935 1839 1 PB
935 1839 1 PB
935 1839 1 PB
Hanafi Arief
Fakultas Hukum Universitas Islam Kalimantan MAB
Jalan Adhyaksa No. 2 Kayutangi Banjarmasin Kalimantan Selatan Indonesia
Email: [email protected]
Abstract
The marriage agreement is a treaty governing the consequences of a marriage bond. In
Indonesia, marriage agreements are allowed to be made since the enactment of the Civil Code.
The subject of this marriage agreement is then reaffirmed in the Marriage Act No. 1 of 1974. The
marriage agreement is part of the field of family law set out in Book I of the Civil Code (BW).
The arrangement of marriage agreements is described in Chapter VII, articles 139 to 154. In
general, marriage agreements apply and bind the parties or brides in marriage. In the Marriage
Law No. 1/1974, the Marriage Agreement is found in Chapter V, containing one article, namely
article 29. One of the principles contained in this Act related to the marriage agreement is the
right and the position of a balanced husband and wife. Each party can perform legal acts
independently. The marriage agreement in article 29 is not strictly regulated, so it implicitly can
be interpreted that such marriage agreements are not limited to matters of marriage property but
also other matters as long as it is not contrary to religious norms, public order and morals. The
essence of the Marriage Agreement set forth in the Marriage Act No. 1/ 1974 is broader than the
meaning of the marriage agreement contained in the Civil Code (BW).
Abstrak
Perjanjian perkawinan merupakan perjanjian yang mengatur akibat suatu dari adanya ikatan
perkawinan. Di Indonesia, perjanjian perkawinan diperbolehkan untuk dibuat sejak
diberlakukannya KUH Perdata. Perihal perjanjian perkawinan ini kemudian dipertegas kembali
dalam UU Perkawinan No 1 tahun 1974.Perjanjian perkawinan merupakan bagian dari lapangan
hukum keluarga diatur dalam Buku I KUHPerdata (BW). Pengaturan perjanjian perkawinan
dijelaskan pada Bab VII pasal 139 s/d 154. Secara garis besar perjanjian perkawinan berlaku dan
mengikat para pihak/mempelai dalam perkawinan. Dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974,
Perjanjian Perkawinan didapati dalam Bab V, berisi satu pasal, yaitu pasal 29. Salah satu azas
yang terkandung dalam UU ini terkait dengan perjanjian perkawinan adalah hak dan kedudukan
suami istri yang seimbang. Masing-masing pihak dapat melakukan perbuatan hukum secara
mandiri. Perjanjian perkawinan dalam pasal 29 tidak mengatur secara tegas, sehingga secara
implisit dapat ditafsirkan perjanjian perkawinan tersebut tidak terbatas hanya mengatur mengenai
harta perkawinan saja, namun juga hal lain sepanjang tidak bertentangan dengan norma agama,
ketertiban umum dan kesusilaan. Esensi Perjanjian Perkawinan yang diatur dalam Undang-
Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 lebih luas dari pada makna perjanjian perkawinan
yang terdapat dalam KUH Perdata (BW).
151
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
152
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
153
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
154
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
dikehendaki. Namun manakala terjadi juga Belum ada definisi baku mengenai
konflik yang harus berakhir dengan perjanjian perkawinan baik menurut bahasa
perceraian, maka perjanjian tersebut dapat maupun istilah. Namun dari masing-masing
dijadikan rujukan sehingga masing-masing kata dalam kamus bahasa dapat
mengetahui hak dan kewajibannya. diartikan: 18 “Perjanjian” berarti persetujuan;
Sebenarnya perjanjian dalam syarat; tenggang waktu; kesepakatan baik
perkawinan menurut asalnya merupakan lisan maupun tulisan yang dilakukan oleh
terjemahan dari kata dua pihak atau lebih untuk ditepati.
“huwelijksevoorwaarden” yang ada dalam Sedangkan “perkawinan” berarti:
12
Burgerlijk Wetboek(BW). Istilah ini pernikahan; hal-hal yang berhubungan
13
terdapat dalam KUH Perdata, Undang- dengan kawin. Dalam arti formal perjanjian
undang nomor 1 tahun 197414dan Kompilasi perkawinan adalah tiap perjanjian yang
15
Hukum Islam. Kata “huwlijk”menurut dilangsungkan sesuai dengan ketentuan
bahasa berarti: perkawinan antara seorang undang-undang antara calon suami istri
16
laki-laki dan seorang perempuan, mengenai perkawinan mereka, tidak
sedangkan “voorwaard”berarti dipersoalkan apa isinya. 19 Menurut Wirjono
17
syarat. Perjanjian perkawinan yaitu, Projodikoro, kata perjanjian diartikan
persetujuan yang dibuat oleh kedua calon sebagai “suatu perhubungan hukum
mempelai pada waktu atau sebelum mengenai harta benda kekayaan antara dua
perkawinan dilangsungkan, dan masing- pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau
masing berjanji akan mentaati apa yang dianggap berjanji melakukan suatu hal,
tersebut dalam persetujuan itu, yang sedang pihak lain berhak menuntut
disahkan oleh pegawai pencatat nikah. pelaksanaan janji itu”.20
Menurut Pasal 1313 KUH Perdata
menyatakan bahwa Suatu persetujuan adalah
12
Subekti, Op. cit, hlm. 38.
13
KUHPerdata, Bab VII dan VIII Pasal 139-185.
14 18
Undang-undang nomor 1 tahun 1974, Bab V Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Bahasa
Pasal 29. Indonesia Kontemporer,Modern English Press,
15
Kompilasi Hukum Islam, Bab VII Pasal 45-52. Jakarta, 1995, hlm. 601.
16 19
Martias Gelar Imam Radjo Mulono,Penjelasan HR. Damanhuri HR, Segi-Segi Hukum
Istilah-Istilah Hukum Belanda Indonesia,Ghalia, Perjanjian Perkawinan Harta Bersama, Mandar
Jakarta, 1982, hlm. 107. Maju, Bandung, 2007, hlm. 1.
17 20
S. Wojawasito, Op. cit, hlm. 772. Ibid.
155
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
suatu perbuatan dengan mana satu orang c. Perjanjian tersebut mulai berlaku
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu sejak perkawinan dilangsungkan.
orang atau lebih”.21Pasal 139 KUH Perdata d. Selama perkawinan berlangsung
menyatakanDengan mengadakan perjanjian perjanjian tersebut tidak dapat
kawin, kedua calon suami istri adalah berhak diubah, kecuali bila dari kedua
menyiapkan beberapa penyimpangan dari belah pihak ada persetujuan untuk
peraturan Undang-undang sekitar persatuan merubah dan perubahan tidak
harta kekayaan, asal perjanjian itu tidak merugikan pihak ketiga.23
menyalahi tata susila yang baik atau tata Inpres Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
tertib umum dan asal di indahkan pula segala KompilasiHukum Islam pasal 47
ketentuan dibawah ini.22 menyatakan:
Undang-undangPerkawinanNo. 1 “Pada waktu atau sebelum perkawinan
dilangsungkan kedua calon mempelai dapat
tahun 1974 pasal 29 menjelaskan:
membuat perjanjian tertulisyang disahkan
a. Pada waktu atau sebelum Pegawai Pencatat Nikah mengenai
kedudukan harta dalam perkawinan”,
perkawinan dilangsungkan, kedua
a. Perjanjian tersebut dalam ayat (1)
pihak atau persetujuan bersama dapat meliputi percampuran harta
pribadi dan pemisahan harta
dapat mengadakan perjanjian
pencaharian masing-masing
tertulis yang disahkan oleh Pegawai sepanjang hal itu tidak bertentangan
dengan hukum Islam.
pencatat perkawinan, setelah mana
b. Di samping ketentuan dalam ayat
isinya berlaku juga terhadap pihak (1) dan (2) di atas, boleh juga isi
perjanjian itu menetapkan
ketiga sepanjang pihak ketiga
kewenangan masing-masing untuk
tersangkut. mengadakan ikatan hipotik atas
harta pribadi dan harta bersama atau
b. Perjanjian tersebut tidak dapat
harta syarikat.24
disahkan bilamana melanggar
batas-batas hukum, agama dan
kesusilaan. 23
Departement agama RI, Himpunan Peratura
perundang-Undangan Dalam Lingkup Peradilan
Agama, Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang ,
21
Sudarsono, Kamus Hukum,Rincka Cipta, Jakarta, 2001, hlm. 138.
24
Jakarta, 2007, hlm. 363. Departement agama RI,Himpunan Peratura
22
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab perundang-Undangan Dalam Lingkup Peradilan
Undang-Undang Hukum Perdata,Pradnya Paramita, Agama, Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 Tentang
Jakarta, 1978, hlm. 51. Kompilasi Hukum Islam,Jakarta, 2001, hlm. 328.
156
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
157
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
3. Isi perjanjian tidak melanggar perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
batas-batas hukum, agama dan sebagai undang-undangbagi mereka yang
kesusilaan. membuatnya. Namun khususnya dalam
4. Mulai berlaku sejak perkawinan pembuatan perjanjianperkawinan, undang-
dilangsungkan. undang memberikan kemungkinan bagi
5. Selama perkawinan berlangsung, mereka yang belummencapai usia dewasa
perjanjian tidak dapat diubah. untuk membuat perjanjian, dengan ketentuan
6. Perjanjian perkawinan dimuat sebagaimana tercantumdalam Pasal 151
dalam akta perkawinan.32 KUHPerdata:
Perjanjian perkawinan merupakan 1) Yang bersangkutan telah memenuhi
suatu perjanjian karenanya harusmemenuhi syarat untuk melangsungkan
persyaratan umum suatu perjanjian, kecuali pernikahan.
dalam peraturan khususditentukan lain. 2) Dibantu oleh mereka yang izinnya
Adapun persyaratan umum tersebut adalah diperlukan untuk
tentang syarat-syaratsahnya suatu perjanjian melangsungkanpernikahan.
yang diatur dalam Pasal 1320 3) Jika perkawinannya berlangsung
KUHPerdata.33 dengan izin hakim, maka rencana
Selain hal yang tercantum dalam perjanjiankawin tersebut
Pasal 1320 KUHPerdata, (konsepnya) harus mendapat
perjanjianperkawinan juga harus persetujuan pengadilan.
dilaksanakan dengan „itikad baik, sesuai Pasal 147 KUHPerdata dengan tegas
dengan ketentuanPasal 1338, karena menetapkan, perjanjian perkawinanharus
dibuat dengan akta Notaris dengan ancaman
32
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia kebatalan. Hal itu dimaksudkanagar
Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, perjanjian perkawinan dituangkan dalam
Bab IV tentang Akta Perkawinan Pasal 12 berbunyi:
h. perjanjian perkawinan bila ada;
bentuk akta autentik, karenamempunyai
33
Lihat Pasal 1320 KUHPerdata yang konsekuensi luas dan dapat menyangkut
menyatakan bahwa untuk sahnya suatu
perjanjiandiperlukan empat syarat : kepentingan keuangan yangbesar sekali.
1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan Pasal 147 KUHPerdata juga menyebutkan,
3. suatu hal tertentu
4. suatu sebab yang halal perjanjian perkawinan harusdibuat sebelum
158
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
159
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
160
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
161
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
39
Abdulkadir Muhammad, Hukum
38
Pasal 1320 KUH Perdata berbunyi: Untuk perdataIndonesia,PT.Citra AdityaBakti, Bandung,
sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 1. hlm.99.
40
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Mochammad Djais,Hukum Harta Kekayaan
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu Dalam Perkawinan, Fakultas Hukum Universitas
hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Diponegoro, Semarang, 2003, hlm. 9.
162
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
163
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
dalam perjanjian perkawinan tersebut akan campur harta,apabila milik bersama itu
memperoleh jaminan selama perkawinan dihentikan, si suami atau si istri akan
berlangsung maupun sesudahnya. Karena itu membayarbagian hutang yang melebihi
untuk memutuskan perkawinan, perimbangan dan keuntungan bersama
dipersyaratkan adanya pelanggaran (Pasal142); dalam perjanjian itu tidak boleh
perjanjian. Itu sebabperistiwa hukum secara umum ditunjuk begitu saja
sepertiini yang sangat jarang terjadi kepadaperaturan yang berlaku dalam suatu
mengingat akibat hukum yang akan negara asing (Pasal 143)
ditanggung apabila salah satu pihak ingkar Pasal 147 KUHPerdata menyatakan,
terhadap perjanjian perkawinan tersebut, dan perjanjian perkawinan harus dibuat sebelum
ada sanksi yang harus dipikul oleh pihak perkawinan dilangsungkan dan perjanjian
yang melanggar perjanjian perkawinan tersebut harus dibuat di hadapan Notaris,
tersebut. jika tidak dilakukan di hadapan Notaris,
Dalam KUHPerdata diberikan maka perjanjian tersebut batal. 44 Syarat ini
beberapa larangan tentang isi dimaksudkan agar: perjanjian tersebut
43
perjanjianperkawinan, yaitu: perjanjian dituangkan dalam bentuk akta otentik yang
tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat:
atau ketertiban umum(Pasal 139); perjanjian Memberikan kepastian hukum tentang hak
tidak boleh menyimpang dari kekuasaan dan kewajiban suami-isteri atas harta benda
yang oleh KUHPerdatadiberikan kepada mereka, mengingat perjanjian perkawinan
suami selaku kepala rumah tangga, misalnya mempunyai akibat yang luas; Untuk
tidak bolehdijanjikan bahwa istri akan membuat perjanjian perkawinan dibutuhkan
mempunyai tempat kediaman sendiri (Pasal seseorang yang benar-benar menguasai
140ayat (1); dalam perjanjian suami istri hukum harta perkawinan dan dapat
tidak boleh melepaskan hak mereka merumuskan semua syarat dengan teliti. Hal
untukmewarisi harta peninggalan anak-anak ini berkaitan dengan ketentuan bahwa
mereka (Pasal 141); dalam perjanjian itu bentuk harta perkawinan harus tetap
tidak boleh ditentukan bahwa dalam hal sepanjang perkawinan tersebut. Suatu
43 44
Martiman Prodjohamidjojo, Op. cit., hlm. 29. Happy susanto, Op. cit, hlm. 97.
164
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
165
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
48
bendanya. Meskipun secara eksplisit ditetapkan dalam hartabersama, asal saja
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 ini penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak
tidakmengatur tentang perjanjian perkawinan, bertentangan dengan ke-susilaan dan ketertiban
namun secara implsit pengaturan hal ini dapat umum.
terlihat seperti dinyatakan bahwa kedua belahpihak Perjanjian perkawinan dalam
dapat mengadakan perjanjian tertulisyaitu Undang-undang Perkawinan diatur dalam
Perjanjian Perkawinan. Dalam ketentuanini Bab V Pasal 29 yang terdiri dari empat ayat
tidak disebutkan batasan yang jelas, sepertiAyat (1)yang menyatakan:
bahwaPerjanjian Perkawinan itu mengenai “Pada waktu atau sebelum perkawinan
dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan
hal apa.Disamping itu Undang-Undang Nomor 1
bersama dapat mengadakan perjanjian
tidak mengaturlebih lanjut tentang bagaimana tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat
perkawinan, setelah mana isinya berlaku
hukumPerjanjian Perkawinan yang dimaksud.49
juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak
Peraturan Pemerintah Nomor 9 ketiga tersangkut”. Ayat (2)“Perjanjian
tersebut tidak dapat disahkan bilamana
Tahun 1975tentang pelaksanaan Undang-
melanggar batas-batas hukum, agama, dan
Undang Nomor 1 Tahun 1974 juga tidak mengatur kesusilaan”.Ayat (3) “Perjanjian tersebut
mulai berlaku sejak perkawinan
lebih lanjutbagaimana tentang Perjanjian
dilangsungkan.”Ayat (4)“Selama
Perkawinandimaksud, dan hanya disebutkan perkawinan berlangsung perjanjian tersebut
tidak dapat dirubah, kecuali bila dari kedua
bahwa kalau adaPerjanjian Perkawinan
belah pihak ada persetujuan untuk merubah
harus dimuat di dalamakta perkawinan dan perubahan tidak merugikan pihak
ketiga”.
(Pasal 12 h).50Dalam KUHPerdata ketentuan
mengenai Perjanjian Perkawinan juga diaturdalam Menurut Martiman
Pasal 139, yang menetapkan bahwa dalam Prodjohamidjodjo, perjanjian dalam Pasal 29
perjanjian kawin itu keduacalon suami isteri ini jauh lebih sempit oleh karena hanya
dapat menyimpangi ketentuanketentuan yang meliputi “verbintenissen” yang bersumber
pada persetujuan saja (overenkomsten), dan
48
Abdul Manaf, Aplikasi Asas Equalitas Hak
dan Kewajiban Suami Istri Dalam Penjaminan Harta
perbuatan yang tidak melawan hukum, jadi
Bersama Pada Putusan Mahkamah Agung,CV. tidak meliputi “verbintenissenuit de wet
Mandar Maju, Bandung, 2006, hlm. 24.
49
Djaja S. Meliala, Perkembangan Hukum allen” (perikatan yang bersumber pada
Perdatatentang Orang dan Hukum Keluarga,
NuansaAulia, Bandung,2006, hlm. 67.
50
K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan
Indonesia,Ghalia Indonesia, Jakarta, 1980, hlm. 32.
166
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
51
Undang-undang). Kendatipun tidak ada 1. Sebagian ahli hukum berpendapat
definisi yang jelas yang dapat menjelaskan bahwa perjanjian perkawinan dapat
perjanjian perkawinan, namun dapat memuat apa saja, yang
diberikan batasan sebagai suatu hubungan berhubungan dengan hak dan
hukum mengenai harta kekayaan mengenai kewajiban suami-isteri maupun
kedua belah pihak, dalam mana satu pihak mengenai hal-hal yang berkaitan
berjanji untuk melakukan sesuatu hal, dengan harta benda perkawinan.
sedangkan di pihak lain berhak untuk Mengenai batasan-batasan yang
menuntuk pelaksanaan perjanjian dapat diperjanjikan dalam
tersebut.52Lebih jelas dapat dikatakan bahwa perjanjian perkawinan, hal ini
perjanjian perkawinan adalah perjanjian merupakan tugas hakim untuk
dibuat oleh calon suami dengan calon istri mengaturnya.
pada waktu atau sebelum perkawinan 2. R. Sardjono berpendapat bahwa
dilangsungkan, perjanjian mana dilakukan sepanjang tidak diatur di dalam
secara tertulis dan disahkan oleh Pegawai peraturan perundang-undangan, dan
Pencatat Nikah dan isinya berlaku juga tidak dapat ditafsirkan lain, maka
terhadap pihak ketiga sepanjang lebih baik ditafsirkan bahwa
diperjanjikan.53 perjanjian perkawinan sebaiknya
Mengenai isi yang dapat hanya meliputi hak-hak yang
diperjanjikan dalam perjanjian perkawinan, berkaitan dengan hak dan
dalam ilmu hukum dapat dikemukakan kewajiban dibidang hukum
pendapat antara lain sebagai berikut :54 kekayaan.
3. Nurnazly Soetarno berpendapat
bahwa perjanjian perkawinan hanya
51
Amiur Nuruddin & Azhari Akmal
Tarigan,Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Studi dapat memperjanjikan hal-hal yang
Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU
No. 1/1974 sampai KHI),Kencana, Jakarta, 2004,
berkaitan dengan hak dan
hlm. 137. kewajiban di bidang hukum
52
Ibid.
53
54
Ibid, hlm. 138. kekayaan, dan hal itu hanya
Wahyono Darmabrata dan Surini Ahlan
Sjarif,Hukum Perkawinan dan Keluarga di menyangkut mengenai harta yang
Indonesia,Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Jakarta, 2004, hlm. 80-81. benar-benar merupakan harta
167
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
168
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
ayat (3) dan Pasal 34 Undang-Undang Apabila perubahan perjanjian perkawinan itu
Nomor Tahun 1974. merugikan pihak ketiga, maka pihak ketiga
Klausula perjanjian perkawinan yang tidak terikat terhadap perubahan perjanjian
melanggar hukum, kesusilaan, dan agama perkawinan tersebut. Adapun mengenai
adalah batal demi hukum.Perjanjian yang waktu pembuatan perjanjian perkawinan,
melanggar norma-norma tersebut dapat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
dimintakan pembatalannya oleh pihak 1974 berbeda dengan ketentuan yang
ketiga, bahkanyang tidak terkait sekalipun. terdapat dalam KUH Perdata. Ketentuan
Pada prinsipnya, substansi perjanjian dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
perkawinan terbatas mengenai kedudukan 1974 yaitu pada Pasal 29 ayat (1),
harta benda perkawinan. Meskipun menentukan bahwa perjanjian perkawinan
suamiatau istritidak mengatursecara tegas dapat dibuat sebelum perkawinan
hal-haldi luar harta benda perkawinan,norma dilangsungkan atau pada saat perkawinan
agama, kepatutan, kebiasaan dan Undang- dilangsungkan. Dengan demikian mengenai
undang juga mengikat pihak-pihak yang waktu pembuatan perjanjian perkawinan
membuatnya. Namun dengan catatan,bahwa dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
pihak ketiga juga terikat dengan perjanjian 1974 ditentukan lebih luas dengan
perkawinan yang dibuat oleh suami istri memberikan dua macam waktu untuk
sebatas hanyamengenai harta benda. Hal-hal membuat perjanjian perkawinan, yaitu
lain di luar pengaturan mengenai harta benda sebelum dan pada saat perkawinan
perkawinan, pihak ketiga tidak terikat dilangsungkan. 59 Dengan telah adanya atau
terhadap segala akibat yang ditimbulkannya. ditentukannya saat pembuatan perjanjian
Pihak ketiga juga dapat mengajukan perkawinan tersebut, maka tidak
pembatalan perjanjian perkawinan diperbolehkan membuat perjanjian
tersebut,terhadap seluruh isi atau sebagian perkawinan setelah perkawinan berlangsung
klausula yang merugikan pihak ketiga. apabila sebelum atau pada saat perkawinan
Perjanjian perkawinan dapat diubah
selama perkawinan berlangsung dengan
syarat atas dasar kesepakatan antara suami-
istri dan tidak boleh merugikan pihak ketiga. 59
Ibid, hlm. 61.
169
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
tidak telah diadakan perjanjian atau harta, namun hal lainnya dapat pula
60
perkawinan. diperjanjikan.
Dilihat dari penjelasan diatas pada Perjanjian Perkawinan di Indonesia
dasarnya, perjanjian perkawinan dalam pasal diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
29 Undang-Undang Nomor Tahun 1974 Perdata (KUHPerdata) atau Burgerlijk
tidak mengatur secara tegas bahwa Wetboek (BW), Undang-Undang Nomor 1
perjanjian perkawinan hanya terbatas pada tahun l974 tentang Perkawinan disertai
harta perkawinan, sehingga secara implisit dengan Peraturan Pelaksanaan Nomor 9
dapat ditafsirkan perjanjian perkawinan Tahun 1975, dan Inpres Nomor 1 Tahun
tersebut tidak terbatas hanya mengatur 1974 tentang Kompilasi Hukum Islam.
mengenai harta perkawinan saja, namaun Dengan demikian, maka di Indonesia telah
juga hal lain sepanjang tidak bertentangan terjadi unifikasi dalam bidang Hukum
dengan norma agama, ketertiban umum dan Perkawinan.
kesusilaan. Dapat dilihatjugaesensi Perjanjian Perkawinan dalam
perjanjian perkawinan yang diatur dalam KUHPerdata atau Burgerlijk Wetboek (BW)
Undang-Undang Nomor Tahun 1974 lebih masih tetap berlaku, sepanjang masalah yang
luas daripada makna perjanjian perkawinan berkaitn dengan tersebut tidak diatur dalam
yang terdapat dalam KUH Perdata (BW). Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 tahun
l974, dan Inpres Kompilasi Hukum Islam
PENUTUP
Nomor 1 Tahun 1974.
Perjanjian Perkawinan merupakan
perjanjian atau persetujuan yang dibuat oleh DAFTAR PUSTAKA
calon suami isteri, sebelum atau pada saat Buku-buku
perkawinan dilangsungkan untuk mengatur Achmad Ichsan, 1960, Hukum Perkawinan
Islam,Pradya ParamithaI, Jakarta.
akibat-akibat perkawinan terhadap harta
Abdul Manaf, 2006, Aplikasi Asas Equalitas
kekayaan mereka. Perjanjian ini tidak hanya Hak dan Kewajiban Suami Istri
sebatas memperjanjikan masalah keuangan Dalam Penjaminan Harta Bersama
Pada Putusan Mahkamah
Agung,CV. Mandar Maju, Bandung.
60
Wahyono Darmabrata dan Surini Ahlan Sjarif,
Hukum Perkawinan dan Keluarga di
Indonesia,Badan Penerbit Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, Jakarta, 2004, hlm. 82.
170
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
171
Al’Adl, Volume IX Nomor 2,Agustus 2017 ISSN 1979-4940/ISSN-E 2477-0124
172