Referensi 3

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

EcoNews

Advancing the World of Information and Environment


Vol. 3 No. 1 September, 2020, pp. 13-23
Journal homepage: https://journal.pasca-unri.org/index.php/econews/index

KEJADIAN DIARE PADA BALITA

Hendra Mukhlis
STIKES Perintis Padang

ABSTRACT

Diarrheal disease still became one of the public health problem, because it is the third
contributor to the number of pain and death of children in various countries. Diarrheal
disease in children is the most cases of the disease that exist in almost every hospital that
type B than cases of other diseases. Cases of diarrhoea are recorded as much as 32.25%
were children aged under two years. This research aims to know the factors associated
with the incidence of diarrhea in toddlers. This research by using a quantitative approach
with cross sectional design. The population is mempuanyai mother children aged 0 – 24
months hospitalized. With the samples as many as 60 people, the data collected through
interviews with guide questionnaire, then processed in a computerized using statistical test
chi-square. The results of the univariate analysis known 41.7% treated children aged 0-24
months experiencing diarrhea, 55.0% of the respondents have a good knowledge of
about diarrhea, 53.5% of the respondents have a positive attitude-related diarrhea, 50.0%
of the respondents have a good behavior about breast feeding and 55.0% havebehavior
that is not well related awarding of MP-ASI. The result is there is no relationship
Bivariat knowledge with the incidence of diarrhoea (p value = 0.148), there was no
relationship attitude with diarrhea (p value = 0.484) and there is a relationship of the
behavior of breast feeding (p value = 0.004) and MP-ASI giving of behavior with the
incidence of diarrhoea (p value = 0.000). Expected to mothers who have children toddlers
in order to pay attention to nutrition in breast feeding and giving of the MP-ASI is
also about children's environmental health in General so that the children are spared
from the disease.

Keywords: breast feeding Behavior and diarrhea

PENDAHULUAN
Menurut data WHO pada tahun 2013, diare merupakan penyakit kedua yang
menyebabkan kematian pada anak-anak balita (bawah lima tahun). Anak-anak yang
mengalami kekurangan gizi atau system imun yang kurang baik seperti pada orang dengan
Human Immuno Deficiency Virus (HIV) sangat rentan terserang penyakit diare. Diare
sudah membunuh 760.000 anak setiap tahunnya. Sebagian besar orang diare yang meninggal
dikarenakan terjadinya dehidrasi atau kehilangan cairan dalam jumlah yang besar. Penyakit
diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan lingkungan yang penting karena
merupakan penyumbang utama ketiga angka kesakitan dan kematian anak di berbagai
Negara termasuk di Indonesia. Diperkirakan lebih dari 1,3miliar serangan dan
3,2 juta kematian per tahun pada balita disebabkan oleh diare. Setiap anak mengalami episode
serangan diare rata-rata 3,3 kali setiap tahun. Lebih kurang 80% kematian terjadi pada anak
berusia kurang dari dua tahun.(Widoyono 2011).
Menurut Dinas Kesehatan Sumatera Barat dengan jumlah penduduk 4.920.620 jiwa
pada tahun 2012 terdapat 208.142 kasus diare. Dari 19 kabupaten/kota didapat Kota
Padang memiliki kasus diare yang paling tinggi sedangkan kota Padang Panjang yang

13
memiliki kasus terendah di Sumatera Barat. Disamping itu data yang tercatat di Dinas
Kesehatan Kota Padang pada tahun 2012 dari 846.731 penduduk Kota Padang.
Diperkirakan kasus diare sebanyak 347.985 penderita. Kasus diare yang ditemukan dan
ditangani pada tahun 2012 sebanyak 8.842 kasus, dimana pasien perempuan lebih banyak
4.597 kasus dibandingkan pasien laki-laki yaitu 4.245 kasus (Dinkes Kota Padang 2012).
Menurut penelitian Hazel (2013), faktor-faktor resiko terjadinya diare persister
yaitu: bayi berusia kurang atau berat badan lahir bayi rendah (bayi atau anak dengan
malnutrisi, anak-anak dengan gangguan imunitas), riwayat infeksi saluran nafas, ibu
dengan usia muda dengan pengalaman yang terbatas dalam merawat bayi, tingkat pendidikan
dan pengetahuan tentang higienis, kesehatan lingkungan dan gizi, baik menyangkut ibu
sendiri maupun bayi, pengetahuan, sikap, dan prilaku dalam pemberian ASI serta makanan
pendamping ASI, pengenalan botol susu dan pengobatan diare akut yang tidak tuntas.
Seseorang dapat menjadi sehat atau sakit akibat dari kebiasaan atau prilaku yang
dilakukanya. Kebiasaan yang tidak sehat dapat menunjang terjadinya penyakit, sedangkan
kebiasaan yang sehat dapat membantu mencegah penyakit (Soemirat,
2004)
Menurut Depkes RI (2005), faktor perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran
kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare yaitu Pemberian ASI Eksklusif. ASI
turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk
menderita diare lebih besar dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan
menderita dehidrasi berat juga lebih besar. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI
secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare dari pada pemberian
ASI yang disertai dengan susu formula.
Ruly D.K(2012) menggunakan ada hubungan antara kesehatan lingkungan, tingkat
pengetahuan ibu tentang diare dengan penanggulangan diare pada balita selama di rumah
sebelum dibawa ke Rumah Sakit Islam Surakarta. Dari hasil penelitian Winda Wijayanti
(2010), di Puskesmas Gilingan Kecamatan Banjarsari Surakarta disimpulkan ada
hubungan yang signifikan antara pemberian ASI Eklusif dengan kejadiab diare. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Muhajirin (2007), menunjukan bahwa juga ada hubungan
antara prilaku, praktek personal hygiene ibu balita dan sarana sanitasi lingkungan dengan
kejadian diare pada balita di Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap.
Menurut Rahmawati, 2012 dari hasil survey penggunaan makanan pendamping
ASI, sekitar 49% bayi sebelum usia 4 bulan sudah diberi susu formula, 45% makanan cair
selain susu formula dan 50% makanan padat. Pemberian susu formula dan makanan
pendamping ASI yang diberikan pada bayi kurang dari 4 bulan dengan intensitas kurang baik
akan membahayakan pada anak. Apabila memberikan makanan pendamping ASI terlalu
dini, bayi akan minum ASI lebih sedikit dan ibu pun memproduksi ASI lebih sedikit,
sehingga akan lebih sulit untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi. Disamping itu resiko
infeksi dan diare kemungkinan bisa terjadi. Selain itu juga bayi usia dini sangat rentan
terhadap bakteri penyebab diare, terutama dilingkungan kurang higienis dan sanitasi buruk
(Rahmawati, 2012).

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuatitatif dengan desain studi cross
sectional, dimana variable independen dan dependen diamati pada waktu yang bersamaan
(satu waktu). Desain ini digunakan karena mudah dilaksanakan, sederhana, menghemat
waktu dan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat (Sugiyono, 2009).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak umur 0-24 bulan yang di rawat di
Rumah Sakit Islam “Ibnu Sina” Yarsi Sumbar Payakumbuh yaitu sebanyak 60 orang.
Pengambilan Sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik
“accidental sampling” yaitu sampel diambil dari responden yang kebetulan ada atau
tersedia di suatu tempat sesuai dengan kontenks penelitian (Notoatmodjo, 2010) sampel

14
adalah seluruh anak umur 0-24 bulan yang dirawat di Rumah Sakit Islam “Ibnu Sina”
Yarsi Sumbar Payakumbuh.
Jumlah sampel penelitian ini adalah ibu yang mempunyai anak umur 0-24 bulan
yang dirawat di RSI “Ibnu Sina” Yarsi Sumbar Payakumbuh sejak tanggal 16 Maret sampai
dengan 16 Mei 2017 sebnyak 60 orang.
Instrumen pada penelitian ini menggunakan kuesioner. Kuesioner yang digunakan
untuk mengetahui hubungan, Pengetahuan Ibu, Sikap Ibu, perilaku ibu dalam pemberian
ASI, dan Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) dengan
kejadian diare anak umur 0 – 24 bulan yang di rawat di RSI “Ibnu Sina” Yarsi Sumbar
Payakumbuh.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Analisis univariat dan Analisis bivariat, Uji chi square dilakukan dengan mengunakan
bantuan perangkat lunak berbentuk computer dengan tingkat signifikan p>0,05 (taraf
kepercayaan 95%).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden

Hasil penelitian mengambarkan bahwa dari 60 orang responden, terlihat umur


responden berkisar antara 24 – 40 tahun. Dari hasil penelitian juga terlihat tingkat
pendidikan responden yang paling banyak adalah SLTA (46,7%), selanjutnya responden
yang berpendidikan terbanyak adalah Perguruan Tinggi sebanyak 33,3%.

Tabel 1.Distribusi Frekuensi Responden BerdasarkanKarakteristik Usia, Pendidikan Ibu


anak Umur 0 -24 Bulan yang Dirawat Di RSI “Ibnu Sina” Yarsi Sumbar Payakumbuh
(n=60)
Variabel f %
Umur
24 - 30 tahun 21 35
31 - 40 tahun 39 65

Total 60 100
Pendidikan
Tidaksekolah 0 0
SD 2 3,3
SLTP 10 16,7
SLTA 28 46,7
PT 20 33,3
Total 60 100

Dari penelitian yang dilakukan, respondennya adalah ibu yang mempunyai anak
berumur antara 0 – 24 bulan yang dirawat di RSI “IbnuSina” Yarsi Sumbar Payakumbuh
terlihat dari tabel .2 diketahui bahwa umur anak yang paling banyak menjadi responden
adalah berada pada kisaran antara umur 13 – 24 bulan (61,7%). Sebagian besar anak berjenis
kelamin laki – laki (56,7%). Hal ini bisa dilihat dari tabel di bawah ini.

15
Tabel .2. Distribusi Frekuensi Anak Responden Berdasarkan Karakteristik Umur,Jenis
Kelamin anak umur 0 -24 bulan yang dirawat di RSI “Ibnu Sina” Yarsi Sumbar
Payakumbuh (n=60)
Vaiabel f %
Umur
Anak 0 – 12 bulan 23 38,3
Anak 13 – 24bulan 37 61,7
Total 60 100
JenisKelamin
Laki – laki 34 56,7
Perempuan 26 43,3
Total 60 100

Analisa Univariat

Tabel.3. Distribusi Frekuensi Kejadian Diare Pada Anak 0-24 Bulan yang Dirawat Di RSI
“Ibnu Sina” Yarsi Sumbar Payakumbuh Pada Tahun 2017 (n=60)
Variabel f %
KejadianDiare
Diare 25 41,7
TidakDiare 35 58,3
Total 60 100

Dari tabel.3 terlihat dari 60 responden terdapat sebagian besar anak yang tidak
terkena diare (58,3%) yaitu sebanyak 35 orang anak.

Tabel.4. Distribusi Frekuensi Pengetahuan, Sikap, Prilaku Pemberian ASI, Prilaku


Pemberian MP-ASI Ibu Anak Umur 0-24 Bulan Yang Dirawat di RSI “Ibnu Sina” Yarsi
Sumbar Payakumbuh Pada Tahun 2017 (n=60)
Variabel f %
Pengetahuan
Baik 33 55.0
Kurangbaik 27 45,0
Total 60 100
Sikap
Positif 32 53,3
Negatif 28 46,7
Total 60 100
PerilakuPemberian ASI
Baik 50 50,0
TidakBaik 50 50,0
Total 60 100
PerilakuPemberian MP-ASI
Baik 27 45,0
Tidakbaik 33 55,0
Total 60 100

Dari tabel.4 terlihat lebih dari setengah responden (55,0%) memiliki pengetahuan
yang baik terkait kejadian diare, sebagian besar responden (53,3%) memiliki sikap positif
16
terkait kejadian diare, disamping itu terlihat prilaku pemberian ASI responden 50 % baik
dan 50% lagi kurang baik. Dan lebih dari separuh responden (55,0%) memiliki prilaku
yang kurang baik dalam pemberian MP-ASI.

Analisa Bivariat

Tabel.5. Hubungan Pengetahuan Responden dengan Kejadian Diare Pada Anak Umur 0 –
24 Bulan yang Dirawat Di RSI “Ibnu Sina” Yarsi Sumbar Payakumbuh Pada Tahun 2017
(n = 60)
Kejadian Diare P
Pengetahuan Total value
Diare Tidak Diare
f % f % f %
Baik 11 33,3 22 66,7 33 100
Kurang 14 51,9 13 48,1 27 100 0,236

Total 25 41.7 35 58,3 60 100

Dari Tabel.5 dapat dilihat hubungan pengetahuan dengan kejadian diare, diketahui
bahwa dari 60 orang responden dengan pengetahuan kurang terdapat 14 orang (51,9%)
memiliki anak yang terkena diare. Sedangkan diantara ibu yang berpengetahuan baik
hanya terdapat 11 orang (33.3%) anaknya yang terkena diare. Uji statistik chi-square
menunjukan nilai didapat nilai p=0,236 (p<0,05), artinya tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada anak umur 0 – 24 bulan yang
dirawat di RSI “Ibnu Sina” Yarsi Sumbar Payakumbuh tahun 2017.

Tabel.6. Hubungan Sikap Responden dengan Kejadian Diare Pada Anak Umur 0 – 24
Bulan yang Dirawat Di RSI “Ibnu Sina” Yarsi Sumbar Payakumbuh Pada Tahun 2017 (n =
60)
Kejadian Diare p
Sikap Tidak Diare Total value
Diare
f % f % f %
Positif 13 37,5 20 62,5 32 100

Negatif 12 46,4 15 53,6 28 100 0,662


Total 25 41.7 35 58,3 60 100

Tabel.6. dapat dilihat hubungan sikap dengan kejadian diare, diketahui bahwa dari
60 orang responden terdapat 28 orang responden dengan sikap yang negative terkait
kejadian diare terdapat 12 orang anak (46,4%) yang terkena diare. Hasil uji statistik chi-
square menunjukan nilai p=0,662 (p>0,05) ini membuktikan tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara sikap dengan kejadian diare anak umur 0 – 24 bulan yang dirawat
di RSI “Ibnu Sina” Yarsi Sumbar Payakumbuh tahun 2017.

17
Tabel.7. Hubungan Prilaku Pemberian ASI dengan Kejadian Diare Pada Anak Umur 0 –
24 Bulan yang Dirawat Di RSI “Ibnu Sina” Yarsi Sumbar Payakumbuh Pada Tahun 2017
(n = 60)
Perilaku Kejadian Diare p
Pemberian ASI value
Total
Diare Tidak
Diare

f % % %
Baik 7 23,3 3 76,7 0 100
Tidak Baik 18 60,0 2 40,0 100 0,009
Total 25 41.7 5 58,3 100

Tabel.7. dapat dilihat hubungan perilaku pemberian ASI dengan kejadian diare,
diketahui bahwa dari 30 orang responden yang memiliki perilaku pemberian ASI yang
tidak baik terdapat 18 orang anak (60,0%) yang menderita diare. Hasil menggambarkan
adanya hubungan yang bermakna antara perilaku pemberian ASI dengan kejadian diare pada
anak umur 0 - 24 bulan yang dirawat di RSI “Ibnu Sina” Yarsi Sumbar Payakumbuh tahun
2017 dengan nilai p = 0,009 (p > 0,05).

Tabel.8. Hubungan Perilaku Pemberian MP-ASI dengan Kejadian Diare Pada Anak Umur
0 – 24 Bulan yang Dirawat Di RSI “Ibnu Sina” Yarsi Sumbar Payakumbuh Pada Tahun
2017 (n = 60)
Kejadian Diare p
Perilaku Diare Tidak Diare Total value
Pemberian MP-ASI

f % % %
Baik 4 14,8 23 85,2 27 100
0,000
Tidak Baik 2 63,6 12 36,4 33 100
1
Total 2 41.7 35 58,3 60 100
5

Tabel.8 dapat dilihat hubungan perilaku pemberian MP-ASI dengan kejadian diare,
diketahui bahwa dari 33 orang responden yang memiliki perilaku pemberian MP-ASI
yang tidak baik terdapat 21 orang (63,6%) anak menderita diare. Hasil uji statistik chi- square
menunjukan nilai p=0,000 (p>0,05) ini membuktikan terdapat hubungan yang bermakna
antara perilaku pemberian MP-ASI dengan kejadian diare anak umur 0 – 24 bulan yang
dirawat di RSI “Ibnu Sina” Yarsi Sumbar Payakumbuh tahun 2017.
Hasil penelitian mengambarkan bahwa dari 60 orang responden, terlihat umur
responden berkisar antara 24 – 40 tahun. Dari hasil penelitian juga terlihat tingkat
pendidikan responden yang paling banyak adalah SLTA (46,7%), selanjutnya responden
yang berpendidikan terbanyak adalah Perguruan Tinggi sebanyak 33,3%. Hasil ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Cahyaningrum tentang Studi Diare dan Faktor
Resikonya Pada Balita Umur 1-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Kalasan Sleman,
Yogyakarta tahun 2015 yang mengatakan kejadian diare pada balita paling banyak
dialami balita dari ibu yang berumur 21-35 tahun yaitu sejumlah 121 (48,2%)
orang, berpendidikan terakhir SMA yang berjumlah 104 (41,4%), dengan pekerjaan Ibu

18
Rumah Tangga (IRT) sejumlah 61 (24,3%) orang dan memiliki status ekonomi rendah
sejumlah 113 (45,0%).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, data yang diperoleh dari analisis
univariat pada tabel 4.3 terlihat dari 60 responden terdapat sebagian besar anak yang tidak
terkena diare (58,3%) yaitu sebanyak 35 orang anak dan yang terkena diare sebayak 25 orang
anak (41,7%). Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak
biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran, serta frekuensi lebih dari 3 kali
sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau lendir darah (Hidayat, 2006)
Penyakit diare ini adalah penyakit yang multifaktoral, dimana dapat muncul karena
akibat tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang kurang serta akibat kebiasaan atau
budaya masyarakat yang salah. Oleh karena itu keberhasilan menurunkan serangan diare
sangat tergantung dari sikap dan pengetahuan setiap anggota masyarakat, terutama
membudayakan pemakaian larutan oralit pada anak yang menderita diare. Saat ini upaya
yang sedang digalakkan dan dikembangkan pada masyarakat luas untuk menanggulangi diare
dengan upaya dehidrasi oral (oralit) dan ternyata dapat menurunkan angka kematian dan
kesakitan karena diare (Maryunani, 2010).
Disamping pengetahuan dan sikap faktor lain yang berhubungan dengan kejadian
diare adalah prilaku ibu dalam pemberian ASI dan perilaku ibu dalam praktek pemberian
MP-ASI. Hal ini sejalan dengan penelitian Rahayuningsih (2005), dimana dari 900 ibu di
Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi (Jabotabek) diperoleh fakta bahwa hanya sekitar 5% ibu
yang memberikan ASI Eksklusif pada bayinya, sedangkan sekitar 98% ibu lainnya sudah
memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi mereka ketika bayi mereka
masih berumur 1 bulan. Adapun jenis dan bentuk MP-ASI yang diberikan adalah pisang
dan nasi lembek,
padahal MP-ASI baru bisa diperkenalkan pada bayi setelah bayi tersebut berumur 6 bulan.
Hal ini berakibat pada meningkatnya angka kesakitan pada bayi karena alat pencernaan
bayi belum mampu untuk mencerna MP-ASI, sehingga menimbulkan masalah gizi, terutama
terjadi diare dan berakibat pertumbuhan dan perkembangan bayi akan terganggu.
Menurut asumsi peneliti, responden yang memiliki anak menderita diare pada
penelitian ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu tentang prilaku praktek
pemberian ASI yang benar serta prilaku pemberian MP-ASI yang kurang tepat, serta pola
asuh orang tua yang memberikan semua makanan yang diinginkan anak dan juga pola makan
anak yang kurang diperhatikan.
Tingkat Pengetahuan Ibu tentang Diare
Dari table.4 terlihat lebih dari setengah responden (55,0%) memiliki pengetahuan
yang baik terkait kejadian diare, artinya dari 60 orang responden 33 orang ibu memiliki
pengetahuan yang baik tentang diare. Tingginya pengetahuan tentang kejadian diare erat
kaitannya dengan pendidikan responden, dimana sebagian besar responden berpendidikan
SLTA (46,7%), selanjutnya responden yang berpendidikan Perguruan Tinggi sebanyak
33,3%.
Penelitian ini sebanding penelitian yang dilakukan oleh Chori Elsera, Wiwin
Rohmawati, dan Parmiyati (2015) yang berjudul Pengetahuan Ibu Tentang
Penanggulangan Diare dengan Penatalaksanaan Diare Balita Usia 1-5 Tahun di Desa
Jemowo, Klaten yang mengatakan sebagian besar responden penelitianya berumur 20-35
tahun, dan dari respondenya tersebut yang mempunyai pengetahuan baik sebanyak 55,3%
selanjutnya yang berpengetahuan cukup 42,6%, hal ini menggambarkan umur
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang. Semakin tinggi
umur seseorang semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya dan ini diperoleh dari
pengalaman seseorang (Notoatmodjo, 2007)
Dalam lingkungan keluarga, peran ibu dalam melakukan penatalaksanaan
terhadap diare diperlukan suatu pengetahuan, karena pengetahuan merupakan salah satu

19
komponen predisposisi yang penting dalam meningkatkan pencegahan terhadap penyakit
diare yang lebih parah (Subdit Pengendalian Diare, Kemenkes RI, 2011).
Menurut Wijoyo (2002), masih tingginya kejadian diare pada balita dipengaruhi
oleh kurangnya pengetahuan keluarga terutama ibu dalam melakukan perawatan diare di
rumah. Hasil wawancara peneliti dengan beberapa responden menunjukkan 50% belum
memahami cara tatalaksana diare dirumah dengan baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa
pengetahuan responden masih pada tingkatan (know/tahu), tahu adalah tingkat
pengetahuan yang paling rendah (Notoadmodjo, 2007).
Menurut asumsi peneliti dari 60 responden terdapat 33 orang yang mempunyai
pengetahuan yang baik tentang penyakit diare, penmgetahuan ini dapat diperoleh dari
penyuluhan yang diberikan oleh petugas kesehatan ketika membawa anaknya berobat ke
pelayanan kesehatan, informasi dari buku-buku yang berhubungan dengan diare dan
informasi dari orang-orang disekitar yang membahas tentang terjadinya diare pada anak
balita. Dari informasi tersebut maka responden dapat mengetahui tentang pengertian diare,
gejala, penyebab, resiko dan pencegahan diare serta tempat pengobatan yang baik bagi
anak yang terserang diare.
Dengan demikian, diharapkan pada petugas kesehatan dan instansi terkait agar
lebih gencar melakukan penyuluhan tentang diare, baik melalui brosur dan pamflet,
penyuluhan kesehatan secara masal ataupun penyuluhan personal kepada ibu yang
mempunyai anak balita yang datang ke tempat pelayanan kesehatan
Sikap responden terhadap Kejadia Diare
Dari tabel.4 terlihat sebagian besar responden (53,3%) memiliki sikap positif
terkait kejadian diare, yaitu sebanyak 32 orang dari 60 orang responden memiliki sikap
yang positif terkait kejadian diare. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Wahyuni dan Imelda tahun 2013 yang berjudul Hubungan Pengetahuan,
Sikap Ibu dan Pemberian ASI Ekslusif dengan Kejadian Diare di Wilayah Kerja
Puskesmas Langsa Kota, desa Paya Bujuk Blang Pase Tahun 2013 dimana dari
penelitianya terlihat responden yang bersifat negatif (65,9%) lebih banyak dibandingkan
dengan responden yang bersikap positif.
Sikap adalah suatu reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
stimulasi atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi
merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku, tetapi merupakan kesiapan untuk beraksi
terhadap suatu objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek
tersebut (Notoatmodjo, 2010).
Menurut asumsi peneliti, dengan semakin positifnya sikap ibu menyebabkan semakin
sedikit bayi yang mengalami kejadian diare dan dengan semakin negatifnya sikap ibu
menyebabkan semakin banyak pula bayi yang mengalami kejadian diare. Hal ini dikarenakan
dengan negatifnya sikap ibu menyebabkan ibu tidak memperdulikan cara pencegahan
terjadinya diare pada bayinya serta melakukan prilaku yang kurang baik terutama di prilaku
dibidang kesehatan.
Perilaku Pemberian ASI Terhadap Kejadia Diare
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 60 responden terlihat prilaku pemberian ASI
responden 50 % baik dan 50% lagi kurang baik. Berarti hanya setengah dari responden yang
mempunyai prilaku pemberian ASI yang baik dan setengahnya lagi kurang baik. ASI
Ekslusif adalah pemberian ASI (Air Susu Ibu) sedini mungkin setelah persalinan,
diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun hanya air putih sampai
bayi berumur 6 bulan, bayi baru dikenalkan dengan makanan lain dan tetap diberi ASI
sampai berumur dua tahun. Pemberian ASI secara eksklusif dianjurkan untuk jangka waktu
setidaknya selama 4 bulan, tetapi bila mungkin sampai 6 bulan (Roesli, 2005).

20
Menurut asumsi peneliti, dengan semakin banyaknya ibu yang mau
memberikan ASI eksklusif pada bayinya menyebabkan semakin sedikit bayi yang
mengalami kejadian diare dan dengan semakin sedikitnya ibu yang tidak mau memberikan
ASI eksklusif pada bayinya menyebabkan semakin banyak pula bayi yang mengalami
kejadian diare. Hal ini dikarenakan dengan tidak diberikannya ASI eksklusif pada
bayi menyebabkan ibu memberikan makanan tambahan pada bayinya. Hal ini sangat
mempengaruhi pencernaan pada tubuh bayi yang pada hakikatnya pencernaan bayi belum
siap untuk menerima makanan selain ASI hingga usia 6 bulan. Hal ini menyebabkan
bayi yang tidak diberikannya ASI secara eksklusif rentan mengalami diare.
Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Diare
Dari Tabel.5. dapat dilihat hubungan pengetahuan dengan kejadian diare, diketahui
bahwa dari 60 orang responden dengan pengetahuan kurang terdapat 14 orang (51,9%)
memiliki anak yang terkena diare. Sedangkan diantara ibu yang berpengetahuan baik
hanya terdapat 11 orang (33.3%) anaknya yang terkena diare. Uji statistik chi-square
menunjukan nilai didapat nilai p=0,236 (p< 0,05), artinya tidak terdapat hubungan yang
bermakna antara pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada anak umur 0 – 24 bulan yang
dirawat di RSI “Ibnu Sina” Yarsi Sumbar Payakumbuh tahun 2017. Hal ini tidak sejalan
dengan hasil penelitian Fajar Wardoyo (2011) dengan judul Hubungan Tingkat
Pengetahuan Ibu tentang Diare dan Jamban dengan Kejadian diare pada Anak Balita di
Desa Blimbing, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen, didapat uji-square sebesar
0,022, nilai p<0,005 (0,022<0,005), hal ini berarti bahwa ada hubungan tingkat pengetahuan
dengan kejadian diare pada anak balita di Desa Blimbing, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten
Sragen Jawa Tengah Tahun 2011. Tidak adanya hubungan pengetahuan responden dengan
kejadian diare di RSI “Ibnu Sina” Yarsi Sumbar Payakumbuh dikarenakan keadaan ini
dapat disebabkan oleh adanya faktor lain yang berhubungan dengan perilaku dan pola hidup
masyarakat setiap harinya. Faktor lain yang dapat berhubungan dengan peningkatan
pengetahuan yaitu faktor ketersedianya sumber informasi. Hal ini sesuai dengan penelitian
Irawati dan Wahyuni (2011), yang berjudul Gambaran Karakteristik Keluarga Tentang
PHBS pada Tatanan Rumah Tangga Di Desa Karengasem Wilayah Kerja Puskesmas Tanon
II Kecamatan Karengasem Jawa Tengah yang mengatakan pengetahuan dapat membentuk
keyakinan tertentu sehingga seseorang berperilaku sesuai dengan keyakinan tersebut, dengan
pengetahuan kesehatan lingkungan yang baik diharapkan meningkatkan kesadaran
masyarakat akan pentingnya mencapai kondisi lingkungan yang sehat, sehingga dapat
memutuskan rantai penularan penyakit melalui lingkungan serta prilaku hidup bersih dan
sehat agar tidak mudah tetular penyakit.
Menurut Notoatmodjo (2010), pendidikan dapat menunjang wawasan dan
pengetahuan seseorang. Secara umum seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan
memiliki pengetahuan yang lebih dibandingkan yang tingkat pendidikannya rendah. Selain
pendidikan, pengalaman pasien kejadian diare dalam menghadapi penyakit serta
bagaimana melakukan pencegahan sejak dini dapat menjadi salah satu penentu pasien
tersebut dalam mengambil keputusan terkait penyakitnya.
Hubungan Sikap Dengan Kejadian Diare
Tabel.6. dapat dilihat hubungan sikap dengan kejadian diare, diketahui bahwa dari
28 orang responden yang memiliki sikap yang negatif terkait kejadian diare terdapat 13
orang anak (46,4%) yang terkena diare. Hasil uji statistik chi-square menunjukan nilai
p=0,662 (p>0,05) ini membuktikan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara sikap
dengan kejadian diare anak umur 0 – 24 bulan yang dirawat di RSI “Ibnu Sina” Yarsi
Sumbar Payakumbuh tahun 2017. Hal ini tidak sejalan dengan Penelitian yang dilakukan
oleh Wahyuni dan Imelda tahun 2013 yang berjudul Hubungan Pengetahuan, Sikap Ibu
dan Pemberian ASI Ekslusif dengan Kejadian Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa

21
Kota, desa Paya Bujuk Blang Pase tahun 2013 berdasarkan hasil uji statistik Chi Square
dilakukan untuk mengetahui hubungan sikap dengan kejadian diare, diperoleh nilai P
value < 0,05 yaitu 0,003. Hal ini menunjukkan secara statistis bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara sikap dengan kejadian diare pada bayi.
Hubungan sikap dan perilaku pasien sangat kompleks. Hal ini disebabkan oleh
pengaruh berbagai faktor; seperti usia, etnis/suku bangsa, budaya, status,
okupasi/pekerjaan, pendidikan, lingkungan, sejarah penyakit, dan lain – lain, hubungan
atau asosiasi tersebut perlu menjadi pertimbangan besar dalam strategi pencegahan
penyakit karena setiap komunitas pasien memiliki karakter masing – masing yang akan
sangat menentukan keberhasilan program pencegahan sekunder kejadian diare.
Hubungan Perilaku Pemberian ASI dengan Kejadian Diare
Tabel.7 dapat dilihat hubungan perilaku pemberian ASI dengan kejadian diare,
diketahui bahwa dari 30 orang responden yang memiliki perilaku pemberian ASI yang
tidak baik terdapat 18 orang anak (60,0%) yang menderita diare. Hasil didapatkan adanya
hubungan yang bermakna antara perilaku pemberian ASI dengan kejadian diare pada anak
umur 0 -24 bulan yang dirawat di RSI “Ibnu Sina” Yarsi Sumbar Payakumbuh tahun 2017
dengan nilai p = 0,009 (p > 0,05). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Wahyuni dan Imelda tahun 2013 yang berjudul Hubungan Pengetahuan, Sikap Ibu dan
Pemberian ASI Ekslusif dengan Kejadian Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa Kota,
desa Paya Bujuk Blang Pase tahun 2013, berdasarkan hasil uji statistik Chi Square dilakukan
untuk mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare, diperoleh nilai
P value < 0,05 yaitu 0,002. Hal ini menunjukkan secara statistis bahwa terdapat hubungan
yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare pada bayi.
Menurut asumsi peneliti, dengan semakin baiknya prilaku ibu dalam hal
pemberian ASI kepada anaknya semakin kecil kemungkinan anak mengalami diare, hal ini
disebabkan karena ASI merupakan makanan yang mencukupi semua unsur kebutuhan bayi
baik fisik, psikologi, sosial, maupun spiritual. ASI juga mengandung nutrisi, hormon,
unsur kekebalan pertumbuhan anti alergi, serta anti inflamasi. Dalam hal ini bisa menjaga
anak dari serangan penyakit termasuk penyakit diare.
Dari penelitian yang dilakukan terhadap responden kurangnya prilaku pemberian ASI
eklusif kepada bayinya disebabkan karena beberapa responden melakukan proses
kelahiran melalui pembedahan sehingga banyak bayi yang tidak diberi ASI diawal
kelahiranya, di samping itu ada juga ibu-ibu tidak memberikan ASI eklusif kepada bayinya
disebabkan karena ibu tidak berada di rumah selama 24 jam karena ibu bekerja diluar rumah.
Selain itu alasan yang paling sering dikemukakan oleh masyarakat tidak memberikan
ASI eksklusif sampai bayi berusia minimal 6 bulan yaitu karena merasa ASI tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan bayinya. Ibu-ibu yang memiliki bayi serta orang yang
berpengaruh terhadap proses menyusui bayi perlu diberi penyuluhan agar
memberikan ASI eksklusif kepada bayinya sehingga dapat mengetahui tentang pentingnya
pemberian ASI eksklusif.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di atas, maka didapat kesimpulan
sebagai berikut :Hampir setengah dari anak umur 0 – 24 bulan yang di rawat (41,7%)
mengalami kejadian diare. Lebih dari setengah responden memiliki pengetahuan yang
baik tentang diare. (55,0%). Lebih dari setengah responden memiliki sikap yang positif
tentang diare.(53,3%). Setengah dari responden memiliki perilaku yang baik tentang
pemberian ASI kepada anaknya. (50,0%). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara
pengetahuan ibu dengan kejadian diare. ( p value = 0,236). Tidak terdapat hubungan yang

22
bermakna antara sikap dengan kejadian diare. (p value = 0,662). Terdapat hubungan yang
bermakna antara antara perilaku pemberian ASI dengan kejadian diare. ( p value = 0,009).

DAFTAR PUSTAKA
Aden R, 2013. Seputar Penyakit dan Gangguan Lain Pada Anak Yogyakarta: Siklus,
Hanggar Krator.
Andriana, Syafniar, 2010 “Hubungan Pemberian Makanan Pendamping ASIi (MP-ASI)
Terhadap Kejadian Diare Pada Bayi Usia < 6 Bulan di Desa Koto Tinggi Wilayah
Kerja Puskesmas Rambah Mei – Juni 2010.
Adisasmito, 2007. Faktor Resiko Diare Pada Bayi dan Balita Di Indonesia: Systematic
Review Penelitian Akademik Bidang Kesehatan Masyarakat
Azwar, Saifuddin, 2005. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Betty Purwaningtyas, 2011 “ Hubungan antara pemberian makan pendamping ASI dini
dengan dampak terjadinya diare pada bayi usia 0-4 bulan”. Akademi
Kebidanan Pamenang, Pare, Kediri
Chori Elsera, Wiwin Rohmawati, Parmiyati, 2015 “Pengetahuan Ibu Tentang
Penanggulangan Diare Dengan Penatalaksanaan Diare Balita Usia 1-5 Tahun”
STIKES Muhammadiyah Klaten, Klate
Desi Cahyaningrum, 2015 “ Studi Tentang Diare dan Faktor Resikonya Pada Balita
Umur 1-5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Kalasan Sleman. Program Studi
Bidan Pendidik Jenjang D IV Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah
Yogyakarta.
Dwi Anggrayani, Herlina, 2013: Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Tatalaksana Diare
di Rumah Dengan Kesembuhan Diare pada Balita di Wilayah Puskesmas Pondok
Ranji. Program Studi Keperawatan FIKES UPN “Veteran” Jakarta
Erika Putri, 2009. “Gambaran Pengetahuan Sikap Ibu Tentang Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) di RT 01 Kelurahan Tungkal Muara Enim Kabupaten
Muara Enim Skripsi, Universitas Sriwijaya Palembang
Febrika Nutrisiani, 2010 “Hubungan Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu
(MP-ASI) pada anak usia 0-24 bulan dengan Kejadian Diare di Wilayah Kerja
Puskesmas Purwodadi Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan Tahun
2010”Univrsitas Muhammadiyah. Surakarta
Proverawati dan Rahmawati, 2012. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. (PHBS).
Yogyakarta: Nuha Medika

23

You might also like