Tugas Kolokium. Prof. Aulanni'am

Download as xlsx, pdf, or txt
Download as xlsx, pdf, or txt
You are on page 1of 23

Mata Kuliah : Kolokium

Nama : Bongbongan Kusmedy


NIM : 227080100111004
Dosen : Prof. Dr. Aulanni'am, DVM., DES.

THEORYTICAL MAPPING
No
Nama Penulis/Judul Artikel/Jurnal
1 de Lestang, . at all,2003 / Reproductive biology of
the blue swimmer crab (Portunus pelagicus,
Decapoda: Portunidae) in five bodies of water on
the west coast of Australia / Centre for Fish and
Fisheries Research Division of Science and
Engineering Murdoch University
South Street
Murdoch, Western Australia 6150

2 I C Potter & S de Lestang, 2000 / Biology of the


blue swimmer crab Portunus pelagicus in
Leschenault Estuary and Koombana Bay, south-
western Australia / Journal of the Royal Society of
Western Australia, 83: 443-458
3 Prince, J., et all, 2020 / Length based assessment
of spawning potential ratio in data-poor fisheries
for blue swimming crab (Portunus spp.) in Sri
Lanka and Indonesia: Implications for sustainable
management / 2352-4855/© 2020 Elsevier B.V.

4 Romano N., Zeng C., 2006 / The effects of salinity


on the survival,
growth and haemolymph osmolality
of early juvenile blue swimmer crabs / see front
matter © 2006 Elsevier.
5 Hamid A., et all, 2016 / Reproductive biology of
blue swimming crab (Portunus pelagicus
Linnaeus, 1758) in Lasongko Bay, Southeast
Sulawesi-Indonesia / AACL Bioflux, 2016, Volume
9, Issue 5

6
Hamid A., Wardiatno Y., 2021 / Population
dynamics of the blue swimming crab (Portunus
pelagicus Linnaeus, 1758) in Lasongko Bay,
Central Buton, Indonesia / AACL Bioflux, 2015,
Volume 8, Issue 5
7
Ernawati T., at all,., 2017 / Reproductive ecology,
spawning potential, and breeding season of blue
swimming crab (Portunidae: Portunus pelagicus)
in Java Sea, Indonesia / Biodiversitas Volume 18,
Number 4.

8
Daris, L., at all,., 2022 / The impact of fishermen’s
conflict on the sustainability of crab (Portunus
pelagicus) resources in the coastal areas of Maros
District, South Sulawesi, Indonesia / Biodiversitas
Volume 23, Number 10.
9
Ehsan K., at all,., 2010 / Stock Assessment and
Reproductive Biology of the Blue Swimming Crab,
Portunus pelagicus in Bandar Abbas Coastal
Waters, Northern Persian Gulf / Journal of the
Persian Gulf (Marine Science)/Vol.1/No.2

10
N D Yanti., at all,., 2021 / Management status of
blue swimming crab (Portunus pelagicus
Linnaeus, 1758) based on EAFM in the coastal of
Pangkep Regency, South Sulawesi / IOP
Conference Series: Earth and Environmental
Science.
Judul yang akan diambil berkaitan "Pengelolaan Perikanan Rajungan secara Berkelanjutan di Teluk Banten"
Abstract/Summary

Portunus pelagicus berasal dari dua teluk laut dan dua muara
pesisir Barat Australia. Reproduksi biologi dari P. pelagicus
jantan menunjukkan morfometrik (alometrik) sekitar CW 50 -
an, dan metode kesimpulan yang pertama adalah manajemen
pengelolaan. Perkiraan jumlah telur bersifat musiman dan
dengan jumlah perbandingan 78.000 kepiting kecil (CW=80
mm) dan 1.000.000 kepiting besar (CW=180 mm).

Portunus pelagicus diambil sampelnya setiap bulan di Muara


Leschenault dan laut embayment (Teluk Koombana) data
menunjukkan kerapatan dan frekuensi ukuran konsisten
dengan data sebelumnya, dimana periode pemijahan, dan
migrasi, dan pola pertumbuhan serupa setiap tahun di Muara
Leschenault. tren menunjukkan angka dan prevalensi dari
ovigerous kepiting betina, sama dengan data sebelumnya serta
distribusi kepiting zoea, memberikan bukti kuat bahwa P.
pelagicus biasanya melepaskan zoea diduga di Teluk
Koombana, bukan di Muara Leschenault, dan terjadi pada
pertengahan musim semi ke musim panas. Memasuki muara di
bulan berikut, tidak naik secara nyata sampai pertengahan
hingga akhir musim semi berikutnya, ketika salinitas dan suhu
air di muara cukup meningkat. Saat ini, lebar karapas (CW)
mayoritas berada 40 sd 100 mm. Bulan Januari CW betina
97mm dan jantan 84mm. Data menunjukkan bahwa P.
pelagicus pertama kali memijah saat berumur kurang lebih satu
tahun. Meskipun kelimpahan kepiting di Muara Leschenault
naik selama musim semi dan musim panas, khususnya
kepiting yang lebih tua kemudian turun drastis pada musim
dingin berikutnya dan awal musim semi, saat kepiting berumur
sekitar 18-20 bulan dan salinitas serta suhu air mengalami
penurunan. Betina cenderung meninggalkan muara sebelum
jantan, sehingga kecenderungan yang lebih besar ditangkap
adalah kepiting jantan daripada kepiting betina. CPUE
komersial perikanan untuk P. pelagicus di Muara Leschenault
terbesar pada bulan Januari dan Februari. Hal ini sebagian
mencerminkan fakta bahwa, selama bulan-bulan ini, kepiting
sangat melimpah dan mulai mencapai ukuran minimum yang
sah untuk ditangkap (CW = 127 mm). Di itu Leschenault
Muara, P. pelagicus memberi makan terutama pada
Penilaian rasio potensi pemijahan berbasis panjang (LBSPR)
dengan indikator stok dalam keberlanjutan dengan
pengelolaan selektivitas ukuran, salah satu dari beberapa
kontrol manajemen perikanan berskala kecil. Di Indonesia
rajungan pertama tertangkap ukuran bertumbuh menggunakan
pukat dan bubu tanpa celah untuk melarikan diri, menyebabkan
SPR tidak berkelanjutan, sama halnya di Sri Lanka. untuk itu
diharapkan pengukuran LBSPR dapat digunakan untuk secara
adaptif dalam mengelola selektivitas ukuran menangkap dan
dikembangkan Indonesia.

Dilakukan dua percobaan menentukan pengaruh dari salinitas


dan hemolimf osmolalitas pada rajungan remaja. Salinitas diuji
percobaan pertama:10, 15, 25 dan 40 ppt, kedua :5, 20, 30,
35 dan 45 ppt. Dibuat rangkap tiga, dengan masing-masing
ulangan terdiri dari 10 remaja tahap 4. Setiap percobaan
selama 45 hari. “ sindrom kematian molt ” dicatat setiap hari,
sedangkan periode intermolt, panjang karapas, lebar dan berat
diukur setiap ganti kulit. Pada akhir percobaan diukur
osmolalitas hemolimf dan bobot. .
Hasilnya salinitas mempengaruhi kelangsungan hidup dan
pertumbuhan juvenil P. pelagicus awal. Kematian secara
signifikan lebih tinggi ( p <0,01) untuk juvenil yang
dibudidayakan pada salinitas ≤ 15 ppt dan pada 45 ppt. Pada
salinitas 5 ppt mortalitas terjadi pada hari ke-20. mayoritas
kematian disebabkan oleh “ sindrom kematian molting ” .
Dalam percobaan 1, pengaruh salinitas pada pertumbuhan
terlihat pada 10 ppt sebagai itu intermolt. Secara signifikan
lebih lama ( p < 0,01) dan rata-rata pertambahan ukuran
karapas secara signifikan lebih kecil ( p < 0,01) saat pergantian
kulit pertama dibandingkan perlakuan lainnya. Spesifik tingkat
pertumbuhan (karapas panjang, lebar dan berat basah) secara
signifikan lebih rendah ( p <0,05) pada salinitas tinggi ( ≥ 40
ppt) lebih lama periode intermolt dan secara signifikan lebih
rendah ( hal < 0,05) ukuran tempurung bobot basah meningkat.
hemolimf osmolalitas menunjukkan linier positif dengan titik
isosmotik 1106 mOsm/kg, sama dengan salinitas 38 ppt..
Berdasarkan grafik osmolalitas, metabolisme tinggi untuk
osmoregulasi karena peningkatan tekanan hiper- dan hipo-
osmotik. menyebabkan secara spesifik kelangsungan hidup
lebih rendah dan tingkat pertumbuhan. Hasil percobaan
salinitas 20 – 35 ppt cocok untuk pada awal remaja rajungan.
Rasio jenis kelamin spasial dan temporal, perkembangan
gonad, gonado somatic index (GSI) dan kematangan seksual
ukuran pertama jantan dan betina, serta musim pemijahan di
Teluk Lasongko, Sulawesi Tenggara. Menggunakan 5 gillnet di
lima tempat. Perkembangan gonad melihat warna dan
morfologi. Sex ratio dianalisis dengan uji χ2 , dan
perkembangan gonad perbandingan kepiting jantan dan betina.
Indeks somatik gonado (GSI) antar stasiun dianalisis dengan
one way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Tukey. Rasio
kelamin kepiting secara spasial dan temporal umumnya tidak
berbeda secara signifikan 1:1. Perkembangan gonad kepiting
jantan dan betina bervariasi secara spasial dan temporal. GSI
pada setiap tahap perkembangan gonad kepiting jantan dan
betina pada umumnya tidak berbeda nyata. GSI rajungan
jantan lebih kecil dibandingkan rajungan betina. Ukuran
pertama kematangan seksual rajungan jantan CW 109,8 mm
dan betina 115,7 mm, masing-masing. Kepiting bertelur di
Teluk Lasongko sepanjang tahun, dan tiga puncak musim
pemijahan

Ukuran dan dinamika populasi rajungan ( Portunus pelagicus


Linnaeus 1758) di Teluk Lasongko, Buton Tengah - Indonesia dari
April 2013 hingga Maret 2014. Kami menilai struktur ukuran,
parameter pertumbuhan, rekrutmen, mortalitas, dan tingkat
eksploitasi terhadap perikanan lokal. Kami mengumpulkan kepiting
setiap bulan dengan jaring insang dengan ukuran mata jaring 1,5, 2,5
dan 3,5 inci. Itu struktur ukuran kepiting jantan dan betina terdiri
dari satu sampai dua kelompok yang sebagian besar sudah dewasa.
Itu pertumbuhan parameter dari pria dan betina kepiting dulu CW ∞
= 152.04 mm dan K = 0,93 tahun -1 , dan CW∞
= 173.04 mm dan K = 0,68 tahun -1 , masing-masing. Total, alami,
dan mortalitas penangkapan dari laki-laki dulu 2,80,
1,09 dan 1,71, dan 2,95, 0,86, dan 2:09 untuk wanita, masing-masing.
Tingkat eksploitasi jantan 0,61dan betina 0,71, masing-masing, yang
menunjukkan penangkapan ikan yang berlebihan. Dari 1.229
perbandingan Jantan 594, karapas 89 - 124.48 mm dan Betina 635,
karapas 89.80 - 139.80 mm
Potensi bertelur dan pembiakan rajungan di Laut Jawa, Indonesia.
Hubungan lebar karapas dengan bobot, pertumbuhan, mortalitas
alami, ukuran saat dewasa pertama ditangkap, Rasio Potensi
Pemijahan (SPR), dan musim memijah di enam tempat pendaratan
penting di sekitar Laut Jawa (Jakarta, Cirebon, Demak, Rembang,
Sumenep, dan Sampit dari Januari 2014 hingga Januari 2015. Total
14.408 . Jantan lebih berat daripada betina, dan rata-rata terkecil
dari Jakarta dibandingkan dengan lokasi lain. Kepiting bisa tumbuh
hingga 100 mm dalam 10 bulan dengan usia maksimal kurang dari
tiga tahun. Laju pertumbuhan (K>1) menunjukkan pertumbuhan
cepat dengan umur pendek. Lebar karapas terendah pada
penangkapan pertama (L c ) untuk BSC diperoleh menggunakan
gillnet bottom di Jakarta, Cirebon. Rata-rata lebar karapas saat
dewasa pertama (L m ) di Laut Jawa 10.6 cm, dengan itu terendah L
m dari Perempuan kepiting makhluk mendarat di Cirebon dan itu
paling tinggi di Sampit. Perbandingan (SPR) berkisar dari 11% hingga
24%, dan, menunjukkan bahwa operasi tersebut memungkinkan
hampir semua kepiting menjadi dewasa dan bertelur sebelum
memasuki wilayah tersebut perikanan kecuali di Demak. Perangkap
yang dapat dilipat adalah alat tangkap yang paling selektif, dengan
tangkapan rata-rata 112 mm di semua lokasi pendaratan, dan paling
sedikit selektif dalam pukat. Oleh karena itu pertimbangan perlu
diberikan pada berbagai jenis alat tangkap yang digunakan untuk
menangkap kepiting agar meninggalkan kepiting yang lebih kecil itu
air lebih lama ke tumbuh ke kematangan. Mempertimbangkan -nya
cepat pertumbuhan dan puncak musim (Februari-April dan Agustus-
Oktober), sebuah periode singkat direkomendasikan di beberapa
lokasi yang telah dieksploitasi secara berlebihan untuk membangun
kembali induk untuk mendukung keberlanjutan jangka panjang ini
jenis.

Konflik nelayan rajungan di pesisir daerah Maros, Sulawesi


Selatan. Indonesia. Penangkapan ikan tidak ramah lingkungan
penyebab kerusakan terumbu karang dan lamun, yang
merupakan habitat rajungan, seperti pukat mini. Konflik
horisontal antara nelayan tradisional (985) sampai sekarang.
Penelitian ini telah dilakukan Februari hingga Juli 2022 dalam
daerah pesisir dari Maros, Sulawesi Selatan. Data yang
diperoleh dari observasi, wawancara, dan PRA, serta analisis
spasial dan Sistem Informasi Geografis (SIG) menggambarkan
peta dari nelayan konflik. Hasil : konflik area, teknologi, dan
menggunakan jaring, bubu, pukat mini. Dampaknya adalah
penurunan tangkapan dari 2015 sampai 2021, melampaui
batas (MSY) sebanyak 690 penangkapan/tahun denganjumlah
1232.3 ton/tahun
Kajian stok dan biologi reproduksi rajungan Portunus pelagicus
di perairan pesisir Bandar Abbas dari Agustus 2006 sampai
Juli 2007. Jumlah jantan 424 dan betina 348 diuji laboratorium
mengukur panjang, bobot dan biometri reproduksi.
Menunjukkan t lebar karapas asimtotik (CW∞) adalah 172,5
mm, kelengkungan, K (tahun -1 ) 0,98, koefisien total kematian,
Z (tahun -1 ) 2.13, koefisien alami kematian, M (tahun -1 ) 1.05
dan koefisien kematian penangkapan, P(tahun -1 ) 1.08
kemudian kecepatan eksploitasi, e (tahun -1 ) 0,51. Hasil
menunjukkan perbandingan kelamin 1:1.2 dengan 46,1%
betina sepanjang tahun. Dibagi dalam empat tahap
perkembangan ovarium setahun. Nilai rata-rata perbulan
Gonad Somatic Index (GSI) berkisar antara 2,05 hingga 2,97%.
Nilai tertinggi dari GSI tercatat di Desember. Lebar karapas
dari oviger bervariasi dari 32 sampai 173 mm. Rajungan
bertelur semua sepanjang tahun dengan puncak pemijahan
pada bulan Desember. Fekunditas dari ovigerous kepiting
berkisar antara 277.421 sampai 1.114.348 telur, dengan rata-
rata fekunditas 662.978 telur. Karapas minimum lebar (CW)
dari seksual dewasa betina 32-151 mm

Ekspor utama komoditas rajungan dari Kabupaten Pangkep .


tapi saat in diperkirakan tidak berkelanjutan. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk merumuskan pengelolaan sumber
daya BSC ( Portunus pelagicus ) dengan Ekosistem Mendekati
ke Perikanan Pengelolaan (EAFM) di pesisir Pangkep. Domain
pengelolaan BSC berada pada kategori sedang (resource,
domain habitat, ekonomi, dan kelembagaan); domain teknik
memancing kategori kategori baik, sosial kategori kurang
(miskin). Secara umum, status dari BSC pengelolaan
perikanan tergolong sedang (nilai = 194,25), sehingga masih
bisa ditingkatkan. Untuk memperbaiki pengelolaan perikanan
BSC secara bertahap, teknik keputusan dibuat untuk
meningkatkan indikator. Rekomendasi dalam memperbaiki
BSC di Pangkep penguatan itu pengawasan, peningkatan
tutupan lamun, peningkatan koordinasi antar lembaga, dan
partisipasi pemangku kepentingan dalam upaya
pengelolaannya BSC.
rikanan Rajungan secara Berkelanjutan di Teluk Banten"
Metode dan Hasil
1) 100 sampel jaring pukat 21,5 m mesh kantong
3 mm, pukat tarik mesh kantong 25 mm dan
Bubu 12 atau 76 mm
2) 40 (5%) betina ovigerous tahap awal (kuning
> 5 hari) CW = 10mm. 3) Mengeram 18 hari suhu
20°C (Meagher, 1971). 4) Matang gonad CW 61
mm pada Muara Peel-Harvey dan Shark Bay,
dan 84 mm di Muara Leschenault.

1. Metode di Leschenault : Bubu 12mm


(Februari),dan trawl (April). Teluk Koombana
Bubu (Desember), dan trawl (September) pada
tahun 1997-1998
2. PCW = [l + e (a + bCW) ] -1, L = a + bCW.
Panjang; (1) kecil (CW < 60 mm), (2) remaja (60-
120 mm) (3) dewasa besar (CW > 120 mm).
1) Sri Lanka membuat aturan (no. 2/1996)
melarang penggunaan bubu ukuran mata jaring
minimum 114 mm, dan hasil Penangkapan
menggunakan bubu : CW 93-108 mm dan jaring :
116 - 142 mm. sehingga mini plant dilarang
membeli <100 g. Perikanan indonesia
menggunakan bubu diperbolehkan ukuran mata
minimal 3.5 inch 2)
Panjang bobot rajungan perkiraan L 50 = 101
mm dan L 95 = 103 mm (n = 55.179), dan Sri
Lanka L 50 = 104 mm dan L 95 = 124 mm. (n =
15.012). 3)
Minimum batas ukuran (MSL) 120 mm yang
(20%) memberikan keberlanjutan pada perikanan
( Prince and Hordik , 2018 ).

1. Percobaan salinitas ke I ::10, 15, 25, 40 ppt,


2. Percobaan salinitas ke II ::5, 20, 30, 35 dan
45 ppt. Dibuat tiga kali, dengan masing-masing
ulangan 10 remaja tahap 4.Selama 45 hari. “
sindrom kematian molt ”
Hasilnya salinitas mempengaruhi kelangsungan
hidup dan pertumbuhan juvenil. Kematian secara
signifikan lebih tinggi ( p <0,01) untuk juvenil
yang dibudidayakan pada salinitas ≤ 15 ppt dan
pada 45 ppt. Salinitas 5 ppt mortalitas terjadi
pada hari ke-20. mayoritas kematian disebabkan
oleh “ sindrom kematian molting ” . Pengaruh
salinitas pada pertumbuhan terlihat pada 10 ppt.
Secara signifikan ( p < 0,01) dan pertambahan
ukuran karapas secara signifikan lebih kecil ( p <
0,01) saat pergantian kulit pertama dibandingkan
perlakuan lainnya. Spesifik tingkat pertumbuhan
(karapas panjang, lebar dan berat basah) secara
signifikan lebih rendah ( p <0,05) pada salinitas
tinggi ( ≥ 40 ppt) lebih lama periode intermolt dan
secara signifikan lebih rendah (< 0,05) ukuran
cangkang bertambah.
hemolimf osmolalitas menunjukkan linier positif
dengan titik isosmotik 1106 mOsm/kg, sama
dengan salinitas 38 ppt.. Berdasarkan grafik
osmolalitas, metabolisme tinggi untuk
osmoregulasi karena peningkatan tekanan hiper-
dan hipo-osmotik. menyebabkan secara spesifik
kelangsungan hidup lebih rendah dan tingkat
pertumbuhan. Hasil percobaan salinitas 20 – 35
ppt cocok untuk pada awal remaja.
1. Penggunaan 5 API (gillnet) pada daerah
berbeda menunjukkan hasil sama dalam
menentukan : Rasio kelamin rajungan secara
spasial dan temporal umumnya tidak berbeda
secara signifikan 1:1. Ukuran pertama
kematangan seksual rajungan jantan CW 109,8
mm dan betina 115,7 mm, masing-masing.
Kepiting bertelur di Teluk Lasongko sepanjang
tahun, dan tiga puncak musim pemijahan.
Jumlah kepiting jantan 606 dan betina 570

Ukuran dan dinamika populasi rajungan melalui


parameter pertumbuhan, rekrutmen, mortalitas, dan
tingkat eksploitasi perikanan lokal. Menggunakan
gillnet ukuran mata jaring 1,5, 2,5 dan 3,5 inci.
Pertumbuhan kepiting jantan dan betin CW ∞ =
152.04 mm dan K = 0,93 tahun -1 , dan CW∞ = 173.04
mm dan K = 0,68 tahun -1 , mortalitas alami, dan
penangkapan rajungan jantan 2,80, 1,09, 1,71 dan
betina 2,95, 0,86, 2:09. Tingkat eksploitasi Jantan 0,61
dan betina 0,71, menunjukkan over eksploitasi. Dari
1.229 perbandingan Jantan 594, karapas 89 - 124.48
mm dan Betina 635, karapas 89.80 - 139.80 mm
Pengukuran lebar karapas (mm), berat individu (g)
dan jenis kelamin. Itu tahap kematangan gonad
diidentifikasi berdasarkan Sumpton et al. (1994) di
enam tempat pendaratan penting di sekitar Laut Jawa
(Jakarta, Cirebon, Demak, Rembang, Sumenep, dan
Sampit. Lebar karapas terendah pada penangkapan
pertama (L c ) menggunakan gillnet bottom di
Jakarta,. Rata-rata lebar karapas saat dewasa pertama
(L m ) di Laut Jawa 10.6 cm, dengan itu terendah L m
dari betina di Cirebon dan tertinggi di Sampit.
Perbandingan (SPR) berkisar dari 11% hingga 24%,
menyatakan hampir semua kepiting dewasa dan
bertelur tertangkap kecuali di Demak. Bubu lipat
adalah alat tangkap yang paling selektif, dengan
tangkapan rata-rata 112 mm di semua lokasi
pendaratan, dan tidak selektif yaitu pukat.
Mempertimbangkan pertumbuhan dan puncak
musim (Februari-April dan Agustus-Oktober),
Rekomendasikan beberapa lokasi yang dieksploitasi
secara berlebihan untuk mengembangkan induk
dalam mendukung keberlanjutan.

Konflik diakibatkan penangkapan menggunakan


pukat yang merusak ekosistem dan Alat
Penangkapan ikan lain. Hasil pengaturan 0-3 mill
jalur tradisional, dan Pukat mini beroperasi > 3
mill. CPUE (Catch per Unit Effort) satuan upaya
alat penangkapan penyebab konflik setiap tahun
berbeda-beda dari tahun 2012 - 2021
(batas/zona, dan teknologi). MSY (Maximum
Sustanable Yield) Maksimal hasil penangkapan
yang diperbolehkan supaya lestari. Dampaknya
adalah penurunan tangkapan dari 2015 sampai
2021, melampaui batas (MSY) sebanyak 690
penangkapan/tahun dengan jumlah 1232.3
ton/tahun
Mengukur pertumbuhan K dan CWx
menggunakan Plot Gulland-Holt (Beverton dan
Suaka, 1957) dimana K = 0.98 dan CWx =
172,5mm. Hasil : Jantan K=1,2/tahun,
CWx=168mm, dan Betina = K=1.1/tahun,
CW∞=177,9 mm. Perkembangan gonad (GSI)
tertinggi bulan September (51,2%) dan Agustus
(40%). 772 ekor
sampel yang tertangkap alat pukat udang
memiliki karapas 23-173 mm.

Metode purposive sampling berdasarkan survei


berbasis nelayan, domain habitat dan ekosistem,
teknik penangkapan ikan, sosial, ekonomi, dan
kelembagaan dengan kuesioner dan wawancara.
Hasil : Ekosistem = 1.88 kategori sedang, tetapi
sangat rusak dalam status Lamun. Penangkapan
2.33 kategori Baik, tetapi kegiatan destruktif
kategori sedang, sedangkan CPUE & Selektif
kategori Baik sekali.
Apa Yang Bisa Dikembangkan
1. Metode : Meneliti beberapa rajungan di
bebrapa muara sungai menuju Teluk Banten

1. Metode Penggunaan besar mata jaring


berbeda pada alat penangkapan (Bubu dan
trawl) 2.
Menghitung perbandingan jumlah jantan :
betina 3.
Menghitung jumlah rajungan bertelur vs tidak
bertelur
1) Potensi di setiap daerah (Kabupaten dan
kelurahan/desa di Teluk Banten), meliputi :
tempat mijah, bertelur sebagai analisa
konservasi dan atau buka tutup musim
penangkapan. 2) Mendata miniplant dalam
pengelolaan sesuai aturan pembelian

1. Metode percobaan ancaman moulting


terhadap hewan predator yang mampu hidup
pada percobaan salinitas I dan II
Penggunaan API selain gillnet seperti Bubu

Penggunaan Gillnet dan bubu pada ukuran


mata 2, 3, 4 inch
Penghitungan perbandingan/prosentase
tertangkap rajungan pada alat penangkapan ikan
berkaitan panjang karapas sesuai ukuran mata
jaring (berukuran 3 dan 4 inch)

Pemetaan unsur dalam keberlanjutan


perikanan rajungan meliputi : Pengawasan
atau ijin, tingkat pendidikan, dan sosialisasi
(Penyuluh/pemerintah respek langsung dalam
memberikan solusi)
Mengukur fekunditas dan fertilisasi.

Penetapan nilai pengungkit (solusi) menjadi


lebih baik, dengan melihat faktor penyebab
kerusakan. Jika terdapat kerusakan dalam
suatu ekosistem, dibuat skenario (model)
untuk mengungkit nilai yang kurang
mendekati lebih baik.

You might also like