Jurnal Kimia Mulawarman, Vol.8, No.2 (2011), Hal. 70-73
Jurnal Kimia Mulawarman, Vol.8, No.2 (2011), Hal. 70-73
Jurnal Kimia Mulawarman, Vol.8, No.2 (2011), Hal. 70-73
Editor Ahli:
Prof. Dr. Maria Bintang (IPB),
Prof. Dr. Hardjono Sastrohamidjojo (UGM), Dr.Ir. Prastawa Budi (Unhas),
Prof. Dr. Ir. H. Achmad Ariffien Bratawinata, M.Agr. (Unmul),
Prof. Dr. Ir. H. Bandi Supraptono, M.Agr (Unmul),
Prof. Dr. Sipon Muladi (Unmul), Dr. Bohari, M.Si (Unmul),
Dr. Saibun Sitorus, M.Si (Unmul), Dr. Asfie Maidi, M.Sc (Unmul),
Ir. Edi Sukaton, M.Sc (Unmul), Dr. Aman S. Panggabean, M.Si (Unmul),
Dra. Susan Gracia Arfan, Apt., M.Si (BPOM Kaltim)
Editor Pelaksana:
Alimuddin, Rudi Kartika, Rahmat Gunawan, Erwin, Subur P. Pasaribu
Administrasi:
Teguh Wirawan, Daniel, Chairul Saleh, Ritson Purba, Soerja Koesnarpadi
Keuangan:
Winni Astuti, Eva Marliana, Noor Hindryawati
Distributor:
Rita Hairani, Finqo Aprianto
Alamat Redaksi:
Kampus Unmul Gunung Kelua
Jl. Barong Tongkok No. 4
Tel (0541)749152 Fax (0541)749140 Samarinda 75123
e-mail: [email protected]
Rekening: Bank Muamalat an: Kimia FMIPA Unmul
No. rek.: 9052266599
Aman S. Panggabean Optimasi Kinerja
Kimia F-MIPA Unmul
Abstract
The research about optimation of analytical performance for determination of caffeine by using
High Performance Liquid Chromatography (HPLC) method has been done. The optimal of
result determination to obtain, the HPLC system has been optimalized for the important
parameters are composition of mobile phase, flow rate and eluen pH. The result of research
shown that the optimum conditions to obtain from the research are composition of mobile phase
methanol: water (70: 30), flow rate 0.5 mL / minute and eluent pH are 5 has been achieved.
Based on the optimalized condition, the analytical performance of this method has been
performed for the determination of caffeine with HPLC method. The result of research shown
reproducibility of this method as coefficient of variation percentage (% CV) was 1.8665 %,
limit of detection was 33.1332 ppb. This result showed this method capable to application for
the routine analysis of caffeine in samples.
detektor UV, pompa vakum, pH-meter, labu ukur, pipet digunakan fasa gerak metanol dan air (IEW) karena
volume, beaker glass dan kertas saring whatman No.42. kafein larut dalam metanol dan air. Fasa gerak selain
2.1.2. Bahan berfungsi membawa komponen-komponen campuran
Standar kafein (C8H10N4O2), buffer fosfat, menuju detektor, fasa gerak dapat berinteraksi dengan
metanol dan aquabides. solut-solut (Hendayana, 2006).
2.2. Optimasi Parameter Pengukuran HPLC
2.2.1. Penentuan Fasa Gerak Metanol:Air
Sebanyak 5 µl larutan standar kafein diinjeksikan ke
dalam injektor HPLC. Komposisi fasa gerak yang
digunakan adalah metanol : air dengan perbandingan
100:0, 90:10, 80:20, 70:30, 60:40, dan 50:50.
2.2.2. Penentuan Laju Alir
Pada tahap ini digunakan komposisi fasa gerak yang
optimum. Sebanyak 5 µL larutan standar kafein
diinjeksikan kedalam injektor HPLC, dengan berbagai
laju alir berbeda yaitu 0,5; 0,8; 1; 1,25 dan 1,5 mL/menit. Gambar 1. Pengaruh komposisi fasa gerak
2.2.3. Penentuan pH
Sebanyak 5 µl larutan standar kafein diinjeksikan ke Pada Gambar 1. dapat dilihat bahwa pada
dalam injektor. Fasa gerak yang digunakan diatur pada komposisi fasa gerak (metanol:air) 70:30 menghasilkan
berbagai variasi pH 3-8 dengan menggunakan buffer luas area paling besar di bandingkan perbandingan
phosfat pada komposisi dan laju alir optimum yang komposisi yang lain karena pada komposisi tersebut
diperoleh pada penelitian sebelumnya. kafein keluar melalui fasa diam secara maksimal.
2.3. Optimasi Kinerja Analitik Mekanisme tersebut menggunakan kolom ODS
2.3.1. Linearitas Kurva Kalibrasi (oktadesilsilan). Pada penambahan metanol akan
Kurva kalibrasi dibuat dengan memvariasikan menurunkan kepolaran fasa gerak sehingga proses elusi
konsentrasi larutan standar kafein 0,5; 0,8; 1; 2; 5; 8 dan terjadi lebih cepat, oleh karena itu waktu retensi menjadi
10 ppm, kemudian masing-masing diinjeksikan sebanyak singkat (Martina, 2010). ODS merupakan fasa diam yang
5 µl ke dalam kolom pada kondisi optimum. Deteksi paling banyak digunakan karena mampu memisahkan
menggunakan detektor UV pada panjang gelombang 270 senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang
nm (Yamauchi, 2007 menyebutkan bahwa penentuan maupun tinggi (Rohman, 2009).
kafein pada λ=272 nm). Direkam kromatogram dan Rata-rata waktu interaksi molekul pada
dibuat kurva kalibrasi dari luas puncak, lalu dihitung permukaan fasa diam tergantung pada energi interaksi
persamaan regresi dan koefisien korelasi. (Bella, 2010). Fasa gerak atau eluen biasanya terdiri atas
2.3.2. Kebolehulangan campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara
Sebanyak 5 µL larutan standar kafein 0,5 ppm keseluruhan berperan dalam daya elusi. Daya elusi
diinjeksikan kedalam kolom menggunakan fasa gerak ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas
dan kecepatan alir yang optimum, diulang sebanyak 7 fasa diam dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk
kali, kemudian dicatat luas puncaknya. fasa terbalik (fasa diam kurang polar daripada fasa
2.3.3. Limit Deteksi gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya
Limit deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel polaritas pelarut (Rohman, 2009).
yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon 3.1.2. Optimasi Laju Alir Eluen
signal yang signifikan dibandingkan dengan signal Laju alir dari fasa gerak (eluen) yang digunakan
blanko (Panggabean et al., 2010). dalam tahapan kromatografi sangat berperan penting
terhadap kinerja analitik yang dihasilkan.
C. PEMBAHASAN
3.1. Optimasi HPLC
Kondisi kromatografi divariasikan untuk
mendapatkan hasil analisis yang optimum. Kondisi
kromatografi yang divariasikan adalah perbandingan fasa
gerak metanol : air, laju alir eluen, dan pH eluen pada
panjang gelombang 270 nm yang dilakukan secara
bertahap. Penentuan hasil optimasi berdasarkan luas
puncak kromatogram, karena luas puncak merupakan
parameter yang lebih akurat untuk pengukuran kuantitatif
(Ditjen POM, 1995). Gambar 2. Pengaruh laju alir eluen
3.1.1. Optimasi Komposisi Fasa Gerak Metanol : air
Penelitian ini menggunakan kromatografi cairan Pada Gambar 2. dapat dilihat bahwa pada laju
fasa terbalik (reversed phase), yaitu fasa gerak yang alir eluen 0,5 mL/menit menunjukkan hasil yang
digunakan lebih polar bila dibandingkan dengan fasa optimum karena memiliki puncak dengan luas area yang
diam yang bersifat nonpolar. Untuk penentuan kafein paling besar. Waktu retensi yang diperoleh tidak terlalu
lama yaitu berkisar 6 menit. Dari grafik tersebut dapat 3.2.2. Kebolehulangan
dilihat bahwa semakin cepat laju alir maka luas area yang Kebolehulangan ditunjukkan dengan % KV
dihasilkan semakin kecil serta waktu retensi yang (koefisien variansi). Hasil pengukuran ditunjukkan pada
diperoleh semakin cepat. Kecepatan laju alir tersebut Gambar 5. Dari hasil penelitian yang diperoleh, % KV
membuat interaksi fasa gerak dan fasa diam menjadi untuk penentuan kafein 0,5 ppm adalah 1,8665 %.
singkat sehingga analit tidak keluar dari kolom secara Koefisien variansi (KV) tersebut menunjukan ketelitian
optimal dari fasa diam akibat tekanan pompa yang dari suatu metode uji.
mendorong fasa gerak mengalir lebih cepat. Hal ini
mengakibatkan luas area puncak kromatogram lebih
kecil pada laju alir lebih besar.
3.1.3. Optimasi pH Eluen
Optimasi pH eluen ditentukan dengan
menggunakan komposisi fasa gerak dan laju alir
optimum yang diperoleh sebelumnya. Pelarut organik
seperti metanol dicampur dengan larutan buffer dalam air
pada fasa gerak agar hasil yang diperoleh selektif dan
kelarutan cuplikan tidak merusak kolom. Fasa gerak
yang digunakan diatur pada variasi pH 3 - 8. Jika pH < Gambar 5. Kebolehulangan
3, ikatan silika dapat terputus (terhidrolisis), dan jika pH
> 8, silika akan larut, karena silika dapat larut dalam 3.2.3. Batas Deteksi (Limit of Detection)
suasana basa (Panggabean et al., 2009). Dari hasil penelitian, diperoleh batas deteksi
untuk penentuan kafein dengan menggunakan metode
HPLC adalah 33,1332 ppb. Hasil ini sangat baik,
menunjukkan metode HPLC layak digunakan untuk
analisis rutin.
D. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
diambil kesimpulan :
4.1. Metode HPLC dapat digunakan sebagai analisis
Gambar 3. Pengaruh pH eluen rutin penentuan kafein dalam sampel.
4.2. Beberapa optimasi yang dilakukan pada sistem
Pada Gambar 3. dapat dilihat bahwa pH eluen HPLC dapat meningkatkan kinerja analitik
memberikan perbedaan yang signifikan terhadap luas pengukuran, ditunjukkan dari beberapa parameter
area standar kafein. Pada pH 5 menghasilkan luas area penting yang semuanya menunjukkan keefektifan
yang paling optimum di bandingkan lainnya. dan kesensitifan metode yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Barrales, P.O., Weigand, R.P., and Diaz, A..M. 2002. Simultaneuos Determination of Paracetamol and Caffeine by
Flow Injection-Solid Phase Spectrometry Using C18 Silica Gel as a Sensing Support. Analitycal Sciences 18. pp.
1241-1246.
2. Bella, L. 2010. Optimasi Fase Gerak dan Laju Alir pada Penentapan Kadar Campuran Guaifenesin dan
Dekstrometorfan HBr Dalam Sirup Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Medan: Skripsi
Fakultas Farmasi USU.
3. Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia edisi keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal 95-96.
4. Hayun, H.Y dan Citra N.A. 2004. Penetapan Kadar sakarin, Asam Benzoat, Asam Sorbat, Kofeina, dan Aspartam di
dalam beberapa Minuman Ringan Bersoda secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Majalah Ilmu Kefarmasian,
Vol I, No 3 Hal 148-159.
5. Hendayana, S. 2006. Kimia Pemisahan. Bandung: ROSDA.
6. Kogan, L. dan Frederick J.D. 1953. Determination of Caffeine and Trigonelline in Coffee by Paper Chromatography.
New York: Journal the Fleischmann Laboratories of Standard Brands. Inc. Vol. 25, No 7.
7. Martina, A. 2010. Optimasi Fase Gerak dapar Fosfat pH 4,4-Metanol pada Penetapan Kadar Campuran Amoksisilin
dan kalium Klavulanat dalam Tablet secara Simultan dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Medan:
Skripsi Universitas Sumatra Utara.
8. Panggabean, A. S., Amran, M.B., Buchari and Achmad, S. 2009. Speciation of Organotin Compounds with Ion pair-
reversed phase Chromatography technique. Eurasian Journal of Analitycal Chemistry. 4(2). pp 215-225.
9. Panggabean, A. S., Amran, M.B., Buchari and Pasaribu, S.P. 2010. Integrated Gas-Liquid Separator-Reactor for
Determination Sn(II) at Trace Levels in Solution. Yogyakarta: Indo. J. Chem. pp. 51-57.
10. Rohman, A. 2009. Kromatografi untuk Analisis Obat. Yogyakarta: Graha Ilmu.
11. Wulandari, M.G.D., Regina dan Christine P. 2008. Penetapan Kadar Kafein dalam campuran Parasetamol, salisil
amida dan Kafein secara Spektrofotometri derivatif. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
12. Yamauchi, Y, dan Akiko N. 2007. Improved sample Pre-Treatment for Determination of Caffeine in Tea Using
Cadridge Filled with PVPP. Japan: Chem Pharm, Bull. pp. 1393-1396.