2559-Article Text-5765-1-10-20230406

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

Journal on Education

Volume 05, No. 04, Mei-Agustus 2023, pp. 14859-14869


E-ISSN: 2654-5497, P-ISSN: 2655-1365
Website: http://jonedu.org/index.php/joe

Tradisi “Sedekah Bumi” dalam Prespektif Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup

Yusuf Eko Nahuddin1, Khotbatul Laila2, Achmad Reza Wahyudi3


1,2,3
Universitas Merdeka Malang, Jl. Terusan Raya Dieng No. 62-64 Malang
[email protected]

Abstract
This study aims to determine the meaning of the almsgiving earth tradition in people's lives and the correlation
of the meanings of the almsround earth tradition in the perspective of the value of environmental protection and
management. This research method uses normative legal research with a statutory and conceptual approach. As
for the results of the research that the almsgiving earth tradition in people's lives in principle has values
including the values of hablum minallah, hablum minannas and hablumminal alam, while the meaning of the
alms earth tradition has a correlation with the values or principles of environmental protection and management,
namely with some values or principles include; the value of sustainability and sustainability, the value of
harmony and balance, the value of integration, the value of utilization, the value of prudence, the value of
justice, the value of participatory and the value of local wisdom, from this correlation it is hoped that the values
of almsgiving can encourage the birth of habits from human awareness as khalifatul fil ardhi to position the
environment as a subject that has fundamental rights (human rights as nature/environment) as well as human
positions to be protected so that in the end between the environment and humans protect and love one another.
Keywords: Tradition, Alms of the Earth, PPLH Perspective

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna tradisi sedekah bumi dalam kehidupan masyarakat serta
korelasi makna tradisi sedekah bumi dalam prespektif nilai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-
undangan dan pendekatan konseptual. Adapun hasil penelitian bahwa tradisi sedekah bumi dalam kehidupan
masyarakat pada prinsipnya memiliki nilai diantaranya nilai hablum minallah, hablum minannas dan
hablumminal alam, adapun makna tradisi sedekah bumi memiliki korelasi dengan nilai-nilai atau prinsip-prinsip
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yaitu dengan beberapa nilai atau prinsip diantaranya; nilai
kelestarian dan keberlanjutan, nilai keserasian dan keseimbangan, nilai keterpaduan, nilai pemanfaatan, nilai
kehati-hatian, nilai keadilan, nilai partisipatif dan nilai kearifan lokal, dari korelasi tersebut maka diharapkan
nilai-nilai sedekah bumi dapat mendorong lahirnya kebiasaan (habit) yang bersumber dari kesadaran manusia
sebagai khalifatul fil ardhi untuk memposisikan lingkungan hidup sebagai subjek yang memiliki hak-hak
mendasar (hak asasi sebagai alam/lingkungan hidup) seperti halnya kedudukan manusia untuk di lindungi
sehinga pada akhirnya antara lingkungan hidup dengan manusia saling melindungi dan mengasihi satu sama
lain.
Kata Kunci: Tradisi, Sedekah Bumi, Prespektif PPLH

Copyright (c) 2023 Yusuf Eko Nahuddin, Khotbatul Laila, Achmad Reza Wahyudi
Corresponding author: Yusuf Eko Nahuddin
Email Address: [email protected] (Jl. Terusan Raya Dieng No. 62-64 Malang)
Received 23 March 2023, Accepted 30 March 2023, Published 6 April 2023

PENDAHULUAN
Berlakunya Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang selanjunya dalam kajian ini disebut Undang-undang PPLH, tentunya telah
membuka paradigma baru dalam pengelolaan lingkungan hidup, sehingga secara singkatnya
pengelolaan lingkungan hidup harus lebih mengutamakan perlindunganya. Hal ini di dasarkan atas
kesadaran bahwa, lingkungan hidup yang bersih adalah titipan anak cucu kita yang harus senantiasa
dijaga dengan cara dikelola secara bijaksana sesuai dengan kebutuhan, serta dengan tetap menjaga
14860 Journal on Education, Volume 05, No. 04, Mei-Agustus 2023, hal. 14859-14869

keberlangsunganya sesuai dengan asas kelestarian dan keberlanjutan serta memastikan terciptanya
pembangunan yang keberlanjutan dalam pengelolaan lingkungan hidup (Wahanisa, R., & Adiyatma,
S. E., 2021).
Dengan misi yang mulia tersebut tentunya perlu kiranya, agar misi tersebut betul-betul dapat
sampai kepada generasi yang akan datang, maka genarasi saat inilah yang memiliki tanggung jawab
untuk menjaga lingkungan hidup. Untuk itu maka penguatan nilai-nilai dalam pengelolaan dan
perlindungan lingkungan hidup haruslah senantiasa di gali dan di syiarkan kepada masyarakat, agar
mudah di lakukan dan efektif dapat dijalankan serta dilestarikan, karena sudah menjadi kebiasaan
masyarakat yang sudah terbiasa dan secara sadar untuk dilakukan sebagai suatu kearifan lokal.
Melihat dari kenyataan yang ada bahwa pada setiap kelompok masyarakat Indonesia memiliki
tradisi-tradisi yang terus lestari dan dilakukan seperti halnya tradisi sedakah bumi, tentunya menjadi
hal yang menarik untuk kemudian di digali dan disyiarkan nilai-nilainya, sehingga dapat memberikan
solusi kongkrit dalam penguatan kesadaran pentingnya perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup. Dari prespektif yang demikian tersebut maka penulis tertarik melakukan kajian dengan pokok
persoalan mengenai, apa makna tradisi sedekah bumi dalam kehidupan masyarakat serta bagaimana
korelasi makna tradisi sedekah bumi dalam prespektif nilai perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup. kajian ini dilakukan sebagai bahan pengetahuan dalam upaya untuk menjembatani pemerintah
agar mudah dalam menyadarkan masyarakat, untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang tentunya sesuai dengan kearifan lokal dalam setiap komunitas masyarakat,
yang tidak lepas dari hubunganya dengan lingkungan masing-masing sesuai tradisi dan kebiasaan
masing-masing.
Oleh sebab itu maka penulis menilai penting kajian ini, mengigat masih minimnya kajian
terkait perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam usaha mengali serta mengelaborasi
nilai-nilai tradisi masyarakat seperti halnya kajian yang berjudul “Kearifan lokal dan upaya
pelestarian lingkungan alam” Niman, E. M. (2019). Kearifan lokal dan upaya pelestarian lingkungan
alam. Jurnal pendidikan dan kebudayaan Missio, 11(1), 91-106. dan juga kajian yang berjudul “Peran
Masyarakat Tengger dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Berbasis Kearifan
Lokal” Mulyono, C. G. P. (2018). Peran Masyarakat Tengger dalam Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Berbasis Kearifan Lokal (Doctoral dissertation, UAJY). serta kajian yang berjudul
“Kearifan lokal dalam menjaga lingkungan hidup (Studi kasus masyarakat di Desa Colo Kecamatan
Dawe Kabupaten Kudus)” Wibowo, H. A., Wasino, W., & Setyowati, D. L. (2012). Kearifan lokal
dalam menjaga lingkungan hidup (Studi kasus masyarakat di Desa Colo Kecamatan Dawe
Kabupaten Kudus). Journal of Educational Social Studies, 1(1)., kajian yang berjudul “Implementasi
tradisi “sedekah bumi”: Studi fenomenologis di Kelurahan Banjarejo, Kecamatan Bojonegoro,
Kabupaten Bojonegoro ” Veralidiana, I. (2010). Implementasi tradisi “sedekah bumi”: Studi
fenomenologis di Kelurahan Banjarejo, Kecamatan Bojonegoro, Kabupaten Bojonegoro (Doctoral
dissertation, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim), yang kesemuanya penulis nilai belum
Tradisi “Sedekah Bumi” dalam Prespektif Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Yusuf Eko Nahuddin,
Khotbatul Laila, Achmad Reza Wahyudi 14861

sampai pada kajian yang mengelaborasi nilai tradisi lokal masyarakat seperti halnya tradisi sedekah
bumi dilihat dari prespektif nilai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Dengan kajian tersebut yang oleh penulis dititikberatkan pada kajian mengenai makna tradisi
sedekah bumi dalam kehidupan masyarakat, serta korelasinya makna tradisi sedekah bumi tersebut
dalam prespektif nilai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Tentunya diharapan dapat
memasifkan kesadaran dan tindakan nyata masyarakat secara kongkrit, dalam melakukan upaya
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup agar terjamin kelestarianya, terutama bagi kesadaran
generasi saat ini yang memiliki tanggung jawab serta amanah untuk menjaga keberlangsungan
lingkungan hidup yang di titipkan oleh generasi yang akan datang guna dipastikan bahwa lingkungan
hidup terjaga kelestariannya serta keberlanjutannya (sustainability).

METODE
Penelitian ini menggunakan studi literatur dengan pendekatan normatif hukum untuk
mengolah bahan pustaka selaku bahan sekunder (Zed, 2004). Bahan sekunder yang diperoleh disusun
secara sistematis dengan teknik pencatatan dan interpretasi dari bahan yang ada. Penelitian ini
memfokuskan diri pada aturan, doktrin serta prinsip-prinsip hukum yang selaras dengan permasalahan
yang dikaji sehingga menghasilkan argumen yang solid. Teknik pencatatan dalam penelitian dengan
mengumpulkan bahan hukum yang relevan dengan masalah yang diangkat dan dibaca kemudian
dikelompokkan sebelum diinterpretasi. Bahan tersebut dianalisis dengan metode kualitatif, untuk
membangun argumentasi dan interpretasi atas ukuran kesesuaian analisis dengan pembahasan yang
ditentukan yakni makna tradisi “sedekah bumi” dalam kehidupan masyarakat serta korelasi makna
tradisi “sedekah bumi” dalam prespektif nilai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

HASIL DAN DISKUSI


Makna Tradisi “Sedekah Bumi” dalam Kehidupan Masyarakat
Tradisi sedekah bumi (nyelameti bumi) atau nyadran maupun sebutan lainya oleh masyarakat
sesuai dengan kebiasaan kelompok masyarakat, memang sudah menjadi rutinitas (tradisi) sebagain
masyarakat Indonesia di berbagai penjuru wilayah Negara Kesatuan Republik Indoneisa ini, yang di
lakukan pada waktu-waktu tertuntu. Misalnya, pada awal tahun baru islam di bulan muharram atau
bertepatan dengan awal tahun penangalan jawa yakni di bulan soro, serta juga momentun pasca panen
raya dan seterusnya yang tentunya sudah menjadi rutinitas atau kebiasaan masyarakat setempat yang
disesuaikan waktunya sesuai dengan kepercayaanya dan kebiasaanya masing-masing.
Perihal mengenai kemasan acara serta durasi waktunya sedekah bumi bermacam-macam cara
atau kegiatan dengan durasi waktu kurang lebih 3 (tiga) hari diantaranya; hari pertama bersih desa,
hari kedua atau esok harinya baca al-qur’an (Khotmil qur’an), malamnya pengajian di balai desa, hari
ketiga atau esok harinya lagi warga membawa nasi tumpeng di setiap punden sesepuh desa disertai
dengan kirim doa atau tahlilan, terus dilanjutkan dengan kirap budaya, malam harinya lagi ada
14862 Journal on Education, Volume 05, No. 04, Mei-Agustus 2023, hal. 14859-14869

pertunjukan kesenian wayang kulit sehingga sedekah bumi secara konseptual acaranya tidaklah sama
diberbagai kelompok masyarakat disuatu daerah, karena penyelengaraanya disesuaikan dengan tradisi
masing-masing kelompok masyarakat di suatu tempat atau daerah.
Menurut (Sholikhah, A., 2021) tradisi sedekah bumi di dasarkan atau berlatar belakang dari
tradisi yang sudah berlangsung secara turun-temurun dari nenek moyang terdahulu (sesepuh desa)
atau tempat dimana ditinggali atau ditempati sebagai salah satu agenda ritual di setiap tahunnya,
sehingga hal ini jugalah yang tentunya menjadikan berbeda kemasan acaranya sebagaimana tersebut
diatas tersebut. Lebih lanjut juga menyebutkan bahwa berdasarkan hasil penelitianya kalau kegiatan
trasisi sedekah bumi secara substansi berisi simbol-simbol dakwah Islam seperti adanya kegiatan
ziarah makam, tayuban (gong), ambengan (selametan), udik-udikan, istighotsah dan do’a bersama.
Adanya simbol dakwah dari sedekah bumi ini juga tidak lepas dari makna yang terkandung di
dalamnya, seperti bagaimana simbol kegiatan dakwah yang sudah disebutkan sebelumnya yakni,
untuk mendekatkan diri pada Allah, sebagai rasa syukur, sedekah, seni (hiburan) dan sebagai makna
simbol persatuan dan kerukunan.
Walaupun secara kemasan acaranya berbeda beda, namun tentunya secara substansi setiap
acara tradisi sedekah bumi bagi masyarakat memiliki nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi sebagai
bagian dari sejarah keberadaan tempat tinggalnya masing-masing. Menurut (Tutianingrum, I., 2019)
dalam pelaksanaan tradisi sedekah bumi mengandung nilai bahwa sedekah bumi merupakan pesan
dakwah akidah ditunjukkan dari bentuk puncak tumpeng kerucut yang memiliki makna KeEsa-an
Tuhan, selain itu juga pengucapan La> ila>ha Illalla>h dan sholawat nabi dalam pembacaan tahlilan
bersama, juga pesan dakwah syariah ditunjukkan dari pelaksaan ibadah tahlilan dan sedekah itu
sendiri, selain itu, tumpeng (ambeng) juga melambangkan penghormatan kepada yang dituakan juga
pesan akhlak juga tercermin pada kerukunan, kasih sayang dan gotong royong dalam ranga bersih
desa saat sebelum pelaksaan hingga setelah pelaksanaan acara tradisi sedekah bumi.
Sedangkan menurut (Afifah, E. N., Asmoro, A., & Rokhmah, U., 2015) menyebutkan bahwa
tradisi sedekah bumi memiliki nilai memelihara alam sekitarnya karena pada dasarnya manusia
memiliki ketergantungan yang besar kepada lingkungannya dimana upacara sedekah bumi ini
dilakukan karena masyarakat percaya agar nantinya usaha pertanian masyarakat mendapat hasil yang
baik dan juga memintakan selamat bagi sawah dan ladang, agar hasilnya melimpah, sedekah bumi ini
juga memiliki makna agar manusia selalu ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi
rezeki selama satu tahun serta diharapkan pada tahun yang akan datang rezeki yang diterima dari hasil
pertanian akan lebih baik serta adanya nilai-nilai Islam dan Hindu-Budha berpadu dalam upacara
sedekah bumi, atau hal ini disebut sebagai bentuk sinkretisme, nilai-nilai tersebut diantaranya
merupakan norma atau aturan bermasyarakat dan etika berinteraksi sosial yang sesuai dengan
tuntunan Islam dalam rangka hubungan antara Tuhan, Alam, dan manusia.
Dari pandangan atau pendapat tersebut diatas maka makna tradisi sedekah bumi dalam
kehidupan masyarakat, dapat dikaji dari dua prespektif; pertama dalam prespektif kepercayaan atau
Tradisi “Sedekah Bumi” dalam Prespektif Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Yusuf Eko Nahuddin,
Khotbatul Laila, Achmad Reza Wahyudi 14863

agama tradisi sedekah bumi memiliki makna pertama, menjaga serta memperkuat hubungan manusia
dengan tuhanya (Hablum Minallah) seraya mensyukuri nikmat yang telah tuhan berikan yang mana
tuhan telah menciptakan alam semesta beserta segala isinya yang tiada lain adalah untuk memenuhi
kebutuhan manusia didunia. Kedua, menjaga serta memperkuat hubungan manusia dengan sesamanya
(Hablum minannas) dimana dalam tradisi sedekah bumi menjadi ajang pertemuan masyarakat guna
menjalin kebersamaan, gotong-royong serta tentunya dalam rangka memperkuat kerukunan dan
persatuan dalam berkehidupan bermasyarakat. Ketiga, menjaga serta memperkuat hubungan manusia
dengan alamnya (lingkungan hidup) (Hablum minal alam) dimana tradisi sedekah bumi memberikan
nilai kesadaran kepada manusia untuk melestarikan alam, menjaga lingkungan, memposisikan alam
sebagai teman (dulur) bahkan layaknya sebagai orang tua yang harus saling mengasihi dan
menyayangi alam yang telah memberika kehidupan serta memenuhi kebutuhannya sebagai manusia
(peduli serta bertanggungjawab terhadap alam atau lingkunganya).
Kedua, melalui prespektif kebudayaan atau tradisi dimana tradisi sedekah bumi, memiliki
makna penghormatan seraya mengenang jasa, ajaran serta tradisi para leluhur yang telah babat alas
sehingga terbukanya lahan dalam suatu wilayah bisa ditempati atau dihuni oleh masyarakat saat ini
beserta para generasi penerusnya, serta dalam tradisi sedekah bumi juga menjadi sarana transformasi
nilai-nilai luhur yang memiliki makna mendalam serta mendasar sebagai manusia dengan tuhanya,
sesamanya dan lingkungan hidupnya (alam semesta) serta kebudayaan-kebudayaan leluhur kepada
generasi penerus (anak dan cucunya) seperti halnya tradisi gotong-royong bersih desa, kirab
kebudayaan, tayuban (gong), wayang kulit, ambengan (selametan) atau nyadran, ziarah ke makam
leluhur dan lainya yang tiada lain semata-mata, tentunya agar kebudayaan atau tradisi tersebut bisa
terus lestari dan serta terjamin keberlanjutannya (sustainability) sebagai suatu kekayaan tradisi atau
kebudayaan yang penuh makna yang harus dan patut untuk dibanggakan.
Kedua prespektif tersebut diatas juga didukung dengan pandangan menurut (Arinda, R., &
Yani, I., 2014) menyatakan bahwa sedakah bumi memiliki makna pertama, sebagai ungkapkan rasa
syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang diberikan kepada masyarakat dengan adanya hasil panen
yang melimpah. Kedua, untuk menghormati para leluhur yang telah berjasa dalam membuka lahan
(babat alas) sebagai tempat huni masyarakat sekaligus tempat untuk mencari kehidupan. Ketiga,
adanya pelaksanaan Nyadran dapat memperkuat solidaritas antar masyarakat satu dengan lainnya.
Keempat, dilestarikannya budaya-budaya asli daerah. Manfaat yang selama ini diperoleh masyarakat
serta dengan diadakannya tradisi Nyadran yaitu masyarakat merasakan rasa lebih dekat dengan Sang
Pencipta, jauh dari gangguan (bala) dan penyakit, hasil panen lebih baik. serta pendapat menurut
(Prasasti, S., 2020) menjelaskan bahwa nilai-nilai sedekah bumi adalah rasa syukur, peduli
lingkungan, kebanggaan jati diri bangsa, dan tanggung jawab sosial serta merupakan upaya manusia
menghias (tahalli) untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Dari prespektif keagamaan atau kepercayaan dan kebudayaan atau tradisi tersebut ditas maka
dapat disimpulkan bahwa makna tradisi sedekah bumi dalam kehidupan masyarakat yaitu
14864 Journal on Education, Volume 05, No. 04, Mei-Agustus 2023, hal. 14859-14869

mengandung nilai (Hablum Minallah), (Hablum minannas) serta Hablum minal alam, yang secara
tradisi dikemas dengan acara-acara kebudayaan seperti halnya tradisi gotong-royong bersih desa,
kirab kebudayaan, tayuban (gong), wayang kulit, ambengan (selametan) atau nyadran, ziarah ke
makam leluhur dan lainya sebagai sarana transformasi nilai-nilai luhur yang memiliki makna
mendalam serta mendasar sebagai nilai-nilai dan norma-norma atau aturan bermasyarakat dan etika
berinteraksi sebagai manusia dengan tuhanya, dengan sesamanya sebagai makhluk sosial dan
lingkungan hidupnya (alam semesta) serta transformasi kebudayaan-kebudayaan leluhur kepada
generasi penerus (anak dan cucunya) yang tiada lain semata-mata, tentunya agar kebudayaan atau
tradisi tersebut bisa terus lestari serta terjamin keberlanjutannya (sustainability).
Korelasi Makna Tradisi Sedekah Bumi dalam Prespektif Nilai Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Bahwa kerusakan lingkungan hidup yang sebelumnya dinilai sebagai persoalan lokal dalam
sebuah negara, kini sudah merambah dan meluber menjadi isu global, serta munculnya permasalahan
lingkungan hidup sebagian besar diakibatkan ulah manusia hal itu mengindikasikan, bahwa
kepedulian manusia terhadap lingkungan tempat tinggalnya mulai luntur (Santika, I. G. N., Suastra, I.
W., & Arnyana, I. B. P., 2022). Untuk itu maka penguatan kembali akan kepedulian manusia terhadap
lingkungan hidup menjadi penting agar manusia tau dalam kedudukanya sebagai manusia harus
bagaimana dalam mengelola lingkungan hidup agar dapat bermanfaat untuk kehidupan saat ini
dengan tetap memastikan keberlangsungan kehidupan selanjutnya.
Dalam rangka hal tersebut diatas maka patut kita menilai bahwa Undang-undang PPLH
memiliki misi yang lebih komprehensif, dimana disahkanya Undang-undang PPLH tersebut
didasarkan atas alasan diantaranya adalah adanya kesadaran bahwa lingkungan hidup yang baik dan
sehat merupakan hak asasi setiap warga negara indonesia sebagaimana yang diamanahkan dalam
ketentuan pasal 28 H Undang-Undang Dasar 1945, serta upaya mendorong agar pembangunan
ekonomi nasional sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945, dapat
diselengarakan dengan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan,
dan juga adanya kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun sehingga mengancam
kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainya. Sehingga perlu dilakukan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua
pemangku kepentingan.
Alasan tersebut diatas tentunya didasarkan atas kondisi akan terjadinya pemanasan global
yang semakin meningkat yang mengakibatkan perubahan iklim sehingga memperparah penurunan
kualitas lingkungan hidup, karena itu perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
serta kondisi dimana belum adanya jaminan kepastian hukum dalam upaya memberikan perlindungan
terhadap hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian
dari perlindungan terhadap keseluruhan ekosistem dan juga kondisi bahwa Undang-undang No. 23
tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup yang berlaku sebelumnya belum dapat memberikan
Tradisi “Sedekah Bumi” dalam Prespektif Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Yusuf Eko Nahuddin,
Khotbatul Laila, Achmad Reza Wahyudi 14865

jaminan solusi kepastian hukum akan misi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih
komprehensif sehingga dapat memastikan terselengaranya lingkungan hidup yang baik dan sehat
sebagaimana yang merupakan hak asasi setiap warga negara indonesia (hak konstitusional)
sebagaimana yang diamanahkan dalam ketentuan pasal 28 H Undang-Undang Dasar 1945.
Adapun selanjutnya yang menjadi tujuan Undang-undang PPLH berdasarkan ketentuan pasal
3 Undang-undang PPLH adalah a). melindungi wilayah negara kesatuan republik indonesia dari
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan; b). Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan
manusia; c). Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem; d).
Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup; e). Mencapai keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan lingkungan hidup; f). Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi
masa depan; g). Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian
dari hak asasi manusia; h). Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana; i).
Mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan, j). Mengantisipasi isu lingkungan global.
Perlindugan dan pengelolaan lingkungan hidup yang kemudian disingkat PPLH adalah upaya
sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah
terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Selanjutnya PPLH
dilakukan berdasarkan ketentuan pasal 2 Undang-undang PPLH dengan prinsip-prinsip diantaranya;
a). Tanggung jawab negara; b). Kelestarian dan keberlanjutan; c). Keserasian dan keseimbangan; d).
Keterpaduan; e). Manfaat; f). Kehati-hatian; g). Keadilan; h). ekoregion; i). Keanekaragaman hayati;
j). Pencemar membayar; k). Partisipatif; l). Kearifan lokal; m). Tata kelola pemerintahan yang baik;
dan, n). Otonomi daerah.
Adapun prinsip tanggung jawab negara memiliki arti bahwa negara menjamin pemanfaatan
sumber daya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu
hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan dan negara juga menjamin hak
warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat serta negara juga mencegah dilakukanya
kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup, sedangkan prinsip kelestarian dan keberlanjutan memiliki arti bahwa setiap orang
memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam
satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas
lingkungan hidup, sedangka prinsip keserasian dan keseimbangan memiliki arti bahwa pemanfaatan
lingkungan hidup harus memperhatikan berbagai aspek seperti kepentingan ekonomi, sosial, budaya,
dan perlindungan serta pelestarian ekosistem, sedangka prinsip keterpaduan memiliki arti bahwa
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau
menyinergikan berbagai komponen terkait.
Selanjutnya prinsip manfaat memiliki arti bahwa segala usaha dan/atau kegiatan
pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup
14866 Journal on Education, Volume 05, No. 04, Mei-Agustus 2023, hal. 14859-14869

untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras dengan lingkunganya,
sedangkan prinsip kehati-hatian memiliki arti bahwa ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha
dan/atau kegiatan karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan merupakan
alasan untuk menunda langkah-langkah meminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, sedangkan prinsip keadilan memiliki arti bahwa
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus mencerminkan keadilan secara proposional
bagi setiap warga negara, baik lintas daerah, lintas generasi, maupun lintas gender.
Prinsip ekoregion memiliki arti bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus
memperhatikan karakteristik sumber daya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat
setempat, dan kearifan lokal, sedangkan prinsip keanekaragaman hayati memeiliki arti bahwa
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan upaya terpadu untuk
mempertahankan keberadaan, keragaman, dan keberlanjutan sumber daya alam hayati yang terdiri
atas sumber daya alam nabati dan sumber daya alam hewani yang bersama dengan unsur nonhayati di
sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem, sedangkan prinsip pencemaran membayar
memiliki arti bahwa setiap penangung jawab yang usaha dan/atau kegiatannya menimbulkan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan.
Berikutnya prinsip partisipatif memiliki arti bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk
berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung, sedangkan prinsip kearifan lokal
memiliki arti bahwa dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan
nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat, sedangkan prinsip tata kelola
pemerintahan yang baik memiliki arti bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dijiwai
oleh prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan, sedangkan prinsip otonomi
daerah memiliki arti bahwa pemerintah dan pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan memperhatikan
kekhususan dan keragaman daerah dalam bingkai NKRI.
Berdasarkanya prinsip-prinsip tersebut diatas dalam upaya perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup maka diharapkan akan tercapai tujuan dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sebagaimana yang ditentukan dalam ketentuan pasal 3 Undang-undang PPLH.
Selanjutnya dari tujuan serta prinsip-prinsip dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
diatas maka melahirkan serta menguatkan paradigma bahwa dalam upaya perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yaitu pertama, bahwa Undang-undang PPLH harus dijadikan umbrella
provision dari peraturan-peraturan yang lainya yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan
serta pemanfaatan lingkungan hidup seperti (hutan, laut, air, minerba, batu dan lain sebagaiya) dan
juga bersifat koordinatif serta lintas sektoral karena tidak bisa hanya melibatkan satu instansi atau
sektor saja dan juga adanya distribusi pengelolaan dan pengawasan dari setiap masing-masiing
sektoral dan juga melibatkan peran serta masyarakat dalam setiap upaya pemanfaatn lingkungan
Tradisi “Sedekah Bumi” dalam Prespektif Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Yusuf Eko Nahuddin,
Khotbatul Laila, Achmad Reza Wahyudi 14867

hidup sehingga upaya secara sistematis dan terpadu dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan
betul betul dapat berjalan dengan baik guna melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah
terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Sedangkan nilai atau prinsip dari tradisi sedekah bumi yang merupakan wujud dari kearifan
lokal yang hidup di masyarakat, tentunya mempunyai makna yang dapat dilihat dari dua prespektif;
pertama dalam prespektif kepercayaan atau agama tradisi sedekah bumi memiliki makna pertama,
menjaga serta memperkuat hubungan manusia dengan tuhanya (Hablum Minallah) seraya mensyukuri
nikmat yang telah tuhan berikan yang mana tuhan telah menciptakan alam semesta beserta segala
isinya yang tiada lain adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia didunia. Kedua, menjaga serta
memperkuat hubungan manusia dengan sesamanya (Hablum minannas) dimana dalam tradisi sedekah
bumi menjadi ajang pertemuan masyarakat guna menjalin kebersamaan, gotong-royong serta tentunya
dalam rangka memperkuat kerukunan dan persatuan dalam berkehidupan bermasyarakat. Ketiga,
menjaga serta memperkuat hubungan manusia dengan alamnya (lingkungan hidup) (Hablum minal
alam) dimana tradisi sedekah bumi memberikan nilai kesadaran kepada manusia untuk melestarikan
alam, menjaga lingkungan, memposisikan alam sebagai teman (dulur) bahkan layaknya sebagai orang
tua yang harus saling mengasihi dan menyayangi alam yang telah memberika kehidupan serta
memenuhi kebutuhannya sebagai manusia (peduli serta bertanggungjawab terhadap alam atau
lingkunganya).
Kedua, melalui prespektif kebudayaan atau tradisi dimana tradisi sedekah bumi, memiliki
makna penghormatan seraya mengenang jasa, ajaran serta tradisi para leluhur yang telah babat alas
sehingga terbukanya lahan dalam suatu wilayah bisa ditempati atau dihuni oleh masyarakat saat ini
beserta para generasi penerusnya, serta dalam tradisi sedekah bumi juga menjadi sarana transformasi
nilai-nilai luhur yang memiliki makna mendalam serta mendasar sebagai manusia dengan tuhanya,
sesamanya dan lingkungan hidupnya (alam semesta) serta kebudayaan-kebudayaan leluhur kepada
generasi penerus (anak dan cucunya) seperti halnya tradisi gotong-royong bersih desa, kirab
kebudayaan, tayuban (gong), wayang kulit, ambengan (selametan) atau nyadran, ziarah ke makam
leluhur dan lainya yang tiada lain semata-mata, tentunya agar kebudayaan atau tradisi tersebut bisa
terus lestari dan serta terjamin keberlanjutannya (sustainability) sebagai suatu kekayaan tradisi atau
kebudayaan yang penuh makna yang harus dan patut untuk dibanggakan.
Apabila makna tradisi sedekah bumi di korelasikan dengan nilai perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup maka, makna tradisi sedekah bumi memiliki korelasi dengan sebagian
nilai-nilai atau prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yaitu diantaranya; nilai
kelestarian dan keberlanjutan, nilai keserasian dan keseimbangan, nilai keterpaduan, nilai
pemanfaatan, nilai kehati-hatian, nilai keadilan, nilai partisipatif dan nilai kearifan lokal, yang
kesemuanya nilai dari perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup itu bersumber dari nilai dasar
tradisi sedekah bumi yakni nilai hablum minallah, hablum minannas serta hablum minal alam,
terkhusus nilai hablum minal alam.
14868 Journal on Education, Volume 05, No. 04, Mei-Agustus 2023, hal. 14859-14869

Sehingga dengan adanya korelasi antara makna tradisi sedekah bumi dengan nilai
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Maka diharapkan adanya dorongan serta suport
terhadap tradisi sedekah bumi yang akan mempermudah dalam rangka mentransformasikan serta
mendorong lahirnya kebiasaan (habit) yang bersumber dari kesadaran manusia sebagai (kholifatul
filardi) untuk memposisikan lingkungan hidup pada kedudukanya sebagai subjek tidak hanya sebagai
objek saja (hanya diesploitasi) sebagai bentuk kewajiban alam terhadap kepentingan manusia dan
selayaknya sebagai subjek tentunya memiliki hak-hak mendasar (hak asasi sebagai alam/lingkungan
hidup) sepertihalnya kedudukan manusia lingkungan hidup juga memiliki hak untuk di lindungi
sehinga pada akhirnya antara lingkungan hidup dengan manusia saling melindungi dan mengasihi satu
sama lain dan pada akhirnya dengan kesadaran manusia tersebut akan tercipta kesimbangan sehinga
dapat mengurangi atau bahkan mengantisipasi terjadi bencana alam karena melakukan upaya
pemanfaatan terhadap lingkungan hidup dilakukan dengan cara bijaksana.

KESIMPULAN
Tradisi sedekah bumi dalam kehidupan masyarakat pada prinsipnya memiliki nilai
diantaranya nilai hablum minallah, hablum minannas serta hablum minal alam, adapun makna tradisi
sedekah bumi memiliki korelasi nilai sebagaimana dalam nilai-nilai atau prinsip-prinsip perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup yang menjadi suatu kesatuan prinisp atau nilai diantaranya; nilai
kelestarian dan keberlanjutan, nilai keserasian dan keseimbangan, nilai keterpaduan, nilai
pemanfaatan, nilai kehati-hatian, nilai keadilan, nilai partisipatif dan nilai kearifan lokal. Dari korelasi
nilai tradisi sedekah bumi tersebut dengan nilai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
maka, diharapkan dapat mendorong lahirnya kesadaran manusia sebagai (khalifah fil ardhi) untuk
memposisikan lingkungan hidup pada kedudukanya sebagai subjek yang punya makna sebagai teman
atau saudara atau orang tua sehingga tidak hanya sebagai objek semata (hanya diesploitasi) sekedar
untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan manusia semata dan selayaknya sebagai subjek tentunya
memiliki hak-hak mendasar (hak asasi sebagai alam/lingkungan hidup) sepertihalnya kedudukan
manusia, untuk lingkungan hidup perlu dilindungi serta dipastikan terpenuhinya kebutuhan dasarnya
serta dijaga klestarianya dan keberlanjutanaya sehinga pada akhirnya tercipta kondisi antara
lingkungan hidup dengan manusia saling melindungi dan mengasihi satu sama lain dan pada akhirnya
dengan kesadaran manusia tersebut akan tercipta kesimbangan sehinga mengurangi atau bahkan
mengantisipasi terjadinya bencana alam.

REFERENSI
Afifah, E. N., Asmoro, A., & Rokhmah, U. (2015). Korelasi konsep syukur dalam budaya Jawa dan
ajaran Islam (studi kasus sedekah bumi di Desa Tegalharjo Kecamatan Trangkil Kabupaten
Pati). UIN Wali Songo Semarang.
Tradisi “Sedekah Bumi” dalam Prespektif Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Yusuf Eko Nahuddin,
Khotbatul Laila, Achmad Reza Wahyudi 14869

Arinda, R., & Yani, I. (2014). Sedekah bumi (Nyadran) sebagai konvensi tradisi Jawa dan Islam
masyarakat Sraturejo Bojonegoro. El-Harakah, 16(1), 100-110.
Mulyono, C. G. P. (2018). Peran Masyarakat Tengger dalam Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Berbasis Kearifan Lokal (Doctoral dissertation, UAJY).
Niman, E. M. (2019). Kearifan lokal dan upaya pelestarian lingkungan alam. Jurnal pendidikan dan
kebudayaan Missio, 11(1), 91-106.
Prasasti, S. (2020). Konseling Indigenous: Menggali Nilai–Nilai Kearifan Lokal Tradisi Sedekah
Bumi dalam Budaya Jawa. Cendekia: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 14(2), 110-123.
Santika, I. G. N., Suastra, I. W., & Arnyana, I. B. P. (2022). Membentuk karakter peduli lingkungan
pada siswa sekolah dasar melalui pembelajaran ipa. Jurnal Education and
Development, 10(1), 207-212.
Sholikhah, A. (2021). Simbol Dakwah dalam Tradisi Sedekah Bumi pada Masyarakat Desa Sawo
Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik (Doctoral dissertation, Institut Agama Islam Negeri
Jember).
Tutianingrum, I. (2019). pesan dakwah pada tradisi sedekah bumi dalam menyambut musim
penghujan di desa carangrejo kecamatan sampung kabupaten ponorogo (Doctoral
dissertation, IAIN Ponorogo).
Veralidiana, I. (2010). Implementasi tradisi “sedekah bumi”: Studi fenomenologis di Kelurahan
Banjarejo, Kecamatan Bojonegoro, Kabupaten Bojonegoro (Doctoral dissertation,
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).
Wahanisa, R., & Adiyatma, S. E. (2021). Konsepsi Asas Kelestarian Dan Keberlanjutan Dalam
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Nilai Pancasila. Bina Hukum
Lingkungan, 6(1), 95-120.
Wibowo, H. A., Wasino, W., & Setyowati, D. L. (2012). Kearifan lokal dalam menjaga lingkungan
hidup (Studi kasus masyarakat di Desa Colo Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus). Journal of
Educational Social Studies, 1(1).
Zed, M. (2004). Metode Penelitian Kepustakaan dan Metode Penelitian Kepustakaan Library.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

You might also like