35-Article Text-227-1-10-20220122 - 2
35-Article Text-227-1-10-20220122 - 2
35-Article Text-227-1-10-20220122 - 2
Abstract
Fiscal policy should indeed be applied in the world economy. In the pre-Islamic period, fiscal
policy had also been implemented based on the system prevailing at that time. In this study, the
researcher wants to explain the problems related to the modern (pre-Islamic) fiscal policy
system and the fiscal policy system during the Islamic period. In modern fiscal policy theory,
ethics in theory or system reviews are not included in its application. If the preference for good
ethical values is applied, it can be used as an effort to prevent various moral crises that attack
various government economies which afterward can reduce various kinds of modern economic
fiscal results significantly in engineering an economy. The method used in this research is the
method of literature review and the data contained in various supporting literature for research
and then included in this study. The results of the study explain that modern fiscal policy in
general during the Roman, Ancient Egypt, and Yunan empires was under the control of the
rulers at that time. The fiscal policy that existed during the Islamic period became a necessity
for the state in order to uphold what were the rights of the people, so that it not only served as a
need for economic improvement or an increase in the welfare of its people, but fiscal policy was
also applied for the implementation of a fair economic distribution mechanism. For Islamic
countries, permanent sources of income are ghanimah, fa'i, jizyah, kharaj, and khumus. Zakat is
also an independent social assistance tool which is a moral obligation for the rich to help the
poor and especially those whose economic conditions tend to be neglected.
Abstrak
Kebijakan fiskal memang sudah sepatutnya diterapkan dalam dunia perekonomian. Pada masa
pra Islam, kebijakan fiskal juga sudah diterapkan berdasarkan sistem yang berlaku saat itu.
Pada penelitian kali ini, peneliti ingin memaparkan terkait problematika mengenai sistem
kebijakan fiskal modern (pra Islam) dan sistem kebijakan fiskal pada masa Islam. Dalam teori
kebijakan fiskal modern, etika dalam tinjauan teori ataupun sistemnya tidak dimasukkan dalam
penerapannya. Jika prefensi nilai-nilai etika baik tersebut diterapkan, sangat bisa dijadikan
sebagai usaha dalam pencegahan berbagai krisis moral yang menyerang berbagai ekonomi
pemerintahan yang setelahnya bisa mengurangi berbagai macam hasil fiskal ekonomi modern
26
KASBANA : Jurnal Hukum Ekonomi Syariah p-ISSN: 2774-3187
Volume 2, No.1. Januari 2022, Hlm. 26-37 e-ISSN: 2774-3179
DOI : https://doi.org/10.53948/kasbana.v2i1.35
secara signifikan dalam merekayasa sebuah perekonomian. Metode yang digunakan didalam
penelitian ini ialah metode kajian literatur pustaka dan data-data yang terdapat dalam
berbagai literatur pendukung penelitian lalu dicantumkan pula dalam penelitian ini. Hasil
penelitian menjelaskan bahwasanya kebijakan fiskal modern secara umum pada masa
kekaisaran Romawi, Mesir Kuno, dan Yunani berada pada kontrol penguasa pada zaman itu.
Adapun kebijakan fiskal yang terdapat pada masa Islam menjadi suatu keharusan negara demi
menjunjung tinggi apa yang menjadi hak rakyat, sehingga tidak hanya berperan sebagai suatu
kebutuhan perbaikan perekonomian atau peningkatan kesejahteraan masyarakatnya, namun
kebijakan fiskal juga diterapkan demi terselenggaranya mekanisme pendistribusian ekonomi
yang adil.
Kata Kunci: Kebijakan fiskal, Kebijakan fiskal modern, Perekonomian
PENDAHULUAN
Umat Islam saat ini memasuki abad ke-21, mulai dihadapkan pada berbagai harapan historis,
dan juga tantangan besar yang cukup berkesinambungan terkait sistem ekonomi. Umat Islam
diberbagai belahan manapun juga merasakan masa yang menentukan setelah
dikumandangkannya sistem ekonomi global saat ini. Tidak saja karena masih dipengaruhinya
kondisi ekonomi dan politik oleh berbagai negara maju, namun karena suatu nasib apakah umat
Islam dapat memberi pengaruh pada sistem ekonomi dunia dengan adanya kekuatan baru atau
tidak. Ataupun sebaliknya, bahwa selama ini sebagian besar umat Islam yang ada pada baris
kemakmuran, malah semakin terpuruk sebagai halnya konsumen produksi di berbagai negara
maju.
Meskipun terdapat banyak tantangan yang tersuguh didepan mata, tetapi tidak dapat dipungkiri
bahwasanya wacana terkait ekonomi Islam menjadi ibarat bola yang bergerak menggelinding,
walay kerap kali dibendung oleh kapitalisme Barat yang memiliki sistem dominan. Kelemahan
dan juga bayang-bayang kebobrokan sistem kapitalisme Barat ditunjukkan perlahan seiring
berjalannya waktu. Sistem tersebut memiliki prinsip yang mendasar untuk meraih untung
sebanyak mungkin dengan keterbatasan sumber daya. Upaya ini diproteksi oleh bermacam-
macam nilai kebebasan dalam rangka pemenuhan kebutuhan. Manusia mempunyai hak bebas
untuk mempunyai harta benda. Adanya prinsip itu memberikan akibat kesenjangan sosial yang
tidak langsung menimbulkan sebuah perlawanan dan pertentangan yang bisa dikatakan cukup
tajam diantara orang kaya dan orang miskin. Sistem kapitalisme selain itu pun telah mejadikan
manusia berkehidupan yang serba materialistis, yang mana telag membuat ruang interaksi antar
manusia dengan sekitarnya menjadi sempit. Hal itu pula yang berakibat pada hilangnya berbagai
unsur kemanusiaan dan pada akhirnya terasingkan oleh diri sendiri.1
1
Taqiyuddin An-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam (Surabaya: Risalah
Gusti, 1996), p. 1.
27
KASBANA : Jurnal Hukum Ekonomi Syariah p-ISSN: 2774-3187
Volume 2, No.1. Januari 2022, Hlm. 26-37 e-ISSN: 2774-3179
DOI : https://doi.org/10.53948/kasbana.v2i1.35
Sifat dasar sekaligus kebutuhan manusia sangat sesuai dengan prinsip ekonomi Islam yang
menjunjung tinggi kebebasan milik manusia atas berbagai nilai tauhid, hak mempunyai harta
berdasarkan kemaslahatan, dilarangnya menumpuk harta, dan juga penyaluran kekayaan. 2 Islam
telah mengatur mekanisme terkait dengan memenuhi kebutuhan manusia dalam suatu negara.
Negara Islam memiliki peran yang signifikan dalam penjaminan kebutuhan dan kesejahteraan
rakyatnya. Setiap negara, akan melakukan suatu kebijakan untuk memenuhi dan menjamin
kesejahteraan masyarakatnya. Kebijakan yang dilakukan suatu negara itulah yang disebut
kebijakan fiskal.
Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan mengenai kebijakan fiskal pada masa modern (pra
Islam), dan kebijakan fiskal pada masa Islam. Selain itu juga akan dipaparkan mengenai fungsi
kebijakan fiskal sebagai alokasi, distribusi serta stabilisasi perekonomian.
PEMBAHASAN
Kebijakan fiskal adalah berbagai macam tindak yang dilakukan pemerintah untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat yang dirangkum melalui bentuk kebijakan atas
penerimaan dan pengeluaran dari pemerintah, sumber daya yang dimobilisasi, serta
menentukan harga jasa atau barang perusahaan.3 Menurut Nordhaus dan Samuelson,
kebijakan fiskal merupakan tahap pembentukan mengenai pajak serta pengeluaran
rakyat dalam usaha menekan terkait fluktasi siklus bisnis, serta memiliki peran untuk
menjaga laju pertumbuhan perekonomian, pemakaian jasa tenaga kerja yang relatif
tinggi, serta terbebas dari tingginya laju inflasi yang cenderung berubah-ubah.4
Dapat diambil kesimpulan bahwasanya kebijakan fiskal adalah kebijakan yang
diterapkan pemerintah dalam rangka penerimaan serta pengeluaran negara demi
tercapainya tujuan-tujuan. Kesimpulan tersebut diambil supaya dalam pengertian
kebijakan fiskal terkandung gambaran mengenai berbagai sistem ekonomi.
Tidak terdapat alasan jika kebijakan fiskal pada zaman modern (pra Islam) tersebut
tidak membuahkan hasil apapun sedari tahun 30-an. Klaim mengenai efisiensi pasar
yang dipantau berdasarkan kemakmuran material yang tidak akan dapat dilaksanakan
2
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar (Yogyakarta: Ekonosia, 2004), p. 124.
3
M. Suparmoko, Keuangan Negara Dalam Teori Dan Praktik (Yogyakarta: BPFE, 1997), p. 257.
4
Samuelson and William D. Nordhaus, Makroekonomi: Edisi Keempatbelas (Jakarta: Penerbit Erlangga,
1997), p. 346.
28
KASBANA : Jurnal Hukum Ekonomi Syariah p-ISSN: 2774-3187
Volume 2, No.1. Januari 2022, Hlm. 26-37 e-ISSN: 2774-3179
DOI : https://doi.org/10.53948/kasbana.v2i1.35
5
Samuelson and Nordhaus.
6
Lilik Rahmawati, „Sistem Kebijakan Fiskal Modern Dan Islam‟, Jurnal Oeconomicus Journal Of
Economics, Vol 1.No 1, p. 24.
29
KASBANA : Jurnal Hukum Ekonomi Syariah p-ISSN: 2774-3187
Volume 2, No.1. Januari 2022, Hlm. 26-37 e-ISSN: 2774-3179
DOI : https://doi.org/10.53948/kasbana.v2i1.35
7
Rahmawati, p. 26.
8
Rahmawati, p. 27.
30
KASBANA : Jurnal Hukum Ekonomi Syariah p-ISSN: 2774-3187
Volume 2, No.1. Januari 2022, Hlm. 26-37 e-ISSN: 2774-3179
DOI : https://doi.org/10.53948/kasbana.v2i1.35
9
Sabahuddin Azmi, Menimbang Ekonomi Islam: Keuangan Publik, Konsep Perpajakan Dan Peran
Baitul Mal (Bandung: Nuansa, 2005), p. 60.
31
KASBANA : Jurnal Hukum Ekonomi Syariah p-ISSN: 2774-3187
Volume 2, No.1. Januari 2022, Hlm. 26-37 e-ISSN: 2774-3179
DOI : https://doi.org/10.53948/kasbana.v2i1.35
masalah keuangan serta mengulas berbagai kebijakan yang harus dilaksanakan demi
kesejahteraan masyarakat. Kemudian terdapat karya lainnya yang bernama “Al-Amwal”
karya Abu „Ubaid yang mengulas mengenai problematika keuangan serta sistem
pengelolaan keuangan negara berdasarkan konteks fiqh dan historis.10
10
Azmi.
11
Sairi Erfanie, Kebijakan Anggaran Pemerintah (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), p. 90.
32
KASBANA : Jurnal Hukum Ekonomi Syariah p-ISSN: 2774-3187
Volume 2, No.1. Januari 2022, Hlm. 26-37 e-ISSN: 2774-3179
DOI : https://doi.org/10.53948/kasbana.v2i1.35
Dalam suatu negara Islam, concernnya harus lebih terfokus pada distribusi merata
dalam ekonomi. Maka dengan adanya pemerataan distribusi ekonomi terjaminlah
keadalah dikalangan masyarakat, dan jurang pembatas antara kaum kaya dan miskin
sirna. Berbekal prinsip keadilan itu, maka segala kebutuhan primer akan terjamin secara
menyeluruh pada tiap-tiap individu masyarakat, disamping setiap individu akan bisa
memenuhi keperluan sekunder dan keperluan lainnya.
Sasaran utama dalam kebijakan fiskal ini sesungguhnya ialah perkara kebutuhan
primer dibanding dengan anggaran lainnya. Maka dari itu, setiap negara Islam dilarang
melupakan anggarannya yang terdapat di Baitul Mal, karena anggaran tersebut
merupakan kewajiban yang wajib dilakukan dan menjadi hak setiap orang yang tidak
bisa memenuhi kebutuhan primernya sendiri, serta menjadi hak semua masyarakat
untuk memperoleh jaminan berupa pendidikan, keamanan serta pelayanan kesehatan
dengan cara yang gratis. Jika Baitul Mal berada pada posisi tidak sanggup kembali
untuk membayar anggaran tersebut padahal perkara tersebut merupakan kewajiban
setiap negara, maka kewajiban itu menjadi tanggungan dan dialihkan kepada kaum
Muslimin. Dalam artian, terdapat wewenang negara untuk mengambil pajak bagi tiap
muslim yang mempunyai harta lebih.12
Dengan adanya satu langkah kebijakan fiskal terkait menjamin kebutuhan primer,
maka secara tidak langsung negara sudah membangun infrastruktur ekonomi dan
berkaitan dengan hal itu maka suatu karakteristik dalam struktur perekonomian akan
terbentuk, sehingga satu pintu distribusi ekonomi yang bersifat adil telah dibuka oleh
negara. Hal tersebut dapat terealisasi dikarenakan negara memberi santutan dari segi
ekonomi kepada masyarakat yang kurang mampu dan menjamin dalam memenuhi
segala kebutuhan pokoknya, kemudian setiap masyarakat akan memperoleh kesamaan
hak akan keamanan harta yang dimilikinya, usahanya, jiwanya serta keluarganya. Hak
terhadap pendidikan yang sama rata juga terjamin sehingga setiap orang mendapatkan
haknya untuk menuntut ilmu dan mempunyai kesempatan untuk mengasah segala
kemampuan dalam dirinya.
Dalam negara Islam, pengeluaran yang ada harus diusahakan mendukung segi
perekonomian orang-orang muslim. Pada intinya, pengeluaran dari pemerintah akan
12
Abdurrahman Al-Maliki, Politik Ekonomi Islam (BBangil: Al-Izzah, 2001), p. 56.
33
KASBANA : Jurnal Hukum Ekonomi Syariah p-ISSN: 2774-3187
Volume 2, No.1. Januari 2022, Hlm. 26-37 e-ISSN: 2774-3179
DOI : https://doi.org/10.53948/kasbana.v2i1.35
Artinya: “Dan mereka bertanya padanya, sesungguhnya apa yang telah mereka
nafkahkan. Kataknlah yang lebih daripada sekedar kebutuhan. Demikianlah Allah Swt.
menjelaskan ayat-ayatNya kepadamu agar kamu berfikir.”
Ada pula beberapa hadits Nabi yang menguatkan ayat yang telah diulas diatas. Salah
satunya ialah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah
bersabda, “sebaik-baiknya sedekah ialah sesuatu yang dikasih dari orang yang sedang
tidak memerlukan lalu mulailah dari orang yang jadi tanggung jawabmu.”. Dalam
hadits lain juga diungkapkan, dari hadits yang diriwayatkan dari Abu Al-Ahwash
bahwasanya Rasulullah menyatakan “apabila kamu sudah di anugerahi banyak harta
oleh Allag, maka sepatutnya berbagai tanda nikmat dan kemudian yang diberikan Allah
padamu bisa ditambahkan.”15
Penggalan ayat yang telah peneliti paparkan diatas menjadi dasar akan kewajiban
serta kewenangan negara untuk berperilaku bijak dan adil perihal pendistribusian harta.
Berkaitan dengan kebijakan pengeluaran milik pemerintah, maka sudah menjadi
landasan pokok terkait efesiensi dan efektivitas pengendalian dan anggaran, dimana
dalam ajaran Islam dituntun dengan berbagai kaidah syari‟ah dan skala prioritas yang
akan ditentukan. Para ulama zaman dahulu telah memberi kaidah-kaidah yang bersifat
umum berdasarkan garis ketentuan Al-Qur‟an dan Sunnah dalam menuntun kebijakan
belanja pemerintah. Kaidah-kaidah tersebut antara lain:
13
Al-Qur’an Terjemahan (Surabaya: CV. Duta Ilmu, 2008), p. 521.
14
Al-Qur’an Terjemahan, p. 34.
15
Rahmawati, p. 43.
34
KASBANA : Jurnal Hukum Ekonomi Syariah p-ISSN: 2774-3187
Volume 2, No.1. Januari 2022, Hlm. 26-37 e-ISSN: 2774-3179
DOI : https://doi.org/10.53948/kasbana.v2i1.35
16
Umer Chapra, The Future Of Economics: An Islamic Perspective (Jakarta: As-Syamil & Gravika,
2001), p. 288.
35
KASBANA : Jurnal Hukum Ekonomi Syariah p-ISSN: 2774-3187
Volume 2, No.1. Januari 2022, Hlm. 26-37 e-ISSN: 2774-3179
DOI : https://doi.org/10.53948/kasbana.v2i1.35
KESIMPULAN
Kebijakan fiskal secara umum meliputi berbagai sumber pendapatan serta
pengeluaran pembelanjaan di masa Romawi, Yunani, dan Mesir kuno yang pada saat itu
berada didalam genggaman penguasa. Secara umum, pajak memiliki sifat menindas,
serta pembelanjaannya terkesan mewah dan tidak produktif. Dengan cara yang
sewenang-wenang pajak dibebankan dan prinsip yang sistematis dan harus diikuti tidak
ada, sehingga pungutan dan pajak menjadi sesuatu yang sangat berat.
Kebijakan fiskal menjadi suatu hak rakyat dan termasuk suatu kewajiban negara
dalam perspektif Islam, sehingga semata-mata kebijakan fiskal bukan hanya digunakan
untuk memenuhi kebutuhan dalam memperbaiki perekonomian ataupun untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun lebih mengarah kepada terciptanya
mekanisme pendistribusian ekonomi yang adil. Pembelanjaan pemerintah yang berada
pada garis ketentuan syari‟at Islam berpegang pada terpenuhinya segala kebutuhan
primer tiap individu maupun kebutuhan sekunder dan kebutuhan pelengkapnya. Dengan
terdapatnya jaminan kebutuhan primer, maka negara sudah membangun infrastruktur
ekonomi dan juga distribus ekonomi yang adil.
17
Rahmawati, p. 45.
36
KASBANA : Jurnal Hukum Ekonomi Syariah p-ISSN: 2774-3187
Volume 2, No.1. Januari 2022, Hlm. 26-37 e-ISSN: 2774-3179
DOI : https://doi.org/10.53948/kasbana.v2i1.35
Daftar Rujukan
37