ID Pengaruh Terapi Antituberkulosis Terhada
ID Pengaruh Terapi Antituberkulosis Terhada
ID Pengaruh Terapi Antituberkulosis Terhada
ABSTRACT
Background: Tuberculosis (TB) is still a major health problem in the world. Indonesia is in the top fifth
contributing to the highest number of TB cases in the world. Subdit TB Depkes RI 2000-2010 reported that
Jambi is one of the province with high proportion of pediatric TB, 5,2%. Tuberculosis can affect thH FKLOGUHQ¶V
growth. Combination of antituberculosis drugs are used in the therapy of tuberculosis. Some studies show that
the antituberculosis drugs cause side effects.
Methods: This is an observational research with cohort prospective design. Subjects are patients who
diagnosed as pediatric TB in RSUD Raden Mattaher, Puskesmas Putri Ayu, Puskesmas Simpang IV Sipin and
PPTI Jambi. Subjects have given informed consent. The recruitment of subject from July until September 2014
and followed until two month therapy. The primary data from interview and weight measurement, secondary
data from patients¶ medical records.
Results: Total subjects are 24 patients. The 87,5% subjects diagnosed as TB pulmonary and 12,5% subjects
diagnosed as TB extrapulmonary (meningitis TB, spondylitis TB and scrofuloderma). About 54,2% subjects are
above 4 years old. The location of patients¶ DGUHVVHV are 20,8% from Kecamatan Jambi Timur subdistrict,
followed respectively from Telanai, Kota baru, Pelayangan, Jelutung and Danau Teluk. The 79,2 % subjects
have close contact with positive TB adult patients. About 8,3% subjects experience loss of appetite, 4,1 %
experience naussea during therapy with antitubercular drugs. Based on weight/age criteria, about 91,7 %
subjects are categorized malnutrition and 8,3 % are well nutrition before therapy. There are different
significantly increasement of body weight before, after 1 month and 2 month of therapy (p<0,05).
Conclusion: There are significantly increasement of body weight before, after 1 month and 2 month of therapy
(p<0,05).
178
JMJ, Volume 2, Nomor 2, November 2014, Hal: 178 - 188 AveOlivia GNN 3HQJDUXK 7HUDSL «
ABSTRAK
Latar Belakang: Infeksi tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Indonesia
menduduki peringkat kelima negara dengan kasus TB tertinggi di dunia. Laporan Subdit TB Depkes RI 2000-
2010 menunjukkan Jambi merupakan provinsi di Pulau Sumatra yang mempunyai proporsi pasien TB anak
cukup tinggi yaitu 5,2 %. Infeksi TB dapat mempengaruhi pertumbuhan pada anak. Pengobatan TB
menggunakan regimen OAT. Beberapa studi menyebutkan bahwa OAT mempunyai efek samping.
Tujuan Penelitian: Melihat gambaran karakteristik penderita TB anak di Kota Jambi, mengetahui pola
pertumbuhan berat badan pada penderita TB anak selama 2 bulan terapi dan mengetahui frekuensi efek
samping OAT pada TB anak.
Metode: Penelitian lapangan observasional dengan desain penelitian kohort prospektif. Subyek penelitian
adalah pasien TB anak yang terdiagnosa di RSUD Raden Mattaher, Puskesmas Putri Ayu, Puskesmas
Simpang IV Sipin dan PPTI Jambi yang memberikan inform consent, perekrutan dari bulan Juli sampai
September 2014. Data meliputi data primer berupa wawancara dan penimbangan berat badan, dan data
sekunder dari rekam medis.
Hasil: Jumlah subyek penelitian sebanyak 24 pasien TB anak. Sebanyak 87,5% subyek penelitian didiagnosis
dengan TB paru dan 12,5% anak menderita TB ekstra paru yaitu meningitis TB, spondilitis TB dan
skrofuloderma Sebesar 54,2% subyek berusia diatas 4 tahun. Sebanyak 20,8% subyek penelitian berasal dari
Kecamatan Jambi Timur, disusul secara berurutan Kecamatan Telanai, Kota baru, Pelayangan, Jelutung dan
Danau Teluk. Sebanyak 79,2 % subyek penelitian ini mempunyai kontak erat dengan anggota keluarga yang
diketahui mempunyai BTA positif. Sebanyak 8,3% mengalami penurunan nafsu makan dan 4,1 % mengalami
mual selama mengkonsumsi OAT. Berdasarkan kriteria BB/U sebanyak 91,7 % pasien TB anak sebelum
terapi tergolong malnutrisi dan 8,3 % gizi baik. Terdapat peningkatan yang bermakna antara berat badan
sebelum terapi dengan berat badan setelah 1 bulan dan 2 bulan terapi (p < 0,05).
Kesimpulan: Terdapat perbedaan bermakna antara berat badan sebelum terapi dengan berat badan setelah
1 bulan dan 2 bulan terapi (p < 0,05), dimana terjadi peningkatan berat badan setelah anak mendapat terapi
OAT.
Kata Kunci: TB anak, pertumbuhan, efek samping OAT
179
JMJ, Volume 2, Nomor 2, November 2014, Hal: 178 - 188 AveOlivia GNN 3HQJDUXK 7HUDSL «
180
JMJ, Volume 2, Nomor 2, November 2014, Hal: 178 - 188 AveOlivia GNN 3HQJDUXK 7HUDSL «
menjadi subyek penelitian. Subyek penelitian Menerima pengobatan OAT, Subyek atau
kemudian diwawancara untuk pengisian orang tuanya bersedia memberikan inform
kuesioner yang dipandu oleh petugas consent/persetujuan untuk mengikuti
lapangan/petugas kesehatan yang penelitian.
bersangkutan dan penimbangan berat badan. b. Kriteria eksklusi : tidak kooperatif selama
Setelah 1 bulan dan 2 bulan terapi dilakukan penelitian berlangsung, Putus pengobatan
kembali wawancara untuk pengisian kuesioner kurang dari 2 bulan, Menderita penyakit lain
efek samping obat dan penimbangan berat yang menyebabkan gangguan tumbuh
badan. Data Sekunder diperoleh dari rekam kembang.
medis pasien. Standar penentuan status gizi
8
menggunakan berat badan berdasarkan usia. HASIL
Hasil data yang diperoleh kemudian dianalisis Dari bulan Juli sampai dengan September
secara deskriptif. 2014, didapatkan subyek penelitian sebanyak
a. Kriteria inklusi : uVLD ” WDKXQ 24. Hasil perekrutan subyek dapat dilihat pada
Didiagnosis oleh Puskesmas/BP4 atau pusat Tabel 1 di bawah ini.
kesehatan lainnya sebagai kasus TB baru,
Dari tabel 1 di atas menunjukkan bahwa dokter spesialis yang memadai. Setelah
sebagian besar orang tua membawa anaknya penegakan diagnosis dilakukan di RSUD
berobat ke RSUD Raden Mattaher, dimana Raden Mattaher, beberapa pasien tersebut
RSUD Raden Mattaher merupakan rumah akan dirujuk ke puskesmas terdekat dengan
sakit rujukan utama di Kota Jambi dengan lokasi rumah pasien ataupun ke puskesmas di
sarana diagnostik yang lebih lengkap dan wilayah kerja tempat tinggal pasien.
tenaga kesehatan baik dokter umum maupun
181
JMJ, Volume 2, Nomor 2, November 2014, Hal: 178 - 188 AveOlivia GNN 3HQJDUXK 7HUDSL «
182
JMJ, Volume 2, Nomor 2, November 2014, Hal: 178 - 188 AveOlivia GNN 3HQJDUXK 7HUDSL «
183
JMJ, Volume 2, Nomor 2, November 2014, Hal: 178 - 188 AveOlivia GNN 3HQJDUXK 7HUDSL «
berakibat fatal, sehingga pengobatan TB perlu kg. Rerata berat badan setelah 1 bulan terapi
dilakukan penyesuaian. adalah 16,18 kg dengan berat badan terendah
5 kg dan terberat 44 kg. Rerata berat badan
I. Evaluasi Pertumbuhan Berat Badan subyek setelah 2 bulan terapi adalah 16,77
Subyek Penelitian dengan berat badan terendah 5,5 kg dan
Pada penelitian ini didapatkan rerata berat terberat 45 kg. Berdasarkan kriteria BB/U
badan sebelum terapi adalah 15, 77 dengan sebanyak 41,7 % tergolong gizi buruk, 50%
berat badan terendah 4,3 kg dan terberat 44 tergolong gizi kurang dan 8,3 % gizi baik.
Tabel 3. Hasil uji analisis Wilcoxon berat badan sebelum terapi dan setelah 1 bulan terapi
n Median(min-mak) p
Tabel 4. Hasil uji analisis Wilcoxon berat badan sebelum terapi dan setelah 2 bulan terapi
n Median(min-mak) p
Tabel 5. Hasil uji analisis Wilcoxon berat badan setelah 1 bulan terapi terapi dan setelah 2 bulan terapi
n Median(min-mak) p
Rerata delta berat badan anak sebelum dan setelah 2 bulan terapi dibandingkan sebelum
sesudah 1 bulan terapi adalah 0,52 kg. terapi. Berdasarkan hasil uji wilcoxon di atas
Sebanyak 10 subyek (41,6%) belum dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
mengalami kenaikan berat badan pada 1 berat badan yang bermakna antara sebelum
bulan setelah terapi. Rerata delta berat badan terapi dan setelah 1 bulan terapi; sebelum
anak sebelum dan sesudah 2 bulan terapi terapi dan setelah 2 bulan terapi; setelah 1
adalah 1,12 kg. Sebanyak 1 subyek (4,1%) bulan terapi dan setelah 2 bulan terapi
yang belum mengalami kenaikan berat badan (p<0,05).
184
JMJ, Volume 2, Nomor 2, November 2014, Hal: 178 - 188 AveOlivia GNN 3HQJDUXK 7HUDSL «
185
JMJ, Volume 2, Nomor 2, November 2014, Hal: 178 - 188 AveOlivia GNN 3HQJDUXK 7HUDSL «
seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh sebelum terapi. Penelitian Vasantha et al. dan
konsentrasi percikan dalam udara dan Pagehgiri menunjukkan adanya peningkatan
lamanya menghirup udara tersebut. Sumber berat badan setelah pasien TB mengkonsumsi
18,19
penularan TB pada anak adalah pasien TB OAT setelah fase intensif dan lanjutan.
paru BTA positif, baik dewasa maupun anak. Berat badan meningkat karena pemberian
Anak yang terkena TB tidak selalu menularkan OAT menyebabkan bebasnya tubuh dari
pada orang di sekitarnya, kecuali anak infeksi TB sehinggga mengakibatkan kondisi
tersebut BTA positif atau menderita adult type kesehatan pasien membaik dan nafsu makan
TB. Faktor risiko penularan TB pada anak meningkat kembali. Nafsu makan meningkat
tergantung dari tingkat penularan, lama pada pemberian OAT karena terjadi
pajanan, daya tahan pada anak. Pasien TB penurunan produksi TNF a, yang memiliki efek
dengan BTA positif memberikan kemungkinan penurunan nafsu makan, sehingga nafsu
risiko penularan lebih besar daripada pasien makan pasien meningkat kembali. Frekuensi
TB dengan BTA negatif. Pasien TB dengan makan yang meningkat menghasilkan kalori
BTA negatif masih memiliki kemungkinan yang lebih tinggi, dan pemasukan kalori yang
menularkan penyakit TB. Tingkat penularan lebih tinggi dari pengeluaran maka, kelebihan
pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB kalori tersebut akan disimpan berupa lemak
BTA negatif dengan hasil kultur positif adalah sehingga peningkatan berat badan yang
6,18
26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur terjadi semakin tinggi. Pada penelitian ini
3,6,8
negatif dan foto Toraks positif adalah 17%. belum melihat pengaruh perubahan pola
Faktor yang mempengaruhi kemungkinan makan sebelum dan sesudah terapi OAT.
balita menjadi pasien TB adalah daya tahan
tubuh yang rendah, karena gizi buruk, infeksi KESIMPULAN
HIV/AIDS, status imunisasi BCG, maupun Karakteristik 24 penderita TB anak pada
riwayat kontak / tinggal satu rumah dengan penelitian ini sebagai berikut 87,5% subyek
penderita TB. Penularan TB akan lebih mudah penelitian didiagnosis dengan TB paru dan
terjadi bila hunian padat (overcrowding), 12,5% anak menderita TB ekstra paru yaitu
situasi sosial ekonomi yang kurang baik meningitis TB, spondilitis TB dan
misalnya keadaan malnutrisi dan pelayanan skrofuloderma Sebesar 54,2% subyek
3,6,8
kesehatan yang buruk. Pada penelitian ini berusia diatas 4 tahun. Sebanyak 20,8%
didapatkan sebesar 41,7 % pasien TB subyek penelitian berasal dari Kecamatan
sebelum terapi tergolong gizi buruk, 50% Jambi Timur, disusul secara berurutan
tergolong gizi kurang dan 8,3 % gizi baik. Kecamatan Telanai, Kota baru, pelayangan,
Setelah 1 dan 2 bulan terapi OAT, pada Jelutung dan Danau Teluk. Terdapat 4 subyek
pasien TB terdapat peningkatan berat badan (16,7%) yang berasal dari luar Kota Jambi.
yang bermakna dibandingkan dengan Sebanyak 79,2 % subyek penelitian ini
186
JMJ, Volume 2, Nomor 2, November 2014, Hal: 178 - 188 AveOlivia GNN 3HQJDUXK 7HUDSL «
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO, Global Tuberculosis Control: Epidemiology, strategy, financing. WHO Library Cataloguing-in-
Publication Data: 2009.
2. Kemenkes RI. Laporan Subdit TB Depkes RI 2000-2010. Kemenkes RI: 2011.
3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis edisi 2. Jakarta: Depkes
RI, 2006.
4. Balasubramanian, V., Wiegeshaus, E.H., Taylor, B.T., Smith, D.W. Pathogenesis of Tuberculosis:
Pathway to apical localization.Tubercle and Lung Disease 75, 1994: 168-78.
5. McDonough KA, Kress Y, Bloom BR. Pathogenesis of tuberculosis: interaction of Mycobacterium
tuberculosis with macrophages. Infect. Immun. 61(7), 1993: 2763.
6. Swaminathan S, Rekha B. Pediatric Tuberculosis: Global Overview and Challenges. Clin Infect Dis. 50
(3), 2010: 184-194.
7. Palomino JC, Leão SC, Ritacco V. Tuberculosis: From basic science to patient care. Download from :
TuberculosisTextbook.com : 2007.
8. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Petunjuk teknis Manajemen TB anak. Jakarta : Kemenkes RI, 2013.
9. Narendra MB. Penilaian Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Jakarta: EGC, 2003.
10. Tanuwijaya S. Konsep Umum Tumbuh dan Kembang. Jakarta: EGC, 2003.
11. Tim Dirjen Pembinaan Kesmas. Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI, 1997.
12. Pertiwi, K.R. Mengenal parameter penilaian pertumbuhan fisik pada anak. Didownload dari website :
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/PPM%20BMD.pdf
13. Yee D, Valiquette C, Pelletier M, Parisien I, Rocher I, Menzies D, Incidence of serious side effects from
first-line antituberculosis drugs among patients treated for active tuberculosis. Am J Respir Crit Care
Med 167(1), 2003: 1472-7.
14. Schaberg T, Rebhan K, Lode H,. Risk factors for side-effects of isoniazid, rifampin and pirazinamide in
patients hospitalized for pulmonary tuberculosis. Eur Respir J 9, 1996: 2026±30.
15. Eris-*XOED\ % *XUNDQ 28 <ÕOGÕ] 2$ 2QHQ =3 (UNHNRO )2 %DFFLRJOX $ $FLFDQ 7 6Lde effects due to
primary antituberculosis drugs during the initial phase of therapy in 1149 hospitalized patients for
tuberculosis. Respir Med 100, 2006: 1834±42.
187
JMJ, Volume 2, Nomor 2, November 2014, Hal: 178 - 188 AveOlivia GNN 3HQJDUXK 7HUDSL «
16. Hardianti V. Hiswani, Jemadi. Karakteristik Penderita Tuberkulosis Paru Anak Yang Rawat Inap Di
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padangsidimpuan Tahun 2012.
17. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes. Laporan Akhir Analisis Lanjut Survei
Prevalensi Tuberkulosis 2004: Investigasi faktor Lingkungan dan Faktor risiko Tuberkulosis Indonesia.
Depkes: Jakarta, 2006.
18. Vasantha M, Gopi PG, Subramani R. Weight gain in patients with tuberculosis treated under Directly
observed treatment short-course (dots). Indian J Tubrc 2009; 56: 5-9.
19. Pagehgiri H. D, 2010. Perubahan Berat Badan Pasien Tuberkulosis Setelah Terapi Oat Kategori I
Tahap Intensif.
188