first episode delusional disorder in an early intervention population. Schizophrenia
Research, 72- 79.
Skelton, M., Khokhar, W. A., & Thacker, S. P. (2015). Treatments for Delusional
Disorder.Schizophrenia Bulletin, 41(5), 1010-1012.

Tampi, R. R., Tampi, D. J., & Boyle, L. L. (2018). Psychiatric Disorders Late in Life.
PsychiatricDisorders Late in Lif, , 11-20.

Townsend, M. C., & Morgan, K. I. (2015). Psychiatric mental health nursing: Concepts of
care inevidence-based practice. Oklahoma: F. A. Davis Company.

Victoryna, F., Wardani, I. Y., & Fauziah, F. (2020). Penerapan Standar Asuhan Keperawatan
Jiwa Ners untuk Menurunkan Intensitas Waham Pasien Skizofrenia. Jurnal Keperawatan
Jiwa(JKJ): Persatuan Perawat Nasional Indonesia, 8 (1), 45-52.

Zukna, N. A. M., & Lisiswanti, R. (2017). Pasien dengan Halusinasi dan Waham Bizarre.
Jurnal Medula, 7(1), 38-42.

You might also like