Journal Istnbath Hukum
Journal Istnbath Hukum
Journal Istnbath Hukum
Abstract: The issue of leadership is considered important and still actual because
it is very influential on the progress of civilization and human prosperity. On
the other hand, Islam adhered to by most humans is a religion of totality,
which governs aspects of human life. Including aspects of leadership in one
country and nation. One source of Islamic teachings is the Prophet’s guidance
in the form of hadith. The hadith of the Prophet (s) is the second source in
the teachings of Islam after the Qur’an. So it needs to be revealed about the
explanation of the Prophet related to the criteria of the leader.
This study attempts to answer some key questions: What is the Islamic view
of leadership? What is the criteria of leaders in the perspective of the hadith of
the Prophet? To answer this question, research is done by examining the texts
of the hadith of the Prophet. The text of this hadith is examined in various
approaches; theological, historical, philosophical, tafsir, hermeneutical, and
jurisprudence. The method of content analisys was originally carried out on
the text of the Qur’an and hadith and clerical explanations of the hadith text.
Hadith matan (text) searched by takhrij and internal critic (naqd dakhili), after
doing external critic (naqd khariji) toward hadith transmission.
From this study, it is concluded that: First, the leadership part of the mission
of Islamic teachings. This is evidenced by the hadiths of Prophet SAW who
reviewed the criteria of leaders. Second, the themes contained in these hadiths
include 11 themes of criteria of leaders; Responsibility, honesty, simplify not
complicate, not authoritarian, public servant and social caring, be fair, hold
fast to religion, do not regard skin color, do not pursue position (ambitious),
skillful and intelligent, soul stability. Third, from the 14 narrations of the hadith
of this leader’s criterion, fairness is summarized in three different narrations.
This indicates that a fair theme is a central issue of the leader’s criteria in
Islam.
Keywords: Criteria, Leader, Perspective, Hadith.
| 115 |
Istinbáth Jurnal Hukum Islam
Abstrak: Isu kepemimpinan dianggap penting dan masih aktual karena sangat
berpengaruh pada kemajuan peradaban dan kemakmuran manusia. Di sisi lain,
Islam agama yang dianut oleh sebagian besar manusia adalah agama totalitas,
yang mengatur aspek kehidupan manusia. Termasuk aspek kepemimpinan
dalam satu negara maupun bangsa.Salah satu sumber ajaran Islam adalah
petunjuk Nabi dalam bentuk hadits.Hadits Nabi SAW yang merupakan sumber
kedua dalam ajaran Islam setelah al-Qur’an.Maka perlu diungkap tentang
penjelasan Nabi SAW terkait kriteria pemimpin.
Penelitian ini mencoba menjawab beberapa pertanyaan pokok: Bagaimana
pandangan Islam tentang kepemimpinan? Bagaimana kriteria pemimpin dalam
perspektif hadits Nabi?Untuk menjawab pertanyaan ini, penelitian dilakukan
dengan mengkaji teks-teks matan hadits Nabi. Teks matan hadits ini dikaji
dengan berbagai pendekatan; teologis, historis, filosofis, tafsir, hermeneutis,
fikih.Metode content analisys pada awalnya dilakukan terhadap teks al-Qur’an
maupun hadits dan penjelasan ulama terhadap teks hadits. Matan hadits
dilakukan takhrij dan kajian naqd dakhili, setelah melakukan naqd khariji
terhadap sanad hadits.
Dari kajian ini disimpulkan bahwa ;Pertama, kepemimpin bagian dari misi
ajaran agama Islam. Hal ini terbukti dengan adanya hadits-hadits Nabi SAW
yang mengulas tentang kriteria-kriteria pemimpin.Kedua, Tema-tema yang
terkandung dalam hadits-hadits ini meliputi 11 tema kriteria pemimpin;
Tanggung jawab, jujur, mempermudah tidak mempersulit, tidak otoriter,
pelayan rakyat dan peduli sosial, bersikap adil, berpegang teguh dengan agama,
tidak memandang warna kulit, tidak mengejar jabatan (ambisius), cakap dan
cerdas, kestabilan jiwa. Ketiga, dari 14 riwayat hadits kriteri pemimpin ini,
sifat adil terangkum dalam tiga riwayat yang berbeda.Hal ini mengindikasikan
bahwa tema adil merupakan isu sentral kriteria pemimpin dalam Islam.
Kata Kunci :Kriteria, Pemimpin, Perspektif, Hadits.
A. PENDAHULUAN
Manusia diciptakan oleh Allah adalah untuk mengabdi kepadaNya. Selain itu
manusia juga dijadikan sebagai khalifah di muka bumi (QS.2:30).Setelah Rasulullah
SAW mangkat, isu pertama yang menjadi perdebatan di kalangan sahabat adalah
88
Lihat, Ibnu Hisyam, as-Surah an-Nabawiyah, (Kairo: Dar al-Hadits, 1996). Cet. I.
89
Untuk itulah Nabi menegaskan bahwa setiap orang adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta
pertanggungan jawaba atas orang yang dipimpin. Lihat, Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, no. hadits 893
(Saudi:Dar Thuq najat, 1422.H), 2, hal. 5
90
Abu Hamid al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), Jilid I, h. 71; Abu Hasan al-Mawardi, al-Ahkam
ash-Shulthaniyah, tentang khilafah dan imamah, (Beirut:Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1985), hal.3
91
Muhammad ibn Ismail al-Bukhari,Shahih al-Bukhari, (Singapura: Sulaiman Mar’i, t.th.), Jilid IX, h. 79
92
Lihat Abu Fida Ibnu Katsir, Tafsir Ibn Katsir, (Ghiza: Muassasah Qordoba, 2000) Jilid 4, 241
93
Lihat, Jeremie Kubuicek, Leadership is Dead: How Influence is Riviving it, (Newyork:Howard Books, 2011)
94
Lihat Undang-Undang No. 32 tahun 2004, www.kpu.go.id/dmdocuments/uu_32_2004
B. KERANGKA TEORI
Penelitian ini berlandaskan teori bahwa Islam diturunkan sebagai rahmatan
lil’alamin. Bila Islam95 sebagai ajaran yang penuh rahmat, tentunya akan mendidik
umatnya menjadi umat rahmat bagi sesamanya dan alam semesta. Islam mengajarkan
kesalehan dalam ibadah yang equivalen dengan kesalehan dalam sosial. Sehingga
seorang muslim yang saleh dalam beribadah, semestinya menurut Islam, ia juga
saleh dalam bersosial. Teori ini patut dikemukakan dan dijadikan landasan dalam
penelitian ini.Hal ini sangat urgen untuk mengungkap kebenaran ajaran Islam dan
pengamalannya dalam tataran sosial kemasyarakatan.Sehingga dapat dikatakan,
Islam adalah agama rahmat dalam berbagai hal, termasuk dalam masalah
kepemimpinan.Bahkan dalam sebuah hadits Nabi menjelaskan bahwa setiap orang
adalah pemimpin dalam skala yang berbeda-beda.96
Sebenarnya bila dirunut, akar permasalahan dalam masalah kepemimpinan ini
kembali kepada relasi Islam dan negara.Banyak konsep yang telah dihasilkan dalam
pembahasan relasi Islam dan Negara. Menurut Munawir Syazali, paling tidak ada
tiga konsep mengenai relasi Islam dan negara. Pertama, Islam adalah agama yang
sempurna dan lengkap dengan pengaturan bagi segala aspek kehidupan manusia
termasuk kehidupan berpolitik dan bernegara.Kedua, Islam adalah sebagai suatu
agama, sama sekali tidak ada hubungannya dengan masalah politik dan kenegaraan.
Menurut faham ini, Nabi Muhammad, hanyalah seorang Rasul biasa seperti halnya
rasul-rasul sebelumnya, dengan tugas hanya untuk mengajak manusia kembali
kepada kehidupan mulia dan berpekerti baik.Ketiga, Tidak sependapat dengan
pandangan bahwa Islam merupakan suatu agama serba lengkap, yang di dalamnya
juga mengatur suatu sistem kenegaraan yang lengkap pula. Namun, mereka juga
tidak sependapat bila Islam sama sekali tidak ada hubungan dengan masalah politik
dan ketatanegaraan. Menurut mereka Islam, Islam merupakan ajaran totalitas tetapi
dalam bentuk petunjuk-petunjuk pokok saja.97
95
Kata Islam mempunyai beberapa makna: berserah diri kepada Tuhan, patuh dan tunduk atau kedamaian dan
ketentraman, Lihat kata Islam dalm, Ar-Razy, Muhammad bin Abu Bakr, Mukhtar al- Shahah, (Kairo:Dar al-Manar, tth). Hal.
155.
96
Muslim bin al-Hajjaj, Shahih Muslim, no. hadits 1829 dari jalur periwayatan Abdullah bin Umar.
97
Lihat, Munawir Sazali, Islam dan Tata Negara: Ajaran , Sejarah dan Pemikiran , ( Jakarta:UI Press, 1990). Hal 1-2.
C. PEMBAHASAN
98
Lihat, Majma’ al-Lughah al-Arabiyah, al-Mu’jam al-Wasith, (Mesir: Majma’ al-Lughah al-Arabiyah, tth.), hal.249.
99
Lihat, Majma’ al-Lughah al-Arabiyah, al-Mu’jam al-Wasith, hal.269.
100
Abu Hasan Al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyah, Bab I, hal. 5.
101
Lihat Ibnu Ibad, al-Muhith fi al-Lughoh, 1/364.Lihat Pula Majma’ al-Lugah al-Arabiyah, al-Mu’jam al- Washith,
(Kairo, tt. Cet. III). Hal. 259-260.
102
Louis, al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam, (Beirut Dar Masyriq, 1998). hal. 192.
103
Ali Abdul Raziq, al-Islam wa Ushul al-Hukmi, (Kairo: Hai’ah Mashriyyah al-Ammah li al-Kitab, tt.)
104
Ali Abdul Raziq, al-Islam wa Ushul al-Hukmi, hal. 412
105
Lihat Hasan Subhi Abdul Latif, Daulah Islamiyah wa Sulthatuha at-Tasyri’iyyah, (Alexandria: Muassasah Syabab al-
Jami’ah, tth) hal. 59
(“Imam adalah orang yang diikuti atau ditiru ()يؤمتbaik itu manusia yang
diikuti perkataannya atau perbuatannya, maupun kitab atau kedua-duanya
benar atau salah. Oleh karena itu mereka mengatakan imam itu khalifah dan
seorang alim yang ditiru, dan orang yang diikuti dalam salat. Dan al-Imam
al-Mubin itu lauh al-mahfudz.Kata Imam itu dapat digunakan untuk laki-laki
maupun perempuan….”)
(“…Perwakilan Tuhan (sahib al-syar’i) dalam menjaga urusan agama dan urusan
duniawi disebut Khilafah dan imamah, orang melaksanakannya dinamakan
khalifah dan imam. Dinamakan Imam karena disamakan dengan imam salat
untuk diikuti dan diteladani, oleh karena itu disebut :”Imam (pemimpin)
Besar”. Sedangkan dinamakan khalifah karena menggantikan posisi nabi pada
umatnya, maka disebut:”khalifah” saja atau khalifah rasulillah…”.)109
106
Matan hadits ini lengkapnya :
، «اللهم أنت اخلليفة يف األهل: عن أبي هريرةرضي اهلل عنه أن رسول اهلل صلىاهلل عليه وسلم كان إذاخرج مسافرا قال
» واطولنا بعده، اللهم أعنا علىسفرنا، واشغلنا مباحتب وترضى، اللهم إني أسألك الربوالتقوى،والصاحب يف السفر
Diriwayatkan oleh Ibnu Sunni dalam Amal al-Yaumi wa al-Lailati. Menurut Albani hadits ini dhaif, dengan
memasukkannya dalam silsilah dhai’fah.
107
Ali Abdul Raziq, al-Islam wa Ushul al-Hukmi, hal. 413.
108
Lihat Abdurrauf al-Manawi, al-Ta’arif, (Beirut : Dar al-Fikr, 1410 H), hal. 90.
109
Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, hal. 181.
Dalam konteks agama Islam, dijumpai dua pandangan teori terkait relasi agama
dengan kepemimpinan.Pertama, bahwa kepemimpinan terkait erat dengan agama.
Dengan dalih Islam adalah agama totalitas, mengatur seluruh aspek kehidupan,
termasuk masalah kepemimpinan.Teori ini menguatkan dengan hadits-hadits Nabi
yang menguatkan bahwa kepemimpinan itu bagian tak terpisahkan dari misi agama.
Bahkan kepemimpinan adalah perintah agama.
جاء عبداهلل بن عمر إىل عبداهلل بن مطيع حني كان من أمر:عن نافع قال
احلرة ما كان زمن يزيد بن معاوية فقال اطرحوا ألبي عبدالرمحن وسادة فقال
إني مل آتك ألجلس أتيتك ألحدثك حديثا مسعت رسول اهلل صلى اهلل عليه
و سلم يقوله مسعت رسول اهلل صلى اهلل عليه و سلم يقول ( من خلع يدا
من طاعة لقي اهلل يوم القيامة ال حجة له ومن مات وليس يف عنقه بيعة مات
) ميتة جاهلية
110
Lihat, al-Mawardi, Al-Ahkam Al-Shulthaniyyah, pada awal pembahasan tentang khilafah dan imamah, (Beirut : Dar
al-Kutub al-ilmiyyah, 1985, cet. I.)
111
Lihat Abdu al-Salam, al-Hasyiah ‘ala al-Jauharah, hal. 242.
112
Nama lengkapnya Nashiruddin Abu Said Abdullah ibn Umar ibn Muhammad al-Syairazy al-Baidhawi, wafat pada
tahun 791 H.
113
Lihat, Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, hal. 180.
Lebih dari itu, seorang muslim bila mendapatkan suatu hal yang kurang baik
pada pemimpinnya, diminta bersabar dalam menghadapinya.
عن النيب صلى اهلل عليه و سلم قال ( من كره من أمريه شيئا: عن ابن عباس
) فليصرب فإنه من خرج من السلطان شربا مات ميتة جاهلية
Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas r.a. dari Nabi SAW bersabda:”Barang siapa
yang tidak suka suatu hal pada pemimpinnya, hendaknya ia bersabar, karena barang
siapa yang memboikot pemimpinnya yang sah sejengkalpun maka dia telah mati
dengan kematian jahiliah.(HR Bukhari114 dan Muslim115)
Namun teori kedua mengatakan bahwa kepemimpinan itu tidak terkait
dengan ajaran agama.Kepemimpinan adalah murni kebutuhan manusia bukan
perintah agama.Maka dari itu, Nabi SAW hanya sebagai pemimpin agama dan
bukan pemimpin negara.Nabi SAW tidak pernah hadir untuk mendirikan negara,
tapi hanya menyampaikan ajaran agama kepada umat.
Para Ulama berbeda pendapat tentang hukum wajib keberadaan Imam
(pemimpin) pada suatu bangsa apakah dengan akal atau dengan syari’at?Satu
Kelompok berpendapat wajib secara akal. Dengan argumentasi, secara tabiat akal
akan menerima keberadaan seorang pemimpin yang dapat menjaga dan mengatur
interaksi antar anggota masyarakat, sehingga dapat hidup dengan rukun dan damai.
Kelompok lain mengatakan, keberadaan Imam/pemimpin wajib secara syari’at,
dengan dalil firman Allah :
الر ُسو َل َوأُولِي الأْ َ ْم ِر ِمنْ ُك ْم فَإِ ْن تَنَا َز ْعتُ ْم َّلله
َّ يعوا ُ يعوا ا َ َوأَ ِط ُ ِين آَ َمنُوا أَ ِط
َ يَا أَيُّ َها الَّذ
ٌ ِْك َخير َ ول إِ ْن ُكنْتُ ْم تُ ْؤ ِمنُو َن بِاللهَِّ َوالْيَ ْو ِم الآْ َ ِخ ِر َذل
ِ الر ُس َّ فيِ َش ْي ٍء فَ ُردُّوهُ إِلىَ اهلل َو
َوأَ ْح َس ُن تَأْ ِويل
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri
di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.(An-Nisa: 59)
114
Lihat Muhammad bin Isma’il Bukhari, Shahih Bukhari, nomor hadits 6645, 6/2588
115
Muslim bin Hajjaj Nisaburi, Shahih Muslim, nomor hadits 1849, 3/1477
Menurut Ahli Tafsir, dalam ayat dipadankan ketaatan kepada Ulul Amri
(Pemimpin) dengan ketaatan kepada Allah dan Rasulnya.116
Dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Bukhari dalam Sahih:
ِ ِن أَ ِم
ري ِه ْ قَا َل « َم ْن َك ِرهَ م- صلى اهلل عليه وسلم- اس َع ِن النَّبِ ِّى
ٍ ََّع ِن ابْ ِن َعب
» ات مِيتًَة َجا ِهلِيَّ ًة ِ السلْ َط
َ ان ِشبرْ ًا َم َ فَإِنَّ ُه َم ْن َخ َر َج م، ْ َِشيْئًا فَلْيَ ْصبر
ُّ ِن
Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda:”Barang
siapa yang membenci satu perbuatan yang dilakukan pemimpinya, hendaknya ia
bersabar, barang siapa yang keluar dari (mengakui) pemimpinnya walaupun sejengkal,
ia mati dalam keadaan Jahiliyah.(HR Bukhari117)
Dari dalil-dalil ini jelas, posisi pemimpin dalam Islam.Islam memandang
keberadaan pemimpin atau imam dalam masyarakat adalah suatu keharusan dan
kebutuhan.Masyarakat memerlukan pemimpin yang dapat mengatur kehidupan
bermasyarakat agar terciptanya kerukunan, kedamaian dan pencapaian cita-cita
bersama. Di sisi lain masyarakat pun membutuhkan imam yang membimbing
kehidupan beragama agar menjadi benar dan sesuai tuntutan dan kebutuhan
mereka, dan dapat menggapai kehidupan damai.
Berdasarkan hadits-hadits Nabi SAW, Ibnu Taymiyyah melihat penegakkan
Khilafah adalah wajib. Keberadaan khilafah seiring dengan keberadaan risalah.
Kesimpulannya diperkuat oleh ayat-ayat suci Al-Qur’an, seperti diungkapan dalam
Siyasah Syar’iyyah118 :
116
Lihat penafsiran ayat 59 dari Surat An-Nisa pada: Abu Fida Ibnu Katsir, Tafsi al-Qur’an al-Adzim, (Saudi: Dar Thiba,
1999); al-Qurthuby, Jami’ Ahkam al-Qur’an, (Riyadh: Maktabah Syamilah 211); Ath-Thabary,Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an,
(Beirut: Mua’sasah Risalah, 2000)
117
Muhammad bin Isma’il Bukhari, Shahih Bukhari, no. hadits 7053, 23/236; Muslim bin Hajjaj Nisaburi, Shahih Muslim,
nomor hadits 56, 3/1447.
118
Ibnu Taymiyyah, al-Siyasah al-Syar’iyyah, (Riyadh: Maktabah Syamilah 2.11), 1/ 22
rasul dan penurunan Kitab adalah menegakkan keadilan pada manusia dalam hak-
hak Allah dan hak-hak makhluknya.
Pendapat Ibnu Taymiyyah sejalan dengan pendapat al-Mawardi dalam al-
Ahkam al-Sulthaniyyah119mengatakan :
119
Lihat, Al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyyah, hal. 5.
120
Al-Asham, di sini adalah Abu Bakar bin Kaisan seorang tokoh mu’tazilah terkenal. Kaum Mu’tazilah berpendapat
bahwa Ijma’ tidak dapat dijadikan sebagai landasan hukum agama.Pendapat ini juga didasari pada pemahaman ayat 88 Surat
Al-Isra’. Katakanlah: «Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya
mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian
yang lain». Lihat, Al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal, )Beirut : Dar al-Surur, 1948, cet. I(
121
Lihat lebih detailnya Marwan Muhammad Mahrus, Mas’uliyah Ra’is ad-Dawlah fi an-Nidzam ar-Riyasi wa al-Fiqh al-
Islami;Dirasah Muqaranah,(Aman Yordan:Dar al-I’lam, 2002) hal. 103-108
122
Gamal al-Banna adalah aktivis muslim, anggota gerakan dakwah al-Ikhwan al-Muslimun. Ia pada awalnya sangat
dikenal sebagai seorang fundementalis dan anti-barat. Ia sangat gigih memperjuangkan negara tauhid yang berlandaskan «Laa
ilaha illallah”. Namun perjalan hidupnya, lika-liku perjuangannya menghantarkannya pada suatu penelaahan ulang terhadap
pemikiran-pemikirannya tentang Islam dan Negara. Lihat ulasan biografi Gamal al-Banna, al-Ta’addudiyyah fi al-Mujtama’ al-
Islami, diterjemahkan oleh Taufik Damas, L, Doktrin Pluralisme dalam al-Qur’an, (Bekasi: Penerbit Menara, 2006).
123
Gamal al-Banna, Relasi Agama dan Negara (Terjemahan) Pengantar Said Aqiel Siradj., ( Jakarta : Mata Air Publishing,
2006). hal. 26.
adalah seorang utusan dan nabi yang memiliki peran sebagai juru dakwah dalam
memperkenalkan Islam, dengan menggunakan hikmah dan mauidzah hasanah
sebagai strategi dakwah yang beliau tempuh.Hanya saja kondisi serta situasinya
menuntut hal yang berbeda. Dengan memaksa nabi untuk sekaligus mengambil
peran sebagai pemimpin dalam eksperimen pendirian sebuah negara istimewa yang
keberhasilannya tidak akan ditiru atau diulang kembali.124
Ali Abdul Raziq dalam karya fenomenalnya Al-Islam wa Ushul al-
Hukm, menegaskan bahwa para ulama belum dapat menjadikan hadits sebagai
landasan kewajiban mewujudkan sistem khilafah dalam Islam.125 Seandainya
mereka mendapatkan dalam hadits dalil yang mewajibkan khilafah pasti akan
mendahulukannya sebagai dalil ketimbang ijma’.Padahal ijma’ yang disinyalir pun
tidak memiliki landasan yang kokoh sebagai dalil. Namun hal ini dibantah oleh
Rasyid Ridha dan meyakinkan bahwa kewajiban mendirikan khilafah dijumpai
dalam sunnah Nabi. Menurutnya, banyak yang lalai dari hadits-hadits sahih yang
mewajibkan menegakkan Imam, seperti komitmen kelompok muslimin dan
pemimpinnya, bahkan pada suatu hadits dijelaskan dengan gamblang bahwa barang
siapa yang mati tanpa membaiat imam, maka kematiannya sebagai kematian
jahiliyah.126
Namun menurut Ali Abdul Raziq, apa yang dibantah Rasyid Ridha tidak
dibuat-buat. Memang hadits-hadits Nabi seperti yang disebutkan Rasyid Ridha
tentang imamah, khilafah, bai’at dan seterusnya benar adanya.Tapi hadits-hadits ini
tidak dapat dijadikan dalil atas kewajiban menegakkan khilafah. Di sini Abdul Raziq
beragumen dengan perkataan Nabi Isa ‘alaihi salam tentang pemerintahan Kaisar
Romawi, dan memerintahkan (kepada umatnya) untuk memberikan hak Kaisar
untuk Kaisar. Hal ini bukan berarti pengakuan dari Nabi Isa bahwa pemerintahan
Kaisar termasuk dari Syari’at Allah Ta’ala, dan juga tidak diakui oleh agama Nasrani.
Dan tak seorangpun yang memahami bahasa manusia yang mengatakan bahkan
perkataan nabi Isa ini sebagai hujjah atas berdirinya pemerintahan Kaisar.127Jika hadits-
hadits Nabi yang sahih itu benar menunjukkan kepada kita bahwa kita diperintahkan
untuk menta’ati imam yang kita bai’at. Tapi di sisi lain Allah pun memerintahkan
kita untuk memenuhi janji kita kepada orang musyrik, dan berkomitmen kepada
mereka sebagaimana mereka berkomitmen kepada kita. Namun perintah Allah ini
bukanlah dalil bahwa Allah merestui perbuatan syirik.128
124
Gamal al-Banna, Relasi Agama dan Negara, hal. 27.
125
Ali Abdul Raziq, al-Islam wa Ushul al-Hukmi, (Kairo: Hai’ah Mashriyyah al-Ammah li al-Kitab, tt.), hal. 16.
126
Hadits riwayat Ahmad bin Hambal dalm al-Musnad, no hadits 17339, 36/282.
127
Ali Abdul Raziq, Islam wa ushul al-hukmi, hal. 18.
128
Ali Abdul Raziq, Islam wa ushul al-hukmi, hal. 19.
Menurut peneliti, ada pertanyaan yang perlu dijawab, apakah Nabi benar-benar
telah menetapkan khalifah sebagai penggantinya setelah kematiannya ? Jawaban
yang dapat dipastikan, bahwa Nabi tidak pernah menunjuk seorangpun untuk
menjadi khalifah setelah beliau mangkat. Hal ini dibuktikan sebuah riwayat hadits
dalam Musnad al-Bazzardan disahihkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak129, ketika
Nabi SAW ditanya oleh para sahabat:”Ya Rasulallah !tidakkah engkau tetapkan
seorang khalifah setelahmu untuk kami ? Ia menjawab :”Jika aku menentukan
khalifah untuk kalian, kemudian kalian menentang khalifahku maka kalian akan
tertimpa azab”. Menurut al-Suyuthi hadits ini dhaif karena seorang perawinya, Abu
al-Yaqdzan dhaif.130 Walaupun dhaif, namun hadits ini ditopang oleh pernyataan
Umar bin Khattab, ketika ditanya alasannya tidak menentukan penggantinya dengan
berkata :”Bila aku menentukan penggganti, telah dilakukan oleh orang yang lebih
baik dariku, bila aku tidak menentukannya, telah dilakukan pula oleh orang yang
lebih baik dariku”.131 Pernyataan Umar bin Khattab membuktikan beberapa hal.
Pertama, Khalifah bukanlah satu-satunya sistem yang diakui Islam dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Kedua, Penetapan khalifah ataupun tidak, suatu hal yang
lumrah dan tidak terkait dengan perbuatan kepatuhan atau pelanggaran terhadap
norma agama.
Menurut Haroro J. Ingram132 kepemimpinan kelompok Islam radikal
maupun militan adalah kepemimpinan kharismatik yang tertumpu kepada empat
hal; pertama kepemimpinan kharismatik meliputi empat faktor; kepeimpinan
kharismatik, kharismatik kolektif, pusat hubungan dan krisis persepsi.Dalam
sistem negara presidential seorang pemimpin/presiden memiliki dua wewenang
sekaligus; sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.Ini artinya dalam sistem
presidential seorang pemimpin memiliki kewenangan yang luas dalam menjalankan
pemerintahannya.133Syarat-syarat pemimpin negara: Islam, Baligh, Berakal,
Merdeka, Laki-laki, Mujtahid, bersifat adil, memiliki ide cemerlang dalam politik
dan pertahanan negara, kemampuan fisik, dari kalangan quraisy.134
129
Abu Abdillah al-Hakim an-Nisaburi, al-Mustadrak <ala Shahihain, no. hadits 4435 (Beirut:Dar Kutub Ilmiyah, 1990)
3/74.
130
Lihat al-Suyuthi, Tarikh al-Khulafa’, hal. 14.
131
Lihat, Muhammad bin Isma’il Bukhari, Sahih Bukhari, 2/142
132
Haroro J. Ingram, The Charismatic Leadership Phenomenon In Radical and Militant Islamism, (Burlington-USA:Asghate
Publishing Company, 2013) hal. 30-31
133
Lihat Marwan Muhammad Mahrus, Mas’uliyah Ra’is ad-Dawlah fi an-Nidzam ar-Riyasi wa al-Fiqh al-Islami;Dirasah
Muqaranah,(Aman Yordan:Dar al-I’lam, 2002) hal. 17-19
134
Lihat Marwan Muhammad Mahrus, Mas’uliyah Ra’is ad-Dawlah fi an-Nidzam ar-Riyasi wa al-Fiqh al-Islami;Dirasah
Muqaranah,(Aman Yordan:Dar al-I’lam, 2002) hal. 109-113; Abu al-Hasan al-Mawardi, al-Ahkam as-Sulthaniyah, hal. 83-84
135
Lihat, Ibnu Hisyam, as-Sīrah an-Nabawiyah, (Kairo: Dar al-Hadits, 1996). Cet. I.
136
Lihat, https://id.wikipedia.org/wiki/Otokrasi, diakses 20 September 2017
137
Lihat, Ibrahim bin Yahya Khalifah, as-Siyasah asy-Syar’iyaah, ( Alexandria: Mu’assasah Syabab al-Jami’ah, 1411), hal.
74.
138
Lihat, https://id.wikipedia.org/wiki/Teokrasi, diakses 20 September 2017
139
Lihat Abu al-A’la al-Maududi, al-Khilafah wa al-Mulk, (Kuwait: Dar al-Qalam, 1972)
140
Lihat, Athiyah Adlan, An-nadzriyat al-‘Ammah li Nidzam al-Hukmi fi al-Islam, (Kairo: Dar al-Kutub al-Misriyah, 2011),
hal. 256.
141
Abu al-A’la al-Maududi, al-Khilafah wa al-Mulk, hal.37-47
142
Lihat, al-Mawardi, al-Ahkam as-Sulthaniyyah, hal. 18
143
Lihat Marwan Muhammad Mahrus, Mas’uliyah Ra’is ad-Dawlah fi an-Nidzam ar-Riyasi wa al-Fiqh al-Islami;Dirasah
Muqaranah, hal. 114-125; Abu al-Hasan al-Mawardi, al-Ahkam as-Sulthaniyah, hal. 18
144
Lihat Marwan Muhammad Mahrus, Mas’uliyah Ra’is ad-Dawlah fi an-Nidzam ar-Riyasi wa al-Fiqh al-Islami;Dirasah
Muqaranah, hal. 128-136
145
Lihat Marwan Muhammad Mahrus, Mas’uliyah Ra’is ad-Dawlah fi an-Nidzam ar-Riyasi wa al-Fiqh al-Islami;Dirasah
Muqaranah, hal. 138-152
Tujuan berdirinya negara di dalam Islam dapat tergambar dari pilar-pilar negara
dalam Islam; pertama, prinsip kedaulatan hukum syariah di atas hukum konvensional.
Kedua, prinsip kedaulatan di tangan umat melebihi di tangan bangsa.Ketiga, prinsip
difireansi kekuasaan yang tercermin dalam trias politika (legislatif, eksekutif dan
yudikatif ).146Dan prinsip-prinsip ini adalah bertujuan terciptanya negara yang
berkeadilan, berdaulat dengan persamaan hak dan kewajiban, kesejahteraan umat.
4. Takhrij, Kajian Sanad, Matan dan Syarh Hadits
Hadits-hadits Nabi tentang kepempinan terbilang banyak.Namun peneliti
menyeleksi hadits-hadits Nabi yang terkait dengan tema penelitian ini, yaitu
kriteria pemimpin.Dari sini, terangkum beberapa hadits Nabi yang peneliti berhasil
dihimpun dari kitab-kitab hadits otoritatif, sesuai data-data yang berhasil diperoleh.
Dan hadits-hadits berjumlah 14 riwayat hadits yang meliputi 11 tema kriteria
pemimpin, lengkap dengan sanadnya, sebagai berikut:
a. Tanggung Jawab
ار َع ْن َعبْ ِد اهللِ بْ ِن ُع َم َرٍ َِك َع ْن َعبْ ِد اهللِ بْ ِن دِينٍ هلل بْ ُن َم ْسلَ َم َة َع ْن َمال ِ َح َّدثَنَا َعبْ ُد ا
ٌ ُُل ُكم َمسئ ُّ ُ ُّ ََّ َ َ َلا َ َّ َ أَ َّن َر ُسو َل اهلل
ول َع ْن ْ ْ اع َوك ٍ صلى اهللُ َعليْ ِه َو َسل َم قال أ كُلك ْم َر
اع ر
َ لُ الر ُج و
َ م ه
ُ ن
ْ ع
َ ٌ ُاس َراع َعلَي ِهم َو ُه َو َمسئ
ول ِ ن
َّ ال ى َِري الَّذِي َعل مَ َْرعِيَّتِ ِه فَالأ
ٍ َّ ْ ْ ْ ْ ٍ ُ
ِ ْول َعنْ ُه ْم َوالمَْ ْرأَةُ َراعِيٌَة َعلَى بَي ٌ َُعلَى أَ ْه ِل بَيتِ ِه َو ُه َو َمسئ
َ ت بَ ْع ِل َها َو َولَ ِد ِه َوه
ِي ْ ْ
ُّ ول َعنْ ُه فَ ُك ُّل ُكم َراع َوك
ُل ُك ْم ٌ ُال َسيِّ ِد ِه َو ُه َو َمسئِ اع َعلَى َم ْ ٌَ
ٍ ْ ْ ٍ َم ْسئُولة َعنْ ُه ْم َوال َعبْ ُد َر
ول َع ْن َرعِيَّتِ ِه ٌ َُمسئ
ْ
Diriwayatkan dengan sanadnya dari Ibn umar r.a berkata : aku sudah mendengar
rasulullah saw bersabda : “Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta
pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Satu Orang kepala negeri dapat
diminta pertanggungjawaban urusan rakyat yg dipimpinnya. Seorang suami dapat
ditanya urusan keluarga yangg dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah
tangga suaminya dapat ditanya tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan satu orang
pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya
pula akan ditanya dari orang yang dipimpinnya. setiap kalian adalah pemimpin dan
akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) kepemimpinannya.
146
Yusuf Qardhawi, Min Fiqh ad-Dawlah fi al-Islam, (Kairo: Dar Syuruq, 1997), hal.38-39
Takhrij: Hadits ini dikeluarkan Imam Bukhari dalam Shahih al-Jami, no. hadits
2278 Kitab al-Istiqrad wa ada ad-duyun wa al-hijr wa at-taflis, bab al-Abdu ra’in fi
mali sayyidih wala ya’mal illa bi iznih dari jalur Abdullah bin Umar.147 Selain Bukhari,
Imam Muslim bin al-Hajjaj mengeluarkan hadits ini dalam al-Jami’ ash-Shahih,
nomor hadits 1829, kitab al-Imarah, bab Fadhilat al-Imam al-Adil wa Uqubat al-Ja’ir
wa al-hats ‘ala ar-rifqi bi ar-raiyyah wa an-nahyu ‘an idkhal al-masyaqqah ‘alaihim
dari jalur yang sama.148
Sanad Hadits 1 :1)Abdullah bin Maslamah al-Qa’naby al-Haritsy dari kalangan
shigor atba’ at-tabi’in, wafat 221 H. di Makkah.Ibnu Hajar: tsiqah abid, Imam Zahabi:
ahad al-A’lam. Abu Hatim: Tsiqah hujjah.149 2) Malik bin Anas al-Ashbahi al-Humairi
al-Madani, Imam Darul Hijrah. Lahir 93 H.dari kalangan Kibar atba’ tabi’in, wafat
179 H.Ibnu Hajar: Imam Dar Hijrah, Ra’s Mutqinin wa Kabir Mutatsabbitin. Imam
Zahabi : Imam.1503) Abdullah bin Dinaral-Qurasy al-Adawi, Mawla Abdullah bin
Umar bin Khattab. Wafat 127 H. dari kalangan wustha tabi’in. Ibnu Hajar : Tsiqah.
Zahabi: al-Imam al-Faqih..1514) Abdullah bin Umar bin Khattab al-Qurasyi al-Adawi.
Sahabat Nabi SAW. Wafat tahun 73 H di Makkah, dalam usia 86 tahun.152Status
sanad: sanad hadits ini sahih karena perawi-perawinya tsiqah.
Syarh Matan Hadits 1: Hadits ini menurut Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan
bahwa kepemimpinan itu meliputi semua orang, termasuk orang yang dipimpin
pun berpotensi menjadi pemimpin. Hal ini dapat dilihat pada uraian matan hadits
berikutnya.Dimulai dengan kepemimpin seorang kepala negara (Amir) yang
bertanggung jawab atas rakyatnya, kemudian seorang suami bertanggung jawab atas
anak-istrinya, seorang istri bertanggung jawab atas harta suami dan keluarganya,
dan ditutup dengan pembantu bertanggung jawab atas rumah dan harta benda
majikannya.Di sini disebutkan tingkatan kepemimpinan dari yang tinggi sampai yang
rendah.Dan frasa ‘setiap pemimpin bertanggung jawab’ atas kepemimpinannya,
merupakan inti dari kepemimpinan.Oleh karena itu dalam konteks hadits, diminta
pertanggung jawaban kepemimpinan seorang pemimpin bukan hanya pada aspek
keduniaan semata, tapi juga pada aspek agama berupa balasan di Akherat kelak.153
147
Muhammad bin Isma’il Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut: Dar Ibn Katsir-al-Yamamah, 1987, cet. III) 2/848.
148
Muslim bin al-Hajjaj an-Nisaburi, Shahih Muslim, revisi M. Fuad Abdul Baqi’, (Beirut:Dar Ihya at-Turats al-Araby,
tth) 3/1457
149
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, (Syria: Dar Rasyid, 1986).1/323; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Siyar A’lam
an-Nubala’, (Riyadh: Maktabah Syamilah, 2.11) 10/257
150
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/516; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 1/207
151
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/516; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 1/125
152
Ibnu Abdil Barr, al-Isti’ab fi Ma’rifat al-Ashab, (Riyadh: Maktabah Syamilah. 2.11) 1/289.
153
Ibnu Hajar Asqalani, Fath al-Bari, 3/298
b. Jujur
ب َع ْن حْالَ َس ِن قَا َل َعا َد ُعبَيْ ُد اهلل بْ ُن ِ وخ َح َّدثَنَا أَبُو الأْ َ ْش َه ُ ََح َّدثَنَا َشيْب
َ ان بْ ُن فَ ُّر
ك َ ُِل إِنِّي محُ َ ِّدث ٌ ات فِي ِه قَا َل َم ْعق َ ِي فيِ َم َر ِض ِه الَّذِي َم َّ ار المُْزن
ٍ ِل بْ َن يَ َس َ ِزيَا ٍد َم ْعق
َّلله
ت أَ َّن لِي َحيَا ًة َما ُ ِم ْ ص َّلى ا ُ َعلَيْ ِه َو َس َّل َم لَ ْو َعل َ ول اهلل ِ ِن َر ُس ْ س ْعتُ ُه مِ ََحدِيثًا م
تعِي ِه
ْ َِن َعبْ ٍد يَ ْس ر ْ ُول َما م ُ ص َّلى اهلل َعلَيْ ِه َو َس َّل َم يَق َ ت َر ُسو َل اهلل ُ س ْع ِ َك إِنِّي م َ َُح َّدثْت
ِرعِيَّتِ ِه إِلاَّ َح َّر َم اللهَّ ُ َعلَيْ ِه الجْ َنَّ َة
َ اش ل ٌّ وت َو ُه َو َغ ُ َُاهللُ َرعِيَّ ًة يم
ُ َُوت يَ ْو َم يم
Diriwayatkan dengan sanadnya dari Hasan Basri bahwa Ubaidillah bin Ziyad
menjenguk Ma’qil bin Yasar r.a berkata : Aku sudah mendengar Rasulullah saw
bersabda : Tiada seorang hamba pun yangg diamanati oleh Allah memimpin rakyat,
di saat ia mati dirinya masih dalam menipu rakyatnya, kecuali Allah mengharamkan
baginya syurga.
Takhrij: Hadits ini diriwayatkan dengan lafadz ini oleh Imam Muslim dalam
Sahih Muslim, nomor hadits 142, kitab al-Iman, bab istihqaq al-wali al-ghasy li
ra’iyatihi an-nar dari jalur periwayatan Ma’qil bin Yasar.154 Dikeluarkan oleh imam
Bukhari dengan lafdadz yang berbeda, nomor hadits 6731 dalam al-Jami’ ash-Shahih,
kitab al-Ahkam, bab man isrtat’a ra’iyyatan fa lam yanshah.155
Sanad Hadits 2 :1) Syaiban bin Farukhal-Hibthy Mawlahum Abu Muhammad al-
Ably. Dari kalangan shigor atba’ tabi’in.wafat 235 H.S. Ibnu Hajar : Ia seorang
shaduq yahimm, dituduh sebagai qadari. Abu Zur’ah: ia seorang Shaduq.156 2)
Abu al-Asyhab : Ja’far bin Hibban (Hayyan) al-Atharidi. Lahir 70 H dan wafat
165 H. Ibnu Hajar: Tsiqah. Zahabi : Tsiqah.1573)Al-Hasan bin Abi al-Hasan
al-Bashri, lahir dua tahun sebelum berakhirnya masa khilafah Umar bin
Khattab.bertemu dengan beberapa sahabat Nabi seperti Usman, Ali, Thalhah,
Zubair bin Awwam. Dari kalangan wustha tab’iin, wafat tahun 110 H. Ibnu
Hajar: tsiqah faqih fadil masyhur, sering melakukan periwayatan mursal dan
melakukan tadlis. Imam Zahabi: al-Imam, rujukan dalam ilmu dan amal.158
4) Abdullah bin Ziyad Abu Maryam al-Asadi, dari kalangan wustha Tabi’in,
154
Muslim bin Hajjaj Nisaburi, Shahih Muslim, 1/125
155
Muhammad bin Isma’il Bukhari, Shahih Bukhari, 6/2614
156
Ibn Hajar Asqalani, Tahzib at-Tahzib, 4/328; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Siyar A’lam an-Nubala’, 11/101
157
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/140; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Siyar A’lam an-Nubala’, 7/286
158
Ibn Hajar Asqalani, Tahzib at-Tahzib, 2/231; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 1/71
Ibnu Hajar: Ia tsiqah.159 5) Ma’qil bin Yasar bin Abdullah al-Muzani Abu Ali al-
Bashri. Wafat 60 H. Sahabat Nabi.160Status sanad: sanad hadits ini hasan karena
perawi-perawinya tsiqah kecuali Syaiban adalah shaduq. Namun menjadi
shahih lighairih dengan adanya jalur lain.
Syarh Matan Hadits 2:Dalam riwayat ini dijelaskan bahwa sahabat Nabi Ma’qil
bin Yasar dalam kondisi sakit menjelang ajalnya, yang menurut data Ibnu Hajar
terjadi di kota Bashrah pada masa pemerintahan Yazid bin Mu’awiyah, dalam
rentang usia 60-70 tahun.161 Hadits ini disampaikan kepada Ubaidillah bin Ziyad
seorang tabi’i, yang saat itu merupakan gubernur bawahan Khalifah Yazid, yang
terkenal berbuat zalim kepada rakyatnya, dengan harapan pesan hadits ini dapat
disampaikan kepada penguasa saat itu. Kata ‘yastarihillah’ yang artinya Allah
berikan amanat memimpin, mengindikasikan bahwa kekuasan pada hakikatnya
adalah karunia Tuhan kepada hambanya.162 Bahkan dalam riwayat lain dijelaskan,
diharamkan mencium wangi syurga yang sudah dapat dirasakan oleh orang ahli
syurga dari jarak 70 tahun perjalanan.163Hadits ini menegaskan sifat pemimpin
yang harus jujur dalam memimpin rakyatnya. Imam Nawawi menukil perkataan
Qadhi Iyadh bahwa hadits ini merupakan peringatan bagi pemimpin yang diberi
amanah memimpin oleh Allah untuk menjauhi perbuatan ‘menipu’, memperdayai
rakyatnya, baik dalam pemenuhan hak-hak mereka maupun dalam menegakkan
syari’at agama dalam bernegara.164
c. Mempermudah Bukan Mempersulit
165
Muslim bin al-Hajjaj Nisaburi, Shahih Muslim, 3/1458
166
Ahmad bin Hambal, Musnad Ahmad, (Kairo: Mu’assah Qordoba, tth), 6/93.
167
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/303; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 1/57
168
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/328; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 1/304
169
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/156; Tahzib at-Tahzib, 2/201.
170
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/142.
adiknya Muhammad bin Abu Bakar yang dibunuh sebagai tawanan.171 Kemudian
Aisyah memberitahukan kepada Abdurrahman Syimasyah tentang doa Nabi bahwa
penguasa yang mempersulit rakyat agar dipersulit urusannya, dan sebaliknya
penguasa yang mempermudah urusan rakyatnya, maka agar dipermudah oleh
Allah dalam segala urusannya.172Dari sini tampak jelas bahwa perlakuan pemimpin
terhadap urusan rakyatnya adalah kemudahan bukan kesulitan.
d. Tidak Otoriter
Ibnu Hajar: Tsiqah tapi periwayatannya dari Qatadah dhaif, bila ia meriwayatkan
dengan hafalannya ada kesalahan. ketika mulai pikun dibantu anaknya.175 3) Al-
Hasan Al-Bashri (Hadits no. 2) tsiqah. Zahabi: Tsiqah. 4) Aidz bin Amr bin Hilal al-
Muzani Abu Habirah al-Bashri. Wafat 61 H. Seorang Sahabat Nabi.176Status sanad:
sanad hadits ini hasan karena perawi-perawinya tsiqah kecuali Syaiban yang shaduq,
namun menjadi shahih lighairi dengan adanya jalur lain.
e Pelayan Rakyat dan Peduli Sosial
ِي َح َّدثَنَا حَيْيَى بْ ُن حمَ ْ َزةَ َح َّدثَنيِ ابْ ُن أَبِي ِّ الرحمْ َ ِن
ُّ الد َم ْشق َّ ان بْ ُن َعبْ ِد ُ َح َّدثَنَا ُسلَيْ َم
ت َعلَى ُ ِْي أَ ْخبرََهُ قَا َل َد َخل َّ ِرةَ أَ ْخبرََهُ أَ َّن أَبَا َم ْريَ َم الأْ َ ْزد ِ َم ْريَ َم أَ َّن الْق
َ َاس َم بْ َن مخُ َيْم
ُِم ٌة تَق ه
ُ ُولَا الْ َع َر َ َ ُِم َعا ِويَ َة فَقَا َل َما أَنْ َع َمنَا ب
ت َحدِيثًا ُ ْب فَ ُقل َ ِي َكلَ ك أبَا فُلاَ ٍن َوه
ُُول َم ْن َولاَّ ه
ُ هلل َعلَيْ ِه َو َس َّل َم يَق
ُ ص َّلى ا َ ت َر ُسو َل اهلل ُ س ْع ِ َس ْعتُ ُه أُ ْخبرِ ُ َك بِ ِه م
ِ َم
َّلله
ِم َّ
ْ اجتِ ِه ْم َو َخلتِ ِه ْم َوفَ ْق ِره
َ ب ُدو َن َح ْ َني ف
َ احتَ َج ْ ا ُ َع َّز َو َج َّل َشيْئًا م
َ ِن أَ ْم ِر المُْ ْس ِل ِم
ًلا َّ
ِ اجتِ ِه َو َخلتِ ِه َوفَ ْق ِر ِه قَا َل فَ َج َع َل َر ُج َعلَى َح َوائ
ِج َ ب اهلل َعنْ ُه ُدو َن َح
َ احتَ َج
ْ
اسِ َّالن
Diriwayatkan dengan sanadnya dari Abu maryam al’azdy r.a berkata kepada
Muawiyah : aku sudah mendengar Rasulullah saw bersabda : Barang siapa yang
diserahi oleh Allah mengatur kebutuhan kaum muslimin, yang kemudian dia
sembunyi dari hajat keperluan mereka, sehingga Allah akan menolak hajat
keperluannya pada hari kiamat. Sehingga seterusnya Muawiyah mengangkat satu
orang untuk melayani segala hajat keperluan beberapa orang (rakyat).
Takhrij: Hadits ini dikeluarkan dengan lafadz yang sama oleh Imam Abu Daud
dalam Sunan Abu Daud, nomor hadits 2948, kitab al-Kharaj wa al-fay’I wa al-Imarah,
bab ma yalzam al-Imam min amri ar-Raiyyah wa al-hajabah ‘anhum, dari jalur Abu
Maryam al-Azdi.Menurut Albani Sanadnya shahih.177 Dikeluarkan dengan lafadz
berbeda oleh Imam Tirmidzi dalam Sunan Tirmidzi, nomor hadits 1332, kitab al-
Ahkam bab ma ja’a fi imam ar-ra’iyyah, dari jalur yang sama.178
175
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/138; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 1/199
176
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/289.
177
Sulaiman bin Ats’ats Sajastani, Sunan Abu Daud, (Kairo: Dar al-Fikr, tth.) 2/150
178
Muhammad bin Isa Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, revisi Ahmad Muhammad Syakir dkk. (Beirut:Dar Ihya at-Turats al-
Arabi, tth.) 3/619
Sanad Hadits 5
1) Sulaiman bin Abdurrahman bin Isa bin Maimun at-Tamimi ad-Dimasyqi.
Wafat 233 H. Ibnu Hajar: Shaduq Yukhti. Zahabi: Hafidz Mufti Tsiqah, tapi banyak
meriwayatkan dari perawi dhaif.179 2) Yahya bin Hamzah bin Waqid al-Hadramy ad-
Dimasyqi al-Batlahy al-Qadi. Lahir tahun 103 H dan wafat tahun 183. Ibnu Hajar:
Tsiqah tapi dituduh sebagai qadariyah. Zahabi: Tsiqah Imam.180 3) Ibnu Abi Maryam
: Abu Bakar bin Abdullah bin Abu Maryam al-Ghasyani asy-Syami. Wafat 156 H.
Ibnu Hajar : Dhaif, rumahnya dicuri, dan ia menjadi pikun. Zahabi: dha’afuhu
walahu ilm wa diyanah.181 4) Qasim bin Muhaimarah: al-Hamadani al-Kufi, wafat
111 H. Zahabi: Alim Nabil Zahid.182 5) Abu Maryam al-Azdi: Amr bin Murrah as-
Sukuni al-Hadrami al-Asadi. Sahabat Nabi.183
Status sanad: sanad hadits ini dha’if karena kedhaifan Ibnu Abi Maryam. Namun
hadits ini menjadi hasan lighairi karena ada jalur lain dari riwayat Tirmidzi. Imam
al-Hakim mensahihkan sanad hadits ini dalam kitab al-Mustadrak dan disepakati
Zahabi.
Syarh Matan Hadits 5: Hadits ini dalam Aunul Ma’bud dijelaskan bahwa Abu
Maryam al-Azdi mendatangi Muawiyah bin Abu Sufyan yang saat itu menjadi
khalifah. Dan khalifah merasa gembira bertemu dengan Abu Maryam.Hal ini
ditunjukkan dengan kalimat ‘‘ ما أنعمنا بك أبا فالنyang diungkapkan di kalangan
Arab sebagai ungkapan kegembiraan atas kedatangan seseorang. Namun Abu
Maryam, mendatangi Mu’awiyah untuk mengingatkannya dan menyampaikan
hadits Nabi tentang kepemimpinan, bahwa barang siapa yang Allah berikan sedikit
kekuasaan atas kaum muslimin, maka ia menjauh dan menutup diri dari rakyat yang
membutuhkan pertolongan urusan duniawi, sehingga rakyatnya tidak menemukan
akses untuk meminta pertolongan kepada pemimpinnnya-karena menganggap hina
mereka, maka Allah akan tolak doanya dan tidak mengabulkan permintaannya atas
kebutuhan-kebutuhannya.184
179
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/253; Muhammad bin Ahmad Zahabi, al-Ibar fi Khabar Man Ghubir, 1/78
180
Ibn Hajar Asqalani, Tahzib at-Tahzib, 11/176; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 1/286
181
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 2/623; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Siyar ‘Alam an-Nubala, 7/64
182
Muhammad bin Ahmad Zahabi, Al-Ibar fi Khabari Man Ghubir, 1/24
183
Ibnu Abdil Barr, al-Isti’ab bi Ma’rifat al-Ashab, 1/372.
184
Syamsul Haq Abadi, Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abu Daud, 6/426; Mulla Ali Qari, Mirqat al-Mafatih Syarh al-Misykat,
11/365.
f. Bersikap Adil
ب بْ ِن َعبْ ِد ِ َْح َّدثَنَا محُ َ َّم ُد بْ ُن َسلاَّ ٍم أَ ْخبرََنَا َعبْ ُد اهلل َع ْن ُعبَيْ ِد اهلل بْ ِن ُع َم َر َع ْن ُخبَي
ص َّلى اهلل َعلَيْ ِه َو َس َّل َم َ ِِّاص ٍم َع ْن أَبِي ُه َريْ َرةَ َع ْن النَّبي ِ ْص بْ ِن َع ِ الرحمْ َ ِن َع ْن َحف َّ
ابٌّ ِل َو َش ٌ قَا َل َسب َع ٌة يُ ِظ ُّل ُهم اهلل يَو َم الْقِيَا َم ِة فيِ ِظ ِّل ِه يَو َم لاَ ِظ َّل إِلاَّ ِظ ُّل ُه إِ َما ٌم َعاد
ْ ْ ْ ْ
ِت َعيْنَاهُ َو َر ُج ٌل قَلْبُ ُه ُم َع َّل ٌق في َ َشأَ فيِ عِبَا َد ِة اهللِ َو َر ُج ٌل َذ َك َر اللهَّ َ فيِ َخلاَ ٍء فَ َف
ْ اض َن
ْس َهاِ ال إِلىَ نَف ٍ ََب َوجم ٍ ات َمنْ ِص ُ ام َرأَةٌ َذ
ْ المَْ ْس ِج ِد َو َر ُجلاَ ِن تحََابَّا فيِ اهلل َو َر ُج ٌل َد َعتْ ُه
ْ ص َدقَ ٍة فَأَ ْخ َفا َها َحتَّى لاَ ت
َعلَ َم شمِ َالُ ُه َما ُ قَا َل إِنِّي أَ َخ
َ اف اهلل َو َر ُج ٌل ت
َ َِص َّد َق ب
ت يمَِينُ ُه
ْ صنَ َع
َ
Diriwayatkan dengan sanadnya dari Abu hurairah r.a berkata : Nabi saw bersabda:
Tujuh golongan orang yang dapat bernaung di bawah naungan Allah, di hari tidak
ada naungan kecuali naungan Allah : Imam (pemimpin) yang adil, pemuda yang
rajin ibadah terhadap allah, orang berdzikir ingat kepada allah sendirian sampai
mencucurkan air matanya, orang yang hatinya senantiasa terpaut pada tempat ibadah
(masjid), dua orang yang saling kasih sayang karena Allah, baik di kala berkumpul
atau berpisah, seorang lelaki yang diajak berzina oleh perempuan bangsawan nan
menawan, sehingga menolak dengan berkata : aku takut pada allah, dan orang yang
bersedekah dengan sembunyi-sembunyi sampai tangan kirinya tak mengetahui apa
yang disedekahkan oleh tangan kanannya.
Takhrij : Hadits ini dikeluarkan dengan lafadz yang sama oleh Imam Bukhari
dalam al-Jami ash-Shahih, nomor hadits 6421, kitab al-muharibin min ahl al-kufr wa
ar-riddah bab fadli man taraka al-fahaisy, dari jalur Abu Hurairah.185
Dikeluarkan oleh Imam Muslim di Shahih Muslim dengan lafadz berdekatan,
nomor hadits 1031, kitab zakat, bab fadhli ikhfa’ shadaqah dari jalur yang sama.186
Sanad Hadits 6.
1) Muhammad bin Salam bin al-Farg as-Sulami al-Bukhari al-Bakindi.Lahir 162
H dan wafat 227 H. Ibnu Hajar: Tsiqah Tsabat. Zahabi: al-Hafidz.187 2) Abdullah
bin Mubarak bin Wadih al-Handzali at-Tamimi al-Marwazi. Lahir 118 H. dan wafat
185
Muhammad bin Isma’il Bukhari, Shahih Bukhari, 6/2496
186
Muslim bin Hajjaj Nisaburi, Shahih Muslim, 2/715
187
Ibn Hajar Asqalani, Tahzib at-Tahzib, 9/188; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 2/422
181 H. Ibnu Hajar : Tsiqah Tsabat Faqih Alim Jawwad Mujahid. Zahabi: Seikh
Khurasan.188 3) Ubaidillah bin Umar bin Hafsh bin Ashim al-Qurasy al-Adawy al-
Umary al-Madany. Wafat 147 H. Ibnu Hajar : Tsiqah Tsabat. Zahabi : Tsabat.1894)
Khubaib bin Abdurrahman bin Khubaib bin Yusaf al-Anshari al-Khajraji Abu al-
Haris al-Madani. Wafat 132 H. Ibnu Hajar: Tsiqah.190 5) Hafsh bin Ashim bin Umar
bin al-Khattab al-Adawy al-Qurasy al-Madany. Dari kalangan Wushta Tabi’i. Ibnu
Hajar : Tsiqah. Zahabi.Tsiqah.191 6) Abu Hurairah Abdurrahman bin Shakhr ad-Dusi
alYamani, Sahabat Nabi SAW.192Status sanad: sanad hadits ini sahih karena perawi-
perawinya tsiqah.
Syarh Matan Hadits 6.1: Hadits ini menjelaskan tujuh golongan orang yang
akan mendapatkan perlindungan Allah di hari kiamat di saat tidak ada naungan
kecuali naungan dari Allah. Menurut Ibnu Hajar Asqalani dalam Fath Bari bahwa
pengkhususan tujuh golongan manusia ini adalah bentuk kemulian Allah kepada
amalan-amalan shalih yang telah mereka lakukan ketika di dunia.Dan amalan
ketaatan ini terkait dengan dua hubungan; habl minallah dan habl min annas. Imam
yang adil disebutkan pertama dari tujuh golongan yang lain, mengisyaratkan bahwa
ketinggian derajat pemimpin yang adil di hadapan Allah di hari kiamat. Karena
kepemimpinan berkaitan langsung dengan berbagai aspek dunia dan agama. Bahkan
dalam riwayat lain bahwa pemimpin yang adil dalam kepemimpinannya akan di
tempatkan di mimbar cahaya dengan posisi di samping singgasana Allah.193
188
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/373; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 1/160
189
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/303; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 1/57
190
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/192.
191
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/172
192
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/680; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 1/32
193
Ibnu Hajar Asqalani, Fath al-Bari, 2/485
Diriwayatkan dengan sanadnya dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash r.a berkata :
rasulullah saw bersabda : sesungguhnya orang-orang yang berlaku adil, nanti di sisi
Allah di tempatkan di atas mimbar dari cahaya, berada di sisi kanan Zan Yang Maha
Penyayang, dan kedua tanganNya kanan (ungkapan kiasan tentang kekuatan Allah)
yaitu mereka yang adil dalam memerintahkan keluarga dan apa saja yang diserahkan
(dikuasakan) kepada mereka.
Takhrij: Hadits ini dikeluarkan dengan lafadz yang sama oleh Imam Muslim
dalam Shahih Muslim, nomor hadits 1827, kitab al-Imarah, bab fadhilat al-imam
al-adil wa uqubat al-ja’ir wa al-hats ‘ala rifq dir-ra’iyyah wa an-nahyu ‘an idkhal al-
masyaqqah ‘alaihim dari jalur Abdullah bin Amr bin Ash.194Dan dikeluarkan juga
oleh Imam Nasa’I, dalam Sunan Nasa’I, nomor hadits 5394, kitab Adab al-Qudhat
bab fadhli al-hakim al-adil fi hukmih dari jalur yang sama.195
Sanad Hadits 6.2 :1) Abu Bakar bin Abi Syaibah: Abdullah bin Muhammad
bin Ibrahim bin Utsman bin Khowasti al-Abasi Mawlahum. Wafat 235 H. Ibnu
Hajar : Tsiqah Hafidz Shahib Tashanif. Zahabi: al-Hafidz.196 2) Zuhair bin Harb bin
Syidad al-Harsyi Abu Khaitsamah an-Nasa’i. Lahir tahun 160 H.dan wafat 234 H.
Ibnu Hajar : Tsiqah Tsabat. Zahabi : al-Hafidz.197 3) Ibn Numair :Muhammad bin
Abdullah bin Numair al-hamadany al-Kharifi al-Kufi al-Hafidz. Wafat tahun 234 H.
Ibnu Hajar: Tsiqah Hafidz Fadhil. Zahabi: al-Hafidz ats-Tsabat az-Zahid.198 4) Sufyan
bin Uyaynah bin Abi Imran Maimun al-Hilaly al-Kufi al-Makki. Ia lahir tahun 107
H dan wafat 198 H di Makkah. Ibnu Hajar: Tsiqah Hafidz Faqih Imam Hujjah, tapi
berubah hafalannya di akhir umurnya. Zahabi: Tsiqah Tsabat Hafidz Imam.199 5)
Amr bin Dinar al-Makky al-Atsram al-Jumhy. Ia wafat tahun 126 H. Ibnu Hajar :
Tsiqah Tsabat. Zahabi: Imam.200 6) Amr bin Aus bin Abi Aus Hudzaifah ats-Tsaqafi
ath-Thaifi. Dari kalangan kibar tabi’i.Ia wafat tahun 90-an H. Ibnu Hajar: Cukuplah
ia disebut kibar tabi’i. (Tsiqah). Zahabi: Abu Hurairah berkata: Kalian bertanya
kepadaku padahal ada Amr bin Aus di antara kalian.201 7) Abdullah bin Amr bin al-
Ash bin Wa’il bin Hasyim bin Sa’id bin Sa’ad al-Qurasy al-Sahmi.Seorang Sahabat
Nabi yang alim.Ia wafat pada musim panas di Thaif tahun 65 H. dalam usia 72
tahun.202Status sanad: sanad hadits ini sahih karena perawi-perawinya tsiqah.
194
Muslim bin Hajjaj Nisaburi, Shahih Muslim, 3/1458
195Ahmad bin Su’aib Nasa’I, Sunan Nasa’I, (Beirut: Dar al-Ma’rifat, 1420, cet. V) 8/612
196
Ibn Hajar Asqalani, Tahzib at-Tahzib, 9/68; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 2/432
197
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/217; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 2/437
198
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/490; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 2/439
199
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/245; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 1/262
200
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/734; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 1/113
201
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/418; Tahdzib at-Tahdzib, 8/6
202
Ibnu Abdil Barr, al-Isti’ab bi Ma’rifat al-Ashab, 4/192-193.
Syarh Matan Hadits 6.2 : Hadits ini menguatkan kedudukan pemimpin yang
adil di hadapan Allah sebagaimana yang telah dijelaskan pada hadits yang lalu.
Menurut Ibnu Hajar pemimpin yang adil adalah pemimpin yang berlaku adil
pada pemerintahannya, rakyatnya dan keluarganya. Dengan kata lain adila adalah
orang yang selalu mengikuti perintah Allah dengan menempatkan sesuatu pada
tempatnya tanpa berlebihan maupun kekurangan.203Dalam hadits ini disebutkan
posisi pemimpin yang adil di hari kiamat berada di mimbar cahaya, menurut Imam
Nawawi dalam Syarh Muslim, dapat dimaknai dengan dua makna. Pertama makna
hakiki yaitu bahwa pemimpin yang adil akan ditempatkan di mimbar terbuat dari
cahaya di hari kiamat nanti, sebagai penghormatan Allah atas perlakuannya yang adil
kepada hamba-hambanya. Kedua makna majazi, maksudnya mimbar dari cahaya
ini mengisyaratkan ketinggian derajat kedekatan posisi pemimpin yang adil di sisi
Allah nanti di hari kiamat.Kedekatan posisi pemimpin yang adil di sisi Allah nanti
diungkapkan dengan kata ‘di sisi kanan Allah.’204
ُ اللف َّ ِي َومحُ َ َّم ُد بْ ُن المُْثَنَّى َومحُ َ َّم ُد بْ ُن بَ َّشا ِر بْ ِن ُعثْ َما َن َو َ
ْظ ْ َْح َّدثَنيِ أبُو َغ َّسا َن الم
ُّ ِس َمع
ام َح َّدثَنيِ أَبِي َع ْن قَتَا َدةَ َع ْن َ
ِش ه ن
ُ ب
ْ ُ لأِ َبِي َغ َّسا َن َوابْ ِن المُْثَنَّى قَالاَ َح َّدثَنَا ُم َعا
ذ
ٍ
ِِي أَ َّن َر ُسو َل اهلل ِّ اشعِ َُار المْج
ٍ َ ِاض بْ ِن حم ِ َري َع ْن عِي ِ الش ِّخ ِّ ف بْ ِن َعبْ ِد اهلل بْ ِن ِ ُم َط ِّر
َ َْس ٌط ُمت
ص ِّد ٌق ُم َو َّف ٌق ِ ان ُمق ٍ ص َّلى اهلل َعلَيْ ِه َو َس َّل َم قَا َل َأَ ْه ُل الجْ َنَّ ِة ثَلاَ ثٌَة ُذو ُسلْ َط َ
ٍ َف ُذو عِي
ال ٌ ِك ِّل ذِي قُربَى َو ُم ْسلِم َو َعف
ٌ ِيف ُمتَ َع ِّف ُب ل ُ َو َر ُج ٌل َر ِحي ٌم َرق
ِ ِْيق الْ َقل
ٍ ْ
Diriwayatkan dengan sanadnya dari Iyadh Bin Himar r.a berkata : aku mendengar
Rasulullah saw bersabda : Ahli syurga ada tiga golongan, raja yg adil, senang berbagi
dan mendapat taufiq hidayat (dari Allah), dan orang belas kasih lembut hati terhadap
sanak kerabat dan orang muslim, orang miskin berkeluarga yang terus menjaga
kesopanan dan kehormatan diri.
Takhrij: Hadits ini dikeluarkan dengan lafazd lebih panjang (isi khutbah Nabi)
oleh Imam Muslim dalam Shahih Muslim, nomor hadits 2865, kitab al-jannah wa
shifat na’imiha wa ahliha, bab ash-shifat allati yu’rafu biha fi ad-dunya ahl al-jannah
wa ahl an-nar, dari jalur Iyadh bin Jimar al-Mujasyi’i.205 Hadits ini juga dikeluarkan
203
Ibnu Hajar Asqalani, Fath al-Bari, 2/485
204
Yahya bin Syaraf Nawawi, Syarh Shahih Muslim, 6/298.
205
Muslim bin Hajjaj Nisaburi, Shahih Muslim, 4/2197
dengan lafadz yang panjang oleh Imam Ahmad dalam Musnad Ahmad, no hadits
2865, dari jalur yang sama.206
Sanad Hadits 6.3
1) Abu Ghassan al-Misma’I : Malik bin Abdul Wahid al-Bashri. Wafat pada tahun
230 H. Ibnu Hajar: Tsiqah.207 2) Muhammad bin al-Mutsanna bin Ubaid bin Qais bin
Dinar al-Anzi al-Bashri al-Hafidz. Ia lahir tahun 167 H dan wafat 252 di Bashrah. Ibnu
Hajar: Tsiqah Tsabat. Zahabi: Tsiqah.208 3) Muhammad bin Basyar bin Utsman al-
Abdy al-Bashri, Bundar. Lahir tahun 167 dan wafat 252. Ibnu Hajar : Tsiqah. Zahabi:
al-Hafidz, ditawtsiq lebih dari seorang.209 4) Muadz bin Hisyam bin Abi Abdillah,
Sunbur ad-Dustuwa’I al-Bashri. Wafat tahun 200 H di Bashrah. Ibnu Hajar: Shaduq,
kadang lupa. Zahabi: Shaduq Tsiqah. Menurut Ibnu Ma’in :Shaduq, bukan hujjah.210
5) Ayahnya : Hisyam bin Abu Abdillah, Sunbur ad-Dustuwa’I, Abu Bakr al-Bashri.
Lahir tahun 76 H dan wafat tahun 154 H. Ibnu Hajar: Tsiqah Tsabat, dituduh sebagai
qadariyah. Zahabi: al-Hafidz. Menurut Thayalisi: Hisyam Amirl Mukminin fi al-
hadits.211 6) Qatadah bin Di’amah bin Qatadah as-Sadusi Abu al-Khaththab al-Bashri.
Lahir tahun 60 H dan wafat tahun 100 H. Ibnu Hajar: Tsiqah Tsabat. Zahabi: al-
Hafidz.212 7) Mutharrif bin Abdullah bin Syakhir al-‘Amiri al-Harasyi al-Bashri. Kibar
Tabi’I, wafat tahun 95 H. Ibnu Hajar : Tsiqah Abid Fadhil. Zahabi: Ahad al-A’lam.213
8) Iyadh bin Himar bin Abi Himar al-Mujasyi’I al-Tamimi. Sahabat Nabi.214Status
sanad: sanad hadits ini sahih karena perawi-perawinya tsiqah.
Syarh Matan Hadits 6.3 :Hadits ini menjelaskan tentang golongan ahli
syurga yang terbagi menjadi tiga golongan; pertama penguasa yang adil, senang
bersedekah (berbagi) dan berperilaku lurus (muwaffaq). Di hadits ini juga
pemimpin yang adil disebutkan di posisi pertama dalam golongan ahli syurga.
Namun dalam penjelasannya, Imam Nawawi menguatkan sifat kepempinan adil
adalah yang senang berbagi kepada rakyatnya dan berpegang teguh dengan perilaku
lurus yang diajarkan agama215 maupun yang diatur dalam aturan undang-undang.
Penempatan posisi pemimpin yang adil dengan sifat yang disebutkan ini sebagai
206
Ahmad bin Hambal, Musnad Ahmad, 4/266
207
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/517; Muhammad bin Ahmad Zahabi, al-Ibar fi Khabar Man Ghubir, 1/76
208
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/505; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 2/512
209
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/469; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 2/511
210
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/536; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 1/325
211
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/573; Muhammad bin Ahmad Zahabi, al-Ibar fi Khabar Man Gubir, 1/41
212
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/453; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 1/122
213
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/534; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 1/64
214
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/437.
215
Yahya bin Syaraf Nawawi, Syarh Shahih Muslim, 9/247
bukti bahwa kepemimpinan yang adil, lurus dan melayani rakyat menjadi faktor
utama kesejahteraan di dunia dan kebahagiaan di akherat.
g. Berpegang Teguh Pada Agama
َح َّدثَنَا ُم َس َّد ٌد َح َّدثَنَا حَيْيَى بْ ُن َسعِي ٍد َع ْن ُعبَيْ ِد اهلل َح َّدثَنيِ نَا ِف ٌع َع ْن َعبْ ِد اللهَِّ َر ِض َي
َّ َّ ص َّلى اهلل َعلَيْ ِه َو َس َّل َم قَا َل
ِ الس ْم ُع َوالطا َع ُة َعلَى المَْ ْر ِء المُْ ْسل
ِم َ ِِّاهلل َعنْ ُه َع ْن النَّبي
س َع َولاَ َطا َع َة َّ ِيما أَ َح
َ ب َو َك ِرهَ َما مَلْ يُ ْؤ َم ْر بمَِ ْع ِصيٍَة فَإِ َذا أُم
ْ َِر بمَِ ْع ِصيٍَة فَلاَ م َف
Diriwayatkan dengan sanadnya dari Ibn Umar r.a dari Nabi saw : Seorang muslim
wajib mendengar dan ta’at terhadap seorang (pemimpin) muslim dalam apa yang
disukai atau tak disukai, selama tidak memerintahkan dalam kemaksiatan. Apabila
ia diperitahkan dalam kemaksiatan maka tidak wajib mendengar dan menta’atinya.
Takhrij: Hadits inidikeluarkan dengan lafadz ini oleh Imam Bukhari dalam al-
Jam’ ash-Shahih, nomor hadits 6725, kitab al-ahkam, bab as-sam’ wa ath-tha’at li al-
imam ma lam takun ma’shiyah. Dari jalur Abdullah bin Umar.216 Dikeluarkan juga
dengan lafadz yang sama oleh Imam Abu Daud, dalam Sunan Abu Daud, nomor
hadits 2626, kitab al-jihad, bab fi tha’ah dari jalur yang sama.217 Juga dikeluarkan
oleh Imam Tirmidzi dengan lafadz yang sama, dalam Sunan Tirmidzi, nomor hadits
1707, kitab al-Jihad, bab ma ja’a la tha’ah li makhluq fi ma’shiyat al-khaliq dari jalur
Abdullah bin Umar.218
Sanad Hadits 7: 1) Musaddad bin Masarhad bin Masarbil bin Mustawrid al-
Asadi al-Bashri. Wafat tahun 228 H. Ibnu Hajar: Tsiqah Hafidz. Zahabi: al-Hafidz.
219
2) Yahya bin Sa’id bin Farukh al-Qaththan at-Tamimi. Lahir tahun 120 H dan
wafat tahun 198 H. Ibnu Hajar : Tsiqah Mutqin Hafidz Imam Qudwah. Zahabi: al-
Hafidz al-Kabir, menjadi rujukan dalam ilmu dan amal.220 3) Ubaidillah bin Umar bin
Hafsh al-Umari, tsiqah tsabat (lihat hadits 6) 4) Nafi’ Abu Abdillah al-Madani, mawla
Abdullah bin Umar bin Khaththab al-Qurasyi. Ia adalah wustha tabi’I, wafat tahun
117 H. Ibnu Hajar : Tsiqah Tsabat Faqih Masyhur. Zahabi: Termasuk imam dan
ulama tabi’I.221 5) Abdullah bin Umar bin Khaththab al-Adawy al-Qurasy, sahabat
Nabi. (lihat sanad hadits 1)Status sanad: sanad hadits ini sahih karena perawi-
perawinya tsiqah.
216
Muhammad bin Isma’il Bukhari, Shahih Bukhari, 6/2612
217
Sulaiman bin Asy’ats Sajastani, Sunan Abu Daud, 2/47
218
Muhammad bin Isa Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, 4/209.
219
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 2/528; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 1/262
220
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/591; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 1/298
221
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 2/559; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 1/99
bin Husain dari Neneknya.227 Begitu pula Imam Tirmidzi dalam Sunan Tirmidzi,
nomor hadits 1706, kitab al-jihad, bab ma ja’a fi tha’at al-Imam dari jalur Ummu al-
Husain al Ahmasiyah. 228
Sanad Hadits 8: 1) Musaddad bin Masarhad, tsiqah hafidz (lihat sanad hadits 9)
2) Yahya bin Sa’id bin Farukh al-Qaththan, tsiqah mutqin hafidz. (lihat sanad hadits
9) 3) Syu’bah bin al-Hajjaj bin al-Wurd al-Atki al-Azdy, Abu Bistham al-Washity al-
Bashri. Ia dari kibar tabi tabi’I, wafat tahun 160 H. di Bashrah. Ibnu Hajar: Tsiqah
Hafidz Mutqin. Zahabi: Amir mukminin fil hadits.229 4) Abu Tayyah: Yazid bin
Hamid adh-Dhib’iy al-Bashri. Ia termasuk shigar tabi’I, wafat tahun 128 di Sarkhas.
Ibnu Hajar: Tsiqah Tsabat. Zahabi : Tsiqah Abid, salah satu imam.230 5) Anas bin
Malik bin an-Nadhr bin Dhamdham bin Zaid bin Haram al-Anshari an-Najari Abu
Hamzah. Sahabat Nabi. Wafat tahun 93 H.231Status sanad: sanad hadits ini sahih
karena perawi-perawinya tsiqah.
Syarh Matan Hadits 8: Dalam hadits ini, menurut Ibnu Hajar dijelaskan
kepatuhan kepada pemimpin harus dilakukan rakyatnya selama kepatuhan kepada
hukum agama Allah. Bila seorang pemimpin melakukan pemerintahannya dengan
hukum agama Allah, meskipun ia seorang budak berkulit hitam, maka harus
didukung dan dipatuhi perintahnya.232 Hadits ini menurut riwayat al-Baihaqi
memiliki latar belakang peristiwa, yaitu ketika Abu Zar sampai di Rabdah dan saat
itu iqamah salat sudah dikumandangkan, dan ternyata seorang budak sahaya berdiri
mengimami mereka. Maka ketika jama’ah melihat kedatangan Abu Zar yang
terlambat, memberitahu agar budak sahaya yang akan menjadi imam menyingkir
memberikan tempat kepada Abu Zar, namun Abu Zar menolaknya dan berkata :
Rasulullah SAW, teman dekatku, berwasiat kepadaku bahwa dengarkan dan patuhi
walaupun dari seorang hamba sahaya berkulit hitam walaupun terpotong tangan
tangan dan kakinya selama patuh kepada Allah.233
i. Tidak Mengejar Jabatan
س َع ْن حْالَ َس ِن قَا َل َح َّدثَنيِ َعبْ ُد ُ ُث َح َّدثَنَا يُونِ َح َّدثَنَا أَبُو َم ْع َم ٍر َح َّدثَنَا َعبْ ُد الْ َوا ِر
َّ ص َّلى اهلل َعلَيْ ِه َو َس َّل َم يَا َعبْ َد
الرحمْ َ ِن َ ول اهلل ُ س َرةَ قَا َل قَا َل لِي َر ُس ُ َالرحمْ َ ِن بْ ُن مَّ
227
Ahmad bin Syu’aib Nasa’I, Sunan Nasa’I, (Halab: Maktab al-Mathbu’at al-Islamiyah, 1406) 7/154.
228
Muhammad bin Isa Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, 4/209.
229
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/266; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 1/193
230
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/600; Muhammad bin Ahmad Zahabi, al-Ibar fi Khabari Man Ghubir, 1/31
231
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/115; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 1/44
232
Ibnu Hajar Asqalani, Fath al-Bari, 3/32
233
Lihat Abu Bakar Baihaqi, Sunan Baihaqi, 2/332; Ibnu Hajar Asqalani, Fath al-Bari, 3/32
ت إِلَيْ َها َوإِ ْن أُ ْع ِطيتَ َها َ ْارةَ فَإِ ْن أُ ْع ِطيتَ َها َع ْن َم ْسأَلٍَة ُو ِكل
َ َسأَ ْل الإْ ِ َمْ س َرةَ لاَ ت ُ َبْ َن م
ت ِ ْت َغيرْ َ َها َخيرْ ً ا ِمنْ َها فَأ َ ْني فَ َرأَي
ٍ َِْت َعلَى يمَ ت َعلَيْ َها َوإِ َذا َحلَف َ َْع ْن َغيرْ ِ َم ْسأَلٍَة أُ ِعن
َ الَّذِي ُه َو َخيرْ ٌ َو َك ِّف ْر َع ْن يمَِين
ِك
Diriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Said Abdurrahman bin Samurah r.a. berkata
: Rasulullah saw bersabda kepadaku : Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah
kamu meminta jabatan dalam pemerintahan, seandainya kamu diserahi jabatan
dengan tidak dengan minta, kau akan dibantu oleh Allah untuk melaksanakannya,
tapi seandainya kamu mendapat jabatan itu sebab permintaanmu, sehingga dapat
diserahkan ke atas bahumu atau kebijaksanaanmu sendiri. Jikalau kau sudah
bersumpah atas sesuatu kemudian kamu melihat ada yang lebih baik, maka
kerjakanlah yang lebih baik itu, kemudian lakukan kafarat atas sumpahmu.
Takhrij: Hadits dikeluarkan dengan lafadz ini oleh Imam Bukhari dalam al-
Jami’ ash-Shahih, nomor hadits 6343, kitab kafarat al-aiman, bab al-kafarah qabla
al-hants dari jalur Abdurrahman bin Samurah. 234 Imam Muslim dengan lafadz yang
berbedekatan, dalam Shahih Muslim, nomor hadits 1652, kitab al-aiman, bab nadzr
man halafa yaminan fa ra’a ghairaha khairan minha...dari jalur yang sama.235
Sanad Hadits 9
1) Abu Ma’mar: Abdullah bin Amr bin Abi al-Hajjaj Maysarah at-Tamimy
al-Minqary al-Maq’ad al-Bashry. Wafat tahun 224 H. Ibnu Hajar: Tsiqah Tsabat,
dituduh sebagai qadariyah. Zahabi: ats-Tsabat al-Hafidz.2362) Abdul Warits bin Sa’id
bin Zakwan at-Tamimi al-Anbari Abu Ubaidah At-Tanuri al-Bashri. Ia adah wustha
tabi tabi’I, wafat tahun 180 H. Ibnu Hajar : Tsiqah Tsabat, dituduh sebagai qadariyah
tapi tidak terbukti. Zahabi: al-hafidz, tsabat shalih.237 3) Yunus bin Ubaid bin Dinar
al-Abdi al-Bashri. Ia adalah Shigar Tabi’i. Ia wafat tahun 139 H. Ibnu Hajar: Tsiqah
Tsabat FadhilWara’. Zahabi: Salah satu Imam Bashrah, ulama’ amilin atsbat.238 4)
Al-Hasan al-Bashri, Kibar tabi’I, tsiqah faqih (lihat sanad hadits 2)5) Abdurrahman
bin Samurah bin Habib bin Abdus Syams al-Qurasyi Abu Sa’id al-Absyami. Sahabat
Nabi, wafat tahun 50 di Bashrah.239Status sanad: sanad hadits ini sahih karena perawi-
perawinya tsiqah.
234
Muhammad bin Isma’il Bukhari, Shahih Bukhari, 6/2472
235
Muslim bin Hajjaj Nisaburi, Shahih Muslim, 3/1273
236
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/315; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 2/493
237
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/367; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 1/257
238
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/613; Tahdzib at-Tahdzib, 11/389
239
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/342.
Syarh Matan Hadits 9: Menurut Ibnu Hajar hadits ini diberi judul oleh Bukhari
dalam Shahih dengan dua judul; pertama: (بَاب َم ْن مَلْ يَ ْسأَل الإْ ِ َما َرة أَ َعانَُه اللهَّ َعلَيْ َهاbab
tentang orang yang tidak meminta jabatan maka Allah akan menolongnya dalam
jabatannya) dan kedua: ( بَاب َم ْن َسأَ َل الإْ ِ َما َرة ُو ِك َل إِلَيْ َهاbab tentang orang yang meminta
jabatan maka ia akan diperbudak dengan jabatannya).240 Dalam riwayat ini digunakan
kata َسأَل الإْ ِ َما َرة
ْ لاَ تyang artinya janganlah meminta jabatan, namun dalam riwayat
lain disebutkan dengan kata yang berbeda َّي َّ َ لاَ يَتَ َمن نyang artinya janganlah salah
seorang kalian berangan-angan meminta jabatan. Dari sini dapat dipadukan, bahwa
berangan-angan meminta jabatan dilarang apalagi memintanya.241 Redaksi hadits ini
memang sangat jelas, bahwa Abdurrahman bin Samurah dilarang meminta jabatan.
Namun sebagian ulama—seperti al-Muhallab-- memandang bahwa meminta
jabatan yang Nabi larang terhadap Abdurrahman bin Samurah karena Nabi melihat
ketidak cakapan Abdurrahman dalam mengemban kepemimpinan, sehingga Nabi
melarangnya. Atau karena tabiat orang yang meminta satu jabatan menunjukkan
‘hawa nafsu’ berkuasa dan ini tidak baik bagi kepemimpinan seseorang, dikhawatirkan
hawa nafsunya akan membutakannya dari kebenaran.242
j. Pemimpin Harus Cakap dan Cerdas
Diriwayatkan dengan sanadnya dari Jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah saw
bersabda kepada Ka’ab bin Ujrah : Semoga Allah melindungimu dari para pemimpin
yang bodoh (dungu). Ka’ab bin Ujrah bertanya : Apa yang dimaksud dengan pemimpin
yang dungu wahai Rasulullah saw? Beliau menjawab : Para pemimpin yang hidup
sepeninggalku, mereka tidak berpedoman kepada petunjukku, mereka tak mengikuti
sunnahku. Barang siapa yang membenarkan kedustaan mereka maupun memberi
dukungan atas kezaliman mereka, sehingga orang itu tidak termasuk golonganku,
lantaran aku bukanlah orang seperti itu. Mereka pula tak akan memperoleh air
minum dari telagaku. Wahai ka’ab, sesungguhnya puasa itu benteng, sedekah itu
dapat menghapus kesalahan, sedangkan shalat yaitu upaya mendekatkan diri kepada
Allah (qurban) –dalam riwayat lain burhan (dalil)- wahai Ka’ab sesungguhnya tidak
akan masuk syurga daging yang tumbuh dari barang haram, api neraka lebih pantas
membakarnya. Wahai Ka’ab bin Ujrah, manusia terbagi menjadi dua golongan :
orang yang membeli dirinya, sehingga ia yang memerdekakannya sendiri. Orang yang
menjual dirinya, sehingga dia yang membinasakannya sendiri.
Takhrij : Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ahmad bin Hambal dalam Musnad
dengan nomor hadits 14481 dari jalur Jabir bin Abdullah.243 Dikeluarkan oleh Imam
Ibnu Hibban dalam Shahih Ibnu Hibban dengan lafadz berdekatan, dengan nomor
hadits 1723, Zikr al-Bayan bi anna shalat qurban li al-abid yataqrrabuna ila bari’ihim
dari jalur Jabir bin Abdullah.244
Sanad Hadits 10
1) Abdurrazaq bin Humam bin Nafi’ al-Humairi Mawlahum, al-Yamany Abu
Bakr ash-Shan’any. Lahir tahun 126 H dan wafat 211 H. Ibnu Hajar: Tsiqah Hafidz
Mushannif, cenderung ke Syi’ah. Zahabi: Salah seorang Ulama, banyak mengarang
kitab.2452) Ma’mar bin Rasyid al-Azdy al-Hadani Abu Urwah al-Bashri, pernah tinggal
di Yaman. Lahir pada tahun 96 H dan wafat tahun 154 H. Ibnu Hajar: Tsiqah Tsabat
Fadhil. Zahabi: Seorang Ulama Yaman.2463) Ibn Khutsaim: Abdullah bin Utsman bin
Khutsaim al-Qari, Abu Ustman al-Makky. Ia termasuk Shigor Tabi’I, wafat tahun
132 H. Ibnu Hajar: Shaduq. Zahabi: Menurut Abu Hatim Shalih al-Hadits.2474)
Abdurrahman bin Sabith al-Qurasyi al-Jumhi, Tabi’I banyak melakukan mursal.
Wafat tahun 118 H. di Makkah. Ibnu Hajar: Tsiqah tapi banyak melakukan mursal.
Zahabi: Faqih Tsiqah, banyak mursalnya.2485) Jabir bin Abdullah bin Amr bin Haram
243
Ahmad bin Hambal, Musnad Ahmad, 3/321
244
Muhammad bin Hibban al-Busti, Shahih Ibn Hibban bi Tartib Ibn Balban, (Beirut: Mu’assasah Risalah, 1993) 5/9
245
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/354; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 1/364
246
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/541; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 1/190
247
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/313; Muhammad bin Ahmad Zahabi, al-Ibar fi Khabar Man Gubir, 1/32
248
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/340; Muhammad bin Ahmad Zahabi, al-Ibar fi Khabari Man Ghubir, 1/27
الرحمْ َ ِن بْ ِن أَبِى ِ َح َّدثَنَا قُتَيْبَ ُة َح َّدثَنَا أَبُو َع َوانَ َة َع ْن َعبْ ِد المَْل
َّ ِك بْ ِن ُع َميرْ ٍ َع ْن َعبْ ِد
َ ْاض أَ ْن الَ تحَ ْ ُك ْم بَ ن
ي َ
ٍ َب أبِى إِلىَ ُعبَيْ ِد اهلل بْ ِن أبِى بَ ْك َرةَ َو ُه َو ق
َ َ َبَ ْك َرةَ قَا َل َكت
ُ يَق-صلى اهلل عليه وسلم- ت َر ُسو َل اهلل
ُول ِ َ فَإِنِّى م.ان
ُ س ْع َ ْي َوأَن
ُ َت َغ ْضب ِ ْاثْنَ ن
ِيث َح َس ٌن َ قَا َل أَبُو ع.» ان
ٌ ِيسى َه َذا َحد ُ َي َو ُه َو َغ ْضب ِ ْي اثْنَ ن ُ « الَ حَيْ ُك ُم حْالَاك
َ ِْم بَ ن
.اس ُه نُ َفيْ ٌع ُ ْ َوأَبُو بَ ْك َرةَ م.يح ٌ ص ِح َ
249
Ibn Hajar Asqalani, Taqrib at-Tahzib, 1/136; Muhammad bin Ahmad Zahabi, Tadzkirat al-Huffadz, 1/43
250
Al-Mubarkafuri, Tuhfat al-Ahwadzi bi Syarh Sunan Tirmidzi, 6/45; Abdurra’uf al-Munawi, Faidh al-Qadhir, 3/253.
251
Abdurra’uf al-Manawi, Faidh al-Qadir, 1/377.
252
Lihat Mulla Ali Qari, Mirqat al-Mafatih Syarh al-Misykat, 11/337
terhadap Hakim yang memutuskan perkara dalam keadaan marah adalah karena
kondisi emosi dan ketidak stabilan jiwa akan berpengaruh kepada kejernihan berfikir
dan menimbang keputusan seperti orang kelaparan, kehausan yang tentunya akan
merugikan pihak yang bertikai. Penyebutan amarah sebagai contoh adalah karena
amarah suatu hal yang datang tiba-tiba dan tidak mudah mengendalikannya.262
5. Diskusi Kriteria Sifat Fisik dan Non Fisik Pemimpin dalam Hadits
Dari paparan 14 riwayat hadits terkait kriteria kepemimpinanyang terangkum
sebelumnya dapat dilihat beberapa kriteria.Berdasarkan uraian Imam al-Mawardi
tentang kriteria pemimpin itu ada tujuh: 1. Adil dengan syarat-syaratnya yang
komprehensip. 2. Berilmu (berwawasan luas) yang dapat membantunya dalam
mengatasi masalah umat dan juga hukum. 3. Sehat panca inderanya agar dapat
mengamati dan merespon langsung. 4. Sehat secara fisik, normal, tidak cacat,
yang memudahkannya untuk bisa mobile/bergerak secara cepat.5. Visioner dalam
hal pengaturan rakyat dan menegakkan kepentingan rakyat. 6. Berani dan peduli
sehingga dapat melindungi rakyat dan dapat melawan musuh. 7. Memiliki nasab
dari bangsa Quraisy.263 Maka dapat dikatakan secara garis besar, kriteria pemimpin
dapat disimpulkan pada tiga aspek: 1. Aspek Jasmani. 2. Aspek Rohani yang meliputi
kesehatan mental. 3. Aspek sifat akhlak atau karakter.264
Dari sini dapat dilihat bahwa 14 hadits di atas telah mencakup kriteria
pemimpin, yang meliputi aspek fisik dan non fisik. Hadits pertama tentang tanggung
jawab, hadits kedua terkait kejujuran, hadits ketiga tentang mempermudah tidak
mempersulit (good governance), hadits ke empat tidak otoriter, hadits kelima
pelayan rakyat dan peduli sosial, hadits keenam bersikap adil di sini disebutkan 3
riwayat yang berbeda, hadits ketujuh berpegang teguh pada agama, hadits kedelapan
tidak memandang warna kulit, hadits kesembilan tidak mengejar jabatan, hadits
kesepuluh cakap dan cerdas, hadits kesebelas kestabilan jiwa. Dari keempat belas
riwayat ini, hanya dua yang terfokus kepada kriteria fisik yaitu tidak memandang
warna kulit, kecakapan dan kecerdasan.
Bila kembali merujuk kepada sifat-sifat yang harus dimiliki seorang Rasul
yaitu amanah, fathanah, sidiq dan tablig, di sini tidak disinggung secara langsung
kriteria fisik.Mungkin hanya fathonah (kecerdasan) yang mengedekati keriteria fisik.
Dari sini dapat disimpulkan kriteria fisik tidak begitu dipentingkan namun kriteria
262
Lihat Ibnu Hajar Asqalani, Fath al-Bari, 20/182; Yahya bin Syaraf Nawawi, Syarh Shahih Muslim, 6/149.
263
Lihat, Ali bin Muhammad al-Mawardi, al-Ahkam as-Sulthaniyah wa al-Wilayat ad-Diniyah (Beirut: Dar Kutub al-
Ilmiyah, 1985, cet. I) hal. 6
264
Lihat ulasan garis besar karakter pemimpin, Sidi Ritaudin, Karakteristik Ulil Amri dalam Format Etika Politik Islam
Perspektif al-Qur’an, Jurnal Tapis, Vol. 1/No.1 Januari-Juni 2005, hal. 23-42.
lain yang terkait langsung kepada kualitas kepemimpinan itu yang diutamakan.
Tidak salah bila seorang pemimpin sepatutnya; menunaikan amanah, berbuat adil,
taat dan patuh kepada Allah, bermusyawarah dalammenyelesaikan masalah umat
demi hasil terbaik, berkarya dan kreatif, bersikap jujur.265
Ibnu Khaldun menegaskan bahwa syarat jabatan kepemimpinan (khilafah/
imamah) itu ada empat yaitu: ilmu pengetahuan, adil, kecakapan (kapabalitas dan
keselamatan indera dan anggota badan yang berdampak pada kelancaran pendapat dan
pekerjaan. Sedangkan syarat keturunan Quraisy bukan sebagai keharusan.266Menurut
Abu Hami al-Ghazali dalam at-Tibru al-Masbuk fi Nashihah al-Muluk kelayakan
kepemimpinan itu meliputi intelektualitas, akhlak dan fisik.267Dalam visi al-Ghazali,
prototipe pemimpin ideal adalah para nabi dan Rasul kemudian para raja (pemimpin).
Para Nabi dan Rasul pada awalnya diutus untuk menjelaskan pesan-pesan agama
terkait ibadah dan mu’amalah.Sedangkan pemimpin atau raja bertugas selanjutnya
adalah menjaga negara dan rakyatnya dari ketidak adilan dalam bingkai pesan-pesan
agama.Maka dari itu muncul adagium ‘sulthan dzilullah fi al-ardhi’ yang bermakna
sultan adalah perlindungan tuhan di muka bumi.268 Tidak heran bila Sejarawan Abu
Ja’far ath-Thabari menulis buku sejarah dengan tema Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk
yang menyebutkan kepemimpinan para rasul dan raja-raja.269Hal ini menunjukkan
bahwa para rasul dan nabi adalah pemimpin umatnya dalam hal keberagamaan dan
kenegaraan.270
Terkait sifat-sifat fisik maupun yang non fisik yang disebutkan menjadi keriteria
seorang pemimpin dalam kondisi terbaik, menurut Ibnu Khaldun, dikarenakan
jabatan kepemimpinan membutuhkan kesempurnaan dan kematangan dalam
berbagai hal meliputi sifat, fisik dan jiwa.271 Dari kriteria pemimpin ini menurut
Ibnu Khaldun272 maupun al-Ghazali273 serta al-Mawardi274 sifat adil merupakan
265
Lihat Tim LPMA Balitbang DEPAG RI, Tafsir al-Qur’an Tematik; Etika Berkeluarga, Bermasyarakat dan Berpolitik
( Jakarta: LPMA Depag RI,2009) hal.202-233
266
Lihat Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun,(Riyadh: Maktabah Syamilah, 2.11) 1/239; Samir Aliyah, Sistem
Pemerintahan Peradilan dan Adat dalam Islam, ( Jakarta: Khalifa, 2004) hal. 54-55; Jalaluddin as-Suyuthi, Tarikh al-Khulafa, (Beirut:
Dar Ma’rifah, 1996) hal.15-16
267
Lihat Abu Hamid al-Ghazali, at-Tibr al-Masbuk fi Nashihah al-Muluk, revisi Ahmad Syamsuddin (Beirut: Dar Kutub
Ilmiyah, 1998) hal.43.
268
Lihat Abu Hamid al-Ghazali, at-Tibr al-Masbuk fi Nashihah al-Muluk, hal. 43
269
Lihat Abu Ja’far ath-Thabari, Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk, (Riyadh: Maktabah Syamilah. 2.11)
270
Lihat juga, Abdul Hayy Laknawi, Nidzam al-Hukumah an-Nabawiyah, (Beirut: Syirkah Dar Arqam bin Dar Arqam,
tth)
271
Lihat Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, 1/239.
272
Lihat Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, 1/239
273
Lihat Abu Hamid al-Ghazali, at-Tibr al-Masbuk fi Nashihah al-Muluk, hal. 43
274
Lihat Abu Hasan al-Mawardi, Adab ad-Dunya wa ad-Din, (Beirut: Dar al-Fikr, 1995) hal.96-97; Abu Hasan al-Mawardi,
al-Ahkam as-Sulthaniyah, (Beirut: Dar Kutub Ilmiyah, 1985) hal. 6-7
pokok dari sifat-sifat yang lain. Sifat adil ini selalu dibutuhkan dalam setiap jabatan
apapun karena sifat adil ini merupakan pangkal kesuksesan dalam mengemban
kepemimpinan.275 Bahkan al-Ghazali menyetir sebuah riwayat hadits Nabi yang
berbunyi:
275
Lihat Sayyid Quthb, al-Adalah al-Ijtima’iyah fi al-Islam, (Kairo: Dar Syuruq, 1995)
276
Hadits ini dinukil Imam Ghozali dalam Abu Hamid al-Ghazali, at-Tibru al-Masbuk…., hal.44, namun setelah peneliti
lakukan takhrij dengan digital library maktabah syamilah versi 2.11, hadits dengan matan ini tidak ditemukan.
277
www. wikiedia.org/ardashir I
278
Lihat biografinya dalam, Abu Ja’far ath-Thabari, Tarikh ar-Rusul wal-Muluk, 1/173; Ibn al-Atsir al-Jazri, al-Kamil fi
Tarikh, 1/26; Ibn al-Jawzi, al-Muntadzim, 1/93.
279
Abu Hamid al-Ghazali, at-Tibru al-Masbuk…., hal. 44
permanen yang menggangu tugasnya seperti buta, tuli, bisu; keempat cacat tubuh
permanen; kelima, menjadi tawanan; keenam, kezaliman dan kefasikan.280
Namun sifat-sifat akhlak dan mental jauh lebih penting, karena menyangkut
esensi tujuan kepemimpinan yaitu; keadilan, persamaan dan contoh nyata dalam
kebaikan. Tidak heran jikaAl-Qur’an sendiri memuji kepemimpinan Nabi SAW
dengan beberapa kriteria seperti yang diungkap At-Taubah:128. Dalam ayat ini
dijelaskan 3 karakter Nabi dalam memimpin: pertama, ‘azizun alaihi ma ‘anittum;
merasakan penderitaan rakyatnyaatau dalam bahasa lain memiliki sence of crysis.
Kedua, harishun ‘alaikum; ia selalu menginginkan keselamatan dan kesejahteraan
rakyatnya. Ketiga, ra’ufun rahimun; memiliki sifat kasih-sayang kepada orang-
orang beriman dan sesamanya.281 Sebaliknya, menurut Ibnu Hajar Asqalani, sifat
fisik yang masih kuat dalam masa muda bila tidak dibarengi dengan ilmu, kearifan
dan keadilan akan menjadi musibah. Ia menyetir riwayat Imam Bukhari terkait
kepemimpinan para anak muda yang rusak:
Kami diberitahu Musa bin Isma’il; kami diberitahukan oleh Amr bin Yahya
bin Sa’id bin Amr bin Sa’id, berkata: aku diberitahu kakekku, ia berkata: aku duduk
bersama Abu Hurairah di Masjid Nabi SAW di Madinah dan bersama kami Marwan
bin Hakam. Abu Hurairah berkata:”Aku mendengar dari (Nabi) yang benar dan
jujur bersabda:”Kehancuran umatku di tangan anak-anak muda dari kalangan
Quraisy.” Maka Marwan berkata:” Laknat Allah bagi anak-anak muda itu.” Maka
Abu Hurairah berkata:”Jika aku mau aku akan bertahukan kepadamu siapa mereka
dan dari klan mana, aku akan lakukan. Maka aku keluar dengan kakekku kepada Bani
Marwan ketika mereka memerintah negeri Syam, maka terlihat para penguasanya
masih remaja. Dia berkata kepadaku:”Mungkin mereka itulah bagian dari apa yang
disebutkan dalam hadits?” Kami menjawab:”Kamu juga lebih tahu.” (HR Bukhari)282
Dalam penjelasan hadits ini, Ibnu Hajar Asqalani mengambil contoh kerusakan
kepemimpinan Yazid bin Mu’awiyah seterusnya yang nota bene memerintah dalam
masa muda, namun menyebabkan kezaliman dan ketidak adilan terjadi di mana-
mana.283
Syarat-syarat pemimpin negara-sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya-
ada sepuluh syarat: Islam, baligh, berakal, merdeka, laki-laki, mujtahid, bersifat adil,
memiliki ide cemerlang dalam politik dan pertahanan negara, kemampuan fisik,
280
Lihat Marwan Muhammad Mahrus, Mas’uliyah Ra’is ad-Dawlah fi an-Nidzam ar-Riyasi wa al-Fiqh al-Islami;Dirasah
Muqaranah, hal. 138-152
281
Lihat Ibnu Katsir, Tafsir Ibn Katsir, (Ghiza: Muassasah Qordoba, 2000) Jilid 4, 241
282
Muhammad bin Isma’il Bukhari, Shahih Bukhari, nomor hadits 6649, 6/2589
283
Ibnu Hajar Asqalani, Fath al-Bari, 18/437; 20/61
dari kalangan quraisy.284Dari syarat-syarat ini ada beberapa syarat yang menjadi
perdebatan ulama, yaitu persyaratan agama pemimpin dari agama tertentu,
pemimpin dari kalangan laki-laki dan dari kalangan Quraisy. Syarat pemimpin harus
beragama Islam sebagian besar ulama mengharuskannya, dengan dalih hadits di
atas dan ayat al-Quran, surat al-Maidah ayat 51.285 Namun ada beberapa catatan dari
beberapa ulama, seperti Izuddin bin Abdus Salam yang berfatwa:
Dari ulasan fatwa ini, syeikh Izuddin bin Abdus Salam memperbolehkan
kepemimpin dipegang oleh orang non muslim dalam kondisi tertentu bila hal tersebut
diyakini dapat mewujudkan maslahat umum kaum muslimin dan menjauhkan dari
kerusakan menyeluruh.
Kemudian syarat pemimpin harus seorang laki-laki dengan dalih hadits
Nabi SAW yang mengatakan tidak akan beruntung suatu kaum yang menjadikan
wanita sebagai pemimpinnya.287Namun Yusuf Qardhawi mempunyai pemahaman
berbeda tentang hadits ini. Pertama, hadits pelarangan wanita menjadi pemimpin
harus dilihat asbab wurud hadits tersebut yang memiliki kondisi khusus saat itu,
yaitu konteks hadits tersebut ditujukan kepada sistem kerajaan Persia saat itu,
mewariskan kekuasaan secara turun-temurun yang dipegang oleh puteri raja
dengan cara yang ilegal. Kedua, hadits tersebut bisa saja tidak diamalkan meskipun
shahih, karena kehilangan faktor realitasnya.Maksudnya, hadits tersebut, terkait
284
Lihat Marwan Muhammad Mahrus, Mas’uliyah Ra’is ad-Dawlah fi an-Nidzam ar-Riyasi…, hal. 109-113; Abu al-Hasan
al-Mawardi, al-Ahkam as-Sulthaniyah, hal. 83-84
285
Lihat, Ahmad bin Abdullah Qalqasyandi, Ma’atsir al-Inafah fi Ma’alim al-Khilafah, (Riyadh: Maktabah Syamilah, 2.11)
1/18.
286
Lihat Izuddin bin Abdus Salam, Qawa’id al-Ahkam fi Mashalih al-Anam, (Riyadh: Maktabah Syamilah, 2.11) 1/128;
Yusuf Qardhawi, Min Fiqh ad-Dawlah fi al-Islam, (Kairo: Dar Syuruq: 1997) hal. 186
287
Hadits ini dikeluarkan oleh Bukhari dari jalur periwayatan Sahabat Abu Bakrah. Lihat, Muhammad bin Isma’il
Bukhari, Shahih Bukhari, no. hadits 4163, 4/1610.
dengan kepempinan yang memiliki kekuasan mutlak dan penuh.Saat ini, dalam
zaman demokrasi, tidak ada pemimpin yang memiliki kekuasaan mutlak.Artinya,
bila wanita menjadi pemimpin pada saat ini tidak terkait hadits tersebut, karena
kekuasaan yang dimilikinya terbatas.288
Syarat lain yang diperdebatkan adalah mengenai asal usul pemimpin dari
kalangan suku Quraisy (suku tertentu). Sebagian ulama memandang hal itu
menjadi keharusan, dengan dalih hadits Nabi SAW yang mengatakan pemimpin
dari kalangan Quraisy289, diperkuat dengan fakta kepemimpinan empat khulafa’
rasyidun yang kesemuanya dari kalangan bani Quraisy.290 Namun Ibn al-Arzaq
menegaskan bahwa riwayat hadits tentang pemimpin dari kalangan Quraisy harus
difahami secara utuh dan komprehensif, karena dalam hadits itu disebutkan tiga
syarat; bersikap kasih sayang, memutuskan suatu perkara dengan adil dan apabila
berjanji akan ditepati.291Artinya kepemimpinan dari kalangan Quraisy tidaklah
harus selalu difahami secara harfiyah, tapi difahami pada konteksnya yaitu sifat-sifat
orang quraisy yang dikenal penyayang, berlaku adil dan menepati janji.292
Dari uraian ini, dapat dilihat sifat-sifat non fisik lebih dikedepankan dalam
kepemimpinan ketimbang sifat-sifat fisik. Hal ini, kemungkinan difahami bahwa
sifat fisik sangat relatif, karena berbeda dari satu orang ke yang lain, atau dari satu
suku ke suku yang lain maupun dari satu bangsa ke bangsa lain. Berbeda halnya
sifat-sifat fisik yang sangat jelas parameternya seperti sifat adil, tidak otoriter, kasih
sayang.
DAFTAR PUSTAKA
________, Relasi Agama dan Negara (Terjemahan) Pengantar Said Aqiel Siradj., Jakarta
: Mata Air Publishing, 2006
Al-Bukhari, Muhammad bin Isma’il, Shahih Bukhari, Beirut: Dar Ibn Katsir-al-
Yamamah, 1987, cet. III
Al-Busti, Muhammad bin Hibban, Shahih Ibn Hibban bi Tartib Ibn Balban, Beirut:
Mu’assasah Risalah, 1993
Al-Ghazali, Abu Hamid, at-Tibr al-Masbuk fi Nashihah al-Muluk, revisi Ahmad
Syamsuddin, Beirut: Dar Kutub Ilmiyah, 1998
_______, Ihya’ Ulum al-Din, Beirut: Dar al-Fikr, t.th.
Aliyah, Samir, Sistem Pemerintahan Peradilan dan Adat dalam Islam, Jakarta: Khalifa,
2004
Al-Manawi, Abdurra’uf, Faidh al-Qadir, Mesir:Maktabah Tijariyah Kubra, 1356
_________, al-Ta’arif, Beirut : Dar al-Fikr, 1410 H
Al-Maududi, Abu al-A’la, al-Khilafah wa al-Mulk, Kuwait: Dar al-Qalam, 1972
Al-Mawardi, Abu Hasan Ali bin Muhammad, al-Ahkam as-Sulthaniyah wa al-Wilayat
ad-Diniyah, Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyah, 1985, cet. I
_________, Adab ad-Dunya wa ad-Din, Beirut: Dar al-Fikr, 1995
Al-Mubarkafuri, Tuhfat al-Ahwadzi bi Syarh Sunan Tirmidzi, Riyadh: Maktabah
Syamilah. 2.11
Al-Quzwainy, Muhammad bin Yazid, Sunan Ibnu Majah, Beirut: Dar al-Fikr, tth.
An-Nisaburi, Muslim bin al-Hajjaj an-Nisaburi, Shahih Muslim, revisi M. Fuad Abdul
Baqi’, Beirut:Dar Ihya at-Turats al-Araby, tth
Asqalani, Ibn Hajar, Tahdzib at-Tahdzib, Beirut:Dar el-Fikr, 1984
________, Taqrib at-Tahzib, Syiria: Dar Rasyid, 1986
________, Fath al-Bari fi Syarh Shahih Bukhari, Riyadh: Maktabah Syamilah. 2.11
As-Suyuthi, Jalaluddin, Tarikh al-Khulafa, Beirut: Dar Ma’rifah, 1996
As-Suwaidan, Thariq M., Faishal Umar Basyarahil, Melahirkan Pemimpin Masa
Depan (Shina’atul Qaid), Jakarta : Gema Insani Press, 2005.
Ath-Tabari, Abu Ja’far, Tarikh ar-Rusul wa al-Muluk, Riyadh: Maktabah Syamilah.
2.11
________, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, Beirut: Mua’sasah Risalah, 2000
Clemmer, Jim Clemmer, Sang pemimpin: Prinsip Abadi untuk Keberhasilan Tim
dan Organisasi (The Leader’s Digest: Timeless Principles for Team and
Organisation Success), Yogyakarta: Kanisius, 2009.
Fahdawi, Khalid, al-Fiqh as-Siyasi al-Islami, Damaskus: Dar al-Awail, 2008
Ibn al-Azraq, Bada’i as-Silk fi Thaba’i al-Malik, Riyadh: Maktabah Syamilah, 2.11
Ibn al-Jawzi, al-Muntadzim, Riyadh: Maktabah Syamilah. 2.11
Ibnu Abdil Barr, al-Isti’ab fi Ma’rifat al-Ashab, Riyadh: Maktabah Syamilah. 2.11
Ibnu Baththal, Syarh Ibnu Baththal li Shahih Bukhari, Riyadh: Maktabah
Syamilah. 2.11
Ibnu Hisyam, as-Sīrah an-Nabawiyah, Kairo: Dar al-Hadits, 1996, Cet. I.
Ibnu Katsir, Abu Fida, Tafsi al-Qur’an al-Adzim, Saudi: Dar Thiba, 1999
Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, Riyadh: Maktabah Syamilah, 2.11
Ibnu Taymiyyah, al-Siyasah al-Syar’iyyah, Riyadh: Maktabah Syamilah 2.11
Ingram, Haroro J. ,The Charismatic Leadership Phenomenon In Radical and Militant
Islamism, Burlington-USA:Asghate Publishing Company, 2013
Izuddin bin Abdus Salam, Qawa’id al-Ahkam fi Mashalih al-Anam, Riyadh: Maktabah
Syamilah, 2.11
Khalifah, Ibrahim bin Yahya, as-Siyasah asy-Syar’iyaah, Alexandria: Mu’assasah
Syabab al-Jami’ah, 1411
Kubuicek, Jeremie, Leadership is Dead: How Influence is Riviving it, Newyork:Howard
Books, 2011
Laknawi, Abdul Hayy, Nidzam al-Hukumah an-Nabawiyah, Beirut: Syirkah Dar
Arqambin Dar Arqam, tth
Mahrus, Marwan Muhammad, Mas’uliyah Ra’is ad-Dawlah fi an-Nidzam ar-Riyasi wa
al-Fiqh al-Islami;Dirasah Muqaranah, Aman Yordan:Dar al-I’lam, 2002
Musakabe, Herman, Tri Marganingsih, Pemimpin dan Krisis Multidimensi: Etika dan
Moralitas Kepemimpinan, Yayasan Citra Insan Pembaru, 2001.
Nasa’I, Ahmad bin Su’aib, Sunan Nasa’I, Beirut: Dar al-Ma’rifat, 1420, cet. V
Nasiruddin, S.Ag, MM. Kisah Keadilan Para Pemimpin Islam, Jakarta : R e p u b l i k a ,
2008.
Nawawi, Yahya bin Syaraf, Syarh Shahih Muslim, Riyadh: Maktabah Syamilah.
2.11
Patminingsih, Astuti, Kriteria Pemimpin Masa Depan; Analisis Nilai Kepemimpinan
Rasulullah, Jurnal Bina al-Ummah Fakultas Dakwah IAIN Raden Intan, Edisi
Januari 2009.
Qalqasyandi, Ahmad bin Abdullah Qalqasyandi, Ma’atsir al-Inafah fi Ma’alim al-
Khilafah, Riyadh: Maktabah Syamilah, 2.11
Qardhawi, Yusuf ,Min Fiqh ad-Dawlah fi al-Islam, Kairo: Dar Syuruq: 1997
Qari, Mulla Ali, Mirqat al-Mafatih Syarh al-Misykat, Riyadh: Maktabah
Syamilah. 2.11
Ritaudin, Sidi, Karakteristik Ulil Amri dalam Format Etika Politik Islam Perspektif al-
Qur’an, Jurnal Tapis, Vol. 1/No.1 Januari-Juni 2005.
Sajastani, Sulaiman bin Ats’ats, Sunan Abu Daud, Kairo: Dar al-Fikr, tth.
Sazali, Munawir, Islam dan Tata Negara: Ajaran , Sejarah dan Pemikiran, Jakarta:UI
Press, 1990
Smith, Bianca J. and Mar Woodward, Gender and Power In Indonesian Islam, New
York: Routledge, 2014.
Sujitno, Arie, Bambang Hudaya, Krisis Kepemimpinan Bangsa di Mata Mahasiswa,
UGM: Philosophy Press, Fakultas Filsafat UGM, 2001.
Syafi’I, Muhammad bin Idris, Musnad Syafi’I, Beirut:Dar Kutub Ilmiyah, tth.
Tim LPMA Balitbang DEPAG RI, Tafsir al-Qur’an Tematik; Etika Berkeluarga,
Bermasyarakat danBerpolitik, Jakarta: LPMA Depag RI,2009
Tirmidzi, Muhammad bin Isa, Sunan Tirmidzi, revisi Ahmad Muhammad Syakir
dkk.Beirut:Dar Ihya at- Turats al-Arabi, tth.
Zahabi, Muhammad bin Ahmad, al-Ibar fi Khabar Man Ghubir, Riyadh:
Maktabah Syamilah. 2.11
_______, Siyar A’lam an-Nubala’, Riyadh: Maktabah Syamilah, 2.11
_______, Tadzkirat al-Huffadz, Riyadh: Maktabah Syamilah. 2.11
Internet
Undang-Undang No. 32 tahun 2004, www.kpu.go.id/dmdocuments/uu_32_2004
www. wikiedia.org/ardashir I
https://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi, diakses 20 September 2017
https://id.wikipedia.org/wiki/Otokrasi, diakses 20 September 2017
https://id.wikipedia.org/wiki/Teokrasi, diakses 20 September 2017