Artikel Hola Hulu

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

JURNAL WIDYA BHUMI

KESESUAIAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP RENCANA TATA RUANG WILAYAH DI KECAMATAN


SYAMTALIRA ARON KABUPATEN ACEH UTARA

Desga Perkasa1, Dyah Ayu Istiqomah2*, Nuraini Aisiyah3


1
Kantor Pertanahan Kabupaten Pulang Pisau
l. W.A.D Duha Komplek Perkantoran Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah
2
Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Utara
Jalan Mayjend T. Hamzah Bendahara, Kec. Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, Aceh
3
Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional
Jalan Tata Bhumi No 5 Banyuraden, Gamping, Sleman, Yogyakarta
* Koresponden email: [email protected]

Vol. 2, No. 2 ABSTRACT


October 2022 It is critical to assess the suitability of land use against the Regional Spatial Plan (RTRW) in order to
achieve optimal land use. Inconsistency between the two can result in issues such as land degradation,
Received conversion, and fragmentation. The purpose of this study is to compare the suitability of Syamtalira
May 17th, 2022 Aron District's land use in 2022 to the North Aceh District Spatial Plan 2012-2031. This study employs
mix methods. Officers from the North Aceh District Land Office conducted field surveys to obtain
primary land use data, while the North Aceh District Development Planning Agency provided
Accepted
secondary data on the RTRW maps. The study found that there was a suitability and incompatibility
Nov 24th, 2022 between the existing land use and the RTRW in Syamtalira Aron District, with each covering an area
of 1908,84 ha or 90% of the total area of the sub-district and an area of 212.36 ha or 10% of the total
Published area of the sub-district. Because of demographic changes and sub-district economic growth, areas
Dec 12th, 2022 designated for wetland agriculture and plantations have the most types of land use built-up areas and
Exxon Mobil oil mining facilities. This study concludes that the North Aceh District Government should
revise the RTRW and tighten land conversion permits.
Keywords: North Aceh, land use requirements, regional spatial planning

INTISARI
Evaluasi kesesuaian penggunaan lahan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) penting dalam
mencapai pemanfaatan lahan yang optimal. Inkonsistensi antara keduanya dapat menimbulkan
permasalahan degradasi lahan, alih fungsi lahan dan fragmentasi lahan. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis kesesuaian penggunaan lahan Kecamatan Syamtalira Aron Tahun 2022 dengan RTRW
Kabupaten Aceh Utara 2012-2031. Penelitian ini menggunakan metode campuran. Data primer
penggunaan lahan diperoleh melalui survei lapang oleh petugas dari Kantor Pertanahan Kabupaten
Aceh Utara, sedangkan data sekunder peta RTRW diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Kabupaten Aceh Utara. Hasil penelitian mendapatkan bahwa terdapat kesesuaian dan
ketidaksesuaian antara penggunaan lahan existing terhadap RTRW di Kecamatan Syamtalira Aron
masing-masing seluas 1908,84 ha atau 90% dari total luas kecamatan dan seluas 212,36 ha atau 10
% dari total luasan kecamatan. Kawasan dengan peruntukan pertanian lahan basah dan perkebunan
menjadi kawasan yang paling banyak terdapat jenis penggunaan lahan areal terbangun dan fasilitas
pertambangan minyak Exxon Mobil, akibat perubahan demografi maupun pertumbuhan ekonomi
kecamatan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Pemerintah Kabupaten Aceh Utara perlu melakukan
revisi RTRW dan mengetatkan perizinan alih fungsi lahan.
Kata Kunci : Aceh Utara, kesesuaian penggunaan lahan, rencana tata ruang wilayah

A. Pendahuluan
Inti dari optimalisasi dan pembangunan ruang di suatu wilayah atau negara
adalah perencanaan tata ruang (Liu & Zhou, 2021). Perencanaan tata ruang menjadi
sebuah norma perencanaan pembangunan oleh pemerintah dan masyarakat yang
dilengkapi seperangkat konsep, prosedur, dan alat pengatur (Asmara &
152 Desga Perkasa, dkk., Kesesuaian Penggunaan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah
di Kecamatan Syamtalira Aron Kabupaten Aceh Utara
Purbokusumo, 2022). Namun demikian, seiring dengan masif dan tidak
terkendalinya perkembangan pembangunan, fragmentasi lahan dan masalah
lingkungan, memaksa pemerintah untuk melakukan pengaturan penggunaan dan
pemanfaatan tanah (Danendra & Mujiburohman, 2022; Wajib, 2016). Penggunaan
lahan merupakan wujud tutupan permukaan bumi baik yang merupakan bentukan
alami maupun buatan manusia (Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004).
Sedangkan pemanfaatannya merupakan kegiatan untuk mendapatkan nilai tambah
tanpa mengubah wujud fisik penggunaan lahan tersebut (Salsabila dkk., 2022).
Perubahan wilayah yang semakin bertumbuh dan berkembang memaksa
pemerintah di setiap negara melakukan suatu tindakan penataan ruang agar lebih
terarah (Akse dkk., 2021; Budiman, 2020; Levy dkk., 2021). Perubahan wilayah
tersebut sebagai akibat dari akselerasi pembangunan yang dicanangkan oleh negara
(Wajib, 2016). Oleh karena itu, kebijakan penataan ruang pada setiap wilayah di
gadang-gadang menjadi solusi, melalui perencanaan ruang, untuk mengantisipasi
segala bentuk pembangunan. Perencanaan ruang juga memiliki manfaat untuk
mewujudkan keterpaduan dan keserasian pembangunan yang berkelanjutan
(Danoedoro, 2019).
Pemerintah Indonesia melaksanakan pengaturan tata ruang yang transparan,
efektif, dan partisipatif, guna mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif,
dan berkelanjutan (Trinanda Putra dkk., 2021). Berdasarkan Pasal 33 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, “Bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Oleh karenanya, Indonesia
mempunyai landasan kuat melaksanakan pengaturan ketiga hal tersebut (Irawan &
Junarto, 2022). Meskipun, kondisi tersebut dihadapkan pada keberadaan ruang yang
terbatas serta pemahaman masyarakat yang semakin meningkat (Khanifa dkk.,
2021). Oleh karena itu, melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Pemerintah Indonesia terus berupaya mewujudkan
tujuan penataan ruang wilayah nasional hingga lokal (Dirjen Tata Ruang, 2021; Nur
Amrin dkk., 2021).
Pemerintah kabupaten/kota juga berwenang dalam penyelenggaraan penataan
ruang yang meliputi penataan, pembinaan, dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan penataan ruang kabupaten/kota (Asmara & Purbokusumo, 2022).
Hal ini sesuai dengan Pasal 11 UU No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang. Selain
itu, berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, pemerintah
kabupaten/kota mempunyai kekuasaan untuk mengelola dan memanfaatkan
potensi sumber daya yang dimilikinya. Dengan demikian, Pemerintah Kabupaten
Aceh Utara (Pemkab) juga memiliki kewenangan untuk mengelola, mengambil, dan
memanfaatkan sumber daya alam demi kepentingan penyelenggaraan
pembangunan. Hal ini harus dilakukan oleh Pemkab dengan berpedoman pada
ketentuan atau prinsip tata ruang yang baik, terpadu, dan terbuka (Yusuf, 2017).
Seperti dengan memedomani RTRW, yang pasti sudah mempertimbangkan daya
dukung lingkungan dan memperhatikan kerentanan terhadap terjadinya bencana
alam.
Kegiatan pembangunan di Aceh Utara saat ini memerlukan dukungan dari
sumber daya alam dan daya dukung lingkungan (Basri dkk., 2022; Hermansyah,
2018). Meskipun, pada dasarnya kapasitas daya dukung sumber daya alam dan
lingkungan memiliki keterbatasan (Wajib, 2017; Suharto, 2022), namun pada
praktiknya, pelaksanaan pembangunan di Aceh Utara yang selaras dengan penataan

Widya Bhumi, Vol. 2, No. 2 Oktober 2022 153


ruang belum efektif (Sukmawati dkk., 2022). Hal ini disebabkan karena rencana
pembangunan menengah, panjang, dan tahunan di daerah tersebut tidak selalu
mengacu pada rencana tata ruang dan belum terbuka untuk publik (Rahmanto,
2021). Selain itu, pengenaan sanksi atau denda oleh Pemkab terhadap para
pelanggar izin pemanfaatan ruang belum efektif ditegakkan (Achmad dkk., 2021).
Kemudian, penerapan pembangunan oleh para pelaku usaha secara berkelanjutan
dengan menekankan mitigasi banjir juga belum diprioritaskan (PUPR, 2014; PUPR,
2022). Dampak dari banjir tersebut mencakup wilayah yang sangat luas dan tentu
saja sangat merugikan dari segi materil (Zalmita dkk., 2021).
Mengacu pada permasalahan dan dampak tersebut, maka penulis mencoba
untuk menganalisis kesesuaian penggunaan lahan terhadap RTRW kabupaten
dengan sampel Kecamatan Syamtalira Aron di Kabupaten Aceh Utara. RTRW Aceh
Utara telah ditetapkan pada Qanun Kabupaten Aceh Utara Nomor 7 Tahun 2013
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Aceh Utara Tahun 2012-2032
(Bappeda Aceh Utara, 2022). Selain itu, Kecamatan Syamtalira Aron merupakan
salah satu kecamatan yang padat penduduk yaitu 19.345 jiwa dengan dukungan
kawasan industri pertambangan Migas dan kawasan perkotaan Simpang Mulieng
(BPS, 2021). Kecamatan Syamtalira Aron juga terdapat sejumlah pembangunan
proyek yang ikut andil terhadap perkembangan kota seperti jalan, jembatan,
bendungan, perumahan serta prasarana publik lainnya (Ajrina dkk., 2021; BPK RI,
2009; Kadiron, 2022; Pemerintah Provinsi Aceh, 2018). Kemudian, beberapa desa di
kecamatan tersebut juga merupakan daerah rawan banjir, seiring dengan
penyimpangan pemanfaatan ruang khususnya di Daerah Aliran Sungai Pase ataupun
daerah irigasi Sungai Krueng Pase (Achmad dkk., 2021; Walidin dkk., 2017).
Kajian ini berbeda dengan penelitian Wesli (2021) karena lebih mengutamakan
pendekatan spasial dalam mengidentifikasi kesesuaian lahan terhadap RTRW Aceh
Utara. Meskipun Wesli (2021) memberikan judul “kajian spasial dan partisipasi
masyarakat sebagai upaya pengendalian banjir di Kabupaten Aceh Utara”, namun
kajian tersebut tidak lugas mengungkapkan kesesuaian/ketidaksesuaian jenis
penggunaan tanah. Selain itu, kajian ini juga berbeda dengan Maulana dkk. (2018)
terutama pada penggunaan data primer, pendekatan yang digunakan serta lokus
penelitian.
Selanjutnya, BNPB (2016) menyebutkan bahwa penyebab terjadinya banjir
adalah tidak terkendalinya pengembangan daerah terhadap perencanaan tata
ruang. Kemudian, Walidin dkk., (2017) juga menyetujui bahwa pemanfaatan ruang
dapat menyimpang jika penempatan posisi kawasan tidak sesuai peruntukkannya
sehingga berdampak kepada bencana banjir. Kedua tulisan terakhir sama-sama
menyoroti penyebab bencana banjir akibat ketidaksesuaian penggunaan tanah
dengan RTRW di seluruh Kab. Aceh Utara. Namun demikian, kedua tulisan tersebut
sangat kurang dalam visualisasinya yaitu dalam menampilkan peta
kesesuaian/ketidaksesuaian lahan. Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk
menganalisis kesesuaian penggunaan lahan existing Tahun 2022 di Kecamatan
Syamtalira Aron dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Aceh
Utara. Harapannya, penyediaan data yang update tersebut dapat digunakan sebagai
acuan pembangunan oleh Pemkab Aceh Utara ke depannya, khususnya di
Kecamatan Syamtalira Aron.

154 Desga Perkasa, dkk., Kesesuaian Penggunaan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah
di Kecamatan Syamtalira Aron Kabupaten Aceh Utara
B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode campuran dengan pendekatan geografi
keruangan dan studi kasus (Junarto & Djurjani, 2020; Yin, 2015). Teknik
pengumpulan datanya didapatkan secara instansional (Kantor Pertanahan
Kabupaten Aceh Utara) dan survei langsung di lapangan. Data primer terdiri atas
peta penggunaan lahan Kecamatan Syamtalira Aron yang diperoleh melalui survei
lapang oleh petugas dari Kantor tersebut pada Tahun 2022 (Gambar 1). Selain itu,
data sekunder khususnya Peta RTRW Kabupaten Aceh Utara Tahun 2012-2032
diperoleh dari instansi Bappeda Kabupaten Aceh Utara (Gambar 2). Sedangkan data
sekunder lainnya yang berupa laporan, buku, artikel ilmiah didapatkan secara online.

Gambar 1. Peta Penggunaan Lahan. Sumber: Survei Lapangan, 2022

Gambar 2. Peta Pola Ruang RTRW Kabupaten Aceh Utara 2012-2032. Sumber:
Bappeda Kabupaten Aceh Utara, 2022

Widya Bhumi, Vol. 2, No. 2 Oktober 2022 155


Setelah data terkumpul, kami menggunakan analisis keruangan untuk
mengidentifikasi persebaran keanekaragaman penggunaan lahan dan ruang di
permukaan bumi beserta masing-masing aspek keruangannya, seperti aspek
wilayah/region, aspek aktivitas manusia yang mempengaruhi jenis penggunaan
lahannya (Riaman, 2016; Yunus, 2016). Analisis keruangan ini bertujuan untuk
memahami ketidaksesuaian jenis penggunaan tanah dengan pola ruang yang telah
ditetapkan berdasarkan RTRW kabupaten, berdasarkan aspek sosial yang
didapatkan dari observasi di lapangan. Aspek sosial tersebut meliputi aktivitas sosial
penduduk dalam menggunakan lahannya di wilayah penelitian berdasarkan pola
ruang di RTRW kabupaten. Selanjutnya, kami mengabstraksikan dan
mengklasifikasikan jenis penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan pola ruang di
RTRW kabupaten dikaitkan dengan ketersediaan tempat/prasarana penting, seperti
jalan, bangunan, pabrik dan prasarana lain. Terakhir penulis setidaknya menjawab
dua dari lima pertanyaan scientific penting (why dan how) demi komprehensifnya
penelitian sesuai dengan rujukan Ritohardoyo (2013).

C. Kesesuaian dan ketidaksesuaian penggunaan lahan terhadap RTRW


Terdapat keselarasan dan ketidakselarasan penggunaan lahan berdasarkan
RTRW Kecamatan Syamtalira Aron Kabupaten Aceh Utara. Peta penggunaan lahan
terdiri atas 11 jenis penggunaan lahan antara lain belukar, empat fasilitas minyak
Exxon Mobil, kebun campuran, kebun campuran dominasi kelapa, ladang, rawa,
pemukiman, rawa, sawah dan tambak. Sedangkan pola ruang menetapkan lima jenis
yaitu pemukiman pedesaan, perikanan, perkebunan, pertambangan dan pertanian
lahan basah. Hasil analisis kesesuaian ataupun ketidaksesuaian penggunaan lahan
terhadap pola ruang RTRW Tahun 2022 secara spasial disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Overlay RTRW dengan penggunaan lahan. Sumber: Analisis data, 2022
Berdasarkan Gambar 3, ketidaksesuaian penggunaan lahan terhadap pola
ruang ditunjukkan oleh warna coklat muda. Umumnya, ketidaksesuaian tersebut
memiliki pola berada pada sepanjang jalan lintas Aceh-Medan dan dekat dengan

156 Desga Perkasa, dkk., Kesesuaian Penggunaan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah
di Kecamatan Syamtalira Aron Kabupaten Aceh Utara
fasilitas pabrik pertambangan minyak Exxon Mobil. Keberadaan fasilitas pabrik
pertambangan minyak Exon mobil menjadi pemicu munculnya jenis penggunaan
lahan perumahan. Hal ini menjadi hubungan sebab akibat karena para pekerja di
fasilitas tersebut memerlukan tempat tinggal yang dekat dengan lokasi bekerja. Oleh
karena itu, masyarakat sekitar pun turut serta membangun tempat tinggal di lokasi
sekitar karena terdapat kegiatan ekonomi yang tumbuh dan berkembang. Selain itu,
faktor prasarana jalan ikut mempengaruhi pola penggunaan lahan yang tidak sesuai
dengan RTRW. Berdasarkan Gambar 3, jenis jalan arteri dan lokal lebih
mempengaruhi terjadinya ketidaksesuaian penggunaan lahan terhadap RTRW
dengan pola memanjang sepanjang jalur jalan dan berkumpul di persimpangan
jalan. Jenis penggunaan lahan yang mayoritas tidak sesuai yaitu belukar dan sawah
telah intens beralih menjadi perkebunan dan perkebunan dan sawah menjadi
pemukiman. Penelitian ini memperkuat temuan peneliti lain bahwa fasilitas umum
jalan dan pabrik mempunyai peranan penting terutama yang menyangkut
perwujudan perkembangan wilayah, pemerataan hasil pembangunan (Hadijah &
Sadali, 2020; Martínez dkk., 2020; Sebayang, 2020). Beberapa jenis penggunaan
lahan yang selaras dan tidak selaras dengan pola ruang lainnya secara tabular tersaji
pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Kesesuaian penggunaan lahan terhadap RTRW
Jenis Penggunaan Lahan Pola Ruang RTRW Keterangan Luas (Ha) %
Pemukiman Pemukiman Pedesaan Sesuai 241,51 11,39
Tambak Perikanan Sesuai 41,75 1,97
Kebun Campuran Perkebunan Sesuai 156,92 7,4
Kebun Campuran Dominasi Kelapa Perkebunan Sesuai 52,56 2,48
Fasilitas Minyak Cluster I Exxon Mobil Pertambangan Sesuai 69,58 3,28
Fasilitas Minyak Cluster Ii Exxon Mobil Pertambangan Sesuai 48,91 2,31
Fasilitas Minyak Supply Chain Exxon Pertambangan Sesuai 4,00 0,19
Rawa Pertanian Lahan Basah Sesuai 10,02 0,47
Sawah Pertanian Lahan Basah Sesuai 1283,60 60,51
Luas total kesesuaian penggunaan lahan terhadap RTRW adalah 1908,84 90,00
Sumber: Analisis data primer penulis, 2022
Tabel 2. Ketidaksesuaian penggunaan lahan terhadap RTRW
Jenis Penggunaan Lahan Pola Ruang RTRW Keterangan Luas (Ha) %
Belukar Pemukiman Pedesaan Tidak Sesuai 0,425 0,02
Fasilitas Minyak Cluster I Exxon Mobil Pemukiman Pedesaan Tidak Sesuai 1,177 0,06
Fasilitas Minyak Cluster Ii Exxon Mobil Pemukiman Pedesaan Tidak Sesuai 0,682 0,03
Fasilitas Minyak Supply Chain Exxon Pemukiman Pedesaan Tidak Sesuai 0,197 0,01
Kebun Campuran Pemukiman Pedesaan Tidak Sesuai 23,082 1,09
Kebun Campuran Dominasi Kelapa Pemukiman Pedesaan Tidak Sesuai 3,316 0,16
Sawah Pemukiman Pedesaan Tidak Sesuai 16,215 0,76
Sawah Perikanan Tidak Sesuai 2,684 0,13
Belukar Perkebunan Tidak Sesuai 45,242 2,13
Fasilitas Minyak Cluster I Exxon Mobil Perkebunan Tidak Sesuai 7,56 0,36
Fasilitas Minyak Cluster Ii Exxon Mobil Perkebunan Tidak Sesuai 4,494 0,21
Fasilitas Minyak Supply Chain Exxon Perkebunan Tidak Sesuai 0,279 0,01
Pemukiman Perkebunan Tidak Sesuai 4,465 0,21
Rawa Perkebunan Tidak Sesuai 0,389 0,02
Sawah Perkebunan Tidak Sesuai 24,741 1,17

Widya Bhumi, Vol. 2, No. 2 Oktober 2022 157


Kebun Campuran Pertambangan Tidak Sesuai 0,419 0,02
Sawah Pertambangan Tidak Sesuai 1,282 0,06
Belukar Pertanian Lahan Basah Tidak Sesuai 3,407 0,16
Fasilitas Minyak Cluster I Exxon Mobil Pertanian Lahan Basah Tidak Sesuai 1,708 0,08
Fasilitas Minyak Cluster Ii Exxon Mobil Pertanian Lahan Basah Tidak Sesuai 8,581 0,4
Fasilitas Minyak Exxon Mobil Pertanian Lahan Basah Tidak Sesuai 0 0
Kebun Campuran Pertanian Lahan Basah Tidak Sesuai 33,679 1,59
Kebun Campuran Dominasi Kelapa Pertanian Lahan Basah Tidak Sesuai 4,739 0,22
Ladang Pertanian Lahan Basah Tidak Sesuai 2,68 0,13
Pemukiman Pertanian Lahan Basah Tidak Sesuai 10,919 0,51
Tambak Pertanian Lahan Basah Tidak Sesuai 0,425 0,47
Luas total ketidaksesuaian penggunaan lahan terhadap RTRW adalah 212,36 10,00
Sumber: Analisis data primer penulis, 2022
Berdasarkan Tabel 1 dan 2, diperoleh hasil bahwa jumlah total luas wilayah
penelitian di Kecamatan Syamtalira Aron adalah 2121,20 ha. Dari keseluruhan luas
tersebut, terdapat 212,36 ha atau 10 %-nya memiliki penggunaan lahan yang tidak
sesuai terhadap arahan pola ruang dalam RTRW. Meskipun demikian, sebagian
besar penggunaan lahan pada Kecamatan Syamtalira aron masih sinkron terhadap
arahan pemanfaatan ruang yang ditetapkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW). Luas penggunaan lahan yang sesuai dengan RTRW adalah 1908,84 ha atau
90% dari total luas kecamatan dan yang tidak sesuai adalah 212,36 ha atau 10% dari
total luas kecamatan. Tiga jenis penggunaan lahan yang sesuai dan paling besar
luasannya adalah sawah, kebun campuran serta permukiman dengan persentase
masing-masing sebesar 60,51%, 11,39% dan 7,4% dari total luasan kecamatan.
Sedangkan jenis penggunaan lain seperti fasilitas minyak Exxon Mobil, kebun
campuran dominasi kelapa, rawa dan tambak luas kesesuaiannya di bawah 4% dari
total luas kecamatan.
Penelitian ini menemukan alasan why dan how terjadinya kesesuaian ataupun
ketidaksesuaian penggunaan lahan terhadap pola ruang pada RTRW di Kecamatan
Syamtalira Aron. Berdasarkan analisis data melalui peta dan tabel yang telah
dikemukakan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa faktor pendorong utama
terjadinya penggunaan lahan yang sesuai ataupun tidak sesuai dengan RTRW di
Kecamatan Syamtalira Aron adalah faktor politik. Faktor politik tersebut berwujud
kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah daerah Kabupaten Aceh Utara dalam
bentuk peraturan daerah RTRW Kabupaten Aceh Utara Tahun 2012-2032. Oleh
karenanya, pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah kecamatan dan
masyarakat desa setempat mengacu pada arahan pola ruang.
Pada dasarnya, kebijakan RTRW yang telah dibuat oleh pemerintah daerah
kabupaten bertujuan untuk mengoordinasikan dan meningkatkan dampak kebijakan
sektoral lainnya pada penggunaan lahan, mencapai distribusi pembangunan
ekonomi yang lebih merata antar kecamatan. Oleh karenanya, RTRW yang telah
dibuat merupakan fungsi penting untuk mempromosikan pembangunan
berkelanjutan dan meningkatkan kualitas hidup seluruh komponen masyarakat.
Sehingga, untuk membangun kesesuaian penggunaan lahan dengan perencanaan
tata ruang yang sistematis, memerlukan kolaborasi dengan pemangku kepentingan
lokal (pemerintah kecamatan dan desa).
Faktor politik juga terkait dengan adanya kelembagaan, aparatur, sarana, dan
prasarana. Pada sisi kelembagaan, penataan ruang menjadi tanggung jawab Badan
158 Desga Perkasa, dkk., Kesesuaian Penggunaan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah
di Kecamatan Syamtalira Aron Kabupaten Aceh Utara
Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) dan Badan Koordinasi Penataan Ruang
Daerah (BKPRD) berdasarkan Keputusan Presiden No. 4 Tahun 2009 dan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 116 Tahun 2017. Pada sisi aparaturnya, akan terkait
dengan faktor manusia sebagai pembuat kebijakan, keefektifan penugasan yang
diberikan kepada aparat agar dapat melaksanakan kewenangannya dengan tepat,
dan kemampuan, integritas, dan komitmen aparat. Tidak mungkin kebijakan RTRW
terlaksana dengan baik jika tidak ada aparat penegak hukum yang kredibel,
kompeten, dan independen. Akibatnya, peraturan perundang-undangan yang baik
tanpa aparat penegak hukum yang baik tidak akan menghasilkan keadilan.
Selanjutnya, faktor sarana dan prasarana berkaitan dengan ketersediaan sumber
daya pendukung (seperti peralatan dan keuangan) yang membantu dalam
pengambilan kebijakan. Terdapat sejumlah permasalahan mengenai faktor sarana
dan prasarana, antara lain apakah sarana dan prasarana yang diperlukan sudah
tersedia, apakah sarana yang tersedia masih memadai dan dapat digunakan, apakah
sarana yang ada sudah digunakan secara efektif, dan fasilitas apa diperlukan untuk
mendukung proses pembuatan kebijakan.
Pada sisi lain, pertumbuhan ekonomi, pendapatan dan konsumsi juga merupakan
faktor yang mengarah pada ketidaksesuaian ataupun kesesuaian penggunaan tanah
dengan RTRW. Misalnya, meningkatnya permintaan ruang hidup, transportasi sudah
semestinya akan mendorong perubahan penggunaan lahan yang tidak sesuai
dengan pola ruang. Berdasarkan luas dan pola ketidaksesuaian penggunaan lahan,
menunjukkan bahwa kurangnya perencanaan yang unggul dan visioner oleh
pemerintah daerah mengakibatkan ketidaksesuaian penggunaan lahan terhadap
pola ruang RTRW. Besarnya luas penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan RTRW,
berpotensi terhadap timbulnya permasalahan lingkungan seperti kekeringan dan
banjir di Kecamatan Syamtalira Aron ke depannya. Bahkan, ketidaksesuaian tersebut
akan senantiasa bertambah luasannya jika tidak adanya intervensi dari pemerintah
setempat. Masifnya kebutuhan tanah untuk pemukiman dan fasilitas pendukung
pabrik atau pertambangan, memaksa pemerintah setempat untuk merevisi
perencanaan tata ruang. Kemudian, kepadatan perumahan yang terjadi di sepanjang
jalan arteri, jalan lokal dan fasilitas pertambangan minyak Exxon Mobil
membutuhkan penyediaan ruang yang semakin meningkat. Selain itu, meningkatnya
kebutuhan ruang tersebut, mendorong tumbuhnya kawasan pinggiran (urban
periphery) dan tumbuhnya kawasan insidental (urban sprawl) (Winarno, 2007).
Daerah yang terdapat fasilitas tersebut meskipun berada di pinggiran kota akan
menciptakan transformasi spasial berupa proses densifikasi permukiman &
transformasi sosial ekonomi. Oleh karena itu, menurut Hanief dkk. (2014)
pemerintah setempat harus mampu menciptakan regulasi untuk mengendalikan
kegiatan pembangunan perumahan tanpa mengabaikan kebutuhan masing-masing
dari mereka untuk menetap sesuai dengan pertumbuhan penduduk. Terkendalinya
laju perubahan penggunaan lahan secara tepat dan terkontrol akan berdampak pada
stabilnya pertumbuhan perekonomian daerah setempat.
Pembangunan daerah adalah pembangunan yang segala sesuatunya
dipersiapkan dan dilaksanakan oleh daerah, mulai dari perencanaan, pembiayaan,
pelaksanaan hingga pertanggungjawaban. Dalam hal ini, daerah memiliki otonomi
untuk mengatur hal tersebut. Pada sisi lain, pembangunan daerah adalah kegiatan
pembangunan yang direncanakan, dibiayai, dan bertanggung jawab oleh pusat,
pelaksanaannya dapat dikaitkan dengan daerah tempat kegiatan itu berlangsung
(Badrul Munir, 2002). Perbedaan kondisi daerah akan mempengaruhi gaya

Widya Bhumi, Vol. 2, No. 2 Oktober 2022 159


pembangunan yang dianut di setiap daerah. Hal ini juga berarti peniruan model
kebijakan yang dipraktikkan dan berhasil di satu daerah belum tentu memberikan
manfaat yang sama bagi daerah lain (Badrul Munir, 2002). Oleh karena itu, dalam
strategi pembangunan daerah, aspek utama yang perlu diperhatikan adalah: di
daerah mana harus dilakukan serangkaian langkah pembangunan. Contohnya, lokasi
kawasan sudah khusus dan tidak bisa dipindahkan lagi, seperti proyek bendungan
irigasi, proyek pertambangan.
Kemudian, penulis akan menguraikan bagaimana agar RTRW ke depannya dapat
terlaksana dengan baik. Pada setiap penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
(revisi) ke depannya, setidaknya pemerintah daerah harus memperhatikan empat
hal yaitu : (1) penduduk dan sosial; (2) ekonomi; (3) lingkungan dan (4) teknologi.
Aspek pertama yaitu penduduk dan sosial, meliputi ciri sosial penduduk, ciri budaya
(tradisional) masyarakat, kehidupan sosial masyarakat, jumlah penduduk,
kepadatan penduduk, dan persebaran penduduk agar pelaksanaannya tidak
bertentangan dengan kehidupan sosial budaya masyarakat. Analisis sosial
diperlukan antara lain untuk mengetahui dampak sosial pembangunan. Aspek kedua
yaitu ekonomi, penataan ruang tidak hanya dipengaruhi oleh biaya, tetapi juga oleh
kegiatan ekonomi dan potensi sumber daya alam dan buatan di daerah tersebut.
Oleh karena itu, perlu menentukan dengan cermat kawasan industri, perdagangan,
pertanian, pariwisata, pemukiman, pasar, dan kegiatan ekonomi lainnya.
Perencanaan tata ruang biasanya muncul dari pembentukan tata ruang kawasan
pasar berdasarkan aturan permintaan (ekonomi) yang dihasilkan dari aktivitas
monopoli. Selanjutnya, dari sisi lingkungan adalah mengurangi dampak lingkungan
dari pembangunan dan kegiatan yang sedang dan akan berlangsung; meminimalkan
risiko yang terkait dengan perubahan lingkungan, seperti kerusakan lapisan ozon,
pemanasan global yang disebabkan oleh emisi karbon dioksida, dan perubahan iklim
lokal yang disebabkan oleh banjir, kekeringan, dan pembalakan liar; serta
mengurangi polusi di udara, air, dan tanah untuk menjamin pembangunan yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Terakhir, teknologi harus diperhatikan
pada saat teknis pembangunan. Teknologi penting diterapkan ketika proses dari
perencanaan hingga implementasi, terutama dalam hal pembangunan infrastruktur.
Untuk melindungi dan meningkatkan kesehatan dan kualitas lingkungan, evaluasi
interaksi manusia dan lingkungan membutuhkan pengetahuan teknologi tentang
bagaimana sistem alam bekerja dan bagaimana merancang sistem dan teknologi
dapat mengurangi efek negatif dari interaksi ini dan meningkatkan kualitas
lingkungan.

D. Kesimpulan
Terdapat kesesuaian dan ketidaksesuaian antara penggunaan lahan dan RTRW
di Kecamatan Syamtalira Aron. Berdasarkan analisis keruangan menggunakan peta
penggunaan lahan dan peta RTRW, didapatkan luasan sebesar 1908,84 ha yang
sesuai atau 90% dari total luas kecamatan dan 212, 36 ha yang tidak sesuai atau 10%
dari total luas kecamatan. Kawasan perkebunan menjadi areal yang paling tinggi
ketidaksesuaiannya dengan penggunaan lahan existing berupa pemukiman, fasilitas
Exxon Mobil dengan luas lebih dari 45.83 ha. Ketidaksesuaian jenis penggunaan
lahan terhadap RTRW menjadi sebuah keniscayaan, karena seiring tingginya
kebutuhan akan tanah untuk pembangunan fasilitas umum dan permukiman. Oleh

160 Desga Perkasa, dkk., Kesesuaian Penggunaan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah
di Kecamatan Syamtalira Aron Kabupaten Aceh Utara
karenanya, pemerintah daerah perlu meninjau kembali peraturan tentang RTRW
agar tercipta pembangunan yang berkualitas, terpadu dan berkelanjutan.
Setidaknya terdapat tiga penyebab mengapa pengimplementasian RTRW di
Kecamatan Syamtalira Aron tidak 100% sesuai. Penyebab tersebut adalah adanya
faktor politik pemangku kebijakan, tingkat pertumbuhan ekonomi, besarnya jumlah
pendapatan dan konsumsi masyarakat. Meskipun RTRW telah disahkan melalui
Qanun Kabupaten Aceh Utara Nomor 7 Tahun 2013 , masyarakat kurang memahami
akan fungsi rencana tata ruang tersebut, bagaimana keakuratannya,
penggunaannya, hingga proses penyusunannya. Kurangnya partisipasi masyarakat
dalam menyusun rencana tata ruang disinyalir menjadi munculnya ketidaksesuaian
penggunaan lahan terhadap RTRW tersebut. Terlebih lagi, masyarakat akan semakin
asing dengan keberadaan RTRW jika dokumen RTRW tersebut tidak dipublikasikan
hingga ke tingkat tapak baik secara online maupun onffline. Oleh karena itu,
pemerintah daerah Aceh Utara perlu menyusun RTRW revisi dengan melibatkan
unsur masyarakat untuk mendapatkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan
berdaya guna. Pemerintah daerah setempat perlu memperhatikan empat kondisi
yang terdapat di tingkat pemerintahan kecamatan yaitu: sosial kependudukan,
ekonomi, lingkungan, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini.
Harapannya, evaluasi terhadap RTRW pada setiap kecamatan, sebagaimana
penelitian ini, dapat menjadi instrumen bagi pemerintah kecamatan lainnya untuk
menilai kemajuan seluruh kegiatan pemanfaatan ruang. Sehingga, pemanfaatan
ruang yang optimal tersebut mampu mencapai tujuan rencana tata ruang kabupaten
yang berkelanjutan.

E. Rekomendasi
Penelitian ini memberikan rekomendasi sebagai berikut:
1) Pemerintah daerah harusnya secara periodik melakukan peninjauan
kembali terhadap RTRW yang ada. Idealnya, setiap 5-10 tahun,
peninjauan kembali tersebut dilakukan untuk mengevaluasi perencanaan
yang telah dilaksanakan sudah berjalan dengan baik atau belum.
2) Pemerintah daerah harus lebih meningkatkan peran serta masyarakat.
Pembangunan wilayah memerlukan penataan ruang yang berjalan baik
dengan keterlibatan masyarakat. Menempatkan masyarakat sebagai
pelaku pembangunan dapat mendorong efektivitas proses penataan
ruang.
3) Penguatan kerja sama antar pemerintah daerah. Penataan ruang antar
daerah harus saling terintegrasi. Hal ini dilakukan terutama pada wilayah
perencanaan yang melewati beberapa daerah administrasi.
4) Peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk penataan ruang.
Permasalahan kurangnya tenaga ahli di bidang penataan ruang harus
diatasi dengan menambah dan meningkatkan kualitas SDM. Peningkatan
kualitas sumber daya manusia juga harus didukung dengan
pendampingan saat proses pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan
ruang.

F. Ucapan Terima Kasih


Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan kajian ini Ucapan. Ucapan
terima kasih juga turut disampaikan kepada Bapak Sefruddin Arianto khususnya

Widya Bhumi, Vol. 2, No. 2 Oktober 2022 161


dan pihak-pihak lain yang berkenan memberikan informasi atas terlaksananya
penelitian ini. Penulis berharap dikemudian hari, kerja sama dan pertukaran
informasi tetap terjalin demi memajukan daerah Kabupaten Aceh Utara.

Daftar Pustaka
Achmad, A., Fadhly, N., Deli, A., Ramli, I., & Hadi, R. (2021). Model prediction and
scenario of urban land use and land cover changes for sustainable spatial
planning in Lhokseumawe, Aceh, Indonesia. IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science, 847(1). https://doi.org/10.1088/1755-
1315/847/1/012022
Ajrina, D., Siddik, J., & Intan, S. K. (2021). Komparasi Estimasi Biaya Dengan Analisa
AHSP dan EI pada Proyek Jalan Alue Bilie Nagan Raya. Jurnal Sipil Sains Terapan,
4(2), 26–30. https://e-jurnal.pnl.ac.id/JSST/article/viewFile/2604/2182
Akse, R., Thomas, T., & Geurs, K. (2021). Mobility and accessibility paradigms in
Dutch policies: An empirical analysis. Journal of Transport and Land Use, 14(1).
https://doi.org/10.5198/JTLU.2021.2097
Asmara, R., & Purbokusumo, Y. (2022). Pilihan Instrumen Kebijakan Penataan Ruang
Untuk Manajemen Sumber Daya Tanah Pertanian (Sawah) Di Kabupaten
Sleman. Widya Bhumi, 2(2), 88–103.
https://doi.org/https://doi.org/10.31292/wb.v2i2.40
Badrul Munir. (2002). Perencanaan pembangunan daerah: dalam perspektif
otonomi daerah. https://bappeda.belitung.go.id/perencanaan-pembangunan-
dalam-kerangka-otonomi-daerah/
Bappeda Aceh Utara. (2022). Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Aceh Utara
Tahun 2012-2033. https://jdih.acehprov.go.id/dih/view/b060d05a-26ce-4712-
af49-7b58945f95e2
Basri, H., Nasir, M., & Zulkifli. (2022). Effectiveness of Applying the Principle of
Openness in Spatial Arrangement in North Aceh Indonesia. Journal of Law,
Policy and Globalization, 118, 135–139. https://doi.org/10.7176/jlpg/118-17
BNPB. (2016). Kajian Spasial Dan Partisipasi Masyarakat Sebagai Upaya
Pengendalian Banjir Di Kabupaten Aceh Utara. TERAS JURNAL-Jurnal Teknik
Sipil, 1(1). http://dx.doi.org/10.29103/tj.v1i1.58
BPK RI. (2009). Proyek Senilai Rp. 7,2 M di Aceh Utara Tanpa Tender.
https://www.bpk.go.id/assets/files/attachments/2009/11/Pelita-19.pdf
BPS, A. U. (2021). Kecamatan Syamtalira Aron dalam Angka 2021 (Yusmandi, Ed.;
Kecamatan). BPS Kabupaten Aceh Utara.
Budiman, H. (2020). Perbandingan Kebijakan Tata Ruang Antara Indonesia Dengan
Belanda, Denmark Dan Selandia Baru. Jurnal Ius Constituendum, 5(2).
https://doi.org/10.26623/jic.v5i2.2398
Danendra, M. R., & Mujiburohman, D. A. (2022). Pembentukan Bank Tanah:
Merencanakan Ketersediaan Tanah untuk Percepatan Pembangunan di
Indonesia. Widya Bhumi, 2(1), 1–20.
https://doi.org/https://doi.org/10.31292/wb.v2i1.18
Danoedoro, P. (2019). Multidimensional land-use information for local planning and
land resources assessment in Indonesia: Classification scheme for information
extraction from high-spatial resolution imagery. Indonesian Journal of
Geography, 51(2). https://doi.org/10.22146/ijg.32781

162 Desga Perkasa, dkk., Kesesuaian Penggunaan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah
di Kecamatan Syamtalira Aron Kabupaten Aceh Utara
Dirjen Tata Ruang, K. A. (2021). RPP Penyelenggaraan Penataan Ruang: Tingkatkan
Kepastian Hukum Melalui One Spatial Planning Policy.
https://tataruang.atrbpn.go.id/Berita/Detail/3949
Hadijah, Z., & Sadali, M. I. (2020). Pengaruh Urbanisasi Terhadap Penurunan
Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Wilayah Dan Lingkungan, 8(3).
https://doi.org/10.14710/jwl.8.3.290-306
Hanief, F., Santy, D., & Dewi, P. (2014). Pengaruh Urban Sprawl Terhadap Perubahan
Bentuk Kota Semarang ditinjau dari Perubahan Kondisi Fisik. In Th (Vol. 1, Issue
1). https://www.neliti.com/id/publications/221108/
Hermansyah, A. (2018). Pembangunan Infrastruktur dan Partisipasi Masyarakat. In
detikNews. detikNews. https://news.detik.com/kolom/d-4021236/
Irawan, Y., & Junarto, R. (2022). Persepsi dan Minat Masyarakat Pesisir Terhadap
Sertipikat Tanah. Widya Bhumi, 2(2), 104–122.
https://doi.org/https://doi.org/10.31292/wb.v2i2.44
Junarto, R., & Djurjani. (2020). Pemetaan Objek Reforma Agraria dalam Kawasan
Hutan (Studi Kasus di Kabupaten Banyuasin). Bhumi, Jurnal Agraria Dan
Pertanahan, 6(2), 219–235.
https://doi.org/https://doi.org/10.31292/bhumi.v6i2.443
Kadiron, A. (2022, May 7). Anggota DPRK Aceh Utara, Armiyadi Tinjau Proyek
Bendung Krueng Pase. Beritamerdekaonline.Com, 1–2.
https://www.beritamerdekaonline.com/2022/05/anggota-dprk-aceh-utara-
armiyadi-tinjau-proyek-bendung-krueng-pase/
Khanifa, T. N., Syanurisma, S., & Luthfi, A. N. (2021). Menuju Reforma Agraria dan
Perhutanan Sosial di Banyuwangi, Jawa Timur. Widya Bhumi, 1(2), 101–124.
https://doi.org/https://doi.org/10.31292/wb.v1i2.12
Levy, D., Hills, R., Perkins, H. C., Mackay, M., Campbell, M., & Johnston, K. (2021).
Local benevolent property development entrepreneurs in small town
regeneration. Land Use Policy, 108.
https://doi.org/10.1016/j.landusepol.2021.105546
Liu, Y., & Zhou, Y. (2021). Territory spatial planning and national governance system
in China. Land Use Policy, 102.
https://doi.org/10.1016/j.landusepol.2021.105288
Martínez, R. H., Arutyunyan, S., Karabasheva, M., & Yesturliyeva, A. (2020).
Diagnostics and control of sustainable development of regions: Branch aspects.
Journal of Security and Sustainability Issues, 9(3).
https://doi.org/10.9770/jssi.2020.9.3(30)
Maulana, A., Basri, H., & Sugianto. (2018). Analisis Penggunaan Lahan Eksisting
Berdasarkan Rencana Tata Ruang di Kecamatan Lembah Seulawah Kabupaten
Aceh Besar. Jurnal Ilmu Mahasiswa Ilmu Tanah, 3(2), 420–427.
https://doi.org/https://doi.org/10.17969/jimfp.v3i2.7461
Nur Amrin, R., Muttaqy Zaen, H., Prayoga Dwi Nugraha, M., Putra, P., Izza Zaini, R.,
& Rainata Sangkay, Y. (2021). Permasalahan Pertanahan pada Daerah
Berkepadatan Penduduk Rendah. Widya Bhumi, 1(1).
https://doi.org/10.31292/wb.v1i1.4
Pemerintah Provinsi Aceh. (2018, July 3). Pengumuman Lelang Proyek
Pembangunan. Https://Lpse.Acehprov.Go.Id/.
https://lpse.acehprov.go.id/eproc4/lelang/17332106/pengumumanlelang
PUPR. (2014). Penataan Ruang Untuk Mitigasi Bencana Alam. Kementerian PUPR
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Balai Wilayah Sungai Sumatera I.

Widya Bhumi, Vol. 2, No. 2 Oktober 2022 163


https://sda.pu.go.id/balai/bwssumatera1/article/penataan-ruang-untuk-
mitigasi-bencana-alam
PUPR. (2022). Rapat Koordinasi Percepatan Pelaksanaan Tanggap Darurat Banjir
Aceh Utara. https://sda.pu.go.id/balai/bwssumatera1/
Rahmanto, N. (2021). Keterbukaan Informasi Publik Data Pertanahan. Widya Bhumi,
1(1). https://doi.org/10.31292/wb.v1i1.9
Riaman, M. D. (2016). Analisis Spasial Untuk Identifikasi Kesesuaian Penggunaan
Lahan Tahun 2015 dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Ambon Tahun
2011-2031 (Implementasi Untuk Penyusunan Materi Ajar Geografi Kelas XII
SMA). Universitas Negeri Sebelas Maret.
Ritohardoyo, S. (2013). Penggunaan Dan Tata Guna Lahan (1st ed., Vol. 1). Ombak.
Salsabila, A. Z., Ajie, K., & Santoso, R. T. (2022). Gambaran Umum tentang Peluang,
Kendala dan Pilihan untuk Meningkatkan Penggunaan Tanah di Provinsi
Lampung. Widya Bhumi, 2(1), 65–87.
https://doi.org/https://doi.org/10.31292/wb.v2i1.17
Sebayang, A. F. (2020). Infrastructure Investment and Its Impact to Regional
Development. Economics Development Analysis Journal, 9(3).
https://doi.org/10.15294/edaj.v9i3.38859
Suharto. (2022, January 10). Aceh flood under control, no more evacuees: BPBA.
Antaranews.Com, 1–2. https://kalsel.antaranews.com/berita/306057/
Sukmawati, C., Murniati, Maisyura, Maryam, & Feri, M. (2022). Basic Health Services
and Special Autonomy in North Aceh District. Advances in Social Science,
Education and Humanities Research, 648, 21–31.
https://doi.org/10.2991/assehr.k.220302.005
Trinanda Putra, Z., Nugroho, A., & Nashih Luthfi, A. (2021). Peran GTRA dalam
Pelaksanaan Reforma Agraria di Kabupaten Lampung Tengah. Widya Bhumi,
1(1). https://doi.org/10.31292/wb.v1i1.10
Wajib, N. (2016). Memahami Pentingnya Tata Ruang Kota. In Kementerian PUPR
Direktorat Jenderal Cipta Karya Direktorat Pengembangan Kawasan
Permukiman. KOTAKU. https://pu.go.id/berita/penataan-ruang-dalam-
mewujudkan-kota-berkelanjutan
Wajib, N. (2017). Pembangunan Ekonomi dalam Konsep Pembangunan
Berkelanjutan. In Badan Perencanaan Pembangunan Daeraan Pemerintah
Kabupaten Buleleng. Bappeda Pemkab Buleleng.
https://bappeda.bulelengkab.go.id/
Walidin, B., Efendi, & Mahfud. (2017). Penyimpangan Pemanfaatan Ruang di
Sempadan Sungai Krueng Jambo Aye Aceh Utara. Kanun Jurnal Ilmu Hukum, 19.
https://www.jurnal.unsyiah.ac.id/kanun
Wesli, W. (2021). Kajian Spasial Dan Partisipasi Masyarakat Sebagai Upaya
Pengendalian Banjir Di Kabupaten Aceh Utara. TERAS JURNAL, 1(1).
https://doi.org/10.29103/tj.v1i1.58
Winarno. (2007). Studi Tentang Urban Sprawl Kota Semarang Terhadap Kualitas
Tegangan Listrik. Studi Kasus Kelurahan Meteseh Kecamatan Tembalang
(Tesis). Bogor : Pascasarjana Insitut Pertanian Bogor.
Yin, R. K. (2015). Qualitative Research From start to finish. In The Guiford Press (2nd
edition, Issues 7–8). The Guilford Press.
Yusuf, H. (2017). Strategi Implementasi Rencana Detail Tata Ruang (Rdtr) Kabupaten
Bungo (Issue 8.5.2017). Universitas Andalas.

164 Desga Perkasa, dkk., Kesesuaian Penggunaan Lahan terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah
di Kecamatan Syamtalira Aron Kabupaten Aceh Utara
Zalmita, N., Fitria, A., & Taher, A. (2021). Tingkat Kerugian Ekonomi Pada Bencana
Banjir di Aceh Utara Tahun 2014-2019. JURNAL GEOGRAFI Geografi Dan
Pengajarannya, 19(2), 61–68.
https://doi.org/https://doi.org/10.26740/jggp.v19n2.p61-68

Widya Bhumi, Vol. 2, No. 2 Oktober 2022 165

You might also like