Jurnal Kimia Mulawarman, Vol.8, No.2 (2011), Hal. 70-73

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

Pembina:

Prof. Dr. H. Zamruddin Hasid, SE, SU


(Rektor Universitas Mulawarman)
Drs. Sudrajat, SU
(Dekan FMIPA Universitas Mulawarman)

Editor Ahli:
Prof. Dr. Maria Bintang (IPB),
Prof. Dr. Hardjono Sastrohamidjojo (UGM), Dr.Ir. Prastawa Budi (Unhas),
Prof. Dr. Ir. H. Achmad Ariffien Bratawinata, M.Agr. (Unmul),
Prof. Dr. Ir. H. Bandi Supraptono, M.Agr (Unmul),
Prof. Dr. Sipon Muladi (Unmul), Dr. Bohari, M.Si (Unmul),
Dr. Saibun Sitorus, M.Si (Unmul), Dr. Asfie Maidi, M.Sc (Unmul),
Ir. Edi Sukaton, M.Sc (Unmul), Dr. Aman S. Panggabean, M.Si (Unmul),
Dra. Susan Gracia Arfan, Apt., M.Si (BPOM Kaltim)

Editor Pelaksana:
Alimuddin, Rudi Kartika, Rahmat Gunawan, Erwin, Subur P. Pasaribu

Administrasi:
Teguh Wirawan, Daniel, Chairul Saleh, Ritson Purba, Soerja Koesnarpadi

Keuangan:
Winni Astuti, Eva Marliana, Noor Hindryawati

Distributor:
Rita Hairani, Finqo Aprianto

Alamat Redaksi:
Kampus Unmul Gunung Kelua
Jl. Barong Tongkok No. 4
Tel (0541)749152 Fax (0541)749140 Samarinda 75123
e-mail: [email protected]
Rekening: Bank Muamalat an: Kimia FMIPA Unmul
No. rek.: 9052266599
Aman S. Panggabean Optimasi Kinerja
Kimia F-MIPA Unmul

OPTIMASI KINERJA ANALITIK PADA PENENTUAN KAFEIN


DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIRAN KINERJA TINGGI

THE OPTIMATION OF ANALYTICAL PERFORMANCE FOR


DETERMINATION OF CAFFEIN WITH HIGH PERFORMANCE LIQUID
CHROMATOGRAPHY METHOD
Aman Sentosa Panggabean, Subur P. Pasaribu, Nisma Vinanda, Rita Hairani
PS. Kimia F.MIPA Universitas Mulawarman
Jln. Barong Tongkok No. 4 Kampus Gn. Kelua Samarinda
Telp. 0541-749152

Abstract
The research about optimation of analytical performance for determination of caffeine by using
High Performance Liquid Chromatography (HPLC) method has been done. The optimal of
result determination to obtain, the HPLC system has been optimalized for the important
parameters are composition of mobile phase, flow rate and eluen pH. The result of research
shown that the optimum conditions to obtain from the research are composition of mobile phase
methanol: water (70: 30), flow rate 0.5 mL / minute and eluent pH are 5 has been achieved.
Based on the optimalized condition, the analytical performance of this method has been
performed for the determination of caffeine with HPLC method. The result of research shown
reproducibility of this method as coefficient of variation percentage (% CV) was 1.8665 %,
limit of detection was 33.1332 ppb. This result showed this method capable to application for
the routine analysis of caffeine in samples.

Keywords: Caffeine, HPLC, analytical performance

A. PENDAHULUAN baik dengan limit deteksi sampai satuan µg/L (Barrales et


Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan al., 2002).
industri makanan dan minuman di Indonesia, telah terjadi Metode lain untuk penentuan kafein yaitu
peningkatan produksi minuman ringan yang beredar di dengan kromatografi kertas, tetapi metode ini sudah
masyarakat. Pada minuman ringan sering ditambahkan dianggap tidak modern dan tidak efisien sehingga
kafein, pengawet dan pemanis buatan yang kadarnya penggunaan metode ini sudah jarang digunakan untuk
perlu diperhatikan, karena apabila berlebihan dapat analisis rutin (Kogan, 1953). Penentuan kafein secara
membahayakan kesehatan (Hayun, 2004). umum menggunakan metode kromatografi cairan kinerja
Penelitian tentang analisis kafein telah banyak tinggi (High Performance Liquid Chromatography,
dilakukan. Penentuan kadar kafein dalam campuran HPLC) karena dianggap metode tersebut sangat efektif,
parasetamol, salisilamida dan kafein dapat dilakukan cepat dan akurat untuk analisis rutin.
dengan metode spektrofotometri UV (Wulandari dkk, Dalam penelitian ini akan dilakukan penentuan
2010). Hasil penelitian ini menunjukkan terjadinya kadar kafein dalam beberapa minuman kemasan yang
tumpang tindih (overlapping) spektra dari ketiga beredar di pasaran dengan metode HPLC. Untuk
senyawa tersebut. Hal ini disebabkan karena ketiga memperoleh hasil yang akurat akan dipelajari kondisi
senyawa itu dapat larut dalam pelarut yang sama yaitu optimum penentuan kafein yang meliputi analisis
etanol serta memiliki serapan maksimum pada panjang kualitatif (waktu retensi), pengaruh komposisi
gelombang yang berdekatan. Dalam penelitian Yamauchi pelarut/eluen, laju alir eluen, pH eluen dan kinerja
dkk., (2007) kafein dapat dideteksi pada panjang analitik yang meliputi kebolehulangan, linearitas, batas
gelombang 272 nm. Pada penelitian ini kadar kafein deteksi dan pengaruh matriks, yang semuanya
ditentukan dalam teh, melalui teknik ekstraksi pelarut diharapkan dapat diaplikasikan untuk menentukan kafein
menggunakan pelarut timah asetat dan kloroform pada dalam sampel dengan selektifitas dan sensitifitas yang
proses ekstraksinya. Kelemahan metode ini selain pelarut tinggi.
yang digunakan dapat merusak lingkungan juga
membutuhkan proses ekstraksi yang lama dan biaya yang B. METODOLOGI PENELITIAN
mahal. Kafein juga dapat ditentukan menggunakan 2.1. Alat dan Bahan
teknik analisis injeksi alir (Flow injection analysis, FIA), 2.1.1. Alat
menggunakan kolom Si-C18 dengan detektor fotometer- Seperangkat instrument High Performance
UV, menghasilkan suatu kinerja analitik yang sangat Liquid Chromatography (HPLC) Agilen 1100 Series
kolom Shim-Pack VP-ODS (i.d. 4,6 x 250 mm) dan

70 Kimia F-MIPA Unmul


Jurnal Kimia Mulawarman Volume 8 Nomor 2, Mei 2011 ISSN 1693-5616
Kimia F-MIPA Unmul

detektor UV, pompa vakum, pH-meter, labu ukur, pipet digunakan fasa gerak metanol dan air (IEW) karena
volume, beaker glass dan kertas saring whatman No.42. kafein larut dalam metanol dan air. Fasa gerak selain
2.1.2. Bahan berfungsi membawa komponen-komponen campuran
Standar kafein (C8H10N4O2), buffer fosfat, menuju detektor, fasa gerak dapat berinteraksi dengan
metanol dan aquabides. solut-solut (Hendayana, 2006).
2.2. Optimasi Parameter Pengukuran HPLC
2.2.1. Penentuan Fasa Gerak Metanol:Air
Sebanyak 5 µl larutan standar kafein diinjeksikan ke
dalam injektor HPLC. Komposisi fasa gerak yang
digunakan adalah metanol : air dengan perbandingan
100:0, 90:10, 80:20, 70:30, 60:40, dan 50:50.
2.2.2. Penentuan Laju Alir
Pada tahap ini digunakan komposisi fasa gerak yang
optimum. Sebanyak 5 µL larutan standar kafein
diinjeksikan kedalam injektor HPLC, dengan berbagai
laju alir berbeda yaitu 0,5; 0,8; 1; 1,25 dan 1,5 mL/menit. Gambar 1. Pengaruh komposisi fasa gerak
2.2.3. Penentuan pH
Sebanyak 5 µl larutan standar kafein diinjeksikan ke Pada Gambar 1. dapat dilihat bahwa pada
dalam injektor. Fasa gerak yang digunakan diatur pada komposisi fasa gerak (metanol:air) 70:30 menghasilkan
berbagai variasi pH 3-8 dengan menggunakan buffer luas area paling besar di bandingkan perbandingan
phosfat pada komposisi dan laju alir optimum yang komposisi yang lain karena pada komposisi tersebut
diperoleh pada penelitian sebelumnya. kafein keluar melalui fasa diam secara maksimal.
2.3. Optimasi Kinerja Analitik Mekanisme tersebut menggunakan kolom ODS
2.3.1. Linearitas Kurva Kalibrasi (oktadesilsilan). Pada penambahan metanol akan
Kurva kalibrasi dibuat dengan memvariasikan menurunkan kepolaran fasa gerak sehingga proses elusi
konsentrasi larutan standar kafein 0,5; 0,8; 1; 2; 5; 8 dan terjadi lebih cepat, oleh karena itu waktu retensi menjadi
10 ppm, kemudian masing-masing diinjeksikan sebanyak singkat (Martina, 2010). ODS merupakan fasa diam yang
5 µl ke dalam kolom pada kondisi optimum. Deteksi paling banyak digunakan karena mampu memisahkan
menggunakan detektor UV pada panjang gelombang 270 senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang
nm (Yamauchi, 2007 menyebutkan bahwa penentuan maupun tinggi (Rohman, 2009).
kafein pada λ=272 nm). Direkam kromatogram dan Rata-rata waktu interaksi molekul pada
dibuat kurva kalibrasi dari luas puncak, lalu dihitung permukaan fasa diam tergantung pada energi interaksi
persamaan regresi dan koefisien korelasi. (Bella, 2010). Fasa gerak atau eluen biasanya terdiri atas
2.3.2. Kebolehulangan campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara
Sebanyak 5 µL larutan standar kafein 0,5 ppm keseluruhan berperan dalam daya elusi. Daya elusi
diinjeksikan kedalam kolom menggunakan fasa gerak ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas
dan kecepatan alir yang optimum, diulang sebanyak 7 fasa diam dan sifat komponen-komponen sampel. Untuk
kali, kemudian dicatat luas puncaknya. fasa terbalik (fasa diam kurang polar daripada fasa
2.3.3. Limit Deteksi gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya
Limit deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel polaritas pelarut (Rohman, 2009).
yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon 3.1.2. Optimasi Laju Alir Eluen
signal yang signifikan dibandingkan dengan signal Laju alir dari fasa gerak (eluen) yang digunakan
blanko (Panggabean et al., 2010). dalam tahapan kromatografi sangat berperan penting
terhadap kinerja analitik yang dihasilkan.
C. PEMBAHASAN
3.1. Optimasi HPLC
Kondisi kromatografi divariasikan untuk
mendapatkan hasil analisis yang optimum. Kondisi
kromatografi yang divariasikan adalah perbandingan fasa
gerak metanol : air, laju alir eluen, dan pH eluen pada
panjang gelombang 270 nm yang dilakukan secara
bertahap. Penentuan hasil optimasi berdasarkan luas
puncak kromatogram, karena luas puncak merupakan
parameter yang lebih akurat untuk pengukuran kuantitatif
(Ditjen POM, 1995). Gambar 2. Pengaruh laju alir eluen
3.1.1. Optimasi Komposisi Fasa Gerak Metanol : air
Penelitian ini menggunakan kromatografi cairan Pada Gambar 2. dapat dilihat bahwa pada laju
fasa terbalik (reversed phase), yaitu fasa gerak yang alir eluen 0,5 mL/menit menunjukkan hasil yang
digunakan lebih polar bila dibandingkan dengan fasa optimum karena memiliki puncak dengan luas area yang
diam yang bersifat nonpolar. Untuk penentuan kafein paling besar. Waktu retensi yang diperoleh tidak terlalu

71 Kimia F-MIPA Unmul


Aman S. Panggabean Optimasi Kinerja
Kimia F-MIPA Unmul

lama yaitu berkisar 6 menit. Dari grafik tersebut dapat 3.2.2. Kebolehulangan
dilihat bahwa semakin cepat laju alir maka luas area yang Kebolehulangan ditunjukkan dengan % KV
dihasilkan semakin kecil serta waktu retensi yang (koefisien variansi). Hasil pengukuran ditunjukkan pada
diperoleh semakin cepat. Kecepatan laju alir tersebut Gambar 5. Dari hasil penelitian yang diperoleh, % KV
membuat interaksi fasa gerak dan fasa diam menjadi untuk penentuan kafein 0,5 ppm adalah 1,8665 %.
singkat sehingga analit tidak keluar dari kolom secara Koefisien variansi (KV) tersebut menunjukan ketelitian
optimal dari fasa diam akibat tekanan pompa yang dari suatu metode uji.
mendorong fasa gerak mengalir lebih cepat. Hal ini
mengakibatkan luas area puncak kromatogram lebih
kecil pada laju alir lebih besar.
3.1.3. Optimasi pH Eluen
Optimasi pH eluen ditentukan dengan
menggunakan komposisi fasa gerak dan laju alir
optimum yang diperoleh sebelumnya. Pelarut organik
seperti metanol dicampur dengan larutan buffer dalam air
pada fasa gerak agar hasil yang diperoleh selektif dan
kelarutan cuplikan tidak merusak kolom. Fasa gerak
yang digunakan diatur pada variasi pH 3 - 8. Jika pH < Gambar 5. Kebolehulangan
3, ikatan silika dapat terputus (terhidrolisis), dan jika pH
> 8, silika akan larut, karena silika dapat larut dalam 3.2.3. Batas Deteksi (Limit of Detection)
suasana basa (Panggabean et al., 2009). Dari hasil penelitian, diperoleh batas deteksi
untuk penentuan kafein dengan menggunakan metode
HPLC adalah 33,1332 ppb. Hasil ini sangat baik,
menunjukkan metode HPLC layak digunakan untuk
analisis rutin.

D. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
diambil kesimpulan :
4.1. Metode HPLC dapat digunakan sebagai analisis
Gambar 3. Pengaruh pH eluen rutin penentuan kafein dalam sampel.
4.2. Beberapa optimasi yang dilakukan pada sistem
Pada Gambar 3. dapat dilihat bahwa pH eluen HPLC dapat meningkatkan kinerja analitik
memberikan perbedaan yang signifikan terhadap luas pengukuran, ditunjukkan dari beberapa parameter
area standar kafein. Pada pH 5 menghasilkan luas area penting yang semuanya menunjukkan keefektifan
yang paling optimum di bandingkan lainnya. dan kesensitifan metode yang digunakan.

3.2. Kinerja Analitik


3.2.1. Penentuan Kurva Kalibrasi
Kurva kalibrasi ditentukan berdasarkan luas area
puncak pada konsentrasi standar kafein, kemudian
masing-masing disuntikkan sebanyak 5 µl, diperoleh
hubungan linearitas dengan koefisien korelasi (r) =
0,9999 dan persamaan garis regrasi Y = 27,001x -
0,2518.

Gambar 4. Kurva Kalibrasi

72 Kimia F-MIPA Unmul


Jurnal Kimia Mulawarman Volume 8 Nomor 2, Mei 2011 ISSN 1693-5616
Kimia F-MIPA Unmul

DAFTAR PUSTAKA

1. Barrales, P.O., Weigand, R.P., and Diaz, A..M. 2002. Simultaneuos Determination of Paracetamol and Caffeine by
Flow Injection-Solid Phase Spectrometry Using C18 Silica Gel as a Sensing Support. Analitycal Sciences 18. pp.
1241-1246.
2. Bella, L. 2010. Optimasi Fase Gerak dan Laju Alir pada Penentapan Kadar Campuran Guaifenesin dan
Dekstrometorfan HBr Dalam Sirup Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Medan: Skripsi
Fakultas Farmasi USU.
3. Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia edisi keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal 95-96.
4. Hayun, H.Y dan Citra N.A. 2004. Penetapan Kadar sakarin, Asam Benzoat, Asam Sorbat, Kofeina, dan Aspartam di
dalam beberapa Minuman Ringan Bersoda secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Majalah Ilmu Kefarmasian,
Vol I, No 3 Hal 148-159.
5. Hendayana, S. 2006. Kimia Pemisahan. Bandung: ROSDA.
6. Kogan, L. dan Frederick J.D. 1953. Determination of Caffeine and Trigonelline in Coffee by Paper Chromatography.
New York: Journal the Fleischmann Laboratories of Standard Brands. Inc. Vol. 25, No 7.
7. Martina, A. 2010. Optimasi Fase Gerak dapar Fosfat pH 4,4-Metanol pada Penetapan Kadar Campuran Amoksisilin
dan kalium Klavulanat dalam Tablet secara Simultan dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Medan:
Skripsi Universitas Sumatra Utara.
8. Panggabean, A. S., Amran, M.B., Buchari and Achmad, S. 2009. Speciation of Organotin Compounds with Ion pair-
reversed phase Chromatography technique. Eurasian Journal of Analitycal Chemistry. 4(2). pp 215-225.
9. Panggabean, A. S., Amran, M.B., Buchari and Pasaribu, S.P. 2010. Integrated Gas-Liquid Separator-Reactor for
Determination Sn(II) at Trace Levels in Solution. Yogyakarta: Indo. J. Chem. pp. 51-57.
10. Rohman, A. 2009. Kromatografi untuk Analisis Obat. Yogyakarta: Graha Ilmu.
11. Wulandari, M.G.D., Regina dan Christine P. 2008. Penetapan Kadar Kafein dalam campuran Parasetamol, salisil
amida dan Kafein secara Spektrofotometri derivatif. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
12. Yamauchi, Y, dan Akiko N. 2007. Improved sample Pre-Treatment for Determination of Caffeine in Tea Using
Cadridge Filled with PVPP. Japan: Chem Pharm, Bull. pp. 1393-1396.

73 Kimia F-MIPA Unmul

You might also like