Pengaruh Financial Distress Dan Corporate Governan
Pengaruh Financial Distress Dan Corporate Governan
Pengaruh Financial Distress Dan Corporate Governan
https://www.trijurnal.trisakti.ac.id/index.php/jet
Vol. 2 No. 2 Oktober 2022 : hal : 381-394
http://dx.doi.org/10.25105/jet.v2i2.14138
e-ISSN 2339-0840
Rony Hermawan1
Titik Aryati2*
1,2
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Trisakti
*Penulis korespondensi: [email protected]
Abstract
The research has the aim and purpose of conducting a test that is able to determine the effect of financial
distress and corporate governance on tax avoidance. Tax avoidance is measured through the cash effective
tax rate (CETR), then financial distress is measured through the Altman Z-Score, and corporate governance
is proxied by independent commissioners, directors, and audit committees. Quantitative methods are used,
then supported by the use of secondary data sources. The collection of information or data is obtained from
companies from 2018 to 2020 and uses the unit of analysis of manufacturing companies in the consumer
goods sector listed on the IDX. Purposive sampling was chosen to determine the sample. Data analysis is
used as hypothesis testing, namely multiple regression analysis. The results show that financial distress,
independent commissioners, and directors have a negative influence or impact on tax avoidance. While audit
committee has a positive influence or impact on tax avoidance.
Abstrak
Penelitian ini mempunyai maksud dan tujuan teruntuk melakukan uji yang mampu mengetahui pengaruh
financial distress dan corporate governance pada tax avoidance. Tax avoidance dilakukan pengukuran
melalui cash effective tax rate (CETR), kemudian financial distress dilakukan pengukuran melalui Altman
Z-Score, dan corporate governance diproksikan dengan komisaris independen, direksi, serta komite audit.
Metode kuantitatif dipergunakan, kemudian didukung dengan penggunaan sumber data sekunder.
Pengumpulan informasi atau data diperoleh pada perusahaan tahun 2018 hingga 2020 dan menggunakan unit
analisis perusahaan manufaktur sektor consumer goods yang terlisting pada BEI. Purposive sampling dipilih
teruntuk melakukan penentuan sampel. Penganalisisan data dipergunakan sebagai pengujian hipotesis yakni
analisis regresi berganda. Perolehan hasil menyatakan yakni financial distress, komisaris independen, dan
direksi mempunyai pengaruh atau dampak negatif pada tax avoidance. Sedangkan komite audit mempunyai
pengaruh atau dampak positif pada tax avoidance.
381
Jurnal Ekonomi Trisakti
PENDAHULUAN
Pajak adalah salah satu revenue terbanyak di suatu negara. Revenue negara yang berasal dari
pajak antaranya pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), serta beragam pajak
dengan mempunyai fungsi operasionalnya masing-masing. Penerimaan pajak bagi suatu negara
mempunyai peran yang amat berguna dalam mendukung keuangan pemerintah dan pembangunan.
Oleh karenanya, pemerintah terus berupaya dalam mengoptimalkan sumber penerimaan pada sektor
pajak. (Sumantri et al., 2018). Namun penerimaan pajak di Indonesia belum memperoleh hasil yang
optimal. Hal tersebut dapat terlihat pada tabel persentase realisasi penerimaan pajak tahun 2018-
2020.
Tabel 1
Persentase Realisasi Penerimaan Pajak Tahun 2018-2020 (dalam triliun rupiah)
Tahun Target Realisasi Persentase Realisasi
2018 1.424,00 1.315,93 92,41 %
2019 1.577,56 1.332,06 84,44 %
2020 1.198,82 1.069,98 89,25 %
Sumber: Data yang diakses dari kemenkeu.go.id, 2021
Pada tabel tersebut terlihat bahwa selama tiga tahun terakhir (2018-2020) persentase
realisisasi penerimaan pajak selalu dibawah 100%. Hal ini menunjukkan ada beberapa faktor yang
menjadi hambatan tidak terwujudnya target penerimaan pajak. Salah satu faktor tersebut disebabkan
oleh perilaku wajib pajak pribadi maupun badan yang menjalankan praktik penghindaran pajak (tax
avoidance). (Yuliana et al., 2021).
Menurut Jacob (2014) tax avoidance didefinisikan sebagai suatu perbuatan yang disengaja
oleh wajib pajak dengan maksud dan tujuan teruntuk melakukan pembayaran dengan nominal yang
lebih sedikit dengan semestinya wajib pajak bayarkan kepada tax authority dengan cara mengambil
keuntungan dari ketimpangan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Dalam melakukan
praktik tax avoidance, terdapat banyak faktor yang bisa menjadi penyebabnya. Salah satu penyebab
tersebut yakni ketika sebuah industri tengah mendapati kesulitan keuangan (financial distress).
Industri yang tengah mendapati kesulitan keuangan tentu berpotensi untuk mengurangi sejumlah
beban yang harus dikeluarkan, salah satunya beban pajak. Hasil penelitian Bayar et al. (2018) dalam
Yuliana et al. (2021) menunjukkan bahwa tax avoidance dapat meringankan financial distress yang
tengah dihadapi perusahaan.
Terdapat cara untuk meminimalisasi tindakan tax avoidance, salah satu langkah yang mampu
menjadi solusi tepat yaitu menerapkan corporate governance. Tujuan dibentuknya corporate
governance adalah untuk melakukan kontrol terhadap kinerja pengelolaan perusahaan, salah
satunya pengelolaan pajak perusahaan. (Oliviana dan Mu’id, 2019). Implementasi corporate
governance disinyalir dapat memberi dampak yang baik bagi keberlanjutan perusahaan. Lestari dan
Ovami (2020) menyampaikan apabila sebuah perusahaan menerapkan corporate governance
dengan terstuktur secara baik maka akan memberi dampak yang baik mengenai kepatuhan dalam
melaksanakan kewajiban perpajakannya.
Peneliti melakukan pengembangan dari sumber sebelumnya yang dilakukan Dang dan Tran
(2021) menjadikan financial distress sebagai variabel independen sedangkan variabel dependennya
adalah tax avoidance. Pembeda pada penelitian ini berada pada variabel penelitian dan sampel yang
382
Vol. 2 No. 2 Oktober 2022
digunakan serta terdapat keterbaruan pada tahun penelitian. Penelitian ini menambah tiga variabel
independen yakni komisaris independen, direksi, serta komite audit sebagai proksi corporate
governance dari penelitian Oliviana dan Mu’id (2019), dan mempergunakan perusahaan
manufaktur sektor consumer goods yang terlisting pada BEI tahun 2018 hingga 2020 sabagai objek
sampel penelitian. Penelitian ini memiliki tujuan teruntuk melakukan pengujian pada dampak
financial distress serta corporate governance yang diproksikan oleh komisaris independen, direksi,
serta komite audit dengan makenisme sebagian ataupun keseluruhan pada tax avoidance. Pada
bagian pertama menjelaskan latar belakang, bagian kedua berisi mengenai landasan theory.
Selanjutnya menguraikan metode penelitian, lalu menguraikan hasil serta pembahasan, dan tahapan
terakhir yakni menguraikan mengenai perolehan simpulan, keterbatasan, serta saran.
TINJAUAN PUSTAKA
Teori Agensi
Agency theory dijelaskan oleh Jensen dan Meckling (1976) sebagai keterkaitan interaksi
contract yang berhubungan prinsipal beserta agen. Hanum (2013) dalam Mulyani et.al (2018)
menyatakan bahwa gagasan terkait corporate governance didasarkan pada teori agensi yang mana
untuk mengelola aktivitas perusahaan yang dilakukan oleh agen harus diawasi dalam rangka
menjamin pengelolaan telah dilaksanakan dengan penuh ketaatan terhadap ketetapan dan peraturan
yang berlaku. Dengan demikian dalam pelaksanaan hubungan kontrak antara agen dengan prinsipal
dapat menimbulkan monitoring cost. Ketika kondisi perusahaan yang dikelola oleh agen tengah
mendapati financial distress, pihak agen akan melakukan segala upaya agar perusahaan yang
dikelolanya tetap berdiri selaras dengan contract yang sudah ditentukan. Upaya yang mungkin
diambil oleh agen adalah dengan mengupayakan tindakan tax avoidance. (Putri dan Chariri, 2017).
Tax Avoidance
Jacob (2014) menyatakan perihal tax avoidance didefinisikan sebagai perilaku atau
perbuatan dengan prinsip kesengajaan dilakukan wajib pajak teruntuk melakukan pembayaran
dengan nominal yang lebih sedikit dari semestinya wajib pajak bayarkan kepada tax authority
dengan cara mengambil keuntungan dari ketimpangan dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan. Indikator pengukuran tax avoidance dapat memakai Effective Tax Rate (ETR) (Oliviana
dan Mu’id, 2019) dan Cash Effective Tax Rate (CETR) (Monika dan Noviari, 2021). Menurut
Pohan (2018) termuat empat faktor yang menjadi penyebab perilaku wajib pajak untuk
meminimalisasi kewajiban membayar pajak, yakni:
1. Jenjang kerumitan suatu peraturan, yanag mana semakin rumit peraturan perpajakan yang
berlaku semakin besar juga biaya untuk mematuhinya (compliance cost). Hal tersebut
menimbulkan motivasi perusahaan untuk melaksanakan tindakan tax avoidance.
2. Besaran pajak terutang, yang mana Indonesia dalam menghitung pajak penghasilan
menggunakan tarif pajak bertingkat, semakin tinggi revenue perusahaan semakin tinggi juga
tarif pajaknya yang menyebabkan besarnya pajak terutang menjadi semakin tinggi. Hal ini
membuat semakin tinggi motivasi perusahaan untuk menerapkan tax avoidance.
3. Biaya untuk perundingan, perusahaan dalam melangsungkan perundingan mengenai
perwujudan dan kewajiban perpajakannya baik disengaja maupun tidak disengaja akan
menimbulkan biaya. Besaran biaya yang mesti dikeluarkan guna melangsungkan perundingan
tersebut mendasari motivasi perusahaan dalam menerapkan tax avoidance.
383
Jurnal Ekonomi Trisakti
4. Detection risk, ini mengacu pada kemungkinan mendeteksi pelanggaran pajak. Tingkat risiko
deteksi dapat mempengaruhi motivasi tindakan tax avoidance suatu perusahaan. Semakin
rendah risiko deteksi, semakin besar kemungkinan perusahaan untuk menghindari pajak.
Financial Distress
Financial distress diindikasikan ketika sebuah perusahaan tengah mendapati penurunan
kondisi finansial yang berakibat pada kepailitan sehingga dapat menimbulkan desakan bagi pihak
manajemen untuk melakukan pembubaran. (Monika dan Noviari, 2021). Menurut Lukito et al.
(2021) industri yang tidak mampu melunasi hutangnya pada periode tertentu merupakan indikasi
bahwa industri tersebut tengah mengalami kesulitan keuangan. Indikator financial distress mampu
dilakukan pengukuran mempergunakan Altman Z-Score yang mana ukuran penilaian Altman Z-
Score menurut Monika dan Noviari (2021) adalah sebagai berikut:
1. Nilai Z berada diatas 2,99 berarti industri berada pada safe zone.
2. Nilai Z berada pada 1,81 sampai dengan 2,99 berarti industri terdapat di grey zone.
3. Nilai Z-score kurang dari 1,81 menandakan industri tengah dalam distress zone.
Corporate Governance
Sumantri et al. (2018) memberi penjelasan bahwa corporate governance adalah sebuah
mechanism yang mengelola dan mengatur perseroan melalui relation dengan stakeholder baik
internal maupun eksternal untuk meningkatkan value perusahaan. Perusahaan dapat dikatakan patuh
apabila perusahaan tersebut menerapkan corporate governance dengan baik dan terstruktur.
Yuliana et al. (2021) menjelaskan bahwa corporate governance dikatakan sebagai bagian integral
dari peningkatan kesuksesan bisnis bagi investor, komisaris, dan stakehholder lainnya.
Komisaris Independen
Cita dan Supadmi (2019) memberikan penjelasan bahwa yang merupakan independent
commisioner ialah pihak yang tidak berhubungan beserta komisaris lainnya ataupun anggota direksi
serta tidak berurusan dengan pemegang saham pengendali. Independent commisioner disinyalir
dapat memberi dampak positif dalam pemantauan dan pengendalian pengelolaan bisnis dan
mengurangi biaya keagenan sehingga tindakan tax avoidance dapat ditekan turun. (Ariawan dan
Setiawan, 2017). Menurut Sumantri et al. (2018) semakin besar komposisi komisaris independen
akan memberikan feedback yang efektif saat melaksanakan pemantauan dan pengawasan terhadap
direksi dan manajer dalam pengelolaan bisnis.
Direksi
Berdasarkan POJK Nomor 57/POJK.04/2017 Pasal 1 ayat 4 yang dimaksud direksi adalah
pelaksana yang mempunyai fungsi dan kewenangan teruntuk melakukan pengorganisasian untuk
memberikan dukungan pada manajemen dan operasional dengan tanggung jawab penuh atas
pengurus perseroan dengan maksud dan tujuan teruntuk kepentingan bersama demi kesejahteraan.
Menurut Lestari dan Ovami (2020) semakin banyak komposisi direksi dalam sebuah perusahaan,
mampu melakukan pengarahan pada kompetensi yang mempunyai kualitas baik untuk menggapai
corporate governance dengan kualitas tinggi.
Komite Audit
Cita dan Supadmi (2019) memberi penjelasan audit committee sebagai komite melalui
pembentukan dari seorang dewan serta mempunyai kewenangan dan tanggung jawab pada dewan
komisaris teruntuk menjalankah fungsi dan tugas dalam melakukan pengawasan yang berkaitan erat
pada penyusunan financial report. Dengan adanya audit committee ini maka akan dapat
384
Vol. 2 No. 2 Oktober 2022
meminimalisasi perilaku menyimpang seperti perilaku tax avoidance yang bisa saja dilakukan oleh
manajemen.
Berikut ini adalah kerangka penelitian pada penelitian ini:
H1
Financial Distress (X1)
Corporate Governance
Komisaris Independen H2
(X2) Tax Avoidance
H3 (Y)
Direksi (X3)
H4
Komite Audit (X4)
385
Jurnal Ekonomi Trisakti
Direksi tentunya terlibat dan terdapat keterakitan hubungan utama untuk melakukan
corporate governance. Semakin besar komposisi direksi pada sebuah perusahaan dapat membuat
kompetensi yang unggul guna mnggapai corporate governance yang baik. (Lestari dan Ovami,
2020). Dengan tercapainya corporate governance yang baik maka akan dapat meminimalisasi
tindakan tax avoidance yang diperbuat organisasi. Oliviana dan Mu’id (2019) menyatakan dan
mendapati hasil bahwa direksi memiliki pengaruh buruk pada tax avoidance. Bersumber pada
penjabaran teoritis serta perolehan penelitian sebelumnya yang peneliti sudah sampaikan, oleh
karenanya perumusan hipotesis penelitian yakni:
H3: Direksi berpengaruh negatif terhadap tax avoidance
METODE PENELITIAN
Penelitian ini mempergunakan metode kuantitatif, kemudian didukung oleh sumber data
sekunder. Peneliti melakukan pengambilan informasi pada perusahaan tahun 2018 hingga tahun
2020 dan menggunakan unit analisis perusahaan manufaktur sektor consumer goods yang terlisting
pada BEI. Metode penentuan sampel yakni purposive sampling, dan mempergunakan analisis
regresi linear berganda.
Tabel 2.
Variabel dan Dimensi Pengukuran
Variabel (X/Y) Dimensi Sumber
Tax Avoidance Monika dan
(Y) Noviari (2021)
Financial Distress Monika dan
(X1) Noviari (2021)
Komisaris Independen Oliviana dan
(X2) Mu’id (2019)
Direksi (X3) Oliviana dan
Mu’id (2019)
386
Vol. 2 No. 2 Oktober 2022
Tabel 3
Parameter Sampel Penelitian
Parameter Sampel Jumlah Perusahaan
Perusahaan manufaktur sektor consumer goods yang terlisting 59
di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2018-2020
Dikurangi perusahaan yang tidak menerbitkan annual report (11)
secara komprehensif selama tahun 2018-2020
Dikurangi perusahaan yang mengalami kerugian selama tahun (14)
2018-2020
Total perusahaan yang dapat dijadikan sampel penelitian 34
Total tahun penelitian 3
Total seluruh sampel 102
Sumber: www.idx.co.id, diolah 2022
Metode analisis data dipergunakan yakni pengujian statistik deskriptif, pengujian asumsi
klasik, analisis regresi berganda, serta pengujian hipotesis.
Model persamaan mutiple regresion pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Penjelasan:
CETR : Tax Avoidance
α : Konstanta
β1, β2, β3, β4 : Koefisien Regresi
Z : Financial Distress
KI : Komisaris Independen
D : Direksi
KA : Komite Audit
e : Error Term
Statistik Deskriptif
Descriptive statistics penelitian ini dilaksanakan teruntuk menafsirkan dan menggambarkan
karakteristik data yang dikumpulkan teruntuk menarik simpulan. Pada penelitian mempergunakan
alat analisis berupa nilai mean, deviasi standar, nilai maximum, serta nilai minimum.
Tabel 4
Statistik Deskriptif
Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
CETR_1 102 -2,924 -0,060 -0,402 0,531
Z_1 102 -28,400 -1,113 -7,167 5,755
KI 102 0,333 0,833 0,432 0,111
D 102 2,000 10,000 5,392 1,914
KA 102 2,000 4,000 3,009 0,298
Sumber: Data sekunder diolah, 2022
387
Jurnal Ekonomi Trisakti
Sesuai uraian diatas, maka diperoleh informasi yakni variabel dependen berupa tax avoidance
(CETR_1) mempunyai nilai minimum sebesar -2,294 dalam perusahaan MERK tahun 2019, nilai
maximum sejumlah -0,060 dalam perusahaan HRTA tahun 2018, dan nilai mean variabel tax
avoidance sejumlah -0,402, perolehan nilai standard deviation sejumlah 0,531.
Variabel independen berupa financial distress (Z_1) memiliki nilai minimum sebesar -28,400
pada perusahaan HMSP tahun 2018, nilai maximum sejumlah -1,113 dalam perusahaan BUDI tahun
2018 dan nilai mean variabel financial distress sejumlah -7,167, dengan nilai standard deviation
sebesar 5,755.
Variabel independen berupa independent commisioner (KI) mempunyai nilai minimum
sejumlah 0,333 dalam perusahaan ADES tahun 2020, nilai maximum sejumlah 0,833 dalam
perusahaan UNVR tahun 2020., dan nilai mean variabel komisaris independen sejumlah 0,432,
perolehan nilai standard deviation sejumlah 0,111.
Variabel independen berupa direksi (D) mempunyai nilai minimum sebesar 2,00 pada
perusahaan ADES tahun 2020, nilai maximum sejumlah 10,000 terdapat perusahaan ICBP tahun
2020, dan nilai mean variabel direksi sejumlah 5,392 dengan nilai standard deviation sebesar
1,914.
Variabel independen berupa komite audit (KA) mempunyai nilai minimum sejumlah 2,00
dalam perusahaan MRAT tahun 2020, nilai maximum sejumlah 4,00 dalam perusahaan KAEF tahun
2020, nilai mean variabel komite audit sejumlah 3,009 dengan nilai standard deviation sejumlah
0,298.
Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik mempunyai maksud dan tujuan teruntuk melakukan pengujian mengenai
kepantasan atau layak tidaknya untuk mempergunakan model regresi. Pengujian asumsi klasik
umumnya dilakukan pada regresi yang mempunyai dua atau lebih variabel independen. Adapun
hasil uji asumsi klasik yakni diantaranya:
Uji Normalitas
Uji normalitas dipergunakan teruntuk memeriksa apakah data di suatu kelompok telah
terdistribusi normal atau tidak. Pada penelitian ini pengujian normalitas memakai analisis non-
parametrik yakni One Sample Kolmogorov-Smirnov. Hasil pengujian normalitas dapat dilihat pada
tabel 4.2 sebagai berikut:
Tabel 5.
Hasil Uji Normalitas
Unstandardized Residual
N 102
Kolmogorov-Smirnov Z 0,075
Assymp. Sig. (2-tailed) 0,172
Sumber: Data sekunder diolah, 2022
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan hasil uji normalitas dengan nilai signifikansi sebesar
0,172 nilai tersebut lebih besar dari 0,05, maka data berdistribusi normal.
Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan guna melakukan pengujian apakah ditemukan correlation
antar variabel independen dalam model regresi. Hasil uji multikolinearitas dapat dilihat pada tabel
4.3 berikut:
388
Vol. 2 No. 2 Oktober 2022
Tabel 6.
Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel Tolerance VIF Kesimpulan
Financial Distress 0,989 1,011 Tidak ada gejala multikolinearitas
Komisaris Independen 0,908 1,102 Tidak ada gejala multikolinearitas
Direksi 0,902 1,109 Tidak ada gejala multikolinearitas
Komite Audit 0,986 1,014 Tidak ada gejala multikolinearitas
Sumber: Data sekunder diolah, 2022
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa seluruh independent variable pada penelitian ini
mempunyai nilai tolarance lebih dari 0,10 dan nilai VIF kurang dari 10. Hal ini berarti model
regresi dinyatakan tidak ada gejala multikolineritas.
Uji Heterokedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah terjadi perbedaan variance pada
residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya dalam model regresion. Hasil pengujian
heterokedastisitas dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut:
Tabel 7.
Hasil Uji Heterokedastisitas
Variabel Sig. Kesimpulan
Financial Distress 0,501 Tidak ada gejala heterokedastisitas
Komisaris Independen 0,564 Tidak ada gejala heterokedastisitas
Direksi 0,615 Tidak ada gejala heterokedastisitas
Komite Audit 0,504 Tidak ada gejala heterokedastisitas
Sumber: Data sekunder diolah, 2022
Tabel 8
Hasil Uji Autokorelasi
dL dU 4-dU 4-dL DW Kesimpulan
1,613 1,736 2,264 2,387 1,978 Tidak terdapat autokorelasi
Sumber: Data sekunder diolah, 2022
Berdasarkan hasil uji autokorelasi menunjukan besarnya nilai Durbin-Watson sebesar 1,978
dengan nilai dU sebesar 1,736 dan nilai 4-dU sebesar 2,264 maka dapat disimpulkan data yang
digunakan dalam penelitian ini terbebas dari autokorelasi atau tidak terdapat autokorelasi.
389
Jurnal Ekonomi Trisakti
Uji Hipotesis
Uji Koefisien Determinasi (R2)
Pengujian coefficient of determination (R2) dilakukan untuk menguji sejauh mana
kemampuan model dalam menjelaskan dependen variable. Hasil uji coefficient of determination
(R2) disajikan pada tabel 4.6 berikut :
Tabel 9
Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
Model R R2 Adjusted R2
Analisis Regresi Berganda 0,579a 0,335 0,308
Sumber: Data sekunder diolah, 2022
Berdasarkan tabel 4.6 diperoleh nilai adjusted R2 sebesar 0,308 atau 30,8% yang artinya
variabel financial distress dan corporate governance yang diproksikan oleh komisaris independen,
direksi serta komite audit mampu mempengaruhi variabel tax avoidance sebesar 30,8% namun
sisanya yakni 100% dikurangi 30,8% sebesar 69,2% dipengaruhi oleh variabel lain di luar
penelitian ini.
Uji F
Uji F memiliki tujuan untuk menunjukkan apakah seluruh independent variable yang
dimasukkan dalam model regresion mempunyai pengaruh secara simultan terhadap dependen
variable. Hasil uji F pada penelitian ini disajikan pada tabel 4.7 berikut:
Tabel 10
Hasil Uji F
Model F Sig Keterangan
Regression 12,213 0,000 Berpengaruh secara simultan
Sumber: Data sekunder diolah, 2022
Berdasarkan tabel 4. 7 diperoleh nilai signifikansi pada uji F sebesar 0,000 yang mana kurang
dari 0,05. Hal ini berarti dapat disimpulkan bahwa seluruh independent variable yang dimasukkan
pada model regresi memiliki pengaruh secara simultan terhadap dependen variable.
Uji T
Uji Parsial (uji t) pada penelitian ini memiliki tujuan guna menunjukkan apakah tiap
independent variable yang dimasukkan dalam model regresion memiliki pengaruh secara parsial
atau individu terhadap dependen variable dengan tingkat signifikansi sebesar 0.05. Hasil uji t pada
penelitian ini disajikan pada tabel 4.8 berikut:
Tabel 11
Hasil Uji t
Prediksi Sig (one
Variabel B Beta Kesimpulan
Arah B tailed)
Konstanta -0,813 0,115
Financial Distress + -0,021 -0,232 0,003 H1 ditolak
Komisaris - -1,654 -0,346 0,000
H2 diterima
Independen
Direksi - -0,056 -0,203 0,011 H3 diterima
390
Vol. 2 No. 2 Oktober 2022
Penjelasan:
CETR : Tax Avoidance
Z : Financial Distress
KI : Komisaris Independen
D : Direksi
KA : Komite Audit
Pengaruh Financial Distress terhadap Tax Avoidance
Hasil hipotesis pertama pada penelitian ini menunjukkan bahwa variabel financial distress
memiliki pengaruh negatif terhadap tax avoidance. Nilai koefisien variabel financial distress
memiliki memiliki nilai negatif yang artinya semakin tinggi financial distress maka semakin rendah
tax avoidance, dan begitu juga sebaliknya.
Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Lukito et al. (2021) yang
menunjukkan hasil tidak adanya pengaruh antara financial distress terhadap tax avoidance. Namun,
hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Putri dan Chariri (2017), Cita dan Supadmi (2019)
serta Monika dan Noviari (2021) yang mendapati adanya pengaruh negatif antara financial distress
dengan tax avoidance.
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa industri yang tengah mendapati financial distress
dinilai terlalu berisiko untuk melakukan tax avoidance. Hal ini dikarenakan industri akan semakin
sulit dalam menjalankan kegiataan pendanaan perusahaannya.
Pengaruh Komisaris Independen terhadap Tax Avoidance
Hasil hipotesis kedua pada penelitian ini menunjukkan bahwa variabel komisaris independen
memiliki pengaruh negatif terhadap tax avoidance. Nilai koefisien variabel komisaris independen
memiliki nilai negatif yang berarti semakin tinggi komisaris independen maka semakin rendah tax
avoidance.
Penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Putri dan Chariri (2017), Mulyani et.al
(2018) serta Oliviana dan Mu’id (2019) yang menunjukkan hasil bahwa komisaris independen tidak
berpengaruh terhadap tax avoidance. Namun, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Ariawan dan Setiawan (2017), Sumantri et al. (2018), serta Lestari dan Ovami (2020)
yang mendapati hasil bahwa komisaris independen mempunyai pengaruh negatif terhadap tax
avoidance.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan teori agensi yang mana untuk mengelola aktivitas
perusahaan yang dilakukan oleh agen harus diawasi dalam rangka menjamin pengelolaan telah
dilaksanakan dengan penuh ketaatan terhadap ketentuan dan peraturan yang berlaku. Semakin besar
proporsi komisaris independen, maka semakin ketat pengawasannya jadi akan semakin sulit pihak
manajemen untuk melakukan tindakan tax avoidance.
Pengaruh Direksi terhadap Tax Avoidance
Hasil hipotesis ketiga pada penelitian menyatakan yakni variabel direksi memiliki pengaruh
negatif terhadap tax avoidance. Nilai koefisien variabel direksi memiliki nilai negatif yang berarti
semakin banyak direksi maka semakin rendah tax avoidance.
391
Jurnal Ekonomi Trisakti
Penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Lestari dan Ovami (2020) yang mendapati
hasil bahwa direksi tidak berpengaruh terhadap tax avoidance. Namun, hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Oliviana dan Mu’id (2019) yang menunjukkan hasil bahwa direksi berpengaruh
negatif terhadap tax avoidance.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh beberapa argumentasi yakni semakin banyak
komposisi direksi dalam sebuah perusahaan, hal ini akan mengarah pada kompetensi yang unggul
guna menggapai corporate governance yang baik. Selain itu, semakin banyak total direksi, maka
akan semakin bagus kebijakan yang diambil. Semakin bagus kebijakan yang diambil, maka semakin
sedikit tingkat penyimpangan yang dilakukan sehingga semakin kecil pula kemungkinan
manajemen untuk melakukan tax avoidance.
Pengaruh Komite Audit terhadap Tax Avoidance
Hasil hipotesis keempat pada penelitian ini menyatakan yakni variabel komite audit memiliki
pengaruh positif terhadap tax avoidance. Nilai koefisien variabel komite audit memiliki nilai positif
yang berarti semakin banyak komite audit maka semakin tinggi tax avoidance.
Penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Putri dan Chariri (2017) yang mendapati
hasil bahwa komite audit tidak memiliki pengaruh terhadap tax avoidance. Namun, hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian Mulyani et.al (2018) serta Cita dan Supadmi (2019) yang mendapati
hasil bahwa komite audit memiliki pengaruh positif terhadap tax avoidance.
Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 55/POJK.04/2015 Pasal 3 menjelaskan
bahwa audit committee diangkat dan diberhentikan oleh dewan komisaris. Hal ini terdapat
kemungkinan dewan komisaris dapat menyalahgunakan wewenangnya sehingga makin
bertambahnya jumlah audit committee, maka makin memperburuk tindakan tax avoidance yang
dilakukan oleh perusahaan.
Sesuai uraian yang telah disampaikan, maka diambil simpulan berbagai kemungkinan.
Pertama, adanya kemungkinan komite audit tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Kedua, tidak
semua komite audit mampu menunjukkan independensinya, sehingga fungsi control yang
dijalankan menjadi tidak optimal.
KESIMPULAN
Penelitian ini mempunyai maksud dan tujuan teruntuk mengetahui pengaruh variabel
financial distress dan corporate governance yang diproksikan oleh komisaris independen, direksi
serta komite audit terhadap variabel tax avoidance sebagai variabel dependen pada perusahaan
manufaktur sektor consumer goods yang terlisting di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun
2018-2020 sebanyak 34 perusahaan dengan total 102 sampel, diperoleh simpulan bahwa financial
distress, komisaris independen, dan direksi mempunyai pengaruh negatif terhadap tax avoidance.
Sedangkan komite audit mempunyai pengaruh positif terhadap tax avoidance. Implikasi yang dapat
diambil dari penelitian ini yakni teruntuk perusahaan agar mempertimbangkan keputusan terkait
melakukan tax avoidance sehingga tidak merugikan negara dan terhindar dari sanksi administrasi
perpajakan.
Adapun keterbatasan dalam penelitian ini yaitu hasil adjusted R2 sebesar 30,8%, artinya
masih ada 69,2% dipengaruhi oleh variabel-variabel lain diluar variabel penelitian. Berdasarkan
keterbatasan dalam penelitian ini, maka saran yang diberikan yaitu, bagi peneliti selanjutnya dapat
menambahkan variabel lainnya yang diduga mempengaruhi tax avoidance seperti kepemilikan
392
Vol. 2 No. 2 Oktober 2022
institusional, capital intensity, profitabilitas, dan lainnya. Untuk membuktikan dugaan, maka perlu
dilakukan penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Putri, R. A. H., & Chariri, A. (2017). Pengaruh Financial Distress dan Good Corporate Governance
Terhadap Praktik Tax Avoidance pada Perusahaan Manufaktur. Diponegoro Journal of
Accounting, 6(2), 56–66.
Sumantri, F. A., Anggraeni, Rr. D., & Kusnawan, A. (2018). Corporate Governance terhadap Tax
Avoidance pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. eCo-Buss,
1(2), 59–74. https://doi.org/10.32877/eb.v1i2.47
Swandewi, N. P., & Noviari, N. (2020). Pengaruh Financial Distress dan Konservatisme Akuntansi
pada Tax Avoidance. E-Jurnal Akuntansi, 30(7), 1670–1683.
https://doi.org/10.24843/EJA.2020.v30.i07.p05
Yuliana, D., Susanti, S., & Zulaihati, S. (2021). Pengaruh Financial Distress dan Corporate
Governance Terhadap Tax Avoidance. Jurnal Akuntansi, 2(2), 435–451.
394