Penyamaan Usia Perkawinan
Penyamaan Usia Perkawinan
Penyamaan Usia Perkawinan
Abstrak
Pengaturan usia perkawinan sebagaimana dalam UU Perkawinan dan KHI termasuk kategori
kebijakan open legal policy (hukum terbuka) yang menurut Mahkamah Konstitusi bernilai
konstitusional. Namun demikian, kebijakan hukum (legal policy) tetap harus dalam kerangka
tidak melampaui kewenangan, tidak melanggar moralitas dan rasionalitas, tidak menimbulkan
ketidakadilan yang intolerable, dan tidak nyata-nyata bertentangan dengan UUD 1945. Oleh
karenanya, menyangkut pengujian Pasal 7 ayat (1) sepanjang frasa “usia 16 (enam belas)
tahun” Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Mahkamah Konstitusi
dalam Amar Putusannya menyatakan ketentuan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Implikasi dari putusan ini adalah keharusan
adanya penyamaan batas usia perkawinan bagi pria dan wanita. Lalu, bagaimana pandangan
maqa>s}id al-usrah (tujuan dibalik syari’ah perkawinan), terkait dengan amar putusan ini? Untuk
menjawabnya penelitian ini akan mengkaji tentang kriteria kedewasaan dalam hukum Islam
dan pandangan maqa>s}id al-usrah tentang penyamaan batas usia perkawinan antara pria dan
wanita. Hukum Islam, melalui konsep ba>ligh `a>qil, memandang bahwa ukuran kedewasaan
antara pria dan wanita adalah sejajar. Secara usia, keduanya dianggap telah dewasa apabila
mencapai usia 15 tahun. Sedangkan secara biologis, pria dianggap telah dewasa apabila telah
keluar sperma, dan wanita telah mengeluarkan darah haid, atau apabila telah tajam indra
penciumnya, terjadi perubahan pita suara, dan tumbuhnya rambut di sekitar organ intim dan
2
ii Vol. 23 No. 1 Januari 2018
2019 | 1-18
agar kamu cenderung dan merasa tenteram dasar hukum dibenarkannya perkawinan
kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu bagi perempuan berusia 16 tahun yang
rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang sebenarnya masih berada dalam usia
demikian itu benar-benar terdapat tanda- anak menurut Pasal 1 angka (1) Undang-
tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
berfikir.3
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
Menurut fikih, aturan yang ditetapkan 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
oleh pemerintah yang termasuk dalam (selanjutnya di tulis UU Perlindungan
produk ijtiha>diyah meskipun pada mulanya Anak).6 Bahkan secara jelas dalam Pasal
berhukum muba>h (tidak ada larangan dan 26 ayat (1) Undang-Undang ini disebutkan
tidak ada perintah menjalankannya), bahwa orang tua berkewajiban dan
misalnya soal ketentuan usia minimum bertanggungjawab untuk mencegah
perkawinan, sepanjang berdasarkan pada terjadinya perkawinan pada usia anak-
aspek keaslahatan haruslah ditaati oleh anak.7
rakyat. Hal ini berdasarkan Islamic legal Terkait batas usia minimum
maxim (kaidah fiqh) yang berbunyi: perkawinan yang dipersyaratkan dalam
UU Perkawinan dan KHI ternyata terdapat
َوإِ ْن أَ َم َر، َوإِذَا أَ َم َر ِ َمب ْن ُد ْو ٍب َو َج َب،ُِب تَأَكَّ َد ُو ُج ْوبُه
ٍ إِذَا أَ َم َر ِب َواج perbedaan usia antara pria dan wanita.
.ش ِب ال ُّد َخانِ َو َج َب ْ ُ بِ ُ َبا ٍح فَ ِإ ْن كَا َن ِف ْي ِه َم ْصلَ َح ٌة َعا َّم ٌة ك َ َْت ِك Perbedaan ini menurut sementara pihak
4
4
ii Vol. 23 No. 1 Januari 2018
2019 | 1-18
bertanggal 18 Juni 2015, menolak seluruh tidak nyata-nyata bertentangan dengan
permohonan pemohon terkait batas usia UUD 1945. Pertimbangan demikian juga
perkawinan sebagaimana terdapat dalam berlaku dalam penentuan batas usia
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 minimal perkawinan sehingga dalam
Tahun 1974 tentang Perkawinan.14 hal kebijakan hukum dimaksud nyata-
Namun demikian, tidak semua nyata bertentangan dengan jaminan
permohonan yang berupa kebijakan dan perlindungan hak asasi manusia
hukum terbuka (open legal policy) tidak yang dijamin oleh UUD 1945, maka
dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi. kebijakan hukum (legal policy) dapat diuji
Dalam pandangan Hakim Konstitusi, konstitusionalitasnya melalui proses
sebuah kebijakan hukum terbuka pengujian Undang-Undang. Lebih-
(open legal policy) sekalipun sebenarnya lebih fakta bahwa batas usia minimal
merupakan kewenangan yang dimiliki oleh tertentu merupakan salah satu penyebab
pembuat Undang-Undang berdasarkan munculnya berbagai permasalahan dalam
hukum untuk menentukan subjek, objek, perkawinan seperti masalah kesehatan
perbuatan, persitiwa, dan/atau akibat, fisik dan mental, pendidikan, perceraian,
yang sewaktu-waktu dapat diubah oleh sosial, ekonomi, dan masalah lainnya.15
pembentuk Undang-Undang tersebut Oleh karenanya, menyangkut
sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan pengujian Pasal 7 ayat (1) Undang-
perkembangan yang ada, namun demikian Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
kebijakan hukum (legal policy) tetap Perkawinan, Mahkamah Konstitusi dalam
harus dalam kerangka tidak melampaui Amar Putusannya mengabulkan sebagian
kewenangan, tidak melanggar moralitas permohonan para Pemohon. Isi lengkap
dan rasionalitas, tidak menimbulkan Amar Putusan Mahkamah Konstitusi
ketidakadilan yang intolerable, dan Nomor 22/PUU-XV/2017 tersebut adalah
sebagai berikut:
14
Dalam permohonan pengujian sebelumnya,
(1) Mengabulkan permohonan para Pemohon
sebagaimana termuat dalam Putusan MK Nomor 30-
74/PUU-XII/2014, bertanggal 18 Juni 2015 seluruh
untuk sebagian. (2) Menyatakan Pasal 7 ayat
permohonan yang dajukan oleh pemohon diputuskan (1) sepanjang frasa “usia 16 (enam belas)
ditolak untuk seluruhnya. Salah satu pertimbangan tahun” Undang-Undang Nomor 1 Tahun
hukum yang digunakan oleh Majelis Mahkamah Konstitusi 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara
untuk menolak permohonan ini adalah keyakinan bahwa Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1,
Undang-Undang tersebut termasuk dalam kategori
Tambahan Lembaran Negara Republik
kebijakan hukum terbuka (open legal policy). Keputusan
diambil dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh
Indonesia Nomor 3019) bertentangan dengan
sembilan Hakim Konstitusi, yaitu Hamdan Zoelva, selaku Undang-Undang Dasar Negara Republik
Ketua merangkap Anggota, Arief Hidayat, Patrialis Akbar, Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai
Ahmad Fadlil Sumadi, Wahiduddin Adams, Maria Farida kekuatan hukum mengikat; (3) Menyatakan
Indrati, Anwar Usman, Muhammad Alim, dan Aswanto, ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang
masing-masing sebagai anggota. Dalam putusan Rapat
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Permusyawaratan ini diketahui ada pendapat berbeda
(dissenting opinion) oleh Hakim Konstitusi Maria
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
Farida Indrati. Dalam salah satu pertimbangannya ia 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara
menyatakan bahwa penentuan batasa usia perkawinan Republik Indonesia Nomor 3019) masih tetap
merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) berlaku sampai dengan dilakukan perubahan
yang membutuhkan proses legislative review yang cukup sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana
panjang. Oleh karenanya, dibutuhkan perubahan hukum
yang telah ditentukan dalam putusan ini; (4)
segera yakni melalui Putusan Mahkamah melalui sarana
rekayasa sosial (law as tool of social engineering). Putusan 15
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 30-74/ Indonesia Nomor 22/PUU-XV/2017 bertanggal 5 April
PUU-XII/2014 bertanggal 18 Juni 2015. H. 239. 2018. H. 46.
6
ii Vol. 23 No. 1 Januari 2018
2019 | 1-18
menerima kewajiban) dan ahliyat al-ada>’ disamping syarat harus berakal sehat
(kecakapan melakukan suatu tindakan).17 (`a>qil).19 Pijakan utama konsep ini adalah
Kecakapan seseorang dalam Hadis Rasulullah SAW.:
melakukan suatu tindakan hukum secara
penuh, baik berupa perbuatan maupun َّ ُِر ِف َع الْ َقلَ ُم َع ْن �ثَالَث َ ٍة َعنِ ال َّنائِمِ َحتَّى يَ ْستَيْ ِق َظ َو َعن
الصب ِِّى
ucapan, yang memiliki implikasi hukum 20 ِ
.َحتَّى يَ ْحتَلِ َم َو َعنِ الْ َم ْج ُنونِ َحتَّى يَ ْعق َل
dipersyaratkan telah bali>gh (mencapai Diangkat pena (tidak dikenakan kewajiban)
usia dewasa) dengan kriteria sebagaimana pada tiga orang, yaitu: orang tidur hingga
telah ditetapkan oleh ulama fikih. bangun, anak kecil hingga ihtila>m (keluar
Kriteria bali>gh inilah yang merupakan seperma), dan orang gila hingga berakal.
salah satu syarat seseorang terkategori Menurut bahasa Arab, kata ba>ligh
mukallaf (yang terbebani aturan hukum),18 menunjukkan makna pelaku suatu
berbuatan (ism al-fa>`il) dari akar kata
17
Ahliyat al-wuju>b adalah kecakapan seseorang (mas}dar) bulu>gh, bentuk kata kerjanya
untuk menerima hak dan menjalankan kewajiban yang adalah balagha (kata kerja lampau/ fi`l
melekat bagi seseorang sejak ia dilahirkan. Syarat
al-ma>d}i>) dan yablugh (kata kerja saat ini
mutlak untuk kecakapan ini adalah adanya kehidupan
itu sendiri. Sebagian ulama mendefinisikan ahliyat al- dan akan datang/ fi`il mud}a>ri`).21 Dalam
wuju>b ini dengan redaksi “status shar’i> yang ditetapkan bahasa Indonesia, kata balagha bermakna
kepada seseorang yang dengannya ia menjadi cakap sampainya seseorang, sehingga kata
melakukan hal yang diwajibkan sekaligus menerima
ba>ligh diartikan sebagai orang yang telah
hak.” Contoh dari kecakapan ini adalah hak wasiat bagi
seseorang yang masih dalam kandungan dan kewajiban sampai. Ditinjau dari aspek hukum Islam,
zakat bagi anak kecil. Sedangkan ahliyat al-ada>` adalah yang dimaksud dengan ba>ligh adalah
kecakapan seseorang melakukan suatu tindakan hukum, seseorang yang telah sampai dalam tahap
baik berupa perbuatan ataupun ucapan, berdasarkan
kedewasaan, yang karenanya seseorang
ketentuan shara’. Syarat kecakapan ini adalah tamyi>z
(kemampuan dalam membedakan yang baik dan yang telah dianggap memiliki kecakapan dalam
jelek). Abu> Bakr Muh}ammad Ibn Ah}mad Ibn Abi> Sahl bertindak secara hukum.22
al-Sarakhsi. Us}u>l al-Sarakhsi>. Vol. 2. Beirut: Da>r al-Kutub Secara umum, ulama sepakat
al-`Ilmiyyah, 1993. H. 332. Sedangakn istilah tamyi>z
bahwasanya tanda-tanda kedewasaan
oleh Al-As}faha>ni> didefinisikan dengan: “Kekuatan daya
pikir yang dengannya seseorang mampu menemukan adalah ketika seseorang ba>ligh.23 Adapun
dan menetapkan beberapa makna perkataan. Syarat
tamyi>z ini hanya berlaku untuk ahliyat al-ada>` al-na>qis} 19
Terkait hubungan agama dengan akal, terdapat
ah (kecakapan yang tidak sempurna), sedangkan untuk sebuah riwayat Hadis yang menyebutkan bahwa
kategori ahliyat al-ada>` al-ka>milah (kecakapan yang Rasulullah SAW. bersabda yang artinya: “Harga
sempurna) disyaratkan telah baligh (mencapai usia seseorang dilihat dari kualitas akalnya dan tidak ada ada
dewasa). Contoh dari kecakapan ini adalah kecakapan agama bagi orang yang tidak memiliki kualitas akal.”
melakukan ibadah, muamalah, dan sebagainya. Kedua Abu> Bakr Ah}mad Ibn al-H{usayn al-Bayhaqi>. Shu`ab al-
jenis kecakapan ini terbagi menjadi dua, yakni al-na>qisa} I<ma>n. Vol. 4. Nomor Hadis 4644. Beirut: Da>r al-Kutub al-
h (kurang/ tidak lengkap) dan al-ka>milah (sempurna/ `Ilmiyyah, 1990. H. 157.
lengkap). Al-Ra>hib al-`As}faha>ni>. Mu`jam Mufradat Alfa>z} 20
Abu> Da>wu>d Sulayma>n Ibn al-`Ash`ath, Sunan Abi>
al-Qur’a>n. Beirut: Da>r al-Fikr, 2008. H. 495. Da>wu>d. Vol. 4. Nomor Hadis 4405. Beirut: Da>r al-Kita>b al-
18
Kebalikan dari ketentuan mukallaf ini, seseorang `Arabi>, 2010. H. 245.
yang belum ba>ligh dan tidak berakal sehat seluruh 21
Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir, (Surabaya:
ibadahnya dinyatakan belum wajib dan tidak sah. Pustaka Progressif, 1984). H. 107.
Misalnya, terkait kewajiban puasa, anak yang masih 22
Ningrum Puji Lestari. Hukum Islam, (Bandung:
kecil (s}abi>) dan orang gila (majnu>n/ akalnya tidak Logos Wacana Ilmu, 2005). H. 25.
berfungsi secara normal) tidak diwajibakan melakukan 23
Dalam terminologi Arab, setiap fase
ibadah puasa dan tidak wajib mengqad}a>’nya. Khusus perkembangan seseorang memiliki istilah tersendiri.
bagi orang gila terdapat tambahan syarat apabila bukan Istilah istilah tersebut adalah sebagai berikut: Pertama,
diakibatkan dari tindakan yang melawan syari`ah. Muh} fase seseorang yang masih dalam kandungan disebut
ammad Shat}a> al-Dimyat}i. H}a>shiyah `Ia>nat al-T}a>libi>n. Vol. jani>n. Kedua, fase seseorang setelah dilahirkan disebut
2. Beirut: Da>r al-Fikr, 1997. H. 220. t}ifl, dhurriyyah, s}abi>. Ketiga, fase seseorang yang sudah
8
ii Vol. 23 No. 1 Januari 2018
2019 | 1-18
ia berkata, sungguh hal ini (usia lima belas bagi laki-laki dan perempuan adalah,
tahun) merupakan batas pemisah antara keluar air mani baik keadaan tidur atau
status anak-anak dan orang dewasa. Ia lalu terjaga, tumbuhnya rambut di sekitar
menginstruksikan kepada semua gubernurnya organ intim, tumbuhnya rambut di ketiak,
agar menetapkan (status dewasa) bagi orang indra penciuman hidung menjadi peka,
yang telah mencapai usia lima belas tahun,
perubahan pita suara. Apabila karena
dan jadikanlah seseorang yang masih berusia
sesuatu hal, sehingga kriteria ba>ligh
di bawahnya pada keluarganya (sebab
tersebut tidak muncul maka batasan usia
dianggap masih anak-anak).
yang dipakai adalah umur genap 18 tahun
Secara lebih rinci, pembatasan usia atau usia genap 17 tahun memasuki usia
ba>ligh menurut para ulama maddhab fikih 18 tahun.32
adalah sebagai berikut: Maqa>s}id al-usrah dapat dikatakan
Pertama, menurut mayoritas sebagai cabang kajian dari konsep maqa>s}
ulama anak telah bermimpi sehingga id al-shari>`ah.33 Dalam kajian hukum,
mengeluarkan air mani (ih}tila>m) bagi keduanya masuk dalam kategori kajian
laki-laki dan datangnya haid bagi anak filsafat hukum, khususnya hukum Islam.34
perempuan,30 atau usia anak telah genap 32
Abu> al-Baraka>t Ah}mad al-Dardi>r. Al-Sharh} al-
mencapai umur 15 tahun. Kabi>r. Vol. 3. Mesir: Al-Ba>b al-H{alabi>, t.th. H 393.
Kedua, Imam Abu> H{ani>fah memberikan 33
Maqa>s}id al-shari>`ah adalah makna dan hikmah
batasan usia ba>ligh minimal yaitu bagi yang diperhatikan dan dipelihara oleh sha>ri’ dalam
laki-laki berumur serendah rendahnya 12 setiap bentuk penentuan hukum-Nya. Hal ini tidak
hanya berlaku pada jenis-jenis hukum tertentu, sehingga
tahun. Kriteria ba>ligh bagi laki-laki yaitu masuklah dalam cakupannya segala sifat, tujuan umum,
ih}tila>m yaitu mimpi keluar mani dalam dan makna syari’ah yang terkandung dalam hukum,
keadaan tidur atau terjaga, keluarnya air serta masuk pula di dalamnya makna-makna hukum
mani karena bersetubuh atau tidak, dan yang tidak dapat diperhatikan secara keseluruhan tetapi
dijaga dalam banyak bentuk hukum. Abu> Ish}a>q al-Shat}
bagi perempuan berumur usia 9 tahun ibi> membagi tingkatkan maqa>s}id al-shari>`ah menjadi tiga
(usia yang biasanya seorang wanita sudah yakni d}aru>riyah (primer), h}a>jiyah (skunder), dan tah}si>niyah
menstruasi).31 (tersier). Ketiganya harus berkembali pada terwujudnya
Ketiga, Menurut imam Ma>lik, batasan kemaslahatan yang terwujud dalam lima prinsip dasar
(al-maba>d{i’ al-khamsah), yakni perlindungan terhadap
umur ba>ligh bagi laki-laki dan perempuan agama, jiwa, akal, harta dan keturunan. Seluruh
adalah sama, yaitu genap 18 tahun atau ajaran syari’ah pada akhirnya harus berorientasi demi
genap 17 tahun memasuki usia 18 tahun. kemaslahatan manusia. Ah}mad al-Raysu>ni>. Madkhal Ila>
Tiga batasan ba>ligh ini menggunakan Maqa>s}id al-Shari>`ah. Kairo: Da>r al-Kalimah, 2010. H. 7. Abu>
Ish}a>q al-Sha>t}ibi>. Al-Muwa>faqat Fi> Us}u>l al-Shari>`ah. Vol. 2.
prinsip mana yang dahulu dicapai atau Beirut: Da>r al-Kutub al-`Ilmiyah, 2003. H. 7-9.
dipenuhi oleh seseorang. Lebih terinci 34
Menurut Beni Ahmad Saebani, filsafat hukum
lagi, madhhab Ma>liki> memberikan kriteria Islam adalah kajian filosofis tentang hakikat hukum
ba>ligh ada 7 macam, 5 macam berlaku Islam, sumber asal muasal hukum Islam dan prinsip
penerapannya, serta fungsi dan manfaat hukum Islam
sama bagi laki-laki dan perempuan, bagi kehidupan masyarakat yang melaksanakannya.
sedangkan 2 macam berlaku khusus bagi Mengacu pada definisi ini, maka maqa>s}id al-usrah,
perempuan. Kriteria ba>ligh khusus bagi sebagai cabang dari maqa>s}id al-shari>`ah, terkategori
perempuan adalah menstruasi dan hamil. dalam kajian filsafat hukum Islam. Dalam kajian filsafat
hukum Islam, para ahli membagi menjadi dua macam,
Sedangkan kriteria ba>ligh yang berlaku pertama adalah falsafat al-tashri>’ dan falsafat al-shari>’ah.
30
Jala>luddi>n al-Mah}alli> dan Jala>luddi>n al-Suyu>t}i>. Falsafat al-tashri>’ menekankan pembahasan atas da>im
Tafsi>r al-Qur’an al-Kari>m. Vol. 1. Beirut: Da>r al-Fikr, 1998. al-ah}ka>m (dasar-dasar hukum Islam), maba>di’ al-ah}ka>m
H. 98. (prinsip-prinsip hukum Islam), us}u>l al-ah}ka>m (pokok-
31
Abu> ‘Abd Alla>h Muh}ammad Ibn Ah}mad Ibn Abu> pokok hukum Islam), maqa>s}id al-ah}ka>m (tujuan-tujuan
Bakr Ibn Farh} Al-Qurt}ubi>. Al-Ja>mi‘ Li> Ahka>m al-Qur’an. Vol. hukum Islam) serta qawa>id al-ah}ka>m (kaidah-kaidah
5. Beirut: Da>r al-Fikr, t.th. H. 37. hukum Islam). Sementara falsafat al-shari>’ah berbicara
10
ii Vol. 23 No. 1 Januari 2018
2019 | 1-18
melakukan liwa>t} dan sah}a>q (hubungan Syari’ah Islam tidak membatasi
badan antara perempuan dan perempuan, hubungan pernikahan hanya sebatas
larangan mengubur anak perempuan, hubungan jasadiyyah semata, akan tetapi
aborsi, dan lain sejenisnya.40 juga menekankan pada hubungan ba>t}
Ketiga, mewujudkan rasa saki>nah iniyyah juga. Syari’ah Islam mendorong
mawaddah wa rah}mah. Ketenteraman bagi seorang pasangan untuk dapat
dalam hati manusia merupakan naluri dan memberikan rasa tenteram kepada
kebutuhan yang harus dipenuhi. Ekspresi pasangannya, sehingga dapat terwujud
seseorang dalam mewujudkannya jalinan rasa saling mengasihi dan
mungkin berbeda antara satu orang menyayangi di antara pasangan yang
dengan lainnya, terkadang dapat menjalankan kehidupan berumah tangga.42
berwujud ekspresi yang positif, namun Keempat, menjaga kejelasan nasab
tidak jarang dijumpai berwujud ekspresi (garis keturunan). Upaya syari’ah untuk
yang negatif. Begitupula dalam usaha mewujudkannya dapat dilihat dari
mencari rasa tenteram, terkadang dapat adanya keharaman berbuat zina, hukum-
berbentuk perbuatan yang baik namun hukum khusus tentang iddah, haram
juga terkadang berbentuk perbuatan yang merahasiakan apa yang ada di dalam
tidak terpuji. Rasululla>h SAW., sebagai kandungan, aturan tentang mengingkari
manusia suci pembawa risalah Islam, dan menetapkan nasab, mengharamkan
menemukan ketenteraman hati disaat adopsi, dan lain sebagainya.43 Ibn ‘A<shu>r
sedang melakukan ibadah shalat. Dalam menambahkan catatan berkaitan dengan
sebuah Hadis riwayat sahabat Anas Ibn penjagaan nasab ini. Ia menyatakan bahwa
Ma>lik disebutkan: tujuan akhir dari penjagaan nasab adalah
kebenaran garis keturunan seseorang
ق ََال َر ُس ْو ُل الل ِه َص َّل الل ُه َعلَيْ ِه َو َسلَّ َم ُحبِّ َب إِ َ َّل ال ِّن َسا ُء َوالطِّيْ ُب kepada orang tuanya.44
41 ِ
.الص َلةَّ َو ُج ِعل َْت قُ َّر ُة َعيْ ِني ِف Kelima, menjaga agama dalam
Rasululla>h SAW. bersabda: Dicintakan kehidupan keluarga. Konsep dasar tujuan
kepadaku para wanita dan wewangian dan perkawinan ini didasarkan atas firman
dijadikanlah penyejuk hatiku dalam shalat. Allah SWT. dalam surat al-Tah}ri>m ayat 6:
Hadis di atas juga memberikan
isyarah bahwa bagi para lelaki diantara
اس ُ يَا أَيُّ َها ال َِّذي َن آ َم ُنوا قُوا أَنْف َُس ُك ْم َوأَ ْهلِي ُك ْم نَا ًرا َوقُو ُد َها ال َّن
beberapa hal yang dapat menenteramkan َوال ِْح َجا َر ُة َعلَ ْي َها َم َلئِ َك ٌة ِغ َل ٌظ ِش َدا ٌد َل يَ ْع ُصو َن اللَّ َه َما أَ َم َر ُه ْم
hati di dunia ini adalah para wanita dan 45
.ََويَ ْف َعلُو َن َما يُ ْؤ َم ُرون
wewangian. Begitupula bagi seorang Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
wanita hal yang menyenangkan hati dirimu dan keluargamu dari api neraka
adalah para lelaki dan wangi-wangian. yang bahan bakarnya adalah manusia dan
Munculnya rasa saling mencintai antara batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
laki-laki dan perempuan merupakan kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
hal yang bersifat naluriah (fit}rah). Islam terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
sebagai agama fit}rah tentu telah mengatur
hubungan yang ideal di antara keduanya, 42
Jama>luddi>n `At}iyyah. Nah}w Taf’i>l Maqa>s}id al-
yakni melalui ajaran pernikahan. Shari>’ah. H. 150.
43
Jama>luddi>n `At}iyyah. Nah}w Taf’i>l Maqa>s}id al-
Shari>’ah. H. 150.
40
Jama>luddi>n `At}iyyah. Nah}w Taf’i>l Maqa>s}id al- 44
Muh}ammad al-T}a>hir Ibn `A<shu>r. Maqa>s}id al-
Shari>’ah. H. 149. Shari>’ah al-Isla>miyyah. Vol. 3. Qatar: Wiza>rah al-Awfa>q wa
41
Ah}mad Ibn Shu‘ayb al-Nasa>i>. Sunan al-Kubra>. No. al-Shu’u>n al-Isla>miyyah, t.th. H. 195.
8888. Vol. 5. Beirut: Da>r al-Kita>b al-‘Arabi>, t.th. H. 280. 45
Q.S. Al-Tah}ri>m: 6.
46
Jama>luddi>n `At}iyyah. Nah}w Taf’i>l Maqa>s}id al- 49
Jama>luddi>n `At}iyyah Nah}w Taf’i>l Maqa>s}id al-
Shari>’ah. Damaskus: Da>r al-Fikr, 2003. H. 153. Shari>’ah. H. 154.
47
Jama>luddi>n `At}iyyah Nah}w Taf’i>l Maqa>s}id al- 50
Jama>luddi>n `At}iyyah Nah}w Taf’i>l Maqa>s}id al-
Shari>’ah. H. 150. Shari>’ah. H. 154.
48
Q.S. Al-T}a>ha: 132 51
Q.S. Al-Nu>r: 32.
12
ii Vol. 23 No. 1 Januari 2018
2019 | 1-18
Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian B. Metode Penelitian
di antara kamu, dan orang-orang yang layak Pendekatan yang digunakan dalam
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu
penelitian ini adalah pendekatan
yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu
perundang-undangan (statute approach).
yang perempuan. Jika mereka miskin Allah
Statute approach adalah pendekatan
akan memampukan mereka dengan karunia-
Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) dengan menggunakan legislasi dan
lagi Maha Mengetahui. regulasi. Kecuali penelitian dalam ruang
lingkup hukum adat, penelitian hukum
Syari’ah Islam juga mengajarkan dalam level dogmatik hukum tidak
bahwa nafkah yang diberikan oleh suami dapat melepaskan diri dari pendekatan
kepada istrinya tidak hanya semata-mata perundang-undangan (peraturan tertulis
tanggungjawab bersifat dunyawi>, namun yang dibentuk oleh lembaga negara atau
juga bersifat ukhrawi>. Nafkah dari suami pejabat yang berwenang dan mengikat
senantiasa dicatat sebagai sedekah yang secara umum). Dalam pendekatan jenis
pahalanya kembali kepadanya. Dalam ini, peneliti akan mencari peraturan
sebuah riwayat Hadis dinyatakan: perundang-undangan yang berkaitan
َح َدث َ َنا آ َد ُم بْ ُن أَ ِب ِإيَاس َح َدث َ َنا شُ ْعبَة َع ْن َع ِدي بْنِ ث َاب ٍِت ق ََال dengan isu yang diteliti.54
Jenis penelitian ini apabila ditinjau
َس ِم ْع ُت َعبْ َد الل ِه بْ َن يَ ِزيْد ْالَن َْصارِي َع ْن أَ ِب َم ْس ُع ْو ٍد ْالَن َْصارِي fokus kajiannya, termasuk penelitian
فَ ُقل ُْت َعنِ ال َّنبِي فَق ََال َعنِ ال َّنبِي َص َّل الل ُه َعلَيْ ِه َو َسلَّ َم ق ََال hukum normatif.55 Sedangkan apabila
إِذَا أَنْف ََق الْ ُم ْسلِ ُم نَ َف َق ًة َع َل أَ ْهلِ ِه َو ُه َو يَ ْحتَ ِس ُب َها كَان َْت لَ ُه ditinjau dari sisi operasional pengumpulan
data, tergolong studi kepustakaan (library
52
.ٌَص َدقَة
research).56 Mengingat fokus kajian dan
Menceritakan kepada kami A<dam Ibn Abi>
operasional yang digunakan, maka
Iya>s, menceritakan kepada kami Shu’bah dari
‘Adi> Ibn Tha>bit, dia berkata: aku mendengar paradigma dalam penelitian ini termasuk
‘Abd Alla>h Ibn Yazi>d al-Ans}a>ri> telah berkata: paradigm kualitatif dengan menggunakan
aku mendapat Hadis dari Abi> Mas’u>d al-Ans} alur berfikir dan pola kerja induktif-
a>ri>, kemudian aku berkata: Nabi Muhammad deduktif.
SAW. bersabda: Ketika seorang muslim Sumber data primer yang digunakan
memberi nafkah kepada keluarganya dan dalam penelitian ini adalah Putusan
dia mengharapkan pahala dengannya maka Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia
nafkah tadi teranggap sebagai sedekahnya. Nomor 22/PUU-XV/2017, bertanggal 5
Imam al-Ghaza>li> berpendapat April 2018, kitab Nah}w Taf’i>l Maqa>s}id al-
bahwa suami diharuskan mencari Shari>’ah karya Jama>luddi>n `At}iyyah, dan
penghasilan yang halal walaupun tidak kitab Al-Fiqh al-Isla>mi> Wa Adillatuh karya
banyak, sepanjang ia telah berusaha Wahbah al-Zuh}ayli. Sedangkan sumber
mendapatkannya secara sungguh- data sekunder adalah literatur yang
sungguh, dan tidak bersedih ketika 54
Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum.
belum mampu mencukupi kebutuhan Jakarta: Kencana, 2010. H. 97 dan 194.
keluarganya dengan nafkah yang lebih, 55
Penelitian hukum normatif adalah penelitian
sebab rizqi sudah ada bagiannya sendiri- hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai
sendiri.53 aspek. Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum.
Jakarta: UI-Perss, 2008. H. 51.
52
Muh}ammad Ibn Isma>‘il Ibn Ibra>hi>m al-Ja‘fi> al- 56
Library research adalah penelitian yang
Bukha>ri>. S{ahi>h al-Bukha>ri>. H. 2047. menjadikan bahan pustaka sebagai bahan utama dalam
53
Abu> H}a>mid Muh}ammad bin Muh}ammad al- proses penelitian. Hasjim Abbas. Metodologi Penelitian
Ghaza>li>. Ih}ya>’ ‘Ulu>m al-Di>n. Lebanon: Da>r Ibn H}azm, 2014. Hukum Islam. Jombang: Program Pascasarjana Studi
H. 468 Hukum Islam Universitas Darul ‘Ulum. 2010. H. 11.
yakni `a>qil (berakal sehat), merupakan dan wanita adalah usia 15 tahun. Dalil
salah satu salah satu unsur utama yang digunakan adalah Hadis Nabi SAW.
riwayat `Abdulla>h Ibn `Umar RA. yang
adanya Bunyi pembebanan
dipotong: ayhukum ( ÐC )(takli>f)
sebagai jaminan adanya pemahaman dan digali hukumnya melalui metode qiya>s
kesadaran dalam menjalankan aw ( ËC )ajaran (analogi hukum). Meskipun konteks
agama. Ajaran agama harus dijalankan Hadis tersebut berkaitan dengan masalah
secara sukarela dan penuh kesadaran. peperangan, yakni persyaratan dan
Kedua hal ini akan terwujud apabila kriteria usia bagi pasukan yang akan
seseorang telah mencapai usia dewasa mendaftarkan diri mengikuti sebuah
(matang) dalam segi pemikiran. Hal peperangan, namun apabila dikaji
menggunakan konsep qiya>s nampaknya
57
Mardalis. Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, kriteria ini lebih dari cukup sebagai
2002). H. 28.
14
ii Vol. 23 No. 1 Januari 2018
2019 | 1-18
indikator kedewasaan seseorang. Sebab 2. Penyamaan Usia Perkawinan
dalam peperangan zaman dahulu masih Perspektif Maqa>si}d Al-Usrah
bersifat fisikly dan tidak menggunakan Hukum Islam tidak mengatur
alutsista yang serba automatically, artinya ketentuan batas usia perkawinan, baik
seorang pasukan perang dituntut benar- bagi pria maupun wanita. Maqa>s}id al-usrah,
benar matang dalam berfikir, organ tubuh sebagai cabang pengembangan dari maqa>s}
yang sempurna, dan memiliki ketahanan id al-shari>`ah, yang wilayah kajiannya lebih
fisik yang prima. Seluruh persyaratan ini bersifat falsafi, tentu juga tidak mengatur
kiranya sudah cukup dan bahkan berlebih usia perkawinan tersebut, terlebih soal
bagi seseorang yang akan menjalankan penyamaan usia perkawinan dalam sebuah
sebuah tindakan hukum berupa ibadah, aturan perundang-undangan negara
muamalah, dan lain sebagainya. Pola tertentu.
analogi semacam ini dikenal dalam Namun demikian, maqa>s}id al-
diskursus ushul fikih dengan istilah qiya>s usrah dapat melegitimasi ketentuan
adna>wi>. penyamaan usia perkawinan melalui
Mayoritas ulama fikih, meskipun ukuran terwujud dan tidaknya tujuan
berbeda dalam penentuan usia ba>ligh, dari syari’ah perkawinan. Ringkasnya,
tidak membedakan usia ba>ligh bagi pria jika tujuan perkawinan dapat terwujud,
dan wanita. Madhhab Ma>liki> misalnya, baik maksimal ataupun minimal,
menetapkan usia 15 tahun sebagai batasan melalui adanya aturan penyamaan usia
usia ba>ligh, namun tetap menyamakan perkawinan, maka aturan tersebut dapat
usia ba>ligh bagi pria dan wanita, yakni dibenarkan dan diterima, sebaliknya jika
ketika telah berusia genap 18 tahun atau aturan penyamaan usia perkawinan justru
ketika telah berusia genap 17 tahun dan dapat atau berpotensi menghilangkan
memasuki usia ke 18. tujuan perkawinan, maka aturan tersebut
Satu-satunya madhhab fikih patut untuk ditolak. Sehingga titik tolak
beraliran ahl al-sunnnah wa al-jama>`ah benar dan tidaknya suatu aturan, dalam
yang membedakan batas usia ba>ligh pandangan maqashid dikembalikan pada
bagi pria dan wanita adalah madhhab terwujud dan tidaknya suatu tujuan dari
H{anafi> dengan menyatakan bahwa usia adanya sebuah peraturan.
ba>ligh baru tercapai apabila seorang pria Sebagaimana telah dijelaskan, tujuan
telah mencapai usia ba>ligh jika ia telah perkawinan menurut Jama>luddi>n At}
mencapai usia 18 tahun, sedangkan bagi iyah adalah; (1) Mengatur hubungan
perempuan apabila telah mencapai usia laki-laki dan perempuan. (2) Menjaga
17 tahun. Terindikasi bahwa dasar hukum kelangsungan kehidupan manusia. (3)
yang digunakan oleh madhhab H{anafi> ini Mewujudkan rasa saki>nah mawaddah wa
adalah pertimbangan lokalitas budaya rah}mah. (4) Menjaga kejelasan nasab (garis
dan peradaban penduduk kota Kufah pada keturunan). (5) Menjaga agama dalam
saat itu, dan oleh karenanya ketetapan kehidupan keluarga. (6) Mengatur aspek-
hukum semacam ini bersifat ijtiha>di> yang aspek dasar keluarga. (7) Mengatur aspek
tidak menutup dan melarang munculnya ekonomi keluarga.
perbedaan pendapat. Gagasan Jama>luddi>n At}iyah berupa
maqa>s}id al-usrah ini tidak mensyaratkan
adanya pembedaan usia minimum
perkawinan antara pihak pria dan wanita,
menyangkut aoakah pria harus setara,
16
ii Vol. 23 No. 1 Januari 2018
2019 | 1-18
DAFTAR PUSTAKA Dicey, Albert Van. Introduction To The Study
Of The Law Of The Constitution. Oxford:
Oxford University Press, 2013.
Dimyat}i> (al), Muh}ammad Shat}a>. H}a>shiyah
`A<bidi>n, Muh}ammad Ami>n Ibn `Umar Ibn `Ia>nat al-T}a>libi>n. Beirut: Da>r al-Fikr,
Abdul Aziz. H{ashiyat Radd al-Mukhta>r 1997.
`Ala> Durr al-Mukhta>r. Mesir: Al- Ba>bi> al-
Ghaza>li> (al), Abu> H}a>mid Muh}ammad
H{alabi>, 2010.
bin Muh}ammad. Ih}ya>’ ‘Ulu>m al-Di>n.
`As}faha>ni> (al), Al-Ra>hib. Mu`jam Mufradat Lebanon: Da>r Ibn H}azm, 2014.
Alfa>z} al-Qur’a>n. Beirut: Da>r al-Fikr,
Holik, Abd., “Usia Dewasa Dalam Perkawinan
2008.
Dalam Hukum Positif Di Indonesia
`Asqala>ni>, Shiha>buddi>n Ibn H{ajar. Bulu>gh Perspektif Maqa>si}d al-Shari>’ah,”
al-Mara>m min Jam`i Adillati al-Ah}ka>m. Disertasi, UIN Sunan Ampel Surabaya,
Beirut: Da>r al-Baya>n li `Ulu>m al- 2019.
Qur’a>n, t.th.
Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang
`At}iyyah, Jama>luddi>n. Nah}w Taf’i>l Maqa>s} Kompilasi Hukum Islam.
id al-Shari>’ah. Damaskus: Da>r al-Fikr,
Ja>wi> (al), Muh}ammad Ibn ‘Umar Nawawi>,
2003.
Niha>yat al-Zayn fi> Irsha>d al-Mubtadii>n,
`A<shu>r, Muh}ammad al-T}a>hir Ibn. Maqa>s} Beirut: Da>r al-Fikr, t.th.
id al-Shari>’ah al-Isla>miyyah. Qatar:
Lestari, Ningrum Puji, Hukum Islam,
Wiza>rah al-Awfa>q wa al-Shu’u>n al-
Bandung: Logos Wacana Ilmu, 2005.
Isla>miyyah, t.th.
Mardalis, Metode Penelitian, Jakarta: Bumi
Abbas, Hasjim. Metodologi Penelitian Hukum
Aksara, 2002.
Islam. Jombang: Program Pascasarjana
Studi Hukum Islam Universitas Darul Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum,
‘Ulum, 2010. Jakarta: Kencana, 2010.
Al-Qur’an Nasa>i> (al), Ah}mad Ibn Shu‘ayb, Sunan al-
Kubra>, No. 8888. Vol. 5, Beirut: Da>r al-
Bayhaqi> (al), Abu> Bakr Ah}mad Ibn al-
Kita>b al-‘Arabi>, t.th.
H{usayn. Shu`ab al-I<ma>n. Beirut: Da>r al-
Kutub al-`Ilmiyyah, 1990. Naysa>bu>ri> (al), Muslim Ibn al-H{ajja>j Abu> al-
H{asan al-Qushayri>, S{ah}i>h} Musli>m, Kairo:
Bayju>ri> (al), Ibra>hi>m. H{a>shiyah al-Bayju>ri>.
Da>r Ih}ya>` al-Kutub al-`Arabiyyah, 1374.
Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2015.
Nurcholis, Moch.. Ihdad Bagi Suami
Bukha>ri> (al), Muh}ammad Ibn Ism`a>il
Perspektif Maqa>s}id al-Syari>’ah dalam
Ibn Ibra>hi>m al-Ja’fi>. S{ahi>h al-Bukha>ri>.
“Jurnal Falasifa”. Jember: STAIFAS
Beirut: Da>r al-Fikr, 1981.
PRESS, 2018.
Dardi>r (al), Abu> al-Baraka>t Ah}mad. Al-
_____________. Refleksi Pembatasan Usai
Sharh} al-Kabi>r. Vol. 3, Mesir: Al-Ba>b al-
Perkawinan Dalam Undang-Undang
H{alabi>, t.th.
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Menurut Filsafat Hukum Keluarga Islam
Terjemahnya. Kudus: Menara Kudus, dalam “Jurnal Tafaqquh”. Jombang:
2006. LPJI IAIBAFA, 2014.
Saebani,PBeni Ahmad.
= p Islam.
tFilsafat Hukum = s ¶ = q
Bandung: CV. Pustaka Setia, 2008.
T = th t = sh º = k
Sarakhsi> (al), Abu> Bakr Muh}ammad Ibn
Ah}mXad Ibn= Abi> Sahl.
j x =.
Us}u>l al-Sarakhsi> ṣ ¾ = l
Beirut: Da>r al-Kutub al-`Ilmiyyah,
1993.` = ḥ ~ = ḍ Â = m
Sha>t}ibi> (al),
d Abu>= Ish}akh
>q. Al-Muwa>faqat
¢ Fi Us}
= ṭ Æ = n
u>l al-Shari>`ah. Beirut: Da>r al-Kutub al-
e
`Ilmiyah, =
2003. d ¦ = ẓ Ë = w
Soekanto,
g Soerjono.
= Pengantar Penelitian
dh ª = ‘ Ç = h
Hukum. Jakarta: UI-Perss, 2008.
= = Ð = y
Sulayma>n, Abu> Da>wu>d Ibn al-`Ash`ath.,
Sunan Abi> Da>wu>d. Beirut: Da>r al-Kita>b
al-`Arabi>, 2010.
Bunyi madd: ā (E)
Suyu>t}i> (al), Jala>luddi>n al-Mah}alli> dan
ī
Jala>luddi>n. Tafsi>r al-Qur’an( ÐG )
al-Kari> m,
Vol. 1. Beirut: Da>r al-Fikr, 1998.
ū ( ËE )
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan.
Undang-Undang Nomoray35 Tahun
Bunyi dipotong: ( ÐC ) 2014
tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun ( ËC tentang
aw 2002 )
Perlindungan Anak.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011
tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi.
UUD 1945.
18
ii Vol. 23 No. 1 Januari 2018
2019 | 1-18