Jurnal Dosen Unej Kopi Bwi Fak. Fisip

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

Volume 5, Nomor 1, Januari 2021, Journal of Tourism and Creativity

P-ISSN: 2549-483X E-ISSN: 2716-5159

Gombengsari: Desa Wisata Berbasis Kebun Kopi, Kampoeng Kopi, Dan


Peternakan Kambing Etawa
1
(Purwowibowo )
[email protected]

Abstract
This article describes the tourism potential of Gombengsari Village, Kalipuro
District,Banyuwangi Regency. This sub-district has become a leading tourist
destination, for local and foreign tourists by offering local potential as an object and
tourist attraction. Among them, people's coffee gardens, coffee shops, and Etawa
goat farms. By using a qualitative approach, data collection is in the form of
information on the existence of a tourism village program carried out by the village
government and the Gombengsari community. The informant is officials village and
community members who are the actors of village tourism activities. In addition,
analysis uses human ecology and green social welfare to explain the relationship
between environmental condition-based tourism village programs with community
activities and increased welfare. As a result, Gombengsari Village has become a
tourist destination, potential and attractive based on natural environment and social
activities that can attract local and foreign tourists. The arrival of tourists can
accelerate economic activities and improve the social welfare for all communities.
Keywords: Gombengsari Village, Tourism Village, Tourism Objects and Attractions,
Destinations Attractive and Potential, Social Welfare

Abstrak
Artikel ini menjelaskan tentang potensi wisata Kelurahan Gombengsari, Kecamatan
Kalipuro, Kabupaten Banyuwangi. Kelurahan ini menjadi destinasi wisata unggulan,
bagi wisatawan lokal maupun mancanegara dengan menawarkan potensi lokalnya
sebagai objek dan daya tarik wisatanya. Diantaranya, kebun kopi rakyat, warung
kopi, dan peternakan kambing etawa. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif,
pengumpulan datanya berupa informasi keberadaan program desa wisata yang
dilakukan pemerintah kelurahan dan masyarakat Gombengsari. Informannya,
kerawat kelurahan dan anggota masyarakat yang menjadi pelaku kegiatan desa
wisata. Analisisnya menggunakan ekologi manusia dan kesejahteraan sosial hijau
untuk menjelaskan hubungan antara program desa wisata berbasis kondisi
lingkungan dengan kegiatan masyarakat dan peningkatan kesejahteraan. Hasilnya,
kelurahan Gombengsari menjadi destinasi wisata, potensial dan atraktif berbasis
alam lingkungan dan kegiatan sosial masyarakat sehingga dapat mendatangkan
wisatawan lokal dan mancanegara. Kedatangan para wisatawan dapat mengakselerasi
kegiatan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat.

Kata kunci: Kelurahan Gombengsari, Desa Wisata, Objek dan Daya Tarik Wisata,
Destinasi Atraktif dan Potensial, Kesejahteraan Sosial

1
Dosen Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember

Gombengsari: Desa Wisata Berbasis Kebun Kopi, Kampoeng Kopi, Dan Peternakan Kambing Etawa 57
Volume 5, Nomor 1, Januari 2021, Journal of Tourism and Creativity
P-ISSN: 2549-483X E-ISSN: 2716-5159

Pendahuluan
Program desa wisata merupakan gerakan membangun dan mengembangkan
potensi desa. Program ini sesuai arahan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo,
kepada para menterinya agar supaya membangun dan mengembangkan desa menjadi
desa wisata. Desa yang dibangun dan dikembangkan harus menggabungkan berbagai
potensi desa dengan program kepariwisataan sehingga dapat mengakselerasi
perekonomian masyarakat desa. Hal ini dimaksudkan agar desa menjadi penopang
perekonomian nasional berdasarkan prinsip ekonomi kerakyatan dan mampu
menciptakan ketahanan nasional, yakni membangun dan mengembangkan desa
mandiri.
Program tersebut agar dapat segera diwujudkan, pemerintah melalui
Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyelenggarakan pelatihan untuk
menindaklanjuti program desa wisata. Pelatihan diselenggarakan di Hotel Hilton
Garden Inn, Bali, pada tanggal 9 – 11 Juli 2020. Hal tersebut dimaksudkan untuk
segera mewujudkan dan menjadikan banyak desa menjadi desa wisata. Pelatihan
tersebut diikuti berbagai stakeholder, yang tujuannya agar dapat mengembangkan
desa wisata melalui pendampingan terarah, terukur, berkelanjutan, dan dapat
dimonitor dengan baik. Dalam kegiatan pengembangan desa wisata, Kementrian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bekerjasama dengan Kementrian Desa Tertinggal
serta melibatkan banyak perguruan tinggi melalui tridharmanya.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, yang baru dilantik, yakni Sandiaga
Uno, juga sedang mempersiapkan dan memprogramkan 200-an desa wisata di
wilayah Manggarai Barat (08/01/2021). Program ini dimaksudkan untuk mendukung
destinasi pariwisata super prioritas (DSP) di Labuan Bajo, khususnya terkait dengan
desa wisata, pariwisata, dan ekonomi kreatif bagi masyarakat desa. Di berbagai desa
di wilayah tersebut dapat dijadikan desa wisata karena banyak wilayah perdesaannya
menawarkan objek dan daya tarik wisata yang asli, baik dari sisi sosial-budaya, adat
istiadat, keseharian, arsitektur tradisional, dan struktur tata ruang desa.
Demikian juga pemerintah kabupaten Banyuwangi, tidak ketinggalan di dalam
mendukung Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif untuk mewujudkan wilayah
desanya menjadi destinasi wisata berupa desa wisata. Banyuwangi, tergolong lebih
cepat merespon potensi desa untuk dijadikan objek dan daya tarik wisata. Melalui
Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2017, Bupati Banyuwangi menetapkan dibentuknya
desa wisata, yakni di desa-desa seluruh wilayah Kabupaten Banyuwangi untuk
mempersiapkan, membangun, dan mengembangkan potensi wilayah desanya, baik
dari sisi sosial budaya, alam lingkungan, dan berbagai potensi lainnya untuk
dijadikan objek dan daya tarik wisata.
Guna menarik wisatawan baik dari dalam negeri atau wisatawan lokal dan juga
wisatawan mancanegara agar berkunjung dan berwisata ke berbagai destinasi,
pemerintah kabupaten Banyuwangi menyelenggarakan banyak festival. Di tahun
2019 lalu, lebih dari 99 kegiatan festival untuk mendukung kepariwisataan kabupaten
Banyuwangi, baik yang berbasis sosial budaya, lingkungan darat laut dan pesisir,
serta kegiatan masyarakat. Dengan banyaknya program festival yang melibatkan
seluruh masyarakat Banyuwasni sampai tahun 2019 lalu, maka menurut
Purwowibowo (2020) Banyuwangi dapat disebut sebagai Kota Festival.

58 Gombengsari: Desa Wisata Berbasis Kebun Kopi, Kampoeng Kopi, Dan Peternakan Kambing Etawa
Volume 5, Nomor 1, Januari 2021, Journal of Tourism and Creativity
P-ISSN: 2549-483X E-ISSN: 2716-5159

Tinjauan Pustaka
Pemerintah melalui program pariwisata, yakni program desa wisata beru saha
untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat desa. Salah satu dari
strateginya adalah pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat salah
satunya adalah dengan model program kopi rakyat. Model ini merupakan alternatif
terbaik mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan seluruh
masyarakat. Menurut Sandiaga (2017), untuk melakukan pemberdayaan masyarakat
desa yang diperlukan adalah suatu usaha pemberian fasilitas yang sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi alam lingkungannya. Agar program tersebut dapat berhasil
harus ditopang dengan peningkatan kapasitas kelembagaan sosial.
Sedangkan menurut Marambanyika et al. (2017), pemberdayaan masyarakat
dapat meningkatkan produktivitas lahan masyarakat dan diversifikasi budidaya
tanaman .Hal tersebut akan berhasil manakala diikuti secara partisipatif seluruh
anggota masyarakat. Model ini berdampak positif terhadap pengentasan kemiskinan
masyarakat desa karena pengembangan dan pemberdayaan masyarakat
memanfaatkan sumber daya lokal. Demikian pula Malik, A. dan Sungkowo (2017)
menjelaskan bahwa pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui pemilihan
alternatif untuk membuat produksi pertanian lokal lebih menguntungkan, yakni
dengan pendekatan kooperatif, inovasi, dan mengintegrasikan hasil panen yang
mempunyai nilai tambah tinggi dengani pemrosesan dari hilir sampai hulu, salah
satunya adalah komoditas kopi rakyat.
Malasari et al. (2017), menjelaskan bahwa pemberdayaan masyarakat petani
kopi dapat dilakukan melalui pelatihan dan penyuluhan yang dilakukan oleh
pemerintah dan pihak terkait. Usaha tersebut, paling tidak dapat memberikan
keuntungan dan peningkatan dari proses pasca panen yang dihasilkan. Pada musim
panen melimpah terkadang harganya menjadi murah. Hal ini dapat dilakukan melalui
kelompok tani yang dapat membantu petani kopi rakyat dalam mengembangkan
usaha budidaya atau agroindustri kopi yang mereka lakukan. Sejalan dengan hal
tersebut Tegebu, F. N. et al. (2012), pemberdayaan masyarakat petani kopi dapat juga
dapat dilakukan dengan beternak. Karena sumber makanan ternak cukup banyak
tersedia di areal kebun kopi, berupa rumput dan tanaman lindung.
Guna meningkatkan dan mengakselerasi perekonomian masyarakat di
perdesaan dapat dilakukan dengan melakukan pemberdayaan masyarakat petani kopi.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Yuhana, W. L. et al. (2017), bahwa keduanya
dapat dikembangkan dengan bantuan promosi dan inovasi promosi yang dapat
dilakukan melalui blog, web, sosial media, dan inisiasi ke cafe, angkringan dan kedai
kopi. Agroindustri kopi rakyat dapat menjadi multiplier effects bagi kegiatan
perekonomian masyarakat dan dapat memperbanyak bidang usaha serta dapat
menambah lapangan kerja dan menyerap tenaga kerja. Pada akhirnya, agroindustri
kopi rakyat dapat menghidupkan dan mengembangkan serta dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa secara keseluruhan.

Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian sosial yang menggunakan pendekatan kualitatif. Fokusnya
pada pengumpulan data yang berupa informasi tentang keberadaan program desa wisata dan
perkebunan kopi rakyat yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Banyuwangi. Data yang
dikumpulkan terkait dengan sosial budaya yang bersifat primer dari keseluruhan kegiatan pariwisata di
Kelurahan Gombengsari. Berbagai data tersebut kemudian diidentifikasi untuk dicari potensi
strategisnya. Data primer yang dikumpulkan dipilah, dinilai, dan diolah untuk kemudian dianalisis

Gombengsari: Desa Wisata Berbasis Kebun Kopi, Kampoeng Kopi, Dan Peternakan Kambing Etawa 59
Volume 5, Nomor 1, Januari 2021, Journal of Tourism and Creativity
P-ISSN: 2549-483X E-ISSN: 2716-5159

dengan menggunakan perspektif ‘human ecology’ dan ‘green social welfare’. Human ecology,
digunakan untuk menjelaskan hubungan antara petani atau penanam kopi rakyat dengan
lingkungannya. Sedangkan green social welfare digunakan untuk menjelaskan hubungan antara
program kopi rakyat dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pertama, mengidenfikasi unsur-unsur yang terkait dengan program atau kebijakan yang diambil oleh
pemerintah kabupaten Banyuwangi dan juga pemerintah kelurahan Gombengsari terkait dengan desa
wisata, khususnya wisata yang berbasis lingkungan dan kegiatan sosial budaya. Kelurahan ini
mengandalkan perkebunan kopi rakyat dan berbagai usaha terkait dengan perkebunan kopi yang dapat
dijadikan objek dan daya tarik wisata. Data sosial budaya dari seluruh kegiatan kepariwisataan yang
ada dikumpulan sebagai bahan untuk dianalisis.
Kedua, informan penelitian ini adalah tokoh masyarakat kelurahan Gombengsari, beberapa petani
kopi, pelaku usaha wisata desa, dan pemilik warung kopi.
Analisisnya dilakukan secara deskriptif kualitatif sesuai dengan tema bahasan sehingga dapat dicari
benang merahnya dari data yang dikumpulkan.
Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari berbagai sumber informasi, misalnya artikel jurnal,
laporan penelitian, web, dan berbagai sumber lainnya. Hal ini dilakukan untuk dapat melakukan
triangulasi sumber agar data yang dikumpulan agar layak untuk dijadikan bukti dan dianalisis.

Hasil dan Pembahasan


Gombengsari Kelurahan / Desa Wisata
Sejarah Kelurahan Gombengsari
Kelurahan Gombengsari relatif baru bila dibandingkan dengan desa atau kelurahan di wilayah
Kabupaten Banyuwangi. Secara de-jure, kelurahan Gombengsari terbentuk pada tahun 1999. Hal
tersebut berdasarkan hasil pemekaran dari Kelurahan Kalipuro. Sejak saat itu, Kelurahan
Gombengsari menjadi kelurahan tersendiri dan menjadi bagian wilayah kelurahan di wilayah
Kecamatan Kalipuro Kabupaten Banyuwangi.
Dengan adanya Peraturan Bupati Banyuwangi Nomor 69 Tahun 2011, maka Kelurahan
Gombengsari kedudukannya sama dengan kelurahan lain di wilayah kabupaten Banyuwangi, yakni
perangkat kelurahannya dipimpin oleh seorang lurah. Lurah merupakan Aparat Sipil Negara (ASN)
kabupaten yang ditempatkan di wilayah kelurahan. Lurah merupakan pemimpin tertinggi di tingkat
kelurahan yang membawahi perangkat kelurahan. Kedudukan dan tanggungjawabnya ada di bawah
Bupati melalui Camat.

Gambar 1: Peta Kelurahan Gombengsari Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi

60 Gombengsari: Desa Wisata Berbasis Kebun Kopi, Kampoeng Kopi, Dan Peternakan Kambing Etawa
Volume 5, Nomor 1, Januari 2021, Journal of Tourism and Creativity
P-ISSN: 2549-483X E-ISSN: 2716-5159

Kelurahan Gombengsari merupakan daerah dataran tinggi, yakni sekitar 650 mdl. Dengan luas
wilayahnya 11,90 Km2, maka kelurahan ini merupakan wilayah kelurahan yang cukup luas. Wilayah
kelurahan Gombengsari masih menunjukkan wajah perdesaan. Kehidupan ala desa masih tampak jelas
dan menghiasi kehidupan masyarakat. Hal ini tampak dari penggunaan lahan dan kehidupan sehari-
hari masyarakatnya yang ada di wilayah kelurahan Gombengsari.
Dari luas keseluruhan wilayah kelurahan ini mencapai 19.953 Ha, sebagian besarnya
merupakan wilayah perkebunan, terutama perkebunan kopi rakyat. Permukiman penduduk 1.230 ha,
persawahan 55 ha, perkebunan 1.998 ha, hutan seluas 16.630 ha, dan penggunaan lainnya 40 ha.
Dengan kondisi ini, kelurahan Gombengsari masih menunjukkan wajah perdesaan dibandingkan
dengan wajah perkotaan, bahkan merupakan wilayah kelurahan yang berada di pinggiran hutan.
Jarak balai kelurahan Gombengsari dengan Kecamatan Kalipuro sekitar 5 km, sedangkan
dengan kota Banyuwangi sekitar 12 km. Perjalanan menuju kelurahan Gombengsari dari kota
Banyuwangi hanya membutuhkan kurang lebih 30 menit. Meskipun, kelurahan ini cukup dekat
dengan kota, namun kondisi alam lingkungan masih asri, nyaman, sejuk. Jauh dari pengaruh polusi
pabrik atau hilir mudiknya kendaraan di kota. Selain itu, kelurahan Gombengsari terletak di ketinggian
650 dpl dan bersuhu antara 230 – 300 C. sehingga udaranya sejuk dan menjadi kelurahan yang
menarik untuk dikunjungi bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.
Perbatasannya, dengan wilayah kelurahan dan desa lain sebagai berikut: sebelah utara dengan
desa ketapang dan kelurahan Kalipuro, sebelah barat dengan desa Telemung dan wilayah Kabupaten
Bondowoso, dan sebelah selatan desa Kelir, dan sebelah timur dengan kelurahan Kalipuro. Dengan
kondisi tersebut, kelurahan Gombengsari dibagi menjadi 5 lingkungan, yakni: (1) lingkungan
Gombeng, (2) lingkungan Kacangan, (3) Lingkungan Lerek, (4) Lingkungan Suko, dan (5) lingkungan
Kaliklatak. Dari sebanyak itu, kelurahan Gombengsari terdiri dari 42 Rukun Tetangga (RT) dan 11
Rukun Warga (RW).
Gombengsari merupakan kelurahan di Banyuwangi yang penduduknya terdiri dari dua suku
bangsa, yakni Osing dan Madura. Namun, suku Osing yang menjadi mayoritas penduduk kelurahan
ini dan menggunakan bahasa Osing. Warga masyarakatnya mampu menggunakan bahasa Osing dan
juga bahasa Madura. Jumlah penduduknya secara keseluruhan mencapai 7.103 jiwa, yang terdiri dari
3.452 laki-laki dan 3.651 orang perempuan.
Berbagai bidang pekerjaan dari masyarakat di kelurahan Gombengsari adalah petani, petani
kebun, peternak, pengrajin, dan buruh pabrik di berbagai perusahaan yang ada di Banyuwangi dan
kawasan Industri Ketapang. Dengan program desa wisata, pemerintah Banyuwangi mengharapkan
banyak warga masyarakat desa memanfaatkan sumber daya desa untuk dapat memperluas lapangan
kerja dan mengakselerasi kegiatan perekonomian. Hal ini dapat menahan dan mengurangi proses
migrasi ulang alik dari desa ke kota, yakni orang-orang desa mencari pekerjaan di kota, berangkat pagi
pulang sore.

Gombengsari Kelurahan / Desa Wisata


Kelurahan Gombengsari merupakan salah satu wilayah kelurahan di Kabupaten Banyuwangi
yang dijadikan desa wisata. Kelurahan ini dikembangkan oleh pemerintah kabupaten Banyuwangi
agar mendukung program yang dicanangkan, yakni Banyuwangi menjadi destinasi pariwisata dunia.
Agar menjadi desa wisata, pemerintah daerah Kabupaten Banyuwangi bekerja sama dengan perguruan
tinggi, khususnya Universitas PGRI Banyuwangi.
Program tridharmanya, yakni terkait dengan penelitian dan pengabdian, baik dari dosen dan
mahasiswanya diarahkan untuk menggali potensi desa agar dapat dijadikan objek dan daya tarik
wisata. Selain itu, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dari universitas tersebut, yaitu
program yang terkait kuliah kerja nyata (KKN) mahasiswanya juga ditempatkan di desa Gombengsari.
Kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dari universitas lainnya, seperti Universitas
Jember juga diarahkan untuk menggali, mengenali, membangun, dan mengembangkan berbagai
potensi yang potensial untuk dijadikan objek dan daya tarik wisata, sehingga dapat dijadikan destinasi
wisata desa.
Gombengsari merupakan desa yang sejuk dan nyaman yang mempunyai banyak potensi karena
berada di lereng timur gunung Ijen. Kelurahan ini mempunyai banyak potensi alam lingkungan, sosial
budaya, dan berbagai kegiatan masyarakat yang sangat cocok untuk dijadikan tempat destinasi wisata.
Dengan suasana yang sejuk, udara bersih dari polusi, dan masyarakat yang ramah, kelurahan ini sangat
tepat dan menarik untuk dijadikan pilihan kunjungan wisata, terutama mereka yang ingin ‘napak

Gombengsari: Desa Wisata Berbasis Kebun Kopi, Kampoeng Kopi, Dan Peternakan Kambing Etawa 61
Volume 5, Nomor 1, Januari 2021, Journal of Tourism and Creativity
P-ISSN: 2549-483X E-ISSN: 2716-5159

tilas’, mengenang, mengenal kehidupan masyarakat desa dengan potensi alam lingkungan dan
kehidupan masyarakatnya yang khas masyarakat Banyuwangi, yakni masyarakat Osing.

Gambar 2: Gapura memasuki Kelurahan Gombengsari


Kelurahan Gombengsari mempunyai berbagai potensi sumberdaya alam lingkungan dan
kegiatan sosial budaya yang dapat dikunjungi wisatawan. Diantaranya, Perkebunan Kopi Rakyat dan
Kampoeng Kopi, Peternakan Kambing Etawa, Wisata Taman Sumbermanis Suko, Puncak Asmoro,
Daerah Pertanian, Wisata Pemandian Gua Pengantin, dan Camping Ground. Oleh karena itu, berbagai
upaya melalui pemberdayaan masyarakat Gombengsari yang dipandu Dinas Pariwisata Kabupaten
Banyuwangi, diarahkan pada optimalisasi penghasilan masyarakat dari produksi hasil kopi sebagai
branding ekowisata di Gombengsari. Dengan menggabungkan model bottom-up dan didukung
kebijakan yang bersifat top-down, diharapkan Gombengsari dapat menjadi pilihan berwisata bagi
wisatawan, baik lokal dan mancanegara.
Siapapun yang telah mengunjungi atau berwisata di kelurahan ini akan terkesan, bukan hanya
objek dan daya tarik wisatanya yang bisa dikunjungi, tetapi juga sikap dan keramahamahan warga
masyarakat Gombengsari. Masyarakatnya ramah ditunjukkan kepada mereka yang berkunjung
sehingga memberikan kesan baik bagi wisatawan. Hal ini menjadi modal sosial masyarakat
Gombengsari untuk menjadi desa wisata potensial bukan hanya untuk wisatawan lokal melainkan juga
wisatawan mancanegara. Keramahtamahannya menjadi ciri masyarakat desa Banyuwangi yang
beretnis Osing, yang secara sosial budaya diwujudkan dalam menerima dan melayani tamu.

Perkebunan Kopi Rakyat dan Kampoeng Kopi


Banyuwangi sejak dulu sudah dikenal dengan perkebunan kopi, yang dimiliki oleh negara
maupun swasta dan masyarakat. Bahkan, Banyuwangi telah dikenal dengan sentra kopi terluas di
Jawa Timur. Dengan luas kebun kopi rakyat seluas, 5.388 ha. Diantaranya milik swasta atau
masyarakat ada di Kaliklatak luasnya lebih dari 1.104 ha dan yang di Kalibaru 1.386 ha (Dinas
Pertanian Banyuwangi, 2020). Sedangkan kebun kopi yang dimiliki masyarakat atau perkebunan kopi
rakyat di wilayah kelurahan Gombengsari mencapai 1.700 ha.
Dengan perkebunan kopi selua itu, kelurahan Gombengsari seakan tampak sebagai kebun kopi
yang disela-selanya ada beberapa rumah milik masyarakat. Bahkan, kelurahan ini dapat disebut
sebagai kelurahan di tengah-tengah kebun kopi rakyat. Hal ini tampak di mana-mana, di hampir semua
pekarangan yang ada ditanami pohon kopi. Perjalanan dari gapura atau pintu masuk kelurahan
Gombengsari sampai ke tempat berbagai tempat wisata kelurahan, kiri dan kanan jalan desa ada
tanaman kopinya. Itu lah sebabnya kelurahan ini disebut juga kelurahan kopi rakyat.

Gambar 3: Perkebunan kopi rakyat, di tengahnya ada rumah pemiliknya.


Potensi perkebunan kopi rakyat di wilayah Gombengsari menjadi pilihan para wisatawan lokal
dan mancanegara, karena letaknya tidak terlalu jauh dengan pusat kota Banyuwangi. Dengan jarak
sekitar 12km saja, merupakan jarak yang dekat untuk dicapai atau dikunjungi kelurahan Gombengsari.

62 Gombengsari: Desa Wisata Berbasis Kebun Kopi, Kampoeng Kopi, Dan Peternakan Kambing Etawa
Volume 5, Nomor 1, Januari 2021, Journal of Tourism and Creativity
P-ISSN: 2549-483X E-ISSN: 2716-5159

Dengan kendaraan mobil memerlukan kurang lebih waktu 30-an menit, suatu waktu singkat untuk
menuju suatu destinasi wisata desa yang menarik. Askesibilitas yang mudah ini juga menjadi
penopang wisatawan dan daya tarik sendiri bagi wisatawan lokal dan mancanera untuk berkunjung
atau berwisata ke perkebunan kopi rakyat dan destinasi lainnya di kelurahan ini.
Para wisatawan mancanegara, baik tua maupun muda mengunjungi desa ini untuk menikmati
wisata kebun kopi dengan mengikuti semua kegiatan perkebunan kopi rakyat dari mulai tata cara
menanam, memetik, mengeringkan, menggoreng, menggiling menjadi bubuk kopi, mengaduh kopi,
sampai minum dan menikmati rasa kopi khas Gombengsari. Selain itu, juga disediakan jajanan dan
kuliner khas Gombengsari yang dapat din ikmati dalam suasana sejuk dan nyaman. Hal tersebut akan
memberikan kesan menda lam bagi para wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Model wisata ini
juga sebagai wisata napak tilas perkebunan kopi rakyat yang disebut sebagai ‘plantation tour’
(Purwowibowo, 2017). Model ini mulai banyak digemari wisatawan mancanegara karena mereka
ingin mengalami sendiri bercocok tanam sebagaimana para petani dalam memproses biji kopi sampai
menikmati rasa kopi. Disebut juga dengan model back to village atau back to nature, karena di negara
mereka tidak atau sulit ditemukan lagi perkebunan dan dapat merasakan berkebun kopi sebagaimana
yang ditemui di Gombengsari.

Gambar 4: Turis mancanegara menikmati suasana di tengah kebun kopi rakyat Gombengsari
Tahun 2019 lalu, pemerintah Banyuwangi menyelenggarakan Festival Kopi Gombengsari.
Program ini dimaksudkan untuk mengenalkan kopi produk Gombengsari dan sekaligus menarik
wisatawan datang. Dengan kegiatan ini digunakan sebagai ajang bagi warga masyarakat Gombengsari
pada khususnya dan warga Banyuwangi pada umumnya untuk dapat mengolah kopi yang khas
Banyuwangi dan mempunyai cita rasa yang berbeda dengan rasa kopi dari tempat lain. Cara mengolah
kopi, mulai dari memanen, mengeringkan, menggoreng, menggiling menjadi bubuk, dan membuat
minuman kopi sangat dipengaruhi oleh tata cara yang digunakan. Oleh karena itu, festival kopi
Gombengsari dapat menghasilkan produk kopi yang diminati oleh masyarakat, bukan hanya
masyarakat Indonesia melainkan juga masyarakat dunia.

Gambar 5: Salah seorang Turis Mancanegara sedang menjajal nggoreng kopi pada festival kopi
Gombengsari 2019
Guna memperpanjang waktu kunjungan ke kebun kopi rakyat, para wisatawan baik
mancanegara maupun local dapat singgah menikmati rasa kopi di warung kopi ala desa. Di kota
disebut dengan cafe, sedangkan di Gombengsari disebut kedai kopi atau warung kopi. Salah satu kedai
tersebut adalah Kedai Kopi Lego. Kedai ini menawarkan paket wisata lengkap mulai dari menyusuri
kebun kopi hingga minum kopi dan minum susu kambing etawa.

Gombengsari: Desa Wisata Berbasis Kebun Kopi, Kampoeng Kopi, Dan Peternakan Kambing Etawa 63
Volume 5, Nomor 1, Januari 2021, Journal of Tourism and Creativity
P-ISSN: 2549-483X E-ISSN: 2716-5159

Gambar 6: Di kawasan perkebunan kopi rakyat, wisatawan dapat melihat plankboard, warung kopi,
yakni Kedai Kopi Lego

Beberapa kedai atau warung kopi, yang ada di wilayah Gombengsari tidak hanya satu,
melainkan banyak kedai-kedai yang menawarkan manisnya rasa kopi ala desa yang dapat dinikmati
oleh wisatawan lokal dan mancanegara. Kedai kopi merupakan bagian penting dari wisata ke desa
Gombengsari. Hal ini terkait dengan usaha diversifikasi daya tarik bagi wisatawan lokal dan
mancanegara agar lebih lama dan banyak yang dinikmati selama berkunjung ke Gombengsari.

Gambar 7: Kedai Kopi Kasela, menawarkan berbagai jenis kopi yang dapat dipilih dan dinikmati oleh
wisatawan

Peternakan Kambing Etawa Gombengsari


Banyuwangi terus menerus berusaha untuk memperbanyak destinasi wisatanya, baik yang
berbasis alam lingkungan maupun kegiatan masyarakat. Hal tersebut tampak dan dapat ditemukan di
kelurahan Gombengsari. Kelurahan ini menjadi desa wisata yang sebelumnya mengandalkan
perkebunan kopi rakyat dan tata cara pengolahannya sampai menikmati rasa kopi khas desa. Dengan
bimbingan dan arahan dari Dinas Pariwisata Kabupaten Banyuwangi, Gombengsari mengembangkan
agroindustri kopi dengan peternakan, khususnya kambing etawa. Hal ini dimaksudkan sebagai
diversifikasi dari perkebunan kopi, menambah pendapatan petani kopi, dan juga dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat.

Gambar 8: Kandang kambing di tengah perkebunan kopi rakyat di Gombengsari

Kambing etawa ternyata dapat membantu meingkatkan pendapatan masyarakat. Hal ini dapat
dijelaskan, bahwa harga kambing etawa cukup mahal dan perkembangbiakannya cukup cepat. Bahkan,
sekarang ini kebutuhan kambing etawa di Gombengsari terus meningkat seiring kebutuhan ternak kambing
bagi masyarakat petani kopi. Berapapun banyaknya akan laku di pasaran. Berbeda dengan kambing biasa,
kambing Jawa atau Australia yang harga dan perkembangbiakan relatif lambat. Harga

64 Gombengsari: Desa Wisata Berbasis Kebun Kopi, Kampoeng Kopi, Dan Peternakan Kambing Etawa
Volume 5, Nomor 1, Januari 2021, Journal of Tourism and Creativity
P-ISSN: 2549-483X E-ISSN: 2716-5159

jualnya lebih murah dan tidak menghasilkan susu yang bisa diperah. Kambing etawa selain dapat be
rkembang biak dengan cepat dan baik, dapat menghasilkan susu segar dengan kualitas baik. Selain itu,
kambing etawa sangat produktif, yakni menghasilkan susu yang cukup banyak dan harganya cukup
mahal. Satu liter susu segar dari kambing etawa dihargai Rp 25.000,- sampai Rp 30.000,-
Sedangkan setiap kambing dalam sehari dapat menghasilkan susu segar kurang lebih 0,75 liter.
Manakala petani kopi yang mempunyai 10 ekor kambing dapat menghasilkan 7,5 liter. Jika dikalikan
dengan harga per liter Rp 25.000,- maka dapat menghasilkan tambahan bagi petani kopi sebesar Rp
187.000,-. Suatu tambahan penghasilan yang cukup banyak dan dapat digunakan menambah
penghasilan. Susu kambing etawa juga laku keras di pasaran dan bahkan sudah ada penampung di
tingkat desa dan kemudian disetor ke pabrik di Malang untuk diolah menjadi ‘yogurt’.
Kebun kopi dan peternakan kambing etawa terjadi simbiosis mutualis. Kebun kopi banyak
tumbuhan pelindung, diantaranya pohon lamtoro. Pohon ini sebagai pelindung utama pohon kopi.
Kopi akan baik pertumbuhannya jika dilindungi oleh pohon lamtoro. Oleh karena, dengan tersedianya
tanaman lindung, berupa pohon lamtoro, selain melindungi pohon kopi sekaligus dimanfaatkan juga
sebagai pakan ternak kambing. Kotoran kambing juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman
kopi. Ternyata kompos dari kotoran kambing dapat menyeburkan tanaman kopi.
Pada akhirnya, kelurahan Gombengsari dengan program desa wisata melalui perkebunan kopi,
warung kopi, dan peternakan kambing etawa dapat menarik wisatawan lokal dan mancanegara
berkunjung, sehingga dapat mengakselerasi perekonomian masyarakat dan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.

Gambar 9: Pengolahan pupuk organik dari kotoran kambing etawa digunakan untuk pupuk tanaman
kopi, sangat baik, menyuburkan tanaman dan buahnya lebat.

Kesimpulan
Gombengsari merupakan salah satu kelurahan di wilayah Kabupaten
Banyuwangi yang mempunyai banyak potensi lokal dan kegiatan masyarakat yang
dapat dijadikan objek dan daya tarik wisata. Kelurahan ini dapat disebut Kampung
Kopi karena mengandalkan wisatanya berbasis Perkebunan Kopi Rakyat, Kampoeng
Kopi atau Warung kopi, dan Peternakan Kambing Etawa. Selain itu, destinasi yang
bersifat alami berbasis lingkungan adalah Wisata Taman Sumbermanis Suko, Puncak
Asmoro, Daerah Pertanian, Wisata Pemandian Gua Pengantin, dan Camping Ground.
Semua destinasi wisata tersebut sangat dikelola dengan baik, sehingga menarik dan
mendatangkan banyak wisatawan lokal dan mancanegara. Kedatangan wisatawan
dapat mengakselerasi perekonomian masyarakat sehingga dapat membuka lapangan
kerja masyarakat dan dapat meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat kelurahan
Gombengsari secara keseluruhan.

Daftar Pustaka
Dinas Pertanian Kabupaten Banyuwangi, 2020.
http://dinaspertanian.banyuwangikab.go.id/page/view/data-statis-bidang-
perkebunan.

Gombengsari: Desa Wisata Berbasis Kebun Kopi, Kampoeng Kopi, Dan Peternakan Kambing Etawa 65
Volume 5, Nomor 1, Januari 2021, Journal of Tourism and Creativity
P-ISSN: 2549-483X E-ISSN: 2716-5159

Malasari, W. Et Al. (2017), Pemberdayaan Masyarakat Petani Kopi Dalam Upaya


Meningkatkan Kuantitas Komoditas Kopi Gunung Kelir. Geo Image (Spatial-
Ecological- Regional). Vol. 6 No. 2.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/geoimage/article/view/19026
Malik, A. dan Sungkowo (2017), Pengembangan Kewirausahaan Berbasis Potensi
Lokal melalui Pemberdayaan Masyarakat. Journal of Nonformal Education and
Community Empowerment. Vol 1 No. 1.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jnfc/article/view/15151/8273
Marambanyika, T. and Heinz Beckedah (2017), Institutional Arrangements
Governing Wetland Utilization and Conservation in Communal Areas of
Zimbabwe. Review of Social Sciences. Vol. 02, No. 01.
https://socialsciencejournal.org/index.php/site/article/view/71/38
Peraturan Bupati Banyuwangi Nomor 69 Tahun 2011
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/45678
Perda No 1 Tahun 2017 tentang Desa Wisata Kabupaten Banyuwangi
https://www.jogloabang.com/desa/perda-banyuwangi-1-2017-desa-wisata
Purwowibowo dan Sri Wahyuni (2017), ‘Plantation Tour Model’: Peningkatan
Kunjungan Wisata Berbasis Kebun Kopi Di Wilayah Jember dan Banyuwangi.
Prosiding Seminar Nasional Pariwisata.
https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/82023/F.%20ISIP_Prosi
ding_Purwowibowo_Plantation%20Tour%20Model.pdf?sequence=1&isAllowed =y

Purwowibowo (2020), Banyuwangi: Kota Festival Menuju Destinasi Wisata


Indonesia dan Dunia. Journal of Tourism and Creativity. Vol 4 No 2.
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/tourismjournal/article/view/14633/8655
Sandiaga, G. dan Ida Ayu (2017), Kebijakan Penguatan Lembaga Pemberdayaan
dalam Meningkatkan Partisipasi Pemberdayaan Masyarakat di Perdesaan. Locus
Majalah Ilmiah. Fisip Unipas. Vol 8 No. 1.
http://fisip-
unipas.com/asset/user_file/20171231091246_gede%20sandiasa%20dan%20ida%
20ayu%20putu%20sri%20widnyani%20%20majalah%20ilmiah%20locus%20fisi
p.pdf
Tegebu, et al. (2012), Rural livestock asset portfolio in northern Ethiopia: a
microeconomic analysis of choice and accumulation. Trop Anim Health Prod
(2012) 44:133–144.
https://link.springer.com/article/10.1007/s11250-011-9900-7
Yuana W. L. Dan Agita R. N. (2017), Pemberdayaan Masyarakat Dusun Suweru
Dalam Pemasaran Produk Kopi Lokal Melalui Strategi Marketing Mix. Prosiding
Seminar Nasional Hasil Pengabdian Kepada Masyarkat. LPPM Universitas PGRI
Madiun.
http://prosiding .unipma.ac.id/index.php/SNHPM/article/view/6

66 Gombengsari: Desa Wisata Berbasis Kebun Kopi, Kampoeng Kopi, Dan Peternakan Kambing Etawa

You might also like