Tesis Aulya Fahma

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 142

1

EVALUASI PROGRAM KELAS UNGGULAN


DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN
(Studi Evaluatif pada MTs. Muallimin UNIVA Medan)

TESIS

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat- Syarat untuk


Mencapai Gelar Magister Pendidikan (M. Pd) dalam Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan pada Program Studi Magister Manajemen Pendidikan Islam

OLEH
AULYA FAHMA
NIM. 0332173048

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2021

1
2

2
3

3
4

4
5

5
6

6
ABSTRACT

LEADING CLASS PROGRAM EVALUATION


IN IMPROVING THE QUALITY OF EDUCATION
(Evaluative Study at MTs. Muallimin UNIVA Medan)

Name : Aulya Fahma


ID : 0332173048
Place of Birth Date : Medan, August 20, 1995
Father's Name : Ahmad Sulaiman
Mother's Name : Saidah
Thesis Advisor I : Dr. Mesiono, M. Pd
Thesis Advisor II : Dr. Yusuf Hadijaya, MA

The purpose of this study is to determine the evaluation of the context of the superior
class program in improving the quality of education in MTs. Muallimin UNIVA Medan, to
find out the evaluation of superior class program input in improving the quality of
education in MTs. Muallimin UNIVA Medan, to find out the evaluation of the superior
class program process in improving the quality of education in MTs. Muallimin UNIVA
Medan, and to find out the evaluation of superior class program products in improving
the quality of education in MTs. Muallimin UNIVA Medan.
This study uses a descriptive qualitative CIPP (Context, Input, Process, Product)
program evaluation model, data collection refers to the CIPP evaluation instrument table
which is made in accordance with predetermined criteria through observation, interview,
and documentation techniques. Meanwhile, to analyze the data that the authors obtained,
it was done by collecting data, reducing data, presenting data, drawing conclusions and
verifying data.
The results of this study are as follows: 1) Context evaluation, the opportunities seen
in this program are the number of students who have talent and creativity that must be
supported and facilitated in order to develop more optimally. This program was created
intended and formed to create superior students where later this superior class program
will become a madrasa icon and show that Madrasah Tsanawiyah Muallimin has
excellent students in it. 2) Evaluation of inputs, the approach taken is by screening
students. In this case, prospective students in the test are then offered, willing or not to
enter the superior class. When it is entered, then a test is carried out again for class
placement. 3) Process evaluation, program performance can be said to be good even
though it is not optimal. The relationship between implementers and students is good. The
trust of parents of students is very full of madrasas so that they entrust and fully entrust
how their children develop to madrasas. 4) Product evaluation, the results achieved from
this program are good, although not optimal as expected. The resulting output is able to
continue to their favorite school. 80% of graduates of Madrasah Tsanawiyah Muallimin
are able to continue their education to public schools or madrasas. This flagship class
program deserves to be continued on the condition that it reformulates the objectives to
be achieved when this program is formed.

Keywords: Evaluation, Program, Excellence Class, Quality

i
ABSTRAK

EVALUASI PROGRAM KELAS UNGGULAN


DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN
(Studi Evaluatif pada MTs. Muallimin UNIVA Medan)

Nama : Aulya Fahma


NIM : 0332173048
Tempat Tanggal Lahir : Medan, 20 Agustus 1995
Nama Ayah : Ahmad Sulaiman
Nama Ibu : Saidah
Pembimbing I : Dr. Mesiono, M. Pd
Pembimbing II : Dr. Yusuf Hadijaya, MA

Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui evaluasi konteks pelaksanaan
program kelas unggulan dalam meningkatkan mutu pendidikan di MTs. Muallimin
UNIVA Medan, untuk mengetahui evaluasi input pelaksanaan program kelas unggulan
dalam meningkatkan mutu pendidikan di MTs. Muallimin UNIVA Medan, untuk
mengetahui evaluasi proses pelaksanaan program kelas unggulan dalam meningkatkan
mutu pendidikan di MTs. Muallimin UNIVA Medan, dan untuk mengetahui evaluasi
produk pelaksanaan program kelas unggulan dalam meningkatkan mutu pendidikan di
MTs. Muallimin UNIVA Medan.
Penelitian ini menggunakan evaluasi program dengan CIPP model (Context, Input,
Process, Product) kualitatif deskriptif, pengumpulan data mengacu pada tabel instrumen
evaluasi CIPP yang dibuat sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya
melalui tekhnik observasi, wawancara, dokumentasi. Sedangkan untuk menganalisis data
yang penulis peroleh dilakukan dengan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data,
penarikan kesimpulan dan verifikasi data.
Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Evaluasi konteks, peluang yang dilihat
dalam program ini yaitu banyaknya peserta didik yang memiliki bakat dan kreatifitas
yang harus didukung dan difasilitasi agar berkembang lebih optimal. Program ini dibuat
dimaksudkan dan dibentuk untuk menciptakan siswa yang unggul dimana nantinya
program kelas unggulan ini akan menjadi icon madrasah dan menunjukkan bahwa
Madrasah Tsanawiyah Muallimin memiliki siswa- siswi Unggul didalamnya.. 2) Evaluasi
input, pendekatan yang dilakukan adalah dengan melakukan penyaringan terhadap siswa.
Dalam hal ini calon siswa di tes kemudian ditawarkan, bersedia atau tidak untuk masuk
ke kelas unggulan. Ketika sudah masuk, maka dilakukan tes kembali untuk penempatan
kelas.. 3) Evaluasi proses, kinerja program dapat dikatakan baik meski belum maksimal.
Hubungan antara pelaksana dengan peserta didik baik. Kepercayaan orangtua siswa
sangat penuh kepada madrasah sehingga menitipkan dan mempercayakan secara penuh
bagaimana perkembangan anaknya kepada madrasah. 4) Evaluasi produk, hasil yang
dicapai dari program ini sudah baik meskipun belum maksimal sesuai yang diharapkan.
Ouput yang dihasilkan mampu melanjutkan ke sekolah favorit mereka. 80% lulusan
Madrasah Tsanawiyah Muallimin mampu melanjutkan pendidikannya ke sekolah atau
madrasah Negeri. Program kelas unggulan ini layak untuk tetap dilanjutkan dengan
syarat merumuskan kembali tujuan yang hendak dicapai saat program ini dibentuk.

Kata Kunci: Evaluasi, Program, Kelas Unggulan, Mutu

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan taufik
dan hidayahnya kepada kita, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Tesis yang
berjudul, “Evaluasi Program Kelas Unggulan dalam Meningkatkan Mutu
Pendidika (Studi Evaluatif pada MTs. Muallimin UNIVA Medan). Tesis ini
diajukan sebagai bagian dari tugas akhir dalam rangka menyelesaikan studi di
program Magister Manajemen Pendidikan Islam di Universitas Islam Negeri
Sumatera Utara.
Shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW, dan para sahabatnya yang
telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang dari
alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan saat
ini. Semoga kita mendapatkan syafaatnya di yaumil akhir nanti. Aamiin ya rabbal
alamiin.
Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk
memperoleh gelar sarjana Strata dua (S2) dengan gelar M.Pd, pada program
Magister Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dalam jurusan Manajemen
Pendidikan Islam Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan.
Didalam tulisan ini disajikan pokok- pokok bahasan konteks pelaksanaan
program kelas unggulan dalam meningkatkan mutu pendidikan, masukan terhadap
lembaga- lembaga pendidikan tentang pelaksanaan program kelas unggulan yang
baik dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah, proses pelaksanaan
program kelas unggulan dalam meningkatkan mutu pendidikan, produk program
kelas unggulan dalam peningkatan mutu pendidikan pada MTs. Muallimin
UNIVA Medan.
Peneliti menyadari bahwa peneliti hanyalah manusia biasa yang tak akan
luput dari khilaf dan salah. Sehingga peneliti yakin, dalam karya ini masih
terdapat banyak kesalahan. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, peneliti
memohon maaf yang sebesar- besarnya, dan tak lupa peneliti mengharap kritik
dan saran yang membangun dalam perbaikan tulisan ini.

iii
Selanjutnya peneliti juga menyadari bahwa dalam proses penulisan Tesis
ini, terdapat banyak bantuan dari berbagai pihak baik langsung ataupun tidak
langsung memberikan kontribusinya. Maka dalam hal ini penulis menyampaikan
ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Syahrin Harahap, MA, sebagai Rektor Universitas Islam
Negeri Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Mardianto, M. Pd, selalu Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
3. Bapak Dr. Makmur Syukri, M. Pd dan Ibu Dr. Neliwati, M. Pd selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Manajemen Pendidikan Islam
Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas
Islam Negeri Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. Mesiono, M. Pd dan Bapak Dr. Yusuf Hadijaya, MA selaku
Pembimbing Tesis I dan Pembimbing Tesis II yang sudah banyak
meluangkan waktu dan pikiran serta memotivasi penulis dalam proses
penyusunan proposal Tesis ini,
5. Seluruh Dosen Pascasarjana Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, yang
telah banyak memberikan dan mengajarkan ilmu pengetahuan yang sangat
bermanfaat kepada peneliti.
6. Al Ustad Muhayan, MA selaku Kepala Madrasah Tsanawiyah Muallimin
beserta jajarannya yang sudah banyak membantu dalam penyelesaian
Tesis ini.
7. Kedua orangtua yang selalu mendukung saya dalam segala keadaan baik
senang maupun susah sampai saya bisa menyelesaikan program Magister
saya seperti sekarang ini.
Akhir kata, semoga penelitian ini memberikan manfaat kepada banyak pihak
dan kepada pembacanya serta menjadi sumber literasi dalam mencerdaskan
bangsa. Aamiin ya Rabbal Alamiin.
Medan, Juli 2021
Peneliti

Aulya Fahma
NIM. 0332173048

iv
iv

iv
DAFTAR ISI

Abstrak i
Kata Pengantar iii
Daftar isi v
BAB I : PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Fokus Penelitian 8
C. Pertanyaan Penelitian 8
D. Tujuan Penelitian 9
E. Kegunaan Penelitian 9
BAB II : KAJIAN PUSTAKA 11
A. Konsep Evaluasi Program 11
1. Evaluasi 11
2. Program 12
3. Evaluasi Program 14
4. Langkah- Langkah Evaluasi Program dalam Pendidikan 16
5. Tujuan Evaluasi Program 19
6. Model- Model Evaluasi Program 20
B. Program Kelas Unggulan 30
1. Pengertian Kelas Unggulan 30
2. Sejarah Singkat Program Kelas Unggulan 32
3. Konsep Dasar Kelas Unggulan 33
4. Tujuan Program Kelas Unggulan 34
5. Ciri- ciri Kelas Unggulan 35
C. Hakikat Mutu Pendidikan 38
1. Konsep Mutu 38
2. Defenisi Manajemen Mutu Pendidikan 40
3. Pilar Total Quality Manajemen (TQM) 44
4. Karakteristik Manajemen Mutu Terpadu (TQM) 45
5. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah/ Madrasah 47
6. Dasar- Dasar Program Mutu Pendidikan 48
7. Prinsip- Prinsip Peningkatan Mutu Pendidikan 49
8. Kendala dan Implementasi Mutu dalam Dunia Pendidikan 50
9. Mengimplementasikan Total Quality 54
10. Strategi dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan 54
D. Penelitian yang Relevan 56
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN 58
A. Tempat dan Waktu Penelitian 58
B. Metode Penelitian 58
C. Instrumen Penelitian 59
D. Teknik Pengumpulan Data 61

v
E. Teknik Analisis Data 61
F. Keabsahan Data 64
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 66
A. Hasil Penelitian 66
1. Temuan Umum Penelitian 66
2. Temuan Khusus Penelitian 72
B. Pembahasan 86
BAB V : KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 95
A. Kesimpulan 95
B. Rekomendasi 96
DAFTAR PUSTAKA 97
LAMPIRAN- LAMPIRAN 102

vi
vi

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Waktu Pelaksanaan Penelitian 59


Tabel 4.1. Pendidik dan Tenaga Kependidikan MTs. Muallimin UNIVA Medan
70
Tabel 4.2. Keadan Sarana Prasarana MTs. Muallimin UNIVA Medan 71
Tabel 4.3. Jumlah Peserta Didik MTs. Muallimin UNIVA Medan Tahun Ajaran
2020-2021 72
Tabel 4.4. Jumlah Peserta Didik Kelas Unggulan MTs. Muallimin UNIVA Medan
Tahun Ajaran 2020-2021 72

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar.2.1. Lima pilar TQM 44


Gambar.3.1. Konsep dalam Analisis Data (interactive model) 65

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Pedoman Wawancara 102

Lampiran Pedoman Observasi 110

Lampiran Pedoman Dokumentasi 111

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sejatinya, pendidikan adalah kegiatan memanusiakan manusia oleh manusia
yang telah di manusiakan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan karakter manusia.
Oleh sebab itu, pemerintah dalam hal pendidikan sangat serius menangani hal- hal
yang menunjang perbaikan dalam pendidikan, karena dengan sistem pendidikan
yang baik diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan
mampu beradaptasi atau menyesuaikan diri serta menjadi contoh untuk hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Tidak dipungkiri bahwa pendidikan merupakan benteng terkuat dalam
membentuk generasi bangsa yang hebat. Berbagai inovasi dalam dunia pendidikan
dilakukan guna meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Berbagai program
juga dilakukan guna meningkatkan mutu sekolah. Salah satunya adalah program
kelas unggulan.
Banyak sekolah di Indonesia, terutama sekolah yang dibawah naungan
Yayasan baik bertaraf nasional maupun internasional sudah mulai menerapkan
sistem kelas unggulan di sekolah mereka. Adapun defenisi kelas unggulan ini
dijelaskan oleh Mulyadi sebagai berikut:
Mulyadi (2009: 4) Kelas unggulan adalah kelas yang diikuti oleh sejumlah siswa
yang unggul dalam tiga ranah penilaian dengan kecerdasan di atas rata-rata yang
dikelompokan secara khusus. Pengelompokan ini dimaksudkan untuk membina
siswa dalam mengembangkan kecerdasan, kemampuan, keterampilan, dan
potensinya seoptimal mungkin sehingga memiliki pengetahuan, keterampilan,
dan sikap yang terbaik sebagaimana semangat konsep wawasan keunggulan.

Berdasarkan uraian diatas, program kelas unggulan merupakan kegiatan


pengelompokan peserta didik berdasarkan tingkat kecerdasan dan kriteria lainnya
yang ditetapkan sebagai dasar acuan sekolah. Adapun tujuan program ini biasanya

1
agar kelas tersebut menjadi kelas percontohan di sekolah tersebut. Contoh bagi
peserta didik lainnya agar menjadi motivasi untuk lebih meningkatkan prestasi
mereka dan juga sebagai bahan evaluasi sejauh mana kinerja guru dalam
mengembangkan kreativitas anak.
Hal ini juga didukung oleh pendapat Utomo (2012:8) yang mengatakan bahwa
penyelenggaraan kelas unggulan bertujuan diantaranya:
Mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan, menghasilkan sumber
daya manusia yang berkualitas, meningkatkan kemampuan dan pengetahuan
tenaga pendidik, mengembangkan potensi yang ada di sekolah, meningkatkan
kemampuan untuk menghadapi persaingan di dunia pendidikan dengan
menciptakan keunggulan kompetitif.

Penyelenggaraan kelas unggulan bertujuan diantaranya: mengembangkan dan


meningkatkan kualitas pendidikan, menghasilkan sumber daya manusia yang
berkualitas, meningkatkan kemampuan dan pengetahuan tenaga pendidik,
mengembangkan potensi yang ada di madrasah, meningkatkan kemampuan untuk
menghadapi persaingan di dunia pendidikan dengan menciptakan keunggulan
kompetitif.
Adapun pada penerapannya, kelas unggulan ini merupakan implementasi dari
Undang- Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 4 yang menyebutkan bahwa: warga negara yang
memiliki kecerdasan dan bakat istimewa berhak mendapatkan pendidikan khusus.
Program kelas unggulan ini mulai diperkenalkan sekitar tahun 1992 oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atau yang sekarang dikenal dengan
Departemen Pendidikan Nasional. Pada saat itu konsep yang ditawarkan adalah
pendidikan berwawasan keunggulan, dimana pengembangan sumber daya
manusia yang memiliki wwasan keunggulan mutlak dibutuhkan. Hal ini
dipersiapkan untuk menuju abad yang diwarnai persaingan bebas dan
menciptakan daya saing bangsa.
Pada hakikatnya wawasan keunggulan merupakan cara pandang bangsa
Indonesia untuk mewujudkan gagasan, ide, dan pemikiran dalam bentuk perilaku
dan sikap yang terbaik menurut kemampuan warga negara secara konsisten dan
berdisiplin dalam rangka pembangunan bangsa. Wawasan keunggulan meliputi
iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kemandirian yang mampu
mengahadapi era globalisasi, keunggulan yang dapat mengasilkan karya bermutu,

2
keahlian dan profesionalisme dalam penguasaan ilmu dan kekeluargaan dalam
mempererat persatuan dan kekeluargaan dalam mempererat persatuan dan
kesatuan bangsa. Dengan wawasan keunggulan itu diharapkan mencapai
keunggulan dalam Percaturan Internasional (Depdikbud, 1996)
Salah satu alternatif dalam rangka mengimplementasikan wawasan
keunggulan adalah melalui program kelas unggulan. Hal itu mengacu pada
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0487/U/1992, pasal 15
yaitu penerapan wawasan keunggulan melalui program percepatan, program
khusus, program kelas khusus, dan program pendidikan khusus, yang
merefleksikan pendidikan keunggulan (Bafadal, 2006:26-28)
Hal ini juga didukung oleh arah kebijakan dan strategi pendidikan islam yang
dibuat Kementerian Agama tahun 2015-2019. Salah satu arah kebijakan yang
dibuat untuk meningkatkan akses dan mutu pendidikan menengah adalah
meningkatkan mutu peserta didik. Adapun strategi yang dilakukan diantaranya
yaitu memfasilitasi peserta didik yang berprestasi dan menyusun peraturan untuk
menjamin layanan pendidikan madrasah yang bermutu.
Penerapan program kelas unggulan ini tentu ada kekurangan juga ada
kelebihannya. Adapun kelebihan program ini salah satunya adalah menjadikan
anak lebih giat dalam meningkatkan prestasinya dan memunculkan kelompok
kelas anak- anak pintar yang menjadi contoh dilingkungan sekolah. Adapun
kelemahannya, maka program ini memunculkan persaingan yang kuat diantara
siswa. Selain itu anak yang pintar akan semakin pintar sedangkan anak yang
bodoh akan tetap bodoh karena secara alami terseleksi oleh kelas unggulan ini.
Maka ketika anak tersebut ditempatkan dalam kelas peringkat terakhir, maka tidak
akan ada motivasi peserta didik tersebut untuk bersaing dan menjadi lebih baik.
Meskipun seharusnya tidak boleh terjadi diskriminasi bagi perkembangan
anak, program ini banyak diterapkan disekolah- sekolah terutama sekolah daerah
perkotaan. Program kelas unggulan ini akan memberikan stigma pada pemikiran
para orang tua bahwa anak yang bersekolah disekolah tersebut sudah pasti anak
yang pintar dan jika berhasil mendapatkan kelas A atau yang biasa disebut kelas
anak- anak pintar, sudah tentu menjadi kebanggaan tersendiri bagi orang tua
tersebut.

3
Meskipun sempat terjadi pro dan kontra di awal pelaksanaan program kelas
unggulan ini di Indonesia, tetapi akhir- akhir ini banyak sekolah yang sudah
menerapkannya guna meningkatkan mutu pendidikan sekolah mereka. Tidak
dipungkiri, secara tidak langsung program ini berdampak pada peningkatan mutu
sekolah terutama dari segi mutu siswa. Hal ini juga menjadi perhatian masyarakat
dan menarik minat serta kepercayaan masyarakat sekitar terhadap sekolah tersebut
untuk mendidik anak mereka menjadi lebih baik. Beberapa penelitian juga
mendukung hal ini, seperti yang dijelaskan oleh Trisandi dan Abd Salam (2020)
dalam jurnalnya yang berjudul “Strategi Kepala Sekolah dalam Mewujudkan
Kelas Unggulan di SMA Sains Al Qur‟an Wahid Hasyim Yogyakarta” bahwa:
Strategi Kepala Sekolah dalam mewujudkan kelas unggulan mempunyai dampak
yang sangat besar terhadap pengembangan minat dan bakat peserta didik
terutama pada program unggulan yang ditawarkan oleh kelas internasional seperti
sains, bahasa asing dan tahfidz. Program tersebut sebagai program unggulan kelas
internasional untuk dapat bersaing secara global terbukti dengan prestasi yang
telah diraih di tingkat nasional dan internasional.

Selain itu, hal ini juga selaras dengan pendapat Amalia Ratna dan Syunu
Trihantoyo (2020) sebagai berikut:
Beberapa strategi untuk pengelolaan kelas unggulan dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa yaitu membangun kerjasama dengan siswa dalam pembelajaran,
menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, evaluasi proses belajar mengajar.
Dalam strategi pengelolaan kelas ada faktor yang mendukung antara lain: faktor
kurikulum, sarana, guru, siswa,keluarga.

Dari pernyataan diatas dapat dipahami bahwa, pelaksanaan program kelas ini
harus dibarengi dengan strategi yang baik dan komponen yang saling mendukung
agar pelaksanaan program ini dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan
berdampak positif pada peningkatan mutu sekolah.
Kelas unggulan tentu konsepnya berbeda dengan sekolah unggulan. Sekolah
unggulan merupakan sekolah yang didesain dengan manajemen yang baik
dilengkapi dengan kurikulum unggul yang membuat sekolah dapat meningkatkan
mutu lulusannya dan berdampak pada peminatan masyarakat yang meningkat pula
untuk menitipkan anak mereka di sekolah tersebut agar mendapat pendidikan
yang baik tersebut. Misalnya, kurikulum muatan lokal yang berbasis pada
keunggulan lokal didaerah tersebut. Sekolah akan dikatakan unggul oleh

4
lingkungan masyarakatnya ketika mampu menerapkan dan mendesain
keunggulan lokalnya dengan efektif dan efisien.
Sedangkan kelas unggulan, merupakan item dari sekolah unggulan tersebut.
Kelas unggulan didesain agar anak- anak yang berbakat dan memiliki kompetensi
khusus, lebih di bimbing lagi dalam bidang- bidang tertentu. Pada kelas unggulan
ini kurikulum yang berlaku di sekolah tersebut tidak berbeda jauh. Hampir sama
dengan kelas reguler, namun pada kelas unggulan di adakan penekanan lebih
dalam dan pasti ada satu aspek yang di unggulkan. Misalnya dalam aspek bahasa,
eksak, atau lainnya.
Program kelas unggulan ini sangat menarik perhatian peneliti, mengingat sudah
banyak sekolah menerapkan program ini namun kurang tepat dalam
pelaksanaannya. Sehingga program kelas unggulan hanya menjadi kelas hasil
seleksi anak- anak yang pintar saja tanpa memikirkan harusnya didesain seperti
apa dan dikembangkan bagaimana.
Ada satu madrasah yang menarik perhatian peneliti terhadap program kelas
unggulan ini. Madrasah Tsanawiyah Muallimin UNIVA Medan yang terletak di
Jl. Sisingamangaraja Km 5,5 Kota Medan ini sudah beberapa tahun ini
menerapkan program kelas unggulan ini. Program ini merupakan salah satu
strategi madrasah dalamm memajukan mutu pendidikan madrasah tersebut.
Selama pelaksanaan program ini berdampak positif pada kemajuan madrasah pada
beberapa tahun belakangan terakhir . Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya
grafik jumlah siswa setiap tahunnya di madrasah tersebut.
Madrasah Tsnawiyah Muallimin UNIVA Medan memiliki dua jenis kelas
didalamnya, yaitu kelas unggulan dan kelas reguler. Perwujudan kelas unggulan
ini selaras pada regulasi yang ada bahwa madrasah mendukung peserta didik yang
memiliki bakat dan kecerdasan khusus. Adapun pelaksanaan kelas unggulan ini
adalah sebagai wadah yang melatih bakat dan kreativitas peserta didik. Nantinya
diharapkan peserta didik kelas unggulan di Madrasah Tsnawiyah Muallimin
UNIVA Medan akan memiliki nilai lebih dibandingkan kelas reguler. Dengan
berjalannya kelas unggulan ini, adapun untuk pembelajaran tahun ajaran 2019-
2020, Madrasah Tsanawiyah Swasta Muallimin mencapai lebih kurang 1034

5
Siswa. Tentu jumlah pada saat ini adalah sebuah pencapaian yang lebih
mengingkat dari tahun sebelumnya.
Adapun konteks pelaksanaan program adalah dengan diadakannya tes pada
peserta didik untuk menentukan kelas yang akan mereka masuki sesuai daya
belajar mereka di awal pembelajaran, lalu kemudian ditawarkan kembali kepada
orang tua siswa yang bersangkutan, bersedia atau tidak jika anaknya dimasukkan
ke dalam kelas unggulan ini. Setelah bersedia, peserta didik akan dilakukan tes
penempatan kelas kembali. Adapun tes penempatan kelas ini tidak hanya berlaku
untuk peserta didik baru saja, tetapi juga berlaku sampai tingkat yang paling tinggi
yaitu kelas IX (sembilan). Awal mula berjalannya program ini, dalam menentukan
kemampuan, bakat dan daya belajar siswa, sekolah bekerja sama dengan tenaga
Psikolog khusus untuk menentukan hal tersebut. Namun belakangan, untuk
menentukan hal itu diserahkan kepada guru yang juga berkompeten dibidang itu.
Tes ini dilakukan setiap tahun saat memulai Tahun Ajaran baru lalu kemudian
hasilnya akan menentukan peserta didik akan berada di kelas yang mana.
Jika dilihat dari input pelaksanaan program ini, maka program kelas unggulan
ini di desain khusus yang membedakannya dengan kelas reguler. Salah satunya
adalah, mereka lebih ditekankan dalam hal bahasa yaitu bahasa Arab dan Inggris.
Hal ini dibuktikan dengan adanya mata pelajaran conversation dan muhadatsah
bagi anak kelas unggulan. Apakah dikelas reguler tidak ada? Tidak. Kelas reguler
hanya sekedar belajar Bahasa Inggris dan Bahasa Arab secara teori namun tidak
mendalaminya. Tidak hanya itu, bagi anak unggulan porsi tahfidz mereka harus
tuntas 5 juz minimal. Berbeda dengan anak reguer, mereka hanya dituntut 3 juz
saja. Jika dilihat dari proses pembelajaran, maka anak kelas unggulan lebih
banyak menggunakan e- learning dan teknologi lainnya daripada anak kelas
reguler. Selain itu juga disediakan tenaga pendidik yang profesionalitas
dibidangnya pada kelas unggulan ini.
Dengan kata lain, pada program kelas unggulan yang ada di Madrasah
Tsanawiyah Muallimin ini, anak- anak lebih banyak dipersiapkan kegiatan life
skill nya daripada di kelas unggulan. Misalnya, ada kurikulum tambahan seperti
al- khatt, tilawah, paper craft, memanah, dan sebagainya. Ini menjadi keunikan

6
tersendiri bagi program kelas unggulan yang ada di Madrasah Tsanawiyah
Muallimin UNIVA Medan ini.
Pelaksanaan program kelas unggulan di Madrasah Tsanawiyah Muallimin
UNIVA Medan ini menunjukkan ke efektifannya dalam meningkatkan mutu
madrasah. Meskipun dalam pelaksanaannya banyak terdapat kekurangan dan
kelebihan. Begitupun sekolah tetap melakukan perbaikan terus menerus agar
program kelas unggulan ini dapat terlaksana lebih baik lagi.
Pelaksanaan kelas unggulan merupakan suatu program pembelajaran yang
dilakukan berdasarkan melihat bakat dan tingkat kecerdasan yang dimiliki peserta
didik untuk menghasilkan ouput sumber daya manusia yang memiliki kecerdasan
yang unggul. Idealnya dengan adanya program kelas unggulan diharapkan mampu
menjadi wadah bagi peserta didik yang mempunyai prestasi akademik di atas rata-
rata untuk mengembangkan potensinya, meskipun terjadi kesenjangan prestasi
belajar antara siswa kelas unggulan dengan siswa kelas reguler. Namun itu
merupakan dinamika dari berjalannya sebuah program. Semuanya bermuara pada
pembentukan sekolah yang baik agar tujuan yang diharapkan tercapai dengan
efektif. Adapun sekolah yang baik digambarkan Glover (2005:6) sebagai berikut:
Sekolah yang baik adalah sekolah yang memperbaiki diri. Sekolah yang sukses
akan memperlihatkan butir- butir: 1) Etos sekolah yang bagus, 2) pengelolaan
ruang kelas yang bagus, 3) Harapan guru yang tinggi, 4) Guru- guru sebagai
model peran yang positif, 5) umpan balik dan perlakuan yang positif terhadap
siswa, 6) Kondisi kerja yang bagus bagi para guru dan siswa, 7) tanggung jawab
yang diberikan kepada siswa, 8) kegiatan bersama antara staf dan siswa.

Sedangkan gambaran sekolah yang efektif digambarkan oleh Supardi


(2013:4) sebagai berikut:
Adapun sekolah efektif yaitu sekolah yang dapat menghasilkan prestasi
akademik peserta didik yang tinggi, menggunakan sumber daya secara cermat,
adanya iklim sekolah yang mendukung kegiatan pembelajaran, proses
pembelajaran yang berkualitas, adanya kepuasan setiap unsur yang ada disekolah,
serta ouput sekolah yang bermanfaat bagi lingkungannya.

Hal ini juga didukung dan selaras oleh Amalia Ratna (2020:46) yang
menyebutkan bahwa:
Pelaksanaan kelas unggulan akan meningkatkan prestasi siswa jika
didukung oleh strategi dan pengelolaan yang lebih optimal. Dengan
meningkatnya prestasi siswa, maka ini akan berbanding lurus dengan
peningkatan mutu sekolah.

7
Maka adapun ciri- ciri sekolah yang baik sebgaimana pemaparan diatas, dapat
dilihat juga pada MTs. Muallimin UNIVA Medan yang mana tetap melakukan
perbaikan demi perbaikan untuk mencapai kualitas yang baik sehingga tercipta
kepuasan masyarakat pada sekolah tersebut. Salah satu item yang dapat dilihat
adalah dengan berjalannya program kelas unggulan ini di MTs. Muallimin dengan
baik dan sudah terlihat hasilnya.
Maka dengan itu, peneliti ingin mengangkat model evaluasi CIPP sebagai alat
evaluasi dalam penelitian ini. Dalam hal ini fokus evaluasi tersebut ada empat,
yaitu: 1) evaluasi konteks, dalam hal ini evaluasi ini memberikan data tentang
berbagai kebutuhan sesuai prioritasnya, agar tujuan dari program kelas unggulan
ini dapat diformulasikan; 2) evaluasi input, dalam hal ini evaluasi ini
menghasilkan data tentang masukan yang terpilih, item kekuatan dan kelemahan
dari program, strategi yang dilakukan, dan desain yang diciptakan untuk
mewujudkan tujuan program kelas unggulan; 3) evaluasi proses, dalam hal ini
menyediakan informasi bagi evaluator untuk melakukan prosedur monitoring
terpilih yang mungkin baru diimplementasi sehingga muncullah butir- butir yang
kuat yang dapat dimanfaatkan dan yang lemah dapat dihilangkan; dan 4) evaluasi
produk, dalam hal ini membuat informasi untuk meyakinkan dalam kondisi apa
tujuan dapat dicapai dan juga untuk merumuskan jika strategi yang berkaitan
dengan prosedur dan metode yang diterapkan guna mencapai tujuan sebaiknya
berhenti, dimodifikasi atau dilanjutkan namun tetap dilakukan perbaikan hingga
dalam bentuk seperti sekarang.
Berdasarkan pemaparan diatas, Peneliti merasa tertarik hati untuk melakukan
penelitian yang berjudul, ”Evaluasi Program Kelas Unggulan dalam
Meningkatkan Mutu Pendidikan (Studi Evaluatif pada MTs. Muallimin
UNIVA Medan).
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi fokus dalam penelitian
ini adalah: Evaluasi Program Kelas Unggulan dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan di MTs. Muallimin UNIVA Medan. Penelitian ini menggunakan
model evaluasi CIPP yaitu evaluasi context, input, process, dan ouput.

8
C. Pertanyaan Penelitian
Adapun yang menjadi pertanyaan penelitian dalam hal ini yaitu:
1. Bagaimana evaluasi context (konteks) pelaksanaan program kelas unggulan
dalam meningkatkan mutu pendidikan di MTs. Muallimin UNIVA Medan?
2. Bagaimana evaluasi input (masukan) pelaksanaan program kelas unggulan
dalam meningkatkan mutu pendidikan di MTs. Muallimin UNIVA Medan?
3. Bagaimana evaluasi process (proses) pelaksanaan program kelas unggulan
dalam meningkatkan mutu pendidikan di MTs. Muallimin UNIVA Medan?
4. Bagaimana evaluasi product (produk) pelaksanaan program kelas unggulan
dalam meningkatkan mutu pendidikan di MTs. Muallimin UNIVA Medan?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dalam hal ini yaitu untuk mengetahui:
1. Evaluasi context (konteks) pelaksanaan program kelas unggulan dalam
meningkatkan mutu pendidikan di MTs. Muallimin UNIVA Medan.
2. Evaluasi input (masukan) pelaksanaan program kelas unggulan dalam
meningkatkan mutu pendidikan di MTs. Muallimin UNIVA Medan.
3. Evaluasi process (proses) pelaksanaan program kelas unggulan dalam
meningkatkan mutu pendidikan di MTs. Muallimin UNIVA Medan.
4. Evaluasi product (produk) pelaksanaan program kelas unggulan dalam
meningkatkan mutu pendidikan di MTs. Muallimin UNIVA Medan.
E. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna mencakup sisi teoritis dan sisi praktis,
yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini berguna untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan bagi
pembaca khusus nya bagi orang- orang yang menekuni bidang Manajemen
Pendidikan Islam dalam cakupan yang lebih luas. Penelitian ini bertujuan untuk
memberikan konsep pemahaman mengenai pelaksanaan program kelas unggulan
dalam meningkatkan mutu sekolah.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi para guru MTs. Muallimin UNIVA Medan.

9
1. Sebagai bahan kajian, refleksi dan evaluasi dalam usaha peningkatan
mutu proses pembelajaran di kelas unggulan MTs. Muallimin UNIVA
Medan.
2. Mendorong guru untuk membiasakan bersikap reflektif terhadap
proses pembelajaran yang dilakukan dan melakukan perbaikan
berkesinambungan.
3. Membantu guru untuk mengidentifikasi faktor- faktor yang
menjadikan kendala dalam optimalisasi pembelajaran sebagai layanan
yang unggul.
b. Bagi MTs. Muallimin UNIVA Medan sebagai pengelola kelas unggulan.
1. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam merumuskan
kebijakan untuk meningkatkan mutu dan pengembangan program
kelas unggulan.
2. Memberikan gambaran pelaksanaan kelas unggulan sebagai bahan
evaluasi dan intropeksi.
3. Memberi gambaran tentang dampak dari adanya kelas unggulan bagi
siswa.
c. Bagi pengambil kebijakan (Dinas Pendidikan dan Pemerintah Daerah).
Sebagai bahan masukan dalam merumuskan kebijakkan menyangkut
keberadaan program kelas unggulan di MTs. Muallimin UNIVA Medan.
d. Masyarakat
Memberi gambaran tentang keberadaan kelas unggulan di MTs. Muallimin
UNIVA Medan.
e. Orang tua/wali murid
Sebagai bahan masukan atau tambahan wawasan tentang penyelenggaraan
kelas unggulan.
f. Bagi peneliti
Untuk mendapatkan pengalaman baru dan mendapat wawasan baru
terhadap penelitian kualitatif dan pendalaman pengetahuan terhadap
penyelenggaraan kelas unggulan.

10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Evaluasi Program


1. Evaluasi
Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris “Evaluation”, dalam
bahasa arab: al- taqdir (‫) التقدير‬, dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Akar
katanya adalah value, dalam bahasa Arab: al- Qimah ( ‫)القيوة‬, dalam bahasa
Indonesia berarti “nilai”.
Adapun dari segi istilah, sebagaimana dikemukakan oleh Edwin Wandt dan
General W. Brown yang dikutip oleh Anas Sudijono (1996: 01) mengemukakan
bahwa, evaluation refer to the act or process to determining the value of
something. Menurut defenisi ini, maka isltilah evaluasi itu menunjuk kepada atau
mengandung pengertian: suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai
dari sesuatu.
Menurut Nanang (2013:234), mengemukakan bahwa secara umum istilah
evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (apprasial), pemberian angka
(rating) dan penilaian (assasment), kata- kata yang menyatakan usaha untuk
menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya. Dalam arti yang spesifik
evaluasi berkenaan dengan produk informasi mengenai nilai atau manfaat hasil
kebijakan pada kenyataannya mempunyai nilai.
Evaluasi adalah suatu alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui
dan mengukur sesuatu dalam suasana dengan cara dan aturan-aturan yang sudah
ditentukan. Dari hasil evaluasi biasanya diperoleh tentang atribut atau sifat-sifat
yang terdapat pada individu atau objek yang bersangkutan. Selain menggunakan
tes, data juga dapat dihimpun dengan menggunakan angket, observasi, dan
wawancara atau bentuk instrumen lainnya yang sesuai (Nurhasan, 2001:3).
Sedangkan menurut Brinkerhoff dalam Sawitri (2007:13) evaluasi adalah
penyelidikan (proses pengumpulan informasi) yang sistematis dari berbagai aspek
pengembangan program profesional dan pelatihan untuk mengevaluasi kegunaan
dan kemanfaatannya. Evaluasi adalah proses yang digunakan untuk menilai. Hal
senada dikemukakan oleh Djaali, Mulyono, dan Ramly (2000:3) mendefinisikan

11
12

evaluasi dapat diartikan sebagai proses menilai sesuatu berdasarkan kriteria atau
standar objektif yang dievaluasi. Evaluasi sebagai kegiatan investigasi yang
sistematis tentang kebenaran atau keberhasilan suatu tujuan.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah
kegiatan menentukan penilaian dari suatu hal yang sudah dijalankan untuk
memastikan apa yang kurang dan apa yang seharusnya diperbaiki bahkan
dilengkapi dari suatu hal tersebut. Evaluasi sangat penting dilakukan guna melihat
sejauh mana ketercapaian dari sesuatu yang direncanakan dan sudah dijalankan.
Tanpa evaluasi, bukan hal yang mustahil jika suatu program hanya berjalan di
tempat atau akan mengalami kemunduran. Karena tanpa evaluasi, kita tidak akan
tahu sesuatu yang sudah kita konsep itu berhasil atau tidak.
2. Program
Ada dua pengertian untuk istilah “program”, yaitu pengertian secara khusus
dan umum. Menurut pengertian secara umum, “program” dapat diartikan sebagai
“rencana”. Misalnya ketika Budi ditanya oleh guru BK nya, apa programnya
sesudah lulus dalam menyelesaikan pendidikan di sekolah yang diikuti maka arti
“program” dalam kalimat tersebut adalah rencana atau rancangan kegiatan yang
akan dilakukan setelah lulus. Rencana ini mungkin berupa keinginan untuk
melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi, mencari pekerjaan, membantu orang
tua dalam membina usaha, melakukan investasi, atau mungkin juga belum
menentukan program apapun. Selain itu, ada juga anak yang sangat tergantung
pada orang tua sehingga memberi jawaban bahwa program masa depan menunggu
keputusan orang tuanya.
Maka dalam hal ini sebuah program bukan hanya kegiatan tunggal yang
dapat diselesaikan dalam waktu singkat, tetapi merupakan kegiatan yang
berkesinambungan karena melaksanakan suatu kebijakan.Oleh karena itu sebuah
program dapat berlangsung dalam kurun waktu yang relatif lama. Maka dalam hal
ini, program merupakan sebuah sistem, yaitu rangkaian kegiatan yang dilakukan
bukan hanya satu kali tetapi berkesinambungan. Pengertian program yang
dikemukakan diatas adalah pengertian secara umum. (Suharsimi Arikunto,
2010:04).
13

Sedangkan pengertian program secara khusus dapat kita lihat dari gambaran
ilustrasi sebagai berikut: Dalam kehidupan sehari- hari, banyak terdapat contoh
program yang berlangsung hanya dalam waktu singkat, misalnya program
Wisudawan Tahfiz terbaik. Kegiatan- kegiatan dalam program ini dapat
diklasifikasikan sebagai program karena mengandung beberapa komponen
kegiatan. Misalnya, pencarian dana, penunjukan kepanitiaan, perizinan, dan lain-
lain. Program dan kegiatan peringatan hari besar ini juga melalui suatu proses
yang panjang, tetapi pelaksanaannya hanya sebentar, mungkin sehari, atau tidak
lebih dari seminggu. Maka dalam hal ini program adalah suatu kegiatan yang
tersusun dan terjadwal dengan baik, dibutuhkan perencaaan dan pengorganisasian
yang matang dan nantinya di evaluasi untuk melihat sejauh mana program
tersebut sudah berhasil terlaksana.
Rusydi Ananda dan Tien Rafida (2017:5) mengartikan bahwa program
adalah suatu rencana yang melibatkan berbagai unit yang berisi kebijakan dan
rangkaian yang harus dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Program dalam hal
ini berupa aktivitas atau rangkaian yang direncanakan.
Senada dengan Sukiman (2012:3), mengemukakan bahwa ada beberapa
pengertian tentang program itu sendiri. Program adalah rencana. Program adalah
kegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Program dalam hal
ini dapat diartikan sebagai rencana. Apabila suatu program dikaitkan dengan
evaluasi program maka suatu program tersebut didefenisikan sebagai suatu unit
atau kesatuan kegiatan yang merupakan realisasi atau implementasi dari suatu
kebijakan, berlangsung dalam suatu proses yang berkesinambungan dan
berkelanjutan, dan terjadi dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok
orang.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, Program adalah
suatu hal yang direncanakan dalam jangka waktu tertentu, dilakukan
berkesinambungan dan menuntut penilaian diakhir pelaksanaannya. Program juga
harus dijadwalkan dengan baik apakah program tersebut dalam waktu pendek,
atau program untuk jangka waktu yang panjang. Program tidak bisa asal buat atau
asal jadi. Program sendiri menuntut keseriusan dan perhatian yang tinggi agar apa
yang direncanakan dapat tercapai dengan efektif dan efisien.
14

3. Evaluasi Program
Briekerhoff et-al (1983:2) mendefenisikan evaluasi program adalah suatu
proses menemukan sejauhmana tujuan dan sasaran program atau proyek telah
terealisasi, memberikan informasi untuk pengambilan keputusan, membandingkan
kinerja dengan standar atau patokan untuk mengetahui adanya kesenjangan,
penilaian harga dan kualitas dan penyelidikan sistematis tentang nilai atau kualitas
suatu objek.
Evaluasi program menurut Tyler adalah proses untuk mengetahui apakah
tujuan sudah dapat terealisasikan (Arikunto dan Jabar, 2009:5). Menurut Arikunto
(2005:291) evaluasi program adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk
mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari kegiatan yang direncanakan.
Dilihat dari tujuannya, yaitu bahwa pelaksana ingin mengetahui kondisi
sesuatu, maka evaluasi program dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk dari
penelitian, yaitu penelitian evaluatif. Oleh karena itu, dalam pembicaraan evaluasi
program, pelaksana berfikir dan menentukan langkah sebagaimana melaksanakan
penelitian. Perbedaan yang mencolok antara penelitian dan evaluasi program
adalah sebagai berikut:
a. Dalam kegiatan penelitian, peneliti ingin mengetahui gambaran tentang seuatu
kemudian hasilnya dideskripsikan, sedangkan dalam evaluasi program,
pelaksana ingin mengetahui seberapa tinggi mutu atau kondisi sesuatu sebagai
hasil pelaksanaan program, setelah data yang terkumpul dibandingkan dengan
kriteria atau standar tertentu.
b. Dalam kegiatan penelitian, peneliti dituntun oleh rumusan masalah karena
ingin mengetahui jawaban dari penelitannya, sedangkan dalam evaluasi
program pelaksana ingin mengetahui tingkat ketercapaian tujuan program, dan
apabila tujuan belum tercapai sebagaimana ditentukan, pelaksana ingin
mengetahui dimana letak kekurangan itu dan apa sebabnya.
Evaluasi program adalah aktivitas investigasi yang sistematis tentang sesuatu
yang berharga dan bernilai dari suatu objek. Pendapat lain (Denzin and Lincoln,
2000:83) mengatakan bahwa evaluasi program berorientasi sekitar perhatian dari
penentu kebijakan dari penyandang dana secara karakteristik memasukkan
15

pertanyaan penyebab tentang program mana yang telah mencapai tujuan yang
diinginkan.
Keputusan-keputusan yang diambil dijadikan sebagai indikator-indikator
penilaian kinerja atau assessment performance pada setiap tahapan evaluasi dalam
tiga kategori yaitu rendah, moderat, dan tinggi. Berangkat dari pengertian di atas
maka evaluasi program merupakan suatu proses. Secara eksplisit evaluasi
mengacu pada pencapaian tujuan sedangkan secara implisit evaluasi harus
membandingkan apa yang telah dicapai dari program dengan apa yang seharusnya
dicapai berdasarkan standar yang telah ditetapkan. Dalam konteks pelaksanaan
program, kriteria yang dimaksud adalah kriteria keberhasilan pelaksanaan dan hal
yang dinilai adalah hasil atau prosesnya itu sendiri dalam rangka pengambilan
keputusan. Evaluasi dapat digunakan untuk memeriksa tingkat keberhasilan
program berkaitan dengan lingkungan program dengan suatu ”judgement” apakah
program diteruskan, ditunda, ditingkatkan, dikembangkan, diterima, atau ditolak.
Dengan demikia, sebagaimana dijelaskan diatas, evaluasi program merupakan
penelitian evaluatif. Pada umumnya penelitian evaluatif dimaksudkan untuk
mengetahui akhir dari sebuah program kebijakan, yaitu mengetahui hasil akhir
dari adanya kebijakan, dalam rangka menentukan rekomendasi atas kebijakan
yang lalu, yang pada tujuan akhirnya adalah untuk menentukan kebijakan
selanjutnya. Mengingat betapa pentingnya sebuah rekomendasi kebijakan, maka
untuk penelitian evaluatif dituntut adanya persyaratan khusus yang harus diikuti
oleh penelitinya.
Evaluasi program dilakukan dengan cara sistematis menggunakan metode
penelitian untuk mempelajari, menilai, dan membantu meningkatkan program-
program pendidikan dalam semua aspek penting terkait dengan pendidikan
termasuk dalam diagnosis masalah pendidikan yang ditangani oleh seorang
evaluator. Kegiatan konseptualisasi dan desain evaluasi, pelaksanaan dan
administrasi evaluasi, hasil evaluasi dan efisiensi evaluasi yang menghasilkan
suatu rekomendasi. Evaluasi program dilakukan untuk kepentingan dalam
menentukan suatu keputusan atau kebijakan (rekomendasi) untuk program.
Evaluasi terhadap suatu program dilakukan dengan menggunakan metoda-metoda
tertentu untuk menjamin evaluasi yang dilakukan menghasilkan data yang handal
16

dan dapat dipercaya sehingga kebijakan yang ditetapkan atas dasar evaluasi
tersebut menjadi suatu keputusan yang tepat, benar dan akurat serta bermanfaat
bagi program.
Evaluasi program adalah suatu kegiatan atau upaya untuk memperoleh
informasi mengenai suatu program yang dilaksanakan untuk menilai sejauh mana
kegiatan tersebut telah terlaksana sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
kemudian untuk mengetahui keputusan apa yang dapat di ambil terkait dengan
penilaian yang telah dilakukan. Evaluasi program dilaksanakan dengan
menggunakan metode penelitian yang sistematis yang dikatakan sebagai metoda
penelitian evaluasi ( Ambyar, 2019 :21-22).
4. Langkah- Langkah Evaluasi Program dalam Pendidikan
Berikut dikemukakan 5 langkah yang dapat membantu dalam meringankan
evaluator dalam melaksanakan evaluasi program pendidikan, idealnya sebuah
sekolah harus memiliki rencana dalam mengevaluasi program yang dapat
diterapkan tidak hanya program yang besar, program sederhana bahkan program
yang kecil sekalipun harus memiliki rencana (langkah) dalam melakukan evaluasi
adalah sebagai berikut:
a. Mendefinisikan Program. Langkah pertama adalah mendefinisikan istilah
atau program itu sendiri. Program didefinisikan sebagai usaha-usaha yang
maksimal yang dilakukan berdasarkan seperangkat sumber daya dengan
melakukan serangkaian kegiatan yang ditentukan. Sebuah strategi dilakukan
mengacu dan ditentukan dari definisi program dan mengacu pada aktivitas
terencana yang bertujuan untuk mencapai tujuan atau memecahkan masalah.
Strategi yang dilakukan harus berdasarkan bukti dan fakta mengenai konsep
dan definisi program itu sendiri.
b. Mendapatkan Data dari Tim yang Akurat. Dalam memperoleh data,
lakukan langkah mengumpulkan data hanya dari orang-orang yang tepat.
Kumpulkan Tim data sekolah atau organisasi yang bertanggung jawab untuk
mengelola pengumpulan dan analisis data. Bentuklah tim yang solid dengan
anggota yang memiliki keahlian yang diperlukan untuk menangani data.
Tim adalah orang-orang yang memiliki keahlian yang diperlukan untuk
masalah akademik dan sosial akademik program, praktek dan strategi di
17

sekolah. Anggota tim mungkin termasuk kepala sekolah; direktur


pendidikan, guru kelas (mungkin salah satu yang mewakili masing-masing
tingkat kelas); konselor sekolah; psikolog sekolah atau pekerja sosial,
lainnya. Beberapa tim bahkan termasuk orang tua dan siswa.
c. Lakukan Pembatasan Sumber Daya yang Digunakan dan Sub Sistem
yang Akan Dievaluasi. Berbekal daftar catatan sekolah, evaluator akan
dapat
mengidentifikasi program yang kurang terkoordinasi dan kemudian
menghilangkan program yang menyedot terlalu banyak sumber daya, atau
yang tidak selaras dengan tujuan evaluasi. Upayakan waktu seefektif
mungkin untuk melakukan evaluasi. Selain itu dukungan dari system
akademis adalah unsure kunci dari iklim sekolah dapat dievaluasi Jika
evaluator menemukan bahwa tidak ada dukungan akademis atau iklim
sekolah tidak mendukung dilakukan evaluasi, hal mungkin menunjukkan
bahwa upaya evaluasi ini tidak layak dilanjutkan. Setelah evaluator
melakukan beberapa "pemangkasan" atau pembatasan dari daftar maka
berikutnya evaluator dapat mengevaluasi bagian program yang tersisa.
d. Mengevaluasi Semua Rencana yang Ada Pada Daftar. Untuk melukiskan
gambaran yang lengkap, rencana evaluasi sekolah yang komprehensif harus
mencakup setiap usaha pada daftar yang telah dikemukakan. Lakukan
identifikasi tujuan dari setiap usaha dan memilih metode jangka pendek dan
jangka panjang dari pengukuran dan menilai dampaknya pada siswa.
Catatan penting dalam langkah ini adalah berpedoman pada urgensi masalah
sebagai ukuran dasar dari menerapkan upaya-upaya baru dalam
menyelesaikan masalah. Semakin mendesak suatu masalah maka evaluasi
semakin prioritas untuk dilakukan. Selanjutnya juga merencanakan waktu,
menempatkan instrumen pengukuran atau mekanisme untuk pengumpulan
data. Melakukan konsultasi dengan ahli evaluasi merupakan suatu gagasan
yang baik agar evaluator sekolah siap untuk memilih metode dalam
pengukuran hasil evaluasi. Seorang ahli dapat membantu a memilih alat
pengukuran yang baik (misalnya, tidak semua survei diciptakan sama, dan
ada beberapa keahlian yang terlibat dalam melakukan kelompok fokus).
18

Ahli juga dapat merencanakan pengumpulan data yang optimal dan


menentukan bagaimana data dari titik waktu yang berbeda akan
dibandingkan (misalnya, akan perbedaan yang signifikan secara statistic
menjadi standar untuk menilai perubahan).
e. Lengkapi Rencana Evaluasi. Setelah perencanaan evaluasi dilakukan
maka langkah selanjutnya adalah melakukan persiapan Perencanaan Lembar
Kerja untuk menyempurnakan rencana evaluasi. Evaluator sekolah
mungkin saja belum dapat menerapkan praktek evaluasi tapi secara
keseluruhan, rencana dalam evaluasi harus melakukan hal berikut:
1. Menjadwalkan evaluasi sedari awal dan menetapkan waktu yang tepat
untuk melakukan evaluasi.
2. Jika memungkinkan melakukan pretest pengukuran serta beberapa
posttest pengukuran pada jarak waktu tertentu.
3. Melakukan pengumpulan data secara berkelanjutan dengan dibantu
pihak-pihak terkait di sekolah.
4. Melakukan pengukuran di berbagai tingkat, seperti individu, kelompok
kelas kecil dan besar, hingga pada tingkat populasi atau sekolah.
Mengukur di tingkat kelompok untuk mengevaluasi upaya yang
mencapai kelompok-kelompok kecil; mengukur pada tingkat populasi
untuk mengevaluasi upaya yang menjangkau seluruh sekolah.
Pengukuran pada tingkat populasi cenderung dilakukan lebih jarang,
misalnya, setiap tahun atau setiap tahun, dibandingkan dengan
pengukuran pada tingkat lain.
5. Gunakan beberapa informan (siswa, orang tua dan guru). Gunakan
beberapa alat pengumpulan data formal dan informal (misalnya,
observasi, catatan review, survei, wawancara).
6. Melacak baik jangka pendek dan jangka panjang indikator hasil, menilai
apa upaya yang segera dapat dilakukan setelah melakukan pelacakan
jangka pendek.
7. Kumpulkan secara subjektif, hasil kualitatif dari data dengan
menggunakan instrument yang handal dan valid.
19

Terdapat hal-hal penting yang terkait dengan pemahaman evaluasi


Program pendidikan:
a. Hal utama yang terkait dengan evaluasi program adalah bahwa evaluasi
program pendidikan harus dilakukan dengan sistematis. Ini berarti bahwa
evaluator harus bijaksana, melakukan evaluasi dengan sengaja, terstruktur
dan melakukan pendekatan benar-benar ketat dalam evaluasi.
b. Memperhatikan metode penelitian dan model evaluasi yang sesuai untuk
mengevaluasi sebuah program pendidikan karena metode dan model yang
dapat digunakan dalam evaluasi sangat majemuk. Hal ini berarti bahwa
evaluator dapat memiliki banyak instrument (alat) dalam melakukan
pengukuran, namun tindakan pemilihan instrument yang sesuai dengan
kebutuhan evaluasi program harus dilakukan dengan hati-hati. Instrumen
alat atau tools apa yang akan dipilih dalam evaluasi program sangat
tergantung pada apa yang ingin dicapai melalui upaya evaluasi.
c. Evaluator meski teliti dengan hal-hal yang mungkin memandu pilihan
instrument evaluasi seperti: fokus pada struktur desain program, cara
implementasi instrument dalam evaluasi, populasi atau sampel yang akan
dievaluasi, dan pengukuran hasil atau dampak yang akan dilakukan.
(Ambyar, 2019:30-35).
5. Tujuan Evaluasi Program Pendidikan
Tercapainya tujuan program merupakan indikator utama keberhasilan program
tersebut. Oleh karena itu, kriteria pokok dalam evaluasi program adalah sejauh
mana keberhasilan telah diperoleh setelah pelaksanaan program. Tujuan evaluasi
program adalah untuk memperoleh informasi yang akurat tentang derajat
keberhasilan program dan kelancaran pelaksanaan program, yang pada gilirannya
dapat mengetahui beberapa kelemahan dan kelebihannya. (Oemar Hamalik, 1990:
65)
6. Model- Model Evaluasi Program
Kaufman dan Thomas dalam Suharsimi (2010:40) membedakan model
evaluasi program pendidikan menjadi tujuh yaitu:
20

a. Model Berorientasi Pada Tujuan (Goal Oriented Evaluation Model)


Model ini dipelopori oleh Tyler. Tujuan program adalah objek dari pengamatan
model ini. Evaluasi ini dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan
untuk melihat ketercapaian program yang dilaksanakan.
b. Model Lepas Tujuan ( Goal Free Evaluation Model)
Model ini dikemukakan oleh Scriven. Dalam melaksanakan evaluasi tidak
memperhatikan tujuan khusus program, melainkan bagaimana terlaksananya
program dan mencatat hal-hal yang positif maupun negatif. Model evaluasi ini
berfokus pada adanya perubahan perilaku yang terjadi sebagai dampak dari
program yang diimplementasikan. Melihat dampak sampingan baik yang
diharapkan maupun yang tidak diharapkan dan membandingkan dengan program
sebelum dilakukan. Evaluasi ini juga membandingkan antara hasil yang dicapai
dengan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk program tersebut atau melakukan
cost benefit analysis (Tien Rafida, 2017: 55).
Dengan kata lain, model evaluasi program ini dapat disimpulkan bahwa bukan
berarti model ini lepas dari tujuan secara keseluruhan. Model ini hanya lepas dari
tujuan khusus. Model ini hanya mempertimbangkan tujuan umum yang akan
dicapai oleh program, bukan secara rindi atas komponen- komponen yang ada.
Adapun ciri- ciri evaluasi bebas tujuan menurut Tayibnapis (2000:35) yaitu:
1. Evaluator sengaja menghindar untuk mengetahui tujuan program.
2. Tujuan yang telah dirumuskan terlebih dahulu tidak dibenarkan
menyempitkan fokus evaluasi.
3. Evaluasi bebas tujuan berfokus pada hasil yang sebenarnya, bukan pada
hasil yang direncanakan.
4. Hubungan evaluator dan manajer atau dengan karyawan proyek dibuat
seminimal mungkin.
5. Evaluasi menambah kemungkinan ditemukannya dampak yang tidak
diramalkan.
Dari pemaparan diatas, dapat dipahami bahwa dalam model evaluasi ini,
evaluator sengaja menghindari mengetahui tujuan program. Dikarenakan model
evaluasi ini befokus pada hasil tanpa tujuan (goal). Namun kembali lagi bahwa,
tujuan yang dimaksud adalah tujuan khusus, bukan tujuan umum dari program
21

tersebut. Model evaluasi ini pada akhirnya hanya akan berfokus pada hasil yang
sebenarnya, bukan hasil yang direncanakan.
c. Model Formatif- Sumatif ( Formative- Summative Evaluation Model)
Model ini dikemukakan oleh Scriven. Model evaluasi ini dilaksanakan ketika
program masih berjalan (evaluasi formatif) dan ketika program sudah selesai
(evaluasi sumatif). Adapun evaluasi formatif menurut Tien Rafida (2017: 58)
didefinisikan sebagai proses menyediakan dan menggunakan informasi untuk
dijadikan dasar pengambilan keputusan dalam meningkatkan kualitas produk atau
program yang dirancang. Evaluasi formatif bertujuan untuk menentukan apa yang
harus ditingkatkan atau direvisi agar produk atau program tersebut lebih
sistematis, efektif dan efisien.
Evaluasi formatif dilaksanakan selama program berjalan untuk
memberikan informasi yang berguna kepada pemimpin program untuk perbaikan
program. Misalnya selama pengembangan program paket kurikulum, evaluasi
formatif akan melibatkan pemeriksaan konten oleh ahli, melakukan pilot tes
terhadap sejumlah siswa, tes lapangan terhadap siswa yang lebih banyak dan
dengan guru di beberapa sekolah dan lain sebagainya.
Adapun evaluasi sumatif, dilakukan pada akhir program untuk memberi
informasi kepada pengguna/konsumen yang potensial tentang manfaat atau
kegunaan program. Misalnya, sesudah paket kurikulum dikembangkan, evaluasi
sumatif mungkin dilaksanakan untuk menentukan efektifitas paket tersebut pada
tingkat nasional atas sampel sekolah khusus, guru dan siswa pada tingkat
perkembangan tertentu. Penemuan hasil pada evaluasi sumatif ini akan diberikan
kepada konsumen/ pengguna.
Objek atau subjek dan pemakaian evaluasi antara evaluasi formatif dan
evaluasi sumatif berbeda. Pada evaluasi formatif, audiensinya adalah personalia
program, dalam contoh di atas, adalah mereka yang bertanggung jawab atas
pengembangan kurikulum. Pada evaluasi sumatif, audiensinya termasuk
konsumen yang potensial seperti siswa, guru, dan lain-lain yang terlibat dalam
program. Evaluasi formatif harus mengarah kepada keputusan tentang
perkembangan program tersebut termasuk perbaikan atau revisi. Sedangkan
22

evaluasi sumatif mengarah ke arah keputusan tentang kelanjutan program,


berhenti atau program diteruskan, pengadopsian, dan sebagainya.
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa, evaluasi formatif dilakukan
saat program berjalan, karena yang menjadi penilaian adalah personalia yang ada
didalam program itu. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program
selesai. Karena evaluasi sumatis menilai dan mengukur bagaimana respon
audience dalam berjalannya program tersebut.
d. Model Deskripsi Pertimbangan (Countenance Evaluation Model)
Model ini dipelopori oleh Stake. Model ini juga disebut model evaluasi
pertimbangan. Maksudnya evaluator mempertimbangkan program dengan
memperbandingkan kondisi hasil evaluasi program dengan yang terjadi di
program lain, dengan objek sasaran yang sama dan membandingkan kondisi hasil
pelaksanaan program dengan standar yang ditentukan oleh program tersebut.
Tujuan dari model evaluasi ini ialah untuk melengkapi kerangka suatu rencana
kurikulum. Perhatian utamanya adalah hubungan antara tujuan penilaian dengan
keputusan berikutnya berdasarkan data yang dikumpulkan.
e. Model CIPP (CIPP Evaluation Model)
Model CCIP ini dikembangkan oleh Stufflebeam, dkk (1967) di Ohio State
University. CIPP yang merupakan sebuah singkatan dari huruf awal empat buah
kata yaitu:
Context Evaluation : Evaluasi terhadap konteks
Input Evaluation : Evaluasi terhadap masukan
Process evaluation : Evaluasi terhadap proses
Product Evaluation : Evaluasi terhadap hasil
Dengan kata lain, model CIPP adalah model evaluasi yang memandang
program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem.
1. Evaluasi Konteks
2. Evaluasi Masukan
3. Evaluasi proses
4. Evaluasi produk atau hasil
Evaluasi konteks (context) dimaksud untuk menilai kebutuhan, masalah,
aset dan peluang guna membantu pembuat kebijakan menetapkan tujuan dan
23

prioritas, serta membantu kelompok pengguna lainnya untuk mengetahui tujuan,


peluang dan hasilnya. Evaluasi konteks program menyajikan data tentang alasan-
alasan untuk menetapkan tujuan-tujuan program dan prioritas tujuan. Evaluasi ini
menjelaskan mengenai kondisi lingkungan yang relevan, menggambarkan kondisi
yang ada dan yang diinginkan dalam lingkungan, dan mengidentifikasi
kebutuhan-kebutuhan yang belum terpenuhi dan peluang yang belum
dimanfaatkan.
Evaluasi masukan (input) dilaksanakan untuk menilai alternative
pendekatan, rencana tindak, rencana staf dan pembiayaan bagi kelangsungan
program dalam memenuhi kebutuhan kelompok sasaran serta mencapai tujuan
yang ditetapkan. evaluasi input (masukan), evaluasi menolong mengatur
keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternative apa yang diambil,
apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan. Bagaimana prosedur kerja
untuk mencapainya. Evaluasi ini berguna bagi pembuat kebijakan untuk memilih
rancangan, bentuk pembiayaan, alokasi sumberdaya, pelaksana dan jadwal
kegiatan yang paling sesuai bagi kelangsungan program.
Evaluasi proses (process) ditujukan untuk menilai implementasi dari
rencana yang telah ditetapkan guna membantu para pelaksana dalam menjalankan
kegiatan dan kemudian akan dapat membantu kelompok pengguna lainnya untuk
mengetahui kinerja program dan memperkirakan hasilnya. evaluasi proses untuk
membantu mengimplementasikan keputusan. Sampai sejauh mana rencana telah
diterapkan? Apa yang harus direvisi? Begitu pertanyaan terjawab, prosedur dapat
dimonitor, dikontrol, dan diperbaiki.
Evaluasi hasil (product) dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi dan
menilai hasil yang dicapai, diharapkan dan tidak diharapkan, jangka pendek dan
jangka panjang, baik bagi pelaksana kegiatan agar dapat memfokuskan diri dalam
mencapai sasaran program maupun bagi pengguna lainnya dalam menghimpun
upaya untuk memenuhi kebutuhan kelompok sasaran. Evaluasi hasil ini dapat
dibagi ke dalam penilaian terhadap dampak (impact), efektivitas (effectiveness),
keberlanjutan (sustainability) dan daya adaptasi (transportability) (Stufflebeam et.
al., 2003).
24

Evaluasi produk mengukur dan menginterpretasi pencapaian program selama


pelaksanaan program dan pada akhir program. Evaluasi ini berkaitan dengan
pengaruh utama, pengaruh sampingan, biaya, dan keunggulan program. Evaluasi
produk melibatkan upaya penetapan kriteria, melakukan pengukuran,
membandingkan ukuran keberhasilan dengan standar absolut atau relatif, dan
melakukan interpretasi rasional tentang hasil dan pengaruh dengan menggunakan
data tentang konteks, input dan proses.
Model CIPP (Context, Input, Process, dan Product) merupakan model
evaluasi di mana evaluasi dilakukan secara keseluruhan sebagai suatu sistem.
Evaluasi model CIPP merupakan konsep yang ditawarkan oleh Stufflebeam
dengan pandangan bahwa tujuan penting evaluasi adalah bukan membuktikan
tetapi untuk memperbaiki (Stufflebeam, H McKee and B McKee, 2003:118).
Evaluasi model CIPP dapat diterapkan dalam berbagai bidang. Nana Sudjana dan
Ibrahim (2004:246) menterjemahkan masing-masing dimensi tersebut dengan
makna sebagai berikut :
a. Context : situasi atau latar belakang yang mempengaruhi perencanaan
program pembinaan.
b. Input : kualitas masukan yang dapat menunjang ketercapaian program
pembinaan.
c. Process : pelaksanaan program dan penggunaan fasilitas sesuai dengan apa
yang telah direncanakan.
d. Product : hasil yang dicapai dalam penyelenggaraan program tersebut.
Keunikan model ini adalah pada setiap evaluasi terkait pada perangkat
pengambil keputusan yang menyangkut perencanaan dan operasional sebuah
program. Untuk lebih memahami mengenai CIPP dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Evaluasi konteks mencakup analisis masalah yang berkaitan dengan
lingkungan program atau kondisi obyekyif yang akan dilaksanakan. Berisi
tentang analisis kekuatan dan kelemahan obyek tertentu. Stufflebeam
menyatakan evaluasi konteks sebagai fokus institusi yang mengidentifikasi
peluang dan menilai kebutuhan. Suatu kebutuhan dirumuskan sebagai
suatu kesenjangan (discrepancy view) kondisi nyata (reality) dengan
25

kondisi yang diharapkan (ideality). Dengan kata lain evaluasi konteks


berhubungan dengan analisis masalah kekuatan dan kelemahan dari obyek
tertentu yang akan atau sedang berjalan. Evaluasi konteks memberi
informasi bagi pengambil keputusan dalam perencanaan suatu program
yang akan dilakukan. Selain itu, konteks juga bermaksud bagaimana
rasionalnya suatu program.
2. Evaluasi input meliputi analisis personal yang berhubungan dengan
bagaimana penggunaan sumber-sumber yang tersedia, alternatif-alternatif
strategi yang harus dipertimbangkan untuk mencapai suatu program.
Mengidentifikasi dan menilai kapabillitas sistem, alternatif strategi desain
prosedur untuk strategi implementasi, pembiayaan dan penjadwalan
program pembinaan prestasi sepak bola. Evaluasi masukan bermanfaat
untuk membimbing pemilihan strategi program dalam menspesifikasikan
rancangan prosedural. Informasi dan data yang terkumpul dapat digunakan
untuk menentukan sumber dan strategi dalam keterbatasan yang ada.
3. Evaluasi proses merupakan evaluasi yang dirancang dan diaplikasikan
dalam praktik implementasi kegiatan. Termasuk mengindentifikasi
permasalahan prosedur baik tatalaksana kejadian dan aktivitas. Setiap
aktivitas dimonitor perubahan-perubahan yang terjadi secara jujur dan
cermat. Pencatatan aktivitas harian demikian penting karena berguna bagi
pengambil keputusan untuk menentukan tindak lanjut penyempurnaan.
Evaluasi sebagai proses menilai sesuatu berdasarkan standar obyektif yang
telah ditetapkan, kemudian diambil keputusan atas obyek yang dievaluasi
(Djaali Mulyono, 2000:45). Tujuan evaluasi proses seperti yang
dikemukakan oleh Worthen dan Sanders dalam Sawitri (2007:24)
menguraikan yaitu :
a) Mengetahui kelemahan selama pelaksanaan termasuk hal-hal yang
baik untuk dipertahankan;
b) Memperoleh informasi mengenai keputusan yang ditetapkan; dan
c) Memelihara catata-cacatan lapangan mengenai hal-hal penting saat
implementasi dilaksanakan.
26

4. Evaluasi produk merupakan kumpulan deskripsi dan “judgment outcomes”


dalam hubungannya dengan konteks, input, dan proses, kemudian
diinterpretasikan harga dan jasa yang diberikan. Evaluasi produk adalah
evaluasi mengukur keberhasilan pencapaian tujuan. Evaluasi ini
merupakan catatan pencapaian hasil dan keputusan-keputusan untuk
perbaikan dan aktualisasi. Aktivitas evaluasi produk adalah mengukur dan
menafsirkan hasil yang telah dicapai. Pengukuran dikembangkan dan
diadministrasikan secara cermat dan teliti. Keakuratan analisis akan
menjadi bahan penarikan kesimpulan dan pengajuan sarana sesuai standar
kelayakan. Secara garis besar, kegiatan evaluasi produk meliputi kegiatan
penetapan tujuan operasional program, kriteria-kriteria pengukuran yang
telah dicapai, membandingkannya antara kenyataan lapangan rumusan
tujuan, dan menyusun penafsiran secara rasional.
Analisis produk ini diperlukan pembandingan antara tujuan, yang ditetapkan
dalam rancangan dengan hasil program yang dicapai. Hasil yang dinilai dapat
berupa skor tes, persentase, data observasi, diagram data, sosiometri dan
sebagainya yang dapat ditelusuri kaitannya dengan tujuan-tujuan yang lebih rinci.
Selanjutnya dilakukan analisis kualitatif tentang mengapa hasilnya seperti itu.
Keputusan-keputusan yang diambil dari penilaian implementasi pada setiap
tahapan evaluasi program diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu rendah,
moderat, dan tinggi.
Model CIPP merupakan model yang berorientasi kepada pemegang keputusan.
Model ini membagi evaluasi dalam empat macam, yaitu :
a) Evaluasi konteks melayani keputusan perencanaan yaitu membantu
merencanakan pilihan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan
dicapai dan merumuskan tujuan program.
b) Evaluasi input atau masukan untuk keputusan strukturisasi yaitu menolong
mengatur keputusan menentukan sumber-sumber yang tersedia,
alternatifalternatif yang diambil, rencana dan strategi untuk mencapai
kebutuhan, serta prosedur kerja untuk mencapai tujuan yang dimaksud.
c) Evaluasi proses melayani keputusan implementasi, yaitu membantu
keputusan sampai sejauh mana program telah dilaksanakan.
27

d) Evaluasi produk untuk melayani daur ulang keputusan. Keunggulan model


CIPP merupakan sistem kerja yang dinamis.
Sukardi (2009:63-64) dalam bukunya menjelaskan bahwa evaluasi model
CIPP pada garis besarnya melayani empat macam keputusan : 1) perencanaan
keputusan yang mempengaruhi pemilihan tujuan umum dan tujuan khusus; 2)
keputusan pembentukan atau structuring, yang kegiatannya mencakup pemastian
strategi optimal dan desain proses untuk mencapai tujuan yang telah diturunkan
dari keputusan perencanaan; 3) keputusan implementasi, di mana pada keputusan
ini para evaluator mengusahakan sarana prasarana untuk menghasilkan dan
meningkatkan pengambilan keputusan atau eksekusi, rencana, metode, strategi
yang hendak dipilih; dan 4) keputusan pemutaran (recycling) yang menentukan,
jika suatu program itu diteruskan, diteruskan dengan modifikasi, dan atau
diberhentikan secara total atas dasar kriteria yang ada. Worthen (2001)
memprediksi bahwa evaluator tidak akan merangkul perencanaan strategis karena
merugikan mereka. Evaluasi dan evaluator harus memainkan peran kunci dalam
semua aspek informasi evaluatif dalam suatu organisasi: dalam membangun
kapasitas hasil, dalam mengelola sistem pengetahuan evaluatif, dan dalam
menciptakan informasi evaluatif dan pengetahuan, termasuk melalui pelaksanaan
studi evaluasi (John Mayne and Ray C. Rist, 2006).
Fokus evaluasi untuk melaksanakan empat macam keputusan tersebut ada
empat, yaitu: 1) evaluasi konteks, menghasilkan informasi tentang macam-macam
kebutuhan yang telah diatur prioritasnya, agar tujuan dapat diformulasikan; 2)
evaluasi input, menyediakan informasi tentang masukan yang terpilih, butir-butir
kekuatan dan kelemahan, strategi, dan desain untuk merealisasikan tujuan; 3)
evaluasi proses, menyediakan informasi bagi evaluator untuk melakukan prosedur
monitoring terpilih yang mungkin baru diimplementasi sehingga butir yang kuat
dapat dimanfaatkan dan yang lemah dapat dihilangkan; dan 4) evaluasi produk,
mengakomodasi informasi untuk meyakinkan dalam kondisi apa tujuan dapat
dicapai dan juga untuk menentukan jika strategi yang berkaitan dengan prosedur
dan metode yang diterapkan guna mencapai tujuan sebaiknya berhenti,
dimodifikasi atau dilanjutkan dalam bentuk seperti sekarang (Sukardi, 2009:64).
Keempat macam evaluasi tersebut divisualisasikan sebagai berikut, bentuk
28

pendekatan dalam melakukan evaluasi yang sering digunakan yaitu pendekatan


eksperimental, pendekatan yang berorientasikan pada tujuan, yang berfokus pada
keputusan, berorientasi pada pemakai dan pendekatan yang responsif yang
berorientasi terhadap target keberhasilan dalam evaluasi.
f. Model Kesenjangan (Discrepancy Model)
Model ini dipelopori oleh Malcom Provus. Model ini ditekankan untuk
mengetahui kesenjangan yang terjadi pada setiap komponen program. Evaluasi
kesenjangan dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesesuaian antara standar
yang sudah ditentukan dalam program dengan penampilan aktual dari program
tersebut.
g. Model CSE- UCLA
Model ini dikemukakan oleh Alkin- Fernades. Model ini memiliki lima
macam evaluasi sebagai berikut:
a. Needs assessment, memusatkan pada penentuan masalah hal-hal yang
perlu dipertimbangkan dalam program, kebutuhan program, dan tujuan
yang dapat dicapai.
b. Program planning, perencanaan program dievaluasi untuk mengetahui
program disusun sesuai analisis kebutuhan atau tidak dengan melibatkan
unsur-unsur pelaksanaan program.
c. Formative evaluation, evaluasi dilakukan untuk mengetahui hambatan
pelaksanaan dan keterlaksanaan program.
d. Summative program, evaluasi untuk mengetahui hasil dan dampak dari
program serta untuk mengetahui ketercapaian program.
Model evaluasi program ini diberi nama sesuai dengan singkatan organisasi
yang mempopulerkannya yaitu CSE singkatan dari Center for The Study of
Evaluation, sedangkan UCLA singkatan dari University of California in Los
Angeles. Model CSE-UCLA dikembangkan pada universitas ternama di Amerika
Serikat yang notabene menjadi pusat perkembangan dari evaluasi pendidikan di
dunia.
Model evaluasi program CSE UCLA memiliki kerangka kerja yang mirip
dengan model CIPP. Alkin (1969) mendefinisikan evaluasi sebagai berikut
“evaluation is the process of ascertaining the decision areas of concern, selecting
29

appropriate information and collecting and analyzing information in order to


report summary data useful to decision – makers in selecting among alternatives”.
Evaluasi sebagai suatu proses meyakinkan keputusan, memilih informasi yang
tepat, mengumpulkan, dan menganalisis informasi sehingga dapat melaporkan
ringkasan data yang berguna bagi pembuat keputusan dalam memilih beberapa
alternatif. Worthen (1989:150) menjelaskan lima komponen yang dikemukakan
oleh Alkin dalam evaluasi sebagai berikut “five areas of evaluation may be
identified, (1) systems assessment, (2) program planning, (3) program
implementation, (4) program improvement, and (5) program certification. Alkin
menjabarkan lima identifikasi bagian dalam evaluasi program adalah (1)
kebutuhan penilaian, (2) perencanaan program, (3) pelaksanaan program, (4)
program peningkatan, dan (5) program sertifikasi.
Menurut Martin C Alkin tokoh pencetus Evaluation Theory Development dari
University of California Los Angeles (UCLA) menyatakan bahwa ciri model
evaluasi pada Center for Study of Evaluation (CSE) adalah ada lima
komponen/tahap yang dilakukan, yaitu perencanaan, pengembangan,
implementasi, hasil dan dampak. Berbeda dengan model evaluasi program yang
lainnya yang sebagian besar hanya menganalisis beberapa bagian dari program
saja, model evaluasi program CSE UCLA menganalisis lebih lengkap mengenai
seluruh komponen dari program yang dirasa patut untuk dievaluasi agar hasil
evaluasi dapat lebih merangkum semua permasalahan yang terjadi dalam suatu
program. Meskipun secara kerangka model CSE UCLA memiliki kemiripan
dengan model evaluasi CIPP namun model CSE UCLA memiliki kelebihan yaitu
pada proses penilaian hingga ke dampak evaluasi program.
Kelebihan model ini adalah keterikatannya dengan sistem. Dengan model ini,
kegiatan sekolah dapat diikuti dengan seksama mulai dari variabelvariabel yang
ada dalam komponen masukan, proses, dan keluaran. Komponen masukan yang
dimaksud adalah semua informasi yang berhubungan dengan karakteristik siswa,
kemampuan intelektual, hasil belajar sebelumnya, kepribadian, kebiasaan, latar
belakang keluarga, latar belakang lingkungan dan sebagainya.
30

B. Program Kelas Unggulan


1. Pengertian Kelas Unggulan
Pada hakikatnya kelas unggulan merupakan kelas yang menyediakan program
pelayanan khusus bagi peserta didik dengan cara mengembangkan bakat dan
kreativitas yang dimilikinya untuk memenuhi kebutuhan peserta didik yang
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa (Aripin Silalahi,2006:1-2)
Sedangkan menurut Direktorat Pendidikan Dasar yang ditulis kembali oleh
Agus Supriyono (2009: 13) adalah sejumlah anak didik yang karena prestasinya
menonjol dikelompokkan di dalam satu kelas tertentu kemudian diberi program
pengajaran yang sesuai dengan kurikulum yang dikembangkan dan adanya
tambahan materi pada mata pelajaran tertentu.
Selanjutnya menurut Suhartono dan Ngadirun (2009:114), kelas unggulan
adalah kelas yang dirancang untuk memberikan pelayanan belajar yang memadai
bagi siswa yang benar-benar mempunyai kemampuan yang luar biasa. Menurut
Mulyadi (2009: 4) Kelas unggulan adalah kelas yang diikuti oleh sejumlah siswa
yang unggul dalam tiga ranah penilaian dengan kecerdasan di atas rata-rata yang
dikelompokan secara khusus. Pengelompokan ini dimaksudkan untuk membina
siswa dalam mengembangkan kecerdasan, kemampuan, keterampilan, dan
potensinya seoptimal mungkin sehingga memiliki pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang terbaik sebagaimana semangat konsep wawasan keunggulan.
Dari bebeapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kelas unggulan
adalah kelas yang dirancang dan didesain dengan baik dilengkapi dengan
kurikulum tambahan yang membedakannya dengan kelas biasa lainnya. Kelas ini
dimaksudkan agar anak yang memiliki potensi, kreativitas dan kecerdasan lebih
dapat mendapat pembelajaran yang lebih optimal untuk mengasah kecerdasan dan
bakat mereka tersebut sebagai bekal mereka di pendidikan masa depan. Dengan
adanya kelas unggulan, maka diharapkan kemampuan anak tersebut dapat
meningkat sehingga siswa yang berkualitas tersebut dapat menjadi ikon madrasah
dimasyarakat dan disekolah selanjutnya.
Program kelas unggulan ini diselesaikan dalam waktu 3 tahun, mempunyai
kurikulum tersendiri, menambah penambahan mata pelajaran sesuai jurusan yang
31

dipilih. Dalam proses belajar siswa kelas unggulan ditargetkan mencapai


ketuntasan belajar di atas kelas reguler.
Kelas unggulan merupakan kelas percontohan yang dapat dilakukan
dengan melibatkan semua Stakeholder sekolah mulai dari orang tua, siswa, guru-
guru, karyawan, lingkungan, pengawas, instansi Diknas dan semua pihak yang
terkait dengan urusan pendidikan.
Pada dasarnya bentuk pelaksanaan pendidikan bagi anak yang berprestasi
atau di atas rata-rata menurut Sutratinah (2000:104), dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu:
a. Acceleration (percepatan)
b. Segregation (pengelompokan)
c. Enrichment (pengayaan)
Segregation adalah pengelompokan atau pengasingan, siswa disendirikan
menjadi kelompok khusus semacam Ability Grouping (kelompok kecakapan).
Segregation menurut Sutratinah (2000: 110- 112) dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
a. Kelas biasa ditambah dengan kelas khusus. Anak di atas rata-rata
mengikuti secara penuh seluruh kegiatan di sekolahnya setelah itu
mendapat pelajaran tambahan dalam kelas khusus.
b. Mengikuti kelas biasa (regular class) tetapi tidak penuh 100% (hanya ± 75
%) ditambah dengan mengikuti kelas khusus (special class), karena jumlah
jam pelajaran, maka anak di atas masih mempunyai waktu untuk
melakukan kegiatan-kegiatan lain yang dibutuhkan untuk pengembangan
aspek kepribadian, karena jumlah jam belajar yang cukup lama di kelas
khusus, anak di atas rata-rata masih memperoleh kesempatan bersaing
dengan teman sesama di atas rata-rata.
c. Secara penuh anak di atas rata-rata dimasukkan dalam kelas khusus. Ini
berarti guru-guru, kurikulum, metode dan komponen pendidikan yang lain
dilaksanakan secara khusus. Pihak guru dapat dengan mudah melakukan
tugasnya karena murid yang dihadapi mempunyai tingkat kecerdasan yang
sederajat. Pihak murid merasa ada persaingan dengan teman-teman yang
32

memiliki kemampuan seimbang, sehingga dapat mempercepat pelajaran


sesuai dengan kondisi mental peserta didik.
d. Alternatif terakhir dengan mendirikan sekolah khusus untuk anak di atas
rata-rata agar mereka mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk
mengembangkan diri, karena dapat bersaing dengan anak lain yang juga
sama-sama super dengan segala fasilitas yang diperlukan
2. Sejarah Singkat Program Kelas Unggulan
Sekitar tahun 1992, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (sekarang
menjadi Departemen Pendidikan Nasional) mulai memperkenalkan pendidikan
berwawasan keunggulan. Pengembangan sumber daya manusia yang memiliki
wawasan keunggulan mutlak dibutuhkan. Pengembangan sumber daya manusia
berwawasan keunggulan merupakan fungsi organic dalam menuju abad yang
diwarnai dengan persaingan bebas. Hal ini merupakan tantangan juga bagi
pembangunan sektor pendidikan. Karena pendidikan berwawasan keunggulan
sangat penting, maka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mengadakan
Rapat Kerja Nasional (Rakernas) pada tahun 1996 yang temanya adalah
“Mewujudkan Wawasan Keunggulan Melalui Pendidikan dan Kebudayaan dalam
rangka Meningkatkan Daya Saing Bangsa”.
Pada hakikatnya wawasan keunggulan merupakan cara pandang bangsa
Indonesia untuk mewujudkan gagasan, ide, dan pemikiran dalam bentuk perilaku
dan sikap yang terbaik menurut kemampuan warga Negara secara konsisten dan
berdisiplin dalam rangka pembangunan bangsa. Wawasan keunggulan meliputi
iman dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kemandirian yang mampu
mengahadapi era globalisasi, keunggulan yang dapat mengasilkan karya bermutu,
keahlian dan profesionalisme dalam penguasaan ilmu dan kekeluargaan dalam
mempererat persatuan dan kekeluargaan dalam mempererat persatuan dan
kesatuan bangsa. Dengan wawasan keunggulan itu diharapkan mencapai
keunggulan dalam Percaturan Internasional (Depdikbud, 1996).
Salah satu alternatif dalam rangka mengimplementasikan wawasan keunggulan
adalah melalui program kelas unggulan. Hal itu mengacu pada Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0487/U/1992, pasal 15 yaitu penerapan
wawasan keunggulan melalui program percepatan, program khusus, program
33

kelas khusus, dan program pendidikan khusus, yang merefleksikan pendidikan


keunggulan (Ibrahim Bafadal, 2006: 26-28).
3. Konsep Dasar Kelas Unggulan
Adapun konsep dasar kelas unggulan antara lain:
a. Setiap anak pada dasarnya memiliki kemampuan, bakat dan minat yang
berbeda, oleh karena itu setiap anak perlu mendapat pelayanan belajar yang
memadai agar kemampuan, bakat dan minat yang dimilikinya dapat
berkembang secara optimal.
b. Anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa, apabila tidak
memperoleh pelayanan khusus, akan menimbulkan perilaku negatif seperti
lekas bosan terhadap rutinitas sehari-hari, suka memaksakan pendapat
kepada orang lain, sikap tenggang rasa yang kurang, acuh tak acuh, dan
mudah tersinggung yang pada akhirnya akan menghambat perkembangan
dirinya.
c. Pengelompokan siswa yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata ke dalam
kelas khusus, akan memudahkan guru atau pendidik dalam memberikan
pelayanan belajar, sehingga siswa akan memperoleh kesempatan
berkembang lebih cepat.
4. Tujuan Program Kelas Unggulan
Menurut Aripin Silalahi (2006: 9) Tujuan penyelenggaraan kelas unggulan
diantaranya:
- Mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan. Dengan
meningkatnya kualits lulusan maka ini akan berdampak lurus pada
peningkatan kualitas pendidikan.
- Menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Kelas unggulan
didesain untuk lebih mengoptimalkan bakat dan kemampuan anak. Agar
anak dapat mengeksplor lebih jauh bakat dan kemampuannya.
- Meningkatkan kemampuan dan pengetahuan tenaga pendidik. Tidak hanya
peserta didik yang kemampuannya meningkat, tetapi tenada pendidik juga.
Ini akan memotivasi tenaga pendidik untuk semakin mengeksplor
pembelajaran dengan metode- metode menarik dan fresh untuk peserta
didik agar kegiatan pembelajaran menjadi hal yang menyenangkan.
34

- Mengembangkan potensi yang dimiliki sekolah. Jika sekolah berhasil


menerapkan program ini dengan baik, tentu sekolah akan mengeksplor
lebih jauh strategi- strategi apa yang selanjutnya perlu dilakukan agar
mutu sekolah lebih membaik.
- Meningkatkan kemampuan untuk menghadapi persaingan di dunia
pendidikan dengan menciptakan keunggulan kompetitif.
Menurut Syaiful Sagala (2003:184), tujuan diselenggarakannya kelas khusus
bagi siswa yang memiliki kemampuan yang menonjol adalah:
- Pemberian perlakuan yang berbeda dari setiap siswa yang memiliki
kemampuan yang berbeda. Perbedaan dalam hal ini adalah ada sesuatu
yang lebih ditonjolkan. Misalnya dari aspek pembelajaran atau kegiatan
lainnya.
- Ada kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan yang
dimilikinya. Dengan adanya kelas unggulan ini harapannya peserta didik
lebih berani dalam mengembangkan bakat yang dimilikinya.
- Menimbulkan perasaan bebas dalam belajar sehingga terjadi hubungan
yang harmonis antara guru dengan siswa dalam belajar.
Adapun menurut Ibrahim Bafadal (2019: 29), tujuan program kelas unggulan
adalah sebagai berikut:
a. Mempersiapkan siswa yang cerdas, beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, memilki budi pekerti yang luhur, memilki pengetahuan dan
keterampilan serta sehat jasmani dan rohani.
b. Memberi kesempatan kepada siswa yang memiliki kecerdasan di atas rata-
rata untuk mendapat pelayanan khusus, sehingga mempercepat
perkembangan bakat dan minat yang dimilikinya.
c. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih cepat menguasai ilmu
pengetahuan dan keterampilan, sesuai dengan ketentuan kurikulum
d. Memberikan penghargaan bagi siswa yang berprestasi baik. Mempersiapkan
lulusan menjadi siswa unggul dalam ilmu pengetahuan, budi pekerti dan
keterampilan sesuai dengan tingkat perkembangannya.
5. Ciri- Ciri Kelas Unggulan
Kelas Unggulan harus memiliki karakteristik sebagai berikut:
35

- Masukan diseleksi secara ketat dengan menggunakan kriteria yang dapat


dipertanggung-jawabkan. Kriteria ini harus punya landasan yang jelas dan
tidak asal dibuat- buat.
- Sarana dan prasarana menunjang untuk pemenuhan kebutuhan belajar dan
penyaluran minat dan bakat siswa. Pembelajaran yang baik adalah yang
didukung oleh sarana prasarana yang baik. Dalam hal ini sekolah harus
siap siaga memfasilitasi kebutuhan belajar anak- anak yang berkompeten.
- Lingkungan belajar yang kondusif untuk berkembangnya potensi
keunggulan menjadi keunggulan yang nyata. Dalam hal ini sekolah harus
bisa membuat manajemen kelas yang baik, karena manajemen kelas juga
sangat berpengaruh dalam kelancaran proses pembelajaran.
- Memiliki kepala sekolah dan tenaga kependidikan yang unggul, baik dari
segi penguasaan materi pelajaran, metode mengajar, maupun komitmen
dalam melaksanakan tugas. Hal ini selaras bahwa sumber daya manusia
yang baik akan memberikan hasil yang baik dan memberikan kemajuan
dalam manajemen sekolah.
- Kurikulum yang diperkaya, yakni melakukan pengembangan dan
improvisasi kurikulum secara maksimal sesuai dengan tuntutan belajar.
- Rentang waktu belajar di sekolah yang lebih panjang dibandingkan kelas
lain dan tersedianya asrama yang memadai.
- Proses pembelajaran yang berkualitas dan hasilnya selalu dapat
dipertanggungjawabkan kepada siswa, lembaga, maupun masyarakat.
- Adanya perlakuan tambahan di luar kurikulum, program pengayaan dan
perluasan, pengajaran remedial, pelayanan bimbingan dan konseling yang
berkualitas, pembinaan kreativitas, dan disiplin, sistem asrama, serta
kegiatan ekstrakurikuler lainnya,
- Pembinaan kemampuan kepemimpinan yang menyatu dalam keseluruhan
sistem pembinaan siswa melalui praktik langsung dalam kehidupan sehari-
hari.
Kelas Unggulan adalah kelas yang dipersiapkan secara dini untuk
pengembangan kelas yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
36

a. Memiliki sejumlah siswa dengan minat, bakat, kemampuan, dan kecerdasan


yang tinggi.
b. Diasuh oleh sejumlah pembimbing atau guru atau tutor yang professional
dan handal di bidangnya.
c. Melaksanakan kurikulum dengan menekankan pada mata pelajaran
Matematika, IPA, Seni, Olahraga, Bahasa Inggris, dan Ketrampilan
Komputer.
d. Didukung sarana dan prasarana yang memadai, antara lain : Kelas yang
nyaman dan representative, Laboratorium IPA, Bahasa dan Komputer,
Ruang Pusat Belajar Sekolah (PBS) multimedia yang dilengkapi dengan
sistem audiovisual yang lengkap, Perpustakaan yang memiliki minimal
2.000 judul buku yang relevan dan ruang yang cukup luas untuk belajar
sendiri, Lapangan olahraga dan atau ruangan yang dapat meningkatkan
kebugaran jasmani dan peningkatan prestasi., Ruang pengembangan minat
dan bakat siswa lengkap dengan peralatan yang dibutuhkan, Suasana belajar
dan lingkungan yang kondusif, Buku belajar, diktat dan bank soal latihan
yang menunjang, Waktu belajar lebih banyak, Jumlah siswa di kelas antara
20 s/d 30 orang, sehingga siswa menjadi lebih efektif, Di dalam kelas
dilengkapi dengan alat pembelajaran yang lengkap dan memadai.
Penerapan kelas unggulan merupakan penerapan dan implementasi dari
Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 yang berisi,” warga
negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak mendapatkan
pendidikan khusus” (Hanun:2016). Penyelenggaran kelas unggulan bertujuan
untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan, menghasilkan
sumber daya manusia, meningkatkan kemampuan serta pengetahuan tenaga
pendidik agar dapat menghadapi persaingan secara global dan menciptkan
keunggulan kompetitif.
Tuntutan peran terhadap siswa kelas unggulan berupa harapan memiliki nilai
yang bagus, mempertahankan keunggulan sekolah, serta memiliki sikap dan
tingkahlaku yang baik. Pada kenyatannya, adanya tuntutan peran ini dimunculkan
dengan pemberian label (labelling) kepada mereka yang berada di kelas unggulan
dari orang-orang disekitarnya(Darminto and Rokhmatika, 2013), sehingga muncul
37

label yang bersifat positif dan ada pula yang negatif. Label yang positif peserta
didik merasa lebih percaya diri, berharga terhadap kemampuannya. Sedangakan
yang berlabel negatif peserta didik lebih terbebani terhadap tuntutan yang
mengaharuskan mereka lebih pandai dari kelas lain.
Banyak sekolah sekarang merancang kelas menjadi kelas favorit atau kelas
unggulan disebabkan kerena sekolah menginginkan menjadi sekoah bertaraf
internasional sesuai dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 50 ayat 3 memberikan dasar hukum yang kuat bahwa
“Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya
satu satuan pendidikan bertaraf internasional” (Azizah and Nasrudin, 2013).
Sehingga dalam menghadapi tantangan globalisasi memungkinkan sebuah
Lembaga pendidikan mesti memiliki kualifikasi tertentu yang bertaraf
internasional (Zada, 2009).
C. Hakikat Mutu Pendidikan
1. Konsep Mutu
Mutu dalam bahasa inggris dikenal dengan “quality”, dan dalam bahasa
arab “juudah”. Secara esensial istilah mutu menurut Aan Komariah (2008:9)
menunjukkan kepada suatu ukuran penilaian atau penghargaan yang diberikan
atau dikenakan kepada barang atau kinerjanya. Secara umum, Menurut Jeromes
(2005:75) mutu diartikan sebuah proses terstruktur untuk memperbaiki keluaran
yang dihasilkan. Definisi tentang mutu sangat beragam dengan sudut pandang
yang berbeda namun memiliki hakekat yang sama. Diantaranya seperti
dikemukakan oleh Goetsch dan Davis yang dikutip oleh Fandy Tjiptono (2003:4)
mendefinisikan mutu atau kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang
memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
Secara relatif, pemahaman terhadap mutu tidak hanya sebuah atribut
produk atau layanan, namun, lebih sebagai sesuatu yang dianggap berasal dari
mutu. Mutu dapat di nilai terus kelanjutannya. Menurut Erdward (2006:73)
Definisi mutu secara relatif mengarah dua aspek yaitu tindakan spesifikasi dan
mencari pelanggan yang membutuhkan.
38

Disisi lain, menurut Suryobroto (2004:210), konsep mutu mengandung


pengertian makna derajat keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik
berupa barang maupun jasa, baik yang tangible ataupun intangible.
Menurut Veithzal Rivai (2012:490), Mutu adalah suatu ukuran penyesuaian
produk atau jasa terhadap spesifikasi yang terbatas pada waktunya. Dalam hal ini
mutu merupakan penggambaran apakah suatu hal memenuhi desain yang telah
ditetapkan pada kurun waktu tertentu. Defenisi ini dimulai dengan mengukur
suatu produk pada waktunya. Kemudian suatu pendidikan mutu mungkin menjadi
satu yang mencapai sasaran sebuah kurikulum yang didesain untuk para murid
yang telah lulus.
Mutu juga didefenisikan sebagai totalitas keistimewaan dan karakteristik
sebuah produk atau jasa yang berhubungan dengan kemampuannya untuk
memuaskan kebutuhan yang telah diberikan. Defenisi ini bersifat umum yang
memfokuskan pada karakteristik dari semua produk atau jasa yang berhubungan
dengan persyaratan yang telah ditentukan. Pendidikan mutu akan menjadi satu
yang karakteristiknya memenuhi kebutuhan yang telah terindentifikasi.
Adapun menurut Charles Hoy yang dikutip oleh Syafaruddin (2015:118), mutu
pendidikan adalah suatu evaluasi terhadap proses pendidikan dengan harapan
tinggi untuk dicapai dan mengembangkan bakat- bakat para pelanggan dalam
proses pendidikan. Mutu adalah hal esensial dalam proses pendidikan. Proses
pembelajaran adalah tujuan organisasi pendidikan. Perbaikan adalah proses
pendidikan tertinggi dari keunggulan yang akan dicapai.
Mutu menurut Muhammad Rohman (2012:262) adalah sebuah filosofis dan
metodologis,tentang (ukuran) dan tingkat baik buruk suatu benda, yang membantu
institusi untuk merencanakan perubahan dan mengatur agenda rancangan
spesifikasi sebuah produk barang dan jasa sesuai dengan fungsi dan penggunaan
agenda dalam menghadapi tekanan- tekanan eksternal yang berlebihan.
Peningkatan mutu berkaitan dengan target yang harus dicapai, proses untuk
mencapai dan faktor- faktor yang terkait. Dalam peningkatan mutu ada dua aspek
yang perlu mendapat perhatian, yakni aspek kualitas dan aspek proses mencapai
hasil tersebut.
39

Pengertian mutu atau quality masih mengalami kontradiksi karena disatu


sisi bisa diartikan sebagai sebuah konsep yang absolut dan disisi lain juga bisa
diartikan sebagai konsep secara relatif. Secara absolut, mutu dipahami sebagai
dasar penelitian untuk kebaikan, kecantikan, dan kebenaran. Sesuatu yang absolut
biasanya mengarahkan mutu, kemungkinan standar tinggi yang tidak dapat
diungguli. Dalam pemahaman seperti ini, produk-produk yang dianggap bermutu
bila produk tersebut dibuat dengan sempurna dan tidak menghemat biaya.
Adapun kutipan Deming yang dikutip oleh Edward Salis (2006:74)
mendefinisikan mutu menurut konteks, persepsi, customer, dan kebutuhan serta
kemauan customer. Menurutnya, mutu memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
a. Kepemimpinan puncak tidak hanya berkewajiban untuk menentukan
kebutuhan customer sekarang saja tetapi juga harus mengantisipasi
kebutuhan customer yang akan datang.
b. Mutu ditentukan oleh customer
c. Perlu dikembangkan ukuran-ukuran untuk memiliki efektifitas upaya
guna memenuhi kebutuhan customer, melalui karakteristik mutu.
d. Kebutuhan dan kemauan customer harus di perhitungan dalam desain
produk atau jasa.
e. Kepuasan customer merupakan syarat yang perlu bagi mutu dan selalu
jadi tujuan proses untuk menghasilkan produk atau jasa.
f. Mutu juga harus dapat menentukan harga produk atau jasa.
Selain Deming, definisi mutu juga dapat dilihat dari pendapatnya Joseph
M. Juran yang dikutip oleh Soewarso (2002: 49) mengatakan “fitness for use,
asjudged by the user”. Dan Philip B. Crossby mengatakan “conformance to
requirements” dan Armand V. Feigenbaum mengatakan „full customer
satisfaction’.
Dari beberapa definisi mutu diatas, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa
Mutu meliputi usaha memenuhi kebutuhan atau melebihi kebutuhan atau harapan
pelanggan, Mutu mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan, Mutu
merupakan kondisi yang selalu berubah.
40

2. Definisi Manajemen Mutu Terpadu (TQM)


Secara umum, menurut Mulyasa (2013:157) mutu dapat diartikan sebagai
gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan
kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat.
Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan ouput
pendidikan.
Adapun Manajemen berasal dari kata “ to manage “ yang artinya
mengatur. Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari
fungsi-fungsi manajemen itu, jadi manajemen itu merupakan suatu proses untuk
mewujudkan tujuan yang diinginkan (Malayu, 2004:1).
Adapun manajemen yang baik adalah manajemen yang dilaksanakan oleh
orang-orang yang benar-benar mempunyai kompetensi dibidangnya, sebagaimana
hadits Nabi Muhammad SAW:
‫ﻋىﺃﺑﯽﻫريﺭﺓﺭﻀﯥﷲﻋﻨﻪﻗاﻞاِذَا ُﻭ ِسدَ األ ْه ُر اِ َلي َغي ِْر ا َ ْﻫ ِل ِﻪ فَ ْﻨت َِظ ِر السَّا َﻋةَ (ﺭﻭاه البخاﺭ‬
Artinya:
Dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah SAW bersabda: apabila suatu
perkara diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah saat
kehancurannya. (HR. Bukhari)
Beberapa definisi mengenai Manajemen Mutu Terpadu (TQM) Pendidikan
menurut para ahli yang dikutip oleh Edward Salis (2006:73) yaitu sebuah filosofi
tentang perbaikan secara terus menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat
praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan,
dan harapan para pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang.
Manajemen mutu terpadu merupakan, sistem manajemen yang mengangkat
sesuatu sebagai strategi kepuasan pelanggan dengan cara melibatkan pelanggan
dan seluruh anggota organisasi. Menurut Dr. W. Edward Demings mendasari
falsafah manajemen mutu terpadu terfokus pada pernyataan” Do the right things,
first time, every time” Kerjakan sesuatu yang benar sejak pertama kali setiap
waktu) dengan meletakkan kerangka pemikiran dalam perbaikan mutu secara
berkelanjutan.
Konsep Total Quality Manajemen pertama kali dikemukakan oleh Nancy
Warren, seorang behavioral scientist di United Statis Navy. Istilah ini
41

mengandung makna every process, every job, dan every person. Pengertian TQM
dapat dibedakan menjadi dua aspek. Aspek pertama, TQM didefenisikan sebagai
sebuah pendekatan dalam menjalankan usaha yang berupaya memaksimumkan
daya saing melalui penyempurnaan secara terus menerus atas produk, jasa,
manusia, proses, dan lingkungan organisasi. Aspek kedua, menyangkut cara
mencapainya dan berkaitan dengan sepuluh karakteristik TQM yang terdiri dari:
a)Fokus pada pelanggan, b) berorientasi pada kualitas, c) menggunakan
pendekatan ilmiah, d) memiliki komitmen jangka panjang, e) kerja sama tim, f)
menyempurnakan kualitas secara berkesinambungan, g) pendidikan dan pelatihan,
h) menerapkan kebebasan yang terkendali, i) memiliki kesatuan tujuan, j)
melibatkan dan memberdayakan karyawan (Eti Rochaety, 2010:97).
TQM menurut Veithzal Rivai (2012:480) adalah suatu sistem dalam
manajemen usaha yang ditunjukan untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas
dan mutu produksi, dalam rangka meningkatkan daya saing produk yang
dihasilkan. Sistem ini dilaksanakan melalui pemasyarakatan cara pandang, cara
analisis dan diagnosis dan solusi suatu masalah (inefisiensi, produktivitas rendah
dan rendahnya mutu pekerjaan/produk) dilingkungan kerja seluruh jajaran SDM
perusahaan, sehingga dapat membentuk kebiasaan (habit) yang diterapkan dalam
etos kerja dan budaya produksi kompetitif.
Manajemen Mutu terpadu (MMT) dapat memberikan fokus pada
pendidikan masyarakat, serta membentuk infrastruktur yang fleksibel yang dapat
memberikan respon yang cepat terhadap perubahan tuntutan masyarakat dan dapat
membantu pendidikan menyesuaikan diri dengan keterbatasan dana dan waktu.
Transformasi menuju sekolah bermutu terpadu diawali dengan mengadopsi
dedikasi bersama terhadap mutu dewan sekolah, tenaga administrasi, staf, siswa,
guru dan komunitas Dengan adanya penerapan Manajemen Mutu Terpadu sekolah
mengembangkan fokus mutu terpadu dapat membantu sekolah menyesuaikan diri
dengan perubahan dengan cara yang positif dan konstruktif pada standar proses
dan tenaga pendidik dan kependidikan .
Aplikasi manajemen mutu terpadu sangat bermanfaat terhadap terhadap
dunia pendidikan masa depan, penerapan mutu terpadu secara benar akan
menjamin bahwa pemimpin -pemimpin lembaga pendidikan dapat mengendalikan
42

usahanya. Penerapan mutu terpadu akan memberi petunjuk proses penyelesaian


masalah yang masuk akal, bersifat persu asif, mengidentifikasi persoalan dan
pertanggungjawaban. Mutu terpadu dapat pula memperbaiki pemikiran
masyarakat sekolah dan penghargaan yang membesarkan hati dengan memenuhi
karakteristik pengajaran.
Sejalan dengan hal tersebut, menurut Joseph C. Field Syafaruddin,
penerapan manajemen mutu terpadu dalam pendidikan, yaitu : 1) organisasi
sekolah dan memberikan peta jalan atau arah bagi perubahan, 2) menolong kita
untuk bekerja sebagai teman dalam kelompok kerja, bukan sebagai musuh, 3)
bukan hanya penanganan satu aspek saja dari pendidikan, tetapi menjadi
pendekatan yang holistik dan menyebabkan segala unsur sekolah mengubah cara
mengarahkan dirinya, 4) terlibat dalam penyelanggaraan sekolah dan usaha -usaha
masyarakat, 5) mengarahkan para orang tua dan pelajar -pelajar untuk membuat
saran-saran untuk memajukan keadaan sekolah, 6) dan organisasi pelajar dalam
membuat standar mutu pendidikan bagi sekolah,7) sesuatu yang mempengaruhi
sekolah, dan 8) mengendalikan pengaruh segala sesuatu yang kita lakukan dan
cara kita mengendalikan.
Perbedaan antara TQM dengan pendekatan-pendekatan lain mencakup dua
komponen yaitu apa dan bagaimana dalam menjalankan usaha. Dari sini maka
dapat dipahami bahwa TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan
usaha yang mencoba untuk memaksimalkan daya saing organisasi melalui
perbaikan terus menerus atas produk, jasa/layanan, manusia, proses dan
lingkungan. Komponen TQM ini memiliki beberapa unsur utama yaitu :
a. Fokus pada pelanggan (internal & eksternal)
b. Memiliki obsesi tinggi terhadap kualitas
c. Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan dan
masalah
d. Memiliki komitmen jangka panjang
e. Membutuhkan kerjasama tim (teamwork)
f. Memperbaiki proses secara berkesinambungan/ kontinu
g. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan
h. Memberikan kebebasan yang terkendali
43

i. Memiliki kesatuan tujuan


j. Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.
Total Quality Management (TQM) juga digambarkan dalam firman Allah
bahwa Perbaikan terus menerus sebagai upaya pengembangan diri dilandasi oleh
kesadaran bahwa manusia memiliki kemampuan untuk mengubah keadaannya
menjadi lebih baik. Prinsip ini sesuai dengan firman Allah Swt:
‫ٱَّلل ََل يُغَيِّ ُر َها ﺑِقَ ۡﻮ ٍم َحت َّ ٰى يُغَيِّ ُرﻭاْ َها ﺑِأَنفُ ِس ِﻬ ۡن‬
َ َّ ‫إِ َّى‬

Artinya:
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga
mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.(QS.Ar-Ra‟du : 11).
3. Pilar Total Quality Management (TQM)
Bill Creech, seorang mantan jenderal berbintang empat berhasil
menerapkan berbagai prinsip TQM pada United States Air Force semasa perang
Teluk. Prinsip yang digunakannya dikenal dengan istilah lima pilar TQM yang
terdiri atas produk, proses, organisasi, pemimpin, dan komitmen.
Menurut Creech, produk atau jasa merupakan titik pusat bagi tujuan dan
prestasi sebuah organisasi. Kualitas sebuah produk atau jasa tidak mungkin ada
tanpa kualitas didalam proses. Kualitas dalam proses tidak mungkin terjadi tanpa
adanya organisasi yang tepat. Organisasi akan menentukan kesehatan dan vitalitas
keseluruhan sistem manajemen karena itu ditempatkan ditengah-tengah kelima
pilar TQM. Organisasi yang tepat tidak ada artinya tanpa kepemimpinan yang
memadai. Komitmen yang kuat dari bawah ke atas merupakan pilar pendukung
bagi pilar-pilar lain. Setiap pilar tersebut tergantung pada empat pilar yang lain
dan apabila ada salah satu pilar yang lemah, semuanya akan turut lemah. Kelima
pilar TQM digambarkan sebagai berikut.
44

Produk

Pemimpin Organisasi Proses

Komitmen

Gambar.2.1. Lima pilar TQM


Progam TQM menurut Mulyasa (2013:175) harus memenuhi empat
kriteria agar dapat mencapai kesuksesan dalam implementasinya, yaitu:
a. Progam tersebut harus didasarkan pada kesadaran akan kualitas dan
berorientasi pada kualitas dalam aktivitasnya, termasuk dalam setiap
proses dan produk/jasa.
b. Progam tersebut harus memiliki sifat kemanusiaan yang kuat untuk
menerjemahkan kualitas dalam cara memperlakukan karyawan, selalu
diikutsertakan dan diberi inspirasi.
c. Progam TQM harus didasarkan pada pendekatan desentralisasi yang
memberikan wewenang disemua tingkatan, terutama pada lini depan
sehingga antusias keterlibatan dan tujuan bersama menjadi kenyataan dan
bukan sekedar slogan.
d. TQM harus diterapkan secara menyeluruh sehingga semua prinsip,
kebijakan, dan kebiasaan mencapai setiap sudut dan celah-celah
organisasi.
4. Karakteristik Manajemen Mutu Terpadu (TQM)
Goetsch dan Davis (1994) mengungkapkan sepuluh unsur utama
(karakteristik) total quality management, sebagai berikut:
a. Fokus Pada Pelanggan. Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun
pelanggan eksternal merupakan driver. Pelanggan eksternal menentukan
kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan
45

pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas manusia,


proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.
b. Obsesi Terhadap Kualitas. Dalam organisasi yang menerapkan TQM,
penentu akhir kualitas pelanggan internal dan eksternal. Dengan kualitas
yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau
melebihi apa yang ditentukan tersebut.
c. Pendekatan Ilmiah. Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan
TQM, terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan
keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang
didesain tersebut. Dengan demikian data diperlukan dan dipergunakan
dalam menyusun patok duga (benchmark), memantau prestasi, dan
melaksanakan perbaikan.
d. Komitmen jangka Panjang. TQM merupakan paradigma baru dalam
melaksanakan bisnis. Untuk itu dibutuhkan budaya perusahaan yang baru
pula. Oleh karena itu komitmen jangka panjang sangat penting guna
mengadakan perubahan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan
dengan sukses.

e. Kerja sama Team (Teamwork). Dalam organisasi yang menerapkan TQM,


kerja sama tim, kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina baik antar
karyawan perusahaan maupun dengan pemasok lembaga-lembaga
pemerintah, dan masyarakat sekitarnya.
f. Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan. Setiap poduk atau jasa
dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu di dalam suatu
sistem atau lingkungan. Oleh karena itu, sistem yang sudah ada perlu
diperbaiki secara terus menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat
meningkat.
g. Pendidikan dan Pelatihan. Dalam organisasi yang menerapkan TQM,
pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang fundamental. Setiap
orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar, yang tidak ada
akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar, setiap orang
dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian
profesionalnya.
46

h. Kebebasan Yang Terkendali. Dalam TQM, keterlibatan dan pemberdayaan


karyawan dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah
merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini dikarenakan unsur tersebut
dapat meningkatkan "rasa memiliki" dan tanggung jawab karyawan
terhadap keputusan yang dibuat. Selain itu unsur ini juga dapat
memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu keputusan yang
diambil, karena pihak yang terlibat lebih banyak. Meskipun demikian,
kebebasan yang timbul karena keterlibatan tersebut merupakan hasil dari
pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik.
i. Kesatuan Tujuan. Agar TQM dapat diterapkan dengan baik, maka
perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian setiap usaha
dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Namun hal ini tidak berarti bahwa
harus selalu ada persetujuan atau kesepakatan antara pihak manajemen dan
karyawan mengenai upah dan kondisi kerja.
j. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan. Keterlibatan dan
pemberdayaan karyawan merupakan hal yang penting dalam penerapan
TQM. Pemberdayaan bukan sekedar melibatkan karyawan tetapi juga
melibatkan mereka dengan memberikan pengaruh yang sungguh berarti.

5. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah/Madrasah


Pendidikan yang bermutu adalah pendidikan yang menghasilkan lulusan
yang memiliki kemampuan atau kompetensi. Baik kompetensi akademik maupun
kompetensi kejuruan, yang dilandasi oleh kompetensi personal dan sosial, yang
secara menyeluruh disebut sebagai kecakapan hidup (life skill). Pendidikan
kecakapan hidup adalah pendidikan bermutu, baik quality in fact maupun quality
in perception (Masrokan, 2013:277) . Untuk dapat meningkatkan mutu
pendidikan, madrasah harus dapat melaksanakan pengelolaan yang didasarkan
pada peningkatan mutu pendidikan madrasah. Aplikasi manajemen peningkatan
mutu pendidikan terhadap sekolah maupun madrasah didasarkan atas pemikiran
bahwa para administrator dan manager pendidikan perlu menemukan kerangka
kerja yang muncul dari dalam lembaga.
Dalam meningkatkan mutu pendidikan, Benner (1992) mengidentifikasi
prinsip-prinsip mendasar tentang mutu, yaitu (1) definisi kualitas lebih mengacu
47

pada konsumen, bukan pada pemasok, (2) konsumen adalah seorang yang
memperoleh produk atau layanan, seperti mereka yang secara internal dan
eksternal terkait dengan organisasi dan bukannya pembeli” atau “pembayar”, (3)
mutu harus mencakupi persyaratan kebutuhan dan standar. (4) mutu dicapai
dengan mencegah kerja yang tidak memenuhi standar, bukannya dengan
melacak kegagalan, melainkan dengan peningkatan layanan dan produk yang
terus-menerus, (5) peningkatan mutu dikendalikan oleh manajemen tingkat senior,
tetapi semua yang terlibat di dalam organisasi harus ikut bertanggung jawab, mutu
harus dibangun dalamsetiap proses, (6) mutu diukur melalui proses statistik,
anggaran mutu adalah anggaran biaya yang tidak disesuaikan dengan tuntutan
persyaratan sehingga terjadi “kesenjangan” antara penyerahan barang, (7) alat
yang paling ampuh untuk menjamin terjadinya mutu adalah kerja sama (tim) yang
efektif, dan (8) pendidikan dan pelatihan merupakan hal yang fundamental
terhadap organisasi yang bermutu.
Peningkatan mutu harus bertumpu pada lembaga pendidikan untuk secara
terus-menerus dan berkesinambungan untuk meningkatkan kapasitas dan
kemampuan organisasinya guna memenuhi tuntutan dan kebutuhan peserta didik
dan masyarakat. Dalam menajemen peningkatan mutu terkandung upaya : (1)
mengendalikan proses yang berlangsung di lembaga pendidikan, baik kurikuler
maupun administrasi, (2) melibatkan proses diagnosis dan proses tindakan untuk
menindaklanjuti diagnosis, (3) peningkatan mutu harus didasarkan atas data dan
fakta, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif, (4) peningkatan mutu harus
dilasanakan secara terus-menerus dan berkesinambungan, (5) peningkatan mutu
harus memberdayakan dan melibatkan semua unsur yang ada di lembaga
pendidikan, dan (6) peningkatan mutu memiliki tujuan yang menyatakan bahwa
sekolah atau madrasah dapat memberikan kepuasan kepada peserta didik,
orangtua, dan masyarakat.
6. Dasar-dasar Program Mutu Pendidikan
Sistem pendidikan nasional sudah mengatur segala proses pendidikan yang
mencakup segala aspek. Salah satunya adalah peningkatan mutu pendidikan
nasional. Hal ini juga dijelaskan dalam PP no. 19/2005 tentang standar nasional
48

pendidikan yang menjelaskan dalam pasal 91 yang dikutip oleh Aan Komariah
(2010:53) bahwa:
- Setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib
melakukan penjamin mutu pendidikan.
- Penjamin mutu pendidikan sebagiamana dimaksud pada ayat (1) bertujuan
untuk memenuhi atau melampaui standar nasional pendidikan.
- Penjamin mutu pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu program penjamin
mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.
Adanya pengelolaan mutu pendidikan nasional, dan kebijakan otonomi
pendidikan daerah pemerintah seharusnya lebih maksimal lagi dalam
meningkatkan mutu. Ada beberapa elemen dasar dalam meningkatkan mutu
pendidikan di Indonesia yang dikutip oleh Rifa‟i (2011: 156-157) :
1. Insan pendidikan patut mendapatkan pengahargaan
Tentunya lebih baik jika pendidikan diberikan penghargaan ekstrinsik
(gaji, tunjangan,bonus, dan komisi) maupun penghargaan intrinsic (pujian,
tantangan, pengakuan, tanggungjawab, kesempatan dan pengembangan karir).
2. Meningkatkan profesionalisme guru dan pendidik
Konsep guru profesionalisme” ini selalu dikaitkan dengan pengetahuan
tentang wawasan dan kebijakan pendidikan, teori belajar dan pembelajaran,
penelitian pendidikan (tindakan kelas), evaluasi pembelajaran, kepemimpinan
pendidikan, manajemen pengelolaan kelas/sekolah, serta teknologi informasi dan
komunikasi.
3. Sebisa mungkin kurangi dan berantas korupsi
Sekolah yang diharapkan menjadi benteng pertahanan yang menjunjung
nilai-nilai kejujuran justru mempertontonkan praktik korupsi kepada peserta didik.
4. Berikan saran dan prasarana yang layak
Sekolah harus memiliki persyaratan minimal untuk menyelenggarakan
pendidikan dengan serba lengkap dan cukup, seperti luas lahan, perabotan
lengkap, peralatan/laboratorium/media, insfrastruktur, sarana olahraga, dan buku
dengan rasio 1:2.
7. Prinsip-prinsip Peningkatan Mutu Pendidikan
49

Peningkatan mutu pendidikan bagi sebuah lembaga pendidikan saat ini


merupakan prioritas utama.Hal ini bagian terpenting dalam membangun
pendidikan yang berkelanjutan. Menurut Hensler dan brunell dalam Husaini
Usman (2011: 572-573)ada empat prinsip utama dalam manajemen mutu
pendidikan, yaitu sebagai berikut :
a. Prinsip Pelanggan. Mutu tidak hanya bermakna kesesuaian dengan
spesifikasi-spesifikasi tertentu, tetapi mutu tersebut ditentukan oleh
pelanggan.
b. Respek Terhadap Setiap Orang. Dalam sekolah yang bermutu kelas dunia,
setiap orang di sekolah dipandang memiliki potensi.
c. Manajemen Berdasarkan Fakta. Sekolah kelas dunia berorientasi pada
fakta, maksudnya setiap keputusan selalu didasarkan pada fakta, bukan
pada perasaan (feeling) atau ingatan semata.
d. Perbaikan Terus-menerus. Agar dapat sukses setiap sekolah perlu
melakukan proses sistematis dalam melaksanakan perbaikan
berkesinambungan.
Sedangkan menurut Aan Komaria (2010: 298-302), bahwa prinsip-prinsip
mutu pendidikan penerapannya sebagai berikut:
a. Penerapan khusus prinsip pertama orientasi pada pelanggan.
b. Penerapan khusus prinsip kedua Kepemimpinan.
c. Penerapan khusus prinsip ketiga keterlibatan orang-orang.
d. Penerapan khusus prinsip keempat pendekatan proses.
e. Penerapan khusus prinsip kelima menggunakan pendekatan sistem pada
manajemen.
f. Penerapan khusus prinsip keenam perbaikan secara berkelanjutan.
g. Penerapan khusus prinsip ketujuh pendekatan aktual dalam pembuatan
keputusan.
h. Penerapan khusus prinsip kedelapan hubungan yang saling
menguntungkan dengan supplier.
8. Kendala dan Implementasi Mutu Dalam Dunia Pendidikan
Salah satu masalah yang sangat dominan seperti yang telah diungkap
dalam pendahuluan adalah kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya
50

manusia sangat erat kaitannya dengan pendidikan. Untuk itu peningkatan kualitas
pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan
kualitas sumber daya manusia. Secara garis besar ada dua faktor utama yang
menyebabkan perbaikan mutu pendidikan di Indonesia masih belum atau kurang
berhasil yaitu:
1. Strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented.
Strategi yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana
semua input pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku
(materi ajar) dan alat belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan,
pelatihan guru dan tenaga kependidikan lainnya, maka secara otomatis
lembaga pendidikan ( sekolah) akan dapat menghasilkan output (keluaran)
yang bermutu sebagai mana yang diharapkan. Ternyata strategi input-
output yang diperkenalkan oleh teori education production function tidak
berfungsi sepenuhnya di lembaga pendidikan (sekolah), melainkan hanya
terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.
2. Pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur
oleh jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang
diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan
sebagaimana mestinya di tingkat mikro (sekolah).
Sebelum membahas lebih jauh, ada beberapa masalah mutu pendidikan
yang diutarakan oleh Deming yang dikutip oleh Masrokan (2011: 103) yang
secara garis besar dikelompokkan menjadi dua hal yaitu:
1. Kendala mutu pendidikan secara umum
a. Desain kurikulum yang lemah,
b. Bangunan yang tidak memenuhi syarat,
c. Lingkungan kerja yang buruk,
d. Sistem dan prosedur yang tidak sesuai,
e. Jadwal kerja yang serampangan,
f. Sumber daya yang kurang, dan
g. Pengembangan staf yang tidak memadai.
2. Kendala mutu pendidikan secara khusus
a. Prosedur dan aturan yang tidak diikuti atau ditaati,
51

b. Anggota individu staf yang tidak memiliki skil, pengetahuan dan sifat
yang dibutuhkan untuk menjadi seorang guru atau manajer pendidikan.
c. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan anggota,
d. Kurangnya motivasi,
e. Kegagalan komunikasi, dan
f. Kurangnya sarana dan prasarana yang memenuhi.
Selain hal-hal di atas beberapa faktor lain yang menyebabkan mutu
pendidikan tidak mengalami peningkatan secara merata yaitu:
a. kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang berori- entasi pada
keluaran atau hasil pendidikan terlalu memusatkan pada masukan dan
kurang memperhatikan proses pendidikan.
b. penyelengaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik. Hal ini
menyebabkan tingginya ketergantungan kepada keputusan birokrasi dan
seringkali kebijakan pusat terlalu umum dan kurang menyentuh atau
kurang sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah setempat. Di samping itu
segala sesuatu yang terlalu diatur menyebabkan penyelenggara sekolah
kehilangan kemandirian, insiatif, dan kreativitas. Hal tersebut
menyebabkan usaha dan daya untuk mengembangkan atau meningkatkan
mutu layanan dan keluaran pendidikan menjadi kurang termotivasi.
c. peran serta masyarakat terutama orangtua siswa dalam penyeleng- garaan
pendidikan selama ini hanya terbatas pada dukungan dana. Padahal
peranserta mereka sangat penting di dalam proses pendidikan antara lain
pengambilan keputusan, pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas.
Berdasarkan hal-hal tersebut maka perlu adanya manajemen yang tepat
untuk menangani hal-hal tersebut. Berikut ini akan dibahas beberapa alternatif
penanganan masalah pendidikan seperti yang telah dibahas diatas. Deming (1986)
menyatakan bahwa implementasi konsep mutu dalam sebuah organisasi
memerlukan perubahan dalam filosofi yang ada di sekitar manajemen. Deming
mengusulkan empat belas butir pemikiran yang dapat dipergunakan untuk
meningkatkan mutu dan produktivitas suatu organisasi juga dalam bidang
pendidikan. Keempat belas butir pemikiran tersebut yang dikutip oleh (Kristianty
(2016) adalah:
52

a. Ciptakan Tujuan yang Mantap Demi Perbaikan Produk dan Jasa. Sekolah
memerlukan adanya tujuan akhir yang mampu mengarahkan siswa
menghadapi masa depan secara mantap. Jangan membuat siswa sekedar
memiliki nilai bagus tetapi juga harus mampu membuat siswa memiliki
kemauan belajar seumur hidup.
b. Adopsi Filosofi Baru. Siswa berhak mendapatkan pembelajaran yang
berkualitas. Dengan kata lain, mereka tidak lagi sebagai siswa yang pasif
dan rela diperlakukan seburuk apapun tanpa dapat berkomentar.
c. Hentikan Ketergantungan pada inspeksi masal. Dalam bidang pendidikan,
evaluasi yang dilakukan jangan hanya pada saat ulangan umum ataupun
ujian akhir, tetapi dilakukan setiap saat selama proses belajar mengajar
berlangsung. Selain itu, dalam menetapkan standar uji, maka perlu
diperhatikan teori- teori kepemimpinan yang berkembang dalam Total
Quality Management dan lainnya, seperti teori sifat, teori lingkungan, teori
perilaku, teori humanistik, dan teori kontigensi.
d. Sejalan dengan masalah evaluasi, masalah rekrutmen dalam menentukan
pimpinan kependidikan, beberapa prosedur “Fit and proper test” bisa
dilakukan dalam pengambilan keputusan :
e. Melakukan “hearing” didepan tim, yaitu menyampaikan program, visi dan
misi apabila terpilih menjadi pimpinan nantinya.
f. Menjawab pertanyaan lisan dan tertulis yang telah didesain sedemikian
rupa. Adapun pertanyaan yang diajukan dapat menyangkut integritas,
moralitas, profesionalisme, intelektualitas, keahlian.
g. Keharusan mengumumkan harta kekayaan dari para calon Kepala Sekolah
sebelum yang bersangkutan menduduki jabatan yang dipercayakan
kepadanya. Kebohongan atas kekayaan ini dapat mengakibatkan
pemecatan (impeachmant).
h. Harus memahami sistem manajemen yang efektif dan efisien terhadap
lembaga yang akan dipimpinnya. Termasuk dalam rekruitment karyawan,
kesejahteraan, peningkatan kualitas hasil dan kinerja.
i. Mengemukakan masalah pribadi, seperti apakah calon itu pernah bercerai.
Masalah anak bagaimana. Mengapa sampai terjadi perceraian. Kemudian
53

menyangkut masalah kebebasan dari tekanan, intimidasi, teror atau


ancaman.
j. Tim seleksi melakukan investigasi dan melacak semua kebenaran
informasi yang disampaikan lisan maupun tertulis. Apabila calon-calon
tersebut tidak dapat memberikan jawaban secara memuaskan, atau setelah
melakukan investigasi ternyata terdapat kebohongan-kebohongan, tentu
saja yang bersangkutan tidak dapat terpilih sebagai pimpinan.
9. Mengimplementasikan Total Quality
Untuk menjamin keberhasilan dalam mengimplementasikan total quality,
terdapat langkah-langkah yang harus dilakukan secara berurutan dan secara
disiplin. Langkah-langkah tersebut menurut Soewarso (2004: 39-45) adalah
sebagai berikut:
a. Tanamkan satu falsafah kualitas, dalam hal ini manajemen dan karyawan
harus mengerti sepenuhnya dan yakin mengapa organisasi akan mencapai
total quality, yaitu untuk menjamin kelangsungan hidup organisasi dalam
iklim kompetitif.
b. Manajemen harus membimbing dan menunjukkan kepemimpinan yang
bermutu.
c. Kalau perlu, adakan perubahan dan modifikasi terhadap sistem yang ada,
agar kondusif dengan tujuan total quality.
d. Didik, latih dan berdayakan seluruh karyawan.
Dengan melaksanakan empat langkah tersebut secara berurutan maka akan
diciptakan iklim yang kondusif bagi perwujudan total quality seperti: tata laku
anggota organisasi akan berubah, akan terbentuk sikap total quality diantara para
karyawan, dan terciptanya budaya totl quality.
10. Strategi dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
Menurut Muhammad Ismail (2018:319), ada beberapa strategi dalam
meningkatkan mutu pendidikan yaitu:
a. Pengembangan Kurikulum
Pada dasarnya pengembangan kurikulum ialah mengarahkan kurikulum
sekarang ke tujuan pendidikan yang diharapkan karena adanya berbagai pengaruh
yang sifatnya positif yang datangnya dari lluar atau dari dalam sendiri, dengan
54

harapan agar peserta didik dapat menghadapi masa depannya dengan baik (Dakir,
2004: 84).
Oleh karena itu, kurikulum yang ada sekarang sangatlah berpengaruh terhadap
tujuan pendidikan, untuk menyiapkan peserta didik meraih masa depan yang lebih
baik. Dalam pengembangan kurikulum banyak hal yng harus diperhatikan dan
dipertimbangkan sebelum mengambil suatu keputusan.
b. Peningkatan Sumber Daya Manusia
Sumber daya Manusia adalah salah satu faktor yang mendukung terwujudnya
pendidikan yang bermutu. Berkenaan dengan pemberdayaan sumber daya
manusia, dapat disimpulkan bahwa inti dari pemberdayaan itu sendiri meliputi
tiga hal yaitu pengembangan, memperkuat potensi/daya, terciptanya kemandirian
(Ambar teguh, 2004:79).
c. Peningkatan Prestasi Siswa
Muhammad Ilyasin dan Nanik Nurhayati (2012: 293) menjelaskan bahwa
pendidikan yang berkualitas berdasarkan konsep relatif tentang kualitas, maka
para siswa diharapkan menjadi pembelajar sepanjang hayat, komunikator yang
baik dalam bahasa nasional dan internasional, punya keterampilan teknologi untuk
lapangan kerja dan kehidupan sehari- hari, siap secara kognitif untuk pekerjaan
yang kompleks, pemecahan masalah dan penciptaan pengetahuan, dan menjadi
warga negara yang bertanggung jawab secara sosial, politik dan budaya. Intinya
para siswa menjadi manusia dewsa yang bertanggungjawab akan hidupnya.
d. Membangun Citra Sekolah
Membangun citra sekolah merupakan suatu strategi yang sangat ampuh untuk
menarik simpati masyarakat agar menyekolahkan anaknya ke sekolah yang
dipimpin. Nanang Fattah (2013: 208) menjelaskan bahwa hubungan sekolah
dengan masyarakat adalah suatu proses komunikasi antara sekolah dan
masyarakat dengan tujuan meningkatkan pengertian anggota masyarakat tentang
kebutuhan dari praktik pendidikan serta mendorong minat dan kerja sama para
anggota masyarakat dalam rangka usaha memperbaiki sekolah.
D. Hasil Penelitian yang Relevan
Adapun penelitian- penelitian yang relevan dalam hal ini adalah sebagai
berikut:
55

1. Amalia Ratna Zaskiah Wati & Syunu Trihantoyo. 2020.Strategi


Pengelolaan Kelas Unggulan dalam Meningkatkan Prestasi Belajar
Siswa: Jurnal Dinamika Manajemen Pendidikan Volume 5 No. 1, ISSN:
2540-7880, DOI: 10.26740/jdmp.v5n1.p46-57. Penelitian ini menyebutkan
bahwa pelaksanaan kelas unggulan akan meningkatkan prestasi siswa jika
didukung oleh strategi dan pengelolaan yang lebih optimal. Dengan
meningkatnya prestasi siswa, maka ini akan berbanding lurus dengan
peningkatan mutu sekolah.
2. Meila Hayudiani dkk,Strategi Kepala Sekolah Meningkatkan Mutu
Pendidikan melalui Program Unggulan Sekolah Volume 8 No. 1 2020,
ISSN: 2461-0550, DOI: https://doi.org/10.21831/jamp.v8i1.30131.
Penelitian ini menyebutkan bahwa kualitas mutu sekolah dijabarkan
melalui program- program unggul disekolah. Nantinya program tersebut
yang akan membawa branding sekolah untuk menjadi daya tarik sekolah
kepada masyarakat.
3. Farida Hanun, Membangun Citra Madrasah melalui Program Kelas
Unggulan di MTsN 2 Bandar Lampung, Jurnal Penelitian Pendidikan
Agama dan keagamaan, Volume 14 No. 3 Tahun 2016. Jurnal ini
mengatakan bahwa kelas unggulan merupakan kelas yang berisi siswa
pilihan yang diseleksi berdasarkan syarat- syarat yang ketat, yaitu potensi
akademik, IQ, dan kreativitas siswa yang memadai. Penelitian ini juga
mengatakan bahwa penyelenggaraan program kelas unggulan dapat
meningkatkan citra sekolah.
4. Suresmi,Implikasi Pengelolaan Pembelajaran Bermutu Pada Kelas
Unggulan,Jurnal Tadbir Manajemen Pendidikan vol. 4, no. 2, Nov 2020
ISSN 2580-3581 DOI: http://dx.doi.org/10.29240/jsmp.v4i2.2117.
Penelitian ini menyebutkan bahwa Keberadaan Kelas unggulan pada
madrasah merupakan sebuah lembaga yang didesain secara khusus dan
dikembangkan secara sistematis, sarana/prasarana yang memadai,
kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan yang berkualifikasi, dan lain
sebagainya. Keberadaan kelas unggulan dapat meningkatkan daya saing
madrasah serta posisi tawar madrasah sebagai madrasah unggul akan
56

semakin kuat. Untuk meningkatkan daya saing madrasah tersebut sebagai


madrasah yang unggul diperlukan pengelolaan pembelajaran bermutu
dengan yang benar.
5. Meila Hayudiani dkk, Strategi Kepala Sekolah dalam Meningkatkan
dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan melalui Program Unggulan
Sekolah. Penelitian ini menyebutkan bahwa Strategi yang diterapkan oleh
kepala sekolah dalam meningkatkan mutu sekolah melalui program-
program unggulan menjadi kunci bagi keberhasilan sekolah guna
mengimplementasikan program-program unggulan tersebut. Tentu
program-program tersebut perlu dirumuskan secara matang oleh kepala
sekolah. Kepala sekolah juga perlu melihat kencenderungan yang terjadi di
masyarakat untuk melihat sekolah yang seperti apa sebenarnya yang
diminati oleh masyarakat sehingga program unggulan yang disusun dapat
tepat sasaran.
6. Agustanico Dwi Muryadi, Model Evaluasi Program dalam Penelitian
Evaluasi, Jurnal Ilmiah PENJAS, ISSN : 2442-3874 Vol.3 No.1, Januari
2017. Penelitian ini mengatakan bahwa Evaluasi adalah suatu alat atau
prosedur yang digunakan untuk mengetahui dan mengukur sesuatu dalam
suasana dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Sedangkan
evaluasi program adalah aktivitas investigasi yang sistematis tentang sesuatu
yang berharga dan bernilai dari suatu objek. Evaluasi program merupakan
suatu proses. Secara eksplisit evaluasi mengacu pada pencapaian tujuan
sedangkan secara implisit evaluasi harus membandingkan apa yang telah
dicapai dari program dengan apa yang seharusnya dicapai berdasarkan standar
yang telah ditetapkan.
7. Richard M. Wolf, The Nature of Educational Evaluation, Columbia
University: Inr. J. Educ. Res. Vol. 11, pp. l-143, 1987. Penelitian ini
mengatakan bahwa,” Evaluation is shown to have an important role to
play in education, notably in relation to program improvement,” dimana
dimaksudkan adalah Evaluasi terbukti memiliki peran penting dalam
pendidikan, terutama dalam kaitannya dengan program perbaikan.
8. Subar Junanto, Nur Arini Asmaul Kusna, Evaluasi Program Pembelajaran
di PAUD Inklusi dengan Model Context, Input, Proses, Product (CIPP),
57

Surakarta: Inklusi: Journal Of Disability Studies, Vol. V, No. 2, Juli-


Desember 2018, h. 179-194, DOI: 10.14421/ijds.050202. Penelitian ini
mengatakan bahwa,” The Context, Input, Process, and Product (CIPP)
evaluation model is commonly used to evaluate a program, including a
learning program”. Model evaluasi Context, Input, Process, and Product
(CIPP) umumnya digunakan untuk mengevaluasi suatu program, termasuk
program pembelajaran.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Lokasi atau tempat pelaksanaan penelitian adalah Madrasah Tsnawiyah
Muallimin UNIVA Medan. Adapun waktu pelaksanaan penelitian dapat
dikemukakan sebagai berikut:
Tabel 3.1. Waktu Pelaksanaan Penelitian
NO JENIS KEGIATAN BULAN/ 2021
Maret April Mei Juni Juli Agustus
1 Penyusunan Proposal 
2 Seminar proposal 
3 Revisi Proposal 
4 Pelaksanaan Penelitian    
5 Penulisan Laporan   
Penelitian
6 Seminar Hasil 
6 Revisi 
7 Ujian Tesis 

B. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan evaluasi program dengan model CIPP (Context,


Input, Process, Product) kualitatif kebijakan yaitu data yang dikumpulkan
berbentuk kata-kata, gambar dan bukan angka. Dengan dasar pendekatan
fenomenologis dan interaksi simbolik. Hal ini didasarkan pada pandangan dan
asumsi bahwa pengalaman manusia diperoleh lewat interaksi. Disini peneliti
berusaha memahami arti dari berbagai peristiwa dalam setting tertentu dengan
kacamata peneliti sendiri.

58
59

Pendekatan ini dimulai dari sikap diam, ditunjukkan untuk menelaah apa
yang sedang dipelajari kemudian ikut berpartisipasi dengan berinteraksi secara
langsung dengan subyek yang diteliti. Obyek, orang-orang, situasi dan peristiwa-
peristiwa tidak dengan sendirinya mempunyai arti dan arti diberi untuknya. Untuk
dapat memahami perilaku, peneliti harus mengerti defenisi-defenisi itu dibuat
(Salim Syahrum, 2011:88-89).
Penelitian kualitatif merupakan salah satu metode penelitian yang digunakan
dalam melakukan evaluasi program. Penelitian Kualitatif merupakan suatu
eksplorasi dari permasalahan penelitian yang memiliki sekop yang kecil yang
kemudian berkembang pada saat penelitian dilakukan. Kecenderungan penelitian
kualitatif dalam telaah teori adalah memainkan peran yang tidak terlalu kuat
(minor) dalam menyatakan permasalahan yang akan diteliti Membenarkan bahwa
penelitian penting untuk diteliti. Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif
memungkinkan peneliti mendapatkan data berupa kata-kata (narasi) dalam
kalimat yang panjang dari berbagai informan. Hasil berupa fenomena dan
kenyataan yang menggambarkan individu dan mengidentifikasi tema, gambar
yang muncul.
Berdasarkan data yang terkumpul tersebut peneliti membuat, interpretasi
makna data temuan yang berhubungan dengan penelitian yang ada dengan
berusaha menarik makna dari data yang telah diperoleh. Instrument utama dalam
penelitian evaluasi kualitatif adalah peneliti sendiri. Peneliti Evaluasi kualitatif
adalah mereka yang ahli dan pakar untuk membaca setiap gejala yang muncul
dalam lapangan penelitian kualitatif ( Ambiyar dan Muharika, 2019: 100)
C. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, peneliti tidak dapat menentukan data dengan tepat
dalam rancangan yang disusun sebelum melakukan penelitian, karena dalam
penelitian kualitatif tidak menekankan pada bentuk hubungan antar variabel,
tetapi pada makna yang terkandung dalam masalah penelitian pada konteks
tertentu.
Menurut Lofland dalam Moleong (2011) sumber data utama dalam penelitian
kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti
dokumen dan lainnya. Jika dalam penelitian kuantitatif yang menjadi titik
60

perhatian dalam pengumpulan data adalah sampel yang diperlakukan sebagai


subyek penelitian, sedangkan di dalam penelitian kualitatif tidak berbicara tentang
sampel sebagaimana penelitian kuantitatif, tetapi tentang informan dan aktor/
pelaku, kata-kata dan tindakan informan dan pelaku itulah yang dijadikan sumber
data untuk diamati/di observasi dan diminta informasinya melalui
wawancara/diskusi/dokumentasi.
Orang yang dimintai informasinya disebut key informasi atau informan kunci
yang dipilih orang-orang yang benar-benar mengetahui beberapa permasalahan
yang akan diteliti. Peneliti mengumpulkan data bergerak dari informan satu ke
informan lainnya sampai data dianggap selesai terkumpul, ini sering disebut snow
ball, karena bergerak seperti bola salju yang bergerak menggelinding makin besar.
Dalam hal ini, adapun yang menjadi Key informasi adalah Kepala Madrasah,
Wakil Kepala Madrasah bidang Kurikulum, Wakil Kepala Madrasah bidang
Kesiswaan, dan Guru Kelas Unggulan.
Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen utama penelitian,
dimana peneliti sekaligus sebagai perencana yang menetapkan fokus, memilih
informan, sebagai pelaksana pengumpulan data, menafsirkan data, menarik
kesimpulan sementara di lapang dan menganalisis data di lapangan yang alami
tanpa dibuat-buat. Dalam hal ini, peneliti lah yang menjadi evaluator dalam
penelitian evaluasi program ini.
Peneliti sebagai instrument dalam penelitian kualitatif mengandung arti bahwa
peneliti melakukan kerja lapangan secara langsung dan bersama beaktivitas
dengan orang-orang yang diteliti untuk mengumpulkan data. Konsekuensi peneliti
sebagai instrumen penelitian adalah peneliti harus memahami masalah yang akan
diteliti, memahami teknik pengumpulan data penelitian kualitatif yang akan
digunakan. Peneliti harus dapat menangkap makna yang tersurat dan tersirat dari
apa yang dilihat, didengar dan dirasakan, untuk itu dibutuhkan kepandaian dalam
memahami masalah. Peneliti harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
yang akan diteliti, untuk itu dibutuhkan sikap yang toleran, sabar dan menjadi
pendengar yang baik.
61

Moleong (2011) mengemukakan ciri-ciri manusia atau peneliti sebagai


instrument mencakup segi responsif, menyesuaikan diri, menekankan keutuhan,
mendasarkan diri atas pengetahuan, memproses, mencari respon.
D. Teknik Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
a. Interview
Adapun obyek interview dalam penelitian ini antara lain: Kepala Madrasah,
Wakil Kepala Madrasah bidang Kurikulum, Wakil Kepala Madrasah bidang
Kesiswaan, Guru MTs. Mullimin UNIVA Medan.
b. Observasi
Observasi yang dilakukan disini adalah observasi partisipan (Participant
Observation) yaitu pengamatan yang dalam yang dilakukan dengan cara ikut
ambil bagian atau melibatkan diri dalam situasi obyek yang akan diteliti.
c. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi adalah pengambilan data
yang diperoleh melalui dokumen-dokumen. Metode ini digunakan untuk
mendapatkan data tentang keadaan guru- guru MTs. Muallimin , keadaan peserta
didik di MTs. Muallimin , struktur organisasi sekolah MTs. Muallimin, letak
geografis sekolah MTs. Muallimin, sejarah sekolah MTs. Muallimin, dan sarana
prasarana yang ada di sekolah tersebut, dengan tujuan agar pembaca memiliki
gambaran yang utuh mengenai obyek penelitian.
E. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua proses analisis, yaitu analisis
data sebelum dilapangan dan analisis data selama dilapangan. Analisis data
sebelum dilapangan dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data
sekunder, yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Fokus
penelitian ini menggunakan CIPP Evaluation Model. Model ini merupakan model
yang paling banyak dikenal dan diterapkan oleh para evaluator.
Evaluasi ini terdiri atas model evaluasi konteks, masukan, evaluasi, dan produk
(Context, Input, Process, Product atau CIPP), sebagai salah satu model evaluasi
yang terfokus pada pengambilan keputusan. Metode ini mengidentifikasi 4 tipe
62

evaluasi program yang berkaitan dengan 4 tipe keputusan dalam perencanaan


program.
1. Konteks (Context)
Evaluasi program menyajikan data tentang alasan- alasan untuk menetapkan
tujuan- tujuan program dan prioritas tujuan dilaksanakannya program kelas
unggulan di Madrasah Tsanawiyah Muallimin UNIVA Medan. Evaluasi ini
menjelaskan mengenai kondisi lingkungan yang relevan, menggambarkan kondisi
yang ada dan yang diinginkan madrasah, dan mengidentifikasi kebutuhan-
kebutuhan yang belum terpenuhi dan peluang yang belum dimanfaatkan pada saat
pelaksanaan program.
2. Masukan (Input)
Pada evaluasi input menolong mengatur keputusan, menentukan sumber-
sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk
mencapai kebutuhan. Bagaimana prosedur kerja yang dilakukan selama
pelaksanaan program kelas unggulan ini untuk mencapainya.
Model ini menjawab pertanyaan-pertanyaan (1) apakah rencana yang disusun
pernah dilaksanakan pada waktu yang lalu? (2) Apakah asumsi-asumsi yang
digunakan akan dapat dicapai? (3) Apakah aspek- aspek sampingan yang
dihasilkan program? (4) Bagaimana masyarakat mereaksi program? dan (5)
dapatkah program dilakukan dengan berhasil (Djudju, 2008:55).
3. Proses (Process)
Model evaluasi ini berkaitan pula dengan hubungan akrab antar pelaksana dan
peserta didik selama pelaksanaan program, media komunikasi yang digunakan,
logistik, sumber-sumber, jadwal kegiatan yang dipakai, dan potensi penyebab
kegagalan program. Dokumentasi tentang prosedur kegiatan program kelas
unggulan akan membantu untuk kegiatan analisis akhir tentang hasil-hasil
program yang telah dicapai (Djudju,2008:54).
Menurut Farida (2000:14), evaluasi proses untuk membantu
mengimplementasikan keputusan. Sampai sejauh mana rencana telah diterapkan?
Apa yang harus direvisi? Begitu pertanyaan terjawab, prosedur dapat dimonitor,
dikontrol, dan diperbaiki.
63

4. Produk (Product)
Evaluasi produk mengukur dan menginterpretasi pencapaian program selama
pelaksanaan program dan pada akhir program. Evaluasi ini berkaitan dengan
pengaruh utama, pengaruh sampingan, biaya, dan keunggulan program. Evaluasi
produk melibatkan upaya penetapan kriteria, melakukan pengukuran,
membandingkan ukuran keberhasilan dengan standar absolut atau relatif, dan
melakukan interpretasi rasional tentang hasil dan pengaruh dengan menggunakan
data tentang konteks, input dan proses.
Adapun langkah- langkah yang dilakukan dalam model ini menurut Chelimsky
(1989) adalah sebagai berikut:
- Menetapkan keputusan yang akan diambil. Dalam hal ini peneliti harus
paham tujuan apa yang akan dicapai.
- Menetapkan jenis data yang diperlukan. Peneliti harus tahu dengan jelas
data apa yang diperlukan.
- Pengumpulan data. Dalam hal ini peneliti mengumpulkan data- data yang
diperlukan.
- Menetapkan kriteria mengenai kualitas,
- Menganalisis dan menginterpretasi data berdasarkan kriteria,
- Memberikan informasi kepada pihak penanggungjawab program atau
pengambil keputusan untuk menentukan kebijakan.
Selama dilapangan, model yang peneliti gunakan yaitu Model Miles and
Huberman.Model ini terdiri dari: a) Reduksi data, b) Penyajian data, c)
kesimpulan. Langkah-langkah dalam analisis ditunjukkan pada gambar berikut:

Data
Collection Data Display

Data reduction

Conclusions:
drawing/verifyi

Gambar.3.1. Konsep dalam Analisis Data (interactive model)


64

F. Keabsahan Data
Moleong (2011) menyatakan bahwa untuk menetapkan keabsahan data
diperlukan teknik pemeriksaan atas empat kriteria yaitu; (1) Credibility/derajat
kepercayaan; (2) Transferability/keteralihan; (3) Dependability/kebergantungan
dan; (4) Confirmability/kepastian, berikut uraiannya:
a. Credibility atau Derajat Kepercayaan
Ada beberapa kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan derajat
kepercayaan yaitu; (a) memperpanjang waktu penelitian; (b), observasi detail
yang terus menerus; (c) triangulasi atau pengecekan data dengan berbagai sumber
sebagai pembanding terhadap data tersebut; (d) mengekspos hasil sementara atau
akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitis dengan rekan sejawat; (e)
kajian kasus negatif dengan mengumpulkan kasus yang tidak sesuai dengan pola
yang ada sebagai pembanding; (f) membandingkan dengan hasil penelitian lain
dan; (g) pengecekan data, penafsiran dan kesimpulan dengan sesama anggota
penelitian.
b. Transferability atau Keteralihan
Transferability atau keteralihan yaitu dapat tidaknya hasil penelitian ini
ditransfer atau dialihkan atau tepatnya diterapkan pada situasi yang lain.
c. Dependability atau Kebergantungan
Dependability atau kebergantungan yaitu apakah hasil penelitian mengacu pada
kekonsistenan peneliti dalam mengumpulkan data, membentuk, dan menggunakan
konsep-konsep ketika membuat interpretasi untuk menarik kesimpulan.
d. Confirmability atau Kepastian
Confirmability atau kepastian yaitu dapat tidaknya hasil penelitian dibuktikan
kebenarannya dimana hasil penelitian sesuai dengan data yang dikumpulkan dan
dicantumkan dalam laporan lapangan. Hal ini dilakukan dengan membicarakan
hasil penelitian dengan orang yang tidak ikut dan tidak berkepentingan dalam
penelitian dengan tujuan agar hasil dapat lebih objektif.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN
1. Temuan Umum Penelitian
a. Sejarah MTs. Muallimin
Madrasah muallimin berdiri sejak tahun 1958 dan masih bertahan sampai
sekarang. Saat ini usia Madrasah Muallimin adalah 63 tahun. Madrasah
Muallimin merupakan sebuah lembaga pendidikan Islam yang dapat menjadi
bukti dari dinamika perkembangan madrasah di Indonesia pascakemerdekaan.
Muallimin didirikan dalam lingkungan pendidikan, dan oleh Ulama-Ulama Al
Jam‟iyatul Washliyah bahkan yang menjadi guru-guru di Madrasah Muallimin
salah satunya ialah H. M. Arsyad Thalib Lubis (Ihyaur Rahmi, 2019:486).
Pada tahun 1975 pemerintah mengeluarkan SKB Tiga Menteri yag mengatur
bahwa pelajaran umum pada madrasah lebih dominan, yaitu 70% mata pelajaran
umum dan 30% mata pelajaran agama. Namun, Madrasah Muallimin tidak
mengurangi pelajaran agama, tetapi menambah pelajaran umum sesuai dengan
pelajaran yang dituntut oleh SKB Tiga Menteri, dan tetap melaksanakan
kurikulum Al Washliyah yang menggunakan kitab kuning sebagai sumber belajar.
Untuk menyahuti tuntutan perkembangan kurikulum dan kompetensi lulusan,
MTs. Muallimin melakukan :
- Modifikasi kurikulum pelajaran agama.
- Menyeimbangkan pembelajaran teoritik dengan praktik.
- Konsentrasi terhadap kemampuan berbahasa (Arab dan Inggris).
- Menempatkan tenaga edukatif yang berpengalaman dan sesuai dengan
keahliannya.
b. Visi dan Misi MTs. Muallimin
Visi adalah cita- cita madrasah, tujuan madrasah jangka panjang, bisa lima
tahun atau seuluh tahun kedepan. Adapun misi adalah program untuk
mewujudkan visi tersebut. Dalam hal ini madrasah menyusun misi yang berisi
sejumlah program dan kegiatan jangka pendek dan menengah (Jejen Musfah,
2015: 254).

66
67

Visi disusun sesuai kemampuan madrasah, kemajuan iptek, dan tuntutan


masyarakat. Secara bertahap visi madrasah harus mengalami kemajuan dan
peningkatan sebagai bukti bahwa madrasah bergerak maju bukan stagnan apalagi
mundur.
Adapun visi Madrasah Tsanawiyah Muallimin yaitu,” Terwujudnya Lulusan
Madrasah yang Berkualitas, Berakhlak Mulia dan Qur‟ani”. Untuk mewujudkan
visi diatas, maka misi Madrasah Tsanawiyah Muallimin adalah:
- Menyelenggarakan kegiatan pembelajaran yang baik, disiplin, efektif dan
bertanggung jawab.
- Menerapkan kurikulum yang dimodifikasi antara kurikulum Kementerian
Agama dengan kurikulum Al Washliyah yang mengutamakan kemampuan
membaca kitab- kitab turats berbahasa Arab.
- Mengupayakan siswa terhadap kemampuan berbahasa Arab dan Inggris.
- Mengelola madrasah dengan manajemen modern dan terpadu.
- Melaksanakan pengembangan bidang seni dan keterampilan sesuai dengan
bakat dan minat siswa .
- Mengupayakan penguasaan dasar- dasar IT bagi seluruh siswa.
- Mejadikan akhlak, kesantunan dan tatakrama sebagai landasan beraktivitas.
- Mengupayakan siswa terhadap peghafalan Al Qur‟an dan pemahamannya.
c. Struktur Organisasi
Adapun struktur organisasi di Madrasah Tsanawiyah Muallimin UNIVA
adalah sebagai berikut:
Kepala Madrasah : Muhayan, MA
Wakil Kepala Madrasah I (Kurikulum) : Irwan, S. Pd. I
Wakil Kepala Madrasah II (Sarana Prasarana) : Supriyadi, S. HI
Wakil Kepada Madrasah III (Kesiswaan) : Irham Azmi, S. Pd. i
Kepala Tata Usaha : H. Sibawaih, Lc, M. TH
Pegawai Tata Usaha : Roslila, S. Pd. I
Halimatussakdiyah, S. Pd. I
Pegawai Keuangan :
Reguler : Sulastri, S. Pd
Fullday : Ihyaur Rahmi, M. Pd
68

Koordinator Tahfiz Al Qur‟an :


Reguler : Dewi Puspita Sari, S. Psi
Fullday : Fathur Rahman Anshari, M. Pd
Koordinator Klinik Al Qur‟an :
Reguler : Dra. Nur Hidayah
Fullday : Khoirun Nisa Pulungan, S. Pd
Guru Bimbingan Konseling : Drs. Kamilin, M. Pd
Zakiyatul Husna, S. Pd
d. Keadaan Guru dan Pegawai
Kedudukan guru sebagai tenaga profesionalitas bertujuan untuk melaksanakan
sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung
jawab. Guru yang hebat adalah guru yang kompeten secara metedologi
pembelajaran dan keilmuan. Tautan antara keduanya tercermin dalam kinerjanya
selama transformasi pembelajaran. Pada konteks transformasi pembelajaran inilah
guru harus memiliki kompetensi dalam mengelola semua sumberdaya kelas,
seperti ruang kelas, fasilitas pembelajaran, suasana kelas, siswa dan interaksi
sinergitasnya.
Adapun pegawai sebagai tenaga kependidikan meliputi: kepala sekolah, wakil
kepala sekolah, bidang keuangan, kurikulum, kesiswaan, bimbingan konseling.
Keberadaan staff tata usaha juga sangat penting dalam mencapai tujuan
pendidikan, telah ditetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun 2008 tentang Standar Staf Administrasi Sekolah. Di
lingkungan madrasah, staf tatalaksana bersifat multifungsi. Mereka dituntut
mampu menjalankan roda madrasah. Staf tatalaksana sekolah harus mampu
memberikan dukungan secara efektif dan efisien (Sudarwan Danim, 2012:208).
Adapun jumlah pendidik dan tenaga kependidikan di Madrasah Tsanawiyah
Muallimin UNIVA Medan berjumlah 52 orang, dapat dilihat dalam tabel berikut
ini:
69

Tabel 4.1
Pendidik dan Tenaga Kependidikan MTs. Muallimin UNIVA Medan
No Nama Pendikan Terakhir Jabatan
1 M. Syukur Abrazain, BA S.1 Penasihat
2 Kamilin, S.Pd, M.Pd S.2 Pendidik
3 Dra. Nurhidayah S.1 Pendidik
4 Drs. Kasran, MA S.2 Pendidik
5 Drs. H. Ali S.1 Pendidik
6 Roslila, S.Pd.I S.1 Tenaga Kependidikan
7 Drs. Afrizal, M.S S.1 Pendidik
8 Supriyadi, S.HI S.1 Tenaga Kependidikan
9 Muhayan, MA S.2 Kepala Sekolah
10 Marwan Ingah, Lc S.1 Pendidik
11 Khairuna, S.Pd.I S.1 Pendidik
12 Elvi Zahara Harahap, S.Pd S.1 Pendidik
13 Drs. Abd Aziz S.1 Pendidik
14 Halimatussakdiyah, S.Pd.I S.1 Tenaga Kependidikan
15 Drs. Muhyiddin Masykur S.1 Pendidik
16 Rosdani Hasibuan, S.Pd S.1 Pendidik
17 Nelmi Hartati Siregar, S.S S.1 Pendidik
18 Nola Afni Oktavia, S.Pd S.1 Pendidik
19 Ulfa Aini, S.Pd.I S.1 Pendidik
20 Drs. Asbat, S.Pd.I S.1 Pendidik
21 Irham Azmi, S.Pd.I S.1 Tenaga Kependidikan
22 Harun AL Rasyid, Lc S.1 Pendidik
23 Irwan, S.Pd.I S.1 Pendidik
24 Sibawaihi, Lc, M.TH S.2 Tenaga Kependidikan
25 Drs. Saldan S.2 Pendidik
26 Hj. Dra. Nudiya Yultisa, S.S, MS S.2 Pendidik
27 Selly Irwardhani, M.Pd S.2 Pendidik
28 Kartini, S.Pd S.1 Pendidik
29 Nugrah Pratama, S.Pd.I S.1 Pendidik
30 Dewi Puspita Sari, S.Psi S.1 Pendidik
31 Nada Mardiana, S.Pd S.1 Pendidik
32 Fathur Rahman Anshari, M.Pd S.2 Tenaga Kependidikan
33 Lukman Angga Harahap S.1 Pendidik
34 Fitri Anisah Sitorus, M.Pd S.2 Pendidik
35 Fadhila Hayani, S.Pd.I S.1 Pendidik
36 Nidaul Husna Khairi, S.Pd S.1 Pendidik
37 Mahmud Aziz Harahap, S.HI S.1 Pendidik
38 Rahmat Ibrahim Harahap, SH S.1 Pendidik
39 Ade Khairunnisa Siregar, M.Pd S.2 Pendidik
40 Zakiyatul Husna, S.Pd S.1 Tenaga Kependidikan
41 Muhammad Syarif Hrp, M.Pd S.2 Pendidik
42 Nurhamidah Siregar, S.Pd S.1 Pendidik
43 Zakaria, M.Pd S.2 Pendidik
44 Adrian S.1 Pendidik
45 Ihyaur Rahmi, M.Pd S.2 Tenaga Kependidikan
46 Khoirun Nisa Pulungan, S.Pd S.1 Tenaga Kependidikan
47 Sulastri, S.Pd S.1 Tenaga Kependidikan
48 Putri Gianti, S.Pd S.1 Tenaga Kependidikan
49 Aulya Fahma, S.Pd S.1 Pendidik
50 Rizki Amalia Nasution, S.Si S.1 Pendidik
51 Anwar Syukri Harahap, S.Si S.1 Pendidik
52 Bagus Prayugo, S.Sos S.2 Pendidik
70

e. Keadaan Sarana dan Prasarana


Lembaga pendidikan dalam hal ini madrasah merupakan lembaga formal
yang diposisikan untuk tempat belajar ataupun tempat menuntut ilmu peserta
didik. Sarana dan prasarana adalah salah satu faktor pendukung kelancaran proses
pendidikan. Fasilitas yang memadai dan lengkap didalam sebuah lembaga
pendidikan bisa menjadi pendidikan yang bermutu jika diukur secara keseluruhan.
Keadaan sarana prasarana Madrasah Tsnawiyah Muallimin Medan adalah
sebagai berikut:
Tabel 4.2
Keadan Sarana Prasarana MTs. Muallimin UNIVA Medan

No Nama Bangunan Jumlah Bangunan Kondisi Bangunan


1. Ruang Kelas 30 Baik
2. Ruang Perpustakaan 1 Baik
3. Laboraturium IPA 1 Baik
4. Ruang Pimpinan 1 Baik
5. Ruang Guru 1 Baik
6. Tempat Beribadah 1 Baik
7. Ruang UKS 1 Baik
8. Jamban 6 Baik
9. Gudang 1 Baik
10. Ruang Sirkulasi 3 Baik
11. Tempat 2 Baik
bermain/Olahraga
12 Kantin sekolah 2 Baik

Sarana dan prasarana sebagai faktor yang sangat penting dalam lembaga
pendidikan di madrasah, apakah sudah memadai atau perlu ditambah dan
perbaikan. Sekolah yang memiliki sarana dan prasarana yang baik dan lengkap
akan menarik perhatian dari masyarakat ataupun orang tua anak didik untuk
menyekolahkan anak-anak mereka kemadrasah tersebut.
71

Madrasah Muallimin UNIVA Medan sejauh ini memfasilitasi anak didik


dan para guru dengan baik. Setiap sarana dan prasarana yang ada sudah
dikhususkan untuk masing-masing kebutuhan anak. Dengan itu diharapkan
peserta didik Madrasah Muallimin UNIVA Medan dapat berkembang secara
optimal dan menyerap pembelajaran dengan baik.
f. Keadaan Siswa
Setiap tahunnya jumlah siswa Madrasah Tsanawiyah Muallimin UNIVA
Medan terus bertambah. Itu semua dikarenakan citra Madrasah Tsanawiyah
Muallimin UNIVA Medan yang cukup baik di masyarakat. Saat ini jumlah
keseluruhan peserta didik Madrasah Tsanawiyah Muallimin UNIVA Medan tahun
ajaran 2020/2021 berjumlah 1034 orang.
Peserta didik menjadi objek yang dilihat ketika membicarakan kemajuan
madrasah. Semakin banyak jumlah peserta didik semakin baguslah citra lembaga
tersebut di masyarakat. Dengan keadaan peserta didik yang banyak, peserta didik
juga harus secara berkelanjutan memperhatikan kebutuhan peserta didiknya.
Secara rinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.3
Jumlah Peserta Didik MTs. Muallimin UNIVA Medan
Tahun Ajaran 2020-2021

No Jenis Kelamin Jumlah


1 Laki-laki 527
2 Perempuan 507
Jumlah 1034 orang

Maka dalam hal ini adapun jumlah siswa untuk kelas unggulan adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.4
Jumlah Peserta Didik Kelas Unggulan MTs. Muallimin UNIVA Medan
Tahun Ajaran 2020-2021

No Kelas Jumlah
1 Kelas VII 142
2 Kelas VIII 168
3 Kelas IX 154
Jumlah 464 orang
72

2. Temuan Khusus Penelitian


a. Evaluasi context (konteks) pelaksanaan program kelas unggulan dalam
meningkatkan mutu pendidikan di MTs. Muallimin UNIVA Medan.
Terkait evaluasi konteks pada pelaksanaan program kelas unggulan di
MTs. Muallimin, maka adapun yang diinginkan dari program ini adalah dapat
meningkatkan mutu sekolah dan menciptakan siswa yang unggul dengan
menyediakan wadah bagi siswa yang memiliki bakat dan kreativitas. Ini menjadi
alasan mengapa dibentuknya Program Kelas Unggulan di Madrasah Tsanawiyah
Muallimin UNIVA Medan. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara yang
dilakukan dengan Bapak Kepala Madrasah MTs. Muallimin UNIVA, Bapak
Muhayan, MA. beliau mengatakan bahwa:
“ Kelas unggulan sudah sejak lama dilakukan di MTs. Muallimin UNIVA. Adapun
program ini dimulai pada masa kepemimpinan ustad Sutrisno selaku Kepala Madrasah
Tsanawiyah Muallimin saat itu. Adapun alasan pada saat itu adalah, madrasah melihat
adanya bakat dan kreativitas siswa yang harus difasilitasi, diberi wadah untuk
berkembang. Sehingga pada saat itu kami melakukan tes pada siswa dengan
memanggil tim psikologi untuk melihat dan mengukur kemampuan siswa. Nah, saat
itu terbentuklah satu kelas unggulan dari hasil tes tersebut dan lahirlah 20 orang siswa
dengan kemampuan intelegensi yang tinggi sesuai dengan yang diharapkan. Melihat
hal ini, tahun berikutnya kelas unggulan bertambah menjadi dua kelas, dan terus
bertambah sampai tahun ini mencapai 6 kelas untuk kelas VII”.

Hal ini juga dijelaskan kembali melalui wawancara yang dilakukan oleh Wakil
Kepala Madrasah bagian Kurikulum, Bapak Irwan, S. Pd. Dimana beliau
mengatakan bahwa:
“ Menurut saya mengapa dibuat program kelas unggulan pada saat itu adalah ingin
meningkatkan keilmuan di madrasah, bagaimana keilmuan umum dan agama dapat di
satu padankan. Pada saat itu madrasah masih dianggap sebelah mata oleh masyarakat.
Sehingga muncullah gagasan membuat kelas unggulan ini pada saat itu menjadi
terobosan untuk menarik minat orang tua bahwa kualitas lulusan madrasah mampu
bersaing dengan sekolah- sekolah umum lainnya. Siswa yang lulus dapat dengan
senang hati masuk ke sekolah favorit mereka. Dengan memperhatikan kebutuhan
seperti perlunya pendalaman ilmu agama, peningkatan kemampuan ilmu umum,
penguasaan teknologi pada saat itu, jadi kita mau menyesuaikan bakat anak dengan
perkembangan zaman. Sehingga ketika mereka menjadi ilmuwan, tidak hanya cakap
dalam bidangnya saja namun juga ahli dalam bidang agamanya. Dengan ini
diharapkan madrasah tidak lagi dipandang sebelah mata kualitasnya oleh masyarakat”
.
Hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan Wakil Kepala Madrasah
bidang Kesiswaan, Bapak Irham Azmi S. Pd, juga mendukung pernyataan yang
sama. Dimana beliau mengatakan bahwa:
73

“ Alasan terbentuknya program Kelas Unggulan ini adalah untuk peningkatan mutu
madrasah. Untuk melihat tolak ukur madrasah itu memiliki siswa yang unggul maka
diperlukan satu metode yang mengukur sejauh mana siswa dalam memahami
pembelajaran di Madrasah Tsnawiyah Muallimin UNIVA Medan.

Dari beberapa hasil wawancara diatas, maka dapat pahami bahwa terbentuknya
program Kelas Unggulan di madrasah tersebut adalah sebagai wadah yang dapat
membuat siswa yang memiliki kemampuan intelegensia yang baik agar lebih
berkembang dan meningkatkan keilmuannya. Hal ini juga dibenarkan oleh salah
seorang Guru Kelas Unggulan Madrasah Tsanawiyah Muallimin, Ibu Dewi
Puspita Sari, S. Psi :
“Yang diharapkan dari kelas unggulan ini, anak- anak memiliki hafalan lebih
daripada kelas reguler. Kemudian mereka mempunyai skill lebih dibanding anak
reguler seperti Bahasa (conversation, muhadastah), tilawah, Khat dan lainnya. Anak
kelas unggulan ini juga belajarnya berbasis IT, jadi bukunya tidak manual lagi”.

Namun dalam pelaksanaan program tentu tidak terlepas dari masalah yang
dihadapi. kebutuhan apa yang belum terpenuhi dalam pencapaian tujuan program.
Maka dalam hal ini berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, masalah yang
dihadapi madrasah adalah kesenjangan yang jauh antara kelas A dan kelas akhir.
Ketika di kelas A maka siswa yang didalamnya adalah siswa yang sangat
dibanggakan karena pintar secara IQ dan EQ sehingga banyak guru yang
membanggakan kelas tersebut, berbeda dengan kelas lainnya apalagi kelas
terakhir. Hal ini dijelaskan oleh Bapak Muhayan, MA selaku Kepala Sekolah
Madrasah Tsanawiyah Muallimin UNIVA Medan:
“ Tentu ada masalah yang dihadapi dalam program ini. Pertama adanya kesenjangan
antara kelas A dengan kelas yang akhir. Lalu masalah kita adalah terbentur pada
pembiayaan. Jadi ada beberapa anak yang memiliki IQ tinggi setelah kita tawarkan
kepada orangtuanya, akhirnya orangtua nya mundur. Sering juga siswa mengalami
tunggakan SPP. Ini disebabkan banyak siswa yang pintar namun ekonomi orang
tuanya tidak mendukung”.

Hal ini juga didukung oleh pernyataan Wakil Kepala Madrasah bidang
Kesiswaan yang mengatakan bahwa:
“ Karena kelas unggulan adalah kelas yang dibuat berbeda, jam pulangnya berbeda,
kebutuhannya berbeda, maka salah satu faktor yag paling bermasalah adalah dari sisi
keuangan. Ternyata rata-rata mereka yang memiliki kemampuan intelegensia yang
baik ternyata tidak memiliki kemampuan finansial yang baik. Kedua, Adanya gap
gap antara siswa. Diantara siswa ada yang berfikir bahwa “iyalah mereka kelas-
kelas pintar sedangkan kami kan kelas biasa”.
74

Hal ini selaras dengan pernyataan salah satu Guru Kelas Unggulan Madrasah
Tsanawiyah Muallimin UNIVA Medan ketika peneliti menanyakan masalah apa
yang dihadapi. Beliau mengatakan sebagai berikut:
“Keluhan orangtua terkait fasilitas. Jadi kita belum bisa memberi fasilitas sesuai
standar idealnya. Jadi kelas unggulan itu ada sarapan paginya. Namun terkendala
berhenti karena pembiayaan madrasah tidak mencukupi”.

Permasalahan lainnya jika dilihat dari kebutuhan yang belum terpenuhi,


dikatakan oleh Bapak Irwan, S. Pd sebagai berikut:
“ Kebutuhan yang belum terpenuhi, adalah dari segi prakteknya. Misalnya
pembelajaran IPA, nah anak- anak terbatas ketika mau melakukan praktek. Ini
disebabkan keterbatasan sarana prasarana . Kemudian Tingkat pemahaman terhadap
keilmuan agama, belum tercapai sesuai yang kita harapkan”.

Maka dapat ditarik pemahaman dari beberapa hasil wawancara diatas bahwa,
masalah terbesar yang dihadapi sekolah adalah masalah finansial siswa. Dalam hal
ini, madrasah tentunya harus memfasilitasi perkembangan peserta didik untuk
mencapai tujuan dari program yang dijalankan. Namun madrasah harus terkendala
karena banyaknya siswa yang menunggak uang SPP. Akhirnya, banyak fasilitas
yang tidak bisa terpenuhi madrasah dengan maksimal dan berpengaruh pada
kegiatan belajar mengajar pada kelas unggulan. Hal ini disebabkan bedanya
besaran biaya antara kelas reguler dan kelas unggulan berdasarkan fasilitas yang
diterima.
Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan studi dokumentasi, Dapat
disimpulkan bahwa evaluasi konteks pada pelaksanaan Program Kelas Unggulan
dalam meningkatkan mutu pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Muallimin yaitu
adapun peluang yang dilihat dalam program ini yaitu banyaknya peserta didik
yang memiliki bakat dan kreatifitas yang harus didukung dan difasilitasi agar
berkembang lebih optimal. Program ini dibuat dimaksudkan dan dibentuk untuk
meciptakan siswa yang unggul dimana nantinya program kelas unggulan ini akan
menjadi icon madrasah dan menunjukkan bahwa Madrasah Tsanawiyah
Muallimin memiliki siswa- siswi Unggul didalamnya. Hal ini menjadi kekuatan
program ini dimana banyak orangtua yang merespon dan mendukung dengan baik
program sekolah sehingga besar kepercayaan masyarakat untuk menyekolahkan
anaknya di Madrasah Tsanawiyah Muallimin UNIVA Medan ini. Namun dalam
hal ini juga terdapat kelemahan. Keadaan finansial siswa menjadi masalah yang
75

harus dihadapi sekolah disebabkan banyaknya anak yang memiliki tingkat


intelegensia yang baik namun tidak memiliki finansial yang cukup untuk itu.
b. Evaluasi input (masukan) pelaksanaan program kelas unggulan dalam
meningkatkan mutu pendidikan di MTs. Muallimin UNIVA Medan.
Berkaitan dengan evaluasi masukan pada pelaksanaan program kelas unggulan
di Madrasah Tsanawiyah Muallimin UNIVA Medan, Terkait pendekatan yang
dilakukan adapun hasil wawancara yang didapat peneliti dengan Bapak
Muhayan, MA selaku Kepala Sekolah Madrasah Tsanawiyah Muallimin UNIVA
Medan sebagai berikut:
“ Awal orang tua datang bersama anaknya, madrasah melakukan tes pada calon anak
yang mendaftar. Setelah keluar hasilnya, maka kita tawarkan kepada Orang tua siswa
kembali, bersedia atau tidak untuk dimasukkan ke kelas unggulan. Siswa- siswa yang
di tes dan memiliki IQ yang tinggi, itulah yang masuk kelas unggulan”.

Hal ini dijelaskan kembali oleh Wakil Kepala Madrasah bagian Kurikulum,
Bapak Irwan S. Pd, sebagai berikut:
“Kalau diawal anak- anak itu disaring baru ditawarkan. Memang yang masuk kesana
itu bukan orang yang mendaftar, tapi orang yang dites dulu kemampuannya, terpilih,
baru ditawarkan kepada orang tua yang bersangkutan. Mau tidak? Sanggup tidak? Jika
orangtua sanggup baru anaknya masuk ke kelas tersebut”.

Dari hasil pemaparan diatas, dapat dipahami bahwa pendekatan yang dilakukan
adalah dengan melakukan tes pada anak yang mendaftar. Jadi siswa bukan
mendaftar dulu baru di tes, tapi di tes dulu baru mendaftar. Dalam hal ini awalnya
sekolah melakukan kerja sama dengan tim Psikolog dari Universitas Medan Area.
Setelah anak di tes, kemudian pihak madrasah akan menawarkan pada orang tua
siswa bersedia atau tidak anaknya dimasukkan ke kelas unggulan jika hasil tes
anaknya menunjukkan hasil yang sangat baik, atau masuk ke kelas reguler.
Setelah anak masuk ke kelas unggulan, maka anak akan diseleksi kembali untuk
penempatan kelas.
Namun saat ini program kelas unggulan sedikit mengalami perubahan sistem
dari strategi awalnya. Akibat keadaan finansial orangtua siswa, karena banyak
orangtua siswa yang tidak tepat waktu melakukan pembayaran bahkan ada yang
menunda dan menumpuk pembayaran, ini menjadi kendala besar bagi sekolah
untuk melaksanakan kegiatan- kegiatan yang sudah dirancang. Akhirnya
kepemimpinan sebelum Bapak Muhayan, MA mengambil kebijakan bahwa yang
76

masuk ke kelas unggulan hanya yang mau saja dan hanya yang mampu saja.
Anak- anak juga tidak dilakukan tes sebelum masuk. Tapi mendaftar dulu baru tes
penempatan kelas. Saat ini sudah ada tim khusus sekolah untuk melakukan tes
tersebut. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Bapak Muhayan, MA sebagai berikut:
“ Hari ini kita sudah punya tim sendiri untuk melakukan penyeleksian itu. Tapi
sistem seleksi hari ini berbeda dari yang di awal dulu. Diawal, semua calon siswa
kelas VII diseleksi oleh tim psikolog UMA dan hasil rekomendasi mereka adalah
siswa yang masuk kelas unggulan. Sekarang, yang masuk ke kelas unggulan adalah
siapa yang mau. Sebelum penempatan kelas, maka tim khusus sekolah yang terdiri
dari 2 guru Bimbingan Konseling, 1 Psikologi dan 1 guru yang berpengalaman
belajar. Hari ini semua siswa boleh daftar ke kelas unggulan namun berbatas pada
kuota. Jika kuota sudah cukup, maka dilakukan tes pengelompokan gaya belajar, dan
sudah berjalan 3 tahun ini. Jadi kelas bukan belajar berdasarkan tingkat IQ lagi, tapi
berdasarkan gaya belajar mereka. Yaitu Audio, visual, kinestetik. Penggagas ini
adalah guru Bimbingan Konseling”.

Berdasarkan pemaparan diatas dapat dipahami sistem yang dilakukan saat ini
bukan lagi mengelompokkan anak berdasarkan IQ, tetapi berdasarkan gaya belajar
anak yaitu audio, visual, kinestetik atau audio visual. Dalam hal ini yang
menempati kelas audio visual adalah anak yang hasil tes gaya belajarnya
seimbang antara audio dan visual, sehingga dibuatlah kelas penggabungan. Jika di
awal, sistem penempatan kelas dilakukan berdasarkan perangkingan, maka
didapatkan kelas yang awal adalah kelas anak- anak yang hebat baik dalam
intelektual maupun akhlak, maka kelas yang akhir sangat jauh berbeda dengan
kelas awal. Apalagi rentang kelasnya dari A sampai D dan terkadang sampai kelas
G.
Namun dengan dilakukannya penempatan kelas berdasarkan gaya belajar,
maka tidak ada kesenjangan yang jauh diantara kelas. Siswa menyesuaikan
kemampuan mereka dengan gaya belajar mereka dan ini memudahkan para guru
untuk mentransfer pembelajaran kepada anak dikarenakan guru dapat mendesain
pembelajaran sesuai gaya belajar anak. Tes penempatan kelas ini dilakukan setiap
tahunnya di awal kegiatan belajar mengajar dimulai peserta didik juga. Adapun
seleksi yang dilakukan melliputi: Tes Intelegensi, Tes minat dan bakat, dan Tes
baca Al- Qur‟an. Sekarang ini kelas unggulan sendiri berjumlah 13 kelas yang
terdiri dari kelas VII sampai kelas IX.
77

Evaluasi Input juga berkaitan dengan prosedur kerja, maka dalam hal ini hasil
yang peneliti dapat berdasarkan wawancara dengan Bapak Muhayan, MA selaku
Kepala Sekolah adalah sebagai berikut:
“Pertama, dari segi waktu, reguler hanya sampai jam 13.00 WIB sedangkan kelas
unggulan sampai jam 16.35 WIB. Kedua, dalam Honorium untuk guru Kelas
Unggulan ditambah uang tambahan untuk membeli makanannya. Ketiga, dari segi
fasilitas, Pembelajaran anak kelas unggulan berbasis IT. Jadwal pembelajaran Kelas
Unggulan juga berbeda dengan kelas reguler. Maka dikelas unggulan, jadwal
pembelajaran lebih dipadatkan lagi, ada materi tambahan yang berikan seperti
conversattion, muhadastah, tilawah, dan bimbingan belajar untuk persiapan UN.
Keempat, Menyiapkan guru yang lebih profesionalitas dan lebih energik dikarenakan
jam pembelajaran yang lebih lama”.

Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Bapak Irwan, S. Pd selaku Wakil
Kepala Madrasah bagian Kurikulum bahwa:
“ Pada Kelas unggulan, pembelajaran siswa menggunakan multimedia, kemampuan
bahasanya juga lebih ditingkatkan, Pembelajarannya bukan menggunakan buku cetak
lagi tapi BSI. Target hafalan Qur‟an mereka juga lebih banyak daripada kelas reguler.
Jam belajar mereka juga lebih lama. Dan untuk pendidiknya adalah yang lebih
profesional dibidangnya”.

Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Bapak Irham Azmi, S. Pd selaku Wakil
Kepala Madrasah bagian Kesiswaan bahwa:
“ Pertama, tenaga pendidik. Jadi kita memilih tenaga pendidik khusus terutama pada
pelajaran umum. Soalnya kalau untuk kitab kuning sudah susah mencari gurunya.Kedua,
dari segi metode pembelajaran, kita hampir 80% berbasis IT, jadi seluruh siswa
diwajibkan untuk membawa laptop dan para pendidik juga mengajar dengan
menggunakan media- media tersebut”.

Dari pemaparan diatas, Adapun yang membedakan kelas unggulan dari kelas
reguler, pada kelas unggulan jadwal pulang siswa lebih lama daripada jadwal
kelas reguler. Jika kelas reguler hanya sampai jam 13.15 WIB, maka pada kelas
unggulan peserta didik pulang pukul 16.35 WIB. Pada kelas unggulan juga di
spesifikkan dan lebih dikembangkan muatan kurikulumnya, seperti aspek bahasa
dan keterampilan lainnya. Aspek bahasa meliputi conversation dan muhadatsah.
Aspek keterampilan seperti Khat, Tilawah, Paper craf, memanah. Aspek- aspek
tersebut sudah menjadi bagian dari jadwal pembelajaran di kelas unggulan, tidak
lagi menjadi kegiatan ekstrakulikuler yang dilakukan diluar jam pembelajaran
sekolah. Namun jika dikelas reguler, ini menjadi kegiatan ekstrakuliluler yang
dilakukan diluar jam pembelajaran sekolah. Pada kelas unggulan juga dipilih
78

pendidik yang lebih profesionalitas dibidangnya pada mata pelajaran tertentu,


khususnya pelajaran umum.
Target hafalan untuk siswa kelas unggulan juga lebih banyak daripada siswa
kelas reguler. Hal ini diperkuat dengan peryataan salah satu Guru Kelas
Unggulan, Ibu Dewi Puspita Sari, S. Psi bahwa:
“ Yang membedakan siswa kelas unggulan dengan siswa kelas reguler salah satunya
target hafalannya. Batas hafalannya lebih banyak daripada Hafalan siswa kelas
unggulan. Dan ada siswa yang tuntas hafalannya 16 juz mutqin atas nama Riza Abdi
sampai 20 juz mutqin atas nama Khoirul Fahmi”.

Pembiayaan untuk pelaksanaan kelas unggulan ini bersumber pada dana


pemerintah atau yang biasa disebut dengan Biaya Operasional Sekolah (BOS),
selain itu dana yang ada juga bersumber dari siswa. Dalam hal ini, pembiayaan
yang ada pada kelas unggulan lebih besar daripada kelas reguler. Sejauh ini
mampu mensubsidi kebutuhan dikelas reguler. Hal ini disebabkan karena peserta
didik dikelas unggulan hari ini banyak berasal dari keluarga yang cukup dan
memadai dibandingkan pada peserta didik kelas reguler.
Rencana staff untuk mengubah sistem penyeleksian dua tahun belakangan
terakhir ini sebelumnya belum pernah terlaksana. Sistem penyeleksian diubah dari
sistem perangkingan menjadi sistem gaya belajar dimaksudkan agar hak semua
anak sama, tidak ada kelas yang terlalu pintar ataupun terlalu bodoh. Tentu dalam
hal ini juga terjadi pergeseran mutu lulusan. Dimana di awal berjalannya kelas
unggulan ini yang diseleksi berdasarkan sistem perangkingan, hasil yang
didapatkan memang peserta didik yang benar- benar pintar. Namun setelah
diseleksi berdasarkan gaya belajar, maka kualitas lulusannya sedikit menurun dari
yang awal. Namun juga tidak dipungkiri bahwa kualitas mutu lulusan kelas
unggulan lebih baik daripada kelas reguler.
Asumsi atau pemikiran bahwa sistem penyeleksian berdasarkan gaya belajar
lebih efektif daripada sistem perangkingan sejauh ini masih dalam proses
pemantauan. Setelah setahun dilakukan, sistem ini memberikan hasil bahwa
pembelajaran lebih kondusif dan keluhan dari guru juga berkurang. Karena anak-
anak bisa menyesuaikan gaya belajar mereka dengan keadaan diri mereka sendiri.
Program kelas unggulan ini juga tidak terlepas dari reaksi masyarakat
terkhusus orangtua siswa. Sejauh ini tanggapan masyarakat terhadap sistem
79

seleksi yang baru diterima dengan baik. Tidak ada lagi orang tua yang kecewa jika
anaknya masuk dalam kelas akhir, karena penempatan kelas peserta didik sudah
dikelompokkan berdasarkan gaya belajarnya masing- masing. Sebelum ini, malah
banyak orang tua yang tidak terima dengan nilai anaknya mengapa bisa begini dan
begitu sampai meminta bukti dan hasil seleksi yang dilakukan. Namun sekarang,
orang tua lebih legowo menerima hasil belajar anaknya. Hal ini diperkuat dengan
pernyataan Bapak Muhayan, MA berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan
beliau:
“Tanggapan orangtua terkait sistem belajar dengan gaya bahasa ini baik. Awalnya
mereka bingung, tapi setelah kita lakukan sosialisasi dan pengenalan, orang tua
lebih memahami anaknya. Jadi tidak adalagi orangtua yang marah- marah karena
anaknya masuk dikelas D atau tidak terima dan minta bukti hasil tes anaknya”.
Harapannya mudah- mudahan mutu lulusan peserta didik lebih baik dan
kegiatan belajar mengajar di Madrasah Tsanawiyah Muallimin UNIVA Medan
lebih efektif dan efisien. Sedangkan untuk fasilitas, sejauh ini madrasah terus
berusaha mengupayakan fasilitas terbaik untuk mendukung dan menunjang
pembelajaran kelas unggulan sdalam mewujudkan suasana kelas yang nyaman.
Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan studi dokumentasi, dapat
disimpulkan bahwa evaluasi input pada pelaksanaan program kelas unggulan
dalam meningkatkan mutu pendidikan di Madrasah Muallimin Univa Medan yaitu
adapun pendekatan yang dilakukan adalah dengan melakukan penyaringan
terhadap siswa. Dalam hal ini calon siswa di tes kemudian ditawarkan, bersedia
atau tidak untuk masuk ke kelas unggulan. Ketika sudah masuk, maka dilakukan
tes kembali untuk penempatan kelas. Namun hari ini sistemnya sedikit bergeser,
calon siswa tidak lagi dilakukan tes. Siapa saja boleh masuk ke kelas unggulan,
asalkan mampu dan mau. Penempatan kelas juga tidak lagi di tes berdasarkan IQ,
tapi berdasarkan gaya belajar siswa. Strategi yang dilakukan dalam mencapai
tujuan yaitu dengan menempatkan pendidik profesional pada mata pelajaran
tertentu, memuat kurikulum tambahan yang berbeda dengan kelas reguler, target
hafalan Al Qur‟an yang berbeda, dan sistem pembelajaran yang berbasis IT.
c. Evaluasi process (proses) pelaksanaan program kelas unggulan dalam
meningkatkan mutu pendidikan di MTs. Muallimin UNIVA Medan.
Berkaitan dengan Evaluasi Proses pada pelaksanaan program kelas unggulan
yang dilaksanakan di Madrasah Tsnawiyah Muallimin, maka tidak terlepas dari
80

hubungan akrab antara pelaksana dengan peserta didik. Adapun hasil wawancara
yang peneliti lakukan dengan Ibu Dewi Puspita Sari selaku Guru Kelas Unggulan
adalah sebagai berikut:
“Tanggapan orangtuanya senang, terkhusus untuk orangtua yang mempunyai uang
lebih dan sibuk diluar. Akhirnya lebih terkesan menitipkan anaknya sepenuhnya ke
madrasah karena mereka berasumsi, mereka sudah membayar mahal. Ada juga orang
tua yang membandingkan keadaan kelas unggulan yang sekarang dengan kelas
unggulan yang dulu(kenapa sekarang tidak ada begini begitu)”.

Pendapat lain juga dikemukakan Bapak Irham Azmi, S. Pd Selaku Wakil


Kepala Madrasah bidang Kesiswaan sebagai berikut:
“Kelas unggulan ini menjadi tawaran yang menarik bagi orangtua. Karena Orangtua
merasa tidak perlu repot untuk me- les kan anaknya diluar lagi karena sudah dianggap
cukup di sekolah. Namun orangtua merasa bahwa tugas mendidik anak adalah tugas
guru, sehingga mereka hanya menunggu hasil. Akhirnya komunikasi yang seharusnya
berjalan tiga arah antara orangtua dengan siswa, guru dengan siswa dan guru dengan
orangtua, akhirnya hanya berjalan dua arah saja yaitu antara guru dan siswa saja.
Seharusnya pendidikan ini lebih efektif jika komunikasi 3 arah ini berjalan dengan
baik. Namun karena kesibukan orang tua ini menjadi kelemahan bagi siswa kelas
unggulan. Kelemahan itu adalah bahwa komunikasi itu tidak berjalan seharusnya
sehingga anak tidak berhasil atau mengalami kegagalan, maka orangtua cenderung
menyalahkan pihak madrasah. Karena sikap anak yang manja, mereka baru mau
bersikap aktif jika ada respon lebih dari guru atau wali kelasnya. Sebagian anak kelas
unggulan itu mau nya diperhatikan lebih. Maka bagi guru ataupun wali kelas, ini tidak
hanya menjadi guru di jam 07.00 sampai 16.35 WIB, tapi menjadi guru yang nonstop
24 jam.

Hal ini juga diakui oleh Kepala Sekolah Madrasah Tsnawiyah Muallimin
sebagai berikut:
“ Karena keadaan ekonomi yang meningkat, Orangtua kurang kerjasama dengan guru.
Mungkin ini hanya hipotesa, orang tua beranggapan bahwa karena mereka sudah
membayar mahal, berarti itu tanggung jawab madrasah. Kemudian banyak juga orang
tua yang beranggapan, jika masuk ke kelas unggulan, maka ini adalah kelas yang
bergengsi”.

Dari hasil wawancara diatas dapat kita lihat bahwa kepercayaan orangtua siswa
sangat penuh kepada madrasah sehingga menitipkan dan mempercayakan secara
penuh bagaimana perkembangan anaknya kepada madrasah. Namun, ini juga
menjadi kendala bagi Madrasah, bahwa kurangnya kerjasama antara guru dan
orangtua siswa. Sehingga ketika terjadi kegagalan dalam pembelajaran, Orang tua
lebih banyak menyalahkan madrasah karena mereka menilai bahwa itu adalah
tanggungjawab madrasah. Padahal seharusnya pembelajaran akan lebih efektif
jika terjalin komunikasi yang baik antara guru, siswa dan orangtua.
81

Jika melihat kinerja program dan sejauh mana rencana telah diterapkan, maka
hari ini program sudah berjalan sekitar 70 % dari yang diharapkan. Hal ini
berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan Bapak Irham Azmi, S. Pd
selaku Wakil Kepala Madrasah bidang Kesiswaan, yang mengatakan bahwa:
“ Selama perjalanan program kelas unggulan ini tentu ada plus dan minusnya. Dengan
siswa kelas unggulan yang banyak, tentu ada tujuan yang tercapai dan tidak tercapai.
Jika dipersentasekan mungkin 70 % ketercapaian rencana yang sudah tercapai”.
Namun untuk mencapai angka maksimal di 100%, sepertinya berat untuk dalam waktu
yang singkat. Hal ini dikarenakan sumber daya kita yang terbatas, ditambah lagi
dengan keadaan pandemi begini. Kita akui bahwa generasi kita tahun ini, kualitasnya
sangat jauh menurun. Nah, keadaan ini menjadi kan kita seperti mempoles dan
membentuk mereka dari awal lagi”.

Dari pemaparan diatas dapat diketahui bahwa sejauh ini kinerja program
dikatakan baik meskipun belum sepenuhnya terpenuhi apa yang diinginkan.
Untuk Hal ini dibuktikan dengan semakin bertambahnya minat dan kepercayaan
orang tua untuk mendaftarkan anaknya pada kelas unggulan. Hal ini selaras
dengan jumlah kelas unggulan yang terus bertambah setiap tahunnya. Selain itu,
sejauh ini Madrasah Tsanawiyah Muallimin UNIVA Medan juga menjadi contoh
bagi sekolah sekelilingnya untuk melaksanakan program yang sama.
Sejauh program berjalan, maka hubungan atar pelaksana dan peserta didik
baik. Guru menyampaikan materi sesuai beban ajar yang ada di Silabus, dan
peserta didik kelas unggulan dapat menerimanya dengan baik. Hal ini dibuktikan
dengan nilai tes harian maupun tes semester dengan nilai yang baik. Kepala
sekolah selaku pimpinan pelaksana juga selalu melakukan koordinasi terhadap
kinerja guru dan staff di kelas unggulan. Sehingga apa yang di inginkan dapat
tercapai sesuai apa yang diinginkan.
Namun dalam hal evaluasi tentu ada yang harus di revisi agar program berjalan
lebih baik. Dengan terjadinya perubahan sistem di kelas unggulan ini, maka
terjadi pergeseran hasil yang diinginkan. Maka adapun yang direvisi adalah tujuan
awal dibentuknya program kelas unggulan itu sendiri di Madrasah Tsanawiyah
Muallimin UNIVA Medan. Hal ini selaras dengan yang dikatakan Ibu Dewi
Puspita Sari, S. Psi sebagai berikut:
“Yang harus direvisi adalah goals nya. Apa tujuan awal yang dibentuk untuk program
kelas unggulan ini. Karena secara tidak langsung, madrasah sendiri yang menurunkan
standar untuk itu. Jadi solusinya jika memang mau serius, maka harus balik lagi ke
tujuan awal ketika kelas unggulan itu dibuat”.
82

Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan studi dokumentasi, dapat


disimpulkan bahwa evaluasi proses pada pelaksanaan program kelas unggulan dalam
meningkatkan mutu pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Muallimin UNIVA Medan
yaitu kinerja program dapat dikatakan baik meski belum maksimal. Hubungan
antara pelaksana dengan peserta didik baik. Kepercayaan orangtua siswa sangat
penuh kepada madrasah sehingga menitipkan dan mempercayakan secara penuh
bagaimana perkembangan anaknya kepada madrasah. Namun, ini juga menjadi
kendala bagi Madrasah, bahwa kurangnya kerjasama antara guru dan orangtua
siswa. Maka adapun hal yang harus di revisi untuk kebaikan program kelas
unggulan ini kedepannya adalah tujuan awal dibentuknya program kelas unggulan
itu sendiri di Madrasah Tsanawiyah Muallimin UNIVA Medan.
d. Evaluasi product (produk) pelaksanaan program kelas unggulan dalam
meningkatkan mutu pendidikan di MTs. Muallimin UNIVA Medan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Madrasah Tsanawiyah Muallimin,
maka hasil yang dicapai sejauh pelaksanaannya, program kelas unggulan ini
berjalan yaitu belum sepenuhnya tercapai sesuai yang diharapkan. Hal ini selaras
dengan hasi wawancara yang dilakukan dengan Bapak Irwan, S. Pd selaku Wakil
Kepala Madrasah bidang Kurikulum yaitu:
“Hasilnya 50- 60 %, karena mereka punya target khusus dengan kemampuan yang
berbeda- beda jadi hasilnya tidak maksimal. Ini dilihat dari efektivitas program. Dulu
di awal masih efektif, karena isi kelasnya adalah orang yang terpilih. Jadi ketika guru
menaikkan grade pembelajaran, siswa mampu menerimanya. Hari ini karena
konsepnya berbeda, maka agak sulit untuk menyamakan materi pembelajaran didalam
kelas karena kemampuan peserta didik dialmnya berbeda- beda”.

Dari pemaparan diatas dapat dipahami bahwa bahwa hasil yang dicapai terjadi
penurunan dari sistem awal yang dibentuk. Ini dikarenakan pengelompokan anak
yang tidak lagi berdasarkan IQ sehingga didalam kelas terdapat rentang
kemampuan anak. Meskipun gaya belajar anak sama, namun tidak dipungkiri ada
anak dengan kemampuan intelektual yang tinggi, ada juga anak dengan
kemampuan intelektual yang rendah. Ini menyebabkan guru harus lebih ekstra dan
pintar dalam mengelola kelas, agar pembelajaran dan tujuan yang diharapkan
dapat tersampaika dengan baik.
Meskipun begitu, Efektifitas program kelas unggulan di Madrasah Tsnawiyah
Muallimin UNIVA sejauh ini berjalan dengan baik dan memberikan dampak pada
83

peningkatan mutu Madrasah. Hal ini dibuktikan dengan pertambahan peserta


didik yang signifikan setiap tahunnya di Madrasah Tsanawiyah Muallimin
UNIVA Medan. Kepercayaan dan minat masyarakat untuk mendaftarkan anaknya
ke Madrasah semakin meningkat. Namun dalam hal kefesienannya, maka sekolah
perlu mempertegas strategi dan sistem yang baik agar apa yang diharapkan
melalui kelas unggulan ini dapat tercapai sesuai yang diharapkan, tidak hanya
menyesuaikan kondisi saja. Kelas unggulan ini juga memiliki keunggulan
program. Hal ini dijelaskan oleh Bapak Muhayan, MA selaku Kepala Sekolah:
“Dampaknya terhadap mutu, jika dari sisi kuantitas sudah pasti meningkat. Bahkan
grafik kita tidak pernah menurun malah terus meningkat. Adapun dari segi kualitas,
maka bisa dipersentasekan bahwa 80 % lulusan masuk ke sekolah Negeri.
Sebenarnya yang mau dicapai dari kelas unggulan sudah tercapai dari sisi
kemampuan siswa meskipun belum 100 %. Dimana unggulnya, unggulnya dari sisi
muatan kurikulum. Tidak didapati di reguler. Meskipun kurikulumnya sama, tetapi
muatannya berbeda. Misalnya bahasa inggris di kelas unggulan belajar struktur
bahasa dikuatkan lagi dengan conversation. Dimana tujuannya adalah life skill.
Bahasa arab di kelas unggulan dilengkapi dengan muhadatsah yang dimaksudkan
melahirkan keahlian, IPA dikelas unggulan dilengkapi dengan muatan tambahan
membahas soal. AlQur‟an hadis di kelas unggulan ditambah lagi dengan muatan
tahsinul qirah dan tilawah yang juga dimaksudkan untuk menambah keahlian
peserta didik. Sejauh ini kita melihat siswa yang kreatif itu dari kelas unggulan,
dan yang mengikuti banyak kompetisi juga anak kelas unggulan. Informasi sama
rata diberikan baik kelas unggulan maupun kelas reguler. Namun minat anak
dikelas unggulan lebih tinggi dibandingkan kelas reguler”.

Hal ini juga selaras dengan yang dikatakan Bapak Irwan, S. Pd selaku Wakil
Kepala Madrasah bidang Kurikulum bahwa:

“Dampaknya terhadap peningkatan mutu sekolah, cukup baik. Kepecayaan


masyarakat meningkat. Dengan semakin banyaknya rombel . program yang kita
tawarkan masyarakat percaya”.

Dari pemaparan diatas, dapat dipahami bahwa program kelas unggulan ini
sangat berpengaruh dalam peningkatan mutu madrasah. Madrasah sangat berharap
bahwa mutu lulusan pada kelas unggulan dapat fasih dalam berbahasa baik arab
maupun inggris dan juga mahir dalam kita- kitab kuning dasar. Namun dalam hal
ini sepertinya belum tercapai sesuai dengan yang diinginkan disebabkan berbagai
faktor, salah satunya keterbatasan waktu, yang demikian adalah harapan sekolah
dalam jangka pendek. Sebagaimana yang dikatakan Bapak Muhayan, MA selaku
Kepala Sekolah Madrasah Tsanawiyah Muallimin UNIVA Medan, yaitu:
84

“Jangka panjang kita, kita kepingin unggul dalam bahasa (Arab dan Inggris), namun
karena banyaknya sekolah yang merencanakan yang sama, akhirnya kita ubah berbasis
kitab kuning. Jadi lulusan MTs. Muallimin mampu membaca kitab- kitab klasik dasar.
Inilah yang sedang kita usahakan sampai sekarang dan kita fokuskan pada kelas
unggulan. Bukan berarti kelas reguler tidak, hanya saja tidak dipaksakan”.

Meskipun begitu, setelah beberapa tahun program ini dilaksanakan, sudah


mulai terlihat hasil dari apa yang diinginkan. Hal ini terbukti bahwa peserta didik
kelas unggulan lebih kreatif daripada peserta didik kelas reguler. Nilai yang
dicapai juga lebih tinggi dari pada anak reguler. Peserta didik kelas unggulan juga
banyak yang diterima di Sekolah Menengah Atas Negeri. Hasil Hafalan Al-
Qur‟an siswa kelas unggulan juga lebih banyak setiap tahunnya dibandingkan
kelas reguler. Hal ini selaras dengan yang dikatakan Ibu Dewi Puspita Sari, S. Psi
bahwa:
“ Hasil yang dicapai. Penghafal Al- Qur‟an terbanyak sejauh ini adalah anak kelas
unggulan, 16- 20 juz mutqin”.
Adapun harapan madrasah dalam jangka panjang adalah membuat karakteristik
yang menonjol dari kelas unggulan itu sendiri, dimana guru yang menjadi
pendidik pada kelas unggulan adalah guru yang tidak hanya profesional pada
bidang ilmu yang di ampunya, tetapi juga mahir dalam mengkaji kitab- kitab
klasik seperti apa yang dipelajari dan menjadi kurikulum di Madrasah Tsanawiyah
Muallimin UNIVA Medan.
Evaluasi produk tidak terlepas pada bagaimana keberlanjutan program tersebut.
Maka dari beberapa hasil wawancara yang saya dapatkan menyatakan bahwa
program ini dilanjutkan dengan syarat. Hal ini diungkapkan oleh Bapak Irwan, S.
Pd selaku Wakil Kepala Madrasah bidang Kurikulum bahwa:
“Saya ingin program ini tetap dilanjutkan, tapi kembali kepada tujuan dan sistem awal.
Dimana anak masuk ke kelas unggulan murni berdasarkan kecerdasan intelektual.
Namun jika susah kembali ke sistem awal, guru harus pandai mengelola kelas dengan
baik dengan rentang kemampuan anak yang jauh dan beragam didalam kelas”.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Ibu Dewi Puspita Sari, S. Psi bahwa:
“Dilanjutkan dengan syarat kita mengubah tujuan kita. Karena jika dilanjutkan
sebenarnya bagus, karena itu menjadi daya jual madrasah”.

Hal ini juga didukung oleh pernyataan Bapak Irham Azmi selaku Wakil Kepala
Madrasah bidang Kesiswaan bahwa:
“Yang perlu direvisi adalah, menciptakan kelas unggulan bukan berdasarkan uang,
tetapi mutlak berdasarkan kemampuan intelegensia (kecerdasan intelektual) , tapi
kenyataannya sekolah sampai hari ini belum siap membiayai lebih siswa- siswa yang
85

berprestasi.ini insyaallah yang akan membuat kelas unggulan lebih baik. Karena ini
memotivasi siswa untuk terus lebih baik dan mempertahankan dirinya agar terus
dikelas unggulan karena apa yang sudah diterimanya. Sebenarnya hari ini kita
menghadapi hasil yang menurun. Namun kedepannya tentu kita akan melakukan
pembenahan dan peningkatan agar kelas unggulan ini lebih baik lagi”.

Dari beberapa pernyataan diatas, dapat ditarik pemahaman bahwa program


kelas unggulan di Madrasah Tsanawiyah Muallimin baik dan layak dilanjutkan
dengan syarat kembali kepada tujuan awal dan terus melakukan perbaikan dan
peningkatan agar program kelas unggulan di Madrasah Tsanawiyah Muallimin
dapat berjalan lebih baik lagi dan hasil yang diharapkan grafiknya tidak menurun
lagi.
Berdasarkan Hasil wawancara, observasi, dan studi dokumentasi, dapat
disimpulkan bahwa evaluasi produk pada pelaksanaan program kelas unggulan
dalam meingkatkan mutu pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Muallimin
UNIVA Medan adalah hasil yang dicapai dari program ini sudah baik meskipun
belum maksimal sesuai yang diharapkan. Ouput yang dihasilkan mampu
melanjutkan ke sekolah favorit mereka. 80% lulusan Madrasah Tsanawiyah
Muallimin mampu melanjutkan pendidikannya ke sekolah atau madrasah Negeri.
Selain itu lulusan yang dihasilkan memiliki hafalan Qur‟an yang sangat baik dan
mampu membaca kitab kuning dasar. Program kelas unggulan ini tetap memiliki
keunggulan program didalamnya yang membedakan nya dengan kelas reguler.
Program kelas unggulan ini juga berpengaruh dalam peningkatan mutu madrasah
dibuktikan dengan grafik kuantitas siswa yang selalu naik setiap tahunnya. Maka
program kelas unggulan ini layak untuk tetap dilanjutkan dengan syarat
merumuskan kembali apa sebenarnya tujuan program ini dibentuk. Kedepannya
juga akan dilakukan perbaikan terus menerus dan peningkatan terhadap program
ini agar program kelas unggulan ini dapat lebih baik kedepannya.
Maka adapun penelitian evaluasi program ini, bukan untuk mencari jawaban
ataupun untuk mencari pembuktian. Penelitian ini hanya melihat sejauh mana
kefektifan dan ke efesienan program dan apa yang harus diperbaiki didalamnya.
86

B. PEMBAHASAN PENELITIAN
1. Evaluasi context (konteks) pelaksanaan program kelas unggulan dalam
meningkatkan mutu pendidikan di MTs. Muallimin UNIVA Medan.
Hasil temuan evaluasi konteks pelaksanaan Program Kelas Unggulan dalam
meningkatkan mutu pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Muallimin yaitu adapun
peluang yang dilihat dalam program ini yaitu banyaknya peserta didik yang
memiliki bakat dan kreatifitas yang harus didukung dan difasilitasi agar
berkembang lebih optimal. Program ini dibuat dimaksudkan dan dibentuk untuk
meciptakan siswa yang unggul dimana nantinya program kelas unggulan ini akan
menjadi icon madrasah dan menunjukkan bahwa Madrasah Tsanawiyah
Muallimin memiliki siswa- siswi Unggul didalamnya. Hal ini menjadi kekuatan
program ini dimana banyak orangtua yang merespon dan mendukung dengan baik
program sekolah sehingga besar kepercayaan masyarakat untuk menyekolahkan
anaknya di Madrasah Tsanawiyah Muallimin UNIVA Medan ini. Namun dalam
hal ini juga terdapat kelemahan. Keadaan finansial siswa menjadi masalah yang
harus dihadapi sekolah disebabkan banyaknya anak yang memiliki tingkat
intelegensia yang baik namun tidak memiliki finansial yang cukup untuk itu.
Hasil temuan ini didukung oleh teori dari Tayibnapis (2000:4) yang
mengatakan bahwa evaluasi konteks membantu merencanakan keputusan,
menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program dan merumuskan tujuan
program. Tujuan evaluasi konteks yang utama adalah untuk mengetahui kekuatan
dan kelemahan yang dimiliki. Dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan ini,
evaluator akan dapat memberikan arah perbaikan yang diperlukan.
Teori lain yang mendukung yaitu dari Koswara dan Triatna (2010: 275)
menyatakan bahwa pendidikan yang bermutu dilihat dari sisi input, proses, output
maupun outcome. Input pendidikan yang bermutu adalah guru-guru yang bermutu,
peserta didik yang bermutu, kurikulum yang bermutu, fasilitas yang bermutu, dan
berbagai aspek penyelenggara pendidikan yang bermutu. Proses pendidikan yang
bermutu adalah proses pembelajaran yang bermutu. Output pendidikan yang
bermutu adalah lulusan yang memiliki kompetensi yang disyaratkan. Dan
outcome pendidikan yang bermutu adalah lulusan yang mampu melanjutkan ke
jenjang pendidikan lebih tinggi atau terserap pada dunia usaha atau dunia industri.
87

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 pasal 35 tentang Standar Nasional


Pendidikan, disebutkan bahwa standar nasional pendidikan digunakan sebagai
acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan dan pembiayaan. Melalui perencanaan strategik di bidang
pendidikan, lembaga pendidikan mampu menyiapkan output.
Biaya pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
pelaksanaan pendidikan. Untuk mencapai mutu sekolah yang baik, biaya
pendidikan harus dikelola dengan optimal. Oleh karena itu, tahapan pada
manajemen pembiayaan pendidikan perlu diperhatikan. Pada dasarnya tujuan
manajemen pembiayaan pendidikan adalah mencapai mutu sekolah yang
diharapkan. Pada setiap proses tahapan manajemen pembiayaan perhatian
utamanya adalah pencapaian visi dan misi sekolah. Tahapan manajemen
pembiayaan pendidikan melalui tahapan perencanaan pembiayaan pendidikan,
tahapan pelaksanaan pembiayaan, dan pengawasan pembiayaan pendidikan.
Fasilitas pembelajaran merupakan faktor lain yang mempengaruhi mutu
sekolah. Dalam pencapaian mutu sekolah, fasilitas pembelaajaran merupakan
sarana dan prasarana yang digunakan oleh tenaga pendidik dalam proses belajar
mengajar sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan. Pemanfaatan fasilitas
pembelajaran perlu dikelola dengan baik agar terhindar dari pemborosan dan tidak
tepatnya pemanfaatan fasilitas. Oleh karena itu, diperlukan manajemen
pemanfaatan fasilitas pembelajaran yang sesuai dengan prinsipnya agar
peningkatan mutu sekolah dapat tercapai (Ulpha Lizni Azhari, 2016:27).
2. Evaluasi input (masukan) pelaksanaan program kelas unggulan dalam
meningkatkan mutu pendidikan di MTs. Muallimin UNIVA Medan.
Hasil temuan evaluasi input pada pelaksanaan program kelas unggulan dalam
meningkatkan mutu pendidikan di Madrasah Muallimin Univa Medan yaitu
adapun pendekatan yang dilakukan adalah dengan melakukan penyaringan
terhadap siswa. Dalam hal ini calon siswa di tes kemudian ditawarkan, bersedia
atau tidak untuk masuk ke kelas unggulan. Ketika sudah masuk, maka dilakukan
tes kembali untuk penempatan kelas. Namun hari ini sistemnya sedikit bergeser,
calon siswa tidak lagi dilakukan tes. Siapa saja boleh masuk ke kelas unggulan,
asalkan mampu dan mau. Penempatan kelas juga tidak lagi di tes berdasarkan IQ,
88

tapi berdasarkan gaya belajar siswa. Strategi yang dilakukan dalam mencapai
tujuan yaitu dengan menempatkan pendidik profesional pada mata pelajaran
tertentu, memuat kurikulum tambahan yang berbeda dengan kelas reguler, target
hafalan Al Qur‟an yang berbeda, dan sistem pembelajaran yang berbasis IT.
Hasil temuan ini selaras dengan Rusydi Ananda dan Tien Rafida (2017:46)
bahwa Evaluasi masukan membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-
sumber yang ada, alternatif apa yang diambil , apa rencana dan strategi untuk
mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. Pertanyan yang
berkenaan dengan masukan mengarah pada pemecahan masalah yang mendorong
diselenggarakannya program yang bersangkutan.
Hasil temuan ini juga didukung oleh jurnal yang disusun oleh Peter
Blathcford (2019), yang mengatakan bahwa mengatakan bahwa,”class size does
not directly impact on attainment, but works through the many ongoing difficult
decisions teachers have to make about how best to manage and teach pupils in
groups. A strategic approach is needed to teaching groups and collaborative
learning in groups”.
Dari pemaparan diatas dapat dipahami bahwa, ukuran kelas tidak secara
langsung berdampak pada pencapaian, tetapi bekerja melalui banyak keputusan
sulit yang harus dibuat guru tentang cara terbaik untuk mengelola dan mengajar
murid dalam kelompok. Diperlukan pendekatan yang strategis untuk mengajar
kelompok dan pembelajaran kolaboratif dalam kelompok.
Dengan kata lain, manajemen kelas memang tidak langsung memberikan
dampak pada pencapaian yang diinginkan. Namun dalam hal ini, manajemen
kelas merupakan sesuatu yang memang seharusnya dipertimbangkan dengan baik
karena dengan demikian guru dapat dengan mudah mengelola, mengatur dan
memberikan materi ajar dengan sangat baik sehingga hasil yang diharapkan dapat
tercapai dengan efektif dan efisien.
Maka melihat kesenjangan yang terjadi dan adanya keluhan dari beberapa
guru, pihak madrasah membuat sebuah strategi dimana sistem penyeleksian tidak
lagi dilakukan berdasarkan perangkingan. Tapi dilakukan berdasarkan
pengelompokan gaya belajar.
Gaya belajar merupakan sebuah pendekatan yang menjelaskan mengenai
bagaimana individu belajar atau cara yang ditempuh oleh masing-masing orang
89

untuk berkonsentrasi pada proses, dan menguasai informasi yang sulit dan baru
melalui persepsi yang berbeda (Ghufron & Risnawita, 2012).
Gaya belajar sangat penting bagi peserta didik, digunakan untuk memilih cara
belajar yang tepat dalam proses pembelajaran. Maka dalam hal ini gaya belajar
siswa dibagi menjadi tiga yaitu: Audio, Visual, dan Kinestetik. Hal ini diterapkan
oleh Madrasah untuk memudahkan peserta didik dalam menerima pembelajaran
dan mengembangkan bakat dan minat masing- masing sehingga tidak ada lagi
kesenjangan antara kelas A dan kelas X.
3. Evaluasi process (proses) pelaksanaan program kelas unggulan dalam
meningkatkan mutu pendidikan di MTs. Muallimin UNIVA Medan.
Hasil temuan terkait evaluasi proses pelaksanaan program kelas unggulan dalam
meningkatkan mutu pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Muallimin UNIVA Medan
yaitu kinerja program dapat dikatakan baik meski belum maksimal. Hubungan
antara pelaksana dengan peserta didik baik. Kepercayaan orangtua siswa sangat
penuh kepada madrasah sehingga menitipkan dan mempercayakan secara penuh
bagaimana perkembangan anaknya kepada madrasah. Namun, ini juga menjadi
kendala bagi Madrasah, bahwa kurangnya kerjasama antara guru dan orangtua
siswa. Maka adapun hal yang harus di revisi untuk kebaikan program kelas
unggulan ini kedepannya adalah tujuan awal dibentuknya program kelas unggulan
itu sendiri di Madrasah Tsanawiyah Muallimin UNIVA Medan.
Hasil temuan ini selaras dengan Rusydi Ananda dan Tien Rafida (2017:47)
bahwa Evaluasi proses digunakan untuk mendeteksi atau memprediksi rancangan
prosedur atau rancangan implementasi selama tahap implementasi, menyediakan
informasi untuk keputusan program dan sebagai rekaman atau arsip prosedur yang
telah terjadi. Evaluasi proses meliputi koleksi data penilaian yang telah ditentukan
dan diterapkan dalam praktik pelaksanaan program. Pada dasarnya evaluasi proses
untuk mengetahui sampai sejauh mana rencana telah diterapkan dan komponen apa
yang perlu diperbaiki.
Teori lain yang mendukung yaitu menurut Arikunto (2009: 47) yang dikutip
oleh Nia Mei Istiyani didalam jurnalnya, mengatakan bahwa evaluasi proses
menunjuk pada kegiatan apa yang dilakukan didalam program. Sedangkan
menurut Djuju Sudjana (2006: 55) evaluasi program menyediakan umpan balik
yang berkenaan dengan efisiensi pelaksanaan program, termasuk didalamnya
90

pengaruh sistem dan keterlaksanaanya. Pada evaluasi proses ini akan


menjelaskan tentang aktivitas peserta didik, aktivitas pendidik dan tenaga
kependidikan, strategi pembelajaran, dan partisipasi orang tua peserta didik
dalam mendukung program yang dilaksanakan (Nia Mei Istiyani, 2019).
Tentu dalam hal ini sangat dibutuhkan sosok Kepala Sekolah selaku pemimpin
yang visioner yang mampu mengelola dan memberdayakan segala sumber daya
yang ada di madrasah agar seluruh komponen saling bekerja sama dan tujuan
yang diharapkan dapat tercapai. Hal ini sepadan dengan yang dikatakan Yeni
(2020) dalam Journal Of Education Research sebagai berikut:
Kepala sekolah tidak hanya berperan sebagai manager akan tetapi kepala sekolah
harus cenderung menjadi seorang leader pembelajaran. Dengan kata lain, kepala
sekolah tidak hanya fokus pada urusan administratif dan sistem, tetapi kepala sekolah
harus pemberdayaan guru untuk meningkatkan proses dan hasil pembelajaran siswa.
Guru harus mencari metode pembelajaran supaya siswa berpartisipasi aktif dalam
proses pembelajaran.
Dari pemapaan diatas dapat dipahami bahwa guru seharusnya juga aktif untuk
meng- upgrade kemampuannya dalam pembelajaran agar mampu mentransfer
pengetahuan kepada peserta didik dengan baik dan menyenangkan. Kepala
sekolah selaku pemimpin madrasah harus mampu memotivasi guru agar guru
dapat selalu meningkatkan kinerjanya. Kepemimpinan kepala sekolah sangat
menunjang akan tercapainya pengelolaan sekolah yang efektif dan efisien. Peran
kepala sekolah sebagai instructional leadership saat ini sangat dibutuhkan dalam
upaya peningkatan mutu pembelajaran siswa sekolah dasar. Kepemimpinan
instruksional kepala sekolah sebagai tolak ukur penting ketercapaian standar
akademik yang diharapkan dapat menghasilkan output pendidikan yang memiliki
kemampuan sebagai pembelajar mandiri yang bertanggung jawab, kreatif dan
inovatif. Pendidikan diupayakan menghasilkan insan yang suka belajar dan
memiliki kemampuan belajar yang tinggi dan mampu menyesuaikan diri dan
merespons tantangan baru dengan baik sesuai dengan apa yang diharapkan.
4. Evaluasi product (produk) pelaksanaan program kelas unggulan dalam
meningkatkan mutu pendidikan di MTs. Muallimin UNIVA Medan.
Hasil temuan tentang evaluasi produk pelaksanaan program kelas unggulan
dalam meingkatkan mutu pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Muallimin
UNIVA Medan yaitu hasil yang dicapai dari program ini sudah baik meskipun
belum maksimal sesuai yang diharapkan. Ouput yang dihasilkan mampu
91

melanjutkan ke sekolah favorit mereka. 80% lulusan Madrasah Tsanawiyah


Muallimin mampu melanjutkan pendidikannya ke sekolah atau madrasah Negeri.
Selain itu lulusan yang dihasilkan memiliki hafalan Qur‟an yang sangat baik dan
mampu membaca kitab kuning dasar. Program kelas unggulan ini tetap memiliki
keunggulan program didalamnya yang membedakan nya dengan kelas reguler.
Program kelas unggulan ini juga berpengaruh dalam peningkatan mutu madrasah
dibuktikan dengan grafik kuantitas siswa yang selalu naik setiap tahunnya. Maka
program kelas unggulan ini layak untuk tetap dilanjutkan dengan syarat
merumuskan kembali apa sebenarnya tujuan program ini dibentuk. Kedepannya
juga akan dilakukan perbaikan terus menerus dan peningkatan terhadap program
ini agar program kelas unggulan ini dapat lebih baik kedepannya.
Hasil temuan ini selaras dengan Rusydi Ananda dan Tien Rafida (2017:48)
bahwa evaluasi produk merupakan penilaian yang dilakukan guna untuk melihat
ketercapaian/ keberhasilan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya. Pada tahap evaluasi inilah seorang evaluator dapat
menentukan atau memberikan rekomendasi kepada evaluan apakah suatu program
dapat dilanjutkan, dikembangkan/ modifikasi, atau bahkan dihentikan.
Teori lain yang mendukung yaitu menurut Tayibnapis (2000:14) evaluasi
produk untuk membantu membuat keputusan selanjutnya, baik mengenai hasil
yang telah dicapai maupun apa yang dilakukan setelah program itu berjalan.
Evaluasi produk/hasil adalah: to allow to project director (or teacher) to make
decision of program. Evaluasi produk diharapkan dapat membantu pimpinan
proyek atau guru untuk membuat keputusan yang berkenaan dengan kelanjutan,
akhir, maupun modifikasi program. Evaluasi produk, merupakan hasil yang
dicapai baik selama maupun pada akhir pengembangan sistem pendidikan yang
bersangkutan, komponen produk meliputi pengetahuan, kemampuan, dan sikap
(siswa dan lulusan).
Temuan ini juga sejalan dengan konsep mutu pendidikan. Melakukan
perbaikan terus menerus untuk meningkatkan kualitas Madrasah. Hal ini sejalan
dengan yang dikatakan Mardan Umar (2017) bahwa:
Peningkatan mutu pendidikan menjadi prioritas utama di semua lembaga pendidikan.
Demikian pula di lembaga pendidikan Islam yang sementara berproses menjadi
lembaga pendidikan yang memiliki kualitas setara dengan lembaga pendidikan lain
bahkan menjadi lembaga pendidikan yang berkualitas tinggi. Untuk mencapai hal
92

tersebut, maka upaya terus dilakukan oleh lembaga pendidikan Islam. Salah satu
upayanya adalah dengan menerapkan berbagai teori dan konsep manajemen mutu
agar kualitas pendidikan dapat terjaga dan diakui sebagai lembaga pendidikan yang
menjalankan proses dengan baik dan menghasilkan output yang baik.
Dari pemaparan diatas, dapat dipahami bahwa untuk meningkatkan mutu
Madrasah harus melakukan upaya- upaya perbaikan dan pembenahan agar
kualitas pendidikan dapat terjaga dan meningkat. Aspek mutu dalam pendidikan
dapat dilihat dari proses belajar, pembelajaran dan hasil pembelajaran (learning
outcomes). Jika indikator mutu diarahkan pada hasil belajar, mutu lulusan dan
prestasi akademik maka lembaga pendidikan Islam harus menampilkan kualitas
dengan bukti-bukti akademik yang dapat diterima dan dipercaya oleh semua pihak
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Mutu dari segi proses mengandung arti efektivitas atau ketepatan dan efisiensi
keseluruhan faktor-faktor atau unsur-unsur yang berperan dalam proses
pendidikan. Tingkat kemampuan lulusan seperti aspek penguasaan ilmu,
keterampilan, dan kecakapan lulusan akan bergantung pada layanan yang
didapatkan selama proses pembelajaran baik layanan proses dari guru yang
berkualitas, layanan saran dan prasarana yang mendukung, serta lingkungan
pendidikan yang mendorong terciptanya iklim pendidikan yang berkualitas.
Susanto menjelaskan bahwa pendidikan dikatakan bermutu bila digunakan alat
ukur yaitu indikator mutu yang dapat dibedakan menjadi lima jenis, yaitu: 1) mutu
masukan; 2) mutu proses; 3) mutu output; 4) mutu SDM; 5) mutu fasilitas. (Pendi
Susanto, 2016:154).
Dalam penerapan perencanaan jangka pendek dan jangka menengah yang
dilakukan madrasah, dibutuhkan strategi yang baik agar rencana jangka panjang
madrasah dapat teralisasi dengan baik. Pendidikan berkualitas bisa terwujud jika
sekolah menerapkan manajemen strategik dengan benar. Hal ini sejalan dengan
yang dikatakan Oki Dermawan (2020) bahwa:
Dalam konteks sekarang, melalui manajemen strategik, pimpinan tertinggi
dalam suatu organisasi, khususnya organisasi pendidikan, mesti dapat
memformulasikan dan menetapkan strategi organisasi yang benar sehingga
organisasi yang tersebut tidak saja dapat mempertahankan eksistensinya,
namun pula kuat dalam melakukan adaptasi dan inovasi yang dibutuhkan
sehingga organisasi semakin dapat meningkat produktivitas dan
efektivitasnya
93

Dari pemaparan diatas dapat dipahami bahwa Kepala Sekolah harus mampu
merumuskan dan menetapkan startegi yang tepat untuk mempertahankan
eksistensinya agar mutu sekolah tetap berkualitas dan semakin baik. Dengan
memperhatikan fenomena persaingan dan perkembangan antar sekolah yang
semakin meningkat tersebut, sekolah dituntut untuk bisa mengimplementasikan
sejumlah strategi unggulan dalam merespon pesaing.
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari penelitian dan pembahasan mengenai Evaluasi Program
Kelas Unggulan dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan (Studi Evaluatif pada
MTs. Muallimin UNIVA Medan) melalui beberapa metode seperti observasi,
metode dokumentasi, dan metode wawancara serta penelitian ini juga model CIPP
yang mencangkup Context, Input, Process, dan Product, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Evaluasi konteks pelaksanaan program kelas unggulan dalam meningkatkan
mutu pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Muallimin yaitu adapun peluang
yang dilihat dalam program ini yaitu banyaknya peserta didik yang memiliki
bakat dan kreatifitas yang harus didukung dan difasilitasi agar berkembang
lebih optimal. Program ini dibuat dimaksudkan dan dibentuk untuk
menciptakan siswa yang unggul dimana nantinya program kelas unggulan ini
akan menjadi icon madrasah dan menunjukkan bahwa Madrasah Tsanawiyah
Muallimin memiliki siswa- siswi Unggul didalamnya. Hal ini menjadi
kekuatan program ini dimana banyak orangtua yang merespon dan
mendukung dengan baik program sekolah sehingga besar kepercayaan
masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di Madrasah Tsanawiyah
Muallimin UNIVA Medan ini. Namun dalam hal ini juga terdapat
kelemahan. Keadaan finansial siswa menjadi masalah yang harus dihadapi
sekolah disebabkan banyaknya anak yang memiliki tingkat intelegensia yang
baik namun tidak memiliki finansial yang cukup untuk itu.
Evaluasi input pelaksanaan program kelas unggulan dalam meningkatkan
mutu pendidikan di Madrasah Muallimin Univa Medan yaitu adapun
pendekatan yang dilakukan adalah dengan melakukan penyaringan terhadap
siswa. Dalam hal ini calon siswa di tes kemudian ditawarkan, bersedia atau
tidak untuk masuk ke kelas unggulan. Ketika sudah masuk, maka dilakukan
tes kembali untuk penempatan kelas. Namun hari ini sistemnya sedikit
bergeser, calon siswa tidak lagi dilakukan tes. Siapa saja boleh masuk ke

94
kelas unggulan, asalkan mampu dan mau. Penempatan kelas juga tidak lagi
di tes berdasarkan IQ, tapi berdasarkan gaya belajar siswa. Strategi yang
dilakukan dalam mencapai tujuan yaitu dengan menempatkan pendidik
profesional pada mata pelajaran tertentu, memuat kurikulum tambahan yang
berbeda dengan kelas reguler, target hafalan Al Qur‟an yang berbeda, dan
sistem pembelajaran yang berbasis IT.
2. Evaluasi proses pelaksanaan program kelas unggulan dalam meningkatkan mutu
pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Muallimin UNIVA Medan yaitu kinerja
program dapat dikatakan baik meski belum maksimal. Hubungan antara
pelaksana dengan peserta didik baik. Kepercayaan orangtua siswa sangat
penuh kepada madrasah sehingga menitipkan dan mempercayakan secara
penuh bagaimana perkembangan anaknya kepada madrasah. Namun, ini juga
menjadi kendala bagi Madrasah, bahwa kurangnya kerjasama antara guru
dan orangtua siswa. Maka adapun hal yang harus di revisi untuk kebaikan
program kelas unggulan ini kedepannya adalah tujuan awal dibentuknya
program kelas unggulan itu sendiri di Madrasah Tsanawiyah Muallimin
UNIVA Medan.
3. Evaluasi produk pelaksanaan program kelas unggulan dalam meingkatkan
mutu pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Muallimin UNIVA Medan adalah
hasil yang dicapai dari program ini sudah baik meskipun belum maksimal
sesuai yang diharapkan. Ouput yang dihasilkan mampu melanjutkan ke
sekolah favorit mereka. 80% lulusan Madrasah Tsanawiyah Muallimin
mampu melanjutkan pendidikannya ke sekolah atau madrasah Negeri.
Selain itu lulusan yang dihasilkan memiliki hafalan Qur‟an yang sangat baik
dan mampu membaca kitab kuning dasar. Program kelas unggulan ini tetap
memiliki keunggulan program didalamnya yang membedakan nya dengan
kelas reguler. Program kelas unggulan ini juga berpengaruh dalam
peningkatan mutu madrasah dibuktikan dengan grafik kuantitas siswa yang
selalu naik setiap tahunnya. Maka program kelas unggulan ini layak untuk
tetap dilanjutkan dengan syarat merumuskan kembali apa sebenarnya tujuan
program ini dibentuk. Kedepannya juga akan dilakukan perbaikan terus

95
menerus dan peningkatan terhadap program ini agar program kelas unggulan
ini dapat lebih baik kedepannya.
B. REKOMENDASI
Banyak hal yang peneliti temukan dan melihat dari kesimpulan, dengan
segala kerendahan hati, peneliti akan memaparkan beberapa saran yang sekiranya
dapat dijadikan bahan pertimbangan. Adapun saran-saran tersebut adalah:
1. Dalam Evaluasi Konteks, madrasah harus mampu menjadi fasilitator
terbaik untuk anak- anak yang memiliki bakat dan kreativitas yang tinggi.
Penempatan kelas unggulan ini, peserta didik lebih baik di tes berdasarkan
kemampuan intelegensi bukan berdasarkan kemampuan finansial orangtua
peserta didik. Misalnya dengan memberlakukan subsidi silang. Jadi
orangtua siswa yang dianggap mampu membayar lebih, ditawarkan untuk
membantu anak yang kurang mampu finansialnya. Sehingga anak- anak
yang memiliki kemampuan istimewa tersebut, tetap terperhatikan bakat
dan kreativitasnya melalui pelaksanaan program kelas unggulan ini. Kelas
unggulan seyogyanya mutlak berdasarkan tes intelegensia yang meliputi
afektif, kognitif, dan psikomotorik.
2. Dalam Evaluasi Input, kebijakan sekolah dalam menempatkan kelas
peserta didik berdasarkan gaya belajar sudah baik. Namun dalam hal ini
guru harus lebih kreatif lagi dalam mengelola kelas karena terdapat banyak
variasi kemampuan peserta didik didalam kelas.
3. Dalam Evaluasi Proses, pelaksanaan program kelas unggulan lebih
disusun kembali bagaimana tujuan dan target yang jelas serta tertulis agar
lebih terarah yang disesuaikan dengan kesepakatan bersama. Dalam hal
ini, madrasah harus membuat regulasi sendiri yang dikeluarkan oleh
madrasah terkait pelaksanaan program kelas unggulan ini. Madrasah perlu
memutuskan rancangan sistem yang mempertegas ciri khas kelas unggulan
dengan kelas reguler.
4. Dalam evaluasi produk, program kelas unggulan ini sudah baik dan layak
untuk tetap dilanjutkan dengan syarat merumuskan kembali apa
sebenarnya tujuan program ini dibentuk. Kedepannya madrasah juga harus
tetap melakukan perbaikan terus menerus dan peningkatan terhadap

96
program ini agar program kelas unggulan ini dapat lebih baik kedepannya
dan mutu madrasah dapat lebih meningkat. Agar mutu lulusan berkualitas,
alangkah lebih baik bahasa arab dan bahasa inggris yang sudah ada,
diaplikasikan dalam keseharian lingkungan sekolah. Selain melatih peserta
didik mahir berbahasa, ini juga akan menjadi ciri khas dari kelas unggulan
tersebut yang belum tentu dimiliki sekolah lain di kota Medan.

97
95
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad. (1981). Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi


Bandung: Angkasa.
Ambiyar dan Muharika,Metodologi Penelitian Evaluasi Program,Bandung:
Alfabeta.
Ananda, Rusydi dan Tien Rafida. (2017). Pengantar Evaluasi Program
Pendidikan. Medan: Perdana Publishing
Arcaro, Jeromes A. (2005). Pendidikan Berbasis Mutu Prinsip-prinsip Perumusan
dan Tata Langkah Penerapan, terj. Yosal Irinatara, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Arikunto, Suharsimi. (1996). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik:cet
ke 10, Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoritis
Praktis bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan Edisi Kedua, Jakarta:
Bumi Aksara.
Bafadal, Ibrahim. (2006). Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Dasar dari
Sentralisasi Menuju Desentralisasi, Jakarta: Bumi Aksara.
B Suryobroto.2004. Manajemen Pendidikan di Sekolah, Jakarta: Rieneke Cipta.
Chelimsky, Elanor. 1989. Program Evaluation: Pattern and Directions, 2nd
Edition. Washington, DC; American Society for Public Administration
Djaali, Puji Mulyono, dan Ramly. 2000. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan.
Jakarta: PPs UNJ.
Danim, Sudarwan & Khairil. (2012). Profesi Kependidikan, Bandung: Alfabeta.
Denim, Sudarwin. (2002). Menjadi Peneliti Kualitatif, Rancangan Metodologi,
Presentasi dan Publikasi Hasil Penelitian Untuk Mahasiswa & Penelitian
Pemula Bidang Ilmu Sosial, Pendidikan dan Humaniora Cet. 1, Bandung:
Pustaka Setia.
Denzin, Norman K. Yvonna S. Lincoln. 2000. Handbook of Qualitative Research
2nd edition. London: Sage Publication, Inc. International Educational
Professional Publisher.
Glover, Derek. (2005). Improving Learning: Professional Practice in Secondary
Schools, Philadelphia: University Press.
Ghufron, M. N., & Risnawita, R. (2012). Gaya Belajar Kajian Teoritik.
Yogyakarta: Pustaka.

Hamalik, Oemar.1990. Evaluasi Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya.


Hardjosoedarmo, Soewarso. (2002). Total Quality Management, Jogjakarta: Andi

97
98

Ofset.
Komariah, Aan dan Cepi Triatna. 2008. Visionary Leadership: Menuju Sekolah
Efektif, Jakarta: Bumi Aksara.
Komariah, Aan dkk. (2010). Manajemen Pendidikan,Bandung:Alfabeta.

Engkoswara., Komariah. (2011). Administrasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Malayu S.P. Hasibuan. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung:


Remaja Rosdakarya.
Moleong, Lexy J. (2011) Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja:
Rosdakarya.
Mulyadi. 2009. Classroom Management Mewujudkan Suasana Kelas Yang
Menyenangkan Bagi Siswa,Malang: Aditya Media.
Mulyasa. (2013). Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolahi, Jakarta:Bumi
Aksara.
Musfah Jejen. (2015). Manajemen Pendidikan: Teori, Kebijakan, dan Praktik
Edisi Pertama, Jakarta: Prenamedia Group.
Mutohar, Prim Masrokan. (2013). Manajemen Mutu Sekolah. Jogjakarta:Ar-Ruzz
Media.
Nurhasan. 2001. Tes dan Pengukuran dalam Pendidikan Jasmani. Jakarta:
Direktorat Jenderal Olahraga.
Rifai, Muhammad. (2011). .Politik Pendidikan Nasional, Yogyakarta: Ruzzmedia
Rivai, Veithzal dan Hj. Sylviana Murni. (2012). Education Management: Analisis
Teori dan Praktik, Jakarta: Rajawali Pers.
Rochaety, Eti dkk. (2010). Sistem Informasi Manajemen Pendidikan
Cet.4,Jakarta:Bumi Aksara.
Rohman, Muhammad. (2012). Kurikulum Berkarakter, Jakarta: prestasi Pustaka
Jakarta.
Sagala, Syaiful. (2003). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Salim, Syahrum. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif: Konsep dan Aplikasi
dalam Ilmu Sosial, Keagamaan dan Pendidikan, Bandung: Citapustaka
Media.
Sallis, Edward. (2006). Total Quality Management In Education, terjemahan
Ahmad Ali Riyadi dan Fahrurrozi, Yogyakarta: IRCISOD.
Sawitri. S. 2007. Evaluasi Program Pelatihan Ketrampilan Membuat Hiasan
Busana dengan Teknik Pemasangan Payet Bagi Pemilik dan Karyawan
Modiste di Kecamatan Gunungpati Semarang. Yogyakarta: PPs UNY.
Silalahi , Aripin.(2006). Program Kelas Unggulan. Jakarta: Sidikalang.
Singarimbun, Masri dkk. (1985) Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES.
Sudiono, Anas. (1996). Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: RajaGrafindo.
99

Sudjana, Djudju. 2008. Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. Bandung:


PT Remaja Rosdakarya
Sugiono. (2010). Statistik untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), Bandung:
Alfabeta
Suhartono dan Ngadirun. (2009). Penyelenggaraan Program Kelas Unggulan di
Sekolah Dasar, Jakarta: Universitas Terbuka.
Sukardi. 2009. Evaluasi Pendidikan, Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta: Bumi
Aksara.
Supardi. (2013). Sekolah Efektif: Konsep Dasar dan Praktiknya, Jakarta:
Rajagrafindo Persada.
Susanto, Pendi.(2016). Produktivitas Sekolah, Teori dan Praktik di Tingkat
Satuan Pendidikan, Bandung: Alfabeta.
Stufflebeam, D.L. H McKee and B McKee. 2003. The CIPP Model for
Evaluation. Paper presented at the 2003 Annual Conference of the Oregon
Program Evaluation Network (OPEN). Portland, Oregon.
Syafaruddin dan Asrul. (2015) Kepemimpinan Pendidikan Kontemporer,
Bandung: CitaPustaka Media.
Tayibnapis, F.Y. (2000). Evaluasi Program. Jakarta: Rineka Cipta.
Tirtonegoro, Sutratinah. (2000). Anak Supernormal dan Program Pendidikannya,
Jakarta: BinaAksara.
Tjiptono, Fandi dan Anastasia Diana. (2003). Total Quality Management ,
Yogyakarta:Andi Offset.
Usman , Husaini. (2011). Manajeman,Jakarta:Bumi Aksara.
Utomo, Amin Mudi.(2012). Pengelolaan Pendidikan Karakter Kelas Unggulan di
SMP Negeri 2 Cepu. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Jurnal:

Amalia Ratna Zaskiah Wati & Syunu Trihantoyo. (2020).Strategi Pengelolaan


Kelas Unggulan dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa: Jurnal
Dinamika Manajemen Pendidikan Volume 5 No. 1, (ISSN: 2540-7880),
DOI: 10.26740/jdmp.v5n1.p46-57.
Agustanico Dwi Muryadi, Model Evaluasi Program dalam Penelitian Evaluasi,
Surakarta: Jurnal Ilmiah PENJAS, ISSN : 2442-3874 Vol.3 No.1, Januari
2017.
Azhari, Ulpha Lizni dkk. (2016). Manajemen Pembiayaan Pendidikan, Fasilitas
Pembelajaran dan Mutu Sekolah, Jurnal Administrasi Pendidikan Vol.XXIII
No.2 ISSN: p.1412-8152 e.2580-1007 Universitas Pendidikan Indonesia.
Azizah, Utiya, and Harun Nasrudin. (2013). “Pemberdayaan Kecakapan Berpikir
100

Siswa SMA Bertaraf Internasional Melalui Pengembangan Perangkat


Pembelajaran Meteri Redox Reaction Berorientasi Group Investigation
Cooperative.‟” Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran.
Blatchford, Peter; Russell, Anthony . (2018). Class Size, Grouping Practices and
Classroom Management, International Journal Of Education Research
Vol.96. https://doi.org/10.1016/j.ijer.2018.09.004
Darminto, Eko, and Lailatul Rokhmatika. 2013. “Hubungan Antara Persepsi
Terhadap Dukungan Sosial Teman Sebaya Dan Konsep Diri Dengan
Penyesuaian Diri Di Sekolah Pada Siswa Kelas Unggulan.” Journal
Mahasiswa Bimbingan Dan Konseling.
Farida Hanun. (2016). Membangun Citra Madrasah melalui Program Kelas
Unggulan di MTsN 2 Bandar Lampung, Jurnal Penelitian Pendidikan
Agama dan keagamaan, Volume 14 No. 3.
John Mayne & Ray C. Rist. (2006). ”Studies are Not Enough: The Necessary
Transformation of Evaluation”. The Canadian Journal of Program
Evaluation. Vol. 21 No. 3.
Meila Hayudiani dkk,Strategi Kepala Sekolah Meningkatkan Mutu Pendidikan
melalui Program Unggulan Sekolah Volume 8 No. 1 2020, ISSN: 2461
0550, DOI: https://doi.org/10.21831/jamp.v8i1.30131.
Muryadi, Agustanico Dwi. (2017). Model Evaluasi Program dalam Penelitian
Evaluasi, Jurnal Ilmiah PENJAS, ISSN : 2442-3874 Vol.3 No.1, Januari.
Rahmi, Ihyaur dkk. (2019). “Historical Dynamics Madrasah Muallimin UNIVA
Medan, Jurnal Edu- Riligia Vol. 3 No. 4 Oktober – Desember.
Richard M. Wolf, The Nature of Educational Evaluation, Columbia University:
Inr. J. Educ. Res. Vol. 11, pp. l-143, 1987.
Subar Junanto, Nur Arini Asmaul Kusna, Evaluasi Program Pembelajaran di
PAUD Inklusi dengan Model Context, Input, Proses, Product (CIPP),
Surakarta: Inklusi: Journal Of Disability Studies, Vol. V, No. 2, Juli
Desember 2018, h. 179-194, DOI: 10.14421/ijds.050202.
Suresmi. (2020). Implikasi Pengelolaan Pembelajaran Bermutu Pada Kelas
Unggulan,Jurnal Tadbir Manajemen Pendidikan vol. 4, no. 2, Nov. ISSN
2580-3581 DOI: http://dx.doi.org/10.29240/jsmp.v4i2.2117.
Supriyono, Agus.(2009). Penyelenggaraan Kelas Unggulan di SMA Negeri 2
Ngawi. Tesis, Universitas Sebelas Mare. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret.
Trisandi, Abd Salam. Strategi Kepala Sekolah dalam Mewujudkan Kelas
Unggulan di SMA Sains Alqur’an Wahid Hasyim Yogyakarta,
Managere:Indonesian Journal Of Education Management, Vol. 2 No. 2
(2020) ISSN: 2721-1053.
Umar, Mardan; Ismail, Feiby. (2017). Peningkatan Mutu Lembaga Pendidikan
Islam (Tinjauan Konsep Mutu Edward Deming dan Joseph Juran), Jurnal
101

Ilmiah Iqra‟ Vol. 11 Online- ISSN= 2541-2108 IAIN Manado,


DOI: http://dx.doi.org/10.30984/jii.v11i2.581
Worthen, B.R. (2001). ”Whither Evaluation? That All Depends”. American
Journal of Evaluation. Vol. 22(3), 409–418.
Zada, Khamami. n.d. “Orientasi Studi Islam Di Indonesia: Mengenal Pendidikan
Kelas Internasional Di Lingkungan PTAI.” INSANIA: Jurnal Pemikiran
Alternatif Kependidikan 11.
102
LAMPIRAN- LAMPIRAN

PEDOMAN WAWANCARA

Judul : Evaluasi Program Kelas Unggulan Dalam Meningkatkan Mutu


Pendidikan (Studi Evaluatif pada MTs. Muallimin UNIVA
Medan)
Informan : Bapak Muhayan, MA ( Kepala Sekolah )
Tempat : Kantor Kepala Sekolah MTs. Muallimin UNIVA Medan

A. Evaluasi Context (Konteks)


1. Apa alasan dalam menetapkan tujuan dan prioritas?
2. Kebutuhan apa yang belum terpenuhi?
3. Peluang apa yang dimanfaatkan dalam menetapkan tujuan?
4. Masalah apa yang dihadapi selama berjalannya program?
5. Apa saja yang ada didalam program kelas unggulan ini?
6. Apa saja kelemahan didalam program kelas unggulan ini?
B. Evaluasi Input (Masukan)
1. Bagaimana pendekatan yang dilakukan madrasah dalam pelaksanaan
program kelas unggulan ini?
2. Bagaimana strategi yang dilakukan madrasah dalam pelaksanaan program
kelas unggulan ini?
3. Bagaimana prosedur kerja yang dilakukan madrasah dalam pelaksanaan
program kelas unggulan ini?
4. Bagaimana pembiayaan yang dilakukan madrasah dalam pelaksanaan
program untuk memenuhi kebutuhan program kelas unggulan ini?
5. Bagaimana jadwal kegiatan yang dilakukan madrasah dalam pelaksanaan
program kelas unggulan ini?
6. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap pelaksanaan program kelas
unggulan ini?
7. Apakah rencana yang disusun pernah dilaksanakan pada waktu yang lalu?
8. Apakah asumsi- asumsi yang digunakan akan dapat dicapai?
9. Dapatkah program dilakukan dengan berhasil?

102
103

C. Evaluasi Process (Proses)


1. Bagaimana kinerja program kelas unggulan di madrasah sejauh ini?
2. Sejauh mana rencana telah diterapkan?
3. Apa yang harus di revisi dalam pelaksanaan program kelas unggulan ini?
4. Bagaimana hubungan antar pelaksana dan peserta didik di kelas unggulan?
5. Apa media komunikasi yang digunakan?
6. Hambatan apa yang di alami selama pelaksanaan program?
D. Evaluasi Product ( Produk)
1. Bagaimana hasil yang dicapai selama pelaksanaan program?
2. Apakah yang diharapkan telah tercapai?
3. Apakah masih ada harapan yang belum tercapai?
4. Apa harapan jangka pendek dan jangka panjang kedepannya dalam
pelaksanaan program ini?
5. Bagaimana dampak pelaksanaan program dalam peningkatan mutu
madrasah?
6. Bagaimana efektifitas program kelas unggulan ini?
7. Bagaimana keberlanjutan program kelas unggulan ini?
8. Apa saja keunggulan program kelas unggulan ini?
104

PEDOMAN WAWANCARA

Judul : Evaluasi Program Kelas Unggulan Dalam Meningkatkan Mutu


Pendidikan (Studi Evaluatif pada MTs. Muallimin UNIVA
Medan)
Informan : Bapak Irwan, S. Pd ( Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum )
Tempat : Ruang Staf MTs. Muallimin UNIVA Medan

A. Evaluasi Context (Konteks)


1. Apa alasan dalam menetapkan tujuan dan prioritas?
2. Kebutuhan apa yang belum terpenuhi?
3. Peluang apa yang dimanfaatkan dalam menetapkan tujuan?
4. Masalah apa yang dihadapi selama berjalannya program?
5. Apa saja yang ada didalam program kelas unggulan ini?
6. Apa saja kelemahan didalam program kelas unggulan ini?
B. Evaluasi Input (Masukan)
1. Bagaimana pendekatan yang dilakukan madrasah dalam pelaksanaan program
kelas unggulan ini?
2. Bagaimana strategi yang dilakukan madrasah dalam pelaksanaan program
kelas unggulan ini?
3. Bagaimana prosedur kerja yang dilakukan madrasah dalam pelaksanaan
program kelas unggulan ini?
4. Bagaimana pembiayaan yang dilakukan madrasah dalam pelaksanaan program
untuk memenuhi kebutuhan program kelas unggulan ini?
5. Bagaimana jadwal kegiatan yang dilakukan madrasah dalam pelaksanaan
program kelas unggulan ini?
6. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap pelaksanaan program kelas
unggulan ini?
7. Apakah rencana yang disusun pernah dilaksanakan pada waktu yang lalu?
8. Apakah asumsi- asumsi yang digunakan akan dapat dicapai?
9. Dapatkah program dilakukan dengan berhasil?
105

C. Evaluasi Process (Proses)


1. Bagaimana kinerja program kelas unggulan di madrasah sejauh ini?
2. Sejauh mana rencana telah diterapkan?
3. Apa yang harus di revisi dalam pelaksanaan program kelas unggulan ini?
4. Bagaimana hubungan antar pelaksana dan peserta didik di kelas unggulan?
5. Apa media komunikasi yang digunakan?
6. Hambatan apa yang di alami selama pelaksanaan program?
D. Evaluasi Product ( Produk)
1. Bagaimana hasil yang dicapai selama pelaksanaan program?
2. Apakah yang diharapkan telah tercapai?
3. Apakah masih ada harapan yang belum tercapai?
4. Apa harapan jangka pendek dan jangka panjang kedepannya dalam
pelaksanaan program ini?
5. Bagaimana dampak pelaksanaan program dalam peningkatan mutu madrasah?
6. Bagaimana efektifitas program kelas unggulan ini?
7. Bagaimana keberlanjutan program kelas unggulan ini?
8. Apa saja keunggulan program kelas unggulan ini?
106

PEDOMAN WAWANCARA

Judul : Evaluasi Program Kelas Unggulan Dalam Meningkatkan Mutu


Pendidikan (Studi Evaluatif pada MTs. Muallimin UNIVA
Medan)
Informan : Bapak Irham Azmi, S. Pd ( Wakil Kepala Sekolah Bidang
Kesiswaan )
Tempat : Ruang Staf MTs. Muallimin UNIVA Medan

A. Evaluasi Context (Konteks)


1. Apa alasan dalam menetapkan tujuan dan prioritas?
2. Kebutuhan apa yang belum terpenuhi?
3. Peluang apa yang dimanfaatkan dalam menetapkan tujuan?
4. Masalah apa yang dihadapi selama berjalannya program?
5. Apa saja yang ada didalam program kelas unggulan ini?
6. Apa saja kelemahan didalam program kelas unggulan ini?
B. Evaluasi Input (Masukan)
1. Bagaimana pendekatan yang dilakukan madrasah dalam pelaksanaan program
kelas unggulan ini?
2. Bagaimana strategi yang dilakukan madrasah dalam pelaksanaan program
kelas unggulan ini?
3. Bagaimana prosedur kerja yang dilakukan madrasah dalam pelaksanaan
program kelas unggulan ini?
4. Bagaimana pembiayaan yang dilakukan madrasah dalam pelaksanaan program
untuk memenuhi kebutuhan program kelas unggulan ini?
5. Bagaimana jadwal kegiatan yang dilakukan madrasah dalam pelaksanaan
program kelas unggulan ini?
6. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap pelaksanaan program kelas
unggulan ini?
7. Apakah rencana yang disusun pernah dilaksanakan pada waktu yang lalu?
8. Apakah asumsi- asumsi yang digunakan akan dapat dicapai?
9. Dapatkah program dilakukan dengan berhasil?
107

C. Evaluasi Process (Proses)


1. Bagaimana kinerja program kelas unggulan di madrasah sejauh ini?
2. Sejauh mana rencana telah diterapkan?
3. Apa yang harus di revisi dalam pelaksanaan program kelas unggulan ini?
4. Bagaimana hubungan antar pelaksana dan peserta didik di kelas unggulan?
5. Apa media komunikasi yang digunakan?
6. Hambatan apa yang di alami selama pelaksanaan program?
D. Evaluasi Product ( Produk)
1. Bagaimana hasil yang dicapai selama pelaksanaan program?
2. Apakah yang diharapkan telah tercapai?
3. Apakah masih ada harapan yang belum tercapai?
4. Apa harapan jangka pendek dan jangka panjang kedepannya dalam
pelaksanaan program ini?
5. Bagaimana dampak pelaksanaan program dalam peningkatan mutu
madrasah?
6. Bagaimana efektifitas program kelas unggulan ini?
7. Bagaimana keberlanjutan program kelas unggulan ini?
8. Apa saja keunggulan program kelas unggulan ini?
108

PEDOMAN WAWANCARA

Judul : Evaluasi Program Kelas Unggulan Dalam Meningkatkan Mutu


Pendidikan (Studi Evaluatif pada MTs. Muallimin UNIVA
Medan)
Informan : Ibu Dewi Puspita sari, S. Pd ( Guru )
Tempat : Ruang Guru MTs. Muallimin UNIVA Medan

A. Evaluas Context (Konteks)


1. Apa alasan dalam menetapkan tujuan dan prioritas?
2. Kebutuhan apa yang belum terpenuhi?
3. Peluang apa yang dimanfaatkan dalam menetapkan tujuan?
4. Masalah apa yang dihadapi selama berjalannya program?
5. Apa saja yang ada didalam program kelas unggulan ini?
6. Apa saja kelemahan didalam program kelas unggulan ini?
B. Evaluasi Input (Masukan)
1. Bagaimana pendekatan yang dilakukan madrasah dalam pelaksanaan
program kelas unggulan ini?
2. Bagaimana strategi yang dilakukan madrasah dalam pelaksanaan program
kelas unggulan ini?
3. Bagaimana prosedur kerja yang dilakukan madrasah dalam pelaksanaan
program kelas unggulan ini?
4. Bagaimana pembiayaan yang dilakukan madrasah dalam pelaksanaan
program untuk memenuhi kebutuhan program kelas unggulan ini?
5. Bagaimana jadwal kegiatan yang dilakukan madrasah dalam pelaksanaan
program kelas unggulan ini?
6. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap pelaksanaan program kelas
unggulan ini?
7. Apakah rencana yang disusun pernah dilaksanakan pada waktu yang lalu?
8. Apakah asumsi- asumsi yang digunakan akan dapat dicapai?
9. Dapatkah program dilakukan dengan berhasil?
109

C. Evaluasi Process (Proses)


1. Bagaimana kinerja program kelas unggulan di madrasah sejauh ini?
2. Sejauh mana rencana telah diterapkan?
3. Apa yang harus di revisi dalam pelaksanaan program kelas unggulan ini?
4. Bagaimana hubungan antar pelaksana dan peserta didik di kelas unggulan?
5. Apa media komunikasi yang digunakan?
6. Hambatan apa yang di alami selama pelaksanaan program?
D. Evaluasi Product ( Produk)
1. Bagaimana hasil yang dicapai selama pelaksanaan program?
2. Apakah yang diharapkan telah tercapai?
3. Apakah masih ada harapan yang belum tercapai?
4. Apa harapan jangka pendek dan jangka panjang kedepannya dalam
pelaksanaan program ini?
5. Bagaimana dampak pelaksanaan program dalam peningkatan mutu
madrasah?
6. Bagaimana efektifitas program kelas unggulan ini?
7. Bagaimana keberlanjutan program kelas unggulan ini?
8. Apa saja keunggulan program kelas unggulan ini?
110

PEDOMAN OBSERVASI

Judul : Evaluasi Program Kelas Unggulan Dalam Meningkatkan Mutu


Pendidikan (Studi Evaluatif pada MTs. Muallimin UNIVA
Medan)
Tempat : Ruang Guru MTs. Muallimin UNIVA Medan
No. Rumusan Masalah Subyek
1 Bagaimana evaluasi context (konteks) program Kepala Sekolah, Wakil
kelas unggulan dalam meningkatkan mutu Kepala Madrasah Bidang
pendidikan di MTs. Muallimin UNIVA Kurikulum, Wakil Kepala
Medan? Madrasah Bidang
Kesiswaan, Guru Kelas
Unggulan.
2 Bagaimana evaluasi input (masukan) program Kepala Sekolah, Wakil
kelas unggulan dalam meningkatkan mutu Kepala Madrasah Bidang
pendidikan di MTs. Muallimin UNIVA Kurikulum, Wakil Kepala
Medan? Madrasah Bidang
Kesiswaan, Guru Kelas
Unggulan.
3 Bagaimana evaluasi process (proses) program Kepala Sekolah, Wakil
kelas unggulan dalam meningkatkan mutu Kepala Madrasah Bidang
pendidikan di MTs. Muallimin UNIVA Kurikulum, Wakil Kepala
Medan? Madrasah Bidang
Kesiswaan, Guru Kelas
Unggulan.
4 Bagaimana evaluasi product (produk) Kepala Sekolah, Wakil
program kelas unggulan dalam meningkatkan Kepala Madrasah Bidang
mutu pendidikan di MTs. Muallimin UNIVA Kurikulum, Wakil Kepala
Medan? Madrasah Bidang
Kesiswaan, Guru Kelas
Unggulan.
111

DOKUMENTASI

Kepala Sekolah MTs. Muallimin UNIVA Medan, Al Ustad Muhayan, MA


112

Wakil Kepala Madrasah 1 (Bidang Kurikulum), Bapak Irwan, S.Pd.I

Gedung MTs. Muallimin UNIVA Medan (Kelas Reguler)


113

Gedung MTs. Muallimin UNIVA Medan (Kelas Unggulan)

Kantor MTs. Muallimin UNIVA Medan


114

Ruang Staff MTs. Muallimin UNIVA Medan


115

Ruang Guru MTs. Muallimin UNIVA Medan

Studio MTs. Muallimin UNIVA Medan


116

Tes Seleksi Kelas Unggulan


117
118
119

Kegiatan Peserta Didik


120
121
122

Tes Penempatan Kelas


123

You might also like