3025-Article Text-9211-1-10-20220608
3025-Article Text-9211-1-10-20220608
3025-Article Text-9211-1-10-20220608
Enlargement Technique carped cod (Epinephelus Fuscoguttatus) at the Lampung Sea Fishing Fisheries Center
(BBPBL)
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the stages of rearing Brown marbled grouper (Epinephelus fuscoguttatus), to
know the mechanism of feeding and types of feed in grouper rearing activities and to know water quality monitoring in
tiger grouper (Epinephelus fuscoguttatus) rearing activities at the Center for Marine Aquaculture. (BBPBL). The results
showed that the stages of rearing Brown marbled grouper (Epinephelus fuscoguttatus) in BBPBL were carried out by
providing adequate feed according to the size of the fish, then monitoring water quality and preventing pests and diseases
in Brown marbled grouper (Epinephelus fuscoguttatus). Feeding depends on the mouth opening of the Brown marbled
grouper with the principle of feeding the fish until it is full and there are two types of Brown marbled grouper feed,
namely artificial feed and fresh feed. Water quality suitable for Brown marbled grouper (Epinephelus fuscoguttatus) is
water brightness > 5 m, water depth of at least 7 m, temperature 27-30 C, salinity 27-34 ppt, DO 5 ppm, pH 7-8.5 nitrite
( NO₂ˉ) < 0.05 mg/l, nitrate (NO₃ˉ) < 0.008 mg/l, ammonia < 0.3 mg/l and Phosphate < 0.015 mg/l. Prevention of
pests and diseases in Brown marbled grouper (Epinephelus fuscoguttatus) that can be done is providing adequate feed,
keeping nets clean, soaking in fresh water regularly and giving vitamins.
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui proses tahapan pembesaran ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus),
mengetahui mekanisme pemberian pakan dan jenis pakan pada kegiatan pembesaran ikan kerapu dan mengetahui
monitoring kualitas air pada kegiatan pembesaran ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) di Balai Besar Perikanan
Budidaya Laut (BBPBL). Hasil pengamatan menunjukkan tahapan kegiatan pembesaran Ikan Kerapu Macan (Epinephelus
fuscoguttatus) di BBPBL dilakukan dengan pemberian pakan yang cukup sesuai dengan ukuran ikan, kemudian
memonitoring kualitas air serta melakukan pencegahan hama dan penyakit pada ikan kerapu macan (Epinephelus
fuscoguttatus). Pemberian pakan tergantung pada bukaan mulut ikan kerapu macan dengan prinsip memberi makan ikan
sampai kenyang dan jenis pakan ikan kerapu macan ada dua yaitu pakan buatan dan pakan segar. Kualitas air yang cocok
untuk ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) yaitu kecerahan air > 5 m, kedalaman air minimal 7 m, suhu 27-30 ºC,
salinitas 27-34 ppt, DO ≥ 5 ppm, pH 7-8,5 nitrit (NO₂ˉ) < 0,05 mg/l, nitrat (NO₃ˉ) < 0,008 mg/l, amonia < 0,3 mg/l
dan Posfat < 0,015 mg/l. Pencegahan hama dan penyakit pada ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) yang dapat
dilakukan yaitu pemberian pakan yang cukup, menjaga kebersihan jaring, perendaman dengan air tawar secara berkala dan
pemberian vitamin.
PENDAHULUAN
Ikan Kerapu Macan merupakan jenis ikan demersal yang menyukai hidup di daerah perairan berkarang (Tinggal et al.,
2003). Ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) merupakan salah satu komoditi ekspor yang cukup potensial untuk
dikembangkan. Sebagai ikan konsumsi, ikan ini banyak dibutuhkan untuk hidangan restoran dan hotel mewah di dunia.
Kisaran berat 100–500 gram per ekor, terutama dalam keadaan hidup memiliki harga tinggi dibandingkan dalam bentuk ikan
mati. Negara konsumen terbesar adalah Hongkong dan Singapura (Zulkifli et al., 2004). Produksi ikan kerapu di Indonesia
pada tahun 2006 sebanyak 4.021 ton dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 8.035 ton dengan rata-rata kenaikan tiap
tahunnya antara 2005-2009 sebesar 7,48% (DKP, 2009).
Ikan kerapu adalah ikan yang hidup di terumbu karang, sekitar muara sungai, daerah berpasir, teluk, dan daerah
yang banyak terdapat puing-puing kapal. Berkembangnya permintaan pasar ikan kerapu hidup karena adanya perubahan
selera konsumen mendorong masyarakat untuk memenuhi ikan kerapu hidup melalui usaha budidaya (Aslianti dan Priyono,
2009). Budidaya perikanan merupakan salah satu sumber devisa negara yang cukup besar dan menjanjikan. Pemerintah
Indonesia telah melaksanakan pembangunan di bidang sub sektor perikanan, yaitu dengan pengembangan budidaya ikan air
tawar, air payau, dan air laut (Sudjiharno, 2003). Menurut Gusrina (2008), salah satu usaha budidaya yang sedang
berkembang adalah budidaya perikanan laut. Ikan kerapu (Epinephelus sp) merupakan komuditas perikanan laut yang
mempunyai peluang baik dipasar domestik maupun internasional. Ikan kerapu memberikan keuntungan untuk
dibudidayakan dengan pertumbuhan cepat dan dapat diproduksi massal.
Kegiatan budidaya ikan laut di Indonesia khususnya ikan kerapu macan merupakan budidaya laut yang sangat baik
untuk dikembangkan, karena kegiatan ini berperan dalam hal memenuhi kebutuhan ikan konsumsi, peningkatan penghasilan
dan penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat petani ikan maupun nelayan serta dapat bermanfaat dalam pelestarian
sumber daya ikan laut yang mulai langka (Maghfirah, 2009). Kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) memiliki kelebihan
dibandingkan kerapu jenis lain. Selain rasa dagingnya yang enak, ikan ini juga memiliki protein yang tinggi. Permintaan pasar
domestik maupun ekspor akan kerapu macan makin meningkat dan belum dapat diimbangi dengan hasil tangkapan, maka
untuk mengantisipasi peningkatan permintaan tersebut perlu dilakukan usaha budidaya (BBPBL, 2001). Tujuan dari
penelitian ini adalah mengetahui tahapan proses kegiatan pembesaran ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) di Balai
Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL), mengetahui mekanisme pemberian pakan dan jenis pakan pada kegiatan
pembesaran ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) di Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL), dan mengetahui
monitoring kualitas air pada kegiatan pembesaran ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) di Balai Besar Perikanan
Budidaya Laut (BBPBL).
METODE PENELITIAN
Kegiatan pengamatan ini dilaksanakan pada 27 Desember 2016 – 22 Januari 2017, bertempat di Balai Besar Perikanan
Budidaya Laut (BBPBL) Lampung. Alat dan bahan yang digunakan terdiri dari peralatan pemantauan kualitas air (pH
Meter, DO Meter, Refraktometer, Thermometer, Secchi disk, GPS, timbangan digital disetting set, dan lain-lain).
Penelitian menggunakan metode kombinasi antara observasi, wawancara dan partisipasi aktif. Adapun prosedur kerja
dari penelitian ini yaitu:
a. Melakukan pengamatan terhadap proses pembesaran Ikan Kerapu macan yang dilakukan di BBPBL
b. Melakukan pengamatan terhadap proses monitoring kualitas air Pembesaran Ikan Kerapu
c. Melakukan pengamatan terhadap proses uji hama dan penyakit Ikan Kerapu Macan.
adalah 4x4x4 meter dengan jumlah biomassa ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) dalam satu jaring yaitu ± 18 ekor.
Ukuran jaring untuk calon indukan ikan kerapu (Epinephelus fuscoguttatus) adalah 3 x 3 x 3 meter dengan jumlah biomassa ikan
sebanyak ± 150-200 ekor. Ukuran induk kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) yaitu 6-12 kg, sedangkan untuk ukuran calon
induk kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) yaitu 300-500 gram. Jumlah biomassa ikan harus disesuaikan antara ukuran
tubuh ikan dengan ukuran jaring. Menurut Subyakto dan Cahyaningsih (2003), kepadatan yang tinggi akan menyebabkan
kematian yang cukup tinggi pula. Kematian terjadi dikarenakan tingkat kompetisi yang tinggi, sehingga akhirnya
memunculkan sifat kanibalisme ikan kerapu.
Jenis pakan kerapu macan ada dua macam yaitu pakan buatan (pelet) dan pakan segar. Pakan buatan (pelet)
merupakan pakan buatan pabrik yang nutrisinya dapat memenuhi kebutuhan energi dan pembentukan daging bagi ikan
budidaya. Selain itu, ketersediaannya lebih stabil tanpa dipengaruhi oleh musim. Pakan segar merupakan ikan segar atau yang
telah dibekukan (Data Primer, 2017). Hal ini sesuai dengan pendapat Zainuddin et al., (2015) yang menyatakan bahwa pakan
buatan berupa pakan buatan pabrik yang formulasinya disesuaikan untuk ikan-ikan laut, sedangkan pakan segar berupa ikan
segar atau yang telah dibekukan.
a b c
Pengukuran parameter kualitas air pada pembesaran ikan kerapu macan di karamba jaring apung BBPBL dilakukan pada
pagi hari. Karamba jaring apung pembesaran ikan kerapu macan berada pada titik koordinat S yaitu 5,53325 dan berada pada
titik koordinat E yaitu 105,25636. Hasil pengukuran parameter kualitas air selama tiga kali pengukuran didapatkan hasil
kedalaman perairan yang berbeda. Hal itu dikarenakan pada pengukuran pertama dan kedua, tempat pembesaran ikan
kerapu macan terletak di lokasi yang berbeda dengan lokasi pengukuran kualitas air ketiga. Sehingga, kedalaman yang
didapatkan juga berbeda. Pemindahan lokasi ini dikarenakan, adanya perubahan dalam struktur organisasi di BBPBL tahun
2017. Sehingga, yang semulanya lokasi pembesaran ikan kerapu macan digabung dengan pembesaran ikan lainnya seperti
ikan cobia dan ikan bawal, maka dengan adanya pemidahan lokasi ini kerapu macan ditempatkan di lokasi yang khusus
untuk pembesaran ikan kerapu (Data Primer, 2017).
Hasil pengukuran parameter kualitas air secara fisik pada saat praktek kerja lapangan dilakukan selama tiga minggu.
Kecerahan perairan paling tinggi pada minggu pertama yaitu 7,5 meter dan terendah pada minggu ketiga yaitu 4 meter.
Salinitas perairan selama tiga minggu pengukuran sama yaitu 32 ppt. Suhu perairan di KJA paling tinggi yaitu 29,8ºC dan
paling rendah yaitu 29,2ºC. DO perairan paling tinggi yaitu berkisar 6,41 ppm dan terendah berkisar 5,2 ppm. Hasil
pengukuran parameter kualitas air secara fisik menunjukkan bahwa kualitas air laut di karamba jaring apung untuk
pembesaran ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) bisa dikatakan baik bagi pertumbuhan ikan kerapu macan
(Epinephelus fuscoguttatus). Hal ini sesuai dengan pendapat Zainuddin et al., (2015) yang menyatakan bahwa untuk budidaya
kerapu memiliki baku mutu dengan kecerahan air lebih dari 5 m, kedalaman air minimal 7 m. Untuk baku mutu kualitas air
budidaya kerapu seperti suhu yaitu berkisar 27-30 ºC, salinitas 27-34 ppt dan DO ≥ 5 ppm.
Menurut Sudrajat (2008), ikan kerapu macan dapat tumbuh pada air bersuhu 26 - 31°C dan dapat tumbuh pada air
berkadar garam (salinitas) antara 22 -32 ppt. Menurut Setianto (2015), pemilihan lokasi untuk budidaya kerapu macan harus
memiliki kecerahan perairan >3 m. Kedalaman perairan sangat berpengaruh terhadap kualitas air pada lokasi tersebut.
Lokasi yang dangkal akan lebih mudah terjadinya pengadukan dasar akibat dari pengaruh gelombang yang pada akhirnya
menimbulkan kekruhan. Sebagai dasar patokan pada saat surut terendah sebaiknya kedalaman perairan lebih dari 3 m dari
dasar waring/jaring.
Pengukuran parameter kualitas air secara kimia pada karamba jaring apung di lokasi pembesaran ikan kerapu macan
(Epinephelus fuscoguttatus) menunjukkan bahwa pH paling tinggi berkisar 8,25 dan terendah berkisar 8,05. Kandungan nitrat
tertinggi berkisar 1,60 mg/l dan terendah berkisar 0,22 mg/l. Kandungan nitrit tertinggi berkisar 0,17 mg/l dan terendah
berkisar 0,08 mg/l. Kandungan amonia tertinggi berkisar 0,50 mg/l dan terendah berkisar 0,08 mg/l dan kandungan posfat
paling tinggi berkisar 0,81 mg/l dan paling rendah yaitu 0,24 mg/l seperti yang terlihat pada tabel 2. Untuk parameter
kualitas air secara kimia, hanya pH dan amonia yang memenuhi kriteria baku mutu air untuk pembesaran ikan kerapu di
karamba jaring apung, sedangkan nitrat, nitrit dan fosfat melebihi kriteria baku mutu air yang dinyatakan oleh Zainuddin et
al., (2015) dengan pH berkisar 7-8,5, nitrit (NO₂ˉ) < 0,05 mg/l, nitrat (NO₃ˉ) < 0,008 mg/l, amonia < 0,3 mg/l dan posfat
< 0,015 mg/l. Menurut Badrudin et al., (2015) nilai optimum untuk budidaya ikan di KJA yaitu salinitas berkisar antara 10-35
ppt, pH 7-8,5, suhu berkisar antara 27-30°C, oksigen terlarut (DO) > 4 ppm, nitrit < 1 ppm (mg/l) dan amoniak < 0,1 ppm
(mg/l).
Hasil pengukuran kualitas air tersebut menunjukkan bahwa di perairan tempat pembesaran ikan kerapu macan
tersebut banyak mengandung senyawa nitrat, nitrit dan posfat yang berlebihan dari yang sudah ditentukan. Hal ini
disebabkan oleh sisa pakan buatan yang berada di jaring ikan kerapu macan yang tidak dibersihkan, sehingga lama kelamaan
akan jatuh ke dasar perairan dan menjadi senyawa nutrien dari proses eutrofikasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Garno
(2000) yang menyatakan bahwa kegiatan budidaya sistem KJA membawa konsekuensi penggunaan pakan yang besar,
dimana tidak seluruh pakan yang diberikan akan dimakan oleh ikan peliharaan dan akan jatuh ke dasar perairan. Menurut
Rachmansyah (2004), pakan yang diberikan pada ikan hanya 70% yang dimakan oleh ikan dan sisanya sebanyak 30% akan
lepas ke badan perairan danau sebagai bahan pencemar atau limbah. Menurut Irianto dan Triweko (2011), Eutrofikasi
(penyuburan perairan) dan sedimentasi merupakan dampak awal yang timbul dari kegiatan budidaya ikan dengan KJA.
Eutrofikasi merupakan proses pengayaan nutrien dan bahan organik dalam perairan. Kegiatan budidaya ikan dengan KJA
akan meghasilkan bahan organik yang berasal dari sisa pakan dan metabolisme ikan. Bahan organik yang berasal dari pakan
ikan berupa nitrat (NO₃), nitrit (NO₂), fosfat (PO4), ammonia (NH3) dan hidrogen sulfida (H2S). Bahan organik tersebut
dalam jumlah yang melebihi baku mutu akan mengakibatkan penurunan kualitas perairan.
Tabel 3. Hasil Uji Hama dan Penyakit pada Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) di BBPBL
Bagian Tubuh Ikan Patogen Jenis Keterangan
Lendir Parasit Benedenia sp. Ada
Insang Parasit Cacing Trematoda Ada
Kulit Jamur - Tidak Ada
Parasit - Tidak Ada
Limfa Jamur - Tidak Ada
Bakteri Belum Diketahui Ada
Parasit Cocobacillus sp. Ada
Ginjal Jamur - Tidak Ada
Bakteri Belum Diketahui Ada
Timus Parasit Cocobacillus sp. Ada
Jamur - Tidak Ada
Hati
Bakteri - Tidak Ada
Sumber: Data Primer, 2017
Penyakit pada ikan adalah segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan pada fungsi atau struktur bagian ikan,
baik langsung maupun tidak langsung. Penyebab penyakit ikan ada tiga faktor yaitu lingkungan (kualitas air), kondisi inang
(biota budidaya) dan adanya patogen (parasit / bakteri / virus yang merugikan) (Subachri et al., 2011).
Pada tabel 3 dijelaskan pada lendir ikan diketahui bahwa terdapat parasit jenis Benedenia sp. yang hidup pada ikan
kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus). Pada insang ikan kerapu macan diketahui bahwa terdapat parasit yaitu cacing
trematoda. Pada limfa terdapat bakteri yang hidup pada ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus). Di ginjal ikan kerapu
macan (Epinephelus fuscoguttatus) terdapat parasit jenis Cocobacillus sp. dan juga terdapat bakteri yang hidup pada ginjal ikan
tersebut. Pada timus ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) terdapat parasit jenis Cocobacillus sp. Dari hasil uji kesehatan
ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) tersebut diketahui bahwa ikan mengalami gangguan pada kesehatan dan sakit.
Hal itu dikarenakan pada beberapa bagian tubuh ikan terserang patogen seperti parasit dan bakteri. Menurut Feliatra (2004)
yang menyatakan bahwa beberapa genus bakteri yang berpotensi sebagai probiotik telah ditemukan pada saluran pencernaan
ikan kerapu. Dari ikan kerapu macan ditemukan genus Bacillus, Lactococcus, Lactobacillus dan Carnobacterium.
Pada saat pengamatan dilapangan, pencegahan yang dilakukan pada pembesaran ikan kerapu macan (Epinephelus
fuscoguttatus) di BBPBL yaitu dengan melakukan perendaman air tawar. Setelah dilakukan perendaman air tawar selama ± 7
menit, ikan kerapu macan tersebut di masukkan kembali ke dalam jaring baru yang telah disiapkan sebelumnya. Hal ini
masih sesuai dengan cara pencegahan yang dinyatakan oleh Tim Perikanan WFF-Indonesia. Dimana, untuk mencegah hama
dan penyakit ikan dapat diakukan dengan beberapa cara seperti di bawah ini (Subachri et al., 2011):
1. Pemberian pakan yang cukup sehingga metabolisme ikan menjadi lancar dan ikan menjadi sehat.
2. Menjaga kebersihan jaring agar tidak ada sisa pakan yang dapat mengundang ikan-ikan perusak jaring.
3. Perendaman dengan air tawar secara berkala, hal ini dilakukan untuk memutus rantai parasit yang menempel pada tubuh
ikan. Perendaman dilakukan saat grading dengan lama perendaman ± 10 menit.
4. Pemberian vitamin, terutama vitamin C berguna untuk meningkatkan kekebalan tubuh ikan sehingga ikan tahan
terhadap serangan penyakit. Dosis yang diberikan 3-5 gr/kg pakan.
DAFTAR PUSTAKA
Aslianti T, Priyono A. 2009. PeningkatanVitalitas dan Kelangsungan Hidup Benih Kerapu Lumpur, Epinephelus coioides
melalui Pakan yang Diperkaya dengan Vitamin C dan Kalsium. Torani (Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan). 19
(1): 74-81.
Badrudin., Bejo S., Troy Keast., Dikrurahman., Ketut Bagus K., Slamet Mulyono., Sarwono., Setiawan., Rully Setya P. 2015.
Budidaya Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch., 1970) di Keramba Jaring Apung dan Tambak. WWF Indonesia.
Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung, 2001. Modul Petunjuk Teknis Pembesaran Kerapu Macan Balai
Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. Direktorat Pengembangan Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan.
Lampung.
Binohlan C.B. 2010. Epinephelus fuscoguttatus (Forsskal, 1775). [terhubung
berkala].http://www.fishbase.org.summary/SpesiesSummary.php?genusname=Epinephelus&speciesname=fuscog
uttatus. [29 Mei 2017].
Dewi, Y. 2016. Pembenihan Ikan Kerapu Macan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. Laporan Praktek
kerja lapanganan. Budidaya Perairan. Universitas Bangka Belitung. Tidak dipublikasikan.
DKP. 2009. Kelautan dan Perikanan dalam Angka. Pusat Data Statistik dan Informasi Departemen Kelautan dan Perikanan.
Jakarta.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. PT. Kanisius. Yogyakarta.
Evalawati., M. Meiyana dan T. W. Aditya. 2001. Modul Pembesaran Kerapu Macan (Epinephelus fuscogutattus) di Keramba Jaring
Apung. Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung. Direktorat Pengembangan Sumber Daya Kelautan
Dan Perikanan. Lampung.
Feliatra. 2004. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Probiotik dari Ikan Kerapu Macan (Ephinephelus fuscoguttatus) dalam Upaya
Efisiensi Pakan Ikan. Jurnal Natur Indonesia. 6 (2): 75-80.
Garno, Y.S. 2000. Daya Tahan Beberapa Organisme Air pada Pencemar Limbah Deterjen. Jurnal Teknologi Lingkungan. (I):
212-218.
Hasan, I. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Ghalia Indonesia. Jakarta. 260 hal.
Hidayatullah, D. 2012 . Pembenihan Kerapu Bebek (Cromilep tesaltivelis) di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut
(BBPBL) Lampung.
http://www.academia.edu/31380247/PEMBENIHAN_KERAPU_BEBEK_Cromileptes_altivelis_DI_BALAI_BES
AR_PENGEMBANGAN_BUDIDAYA_LAUT_BBPBL_LAMPUNG [ Diakses tanggal 8 Mei 2017].
Maghfirah (2009). Kegiatan budidaya dan Prospek ikan laut di Indonesia Khususnya Ikan Kerapu macan (Epinephelus Fuscogottatus).
Dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29893/5/Chapter%20I.pdf. 3 Desember 2016.
Rachmansyah. 2004. Analisis Daya Dukung Lingkungan Perairan Teluk Awarenge Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan Bagi
Pengembangan Budidaya Bandeng Dalam Keramba Jaring Apung. IPB. Bogor.
Setianto, D. 2015. Usaha Budidaya Ikan Kerapu. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.
Subachri, W., Zainuddin., Dewi Y., Makmur dan Pamudi. 2011. Budidaya Ikan Kerapu – Sistem Karamba Jaring Apung &
Tancap. WWF Indonesia.
Subyakto, S. dan S. Cahyaningsih. 2003. Pembenihan Kerapu Skala Rumah Tangga. PT Agromedia Pustaka, Depok.
Sudirman, H dan Karim, M.Y. 2008. Ikan Kerapu, Eksploitasi, Manajemen dan Budidaya. P. 129. Liberty. Yogyakarta.
Sudjiharno, 2003. Perkembangan Usaha Budidaya Kerapu di Keramba Jaring Apung di Wilaya lampung. 53 hal. .
Tinggal, H. H., Nono. A., Syamsul. H., Rusfia. W., Arik. M, B., Manja, L., Surya., dan Agustatik., (2003). Manajemen
Pembesaran Kerapu Macan Di Keramba Jaring Apung. Ditjenkan. Loka Budidaya Laut Batam.
Zainuddin., Dewi Y., Makmur., Pamudi., Badrudin., Tatam S., Cut Desyana., Dwi M., Sarwono., Dwi Handoko P., Arif P
dan Kamaluddin. 2015. Budidaya Ikan Kerapu Macan – Sistem Karamba Jaring Apung. WWF Indonesia.
Zulkifli AK, M. Nasir U, T.Iskandar, Mukhlisuddin, A. Azis, Yulham, Bahrum, Cut Nina H, Amir Y, Baharuddin dan
Zuardi E., 2004. Rakitan Teknologi Budidaya Kerapu Dalam Keramba Jaring Apung (KJA). Jurnal Penelitian
Budidaya Pantai. 1(5) 51 – 60.