Pencegahan Kecurangan Dalam Pelaporan Keuangan
Pencegahan Kecurangan Dalam Pelaporan Keuangan
Pencegahan Kecurangan Dalam Pelaporan Keuangan
Hans Eliezer
Mahasiswa Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi-Univ.Kristen Maranatha
Abstract
Nowadays, many public companies in Indonesia still don’t know the importance of internal
controls in order to prevent the practice of fraud. For public companies, that kind of fraud
is very detrimental to the investors, shareholders and other stakeholders is fraudulent
financial reporting.
The most horrendous fraud is the case of Enron in the United States involving public
accounting firm Arthur Andersen. The case eventually led to a decree or a deed-called
Sarbanes Oxley Act of 2002. Sarbanes Oxley main goal is to increase public trust towards
the implementation of GCG (Good Corporate Governance) for Go Public Companies. The
result showed that, Sarbanes Oxley has a strong influence on the role of corporate
executives in order to prevent fraudulent financial reporting. From these results the authors
provide suggestions for PT.Telkom to maintain application performance Sarbanes Oxley
section 302 because it proved to have a positive effect in preventing fraudulent financial
reporting. In addition, authors also provide suggestions for PT.Telkom to apply the
Sarbanes Oxley thoroughly to combat fraudulent and to make PT.Telkom’s performance can
be better.
Kata kunci : Sarbanes-Oxley Act Section 302, Peranan Eksekutif Perusahaan, Fraudulent
Financial Reporting
PENDAHULUAN
Dewasa ini perusahaan publik di Indonesia banyak yang belum mengetahuiarti
pentingnya pengendalian internal dalam rangka mencegah terjadinya praktik kecurangan
(fraud). Menurut Muh. Arief Effendi dalam makalahnya yang berjudul Sarbanes Oxley Act
Sebagai Implementasi GCG serta dimuat dalam majalah Akuntan Indonesia, Edisi No. 12,
Tahun II, (Oktober 2008 : 39-40), fraud bisa terjadi kapan saja di perusahaan mana saja.
Fraud bisa dilakukan oleh pihak internal perusahaan (karyawan & manajemen) atau pihak
eksternal perusahaan.
Fraud biasanya terjadi karena adanya kolusi, baik yang dilakukan oleh pihak
internal maupun dengan pihak eksternal perusahaan. Bagi perusahaan publik, fraud yang
sangat merugikan pihak investor, pemegang saham, serta pemangku kepentingan lainnya
adalah kecurangan pelaporan keuangan (fraudulent financial reporting). Pengertian
fraudulent financial reporting menurut Arens, Alvin, Elder, Beasley dalam bukunya
Auditing & Assurance Services An Integrated Approach (2008 : 338) adalah sebagai berikut
:
“Fraudulent financial reporting is an intentional misstatement or omission of amounts or
disclosure with the intent to deceive users. Most cases of fraudulent financial reporting
involve the intentionalmisstatement of amounts not disclosures. For example, WorldCom is
reported to have capitalized as fixed asset, billions dollars that shouldhave been expensed.
Omission of amounts are less common, but a company can overstate income by omitting
account payable and otherliabilities. Although less frequent, several notable cases of
fraudulent financial reporting involved adequate disclosure. For example, a central issue in
the Enron case was whether the company had adequately disclosed obligations to affiliates
known as special purpose entities.”
Fraud yang paling menghebohkan salah satunya adalah kasus Enron di Amerika
Serikat yang melibatkan Kantor Akuntan Publik Arthur Andersen seperti yang dicontohkan
Arens dalam pernyataannya di atas. Kasus tersebut akhirnya melahirkan sebuah ketetapan
atau akta yang disebut Sarbanes-Oxley Act of 2002.
Sarbanes-Oxley (Sarbanes-Oxley Act of 2002, Public Company Accounting Reform
and Investor Protection Act of 2002) atau kadang disingkat SOA atau Sarbox adalah hukum
federal Amerika Serikat yang ditetapkan pada 30 Juli 2002 sebagai tanggapan terhadap
sejumlah skandal akuntansi perusahaan besar yang termasuk di antaranya melibatkan Enron,
Tyco International, Adelphia, Peregrine Systems, dan WorldCom. Akta yang diberi nama
berdasarkan dua pencetusnya, Senator Paul Sarbanes dan Representatif Michael G. Oxley,
ini disetujui oleh Dewan dengan suara 423-3 dan oleh Senat dengan suara 99-0 serta
disahkan menjadi hukum oleh Presiden George W. Bush. Skandal-skandal yang
menyebabkan kerugian bilyunan dolar bagi investor karena runtuhnya harga saham
perusahaan-perusahaan ini, mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap pasar saham
nasional.
Sekilas tentang skandal Enron, Enron merupakan salah satu perusahaan energi
terbesar di dunia yang menjadi kebanggaan Amerika Serikat. Pada tanggal 16 Oktober 2001,
Enron menerbitkan laporan keuangan triwulan ketiga. Pengumuman kepada pers
menyatakan bahwa proforma laba bersih Enron telah meningkat menjadi $ 393 juta pada
triwulan ketiga tersebut, dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang berjumlah $ 292 juta.
Pimpinan Enron, Kenneth Lay menyatakan bahwa Enron ‘secara berkesinambungan
memberikan prospek yang sangat baik’ dan ia tidak memberikan secara rinci tentang
pembebanan biaya akuntansi khusus (special accounting charge/expense) sebesar $ 1 miliar
yang menyebabkan hasil actual pada periode tersebut, yang bila dilaporkan sesuai GAAP
akan menjadi kerugian sebesar $ 644 (diambil dan diterjemahkan dari artikel berjudul Enron
Debacle yang diakses dari www.riskglossary.com pada tanggal 15 Maret 2009).
Pengumuman kepada pers tersebut memberikan peringatan kepada Wall Street.
Para analis dan reporter bisnis mulai mencari tahu apa yang terjadi di balik pembebanan
biaya akuntansi khusus sebesar $ 1 miliar tersebut. Setelah diselidiki, ternyata diketahui
bahwa pembebanan tersebut berasal dari transaksi-transaksi yang dilakukan perusahaan
yang didirikan oleh direktur keuangan Enron. Terbukanya rahasia ini menimbulkan
kecurigaan terhadap Enron. Kecurigaan tersebut semakin kuat ketika diketahui lebih rinci
tentang perusahaan yang didirikan direktur keuangan Enron, cara yang digunakan untuk
melaporkan pendapatan, dan budaya perusahaan secara umum. Harga saham perusahaan
turun drastis dari $ 36,00 per lembarnya pada minggu sebelum 16 Oktober 2001 hingga
menjadi $ 0,26 per lembar pada tanggal 30 November 2001. Kemudian Enron mengajukan
permohonan untuk dinyatakan bangkrut pada tanggal 2 desember 2001, yang merupakan
kasus kebangkrutan paling besar dalam sejarah Amerika Serikat (diambil dan diterjemahkan
dari artikel berjudul Enron Debacle yang diakses dari www.riskglossary.com pada tanggal
15 Maret 2009).
Tujuan utama Sarbanes-Oxley adalah meningkatkan kepercayaan publik terhadap
implementasi prinsip GCG (Good Corporate Government) bagi perusahaanyang telah go
public. Sarbanes-Oxley mewajibkan perusahaan yang listing di NYSE (New York Stock
Exchange) untuk mematuhi berbagai ketentuan yang berlaku untuk menjamin transparansi
dalam penyusunan laporan keuangan. Selain itu, Sarbanes-Oxley juga menjamin adanya
kepastian terhadap integritas pelaporan keuangan (integrity of financial reporting). United
States - Securities Exchange Commission (US-SEC) juga telah mengadopsi Sarbanes-Oxley
sebagai syarat untuk memperketat persyaratan disclosure laporan keuangan serta menjamin
akuntabilitas laporankeuangan perusahaan. Dalam hal ini, Sarbanes-Oxley mewajibkan
perusahaan publik untuk mereformasi tanggung jawab manajemen perusahaan perihal
keterbukaan informasi keuangan serta mencegah terjadinya kecurangan pelaporan keuangan
(fraudulent financial reporting) yang bermula dari kecurangan akuntansi (accounting fraud).
Amerika Serikat menerapkan regulasi ini secara ketat, antara lain meliputi
pelaporan keuangan yang akurat dan tidak bias, review pengendalian intern serta kewajiban
untuk menerapkan Code of Ethics dan Code of Corporate Governance. Sarbanes-Oxley juga
menuntut standar yang sangat tinggi terhadap operasi bisnis dan pelaksanaan audit atas
pengendalian intern. (Muh. Arief Effendi, Sarbanes Oxley Act Sebagai Implementasi GCG,
Akuntan Indonesia, Edisi No. 12, Tahun II, Oktober 2008, hal. 39-40).
Sarbanes-Oxley mewajibkan perusahaan yang listing di NYSE (New York Stock
Exchange) untuk membuat dokumentasi pengendalian kunci dan melaporkan kondisi
pengendalian internnya secara periodik. Sarbanes-Oxley Act of 2002, Title III, section 302
(2002 : 33) tentang ”Corporate Responsibility for Financial Reports” menetapkan bahwa
pejabat eksekutif perusahaan harus bertanggung jawab secara pribadi terhadap pernyataan
prosedur pengendalian, internal control, dan jaminan atas kecurangan (fraud). Sarbanes-
Oxley Act of 2002, Title IV, section 404 (2002 : 45) tentang “Management Assessment of
Internal Controls” mengatur ketentuan yang mewajibkan terselenggaranya audit tahunan
yang menunjukkan laporan pengendalian internal (internal control report).
Sejalan dengan adanya Sarbanes-Oxley, maka pemerintah Indonesia pun
menyesuaikan ketentuan-ketentuan yang berlaku di Indonesia dengan ketentuanketentuan
yang ada dalam Sarbanes-Oxley. Beberapa ketentuan yang terutama terkait dengan
Sarbanes-Oxley section 302 dan section 404 adalah sebagai berikut :
• Certification of Financial Reports dimana CEO dan CFO diwajibkan memberikan
“sertifikasi” terhadap financial statements. Di Indonesia sertifikasi terhadap financial
statements diatur dalam :
1. Peraturan Bapepam No.VIII.GA.11 : Tanggung Jawab Direksi Atas Laporan Keuangan.
Peraturan Bapepam ini lebih menegaskan bahwa tanggung jawab atas penyusunan dan
penyajian laporan keuangan perusahaan ada pada direksi ; penyusunan dan penyajian
laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum ; informasi dalam
laporan keuangan telah dibuat dengan lengkap dan benar ; di mana laporan keuangan
tersebut tidak mengandung informasi atau fakta material yang tidak benar serta tidak
menghilangkan informasi material ; dan direksi bertanggung jawab atas sistem pengendalian
intern perusahaan.
2. WK No.511/KMK.06/2002 tentang Investasi Dana Pensiun. Pengurus Dana Pensiun
harus membuat pernyataan atas portofolio investasi terhadap ketentuan perundang-undangan
yang mengatur Investasi Dana Pensiun ; arahan investasi bagi dana pensiun pemberi kerja ;
dan pilihan investasi peserta bagi dana pensiun lembaga keuangan.
• Pengenaan sanksi yang berat bagi eksekutif yang memberikan false informations or
mislead their auditor, di Indonesia aturan ini dimuat dalam Peraturan Bapepam
No.VIII.G.12 : Tanggung Jawab Direksi Atas Laporan Keuangan. Jika direksi tidak
memberikan informasi dengan benar, Bapepam
dapat menjatuhkan sanksi terhadap setiap pelanggaran ketentuan ini, termasuk pihak-pihak
yang menyebabkan terjadinya pelanggaran. Ketentuan ini mulai berlaku untuk laporan
keuangan per 31 Desember 2003.
• Laporan keuangan harus mencerminkan all material correcting adjustments dan
mengungkapkan all material off-balance sheet transactions serta other relationship with
unconsolidated. Perubahan material kondisi keuangan dan hasil usaha emiten harus
dilaporkan on a rapid current basis (real time disclosure), dalam pelaksanaannya di
Indonesia Bapepam mengatur lebih rinci mengenai penyajian dan pengungkapan untuk
perusahaan yang go public dalam pedoman penyajian dan pengungkapan laporan keuangan
industri.
• Annual report must be containing internal control report, di Indonesia aturan ini dimuat
dalam Peraturan Bapepam No.VII.G.12 :Tanggung Jawab DireksiAtas Laporan Keuangan.
Dalam tanggung jawabnya, direksi dituntut untuk memahami betul akan kebenaran dan
kelengkapan dokumen informasi keuangan perusahaan, termasuk pengendalian internnya.
Ini harus tercermin dalam laporan keuangan. Sarbanes-Oxley section 302 tentang
“Corporate Responsibility for Financial Reports” mengatur ketentuan yang mewajibkan
eksekutif dan direksi perusahaan bertanggung jawab secara pribadi terhadap pernyataan
prosedur pengendalian, internal control, dan jaminan atas kecurangan (fraud). Hal tersebut
sesuai dengan isi Sarbanes-Oxley Act of 2002 (2002 : 33). Eksekutif dan direksi perusahaan
mempunyai peranan yang sangat besar dan penting terhadap penerapan Sarbanes-Oxley
section 302 dalam rangka mencegah fraudulent financial reporting di perusahaan. Selain itu
eksekutif dan direksi perusahaan juga mempunyai tanggung jawab baru sehubungan dengan
peranannya dalam proses implementasi Sarbanes-Oxley di perusahaan.
Hal itulah yang akan diangkat penulis dalam penelitian ini, untuk mengetahui
sejauh mana pengaruh antara penerapan Sarbanes-Oxley Act, khususnya section 302, dalam
rangka mencegah fraudulent financial reporting. Dan penulis bermaksud untuk membahas
hal tersebut dalam sebuah penelitian dengan judul :
“Pengaruh Penerapan Sarbanes-Oxley Act Section 302 Terhadap Peranan Eksekutif
Perusahaan Dalam Rangka Mencegah Fraudulent Financial Reporting”
Berdasarkan latar belakang di atas penulis mengidentifikasi permasalahan yang
dihadapi yang berhubungan dengan peranan eksekutif perusahaan dalam kaitannya dengan
penerapan Sarbanes-Oxley khususnya section 302, yaitu :
1. Adakah pengaruh antara penerapan Sarbanes-Oxley section 302 terhadap peranan
eksekutif perusahaan.
2. Adakah pengaruh antara penerapan Sarbanes-Oxley section 302 terhadap fraudulent
financial reporting.
3. Adakah pengaruh antara peranan eksekutif perusahaan terhadap fraudulent financial
reporting.
4. Apakah penerapan Sarbanes-Oxley Section 302 berpengaruh terhadap peranan eksekutif
perusahaan dalam rangka mencegah fraudulent financial reporting.
KERANGKA TEORITIS
Sarbanes-Oxley Act
Sarbanes-Oxley merupakan nama populer untuk undang-undang yang memiliki
nama lengkap “Public Company Accounting Reform and Investor Protection Act of 2002”.
Undang-undang ini ditandatangani oleh presiden Amerika Serikat, George W. Bush pada
tanggal 30 Juli 2002. Nama Sarbanes-Oxley berasal dari nama dua orang pencetus idenya,
yaitu senator Paul Sarbanes dan congressman Michael G. Oxley.
Sarbanes-Oxley memiliki enam komponen utama (W. Steve Albrecht, 2003), yaitu:
1. Implikasi bagi akuntan
Sarbanes-Oxley dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan tanggung jawab perusahaan dan
mengembalikan tingkat kepercayaan investor. Sarbanes-Oxley memiliki tujuan untuk
menjamin akuntabilitas dan kepastian (assurance) terkait dengan pengendalian internal yang
mendukung pengambilan keputusan perusahaan, pelaporan keuangan serta pencegahan
terjadinya manipulasi. Melalui Sarbanes-Oxley maka dibentuk suatu badan yang bernama
Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB). PCAOB ini merupakan suatu
badan yang melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap profesi akuntan. Anggota
PCAOB terdiri dari lima orang, dimana dari kelima orang tersebut hanya boleh ada dua
orang yang memiliki latar belakang sebagai akuntan publik.
PCAOB bertugas melakukan pendaftaran kantor akuntan publik dan menetapkan
atau mengadopsi standar mengenai audit, etika profesi, kendali mutu, dan independensi
profesi akuntan publik. Selain itu badan ini juga bertugas untuk melakukan pemeriksaan,
investigasi, menegakkan tindakan disiplin terhadap kantor akuntan publik serta menegakkan
kepatuhan terhadap undang-undang ini.
Setiap kantor akuntan publik, baik itu yang ada di Amerika Serikat, ataupun yang
ada di luar negeri yang ikut serta dalam penyiapan dan penerbitan laporan audit perusahaan
publik wajib terdaftar pada PCAOB. Melalui kewajiban ini, setiap kantor akuntan publik
yang terdaftar diwajibkan memelihara kertas kerja audit dan informasi serta dokumen
lainnya yang berkaitan dengan laporan audit minimal tujuh tahun.
Setiap kantor akuntan publik yang terdaftar juga tidak diperbolehkan memberikan
jasa non audit kepada kliennya. Jasa non audit yang dilarang meliputi : jasa akuntan dan
penyiapan laporan keuangan, perancangan dan implementasi sistem informasi, jasa
penilaian, jasa aktuaria, jasa outsourcing internal audit, jasa legal, jasa expert yang tidak
berkaitan dengan audit, serta jasa lain yang dilarang oleh PCAOB. Pemberian jasa non audit
yang tidak dilarang kepada klien hanya dapat dilakukan apabila mendapat persetujuan lebih
dahulu dari komite audit.
2. Implikasi bagi perusahaan
Dengan adanya Sarbanes-Oxley, manajemen perusahaan diharuskan untuk mensertifikasi
kewajaran laporan keuangan dan pengungkapan yang dibuat dalam laporan berkala, laporan
keuangan, dan pengungkapan pengungkapan secara wajar menyajikan segala hal yang
material, operasi dan kondisi keuangan issuer. Manajemen juga diharuskan memberikan
pengendalian intern dan auditor eksternal melaporkan pengendalian tersebut, dan
manajemen juga diharuskan melaporkan efektivitas pengendalian intern dan auditor
menyajikannya dalam penilaian manajemen. Hal lain yang terkait dengan implikasi
Sarbanes-Oxley yang terkait dengan perusahaan, yaitu :
• Perusahaan publik harus memiliki kode etik bagi pejabat.
• Memasukkan syarat pembatalan bonus apabila ditemukan kecurangan.
• Pembatasan memberikan pinjaman kepada pejabat dan direktur.
• Memasukkan blackout period untuk trading bagi pejabat dan direktur.
• Mengharuskan memiliki komite audit yang lebih kuat.
• Mengharuskan satu dari anggota komite audit adalah ahli
keuangan. 3. Implikasi bagi analis saham/surat berharga
The National Security Exchange dan asosiasi sekuritas terdaftar harus menetapkan peraturan
benturan kepentingan untuk analisis riset yang merekomendasikan ekuitas dalam laporan
riset.
4. Implikasi bagi pengacara
Security Exchange Commission (SEC) akan menetapkan peraturan yang menetapkan standar
minimum perilaku profesional untuk praktek kepengacaraan. \
5. Bagian lain dari Sarbanes-Oxley
Memberikan upaya-upaya hukum terkait dengan diberlakukannya Sarbanes-Oxley ini.
6. Ancaman dan perselisihan tersembunyi
Membahas tentang apa saja dampak yang ditimbulkan atas penerapan Sarbanes-Oxley ini.
Di antaranya adalah : (1) potensi kerugian dari private sektor audit standard setting untuk
audit perusahaan publik (2) isu ketaatan internasional (3) potensi keterbatasan lebih jauh
atas jasa non audit yang lain.
Bentuk Sertifikasi
Peraturan-peraturan yang telah diungkapkan di atas memerlukan sertifikasi untuk
pengendalian intern atas pelaporan keuangan. Bentuk sertifikasi dari pengendalian intern
tersebut tidak dijelaskan secara spesifik, akan tetapi poin-poin penting yang harus terdapat di
dalam sertifikasi tersebut adalah :
1. Kelemahan material
Kelemahan material tersebut harus diungkapkan kepada komite audit dan auditor
independen setiap triwulannya dan diberitahukan kepada masyarakat melalui laporan
tahunan pengendalian intern.
2. Defisiensi yang signifikan
Kelemahan material tersebut harus diungkapkan kepada komite audit dan auditor
independen setiap triwulannya, akan tetapi jika kelemahan yang terjadi tidak material maka
tidak perlu diberitahukan kepada masyarakat melalui laporan tahunan pengendalian intern.
3. Kecurangan-kecurangan yang terjadi
Setiap kecurangan yang terjadi baik itu material ataupun tidak material tetap harus
diungkapkan kepada komite audit dan auditor independen setiap triwulannya.
4. Perubahan yang signifikan
“Financial statements are the principal means through which financial information is
communicated to those outside an enterprise. These statements provide the firm’s history
quantified in money terms.”
“… memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, dan arus kas perusahaan yang
bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat
keputusan-keputusan ekonomi, serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship)
manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, suatu laporan keuangan menyajikan informasi
mengenai perusahaan meliputi; (a) aktiva, (b) kewajiban, (c) ekuitas, (d) pendapatan dan
beban termasuk keuntungan dan kerugian, dan (e) arus kas. Informasi tersebut di atas beserta
informasi lainnya yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan membantu pengguna
laporan memprediksi arus kas pada masa depan khususnya dalam hal waktu dan
kepastiannya. Diperolehnya kas dan setara kas.”
Kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan yang disajikan berikut ini :
Manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya
yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan. Representasi yang dalam atau
penghilangan dari laporan keuangan, peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan. Salah
penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara
penyajian atau pengungkapan. Fraudulent financial reporting juga dapat disebabkan adanya
kolusi antara manajemen perusahaan dengan akuntan publik. Salah satu upaya untuk
mencegah timbulnya kolusi tersebut, yaitu perlunya perputaran (rotasi) akuntan publik
dalam melakukan general audit suatu perusahaan. Carcello dalam artikelnya yang berjudul
Audit Firm Tenure And Fraudulent Financial Reporting (2004), menyatakan :
“The Sarbanes-Oxley Act (U.S. House of Representatives 2002) required the U.S.
Comptroller General to study the potential effects of requiring mandatory audit firm
rotation. The U.S. General Accounting Office (GAO) concludes in its recently released study
of mandatory audit firm rotation that “mandatory audit firm rotation may not be the most
efficient way to strengthen auditor independence” (GAO 2003, Highlights). However, the
GAO also suggests that mandatory audit firm rotation could be necessary if the Sarbanes-
Oxley Act’s requirements do not lead to improved audit quality (GAO 2003, 5).”
Berdasarkan hasil penelitian COSO (1999) yang berjudul Fraudulent Financial Reporting :
1987 – 1997, An Analysis of U.S. Public Company, atas perusahaan yang listing di Securities
Exchange Commission (SEC) selama periode Januari 1987 - Desember 1997 dapat
disimpulkan bahwa teridentifikasi sejumlah 300 perusahaan (sekitar 50%) yang terdapat
fraudulent financial reporting. Hasil analisa perusahaan yang terkategori fraudulent
financial reporting memiliki karakteristik yaitu mengalami permasalahan bidang keuangan
(experiencing financial distress), lax oversight dan terdapat fraud dengan jumlah uang yang
besar (ongoing, large-dollar frauds). Beberapa perusahaan yang termasuk kasus / skandal
fraudulent financial reporting antara lain Enron, Tyco, Adelphia dan WorldCom. Menurut
KPMG dalam Fraud Survey 2003 faktor-faktor yang menyebabkan kecurangan dalam
perusahaan di antaranya sebagai berikut (dalam persentase di tahun 2003) :
• Colussion between employees and third parties 48
• Inadequate internal controls 39
• Management override of internal controls 31
• Colussion between employees and management 15
• Lack of control over management by directors 12
• Ineffective or nonexistent ethics or compliance program 10
Sedangkan kondisi yang dapat meyebabkan terjadinya fraud dalam perusahaan menurut
Arens dalam bukunya Auditing & Assurance Services An Integrated Approach (2008 : 340)
adalah sebagai berikut :
1. Tekanan/Insentif
Manajemen atau karyawan lain disuap atau ditekan untuk melakukan kecurangan.
2. Kesempatan/Peluang
Kondisi yang menyebabkan terjadinya peluang bagi manajemen dan karyawan untuk
melakukan fraud
3. Sikap/Etika
Sikap, karakter, dan nilai budaya yang dianut oleh perusahaan yang memungkinkan
manajemen untuk melakukan tindakan yang tidak jujur.
Kerangka Pemikiran
Sarbanes-Oxley dimaksudkan untuk meningkatkan akuntabilitas dari manajemen
perusahaan publik, memperbaiki tata kelola perusahaan, meningkatkan pengawasan
(oversight) dari kantor akuntan publik dan merestorasi kepercayaan investor dalam pasar
modal. Sarbanes-Oxley meliputi beberapa hal antara lain seperti, pendirian Public Company
Accounting Oversight Board, independensi auditor, serta peningkatan dalam hal
pengungkapan di dalam laporan keuangan.
Dalam salah satu pasalnya, yaitu section 302, disebutkan bahwa eksekutif
perusahaaan diharuskan untuk memberikan sertifikasi terhadap laporan keuangan tahunan.
sertifikasi tersebut harus ditandatangani oleh manajemen tertinggi di dalam perusahaan
seperti CEO (Chief Executive Officers) dan CFO (Chief Financial Officers) dan tidak boleh
diwakilkan kepada pihak manapun. Selain itu, pihak yang berwenang harus menyatakan
bahwa mereka bertanggung jawab atas pembentukan dan pengelolaan sistem pengendalian
tersebut untuk memastikan bahwa informasi yang ada di dalam laporan terkait dengan
perusahaan dan anak-anak perusahaan. Pada saat di mana laporan periodik sedang
dipersiapkan, pejabat yang berwenang harus melakukan evaluasi terhadap efektivitas dari
pengendalian internal yang ada di dalam perusahaan dalam jangka waktu 90 hari sebelum
laporan diterbitkan. Laporan tersebut kemudian menyajikan kesimpulan mereka mengenai
efektivitas dari pengendalian internal berdasarkan evaluasi pada tanggal di atas di dalam
laporan mereka. Penting sekali bagi eksekutif perusahaan untuk memiliki pengetahuan yang
mendasar mengenai auditing dan pengungkapan laporan keuangan sebelum mereka dapat
mensertifikasi laporan keuangan tahunan perusahaan. Dalam melakukan sertifikasi, orang
yang berwenang dalam perusahaan (seperti CEO dan CFO), juga menunjukkan bahwa
mereka memiliki pengetahuan mengenai perusahaan terkait dengan segala macam informasi
yang material bagi para investor. Sarbanes-Oxley salah satu tujuannya adalah untuk
mencegah terjadinya fraud financial reporting dan fraud auditing. Sarbanes-Oxley harus
dipatuhi dalam rangka memenuhi kewajiban SEC apabila perusahaan memutuskan untuk
listing di NYSE (New York Stock Exchange).
Berdasarkan uraian kerangka pemikiran yang telah diungkapkan di atas, maka diajukan
hipotesis kerja sebagai berikut:
1. Penerapan Sarbanes-Oxley section 302 berpengaruh positif terhadap peranan eksekutif
perusahaan.
2. Penerapan Sarbanes-Oxley section 302 berpengaruh positif terhadap fraudulent financial
reporting.
3. Peranan eksekutif perusahaan berpengaruh positif terhadap fraudulent financial reporting.
4. Penerapan Sarbanes-Oxley section 302 berpengaruh terhadap peranan eksekutif
perusahaan dalam rangka mencegah fraudulent financial reporting.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan studi
kasus. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia,
suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada
masa sekarang (Nazir, 1998 : 66). Menurut Guy (2004), kegiatan dalam penelitian deskriptif
meliputi pengumpulan data dalam rangka pengujian hipotesis atau menjawab pertanyaan
yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian.
Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar
fenomena yang diselidiki (Nazir, 1998 : 66). Penelitian deskriptif bertujuan untuk
menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan,
dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Pada bagian lain, Nazir
mengemukakan bahwa keunggulan dari penelitian deskriptif antara lain adalah sebagai
berikut :
1. Dapat meliputi lebih banyak segi dibandingkan dengan metode-metode penelitian lainnya.
2. Telah digunakan secara luas dan dapat diterapkan pada berbagai macam permasalahan.
3. Banyak memberikan sumbangan kepada ilmu pengetahuan melalui pemberian informasi
keadaan mutakhir.
4. Membantu dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang berguna untuk pelaksanaan
penelitian.
5. Metode ini dapat digunakan dalam menggambarkan keadaan-keadaan yang mungkin
terdapat dalam situasi tertentu.
Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah jenis penelitian studi kasus,
mengambil kutipan dari Nazir studi kasus yaitu penelitian yang berkenaan dengan suatu fase
spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Yang menjadi subjek penelitian dapat
individu, kelompok, lembaga, maupun masyarakat. Hasil dari penelitian studi kasus
merupakan suatu generalisasi dari pola kasus yang tipikal dari individu atau lembaga yang
diteliti.
Operasionalisasi Variabel
Agar penelitian ini sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu dipahami unsur-unsur yang
menjadi dasar dari suatu penelitian ilmiah yang termuat dalam operasional variabel
penelitian. Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek,
atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan ditarik kesimpulannya. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka terdapat tiga variabel
yang digunakan. Variabel-variabel tersebut adalah :
1. Variabel independen (X), yaitu suatu variabel yang keberadaannya tidak dipengaruhi oleh
variabel lain, sebaliknya variabel ini akan mempengaruhi variabel lainnya. Variabel
independen dalam penelitian ini adalah Sarbanes-Oxley Act section 302.
2. Variabel dependen (Y), yaitu variabel yang keberadaanya merupakan suatu yang
dipengaruhi atau dihasilkan oleh variabel independen. Variabel dependen sering disebut
sebagai variabel output, kriteria, konsekuen. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai
variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen
adalah peranan eksekutif perusahaan (Y1) dan Fraudulent financial reporting (Y2). Untuk
mengukur ketiga variabel ini dilakukan penyebaran kuesioner kepada responden dengan
menggunakan ukuran skala ordinal. Adapun secara rinci operasional variabel penelitian ini
adalah sebagai berikut :
Uji Validitas
Suatu data dikatakan valid apabila diukur dengan alat yang tepat. Uji validitas dilakukan
untuk mengetahui apakah instrumen yang digunakan benar-benar dapat mengukur variabel
yang dimaksud (Arikunto, 1998 : 136). Suatu instrumen pengukur dikatakan valid jika
instrumen tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur. Dengan kata lain instrumen
tersebut mengukur apa yang seharusnya construct sesuai dengan yang diharapkan oleh
peneliti (Nur Indrianto dan Bambang Supomo, 1999 : 181). Dalam penelitian ini, uji
validitas dilakukan untuk mengetahui apakah pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan
dalam kuesioner dapat mengukur variabel sebagaimana yang kita inginkan. Validitas
pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan dapat diukur dengan mengkorelasikan skor
tetap pertanyaan dengan jumlah skor totalnya. Dalam hal ini pertanyaan yang memiliki
koefisien korelasi terhadap skor total lebih kecil dari nilai kritisnya berarti tidak lolos uji
validitas dan harus diperbaiki atau dibuang. Untuk menguji validitas, maka dihitung
koefisien korelasi antara masing-masing skor total dengan menggunakan rumus koefisien
korelasi (r) Pearson. Koefisien korelasi yang dihasilkan kemudian dibuat nilainya. Kriteria
yang dikemukakan menurut Sugiyono (2001 : 124) yaitu :
• Jika r E 0,30 maka item-item kuesioner valid.
• Jika r < 0,30 maka item-item kuesioner tidak valid.
Berdasarkan hasil pengujian validitas dalam tabel di atas, dapat dilihat bahwa seluruh item
pertanyaan mempunyai nilai r > 0,30, sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh item
dalam kuesioner Sarbanes-Oxley section 302 sudah valid secara statistik.
Jika koefisien reliabilitas (alpha Cronbach) E 0,70 maka dapat disimpulkan bahwa kuesioner
yang digunakan untuk mengukur suatu dimensi adalah reliable (Hair, 1998:118).
Hasil Uji Reliabilitas
Pengujian reliabilitas berdasarkan koefisien Cronbach’s alpha dilakukan dengan
menggunakan SPSS 13.0, hasil uji reliabilitas dapat dilihat sebagai berikut:
1. Variabel Sarbanes-Oxley section 302
Berdasarkan hasil pengujian reliabilitas dalam tabel 3.5 di bawah ini, dapat dilihat bahwa
nilai koefisien sama dengan 0,958. Nilai koefisien ini lebih besar dari 0,7, sehingga dapat
disimpulkan bahwa seluruh item dalam kuesioner Sarbanes-Oxley section 302 sudah reliable
secara statistik.
Berdasarkan hasil pengujian reliabilitas dalam tabel di atas, dapat dilihat bahwa koefisien
Cronbach’s alpha mempunyai nilai sama dengan 0,921 dan lebih besar dari 0,7. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa kuesioner peranan eksekutif perusahaan adalah reliable secara
statistik.
3. Variabel Fraudulent Financial Reporting
Berdasarkan hasil pengujian reliabilitas dalam berikut ini, dapat dilihat bahwa seluruh nilai
koefisien Cronbach’s alpha adalah sama dengan 0,924 dan lebih besar dari nilai batas 0,7.
sehingga dapat disimpulkan bahwa kuesioner Fraudulent Financial Reporting adalah reliable
secara statistik.
Analisis Data
Analisis statistik digunakan untuk mencari keeratan hubungan antara variabel-variabel yang
diteliti, juga untuk menguji parameternya. Analisis statistic yang digunakan penulis adalah
analisis regresi sederhana. Analisis regresi sederhana digunakan untuk mengetahui
bagaimana variabel independen terhadap variabel dependen. Dari persamaan tersebut dapat
diketahui besarnya kontribusi variabel X (independen) terhadap variabel Y1 dan Y2
(dependen).
Analisis Jalur
Berdasarkan identifikasi masalah, tujuan penulisan dan hipotesis, maka metode analisis yang
digunakan adalah metode analisis jalur (path analysis). Analisis ini bertujuan untuk
menentukan besarnya pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya, baik itu pengaruh
yang sifatnya secara langsung atau tidak langsung serta mengukur besarnya pengaruh dari
suatu variabel penyebab ke variabel akibat yang disebut dengan koefisien jalur. Menurut
Bachrudin & L. Tobing (2003:34), aspek teoritis analisis jalur sama dengan aspek teoritis
dalam analisis regresi klasik, sehingga asumsi-asumsi regresi klasik terikat pada analisis
jalur tersebut. Sebelum mengambil kesimpulan mengenai hubungan kausal dalam jalur,
maka terlebih dahulu diuji keberartian (signifikansi) setiap koefisien jalur yang telah
dihitung. Model yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada diagram jalur
berikut:
Variabel X pada gambar tersebut merupakan variabel eksogen. Garis lurus dengan satu
kepala panah merupakan hubungan bersifat kausalitas, misalnya variabel X terhadap Z.
Variabel Z dan Y dikenal sebagai endogen. Kedua variabel endogen selalu terikat
kekeliruan, dalam hal ini dinotasikan ez dan ey yang merupakan variabel residu gabungan
dari variabel lain diluar X yang mungkin mempengaruhi Z dan Y tetapi tidak dimasukkan ke
dalam model atau yang belum teridentifikasi oleh teori. Besarnya pengaruh dari satu
variabel ke variabel lain dinyatakan dengan suatu koefisien p. Misalnya, besarnya pengaruh
X terhadap Y dinotasikan dengan y,x p . Taksiran koefisien jalur diberikan oleh (Bachrudin
& L. Tobing, 2003:34):
Dimana:
yxi p : koefisien jalur dari variabel penyebab (x) ke variabel akibat
(y) bi : koefisien regresi, diperoleh melalui analisis regresi biasa.
xis : simpangan baku variabel x
sy : simpangan baku variabel
y
Koefisien jalur dapat dihitung dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Menggambarkan diagram hubungan antara variabel secara lengkap, diagram jalur
mencerminkan hipotesis konseptual yang diajukan sehingga tampak dengan jelas variabel
penyebab dan variabel akibat.
2) Menghitung koefisien jalur.
3) Menghitung koefisien korelasi.
Berdasarkan diagram jalur pada gambar sebelumnya, struktur variabel tersebut dapat
dinyatakan ke dalam dua persamaan regresi, yaitu:
Dimana:
Z : Variabel peranan eksekutif
perusahaan. x : Variabel Sarbanes-Oxley.
dengan:
.
Y : Variabel Fraudulent Financial Reporting.
Z : Variabel Peranan Eksekutif Perusahaan.
X : Variabel Sarbanes-Oxley Act Section 302.
y,x p : Koefisien jalur dari variabel Sarbanes-Oxley (x) ke variabel Fraudulent (y). Koefisien
ini dihitung dengan rumus seperti pada persamaan di atas, yaitu:
, n adalah jumlah sampel.
Py,z : Koefisien jalur dari variabel peranan eksekutif perusahaan (z) ke variabel
Fraudulent (y). Koefisien ini dihitung dengan rumus seperti pada persamaan sebelumnya,
yaitu:
untuk persamaan ke 2
, untuk persamaan ke 3
Dari nilai koefisien determinasi ini dapat diketahui nilai koefisien jalur untuk residual
masing-masing persamaan, dengan rumus:
Terdapat dua koefisien determinan lagi yaitu koefisien determinan multiple yang diberi
notasi untuk model yang diusulkan dan M untuk model setelah terdapat koefisien jalur
yang tidak signifikan (Bachrudin & L. Tobing, 2003:37). Koefisien determinasi multipel
tersebut adalah:
Pengujian Hipotesis
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Variabel Penerapan Sarbanes-Oxley Section 302 Terhadap Peranan Eksekutif
Perusahaan Dalam Pencegahan Fraudulent Financial Reporting Merujuk pada model yang
dihipotesiskan bahwa variabel penerapan Sarbanes-Oxley section 302 mempunyai pengaruh
terhadap peranan eksekutif perusahaan dalam rangka mencegah fraudulent financial
reporting maka digunakan analisis jalur untuk mencari besarnya pengaruh tersebut. Penulis
menggunakan bantuan program LISREL 8.5 dengan menggunakan bahasa perintah (sintax)
SIMPLIS untuk mempermudah analisis persamaan regresi dan sintax LISREL untuk analisis
koefisien jalurnya. Langkah pertama dalam analisis jalur adalah menggambarkan konsep
jalur (pengaruh) setiap variabel dalam model yang dihipotesiskan. Untuk menjelaskan
hubungan pengaruh antar variabel tersebut akan dijelaskan pada gambar berikut :
Gambar di atas konsisten dengan rumusan hipotesis yang telah ditetapkan sebelumnya, yaitu
:
Hipotesis penelitian : Penerapan Sarbanes-Oxley berpengaruh positif terhadap peranan
eksekutif perusahaan dalam mencegah fraudulent financial reporting.
Berdasarkan output LISREL untuk analisis jalur model diperoleh hasil sebagai berikut:
Berdasarkan hasil analisis jalur dengan menggunakan LISREL, diperoleh bukti dalam
gambar diatas yaitu statistik chi-square mempunyai nilai nol dan p-value sama dengan 1
pada taraf signifikansi 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa secara statistik, model dapat
diterima ( p > 0,05 ) atau dengan kata lain, terbukti secara statistik bahwa model pengaruh
penerapan Sarbanes-Oxley section 302 terhadap peranan eksekutif perusahaan dalam
rangkan pencegahan fraudulent financial reporting, dapat diterima berdasarkan analisis jalur
terhadap data pada taraf kepercayaan 95%. Pada hasil analisis jalur dalam gambar
sebelumnya, besar pengaruh (koefisien jalur) masing-masing variabel sudah dapat diketahui.
Sebelum besar pengaruh ini digunakan, terlebih dahulu dilakukan pengujian signifikansi
terhadap koefisien-koefisien jalur tersebut secara satu-satu (parsial). Pengujian ini untuk
menguji apakah pengaruh (koefisien jalur) yang diperoleh dalam gambar sebelumnya
tersebut bermakna atau tidak. Berikut ini adalah hasil analisis pengujian signifikansi parsial
dari masingmasing jalur:
Berdasarkan hasil analisis dalam tabel di atas, dapat dilihat bahwa jika ditinjau dari hasil
signifikansi koefisien-koefisien jalur yang menghasilkan kesimpulan bahwa seluruh
pengaruh yang diberikan variabel ndependen terhadap variabel dependen adalah signifikan,
diperkuat oleh hasil engujian signifikansi model yang menunjukkan bukti yang signifikan,
maka model dapat diterima pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini menjelaskan bahwa secara
statistik terbukti penerapan Sarbanes-Oxley section 302 memberikan pengaruh terhadap
peranan eksekutif perusahaan serta memberikan dampak positif pada pencegahan fraudulent
financial reporting.
SIMPULAN
1. Penerapan Sarbanes-Oxley section 302 berpengaruh positif terhadap variabel peranan
eksekutif perusahaan. Ho ditolak pada taraf kepercayaan 95%.
2. Penerapan Sarbanes-Oxley section 302 berpengaruh positif terhadap fraudulent financial
reporting. Ho ditolak pada taraf kepercayaan 95%.
3. Peranan eksekutif perusahaan berpengaruh positif terhadap variabel fraudulent financial
reporting. Ho ditolak pada taraf kepercayaan 95%.
4. Penerapan Sarbanes-Oxley section 302 berpengaruh terhadap peranan eksekutif
perusahaan dalam rangka mencegah fraudulent financial reporting. Ho tidak berhasil ditolak
pada taraf kepercayaan 95%.
DAFTAR PUSTAKA
Albrecht, W.,S. (2003). Fraud Examination & Prevention. South-Western Pub.United States
of America.
Arens, Alvin, A., Elder, R.J., & Beasley, M.S. (2008). Auditing & Assurance Services an
Integrated Approach. Pearson Prentice Hall. United States of America.
Arikunto, S. (1998). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta.
Bachrudin, A., dan Tobing, H.L. (2003). Analisis Data Untuk Penelitian Survai Dengan
Menggunakan Lisrel 8. Jurusan Statistika FMIPA UNPAD. Bandung.
Carcello, J.V. (2004). Audit Firm Tenure And Fraudulent Financial Reporting. University of
Missouri's. United States of America.
Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission. (1999). Fraudulent
Financial Reporting : 1987 – 1997, An Analysis of U.S. Public Company. COSO.
United States of America.
Effendi, M.A. (2008). Sarbanes-Oxley Act Sebagai Implementasi GCG. Akuntan Indonesia,
edisi12, Oktober 2008, hal. 39-40.
Enron Debacle, diakses dari www.riskglossary.com, pada tanggal 15 Maret 2009.
Guy,P., & Lander. (2004). What Is Sarbanes-Oxley?. Mcgraw-Hill. United States of
America.
Hair, Anderson, Tatham, & Black. (1998). Multivariate Data Analysis, 5th Edition, Prentice-
Hall International, Inc, United States of America.
Husein, U. (2002). Metode Komunikasi Organisasi. PT .Gramedia Pustaka
Utama.Jakarta. Ikatan Akuntan Indonesia. (2004). Standar Akuntansi Keuangan. Salemba
Empat.Jakarta. Indrianto, N., dan Supomo, B. (1999). Metode Peneltian Bisnis Untuk
Akuntansi dan
Manajemen, Edisi Pertama, BPE, Yogyakarta.
Kieso, D.E., Kimmel., P.D., Weygandt, J.J. (2002). Accounting Principles, 6th Edition, John
Wiley & Sons, United States of America.
KPMG. (2003). Fraud Survey 2003, diakses dari www.kpmg.com, pada tanggal 30 Maret
2009.
Nazir, M. (1998). Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Pedhazur, E.J., & Pedhazur, LO.S. (1991). Measurement, Design, and Analysis. Student
Edition, Lawrence Erlbaum, United States of America.
Sarbanes-Oxley Act of 2002, diakses dari www.law.uc.edu, pada tanggal 15 Maret 2009.
Schumacker, L.E., & Lomax, R.G. (1996). A Beginner’s Guide to Structural Equation
Modeling, 1st edition, Lawrence Erlbaum, United States of America.
Singarimbun, M., dan Effendi, S. (1989). Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta.
Sugiyono. (2001). Statistika Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung.
Zikmund, W.G. (1991). Exploring Marketing Research. Dryden Press. United States of
America.
www.bapepam.go.id
www.telkom.co.id