0% found this document useful (0 votes)
25 views21 pages

Studi Islam 1

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1/ 21

Title : mengenal imam empat madzhab

Author : Taufik Hidayat, Moh Rifqi wahdani, ach Khoiruddin, Moh hosen, Moh
ramdhoni Al ghazi

Email : [email protected],
[email protected],[email protected],[email protected]

Phone :

Affiliation : Sekolah Tinggi Agama Islam Darul Ulum Banyuanyar

Abstract

In Islam there are four very famous imams who have their own schools of thought,
namely Imam Abu Hanifah who is famous for his intelligence and is known as Al
adzham because he has completed approximately 600,000 cases in jurisprudence by
the people at that time. Malik is a teacher of Imam Shafi'i who is famous for his two
privileges that exceed those of the scholars of his time, namely a specialist in hadith
science and holding the position of Mufti. The third is Imam Syafi'i who is also
famous because of his intelligence where he has memorized the Koran 30 juz at the
age of 7 years even though he lived in a poverty environment but it did not make it
a problem for him to study and finally there was Imam Ahmad where the first
knowledge he mastered was the knowledge of the Koran until he could memorize
the Koran at the age of 15 He is also adept at reading and writing perfectly so that
he is known as the most beautiful deaf person Sanya, then, he started concentrating
on studying hadith at the early age of 15. , pious and Zuhud.

1
Pendahuluan
Dalam dunia islam ada empat imam yang masing-masing punya mazhab, yang sangat
terkenal dan diikuti oleh banyak umat Islam. empat imam tersebut satu sama lain
tidak pernah saling menyalahkan pendapat, namun yang ada hanya saling menghargai
karena diantara empat imam tersebut masing-masing punya dalil dan alasan disetiap
menentukan suatu hukum. Walaupun dasar hukum dalam islam Al-Qur'an dan Hadits,
akan tetapi pandangan dan penafsiran berbeda, namum tujuan dari perbedaan tesebut
pada hakikatnya adalah untuk kemaslahatan umat, agar bisa mendapat ridha dari
Allah swt. Dan berikut ini empat imam tersebut.
1. Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah yang nama lengkapnya Abu Hanifah Nu'man ibn Tsabit at-
Taimi. Tempat kelahirannya di Kufah pada tahun 80H /699M dan wafat pada tahun
150H/767M. Dalam zamannya beliau terkenal seorang sarjana dan Maha Guru yang
luas ilmu pengetahuannya terutama dibidang hukum. Beliau hidup dalam dua Dinasty,
yaitu Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah. Tapi sama sekali tidak turut aktif dalam
gerakan politik.
Gubernur Irak Yazid Ibnu Hubairah, zaman khlaifah Marwan ibn Muhammad dari
Dinasty Umayyah akan mengangkat Ibnu Hanifah menjadi hakim, tetapi beliau tolak
dengan tegas, sebab itu beliau disiksa. Hal yang sama pun terjadi, ketika Kerajaan
Abbasyiah telah berdiri. Khalifah Al-Mansur memanggil beliau ke Bagdad dan
kemudian akan diangkat menjadi hakim kerajaan, belaiu pun menolak dan akhirnya
beliau harus dihukum dan disiksa.
Abu Hanifah telah mengabdikan hidupnya dalam study hukum islam dan
memberikan kuliah-kuliah pada para mahasiswanya. Beliau meninggalkan sebuah
buku yang dinamai "Al-Fiqhi Al-Akbar" Karya beliau dapat dihargai dengan
sesungguhnya, karena beliaulah orang yang pertama yang mencoba mengkodifisir
hukum Islam dengan memakai qiyas, ihtihsan dan tradisi masyarakat. Beliau telah
dianggap sebagai pembangun suatu mazhab, dimana mempunyai pengikut-pengikut
yang tersebar di dunia, utamanya di Turki, Afganistan, Transyordania, Indo Cina,
Cina, dan Soviet Rusia.

2
2. Imam Malik Ibn Anas
Imam Malik Ibn Anas lahir pada tahun 95H/713M dan Wafat pada tahun
179H/789M, berdian dan hidup di Madinah. Beliau menuntut ilmu di kota itu,
kemudian menjadi ulama besar yang berpengaruh luas. Imam Malik memiliki dua
keistimewaan yang melebihi para ulama pada zamannya, yaitu specialis ilmu hadits
dan memangku jabatan sebagai mufti. Adapun karyanya bernama "Al-muwaththa"
yaitu kumpulan hadits-hadits yang disusunnya. Malik menduduki tempat yang
penting dalam mengajarkan hadits. Disamping itu beliau memberi fatwa dan
mengajarkan hukum-hukum berdasarkan ijtihadnya sendiri.
Banyak mahasiswa dan ulama-ulama yang datang belajar kepadanya, termasuk
Imam Syafi'i. Dalam menetapkan hukum beliau pun menggunakan qiyas walaupun
dalam arti yang lebih sedikit dari pada Abu Hanifah. Sebagaimana Abu Hanifah,
beliau juga telah membentuk mazhab fiqhi. Pengikut-pengikutnya sudah barang tentu
paling banyak dikotanya sendiri di Madinah dan sekarang ini pengikut-pengikutnya
tersebar di Maroko, Al-jazair, Tunis, Sudan, Kuwait dan Bahrain.
3. Imam Asy Syafi'i (Muhammad ibn Idris Asy Syafi'i)
Imam Asy Syafi'i (Muhammad ibn Idris Asy Syafi'i) dilahirkan di Gaza pada
Tahun 150H/757M, dan meninggal di Kairo pada tahun 204 H/ 820 M. Beliau punya
silsilah kefamilian degan Nabi, dari keturunan Mutthalib ibn Abdil Manaf, dilahirkan
sebagai seorang yatim. Sejak kecil Imam Syafi'i beliau tumbuh dalam menuntut ilmu
di Mekah, bersama dengan ibunya, dia hidup dalam keadaan yang miskin. Sejak usia
yang masih sangat muda, dia telah menghafal Al-qur'an 30 juz, terkenal sebagai
seorang yang jenius, memiliki kecerdasan yang luar biasa. Pernah pula dia belajar
tentang hadits pada Imam Malik di Madinah dan dalam waktu yang singkat kitab
Imam Malik itu yang bernama almuwaththa terhafal semua.

Terhadap semua pengetahuan yang berhubungan dengan qur'an, sunnah, ucapan-


ucapan para saahabat, sejarah serta pendapat-pendapat yang berlawanan dari pada ahli

3
dan sebagainya, diaduknya dengan sempurna dengan pengetahuannya yang mendalam
tentang bahasa arab yang dari gurun pasir itu, baik dalam ilmu bahasanya, nahwunya,
sarafnya, dan syairnya
Asy Syafi'i mempunyai dua qaul (pendapat). Pertama, ketika beliau bermukin
di Bagdad, namanya Qaul Qadien (pendapat kuno). Kedua, ketika beliau tinggal di
Mesir namanya Qaul Jadid (pendapat baru). Tidak terhitung banyaknya ulama yang
datang belajar pada beliau. Selama hayatnya beliau telah menulis 113 buah kitab-kitab
tentang tafsir, fiqhi, kesusasteraan dan lain-lainnya. Antara lain kitab yang paling
terkenal "Al-Um". Para pengikutnya terdapat di Indonesia, Malaysia, palestina,
Libanon, Mesir, Irak, Saudi Arabia, Yaman dan Hadramaut
4. Imam Ahmad Ibn Hambal
Imam Ahmad Ibn Hambal dilahirkan di bagdad pada tahun 164H/780M dan wafat
dibagdad pada tahun 241H/855M. Beliau terkenal ahli dalam bidang hadits, fiqhi, dan
teologi. Waktu Asy Syafi'i mau meninggal dia berkata : "Saya tidak meninggalkan di
bagdad orang yang lebih utama, alim dan lebih cerdas selain dari Ahmad ibn
Hambal".Pertama kali beliau belajar pada Imanm Asy-Syafi'i, dan setelah cukup ilmu
dan peralatannya lalu berijtihad, merintis suatu madzhab tersendiri.
Imam Ahmad banyak menulis buku-buku yang berharga. Nampak-nya di antara
sekian banyak ilmu pengetahuannya, beliau lebih terkemuka sebagai spesialis dalam
Hadits. Beliua telah menyusun sebuah Musnad, yang mana karya itu di dalamnya
terkumpul Hadits-hadits yang tidak dikemukakan oleh Ulama lainnya. Buku tersebut
berisi 40.000 buah Hadits. Para pengikut Imam Ahmad pada umumnya terdapat di
Saudi Arabia, Libanon dan Syria.

Pembahasan
A.abu Hanifah
Garis keturunan dan usianya

4
Dia adalah Abu Hanifa al-Numan bin Tsabit bin Zouti ,Yang tertua dari empat imam
lainya, Yang paling banyak diikuti di antara umat Islam, dia lahir di Kufah, dan dia
berbeda tahun kelahirannya dengan ucapan yang dapat dipercaya, dikatakan: tahun 36
H, dikatakan 70 H, dan dikatakan: 80 H. Dia meninggal di Bagdad pada tahun 150 H,
dan makamnya masih dikenal dan dikunjungi di lingkungan yang disebut dengan
namanya, yaitu “Al-Adhamiya” dalam kaitannya dengan imam terbesar.1
Abu Hanifah, pemimpin orang pendapat:
Kami mengatakan bahwa mazhab Kufah terkenal dengan pendapatnya, dan mencapai
siklus ketenarannya dalam pendapat dan ukuran pada masa Abu Hanifah, sampai dia
menghitung pembawa standar pendapat dan ukuran pada masanya yang tak
terbantahkan. Banyaknya analogi membawanya pada pelipatgandaan fikih apresiatif,
sehingga dia tidak berhenti pada masalah yang ada untuk menurunkan hukumnya,
tetapi dia mengambil penyebab dari teks, mengasumsikan masalah, menerapkan
pengukurannya pada mereka, dan memberi mereka satu hukum. selama mereka
berbagi penyebabnya. Dan sama seperti lebih dari analogi, bahkan satu abad dalam
namanya, lebih dari yurisprudensi diskresioner, bahkan satu abad dalam namanya, dia
adalah imam analogi dan pemimpin orang-orang yurisprudensi diskresioner pada
masanya. 2
Abu Hanifah juga merupakan seorang Tabi'in, generasi setelah Sahabat nabi, karena
dia pernah bertemu dengan salah seorang sahabat Rasulullah SAW bernama Anas bin
Malik dan beberapa peserta Perang Badar yang dimuliakan Allah SWT yang
merupakan generasi terbaik islam, dan meriwayatkan hadits darinya serta sahabat
Rasulullah SAW lainnya.
Imam Hanafi disebutkan sebagai tokoh yang pertama kali menyusun kitab fiqh
berdasarkan kelompok-kelompok yang berawal dari kesucian (taharah), shalat dan
seterusnya, yang kemudian diikuti oleh ulama-ulama sesudahnya seperti Malik bin
Anas, Imam Syafi'i, Abu Dawud, Imam Bukhari.
1. Menuntut ilmu
Hanifah kecil sering mendampingi ayahnya berdagang sutra. Namun, tidak
seperti pedagang lainnya, Abu Hanifah memiliki kebiasaan pergi ke Masjid Kufah.
Karena kecerdasannya yang gemilang, ia mampu menghafal Al-Qur'an serta ribuan
hadits.
Sebagaimana putra seorang pedagang, Abu Hanifah pun kemudian ‫ا‬berprofesi seperti
bapaknya. Ia mendapat banyak keuntungan dari profesi ini. Di sisi lain ia memiliki
wawasan yang sangat luas, kecerdasan yang luar biasa, serta hafalan yang sangat kuat.
Beberapa ulama dapat menangkap fenomena ini, sehingga mereka menganjurkannya
untuk pergi berguru kepada ulama seperti ia pergi ke pasar setiap hari.
Pada masa Abu Hanifah menuntut ilmu, Iraq termasuk Kufah disibukkan dengan tiga
halaqah keilmuan. Pertama, halaqah yang membahas pokok-pokok aqidah. Kedua,
halaqah yang membahas tentang Hadits Rasulullah metode dan proses
pengumpulannya dari berbagai negara, serta pembahasan dari perawi dan
1
‫ فما بعدها واقتصر على ذلك في كتابه الضعفاء وانضر منهم ابن حبان‬١٩ ‫تأنيب الخطيب ص‬
Hal 437
2
١٤٨ ‫الكتاب المقتدي إقراء الثقافي‬

5
kemungkinan diterima atau tidaknya pribadi dan riwayat mereka. Ketiga, halaqah
yang membahas masalah fikih dari Al-Qur'an dan Hadits, termasuk membahas fatawa
untuk menjawab masalah-masalah baru yang muncul saat itu, yang belum pernah
muncul sebelumnya.
Abu Hanifah melibatkan diri dalam dialog tentang ilmu kalam, tauhid dan metafisika.
Menghadiri kajian hadits dan periwayatannya, sehingga ia mempunyai andil besar
dalam bidang ini.3
Setelah Abu Hanifah menjelajahi bidang-bidang keilmua secara mendalam, ia
memilih bidang fikih sebagai konsentrasi kajian. Ia mulai mempelajari berbagai
permasalahan fikih dengan cara berguru kepada salah satu Syaikh ternama di Kufah,
ia terus menimba ilmu darinya hingga selesai. Sementara Kufah saat itu menjadi
tempat domisili bagi ulama fikih Iraq.
Abu Hanifah sangat antusias dalam menghadiri dan menyertai gurunya, hanya saja ia
terkenal sebagai murid yang banyak bertanya dan berdebat, serta bersikeras
mempertahankan pendapatnya, terkadang menjadikan syaikh kesal padanya, namun
karena kecintaannya pada sang murid, ia selalu mencari tahu tentang kondisi
perkembangannya. Dari informasi yang ia peroleh, akhirnya sang syaikh tahu bahwa
ia selalu bangun malam, menghidupkannya dengan salat dan tilawah Al-Qur'an.
Karena banyaknya informasi yang ia dengar maka syaikh menamakannya Al-Watad.
Selama 18 tahun, Abu Hanifah berguru kepada Syaikh Hammad bin Abu Sulaiman,
saat itu ia masih 22 tahun. Karena dianggap telah cukup, ia mencari waktu yang tepat
untuk bisa mandiri, namun setiap kali mencoba lepas dari gurunya, ia merasakan
bahwa ia masih membutuhkannya.
2. Menjadi ulama
Kabar buruk terhembus dari Basrah untuk Syaikh Hammad, seorang keluarga
dekatnya telah wafat, sementara ia menjadi salah satu ahli warisnya. Ketika ia
memutuskan untuk pergi ke Basrah ia meminta Abu Hanifah untuk menggantikan
posisinya sebagai pengajar, pemberi fatawa dan pengarah dialog.
Saat Abu Hanifah mengantikan posisi Syaikh Hammad, ia dihujani oleh pertanyaan
yang sangat banyak, sebagian belum pernah ia dengar sebelumnya, maka sebagian ia
jawab dan sebagian yang lain ia tangguhkan. Ketika Syaikh

Hammad datang dari Basrah ia segera mengajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut,


yang tidak kurang dari 60 pertanyaan, 40 diantaranya sama dengan jawaban Abu
Hanifah, dan berbeda pendapat dalam 20 jawaban.
Dari peristiwa ini ia merasa bahawa masih banyak kekurangan yang ia rasakan, maka
ia memutuskan untuk menunggu sang guru di halaqah ilmu, sehingga ia dapat
mengoreksikan kepadanya ilmu yang telah ia dapatkan, serta mempelajari yang belum
ia ketahui.4
Ketika umurnya menginjak usia 40 tahun, gurunya Syaikh Hammad telah wafat, maka
ia segera menggantikan gurunya.
3
1. Imaam Abu Hanifa (R.A.), Biography of One of The Four Great Imaams- I
4 The Conclusive Argument from God:Shah Wali Allah of Delhi's Hujjat Allah Al-baligha, pg 425

6
Abu Hanifah tak hanya mengambil ilmu dari Syaikh Hammad, tetapi juga banyak
ulama selama perjalanan ke Makkah dan Madinah, diantaranya Anas bin Malik, Zaid
bin Ali dan Ja'far ash-Shadiq yang mempunyai konsen besar terhadap masalah fikih
dan hadits.
Imam Abu Hanifah diketahui telah menyelesaikan 600.000 perkara dalam bidang
ilmu fiqih dan dijuluki Imam Al-A'dzhom oleh masyarakat karena keluasan
ilmunya.Beliau juga menjadi rujukan para ulama pada masa itu dan merupakan guru
dari para ulama besar pada masa itu dan masa selanjutnya.
Kabar buruk terhembus dari Basrah untuk Syaikh Hammad, seorang keluarga
dekatnya telah wafat, sementara ia menjadi salah satu ahli warisnya. Ketika ia
memutuskan untuk pergi ke Basrah ia meminta Abu Hanifah untuk menggantikan
posisinya sebagai pengajar, pemberi fatawa dan pengarah dialog.
Saat Abu Hanifah mengantikan posisi Syaikh Hammad, ia dihujani oleh pertanyaan
yang sangat banyak, sebagian belum pernah ia dengar sebelumnya, maka sebagian ia
jawab dan sebagian yang lain ia tangguhkan. Ketika Syaikh Hammad datang dari
Basrah ia segera mengajukan pertanyaan-pertanyaan tersebut, yang tidak kurang dari
60 pertanyaan, 40 diantaranya sama dengan jawaban Abu Hanifah, dan berbeda
pendapat dalam 20 jawaban.5
Dari peristiwa ini ia merasa bahawa masih banyak kekurangan yang ia rasakan, maka
ia memutuskan untuk menunggu sang guru di halaqah ilmu, sehingga ia dapat
mengoreksikan kepadanya ilmu yang telah ia dapatkan, serta mempelajari yang belum
ia ketahui.
Ketika umurnya menginjak usia 40 tahun, gurunya Syaikh Hammad telah wafat, maka
ia segera menggantikan gurunya.
Abu Hanifah tak hanya mengambil ilmu dari Syaikh Hammad, tetapi juga banyak
ulama selama perjalanan ke Makkah dan Madinah, diantaranya Anas bin Malik, Zaid
bin Ali dan Ja'far ash-Shadiq yang mempunyai konsen besar terhadap masalah fikih
dan hadits.

Imam Abu Hanifah diketahui telah menyelesaikan 600.000 perkara dalam bidang
ilmu fiqih dan dijuluki Imam Al-A'dzhom oleh masyarakat karena keluasan
ilmunya.Beliau juga menjadi rujukan para ulama pada masa itu dan merupakan guru
dari para ulama besar pada masa itu dan masa selanjutnya.
4. Akhir hayat
Selang beberapa hari setelah mendapatkan tahanan rumah, ia terkena penyakit,
semakin lama semakin parah. Akhirnya ia wafat pada usia 68 tahun. Berita
kematiannya segera menyebar, ketika Khalifah mendengar berita itu, ia berkata,
"Siapa yang bisa memaafkanku darimu hidup maupun mati?" Salah seorang ulama
5
Imam-ul-A’zam Abu Hanifa, The Theologian

7
Kufah berkata, "Cahaya keilmuan telah dimatikan dari kota Kufah, sungguh mereka
tidak pernah melihat ulama sekaiber dia selamanya." Yang lain berkata, "Kini mufti
dan fakih Irak telah tiada."
Jasadnya dikeluarkan dipanggul di atas punggung kelima muridnya, hingga sampai
tempat pemandian, ia dimandikan oleh Al-Hasan bin Imarah, sementara Al-Harawi
yang menyiramkan air ke tubuhnya. Ia disalatkan lebih dari 50.000 orang. Dalam
enam kali putaran yang ditutup dengan salat oleh anaknya, Hammad. Ia tak dapat
dikuburkan kecuali setelah salat Ashar karena sesak, dan banyak tangisan. Ia
berwasiat agar jasadnya dikuburkan di Kuburan Al-Khairazan, karena merupakan
tanah kubur yang baik dan bukan tanah curian.
B. Malik bin Anas
Mālik ibn Anas bin Malik bin 'Āmr al-Asbahi atau Malik bin Anas (lengkapnya:
Malik bin Anas bin Malik bin `Amr, al-Imam, Abu `Abd Allah al-Humyari al-Asbahi
al-Madani), Bahasa Arab: ‫مالك بن أنس‬, lahir di Madinah pada tahun 711 M / 90H dan
meninggal pada tahun 795M / 174H. Ia adalah pakar ilmu fikih dan hadis, serta
pendiri Mazhab Maliki. Juga merupakan guru dari Muhammad bin Idris pendiri
Madzhab Syafi'i.6
Imam Malik diketahui sangat jarang keluar dari kota Madinah. Ia memilih
menyibukkan diri dengan mengajar dan berdakwah di kota tempat Rasulullah Saw
wafat tersebut. Beliau sesekali keluar dari kota Madinah untuk melakukan ibadah haji
di kota Mekkah
Di antara guru dia adalah Nafi’ bin Abi Nu’aim, Nafi’ al Muqbiri, Na’imul Majmar,
Az-Zuhri, Amir bin Abdullah bin Az-Zubair, Ibnul Munkadir, Abdullah bin Dinar,
dan lain-lain.

Di antara murid dia adalah Ibnul Mubarak, Al Qaththan, Ibnu Mahdi, Ibnu Wahb,
Ibnu Qasim, Al Qa’nabi, Abdullah bin Yusuf, Sa’id bin Manshur, Yahya bin Yahya
al-Andalusi, Yahya bin Bakir, Qutaibah Abu Mush’ab, Al-Auza’i, Sufyan ats-Tsauri,
Sufyan bin Uyainah, Imam Syafi’i, Abu Hudzafah as Sahmi, Az Zubairi, dan lain-
lain.7
1. Karya imam Malik bin Anas
Al-Muwaththa berarti ‘yang disepakati’ atau ‘tunjang’ atau ‘panduan’ yang
membahas tentang ilmu dan hukum-hukum agama Islam. Al-Muwaththa merupakan
sebuah kitab yang berisikan hadis-hadis yang dikumpulkan oleh Imam Malik serta
pendapat para sahabat dan ulama-ulama tabiin. Kitab ini lengkap dengan berbagai
6
Malik bin Anas: "Al Muwaththa", halaman 7-9. Mesir:Dar al-Ghad al-gadeed
7
The Origins of Islamic Law: The Qurʼan, the Muwaṭṭaʼ dan Madinan ʻAmal, hal. 16

8
problem agama yang merangkum ilmu hadis, ilmu fiqh dan sebagainya. Semua hadis
yang ditulis adalah sahih kerana Imam Malik terkenal dengan sifatnya yang tegas
dalam penerimaan sebuah hadis. Dia sangat berhati-hati ketika menapis,
mengasingkan, dan membahas serta menolak riwayat yang meragukan. Dari 100.000
hadis yang dihafal dia, hanya 10.000 saja diakui sah dan dari 10.000 hadis itu, hanya
5.000 saja yang disahkan sahih olehnya setelah diteliti dan dibandingkan dengan al-
Quran.

Menurut sebuah riwayat, Imam Malik menghabiskan 40 tahun untuk mengumpul dan
menapis hadis-hadis yang diterima dari guru-gurunya. Imam Syafii pernah berkata,
“Tiada sebuah kitab di muka bumi ini setelah al qur`an yang lebih banyak
mengandungi kebenaran selain dari kitab Al-Muwaththa karangan Imam Malik, inilah
karangan para ulama muaqoddimin.”

2. Akhir hayat
Menjelang wafat, Imam Malik ditanya kenapa ia tak pergi lagi ke Masjid Nabawi
selama tujuh tahun, ia menjawab, "Seandainya bukan karena akhir dari kehidupan
saya di dunia, dan awal kehidupan di akhirat, aku tidak akan memberitahukan hal ini
kepada kalian. Yang menghalangiku untuk melakukan semua itu adalah penyakit
sering buang air kecil, karena sebab ini aku tak sanggup untuk mendatangi Masjid
Rasulullah. Dan, aku tak suka menyebutkan penyakitku, karena khawatir aku akan
selalu mengadu kepada Allah." Imam Malik mulai jatuh sakit pada hari Ahad sampai
22 hari lalu wafat pada hari Ahad, tanggal 10 Rabi'ul Awwal 179 Hijriyah atau 800
Miladiyyah.
Masyarakat Madinah menjalankan wasiat yang ia sampaikan, yakni dikafani dengan
kain putih, dan dishalati diatas keranda. Imam shalat jenazahnya adalah Abdullah bin
Muhammad bin Ibrahim al-Hasyimi yang merupakan gubernur Madinah. Gubernur
Madinah datang melayat dengan jalan kaki, bahkan termasuk salah satu yang ikut
serta dalam mengangkat jenazah hingga ke makamnya. Dia dimakamkan di
Pemakaman Baqi', seluruh murid-murid dia turut mengebumikan dia.
Informasi tentang kematitan dia tersebar di seantero negeri Islam, mereka sungguh
sangat bersedih dan merasa sangat kehilangan, seraya mendoakan dia agar selalu
dilimpahi rahmat dan pahala yang belipat ganda berkat ilmu dan amal yang dia
persembahkan untuk Islam.
C. Imam Syafi'i
Abu Abdullah Muhammad bin Idris asy-Syafi"i al-Muththalibi al-Qurasyi (bahasa
Arab: ‫ ّي‬‰‫ )أبو عبد هللا محمد بن إدريس الشافع ّي المطَّلِب ّي القرش‬atau singkatnya Imam Asy-Syafi"i
(Ashkelon, Gaza, Palestina, 150 H/767 M - Fusthat, Mesir, 204 H/820 M) adalah
seorang mufti besar Sunni Islam dan juga pendiri mazhab Syafi"i. Imam Syafi"i juga
tergolong kerabat dari Rasulullah, ia termasuk dalam Bani Muththalib, yaitu
keturunan dari al-Muththalib, saudara dari Hasyim, yang merupakan kakek
Muhammad.8
8
1. The Origins of Islamic Law: The Qurʼan, the Muwaṭṭaʼ and Madinan ʻAmal, by Yasin Dutton, pg.
16

9
Imam Syafi’i lahir di Palestine tahun 150 H, di sebuah perkampung orang-orang
Yaman. Beliau wafat pada usia 55 tahun (tahun 205 H), yaitu hari kamis malam
jum’at setelah shalat maghrib, pada bulan Rajab, bersamaan dengan tanggal 28 juni
819 H di Mesir.
Dari segi urutan masa, Imam Syafi’i merupakan Imam ketiga dari empat orang Imam
yang masyhur. Tetapi keluasan dan jauhnya jangkauan pemikirannya dalam
menghadapi berbagai masalah yang berkaitan dengan ilmu dan hukum fiqih
menempatkannya menjadi pemersatu semua imam.
Saat usia 13 tahun, Imam Syafi"i dikirim ibunya pergi ke Madinah untuk berguru
kepada ulama besar saat itu, Imam Malik. Dua tahun kemudian, ia juga pergi ke Irak,
untuk berguru pada murid-murid Imam Hanafi di sana.
Imam Syafi`i mempunyai dua dasar berbeda untuk Mazhab Syafi"i. Yang pertama
namanya Qaulun Qadim (ketetapan lama) dan Qaulun Jadid (ketetapan baru). Hal ini
sering di kaitkan dengan aqidah atsariyah. Padahal imam atsari lahir 260 H/873 M.
Sedangkan Imam asyafi"i wafat tahun 205 H.9
1. Kelahiran dan kehidupan keluarga imam Syafi'i
Idris bin Abbas menyertai istrinya dalam sebuah perjalanan yang cukup jauh, yaitu
menuju kampung Gaza, Palestina, di mana saat itu umat Islam sedang berperang
membela negeri Islam di kota Asqalan.
Pada saat itu Fatimah al-Azdiyyah sedang mengandung, Idris bin Abbas gembira
dengan hal ini, lalu ia berkata, "Jika engkau melahirkan seorang putra, maka akan
kunamakan Muhammad, dan akan aku panggil dengan nama salah seorang kakeknya
yaitu Syafi"i bin Asy-Syaib."
Akhirnya Fatimah melahirkan di Gaza, dan terbuktilah apa yang dicita-citakan
ayahnya. Anak itu dinamakan Muhammad, dan dipanggil dengan nama "Asy-Syafi"i".
Kebanyakan ahli sejarah berpendapat bahwa Imam Syafi"i lahir di Gaza, Palestina,
namun di antara pendapat ini terdapat pula yang menyatakan bahwa dia lahir di
Asqalan; sebuah kota yang berjarak sekitar tiga farsakh dari Gaza. Menurut para ahli
sejarah pula, Imam Syafi"i lahir pada tahun 150 H, yang mana pada tahun ini wafat
pula seorang ulama besar Sunni yang bernama Imam Abu Hanifah.
Imam Ahmad bin Hambal berkata, “Sesungguhnya Allah telah mentakdirkan pada
setiap seratus tahun ada seseorang yang akan mengajarkan Sunnah dan akan
menyingkirkan para pendusta terhadap Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Kami
berpendapat pada seratus tahun yang pertama Allah mentakdirkan Umar bin Abdul
Aziz dan pada seratus tahun berikutnya Allah menakdirkan Imam Asy-Syafi`i."
Nasab dari imam Syafi'i ialah Idris, ayah Imam Syafi"i tinggal di tanah Hijaz, ia
merupakan keturunan dari al-Muththalib, jadi dia termasuk ke dalam Bani Muththalib.
Nasab Dia adalah Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin As-
Sa’ib bin Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim bin Al-Mutthalib bin Abdulmanaf bin
Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin
An-Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar
bin Ma’ad bin Adnan. Nasabnya bertemu dengan Rasulullah di Abdul-Manaf.
9
Al-'Aqil, Muhammad bin A. W. (2018). Manhaj 'Aqidah Imam Asy-Syafi'i. Jakarta: Pustaka Imam
Syafi'i. hlm. 41.

10
Dari nasab tersebut, Al-Mutthalib bin Abdi Manaf, kakek Muhammad bin Idris Asy-
Syafi`ie, adalah saudara kandung Hasyim bin Abdi Manaf kakek Nabi Muhammad
shallallahu `alaihi wa alihi wasallam
Kemudian juga saudara kandung Abdul Mutthalib bin Hasyim, kakek Nabi
Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wasallam, bernama Syifa’, dinikahi oleh
Ubaid bin Abdi Yazid, sehingga melahirkan anak bernama As-Sa’ib, ayahnya Syafi’.
Kepada Syafi’ bin As-Sa’ib radliyallahu `anhuma inilah bayi yatim tersebut
dinisbahkan nasabnya sehingga terkenal dengan nama Muhammad bin Idris Asy-
Syafi`ie Al-Mutthalibi. Dengan demikian, nasab yatim ini sangat dekat dengan Nabi
Muhammad shallallahu `alaihi wa alihi wasallam.
Bahkan karena Hasyim bin Abdi Manaf, yang kemudian melahirkan Bani Hasyim,
adalah saudara kandung dengan Mutthalib bin Abdi Manaf, yang melahirkan Bani
Mutthalib, maka Rasulullah bersabda:
“ Hanyalah kami (yakni Bani Hasyim) dengan mereka (yakni Bani Mutthalib)
berasal dari satu nasab. Sambil dia menyilang-nyilangkan jari jemari kedua tangan
dia.”
— HR. Abu Nu’aim Al-Asfahani dalam Hilyah nya juz 9 hal. 65 -
2. Masa belajar imam Syafi'i
Setelah ayah Imam Syafi’i meninggal dan dua tahun kelahirannya, sang ibu
membawanya ke Mekah, tanah air nenek moyang. Ia tumbuh besar di sana dalam
keadaan yatim. Sejak kecil Syafi’i cepat menghafal syair, pandai bahasa Arab dan
sastra sampai-sampai Al Ashma’i berkata,”Saya mentashih syair-syair bani Hudzail
dari seorang pemuda dari Quraisy yang disebut Muhammad bin Idris,” Imam Syafi’i
adalah imam bahasa Arab.

Di Makkah, Imam Syafi’i berguru fiqh kepada mufti di sana, Muslim bin Khalid Az
Zanji sehingga ia mengizinkannya memberi fatwah ketika masih berusia 15 tahun.
Demi ia merasakan manisnya ilmu, maka dengan taufiq Allah dan hidayah-Nya, dia
mulai senang mempelajari fiqih setelah menjadi tokoh dalam bahasa Arab dan
sya’irnya. Remaja yatim ini belajar fiqih dari para Ulama’ fiqih yang ada di Makkah,
seperti Muslim bin khalid Az-Zanji yang waktu itu berkedudukan sebagai mufti
Makkah.
Kemudian dia juga belajar dari Dawud bin Abdurrahman Al-Atthar, juga belajar dari
pamannya yang bernama Muhammad bin Ali bin Syafi’, dan juga menimba ilmu dari
Sufyan bin Uyainah.
Guru yang lainnya dalam fiqih ialah Abdurrahman bin Abi Bakr Al-Mulaiki, Sa’id
bin Salim, Fudhail bin Al-Ayyadl dan masih banyak lagi yang lainnya. Dia pun
semakin menonjol dalam bidang fiqih hanya dalam beberapa tahun saja duduk di
berbagai halaqah ilmu para Ulama’ fiqih sebagaimana tersebut di atas.
Kemudian ia pergi ke Madinah dan berguru fiqh kepada Imam Malik bin Anas. Ia
mengaji kitab Muwattha’ kepada Imam Malik dan menghafalnya dalam 9 malam.
Imam Syafi’i meriwayatkan hadis dari Sufyan bin Uyainah, Fudlail bin Iyadl dan
pamannya, Muhamad bin Syafi’ dan lain-lain.

11
Di majelisnya ini, Imam Syafi’i menghapal dan memahami dengan cemerlang
kitab karya Imam Malik, yaitu Al-Muwattha’. Kecerdasannya membuat Imam Malik
amat mengaguminya. Sementara itu As-Syafi`ie sendiri sangat terkesan dan sangat
mengagumi Imam Malik di Al-Madinah dan Imam Sufyan bin Uyainah di Makkah.
Imam Syafi’i menyatakan kekagumannya setelah menjadi Imam dengan
pernyataannya yang terkenal berbunyi: “Seandainya tidak ada Malik bin Anas dan
Sufyan bin Uyainah, niscaya akan hilanglah ilmu dari Hijaz.” Juga ia menyatakan
lebih lanjut kekagumannya kepada Imam Malik: “Bila datang Imam Malik di suatu
majelis, maka Malik menjadi bintang di majelis itu.” Ia juga sangat terkesan dengan
kitab Al-Muwattha’ Imam Malik sehingga ia menyatakan: “Tidak ada kitab yang
lebih bermanfaat setelah Al-Qur’an, lebih dari kitab Al-Muwattha’.” Ia juga
menyatakan: “Aku tidak membaca Al-Muwattha’ Malik, kecuali mesti bertambah
pemahamanku.”
Dari berbagai pernyataannya di atas dapatlah diketahui bahwa guru yang paling ia
kagumi adalah Imam Malik bin Anas, kemudian Imam Sufyan bin Uyainah. Di
samping itu, Imam Syafi’i juga duduk menghafal dan memahami ilmu dari para
Ulama’ yang ada di Al-Madinah, seperti Ibrahim bin Sa’ad, Isma’il bin Ja’far, Atthaf
bin Khalid, Abdul Aziz Ad-Darawardi. Ia banyak pula menghafal ilmu di majelisnya
Ibrahim bin Abi Yahya. Akan tetapi, gurunya yang disebutkan terakhir ini adalah
pendusta dalam meriwayatkan hadits, memiliki pandangan yang sama dengan
madzhab Qadariyah yang menolak untuk beriman kepada taqdir dan berbagai
kelemahan fatal lainnya.

Sehingga ketika pemuda Quraisy ini telah terkenal dengan gelar sebagai Imam
Syafi`ie, khususnya di akhir hayatnya, ia tidak mau lagi menyebut nama Ibrahim bin
Abi Yahya ini dalam berbagai periwayatan ilmu.
Pengembaraan ke Madinah dan Pertemuannya dengan Imam Malik bin AnasSebelum
pergi ke Madinah untuk menemui Imam Malik, Imam asy-Syafi"i terlebih dahulu
mempersiapkan diri dengan menghafal kitab al-Muwaththa". Dalam sebuah riwayat
disebutkan bahwa ia hafal kitab tersebut dalam usia sepuluh tahun. Riwayat lain
menyebutkan ia hafal pada usia tiga belas tahun.
memperbaikimu. Aku adalah keturunan Muththalib, semoga Allah tetap menjadikan
tuan sebagai orang yang shalih." Imam Malik bin Anas memandangku sesaat, seakan-
akan ia mempunyai firasat, kemudian ia bertanya: "Siapa namamu?" Aku menjawab:
"Muhammad." Ia berkata: "Hai, Muhammad, bertakwalah kepada Allah.
Tinggalkanlah maksiat, maka engkau akan menjadi orang besar." Aku menjawab:
"Ya, juga seorang yang diberi kemuliaan." Imam Malik berkata: "Datanglah besok,
dan akan ada orang yang akan membacakan kitab itu (al-Muwaththa") untukmu." Aku
berkata: "Sesungguhnya saya dapat menghafalnya." Imam asy-Syafi"i melanjutkan:
"Besoknya aku datang pagi-pagi dan mulailah aku membaca kitab itu.
Namun, acapkali saya ingin menghentikan bacaan karena segan kepadanya.
Imam Malik tertarik kepada bacaan dan i"rab saya yang bagus." Imam Malik berkata:
"Hai, anak muda, bacalah lagi." Akhirnya, aku membaca kitab karangannya itu di

12
hadapannya dalam beberapa hari saja. Setelah itu, aku tinggal di Madinah hingga
Imam Malik bin Anas wafat." Tinggalnya Imam asy-Syafi’i di Madinah tidak terus-
menerus, melainkan diselingi oleh kepulangannya ke Makkah untuk menengok
ibunya. Dalam kepulangannya itu, ia menyempatkan diri mendengarkan sya’ir-sya’ir
suku Hudznail dan belajar kepada ulama Makkah. Sejumlah Riwayat dan keterangan
menyebutkan bahwa Imam asy-Syafi’i pergi ke Madinah dalam usia tiga belas tahun,
yakni sekitar tahun 163 H. Kemudian, ia pulang pergi antara Madinah, Makkah, dan
perkampungan Hudznail meskipun kebanyakan ia menetap di Madinah mendampingi
Imam Malik bin Anas hingga beliau wafat pada 179 H. Setelah memperoleh banyak
ilmu barulah Imam asy-Syafi’i pulang ke Makkah, maka mulailah nama dan
keilmuanya terkenal yang mana pada saat itu umurnya baru 29 tahun. Pada fase ini
Imam asy-Syafi’i juga telah berguru kepada guru dan ulama lainnya. Sebagaimana
dituturkan oleh Mush’ab az-Zubairi: “Imam asy-Syafi’i telah mengambil hamper
semua ilmu yang dimiliki oleh Imam Mali bin Anas dan menghimpun ilmu para
syaikh yang ada di Madinah.”
Imam Syafi’i kemudian pergi ke Yaman dan bekerja sebentar di sana. Disebutkanlah
sederet Ulama’ Yaman yang didatangi oleh dia ini seperti: Mutharrif bin Mazin,
Hisyam bin Yusuf Al-Qadli dan banyak lagi yang lainnya. Dari Yaman, dia
melanjutkan tour ilmiahnya ke kota Baghdad di Iraq dan di kota ini dia banyak
mengambil ilmu dari Muhammad bin Al-Hasan, seorang ahli fiqih di negeri Iraq.

Juga dia mengambil ilmu dari Isma’il bin Ulaiyyah dan Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi
dan masih banyak lagi yang lainnya.
Sekembalinya dari Madinah ke Makkah Imam asy-Syafi’i sibuk dengan ilmunya, jiwa
Imam asy-Syafi’i sangat haus akan ilmu ulama Yaman. Namun, karena tidak
memiliki biaya cukup, Imam asy-Syafi’i tidak dapat pergi ke Yaman.
Oleh karena itu, Ketika ada seorang Thalibi menjadi pejabat di Yaman, ibunya
mendatangi saudara-saudara Imam asy-Syafi’i, meminta agar memohon kepada pria
itu untuk bersedia pergi bersama Imam asy-Syafi’i ke Yaman. Kemudian, ia pun
menyetujuinya, tetapi karena ibu Imam asy-Syafi’i tidak memiliki bekal yang dapat
diberikan kepada Imam asy-Syafi’i, maka ibunya menggadaikan rumah seharga 16
dinar kemudian uang itu diberikan kepadanya. Imam asy-Syafi'i menceritakan
kepergiannya ke negeri Yaman: "Aku berangkat dengan pria itu dengan biaya
tersebut. Sesampainya di Yaman, aku diberi suatu pekerjaan. Karena kerjaku bagus,
pekerjaanku ditambah. Ketika para pekerja Makkah pulang pada bulan Rajab, mereka
pun memuji-mujiku hingga aku menjadi buah bibir di sana

Setelah itu, aku pulang dari Yaman. Ketika aku menghadap Ibnu Abi Yahya, yang
aku pernah belajar kepadanya, aku pun mengucapkan salam. Dia mencelaku: 'Engkau
belajar kepadaku, tetapi kemudian engkau bekerja? Ingat! Apabila sesuatu telah
memasuki dunia seseorang, dia akan betah tinggal di sana. ' Mendengar ucapannya
itu, aku pamit. Kemudian, aku menemui Sufyan bin 'Uyainah. Setelah aku mengucap
salam, ia menyambutku lalu berkata: 'Informasi tentang-mu telah kudengar. Engkau

13
dikenal orang banyak, apa yang engkau perbuat karena Allah Ta’ala akan kembali
kepadamu. Sebaiknya engkau jangan berlebihan.' Imam asy-Syafi'i berkata: 'Nasihat
Sufyan bin 'Uyainah ini lebih menggugah hatiku daripada nasihat Ibnu Abi Yahya.'"
Selanjutnya, Imam asy-Syafi'i menceritakan kepulangannya dari Yaman, sebagian
kegiatannya di negeri itu, kegigihannya menegakkan keadilan, dan kesungguhannya
dalam mencari ilmu sehingga namanya dikenal oleh banyak orang. Barangkali ia
dibenci atas prestasinya itu oleh pecinta dunia karena mereka takut ia mendapat
simpati dari orang-orang sehingga terjadi pertentangan di tubuh pemerintahan. Oleh
karena itu, seorang panglima Khalifah Harun ar-Rasyid mengirim surat kepada
Khalifah Harun ar-Rasyid yang isinya: "Orang-orang khawatir terhadap bahaya kaum
'Alawiyyin karena di kalangan mereka ada seorang pemuda yang bernama
Muhammad bin Idris yang dengan lisannya dapat berbuat lebih berbahaya ketimbang
pembunuh dengan pedangnya. Oleh karena itu, jika tuan memiliki kepentingan
terhadap negeri Hijaz, asingkanlah mereka darinya."

Ada yang berpendapat bahwa kepergiannya ke Yaman dilakukan berkali-kali, hal ini
bisa dibenarkan jika dilihat dari seringnya Imam asy-Syafi’i pulang ke Makkah, tetapi
jika ditilik dari asal kepergiannya pertama kali, maka itu hanya satu kali.
Kemudian pergi ke Baghdad (183 dan tahun 195), di sana ia menimba ilmu dari
Muhammad bin Hasan. Ia memiliki tukar pikiran yang menjadikan Khalifah Ar
Rasyid.
Kemudian imam Syafi'i lanjut ke Mesir, Di Mesir Imam Syafi"i bertemu dengan
murid Imam Malik yakni Muhammad bin Abdillah bin Abdil Hakim. Di Baghdad,
Imam Syafi’i menulis madzhab lamanya (qaul qadim). Kemudian dia pindah ke Mesir
tahun 200 H dan menuliskan madzhab baru (qaul jadid). Di sana dia wafat sebagai
syuhadaul ilm di akhir bulan Rajab 204 H.
3. Karya tulis
Salah satu karangannya adalah “Ar-risalah” buku pertama tentang ushul fiqh dan
kitab “Al Umm” yang berisi madzhab fiqhnya yang baru. Imam Syafi’i adalah
seorang mujtahid mutlak, imam fiqh, hadis, dan ushul.
Ia mampu memadukan fiqh ahli Irak dan fiqh ahli Hijaz. Imam Ahmad berkata
tentang Imam Syafi’i,”Dia adalah orang yang paling faqih dalam Al Quran dan As
Sunnah,” “Tidak seorang pun yang pernah memegang pena dan tinta (ilmu)
melainkan Allah memberinya di ‘leher’ Syafi’i,”. Thasy Kubri mengatakan di
Miftahus sa’adah,”Ulama ahli fiqh, ushul, hadits, bahasa, nahwu, dan disiplin ilmu
lainnya sepakat bahwa Syafi’i memiliki sifat amanah (dipercaya), adalah (kredibilitas
agama dan moral), zuhud, wara’, takwa, dermawan, tingkah lakunya yang baik,
derajatnya yang tinggi. Orang yang banyak menyebutkan perjalanan hidupnya saja
masih kurang lengkap,”
Dasar madzhabnya: Al Quran, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Dia juga tidak mengambil
Istihsan (menganggap baik suatu masalah) sebagai dasar madzhabnya, menolak

14
maslahah mursalah, perbuatan penduduk Madinah. Imam Syafi’i
mengatakan,”Barangsiapa yang melakukan istihsan maka ia telah menciptakan
syariat,”. Penduduk Baghdad mengatakan,”Imam Syafi’i adalah nashirussunnah
(pembela sunnah),”
Dia mewariskan kepada generasi berikutnya sebagaimana yang diwariskan oleh para
nabi, yakni ilmu yang bermanfaat. Ilmu dia banyak diriwayatkan oleh para murid-
muridnya dan tersimpan rapi dalam berbagai disiplin ilmu. Bahkan dia pelopor dalam
menulis di bidang ilmu Ushul Fiqih, dengan karyanya yang monumental Risalah. Dan
dalam bidang fiqih, dia menulis kitab Al-Umm yang dikenal oleh semua orang,
awamnya dan alimnya. Juga dia menulis kitab Jima’ul Ilmi.

Dia mempunyai banyak murid, yang umumnya menjadi tokoh dan pembesar ulama
dan Imam umat islam, yang paling menonjol adalah:
 Ahmad bin Hanbal, Ahli Hadits dan sekaligus juga Ahli Fiqih dan Imam
Ahlus Sunnah dengan kesepakatan kaum muslimin.
 Al-Hasan bin Muhammad Az-Za’farani
 Ishaq bin Rahawaih,
 Harmalah bin Yahya
 Sulaiman bin Dawud Al Hasyimi
 Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid Al Kalbi dan lain-lainnya banyak sekali.
Kitab “Al Hujjah” yang merupakan madzhab lama diriwayatkan oleh empat imam
Irak; Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, Za’farani, Al Karabisyi dari Imam Syafi’i.
Dalam masalah Al-Qur’an, dia Imam Asy-Syafi`i mengatakan, “Al-Qur’an adalah
Kalamullah, barangsiapa mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk maka dia
telah kafir.”
Sementara kitab “Al Umm” sebagai madzhab yang baru Imam Syafi’i
diriwayatkan oleh pengikutnya di Mesir; Al Muzani, Al Buwaithi, Ar Rabi’ Jizii bin
Sulaiman. Imam Syafi’i mengatakan tentang madzhabnya,”Jika sebuah hadits shahih
bertentangan dengan perkataanku, maka buanglah perkataanku di belakang tembok,”
“Kebaikan ada pada lima hal: kekayaan jiwa, menahan dari menyakiti orang lain,
mencari rizki halal, taqwa dan tsiqqah kepada Allah. Ridha manusia adalah tujuan
yang tidak mungkin dicapai, tidak ada jalan untuk selamat dari (ucapan) manusia,
wajib bagimu untuk konsisten dengan hal-hal yang bermanfaat bagimu”.
"Ikutilah Ahli Hadits oleh kalian, karena mereka orang yang paling banyak
benarnya.”
Dia berkata, “Semua perkataanku yang menyelisihi hadits yang shahih maka ambillah
hadits yang shahih dan janganlah taqlid kepadaku.”
Dia berkata, “Semua hadits yang shahih dari Nabi Shalallahu "alaihi wassalam maka
itu adalah pendapatku meski kalian tidak mendengarnya dariku.”

15
Dia mengatakan, “Jika kalian dapati dalam kitabku sesuatu yang menyelisihi Sunnah
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam maka ucapkanlah sunnah Rasulullah dan
tinggalkan ucapanku.”
4. Akhir hayat
Imam Syafi"i wafat pada bulan Rajab tahun 204 Hijriah akibat terkena penyakit
bawasir. Penyakit ini dideritanya karena kesibukannya dalam mengadakan dakwah,
pengajaran dan penulisan kitab di Mesir.[2] Ia tetap begitu hingga terkadang jika ia
naik kendaraan darahnya mengalir mengenai celananya bahkan mengenai pelana dan
kaus kakinya. Wasir ini benar-benar menyiksanya selama hampir empat tahun, ia
menanggung sakit demi ijtihadnya yang baru di Mesir, menghasilkan empat ribu
lembar. Selain itu ia terus mengajar, meneliti dialog serta mengkaji baik siang
maupun malam.
Pada suatu hari muridnya Al-Muzani masuk menghadap dan berkata, "Bagamana
kondisi Anda wahai guru?" Imam Syafi"i menjawab, "Aku telah siap meninggalkan
dunia, meninggalkan para saudara dan teman, mulai meneguk minuman kematian,
kepada Allah dzikir terus terucap. Sungguh, Demi Allah, aku tak tahu apakah jiwaku
akan berjalan menuju surga sehingga perlu aku ucapkan selamat, atau sedang menuju
neraka sehingga aku harus berkabung?".

Setelah itu, dia melihat di sekelilingnya seraya berkata kepada mereka, "Jika aku
meninggal, pergilah kalian kepada wali (penguasa), dan mintalah kepadanya agar mau
memandikanku," lalu sepupunya berkata, "Kami akan turun sebentar untuk salat."
Imam menjawab, "Pergilah dan setelah itu duduklah disini menunggu keluarnya
ruhku." Setelah sepupu dan murid-muridnya salat, sang Imam bertanya, "Apakah
engkau sudah salat?" lalu mereka menjawab, "Sudah", lalu ia minta segelas air, pada
saat itu sedang musim dingin, mereka berkata, "Biar kami campur dengan air hangat,"
ia berkata, "Jangan, sebaiknya dengan air safarjal". Setelah itu ia wafat. Imam Syafi"i
wafat pada malam Jum"at menjelang subuh pada hari terakhir bulan Rajab tahun 204
Hijriyyah atau tahun 809 Miladiyyah pada usia 52 tahun.
Tidak lama setelah kabar kematiannya tersebar di Mesir hingga kesedihan dan duka
melanda seluruh warga, mereka semua keluar dari rumah ingin membawa jenazah di
atas pundak, karena dahsyatnya kesedihan yang menempa mereka. Tidak ada
perkataan yang terucap saat itu selain permohonan rahmat dan ridha untuk yang telah
pergi.
Sejumlah ulama pergi menemui wali Mesir yaitu Muhammad bin as-Suri bin al-
Hakam, memintanya datang ke rumah duka untuk memandikan Imam sesuai dengan
wasiatnya. Ia berkata kepada mereka, "Apakah Imam meninggalkan hutang?",
"Benar!" jawab mereka serempak. Lalu wali Mesir memerintahkan untuk melunasi
hutang-hutang Imam seluruhnya. Setelah itu wali Mesir memandikan jasad sang
Imam.
Jenazah Imam Syafi"i diangkat dari rumahnya, melewati jalan al-Fusthath dan
pasarnya hingga sampai ke daerah Darbi as-Siba, sekarang jalan Sayyidah an-
Nafisah. Dan, Sayyidah Nafisah meminta untuk memasukkan jenazah Imam ke
rumahnya, setelah jenazah dimasukkan, dia turun ke halaman rumah kemudian

16
salat jenazah, dan berkata, "Semoga Allah merahmati asy-Syafi"i, sungguh ia
benar-benar berwudhu dengan baik."
Jenazah kemudian dibawa, sampai ke tanah anak-anak Ibnu Abdi al-Hakam, disanalah
ia dikuburkan, yang kemudian terkenal dengan Turbah asy-Syafi"i sampai hari ini,
dan disana pula dibangun sebuan masjid yang diberi nama Masjid asy-Syafi"i.
Penduduk Mesir terus menerus menziarahi makam sang Imam sampai 40 hari 40
malam, setiap penziarah tak mudah dapat sampai ke makamnya karena banyaknya
peziarah.
D. Imam Ahmad bin Hambal
Ahmad bin Hanbal (bahasa Arab: ‫د بن حنبل‬‰‰‫أحم‬, lahir 20 Rabiul awal 164 H (27
November 780) - wafat 12 Rabiul Awal 241 H (4 Agustus 855))[1] adalah seorang
ahli hadits dan teologi Islam. Ia lahir di Mary, Turkmenistan, utara Afganistan. Serta
ia dikenal dengan nama Imam Hanbali.
Nama dan nasab nya ialah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin
Idris bin 'Abdillah bin Hayyan bin 'Abdillah bin Anas bin 'Auf bin Qasith bin Mazin
bin Syaiban bin Dzuhl bin Tsa'labah bin Ukanah bin Sha'b bin 'Ali bin Bakr bin Wa'il
bin Qasith bin Hanab bin 'Aqsha bin Da'mi bin Jadilah bin Asad bin Rabi'ah bin Nizar
bin Ma'd bin Adnan, beliau lahir di Mary Turkmenistan dan beliau wafat di Baghdad
Irak.
1. Awal mula Menuntut Ilmu
Ilmu yang pertama kali dikuasai adalah Al Qur'an hingga ia hafal pada usia 15 tahun,
ia juga mahir baca-tulis dengan sempurna hingga dikenal sebagai orang yang terindah
tulisannya. Lalu, ia mulai konsentrasi belajar ilmu hadits di awal umur 15 tahun itu
pula. Ia telah mempelajari Hadits sejak kecil dan untuk mempelajari Hadits ini, ia
pernah pindah atau merantau ke Syam (Syiria), Hijaz, Yaman dan negara-negara
lainnya sehingga ia akhirnya menjadi tokoh ulama yang bertakwa, saleh, dan zuhud.
Abu Zur'ah mengatakan bahwa kitabnya yang sebanyak 12 buah sudah dihafalnya di
luar kepala. Ia menghafal sampai sejuta hadits. Imam Syafi'i mengatakan tentang diri
Imam Ahmad, "Setelah saya keluar dari Baghdad, tidak ada orang yang saya
tinggalkan di sana yang lebih terpuji, lebih shaleh dan yang lebih berilmu daripada
Ahmad bin Hambal". Abdur Rozzaq Bin Hammam yang juga salah seorang guru dia
pernah berkata, "Saya tidak pernah melihat orang se-faqih dan se-wara' Ahmad Bin
Hanbal"10
2. Guru guru imam Ahmad bin Hambal
Sunting
Imam Ahmad bin Hambal berguru kepada banyak ulama, jumlahnya lebih dari dua
ratus delapan puluh yang tersebar di berbagai negeri, seperti di Makkah, Kufah,
Bashrah, Baghdad, Yaman dan negeri lainnya. Di antara mereka adalah:
1) Abu Yusuf al-Qadhi
2) Husyaim bin Basyir
3) Asy-Syafi'i
4) Isma'il bin 'Ulayyah
10
Manaqib Imam Ahmad bin Hanbal, oleh Ibnul Jawzy, diteliti oleh Dr.'Abdullah Bin 'Abdul Muhsin
At Turky, Rektor Universitas Muhammad Bin Su'ud Al Islamiyyah di Arab Saudi

17
5) Waki’
6) Sufyan bin ‘Uyainah
7) Abu Dawud Ath-Thayalisi
8) Nu'aim bin Hammad[3][4]
9) Ibrahim bin Sa'ad

10) 'Abbad bin 'Abbad al-Muhallabi


11) Mu'tamir bin Sulaiman At-Taimi
12) Ayyub bin Najjar
13) Yahya bin Abi Zaid
14) 'Ali bin Hasyim bin Barid
15) Qaran bin Tamar
16) 'Abdurrazzaq
17) Ismail bin Ja’far
18) Abbad bin Abbad Al-Ataky
19) Umari bin Abdillah bin Khalid
20) Ibrahim bin Ma’qil
3. Murid-murid Ahmad bin Hanbal
1) Sunting
2) 'Abdullah bin Ahmad bin Hanbal
3) Shalih bin Ahmad bin Hanbal
4) Hanbal bin Ishaq
5) Abu Bakr al-Marudzi
6) Ibrahim al-Harbi
7) Abu Thalib
8) Al-Maimuni
9) Abu Dawud As-Sijistani
10) Abu Bakr al-Atsram
11) Harb al-Karmani
12) Ishaq bin Hani
13) Abu Zur'ah ar-Razi
14) Al-Bukhari
15) Muslim
16) At-Tirmidzi
17) An-Nasai
18) 'Ali bin al-Madini
19) 'Abdurrazzaq
20) Ibnu Ma'in
21) Duhaim
22) Ahmad bin Shalih al-Mishri
23) Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhli
24) Abu Hatim

18
25) Baqi' bin Makhlad
26) Abul Qasim al-Baghawi

4. Karya imam Ahmad bin Hambal


bin Hanbal menulis kitab al-Musnad al-Kabir yang termasuk sebesar-besarnya kitab
"Musnad" dan sebaik baik karangan dia dan sebaik baik penelitian Hadits. Ia tidak
memasukkan dalam kitabnya selain yang dibutuhkan sebagai hujjah. Kitab Musnad
ini berisi lebih dari 25.000 hadits.
Di antara karya Imam Ahmad adalah ensiklopedia hadits atau musnad, disusun oleh
anaknya dari ceramah (kajian-kajian) - kumpulan lebih dari 40 ribu hadits juga Kitab
ash-Salat dan Kitab as-Sunnah.
5. Akhir Hayat
Sunting
Imam Ahmad bin Hambal mulai sakit pada malam Rabu, dua hari dari bulan Rabi'ul
Awwal tahun 241 Hijriyyah, ia sakit selama sembilan hari. Tatkala penyakitnya mulai
parah dan warga sekitar mulai mengetahuinya, maka mereka menjenguknya siang dan
malam.
Penyakitnya kian hari kian parah, pada hari Kamis dan sebelum wafat ia memberikan
isyarat pada keluarganya agar ia diwudhukan, kemudian mereka pun
mewudhukannya. Ketika berwudhu, Imam Ahmad sambil berzikir dan memberikan
isyarat kepada mereka agar menyela-nyela jarinya. Dia menghembuskan napas
terakhirnya di pagi hari Jum’at bertepatan dengan tanggal 12 Rabi’ul Awwal 241 H
pada umur 77 tahun di kota Baghdad. Ia dimakamkan di pemakaman al-Harb, orang
yang bertakziah tidak bisa dihitung jumlahnya saking banyaknya ada yang
mengatakan jumlahnya mencapai 1.7 juta pelayat. Hal ini merupakan bukti dari
perkataan beliau ke para dedengkot bid’ah: “Antara kami dan kalian adalah hari
ketika menjadi jenazah.” Sampai-sampai Abdul Wahhab Al-Warraq berkata: “Kami
tidak pernah mendengar ada rombongan pada masa jahiliyah, tidak juga pada masa
Islam berkumpul ke satu jenazah yang jumlahnya melebihi berkumpulnya orang-
orang ke jenazah Ahmad.”11

11
https://www.zaad.my.id/biografi-singkat-imam-ahmad/

19
Kesimpulan

1. Imam Abu Hanifah nama lengkapnya adalah Abu Hanifah Nu'man ibn Tsabit at-
Taimi, Tempat kelahirannya di Kufah pada tahun 80H /699M dan wafat pada tahun
150H/767M. Abu Hanifah juga merupakan seorang Tabi'in, generasi setelah Sahabat
nabi, karena dia pernah bertemu dengan salah seorang sahabat Rasulullah SAW
bernama Anas bin Malik dan beberapa peserta Perang Badar yang dimuliakan Allah
SWT yang merupakan generasi terbaik islam, dan meriwayatkan hadits darinya serta
sahabat Rasulullah SAW lainnya.Hanifah kecil sering mendampingi ayahnya
berdagang sutra. Namun, tidak seperti pedagang lainnya, Abu Hanifah memiliki
kebiasaan pergi ke Masjid Kufah. Karena kecerdasannya yang gemilang, ia mampu
menghafal Al-Qur'an serta ribuan hadits.

2. Nama lengkap imam Malik yakni huuuuyyMālik ibn Anas bin Malik bin 'Āmr al-
Asbahi atau Malik bin Anas (lengkapnya: Malik bin Anas bin Malik bin `Amr, al-
Imam, Abu `Abd Allah al-Humyari al-Asbahi al-Madani), lahir di Madinah pada
tahun 711 M / 90H dan meninggal pada tahun 795M / 174H. Ia adalah pakar ilmu
fikih dan hadis, serta pendiri Mazhab Maliki. Juga merupakan guru dari Muhammad
bin Idris pendiri Madzhab Syafi'i. Beliau juga membahas serta menolak riwayat yang
meragukan. Dari 100.000 hadis yang dihafal dia, hanya 10.000 saja diakui sah dan
dari 10.000 hadis itu, hanya 5.000 saja yang disahkan sahih olehnya setelah diteliti
dan dibandingkan dengan al-Quran.

3. . Nama lengkap Imam Syafi'i adalah Abu Abdullah Muhammad bin Idris asy-
Syafi"i al-Muththalibi al-Qurasyi ,Imam Syafi’i lahir di Palestine tahun 150 H, di
sebuah perkampung orang-orang Yaman. Beliau wafat pada usia 55 tahun (tahun 205
H), yaitu hari kamis malam jum’at setelah shalat maghrib, pada bulan Rajab,
bersamaan dengan tanggal 28 juni 819 H di Mesir.Salah satu karangannya adalah
“Ar-risalah” buku pertama tentang ushul fiqh dan kitab “Al Umm” yang berisi
madzhab fiqhnya yang baru. Imam Syafi’i adalah seorang mujtahid mutlak, imam
fiqh, hadis, dan ushul.Imam Syafi"i wafat pada bulan Rajab tahun 204 Hijriah akibat
terkena penyakit bawasir.. Sejak kecil Syafi’i cepat menghafal syair, pandai bahasa
Arab dan sastra, beliau juga sudah menghafal Alquran dan berbagai hadis di usianya
yang masih 7 tahun

20
4. Imam Ahmad Ibn Hambal dilahirkan di bagdad pada tahun 164H/780M dan wafat
dibagdad pada tahun 241H/855M,Ilmu yang pertama kali dikuasai adalah Al Qur'an
hingga ia hafal pada usia 15 tahun,Ia juga merupakan penghafal sampai sejuta hadits.
Ahmad bin Hanbal juga menulis kitab al-Musnad al-Kabir yang termasuk sebesar-
besarnya kitab "Musnad" dan sebaik baik karangan dia dan sebaik baik penelitian
Hadits. Ia tidak memasukkan dalam kitabnya selain yang dibutuhkan sebagai hujjah.
Kitab Musnad ini berisi lebih dari 25.000 hadits.

Daftar pustaka

‫ فما بعدها واقتصر على ذلك في كتابه الضعفاء وانضر منهم ابن حبان‬١٩ ‫تأنيب الخطيب ص‬

Hal 437

١٤٨ ‫الكتاب المقتدي إقراء الثقافي‬

Imaam Abu Hanifa (R.A.), Biography of One of The Four Great Imaams- I
The conclusive argument from God:Shah wali Allah of delhi's Hujjat Allah Al
baligha,pg 425
Imam-ul-A’zam Abu Hanifa, The Theologian
Malik bin Anas: "Al Muwaththa", halaman 7-9. Mesir:Dar al-Ghad al-gadeed The
Origins of Islamic Law: The Qurʼan, the Muwaṭṭaʼ dan Madinan ʻAmal, hal. 16
1. The Origins of Islamic Law: The Qurʼan, the Muwaṭṭaʼ and Madinan ʻAmal, by
Yasin Dutton, pg. 16
Al-'Aqil, Muhammad bin A. W. (2018). Manhaj 'Aqidah Imam Asy-Syafi'i. Jakarta:
Pustaka Imam Syafi'i. hlm. 41.
Manaqib Imam Ahmad bin Hanbal, oleh Ibnul Jawzy, diteliti oleh Dr.'Abdullah Bin
'Abdul Muhsin At Turky, Rektor Universitas Muhammad Bin Su'ud Al Islamiyyah di
Arab Saudi
https://www.zaad.my.id/biografi-singkat-imam-ahmad

21

You might also like