Tugas Bu Dian - Nasmira (Akk5 Ekstensi)

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 19

JURNAL KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIA

VOLUME 06 No. 02 Juni ● 2017 Halaman 83 - 93


Jurnal Kebijakan Kesehatan Artikel Penelitian

LEARNING DISABILITIES DALAM LAYANAN KESEHATAN IBU DAN


ANAK: STUDI KASUS DI DINAS KESEHATAN DENGAN SUMBER DAYA
TERBATAS DI INDONESIA
LEARNING DISABILITIES IN MATERNAL AND CHILD HEALTH SERVICE: A CASE STUDY
AT DISTRIC HEALTH OFFICE WITH LIMITED RESOURCES IN INDONESIA

Nana Diana1, Mubasysyir Hasanbasri2, Mohammad Hakimi2


1
Dinas Kesehatan Kabupaten Kepahiang, Bengkulu
2
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada

ABSTRACT daruratan oleh Bidan Desa ditinjau dari Perspektif


Background: The growing number of infant mortality is one organizational learning pada tiga level organisasi yaitu Dinas
of the challenging problems in distric health office. One of the Kesehatan, Puskesmas dan Bidan Desa.
causes of this problem is the recurring mistakes in the Metode: Penelitian ini adalah studi kasus dengan desain
system. Learning organization is a strategic step to multi kasus di wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten
continuously learn and determine proper solution. However, Kepahiang mulai bulan September sampai dengan Oktober
there are learning disabilities in the organization that interfere 2015, subjek penelitian adalah sekretaris dinas kesehatan,
with the learning organizationin maternal and infant mortality. kepala seksi perencanaan, kepala seksi KIA, staff KIA, bidan
Aim: This study was aimed to explore learning organizationin koordinator dan bidan desa. Ada tiga langkah strategis dalam
emergency care unit by midwifes in the perspective of melakukan analisis data kualitatif: menyiapkan dan
organizational learning in three organization level: distric mengorganisasikan data, untuk analisis mereduksi data
health office, community health center, and midwifes. menjadi tema, dan menyajikan data.
Method: This was a case study with multi cases design in the Hasil: Ada empat learning disabilities yang sering terjadi
working area of Distric Health Office of Kepahiang Region dalam organisasi meliputi I am my position, the enemy is out
from September to October 2015. Study subjects were there, the illusion of taking charge dan the mytm of team
secretary of distric health office, director of Planning division, management. Kesimpulan: Learning disabilities merupakan
director and officers of maternal and infant health division, hambatan dalam menerapkan learning organization.
coordinator of midwifes, and midwifes. Three strategic steps Penguatan peran audit maternal dan perinatal merupakan
of conducting qualitative studies were preparing and peluang strategis untuk mengoptimalkan proses learning
organizing data, reducing data into themes, and presenting organization.
data.
Result: There were four learning disabilities that often
occurred in organization, which were: I am my position, the Kata Kunci: Learning organization, organizational learning,
enemy is out there, the illusion of taking charge and the myth Bidan desa, Layanan kegawatdaruratan.
of team management.
Conclusion: Learning disabilities interfered with PENGANTAR
implementation of learning organization. Improving the role of
Setiap tahun di dunia terjadi 139 juta
maternal and perinatal audit were strategic opportunities to
optimize learning organization process. kelahiran1. Setiap tahun sebanyak 289.000 wanita
meninggal selama kehamilan, melahirkan dan
Keywords: Learning organization, organizational learning, setelahnya2, dua sampai dengan enam juta
midwifes, emergency care unit. mengalami lahir mati dan dua sampai dengan
sembilan juta meninggal pada bulan pertama
ABSTRAK kehidupan3. Kualitas pelayanan kesehatan yang
Latar Belakang: Kasus kematian bayi yang terus meningkat
setiap tahun merupakan permasalahan yang belum mampu
buruk menjadi faktor utama penyebab kematian
tertangani oleh dinas kesehatan. Ada kesalahan berulang tersebut dan langkah- langkah strategis serta
yang terjadi, namun dinas kesehatan belum mampu berkelanjutan harus terus- menerus dilakukan
mengambil pelajaran dari kesalahan tersebut. Learning untuk meningkatkan seluruh aspek kualitas
organization merupakan langkah yang strategis untuk
senantiasa belajar dan menentukan langkah penanganan
pelayanan kesehatan ibu dan anak terutama
yang tepat. Tetapi ada learning disabilities yang terjadi dalam kualitas pelayanan kegawatdaruratan
organisasi sehingga proses learning organization dalam obstetri4,5,6.
kasus kematian ibu dan bayi tidak mampu berjalan Di Indonesia Angka Kematian Ibu (AKI)
sebagaimana yang diharapkan.
Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah mengeksplorasi
menunjukkan kenaikan yang signifikan. Data
bagaimana learning organization dalam layanan kegawat- terbaru yang dikeluarkan oleh Survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 6, No. 2 Juni 2017 ● 83


kematian

84 ● Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 6, No. 2 Juni


Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

ibu berada pada angka 359/100.000 kelahiran Namun ada berbagai ketidakmampuan
hidup. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi belajar (learning disabilities) yang dapat terjadi
lonjakan yang signifikan dibandingkan dengan dalam organisasi khususnya dinas kesehatan.
survei SDKI pada tahun 2007 yang hanya pada Kondisi birokrasi menjadi salah satu penyebab
kisaran angka 228/100.000 kelahiran hidup. terjadinya learning disabilities tersebut. Birokrasi
Sedangkan angka kematian bayi dari 34/1000 membunuh energi, kreativitas, dan kesediaan
kelahiran hidup menjadi 32/1000 kelahiran hidup untuk menanggung resiko sebagai sebuah
pada survei SDKI tahun 2012. Di Kabupaten keniscayaan agar proses pembelajaran
Kepahiang angka kematian ibu pada tahun 2013 senantiasa berkembang. Sebuah penelitian
sebanyak 4 kasus dan angka kematian bayi menemukan kompleksitas serta hubungan
sebesar 47 kasus. Pada tahun 2011 tercatat yang sulit antara reformasi birokrasi dengan
kematian ibu sebesar 4 kasus kematian bayi 6 pembangunan berbasis masyarakat pada
kasus, tahun 2012 kematian ibu ada 5 kasus umumnya dan birokrasi dan masyarakat pada
dan kematian bayi ada 37 kasus. Buruknya khususnya. Penelitian lain juga menyatakan
kualitas pelayanan tidak hanya menyebabkan kesulitan untuk mengganti seorang menejer yang
kematian tetapi juga menimbulkan efek kesakitan kurang baik sangat membahayakan untuk
baik fisik maupun psikologis untuk 20 juta wanita performa organisasi13. Selain itu struktur dan
yang diperkirakan dapat bertahan hidup7. proses Audit maternal dan perinatal yang tidak
Kematian perinatal dapat dihindari dengan memadai tidak akan memberikan dampak yang
penyediaan pelayanan kesehatan ibu dan bayi signifikan terhadap peningkatan kualitas
yang adekuat bahwa lebih dari setengah dari pelayanan kesehatan14. Rendahnya kualitas
kematian tersebut disebabkan oleh lemahnya informasi yang dicatat dalam sebuah kasus
pengelolaan pada saat persalinan8. dimana- mana diakui sebagai sebuah
Salah satu upaya yang dilakukan kekurangan tapi bukan merupakan hambatan
pemerintah untuk meningkatkan cakupan utama dalam membahas kasus yang efektif.
pelayanan kesehatan adalah dengan Keberlangsungan audit membutuhkan
mengadakan Program Bidan Desa sejak tahun komitmen dari pembuat kebijakan dan manajer di
19899. Program ini bertujuan untuk tingkat yang lebih tinggi dari sistem kesehatan
menempatkan bidan terlatih di setiap desa untuk dan penyediaan sumber daya yang senantiasa
memberikan antenatal dan perinatal, keluarga tersedia untuk melaksanakan rekomendasi15.
berencana, pelayanan kesehatan reproduksi Selain itu pembelajaran leflective dapat
lainnya dan konseling gizi. Penempatan bidan di diterapkan oleh bidan desa. pembelajaran
desa menjadi wewenang penuh dinas kesehatan. reflective bertujuan untuk memberdayakan
Dinas kesehatan sebagai satu organisasi individu dalam praktek mereka sendiri untuk
pemerintah harus mampu mengatasi memunculkan potensi keterlibatannya sebagai
permasalahan kematian ibu dan anak dengan pembelajar sehingga akan meningkatkan
strategi yang tepat. Organisasi yang mau derajat kesehatan. Reflective learning adalah ciri
menjadi terdepan di bidangnya harus dari peraturan diri dalam belajar dan merupakan
menggabungkan prosedur organisasi aspek essensial pembelajaran terus menerus
pembelajar yang mampu memecahkan tenaga kesehatan nasional.
permasalahan fungsional, meningkatkan proses
internal dan pelayanan, inovasi dan komponen
BAHAN DAN CARA PENELITIAN
layanan khususnya kemampuan untuk merubah
Ada enam ketidakmampuan dalam belajar
pengetahuan untuk meningkatkan daya saing
(learning disabilities) yang dibahas dalam
yang menguntungkan10. Dalam sektor pelayanan
penelitian ini: I am my position, the enemy is out
kesehatan, kemampuan untuk belajar adalah
there, the illusion of taking charge, the fixation on
sesuatu yang sangat esensial karena dalam
events, the parable of the boiled frog, dan the
bidang ini pengetahuan dan keahlian sangat
mytm of the management team.
cepat menjadi tertinggal karena evolusi yang terus
menerus dalam ilmu pengetahuan dan
I am My Position
kedokteran 11. Di dalam menerapkan learning
Dari hasil wawancara mendalam dan Focus
organization ada tujuh frame work yang dapat
Grup Discussion (FGD) ada beberapa hal dari
digunakan salah satunya adalah organizational
hasil penelitian yang menggambarkan tentang
learning, dimana semua struktur dan proses yang
ketidakmampuan belajar yang pertama:
ada dalam organisasi disetting untuk
melakukan learning organization12.
Kasus satu: “Ego program”. Informan setingkat perhatian terutama masalah support dana. Hal ini
kepala seksi mengatakan bahwa setiap tahun
menyebabkan semua bidang berjalan sendiri-sendiri.
bidang atau seksi mengajukan anggaran, semua
meminta dana yang besar untuk menunjang
kegiatan yang direncanakan, walaupun kadang
kesannya kegiatan itu tidak terlalu penting untuk
mencapai target program. Program yang
berkaitan langsung dengan masyarakat selalu
melibatkan bidan desa, seperti penuturan kepala
seksi kesehatan ibu dan anak bahwa tugas bidan
desa terlalu tumpang tindih, banyak sekali
program yang harus dipegang seperti desa siaga,
gizi, P2M (program pengendalian dan pencegahan
penyakit menular), kesehatan lingkungan,
kerjasama lintas sektor, jadi bukan hanya
kesehatan ibu dan anak. Kalau kemampuan
bidannya bagus hal tersebut tidak menjadi
masalah tetapi banyak kasus memegang
program KIA saja bidan masih kesulitan. Staff
yang lain juga mengatakan SDM (sumber daya
manusia) seperti bidan desa banyak bebannya,
semua program harus dipegang. Sebenarnya
bisa saja tidak membebani bidan desa misalnya
gizi, kalau untuk membagikan susu dan PMT
(program makanan tambahan) dan tablet Fe
pihak yang bersangkutan bisa langsung
membagikan ke masyarakat tetapi kenyataannya
didrop ke bidan desa.

Kasus dua: “Sakralisasi adab birokrasi”.


Permasalahan lain yang juga muncul ketika
bawahan dan atasan tidak harmonis karena pola
komunikasi yang buruk. Adab sopan santun saat
berbicara harus benar-benar dijaga antara atasan
dan bawahan. Kasus ini terjadi ketika ada
pertemuan KIA dengan lintas sektor. Pertemuan
tersebut diikuti oleh kepala bidang yang baru
dilantik dan staff yang sudah senior. Staff
tersebut dianggap terlalu banyak berbicara
dibandingkan dengan kepala bidang. Hal ini
menyebabkan ketersinggungan, staff yang
sebenarnya mempunyai potensi cukup bagus
akhirnya dimutasi ke puskesmas.

Kasus tiga: “Senioritas sebagai tembok


penghalang untuk belajar”
Informan yang menjabat sebagai kepala seksi
juga menceritakan bahwa bidan yang praktek di
desa banyak levelnya, mulai dari bidan junior
sampai bidan yang sangat senior. Tetapi
kenyataannya salah satu penyumbang kasus
kematian yang paling banyak justru dari bidan
senior yang sudah puluhan tahun praktek di
lapangan. Pernah ada satu kasus yang ditangani
oleh bidan tersebut bersama dengan dua orang
bidan lain yang lebih junior. Ketika melihat
kondisi ibu dan denyut jantung bayi yang semakin
lemah, dua bidan junior bersepakat untuk merujuk
pasien namun ditolak oleh bidan senior dengan
alasan masih bisa dilahirkan secara normal,
tinggal tunggu saja. Suntikan oksitosin terus
diberikan untuk memacu kontraksi dengan harapan
bayi segera lahir. Walaupun bayi tersebut berhasil
dilahirkan namun kondisinya sudah meninggal
dunia.

Munculnya ego program karena semua pihak


merasa paling berhak untuk mendapatkan
Bidan desa yang secara hierarki
organisasi merupakan bawahan dari puskesmas
dan dinas kesehatan mau tidak mau harus
“manut’ dengan atasan. Kemudian ada
permasalahan komunikasi yang terjadi antara
bawahan dan atasan. Lebih tragis lagi apabila
ketersinggungan tersebut terjadi pada atasan
terhadap bawahan. Atasan yang mempunyai
kekuasaan lebih terhadap bawahan akan
melakukan tindakan ‘pembelajaran’, salah
satunya adalah dengan pemutasian pegawai.
Ilmu yang tidak diupdate dan rasa
senioritas membuat bidan sulit menerima
pendapat dari teman sejawat. Kasus yang
semestinya sudah dirujuk namun tetap
berusaha ditolong. Di sisi yang lain pasien yang
begitu banyak membuat bidan menggunakan
jalan pintas agar si bayi cepat lahir. Bidan juga
merasa ‘kesaktiannya” akan turun di depan
keluarga pasien apabila sampai merujuk ke
rumah sakit.

The Enemy is Out There


The enemy is out there merupakan
ketidak- mampuan dalam belajar karena
menggangap bahwa pihak luar menjadi
penyebab suatu kegagalan.
Kasus I: “Dinas kesehatan propinsi tidak
proaktif”. Salah satu staff menyatakan bahwa
dinas kesehatan propinsi santai saja, tidak ada
terobosan yang berarti dalam menanggapi
permasalahan kematian ibu yang tinggi, sebagus
apapun kinerja staff kalau pengambil kebijakan
tidak fokus maka semua akan sia- sia. Anggapan
bahwa pihak ‘atasan’ tidak begitu peduli menjadi
alasan oleh bawahan akhirnya terikut dengan pola
yang ada.

Kasus 2: “Tidak ada teamwork di dinas


kesehatan”. Dalam menjalankan perannya, seksi
kesehatan ibu dan anak harus bekerja sama
dengan pihak lain yang terkait seperti seksi
pelayanan kesehatan dasar (Yankesdas).
Informan selevel kepala seksi mengatakan
tenaga poned (pertolongan obstetri emergency
dasar) yang melatih adalah seksi KIA.
Sebenarnya poned ini ada dibawah seksi
yankesdas, semestinya yang menggerakkan
program tersebut adalah seksi yankesdas, tetapi
kenyataanya tidak berjalan. KIA menganggap
tidak ada peran serta seksi lain dalam penurunan
AKI/AKB, semua hanya bertumpu kepada seksi
KIA.

Kasus 3: “Rumah sakit beranggapan setara


dengan dinas kesehatan”. Kerjasama dengan
pihak luar seperti rumah sakit juga terkendala.
Dinas beranggapan rumah sakit berusaha
mempertahankan egonya karena kesetaraan
posisi, istilah “siapa perlu, siapa butuh” berlaku
dalam hal ini. Tidak ada kerjasama untuk
membahas kasus- kasus kematian yang terjadi di
rumah sakit, hanya data mentah saja yang bisa
dikumpulkan oleh dinas kesehatan.
Kasus 4: “Legislatif dan eksekutif tidak ada yang
Kasus I: “Program Parsial belum mampu
peduli dengan isu kematian ibu dan bayi”. Kepala
menjawab permasalahan”. Staff KIA menyatakan
seksi KIA mengatakan tidak ada kepedulian dari
bahwa dinas kesehatan sekarang terus
pihak legislatif dan eksekutif terhadap isu KIA. Hal
menggalakkan usaha preventif dan promotif
tersebut terbukti saat diundang dalam pertemuan
seperti kelas ibu hamil, walaupun pelaksanaan
lintas sektor tahun 2012 tetapi tidak datang.
kelas ibu hamil sendiri belum maksimal. Pihak
Hal serupa juga terjadi ketika ada pertemuan di
dinas berusaha turun langsung ke bidan desa
BAPPEDA membahas masalah MDG’s, salah
kemudian berkumpul di puskesmas supaya
satunya dikatakan bahwa Kabupaten Kepahiang
fokus untuk pembelajaran kelas ibu hamil. Apakah
tahun 2014 tertinggi ketiga penyumbang angka
kegiatan tersebut mempunyai daya ungkit atau
kematian ibu. Hal tersebut langsung disampaikan
tidak terhadap penurunan AKI/AKB?, tidak ada
ke kabid (kepala bidang) sosial dan ekonomi,
jawaban tegas yang bisa memberikan gambaran
tetapi BAPPEDA menganggap kalau tugas
terhadap korelasi tersebut.
tersebut cukup dilakukan oleh bidan saja. Hal
senada juga disampaikan oleh kepala seksi
perencanaan, belum pernah ada pemanggilan Kasus 2: “Kualitas pelatihan yang dipertanyakan”.
oleh bupati terhadap kepala dinas dan camat Pada tahun 2012 ada pelatihan kegawatdaruratan
apabila ada kasus kematian. Belum ada diskusi kebidanan yang dilaksanakan tetapi setelah
yang membahas masalah tersebut. dievaluasi pelatihan tiga hari dengan 7 modul
tidak mungkin efektif. Demikian juga dengan
praktek yang hanya menggunakan pantom tidak
Kasus 5: “Form AMP terlalu tebal dan berbelit-
terlalu bermanfaat karena peserta pelatihan
belit”. Di puskesmas sendiri bidan koordinator
tidak bisa langsung melihat kasus aspiksia.
menganggap kalau form AMP terlalu “njelimet”
karena tebal dan berulang-ulang, sampai kondisi
Kasus 3: “Kegiatan di empat belas puskesmas
rumah pasien apakah berlantai tanah atau tidak
yang hampir sama”. Di puskesmas sendiri
harus semua diisi. Bidan merasa keberatan
penyusunan program kegiatan sifatnya rutin
untuk mengisi form audit yang begitu banyak
setiap tahun, antara satu puskesmas dengan
sehingga terkadang banyak form yang akhirnya
puskesmas yang lain kegiatan hampir sama.
dikosongkan.
Menurut kepala seksi perencanaan seharusnya
puskesmas mampu menggali permasalahan
Kasus 6: “Bidan menyalahkan budaya sesuai dengan kondisi di wilayah masing-
masyarakat”. Ketika terjadi kematian, masyarakat masing. Hal ini menyebabkan program yang
susah diajak bekerjasama karena tidak mau berjalan belum mampu menjawab berbagai
mengungkit lagi kematian anggota permasalahan KIA. Kondisi spesifik yang
keluarganya sehingga pengumpulan data audit membutuhkan penanganan khusus belum
tidak optimal. tersentuh oleh stake holder kesehatan.

Persepsi untuk menyalahkan pihak lain baik Karena fungsi audit tidak berjalan sebagai-
di dalam struktur organisasi seperti bidang atau mana mestinya tindakan yang dilakukan bersifat
seksi lain maupun pihak di luar dinas kesehatan “kira-kira”. Kira-kira langkah preventif dan
meliputi dinas kesehatan propinsi, Badan promotif ini merupakan langkah yang tepat untuk
Pembangunan Daerah (BAPPEDA), pemda, mengatasi masalah. Penerapan pemetaan
legislatif maupun rumah sakit yang dianggap permasalahan KIA dengan metode hulu dan hilir
tidak berperan aktif dalam upaya penurunan belum berjalan. Kemudian pelatihan yang
angka kematian ibu dan bayi. Bidan koordinator dilakukan hanya sekedarnya saja, baik dari
di puskesmas menganggap formulir AMP terlalu sisi teori maupun praktik. Tidak ada evaluasi
tebal dan terkesan berulang- ulang sehingga untuk melihat sejauh mana pelatihan tersebut
menyebabkan bidan kesulitan untuk mampu meningkatkan ilmu dan skill bidan. Di
mengisinya. Bidan juga menyalahkan budaya Puskesmas penyusunan program bersifat rutin
masyarakat yang cenderung tidak mau setiap tahun. Mindset yang penting ada kegiatan,
menginggat kembali kematian anggota merupakan hal yang lumrah terjadi baik di dinas
keluarganya sehingga pengumpulan data audit kesehatan maupun puskesmas. Sudah menjadi
terkendala. Pada saat masyarakat sulit rahasia umum kalau kepentingan anggaran lebih
bekerjasama, mungkin ada pola komunikasi mendominasi dari pada kepentingan program.
bidan dengan masyarakat yang tidak berjalan
sebagaimana mestinya. The Fixation on Events
The fixation on events adalah
The Illusion of Taking Charge ketidakmampuan belajar karena terlalu fokus
The Illusion of Taking Charge merupakan pada kejadian jangka pendek. Hal-hal yang
Ketidakmampuan belajar akibat tidak mampu sifatnya jangka panjang menjadi luput dari
menganalisis masalah secara komprehensif perhatian.
sehingga pemecahan masalah bersifat parsial
saja.
Ketika penulis menanyakan seperti apa manajer yang selalu berusaha untuk menjaga imej
pemanfaatan teknologi seperti internet
yang baik
berperan untuk meningkatkan ilmu dan
wawasan, salah satu staff KIA mengatakan kalau
sedang sibuk mengerjakan surat
pertanggungjawaban atau ke lapangan tidak
sempat untuk membuka internet. Banyaknya hal-
hal yang harus dilaksanakan membuat tidak
fokus. Mulai dari perencanaan sampai dengan
administrasi hingga ke detail pelaksanaanya harus
dikerjakan semua. Di sisi yang lain kebutuhan
sebagai makhluk sosial juga harus ditunaikan
seperti memenuhi undangan atau merawat anak
sakit.

Kesibukan mengerjakan administrasi


keuangan dan turun ke lapangan membuat diskusi
isu penting KIA menjadi tidak optimal. Semua
waktu dan tenaga dicurahkan untuk mengerjakan
agenda yang bersifat rutinitas saja. The fixation on
event ini bagaikan kacamata kuda yang dipakai
oleh dinas kesehatan sehingga kemampuan
melihatnya terbatas.

The Parable of The Boiled Frog


Kegagalan seekor katak dalam menangkap
sinyal perubahan suhu air di sekitarnya membuat
katak akhirnya mati terebus merupakan sebuah
permisalan yang tepat bagi organisasi yang tidak
peka dengan permasalahan- permasalahan kecil
yang terjadi namun tidak dianggap penting.
Kasus I: “Kalau sudah mati tidak penting lagi
untuk dibahas”. Menurut staff KIA kematian ibu
dan bayi dianggap bukan sebuah proritas karena
sudah mati, tidak ada gunanya dibahas lagi. Isu
ini tidak “seksi” untuk dijadikan topik utama
tetapi kalau ada gizi buruk, isunya akan cepat
sekali viral karena ada keuntungan politis yang
bisa digeruk.

Kasus II: “Pembahasan kematian di puskesmas


sifatnya umum saja”. Di Puskesmas juga
pembahasannya tidak terlalu detail dan lengkap,
sifatnya umum saja, dibahas dalam rapat
minilokakarya puskesmas setiap bulannya. Tidak
ada diskusi khusus yang membahas kasus
kematian yang terjadi di wilayah puskesmas.

AKI/AKB yang luput dari perhatian


pemangku kebijakan membuktikan bahwa
minimnya kesadaran terhadap dampak yang
timbul apabila permasalahan ini terus berlanjut.
Isu yang tidak “seksi” ini menjadi layak untuk
diabaikan karena berbagai pihak tidak menyadari
berbagai kosekuensi yang ditimbulkan dari
kematian ibu dan bayi tidak hanya dari sisi
kesehatan namun juga aspek sosial dan
ekonomi.

The Myth of The Management Team


Ketidakmampuan belajar karena tim
dan meredakan konflik. Hal ini membuat terlalu penting
organisasi akhirnya stagnan.

Kasus I: “Peran dinas untuk menggeser manajer


yang tidak kompeten antara ada dan tiada”.
Informan selevel Eselon III mengatakan bahwa
sebenarnya posisi dinas kesehatan untuk
menggeser (manajer yang tidak kompeten)
antara ada dan tiada. Harus banyak belajar dari
DKI Jakarta, siapa yang mampu bisa naik,
mungkin untuk top manager nanti ada, kalau
untuk middle dan lower sepertinya belum.
Kadang- kadang ilmu pakewuh, kasihan, tidak
enak hati dengan sesama rekan kerja membuat
tindakan penggeseran dianggap tidak
manusiawi.

Kasus 2: “Posisi manajer tidak strategis”. Kasus


yang lain manajer sering punya agenda keluar
kantor karena juga merangkap sebagai
pelaksana teknis (Plt) kepala dinas kesehatan
sehingga perannya sebagai kabid terbengkalai.
Yang bersangkutan mengganggap kabid
program tidak ada artinya. Perannya tidak
strategis sehingga memilih fokus terhadap
tugasnya sebagai Plt. kepala dinas
kesehatan. Namun informal lain menyampaikan
bahwa kabid program mempunyai peran yang
sangat vital. “dapur” yang bakal menggodok
penyusunan program di dinas kesehatan ada di
bidang tersebut.

Kasus 3: “Kepala puskesmas tidak tegas dan


gagal fokus”. Kepala puskesmas dianggap tidak
tegas dalam bersikap. Bidan desa yang tidak
tinggal di tempat tidak diingatkan, keluhan bidan
koordinator tidak digubris sama sekali.
Prinsipnya yang penting semua “enjoy”.
Kemudian di puskesmas lain ada kasus kematian
dimana pimpinan puskesmasnya ketua IBI
(Ikatan Bidan Indonesia), tetapi kepala
puskesmas tidak ada menggambil upaya
tindaklanjut untuk menangani kasus tersebut
malah lebih fokus ke kegiatan seremonial di
PKK, Darma Wanita, IBI dan lain-lain.

Budaya ketimuran selalu berusaha


menghindari konflik dengan orang lain, berusaha
untuk menjaga hubungan baik dengan teman
sejawat disatu sisi terkadang memunculkan
sikap tidak tegas seorang pemimpin terhadap
pelanggaran yang dilakukan bawahannya.
Dinas kesehatan memang tidak mempunyai
kewenangan penuh untuk melakukan pergeseran
pejabat internal, namun rekomendasi-
rekomendasi yang bersifat informal terkadang
juga mampu mempengaruhi kebijakan tersebut.
Disisi yang lain rasa kesetiakawanan, kasihan
dan tidak enak hati lebih mendominasi disaat
keputusan pergeseran pejabat sebenarnya perlu
dilaksanakan. Posisi manajer tertentu yang
dianggap tidak strategis sehingga peran-
perannya tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Jabatan dalam sebuah organisasi birokrasi
sangat berpengaruh bagi seseorang. Tidak
karya apa yang mampu dihasilkan tetapi jabatan individu di dalam grup tersebut dapat
apa yang didapatkan merupakan tradisi yang menggembangkan intelegensi secara
begitu kuat dalam dunia birokrasi. Orang
berlomba untuk menduduki posisi bergensi tanpa
peduli dengan berbagai kosekuensi yang
mengikutinya. Hal ini juga terjadi dengan salah
satu kepala puskesmas yang tidak tegas dengan
berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh bidan
desa. Ada bidan desa yang tidak tinggal di
tempat atau penempatannya tidak sesuai dengan
Surat Keputusan, seharusnya bertugas di
daerah terpencil tapi kenyataanya tinggal di
perkotaan. Upaya menghindari konflik dan yang
penting semuanya ‘enjoy’ membuat
pelanggaran demi pelanggaran terus terjadi.
Salah satu ciri kegagalan manajer untuk
belajar ketika cenderung menghindari
permasalahan besar dan kompleks. Hal ini terjadi
ketika kematian ibu terjadi di wilayah puskesmas
yang dipimpin oleh seorang bidan senior
sekaligus Ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
Namun tidak ada tindaklanjut yang dilakukan
oleh pihak puskesmas.

PEMBAHASAN
Menurut Senge16 intisari dari learning
organization terdapat pada lima disiplin ilmu
pembelajaran, pembelajaran yang senantiasa
dilakukan dan mempraktekkan ide-ide yang
sudah dibuat. Kelima disiplin ilmu pembelajaran
itu adalah:
1. Penguasaan masing-masing individu
(personal mastery). Pembelajaran yang
berguna untuk mengembangkan kapasitas
personal dalam organisasi untuk mencapai
hasil yang diinginkan dan membuat sebuah
lingkungan organisasi yang mendorong
semua anggota organisasi untuk
mengembangkan diri untuk mencapai visi
dan misi yang telah ditetapkan bersama.
2. Mental models, proses berpikir atau
merenung- kan, klarifikasi yang terus menerus,
meningkatkan pemahaman diri tentang
perkembangan global, bagaimana mereka
melihat bentuk action dan keputusan yang
dibuat.
3. Menyebarluaskan visi ( shared vision ).
Membangun kesadaran dan komitmen dalam
sebuah kelompok, dengan membangun
sebuah gambaran tentang masa depan
yang ingin dicapai serta adanya kaidah serta
pedoman praktis yang dipakai untuk
mencapai tujuan tersebut.
4. Tim Pembelajar (team learning),
mentransformasi pembicaraan dan
keterampilan berpikir kolektif sehingga
handal dan kemampuan yang lebih besar
dibandingkan dengan jumlah bakat yang ada
pada anggota organisasi tersebut.
5. System thinking, bagaimana cara berpikir,
dan sebuah bahasan bagaimana
menggambarkan dan memahamkan,
kekuatan dan hubungan timbal balik
menggambarkan bentuk prilaku dari sistem

Berdasarkan hasil penelitian ada empat


learning disabilities yang paling dominan terjadi
di dalam organisasi I am my position, the enemy
is out there, the illusion of taking charge dan the
myth of team management. Learning disabilities
merupakan hambatan dalam menerapkan
learning organization. Ada berbagai kondisi yang
mencerminkan bagaimana learning disabilities
terjadi dalam organisasi. Diantaranya adalah
tidak ada penurunan yang berarti pada angka
kematian ibu maupun bayi.
Di dalam sistem kesehatan di Indonesia
hierarki dan otoritas alami pemerintah
khususnya pemerintah daerah tidak mampu
mengangkat permasalahannya karena
perbedaan geografi dan kultur yang sangat
tinggi. Tidak ada kemajuan yang berarti pada
indikator utama kesehatan terutama
kematian ibu dan bayi17. Pemerintah tidak
mampu mengangkat permasalahan spesifik dari
daerahnya masing-masing merupakan satu
kelemahan yang muncul dari learning disabilities
the myth of team management. Manajer tidak
mampu menganggkat isu spesifik kematian ibu
dan bayi karena kasus ini tidak ditindaklanjuti
dengan seksama. Buruknya tingkat komunikasi
dan masalah manajemen merupakan faktor
yang berkontribusi dalam kematian ibu18.
Rendahnya tingkat komunikasi merupakan salah
satu efek dari I am my postion yang bisa terjadi
dengan siapapun dalam organisasi. The myth of
team management juga bisa mengakibatkan
rendahnya kemampuan manajer dalam
mengatasi berbagai dinamika dalam organisasi
sehingga permasalahan yang ada tidak dapat
diselesaikan dengan cepat dan tepat.
Sebuah penelitian membuktikan bahwa
struktur organisasi yang sangat terdesentralisasi
dan status keuangan yang independen dari sub
unit menjadi hambatan dalam belajar dan
perubahan19. Penelitian di Rumah Sakit di Nepal
membuktikan bahwa atribut organisasi rumah
sakit seperti terpusat, struktur hierarki mungkin
menjadi penghambat sebuah kemajuan menuju
learning organization20. Struktur organisasi di
birokrasi dan kewenangan yang luas untuk
menggunakan anggaran membuat ego masing- qou dengan mendorong
masing program semakin kuat. Kedua hal
tersebut menjadi penghambat untuk
menghilangkan budaya I am my position dalam
dunia birokrasi. Berbagai learning disabilities
harus mampu ditekan seminimal mungkin
dengan penguatan performa health system.
Penguatan performa health system dan
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan
merupakan dua hal yang berpengaruh lebih kuat
terhadap avoidable mortality termasuk kematian
ibu dan bayi, dibandingkan dengan penyebab
lain di luar kontrol pelayanan kesehatan21. Hal ini
mempertegas bahwa penguatan performa health
system merupakan strategi yang tepat untuk
menurunkan angka kematian bayi.
Menurut Swanson ada tiga kunci system
thinking dan strategi yang bisa digunakan untuk
perubahan transformasional dalam sistem
kesehatan yaitu kolaborasi antar disiplin ilmu,
sektor dan organisasi secara berkelanjutan,
belajar terus menerus dan kepemimpinan
transformasional22. Hal ini memberikan gambaran
bahwa pembelajaran yang terus menerus
merupakan hal yang sangat penting dilakukan
dalam upaya meningkatkan performa healt
system.
Learning organization yang dapat
merespon tantangan perubahan yang
senantiasa terjadi dan menggembangkan
konteks dengan faktor demografi, epidemiologi,
politik, legal, ekonomi, sosial dan perkembangan
teknologi merupakan bahan yang sangat
substansial untuk menguatkan sistem
kesehatan23. Hal ini membuktikan bahwa harus
ada organisasi pembelajar yang mampu
merespon berbagai tantangan permasalahan
kesehatan ibu dan anak dengan dimensi yang
lebih luas meliputi berbagai aspek. Kemampuan
belajar kolektif harus senantiasa didorong dan
diapresiasi. Kesalahan yang dilakukan
digunakan sebagai kesempatan untuk belajar
bukan alat untuk saling menyalahkan.
Budaya keselamatan pasien, dipimpin oleh
leader organisasi kesehatan, termasuk di
dalamnya kultur organisasi mendorong
pembelajaran kolaboratif, menghilangkan budaya
menyalahkan, memprioritaskan keselamatan
pasien, dan memberikan reward individual yang
mengindetifikasi kesalahan serius24. Penelitian ini
membuktikan bahwa kepemimpinan sangat
berpengaruh dalam learning organization.
Memperbaharui pengetahuan staff
memberi- kan peran yang sangat kuat dalam
organisasi pembelajar. Manajer harus
menyediakan kondisi untuk meningkatkan status
organisasi pembelajar dan mengembangkan
kemampuan organisasi untuk tumbuh dan
berkembang25. Ilmu yang senantiasa di update
khususnya ilmu yang terkait dengan kesehatan
ibu dan anak dan lingkungan organisasi yang
mendukung proses pembelajaran merupakan
dua hal yang sangat penting dalam learning
organiza- tion. Rumah sakit yang menerapkan
sebuah learning organization mampu membuat
sebuah performa keuangan ataupun non
keuangan yang lebih baik dibanding dengan
faktor lainnya 26. Learning organization
mampu meningkatkan performa organisasi
dengan berbagai sudut pandang.
Hirarki dan kepemimpinan bersama
menjadi kunci yang berkontribusi untuk
organizational learning di dalam organisasi
pelayanan kesehatan. Pemimpin yang
mengetahui bagaimana cara memimpin yang
lebih efektif dan tersedianya lingkungan
yaang memberi contoh tentang apa saja yang
dinilai pada sikap pemimpin27. Hal ini
menekankan pentingnya peran kepemimpinan
dalam learning organization. Kepala seksi,
kepala bidang dan kepala dinas, semua harus
berkontribusi untuk mendorong proses
pembelajaran terus berjalan.
Sebuah penelitian di Universitas
Kedokteran Shiraz membuktikan bahwa
adanya hubungan yang sangat erat antara
pemberdayaan pegawai dengan organizational
learning. Strategi organizati- onal learning
meliputi memperkaya pekerjaan,
menyediakan kesempatan untuk inovasi dan
kreativitas bagi pegawai serta memberikan
rewards untuk individu dan tim pembelajar 28.
Pemberdayaan staff dalam proses pembelajaran
dengan menambah kapasitas dalam melakukan
pekerjaan, memberikan ruang untuk inovasi dan
reward adalah contoh kongkrit dalam
menerapkan learning organization.
Penelitian lain yang dilakukan pada empat
instusi pelayanan kesehatan Amerika
membuktikan bahwa sebuah tim yang kolaboratif
menggunakan aktifitas organisasi
pembelajaran mempunyai efek dalam
meningkatkan performa organisasi29. Penelitian
serupa di rumah sakit daerah Taichung City
Taiwan juga membuktikan bahwa ada
korelasi yang signifikan antara adanya learning
organization, internal marketing, dan
organizational commitment. Internal
marketing merupakan mediator dalam
menciptakan learning organization dan
organizational commitment. Manajer perawat
mungkin bisa menerapkan learning organization
sebagai strategi yang mampu menguatkan
komitmen petugas kesehatan30. Kedua penelitian siklus audit selesai merupakan strategi yang telah
ini menguatkan bahwa tim pembelajar yang
kolaboratif dalam sebuah organisasi mampu
meningkatkan performa organisasi dan learning
organization mampu memperkuat komitmen
petugas kesehatan. Hal ini sangat mungkin
diterapkan dalam sebuah tim audit maternal dan
perinatal.
Selain itu penelitian di lima belas Rumah
Sakit di Greece membuktikan bahwa adanya
dampak positif interaksi antara internal service
quality characteristics dan dimensi learning
organization yaitu pemberdayaan dan
pembelajaran berkelanjutan, pada kepuasan kerja
di pelayanan kesehatan rumah sakit. Hal ini
berfungsi sebagai alat yang tepat bagi pemangku
kebijakan di sektor public health untuk mendesain
dan mengimplementasikan kebijakan 31.
Penelitian ini menegaskan bahwa penerapan
learning organization tidak hanya di rumah sakit
tetapi juga alat yang tepat bagi policy maker di
sektor kesehatan masyarakat seperti dinas
kesehatan dan jajarannya.
Audit maternal dan perinatal merupakan
sebuah tools yang sangat tepat untuk melakukan
learning organization. Prinsip-prinsip yang
berjalan dalam proses audit maternal dan
perinatal sangat sejalan dengan prinsip learning
organization32.
Penelitian di Thyolo District Malawi
membukti- kan bahwa sebagian besar pekerja
kesehatan mengklasifikasi audit sebagai sebuah
alat yang memberikan pembelajaran dan
manfaat untuk meningkatkan kualitas pekerjaan
mereka, sikap positif berupa motivasi yang
bertambah dan on- the-job learning33. Penelitian
di India menunjukkan bahwa audit neonatal di
komunitas merupakan pendekatan yang dapat
diterima dan berpeluang sebagai intervensi yang
efektif untuk meningkatkan derajat kesehatan
neonatal34.
Sejauh mana audit dapat meningkatkan
kualitas pelayanan kebidanan tergantung pada
efektifitas sistem kesehatan yang ada di tempat
tersebut35. Audit memberikan wawasan adanya
kekurangan sistematis perawatan klinis sehingga
dapat memberikan arahan penting dalam
membuat intervensi untuk mengurangi atau
menghilangkan kegagalan sistem kesehatan
dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi
di negara dengan sumber daya yang rendah36.
Audit yang dilaksanakan dengan kompre-
hensif akan meningkatkan birth outcome.
Kepemimpinan untuk sistem audit yang efektif
dan pengembangan penggunaan pedoman
yang jelas dan protokol untuk memastikan bahwa
berhasil diterapkan di negara-negara maju 37.
Penelitian di Tanzania menunjukkan bahwa
Audit berbasis kriteria mampu mendeteksi
substandar diagnosis dan pengelolaan gawat
janin, perawatan ditingkatkan dengan
menggunakan umpan balik dan sumber daya
yang tersedia38.
Berbagai penelitian tersebut membuktikan
bahwa AMP yang komprehensif, berjalan
dengan komitmen yang kuat dari pemangku
kebijakan merupakan strategi yang tepat untuk
menerapkan learning organization di dinas
kesehatan terutama untuk menurunkan angka
kematian ibu dan bayi. Proses audit harus
berjalan berkelanjutan sebagai upaya untuk
meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak.
Langkah mendesain sebuah learning
health organization dengan membangun dan
memperbaiki kepercayaan, budaya kerendahan
hati, meningkatkan kemampuan tim dalam
membuat keputusan untuk lingkungan yang
komplek adalah kompetensi inti yang
membutuhkan tim training dan praktis yang
berkelanjutan. Merangkum semua dampak
positif yang memungkinkan kita untuk
menerapkan metode peningkatan kualitas
penanganan masalah kesehatan komunitas
yang sangat kompleks39. Sikap positif terkait
dengan kepercayaan, kerendahan hati,
kemampuan dalam mengambil keputusan
dengan kompleksitas masalah yang tinggi
merupakan hal-hal yang senantiasa harus
diupayakan dalam organisasi pembelajaran.

Peluang Menerapkan Organizational Learning


Dalam Organisasi Pemerintahan
Walaupun terdapat learning disabilites
yang begitu kompleks dalam sebuah organisasi
pemerintah namun masih ada peluang-peluang
yang bisa dioptimalkan sebagai wadah untuk
mengembangkan budaya organizational
learning. Dari hasil wawancara dan FGD yang
peneliti lakukan ada beberapa hal yang dapat
mengambarkan peluang-peluang tersebut
yaitu keterbukaan dari top manajer untuk
menerima berbagai ide atau gagasan untuk
mencapai visi dan misi organisasi. Apabila
keterbukaan ini dimanfaatkan secara
maksimal maka dinamisasi proses pembelajaran
dalam organisasi diharapkan akan muncul.
Sebuah pertemuan semi auditpun sudah
terbentuk dan berjalan. Walaupun pertemuan
tersebut masih banyak kekurangannya akan
tetapi sudah mulai tampak adanya semangat
untuk berusaha menggali permasalahan dan
membahasnya sehingga kejadian serupa tidak
terulang kembali di masa yang akan datang. ibu dan bayi dapat ditangani secara
Pertemuan semi audit ini diharapkan menjadi
emrio untuk tim audit yang lebih komprehensif ke
depannya.
Adanya staff Kesehatan ibu dan anak yang
fokus dan berusaha untuk melakukan diskusi
dengan dinas kabupaten yang lain, senantiasa
mengakses informasi baik melalui internet
maupun koordinasi langsung dengan dinas
kesehatan propinsi merupakan cerminan
reflective learning yang berpotensi semakin
memperkuat budaya pembelajar dalam
organisasi.
Sedangkan di level bidan desa beberapa
individu menunjukkan keinginan untuk
senantiasa menambah dan mengupdate ilmu dan
skillnya. Aktif melakukan diskusi baik dengan
dokter maupun dengan teman sejawat. Hal ini
diharapkan sebagai titik tolak untuk senantiasa
menjadi pembelajar pada komunitas bidan.
Beberapa hal di atas membuktikan bahwa
adanya tunas yang mulai tumbuh sebagai cikal
bakal learning organization. Diharapkan ke
depannya kondisi ini terus menunjukkan
perkembangan ke arah yang semakin baik.

KESIMPULAN DAN SARAN


Penelitian ini menunjukkan bahwa ada
learning disabilities di dalam proses learning
organization di dalam organisasi dinas
kesehatan, learning disabilities meliputi individu
yang hanya fokus kepada posisinya (I am my
position) masing- masing sehingga mengabaikan
interaksi dengan posisi yang lain seperti adanya
ego program, adanya gap komunikasi antar
bidan di puskesmas dan bidan senior yang tidak
mengaupdate ilmunya.
Adanya kebiasaan untuk menyalahkan
pihak luar (the enemy is out there) atas
permasalah- an yang terjadi seperti anggapan
dinas kesehatan propinsi yang tidak mempunyai
gebrakan untuk menurunkan AKI/AKB, eksekutif
dan legislatif yang tidak peduli serta budaya
masyarakat yang tidak bersedia menceritakan
kembali kematian yang menimpa anggota
keluarganya menyulitkan bidan mengumpulkan
data audit.
The ilusion of taking charge merupakan
ketidakmampuan belajar dimana seseorang
merasa sudah berusaha untuk menangani
masalah yang terjadi akan tetapi hal tersebut
belum memberikan efek yang optimal. Salah
satunya adalah kegiatan promotif dan preventif
seperti kelas ibu hamil yang digencarkan oleh
dinas kesehatan. Semestinya ada hal-hal lain
yang harus diperhatikan agar masalah kematian
komprehensif. audit yang membahas tentang kematian, dan
Learning disabilities yang ke empat adalah kemauan beberapa bidan untuk senantiasa
the fixation on events. Individu hanya berfokus
pada kejadian jangka pendek dan tidak
memperhatikan peristiwa jangka panjang yang
melatarbelakangi suatu masalah. Contohnya
adalah rutinitas mengerjakan berbagai
pekerjaan seperti adminitrasi dan turun ke
lapangan membuat staff tidak fokus.
Ketidakmampuan merespon berbagai
masalah atau perubahan kecil dalam organisasi
diibaratkan bagaikan katak yang terebus (the
parable of the boiled frog). Masalah terlambat
ditangani karena sudah terlanjur menjadi besar.
Kematian ibu dan bayi dianggap sebagai isu
yang tidak teralu penting karena hal tersebut
sudah terjadi. Sehingga masalah tersebut
senantiasa berulang tanpa ada langkah yang
jelas untuk
mengatasinya.
Sedangkan learning disabilities yang
terakhir adalah mitos dari tim manajer.
Ketidaktegasan dalam bersikap, tidak fokus
terhadap permasalahan yang lebih kompleks
dan anggapan posisinya yang diduduki
merupakan tempat yang tidak strategis
merupakan contoh dari ketidakmampuan
belajar dari tim manajer. Politik merupakan
salah satu faktor yang sangat berpengaruh
dalam pengangkatan pejabat di era otonomi
daerah. Hal ini mengakibatkan ada individu
belum memenuhi standar sebagai manajer akan
tetapi mampu menduduki posisi strategi.
Demikian juga sebaliknya.
Dari berbagai learning disabilities tersebut
ada empat hal yang sangat mendominasi dalam
dunia birokrasi yaitu I am my position, the
enemy is out there, the illusion of taking charge
dan the myth of management team. Berbagai
learning disabilities ini merupakan
hambatan dalam menerapkan learning
organization. Harus ada upaya menekan learning
disabilities melalui penguatan health system.
learning organization merupakan komponen
yans sangat substansial dalam upaya
penguatan health system. learning organization
dapat diterapkan dengan menggunakan tool
audit maternal dan perinatal. Beberapa negara
telah berhasil menerapkan audit untuk
mendeteksi masalah kesehatan ibu dan anak
dan mampu meningkatkan performa
organisasi.
Ada beberapa peluang yang bisa
dimanfaat- kan untuk mendorong
terbentuknya learning organization.
Keterbukaan dari top manajer untuk
menerima ide dan gagasan, adanya forum semi
mengupdate ilmu dan skillnya merupakan 9. Renfrew, M.J. et al., 2014. Midwifery and
beberapa hal yang mampu menjadi pondasi awal quality care: findings from a new evidence-
learning organization. informed framework for maternal and
Saran yang dapat disusun dalam penelitian newborn care. Lancet, 384(9948), pp.1129–
ini adalah menciptakan kepemimpinan dan 45. Available at:
lingkungan birokrasi yang egaliter dan terbuka http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24965816
untuk proses pembelajaran. Adanya membuat [Accessed November 22, 2014].
forum koordinasi secara berkala, membuat forum 10. Yang, B. et al., 2004. The Construct of
diskusi bersama, meningkatkan kerjasama the Learning Organization: Dimensions,
dengan berbagai pihak, meningkatkan Measurement, and Validation. Human
kemampuan tim untuk membuat keputusan Resource Development Quarterly, 15 No 1,
dalam kompleksitas masalah yang tinggi melalui pp.31–35.
pelatihan atau studi banding. 11. Vassalou, 2001. The learning organization
Evaluasi berkala terhadap proses learning, in health-care services: theory and practice.
adanya reward terhadap tim dan individu yang European Industrial Training, 25 No. 7,
mampu menemukan masalah krusial atau pp.354– 65.
membuat inovasi dalam menangani masalah 12. Crites, G.E. et al., 2009. Evidence in the
kesehatan ibu dan anak. Adanya kesempatan learning organization. Health research policy
untuk menerapkan ide-ide yang telah ditemukan and systems / BioMed Central, 7, p.4.
dalam tim learning, menghilangkan budaya saling 13. Brewer, G.A. & Walker, R.M., 2013.
menyalahkan, sikap rendah hati dan saling Personnal contraints in public Organizations :
percaya. The Impact of Reward and Punishment on
Mengoptimal peran Audit Maternal dan Organizational Performance. Public
Perinatal sebagai wadah learning organization administration review, 73(1), pp.121–131.
dengan membuat regulasi berupa perda terkait 14. Nyamtema, A.S. et al., 2010. Factors for
dengan pembentukan Tim AMP Kabupaten. change in maternal and perinatal audit
Peneliti selanjutnya diharapkan mampu systems in Dar es Salaam hospitals,
melanjutkan penelitian tentang learning Tanzania. BMC pregnancy and childbirth.
organization di dalam organisasi kesehatan 15. Filippi, V., 2004. Obstetric audit in resource-
dengan menggunakan frame work yang berbeda. poor settings: lessons from a multi-country
project auditing “near miss” obstetrical
REFERENSI emergencies. Health Policy and Planning,
1. United Nations, 2013. World Population 19(1), pp.57–66.
Prospects The 2012 Revision, New York. 16. Senge, M.P., 1990. The fifth Discipline: The
2. World Health Organization, 2013. Trends in Art & Practice of the Learning Organization,
Maternal Mortality : 1990 to 2013, Switzerland. New York.
3. Walker, N., 2011. Plausible estimates of 17. Heywood, P. & Choi, Y., 2010. Health system
stillbirth rates. Lancet, 377(9774), pp.1292–4. performance at the district level in Indonesia
4. World Health Organization, 2005. Make after decentralization. BMC international
Every Mother and Child Count, Geneva. health and human rights, 10, p.3.
5. Souza, J.P. et al., 2013. Moving beyond 18. Hadley, M.B. & Tuba, M., 2011. Local
essential interventions for reduction of problems; local solutions: an innovative
maternal mortality (the WHO Multicountry approach to investigating and addressing
Survey on Maternal and Newborn Health): a causes of maternal deaths in Zambia’s
cross-sectional study. Lancet, 381(9879), Copperbelt. Reproductive health, 8, p.17.
pp.1747–55. 19. Hadley, M.B. & Tuba, M., 2011. Local
6. Graham, W.J. & Varghese, B., 2012. Quality, problems; local solutions: an innovative
quality, quality: gaps in the continuum of care. approach to investigating and addressing
Lancet, 379(9811), pp.e5-6. causes of maternal deaths in Zambia’s
7. Koblinsky, M. et al., 2012. Maternal Morbidity Copperbelt. Reproductive health, 8, p.17.
and Disability and Their Consequences: 20. Leufvén, M. et al., 2015. Dimensions of
Neglected Agenda in Maternal Health. 30(2), Learning Organizations Questionnaire
pp.124–130. (DLOQ) in a low- resource health care setting
8. Vidyasagar D, 2002. A global view of in Nepal. Health research policy and systems,
advancing neonatal health and survival. 13, p.6.
Journal of Perinatology., p.22(7):513-515.
21. Kossarova, L., Holland, W. & Mossialos, E.,
2013. “Avoidable” mortality: a measure of
health
system performance in the Czech Republic 31. Pantouvakis, A. & Mpogiatzidis, P., 2013. The
and Slovakia between 1971 and 2008. Health impact of internal service quality and learning
policy and planning, 28(5), pp.508–25. organization on clinical leaders’ job
22. Swanson, R.C. et al., 2012. Rethinking health satisfaction in hospital care services.
systems strengthening: key systems thinking Leadership in Health Services, 26(1), pp.34–
tools and strategies for transformational 49.
change. Health policy and planning, 27 Suppl 32. Kemenkes RI, 2010. Pedoman teknis Audit
4, p.iv54-61. Maternal dan Perinatal, Jakarta: Kemenkes
23. Swanson, R.C. et al., 2015. Strengthening RI.
health systems in low-income countries by 33. Bakker, W. et al., 2011. Health workers’
enhancing organizational capacities and perceptions of obstetric critical incident audit
improving institutions. Globalization and in Thyolo District, Malawi. Tropical medicine
health, 11, p.5. & international health : TM & IH, 16(10),
24. Goh, S.C., Chan, C. & Kuziemsky, C., 2013. pp.1243–50.
Teamwork, organizational learning, patient 34. Patel, Z. et al., 2007. Feasibility of community
safety and job outcomes. International journal neonatal death audits in rural Uttar Pradesh,
of health care quality assurance, 26(5), India. Journal of perinatology : official journal
pp.420–32. of the California Perinatal Association, 27(9),
25. Farzianpour, F., Irani, A. & Foroushani, A.R., pp.556–64.
2016. Determine the Level of Organizational 35. Kayiga, H. et al., 2016. Improving the quality
Learning Capability in Teaching Hospitals in of obstetric care for women with obstructed
Bandar Abbas City — Iran. Health, (January), labour in the national referral hospital in
pp.24–31. Uganda: lessons learnt from criteria based
26. Laeeque, S.H. & Babar, S.F., 2014. Learning audit. BMC pregnancy and childbirth, 16(1),
Organization as a Strategy to Improve p.152.
Performance of Pakistani Hospitals. 36. Merali, H.S. et al., 2014. Audit-identified
27. Pearce, C.L., 2015. Developmental health avoidable factors in maternal and perinatal
services leadership: Integrating hierarchical deaths in low resource settings: a systematic
and shared leadership for health services review. BMC pregnancy and childbirth, 14,
organizational learning. Health Services p.280.
Management Research, 28(3–4), pp.76–82. 37. Kerber, K.J. et al., 2015. Counting every
28. Ravangard, R. et al., 2014. Relationship stillbirth and neonatal death through
Between Organizational Learning and mortality audit to improve quality of care for
Empowerment : A Case Study Among every pregnant woman and her baby. ,
Medical Sciences Staff Employees ’. 3(2). 15(Suppl 2), pp.1–16.
29. Nembhard, I.M. & Haven, N., 2016. HHS 38. Mgaya, A.H. et al., 2016. Criteria-based audit
Public Access. 37(2), pp.154–164. to improve quality of care of foetal distress:
30. Tsai, Y., 2014. Learning organizations, standardising obstetric care at a national
internal marketing, and organizational referral hospital in a low resource setting,
commitment in hospitals. BMC health Tanzania. BMC pregnancy and childbirth,
services research, 14, p.152. 16(1), p.343.
39. Aragón, T.J. & Garcia, B. a, 2015. Designing
a learning health organization for collective
impact. Journal of public health management
and practice : JPHMP, 21 Suppl 1, pp.S24-
33.

You might also like