Risiko Produksi

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

DOI: 10.31186/jagrisep.17.2.

23-30

PREFERENSI RISIKO PETERNAK SAPI PERAH DI KECAMATAN


CISARUA KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT

Risk Preference of Dairy Farmers in Cisarua District Bogor Regency West


Java Province

Rosita Noviana1); Anna Fariyanti2);Ratna Winandi3)


1)Program Studi Magister Sains Agribisnis, Institut Pertanian Bogor
2,3) Departemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor

E-mail : 1)[email protected]

ABSTRACT
Cisarua District is one of the dairy farming centers with the lowest amount of milk
production in Bogor Regency. The amount of milk production in Cisarua District is also
known fluctuate. Differences in breeders' preferences in the use of production inputs affect
production risk in dairy farming businesses. The aims of this research are to analyze the
effect of production factors to production risk and risk preference of dairy farmers in
Cisarua District. This research was conducted in Cisarua Subdistrict, Bogor Regency. The
cross section data sourced from 91 dairy farmers were producing milk form second and
third lactation cows. The model used in this research were Just and Pope model to analyze
dairy farm risk production function and the Arrow-Pratt Absolute Risk Analysis model to
analyze farmer's risk preferences. The results showed that forage and polar are risk
reducing factors. Meanwhile, rice bran, tofu waste, concentrate, and work time are risk
inducing factors in dairy farm. The risk preference of dairy farmers are risk taker to the use
all of production inputs.

Keywords: dairy, farmer, preference, production, risk

ABSTRAK
Kecamatan Cisarua merupakan salah satu sentra peternakan sapi perah dengan
jumlah produksi susu terendah di Kabupaten Bogor. Jumlah produksi susu di Kecamatan
Cisarua juga diketahui berfluktuasi. Perbedaan preferensi peternak dalam penggunaan
input produksi mempengaruhi risiko produksi pada usaha peternakan sapi perah.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor produksi yang memengaruhi risiko
produksi dan preferensi risiko para peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua. Penelitian
ini dilakukan di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Data yang digunakan merupakan
data cross section dari 57 peternak yang memproduksi susu dari sapi laktasi kedua dan
ketiga. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Just and Pope untuk
menganalisis fungsi risiko produksi dan model Arrow-Pratt Absolute Risk Aversion untuk
menganlisis preferensi risiko peternak. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa input
produksi yang bersifat risk reducing factor terdiri dari pakan hijauan, polar dan
pengalaman beternak. Sementara, input produksi yang bersifat risk inducing factor
diketahui meliputi, pakan dedak, ampas tahu, konsentrat, dan waktu kerja. Preferensi
peternak hanya bersifat risk averse terhadap input produksi berupa ampas tahu.

Kata Kunci: peternak, preferensi, produksi, risiko, sapi perah

PENDAHULUAN
Subsektor peternakan di Indonesia terdiri dari berbagai jenis hewan yang
diusahakan meliputi, ternak unggas, ternak sapi pedaging, ternak sapi perah, ternak
kambing, dan hewan ternak lainnya. Susu merupakan salah satu komoditi yang diproduksi
oleh subsektor peternakan khususnya usaha peternakan sapi perah. Usaha peternakan sapi
perah merupakan salah satu usaha yang berkembang di Indonesia. Berdasarkan data Ditjen
PKH (2018) diketahui bahwa jumlah populasi ternak sapi perah rata-rata meningkat
sebanyak dua persen setiap tahunnya. Jumlah produksi susu pun terus mengalami
peningkatan setiap tahunnya dengan rata-rata peningkatan sebanyak lima persen. Namun,
diketahui bahwa jumlah impor susu merupakan jumlah impor terbesar diantara komoditi
peternakan lainnya. Jumlah impor susu pun terbilang cenderung mengalami peningkatan
setiap tahunnya. Kondisi yang demikian menggambarkan bahwa jumlah produksi susu
nasional belum mampu memenuhi konsumsi masyarakat Indonesia.
Produktivitas susu di beberapa sentra usaha peternakan sapi perah di Indonesia pun
bervariasi. Produktivitas susu di Kelurahan Pujon, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa
Timur terbilang cukup tinggi yaitu sebesar 12.26 liter/ekor/hari (Soeyatno 2013).
Kabupaten Boyolali sebagai salah satu sentra produksi susu di Provinsi Jawa Tengah
memiliki produktivitas susu sebesar 8.98 liter/ekor/hari (Aini 2016). Provinsi Jawa Barat
adalah salah satu sentra produksi susu di Indonesia dengan produktivitas tertinggi yang
mencapai 16.04 liter/ekor/hari di Kabupaten Lembang (Malau 2017). Namun, Kabupaten
Bogor tepatnya di Kecamatan Cibungbulang sebagai salah satu sentra produksi susu
lainnya di Provinsi Jawa Barat hanya mencapai produktivitas sebesar 9.45 liter/ekor/hari
(Malau 2016). Terdapat beberapa sentra usaha peternakan sapi perah di Kabupaten Bogor
meliputi Kecamatan Ciawi, Kecamatan Cibungbulang, Kecamatan Pamijahan dan
Kecamatan Cisarua.

7,00
6,22
Produktivitas (lier/ekor/hari)

6,00
5,32
5,00 5,01 5,01
4,74
4,00

3,00

2,00

1,00

0,00
2013 2014 2015 2016 2017

Gambar 1.
Fluktuasi Produktivitas Susu Kecamatan Cisarua
Sumber : BPS Kabupaten Bogor 2018
Produktivitas rata-rata susu di Kecamatan Cisarua selama lima tahun dari tahun
2013 sampai tahun 2017 tercatat sebesar 5.26 liter/ekor/hari (BPS Kabupaten Bogor 2018).
Tingkat produktivitas susu di Kecamatan Cisarua terbilang cukup rendah karena masih
berada jauh di bawah tingkat produktivitas sentra produksi susu lainnya di Kabupaten
Bogor. Rata-rata produktivitas susu di Provinsi Jawa Barat diketahui adalah sebesar 13.57
liter/ekor/hari sampai 14.78 liter/ekor/hari (Asmara 2015). Adanya gap antara
produktivitas potensial di Provinsi Jawa Barat dengan produktivitas susu aktual di
Kecamatan Cisarua mengindikasikan adanya risiko produksi pada usaha peternakan sapi
perah di Kecamatan Cisarua. Selain itu, produktivitas susu di Kecamatan Cisarua pun
diketahui berfluktuasi selama lima tahun seperti data yang disajikan pada Gambar 1.
Rendahnya produktivitas susu menyebabkan tingkat produksi susu menjadi relatif
rendah. Tingkat produksi susu yang terbilang cukup rendah tersebut disebabkan karena
faktor pakan yang kurang memadai. Pemberian pakan konsentrat dan pakan hijauan yang
kurang dari jumlah kebutuhan mempengaruhi penurunan produksi susu (Malau 2017).
Pakan dan nutrisi merupakan faktor kunci yang mempengaruhi jumlah produksi susu
(Devendra 2017). Risiko produksi yang terjadi pada usaha peternakan sapi perah juga
dipengaruhi oleh faktor selain input produksi, seperti penyakit. Pemeliharaan kesehatan
ternak juga teridentifikasi sebagai salah satu permasalahan yang menyebabkan terjadinya
risiko pada usaha peternakan sapi perah (Septiani 2016). Penyakit yang menyerang ternak
sapi perah merupakan faktor risiko yang paling berdampak terhadap usaha peternakan sapi
perah di Belanda (Meuwissen et al. 2001).
Preferensi risiko peternak sapi perah yang menjalankan usaha peternakannya
secara konvensional akan berbeda dengan peternak sapi perah yang menjalankan usaha
peternakan sapi perahnya secara organik (Flaten 2005). Kedua jenis peternak tersebut
diketahui memiliki preferensi sebagai individu risk averse. Namun, peternak sapi perah
konvesional diketahui lebih risk averse dibandingkan dengan peternak sapi perah organik.
Perbedaan preferensi risiko tersebut mempengaruhi keputusan penggunaan input produksi
pada masing-masing jenis peternak. Peternak sapi perah organik memberikan jumlah pakan
konsentrat yang lebih sedikit dari jumlah pakan konsentrat yang diberikan oleh peternak
sapi perah konvensional. Hal tersebut berdampak terhadap jumlah produksi susunya. Rata-
rata peternak sapi perah organik menghasilkan susu yang lebih sedikit dari peternak sapi
perah konvensional. Setiap peternak sapi perah memiliki keputusan yang berbeda-beda
mengenai jenis dan jumlah pakan yang digunakan untuk ternak sapi perahnya. Peternak
sapi perah di Kabupaten Lembang akan memberikan pakan hijauan rata-rata sebanyak
41.37 kg/ekor/hari (Malau 2017). Para peternak sapi perah di Pujon akan memberikan
pakan hijauan rata-rata sebanyak 26.63 kg/ekor/hari (Soeyatno 2013). Perbedaan keputusan
penggunaan pakan tersebut menggambarkan bahwa para peternak sapi perah memiliki
preferensi risiko yang berbeda-beda terhadap penggunaan setiap faktor produksi.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian di atas maka tujuan dari penelitian ini meliputi :
1. Menganalisis faktor produksi yang mempengaruhi risiko produksi susu pada
usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Cisarua.
2. Menganalisis preferensi peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data


Penelitian dilaksanakan pada usaha peternakan sapi perah di wilayah Kecamatan
Cisarua, Kabupaten Bogor. Lokasi penelitian ini ditentukan secara sengaja (purposive)
dengan pertimbangan bahwa lokasi penelitian merupakan salah satu sentra peternakan sapi
perah di Kabupaten Bogor dengan jumlah produksi susu terendah dan produktivitas yang
berfluktuasi. Selain itu, tingkat produktivitas di Kecamatan Cisarua juga diketahui lebih
rendah dari beberapa sentra produksi susu lainnya di Kabupaten Bogor.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data cross section. Usaha
peternakan sapi perah merupakan usaha dengan masa produksi setiap hari sepanjang tahun.
Usaha peternakan sapi perah tidak dipengaruhi oleh musim dan siklus produksi. Penentuan
sampel yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara purposive kepada peternak
yang sudah menjalankan usaha peternakan sapi perahnya selama minimal 3 tahun di
Kecamatan Cisarua. Selanjutnya, pencatatan output produksi berupa hasil perahan susu
akan dilakukan pada hewan ternak dalam masa laktasi kedua dan ketiga. Jumlah produksi
susu sapi FH akan mengalami peningkatan pada setiap masa laktasinya. Jumlah produksi
pada masa laktasi pertama sampai ketiga secara berurutan yaitu sebagai berikut, 27 kg,
31.70 kg dan 33.5 kg (Miglior et al. 2007). Kriteria tersebut digunakan agar data yang
diperoleh dapat menggambarkan generalisasi dari sampel. Ternak sapi yang digunakan
sampel merupakan ternak pada masa laktasi yang sama dengan jenis sapi FH (Friesian
Holstein).

Analisis Risiko Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah


Analisis risiko produksi yang dihadapi oleh peternak sapi perah akan
dilakukan dengan menggunakan model yang dikembangkan oleh Just and Pope
(1976). Model Just and Pope bisa menjelaskan bahwa produksi yang dihasilkan
tidak hanya dipengaruhi oleh faktor produksi, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor
risiko (Robison dan Barry 1987). Fungsi produksi rata-rata dan fungsi risiko
produksi (fungsi varians produktivitas) peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua
dapat digambarkan dalam sebuah model fungsi Just and Pope sebagai berikut :
Fungsi produksi rata-rata :
f(x) = Ln Yi
= β0+β1LnX1i+β2LnX2i+β3LnX3i+β4LnX4i+β5LnX5i+β6LnX6i+β7LnD1i+ε (1)
Varians produktivitas dapat ditulis sebagai berikut :
2Yi = (Yi – Ӯ)2 (2)
Fungsi risiko produksi :
h(x) = Ln 2Yi
= 0+1LnX1i+2LnX2i+3LnX3i+4LnX4i+5LnX5i+6LnX6i+7LnD1i+ε (3)

2Yi = Varians produktivitas hasil perahan susu


β1, β2, … , β7 = Koefisien parameter dugaan input produksi peternakan sapi
perah X1, X2, … , X6, D1
1, 2, … , 7 = Koefisien parameter dugaan input risiko peternakan sapi perah
X1, X2, … , X6, D1
i = Peternak responden
ε = Unsur error
Fungsi produksi menggambarkan hubungan antara setiap faktor produksi
yang terdiri dari pakan hijauan (X1), dedak (X2), polar (X3), ampas tahu (X4),
konsentrat pabrik (X5), dan lama waktu kerja peternak (X6) terhadap produktivitas
aktual hasil perahan susu (Yi). Fungsi risiko menggambarkan hubungan antara
setiap faktor produksi terhadap produktivitas hasil perahan susu rata-rata (Ŷi).
Setiap faktor produksi pakan diukur dalam satuan kg/ekor/hari, sedangkan
faktor produksi tenaga kerja diukur dalam satuan jam/orang/hari. Produktivitas
aktual dan produktivitas rata-rata diukur menggunakan satuan liter/ekor/hari.
Kedua persamaan tersebut menggunakan penyakit sebagai dummy, dimana
dummy bernilai satu menggambarkan ternak yang terserang penyakit dan dummy
bernilai nol menggambarkan ternak yang sehat.
Koefisien parameter dugaan dari fungsi produksi yang bernilai positif
menggambarkan bahwa semakin banyak input produksi yang digunakan maka
rata-rata hasil produktivitasnya akan semakin meningkat, dan begitu pula
sebaliknya. Nilai koefisien varian yang bertanda positif pada fungsi risiko
menggambarkan bahwa faktor input produksi tersebut merupakan faktor input
produksi yang meningkatkan risiko, dan begitu pula sebaliknya.

Analisis Preferensi Risiko Peternak Sapi Perah


Peternak mendapatkan hasil produksi (y) pada tingkat harga (p), maka
maksimisasi utilitas peternak adalah utilitas (U) dari keuntungan (π) (Robison dan
Barry 1987) dapat dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut:
Max U(Y) : y = p.y – r.x – C (4)
Selisih dari jumlah output susu (y) dengan harga jual (p) terhadap jumlah
input produksi (x) dengan harga beli input (r ) dan biaya tetap produksi (Y)
menghasilkan nilai keuntungan (Y). Jumlah output usahatani digambarkan pada
persamaan 5, yaitu :
y = f(x) + g(x) (5)
Dengan mensubtitusikan persamaan (4) ke dalam persamaan (5), maka diperoleh:
U(Y) = p.f(x) + p.g(x) – r.x – C (6)
Fungsi utilitas peternak sapi perah U(π) adalah :
U(Y) = p.f(x1, x2,…., x7) + p.g(x1, x2,…., x7) – ri(x1, x2,…., x7) – C (7)
dimana :
U(Y) = utilitas peternak sapi perah
f(x) = fungsi produksi peternak sapi perah
g(x) = fungsi risiko peternak sapi perah
p = harga jual susu (Rp)
ri = harga input produksi (Rp)
xi = jumlah input ke-i
C = biaya tetap
Persamaan maksimisasi utilitas tersebut kemudian diturunkan untuk
memperoleh nilai first order condition (FOC) dengan persamaan sebagai berikut :
U’(yi) = p.f’(xi) + p.g’(xi) – ri (8)
Selanjutnya, fungsi di atas diturunkan kembali untuk memperoleh nilai
second order condition (SOC) dengan persamaan sebagai berikut :
U’’(yi) = p.f’’(xi) + p.g’’(xi) – ri (9)
Analisis preferensi risiko peternak dapat dilihat dengan menggunakan
Arrow-Pratt absolute risk aversion (ARA) yang diperoleh dari rasio antara nilai SOC
dan FOC dari fungsi utilitas dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
U’’(yi)
AR = - U’(yi)
Perbandingan dari negatif nilai turunan kedua fungsi utilitas (U’’)
terhadap nilai turunan pertama fungsi utilitas (U’) menggambarkan nilai absolute
risk aversion (AR). Menurut Robison and Barry (1987), peternak dapat dikatakan
bersifat : (1) risk averse apabila AR > 0, (2) risk taker apabila AR < 0, dan (3) risk
neutral apabila AR = 0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Risiko Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah


Variabel-variabel input produksi yang digunakan dalam untuk menganilisis
fungsi risiko produksi sama dengan input-input produksi yang digunakan pada
fungsi produksi. Variabel input produksi tersebut merupakan variabel yang akan
digunakan sebagai variabel independen di dalam model. Variabel dependen yang
akan digunakan di dalam model fungsi risiko produksi adalah varian
produktivitas susu. Nilai koefisien determinasi (R2) model fungsi produksi yang
dihasilkan adalah sebesar 0.7233. Nilai koefisein determinasi tersebut
menggambarkan bahwa 72.33 persen keragaman produktivitas susu di
Kecamatan Cisarua dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh faktor input
produksi di dalam model.
Tabel 1. Hasil estimasi fungsi produksi usaha peternakan sapi perah di
Kecamatan Cisarua tahun 2019
Robust
Variabel Koefisien Standard t-hitung p>t
Error
Konstata 0.7801 0.2675 2.92 0.005
Hijauan 0.4881 0.0872 5.60 0.000
Dedak 0.1075 0.0635 1.69 0.097
Polar 0.1553 0.0506 3.07 0.003
Ampas tahu -0.1499 0.0703 -2.13 0.038
Konsentrat 0.1221 0.9960 1.23 0.226
Waktu kerja 0.0149 0.0769 0.19 0.847
Dummy penyakit -0.0427 0.0469 -0.91 0.366
R-squared 0.7233

Estimasi fungsi risiko produksi usaha peternakan sapi perah juga dibentuk
setelah model fungsi produksi memenuhi seluruh asumsi OLS. Berdasarkan hasil
estimasi fungsi risiko produksi diketahui bahwa nilai koefisien determinasi (R 2)
yang dihasilkan adalah sebesar 0.2941. Nilai koefisien determinasi tersebut
menggambarkan bahwa 29.41 persen keragaman varians produktivitas susu para
peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua dapat dijelaskan oleh seluruh faktor
produksi yang digunakan dalam model. Nilai koefisien determinasi untuk fungsi
risiko produksi diketahui lebih besar dari nilai koefisien determinasi fungsi risiko
produksi yang dihasilkan oleh penelitian Fanani (2015), Apriana (2017), dan
Hartoyo (2018). Nilai koefisien determinasi untuk fungsi risiko produksi
cenderung rendah karena model estimasi tersebut diperolah dari beberapa
tahapan estimasi (Walter et al. 2014).
Tabel 2. Hasil estimasi fungsi risiko produksi usaha peternakan sapi perah di
Kecamatan Cisarua tahun 2019
Robust
Variabel Koefisien Standard t-hitung p>t
Error
Konstata 3.9617 3.6645 1.08 0.285
Hijauan - 4.6296 1.6695 -2.77 0.008
Dedak 0.7404 0.9025 0.82 0.416
Polar -0.9296 0.8511 -1.09 0.280
Ampas tahu 2.5956 1.4872 1.75 0.087
Konsentrat 2.8132 1.3295 2.12 0.039
Waktu kerja 1.2703 1.5402 0.82 0.414
Dummy penyakit 2.7481 1.4488 1.90 0.064
R-squared 0.2941

Koefisien variabel faktor produksi yang bertanda positif pada hasil estimasi
fungsi risiko produksi menggambarkan bahwa penggunaan faktor produksi
tersebut dapat meningkatkan risiko produksi atau disebut sebagai risk inducing
factor. Beberapa faktor produksi yang termasuk ke dalam risk inducing factors
antara lain, dedak, ampas tahu, konsentrat, dan waktu kerja. Koefisien variabel
produksi yang bertanda negatif pada estimasi fungsi risiko produksi
menggambarkan bahwa penggunaan faktor produksi tersebut dapat menurunkan
risiko produksi atau disebut sebagai risk reducing factor. Faktor produksi yang
dapat dikatakan sebagai risk reducing factors terdiri dari pakan hijauan dan polar.
Hijauan merupakan salah satu risk reducing factor yang secara signifikan
mengurangi varians produktivitas pada taraf kepercayaan satu persen.
Penambahan jumlah penggunaan pakan hijauan sebanyak satu persen dapat
menurukan risiko produksi sebesar 4.6296 persen pada usaha peternakan sapi
perah di Kecamatan Cisarua. Hal tersebut sejalan dengan hasil estimasi pada
fungsi produksi untuk pakan hijauan yang bertanda prositif pada taraf
kepercayaan satu persen. Nilai koefisien pada fungsi produksi tersebut
menggambarkan bahwa penambahan satu persen pakan hijauan akan
meningkatkan produktivitas susu sebesar 0.4881 persen. Hasil estimasi ini sesuai
dengan hasil penelitian Karuniawati (2013), Soeyatno (2013), Asmara (2015), dan
Firlia (2017). Hijauan merupakan pakan utama bagi ternak sapi perah. Minimal
pemberian pakan hijauan bagi ternak sapi perah adalah sebanyak 10 persen dari
bobot tubuh sapi. Pakan hijauan merupakan sumber energi utama bagi ternak sapi
perah.
Polar merupakan faktor input produksi lainnya dengan nilai koefisien yang
bertanda negatif pada fungsi risiko produksi pada taraf kepercayaan di atas 20
persen. Hal tersebut sejalan dengan nilai koefisien polar pada fungsi produksi
yang bertanda positif pada taraf kepercayaan satu persen. Penambahan
penggunaan polar sebanyak satu persen dapat menurunkan risiko produksi susu
sebesar 0.9296 persen dan dapat meningkatkan produktivitas susu sebesar 0.1553
persen. Asmara (2015) menyatakan bahwa penambahan polar sebagai pakan
ternak sapi perah akan meningkatkan produksi susu pada peternakan rakyat di
Provinsi Jawa Barat.
Nilai koefisien ampas tahu pada fungsi risiko bertanda positif dengan taraf
kepercayaan sepuluh persen. Penambahan penggunaan ampas tahu sebagai
pakan ternak sapi perah sebanyak satu persen akan meningkatkan risiko produksi
sebesar 2.5956 persen. Hal tersebut sejalan dengan nilai koefisien ampas tahu yang
bertanda negatif pada fungsi produksi pada taraf kepercayaan lima persen.
Penambahan penggunaan ampas tahu sebanyak satu persen akan menurunkan
produktivitas susu sebanyak 0.1499 persen. Jumlah penggunaan ampas tahu yang
terlalu banyak sebagai pakan pelengkap bagi ternak sapi perah akan
menyebabkan penurunan produksi susu (Asmara 2015).
Penyakit digunakan sebagai variabel dummy pada penelitian ini dan
diketahui bahwa nilai koefisiennya bertanda positif pada fungsi risiko dengan
taraf kepercayaan sepuluh persen. Hal tersebut sejalan dengan nilai koefisien
dummy penyakit pada fungsi produksi yang bertanda negatif pada fungsi
produksi dengan taraf kepercayaan di atas 20 persen. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa adanya penyakit pada ternak sapi perah dapat menyebabkan
peningkatan risiko produksi dan penurunan produktivitas susu. Penyakit
merupakan sumber risiko produksi susu yang disebabkan oleh pemeliharaan
ternak yang kurang baik sehingga kondisi kesehatan ternak mengalami
penurunan (Septeani 2016).
Dedak merupakan risk inducing factor yang memengaruhi risiko produksi
pada usaha peternakan sapi perah pada taraf kepecayaan di atas 20 persen.
Penambahan penggunaan dedak sebagai pakan tambahan bagi ternak sapi perah
akan menurunkan produksi susu (Asmara 2015). Hal tersebut juga dapat
dipengaruhi oleh kualitas dari dedak yang diberikan lebih rendah dari kualitas
konsentrat yang juga diberikan sebagai pakan tambahan. Selain itu, konsentrat
juga merupakan risk inducing factor yang memengaruhi risiko produksi secara
signifikan pada taraf kepercayaan lima persen. Penggunaan pakan tambahan
konsentrat yang semakin banyak menyebabkan kekenyangan pada ternak sapi
perah. Penambahan jumlah pakan konsentrat juga menyebabkan produksi susu
pada usaha peternakan rakyat di Provinsi Jawa Timur (Asmara 2015).
Selanjutnya, faktor produksi berupa waktu kerja juga bertanda positif pada
estimasi fungsi risiko produksi. Penambahan waktu kerja para peternak diduga
dapat meningkatkan risiko produksi susu. Penambahan waktu kerja bagi para
peternak menyebabkan penurunan stamina dan kesehatan para peternak sehingga
berdampak terhadap kegiatan usaha peternakan sapi perah. Penambahan
penggunaan tenaga kerja akan menyebabkan penurunan produksi susu
(Karuniawati 2013).

Preferensi Peternak Sapi Perah


Perilaku peternak dalam menghadapi risiko produksi perlu diketahui setelah fungsi
risiko produksi dan pengaruhnya diketahui terhadap pendapatan usaha peternakan sapi
perah. Preferensi peternak dalam menghadapi risiko produksi mampu menjelaskan dan
mencerminkan keputusan ekonominya (Akinola 2014).
Berdasarkan hasil analisis preferensi risiko diketahui bahwa rata-rata peternak sapi
perah di Kecamatan Cisarua adalah risk taker terhadap seluruh faktor produksi yang terdiri
dari hijauan, dedak, polar, ampas tahu dan konsentrat. Preferensi risiko peternak terhadap
penggunaan hijauan dan polar dapat dikatakan sesuai dengan hasil estimasi fungsi risiko
produksi. Para peternak berani mengambil risiko terhadap penggunaan pakan hijauan dan
polar karena kedua variabel input produksi tersebut bersifat risk reducing factor. Para
peternak tidak akan menahan penggunaan pakan hijaun dan polar dengan harapan akan
mengurangi risiko produksi pada usaha peternakan sapi perahnya. Selain itu, berdasarkan
hasil estimasi fungsi produksi diketahui bahwa penambahan jumlah input produksi berupa
pakan hijauan dan polar mampu meningkatkan produktivitas susu.
Tabel 3. Preferensi risiko peternak sapi perah terhadap penggunaan input
produksi di Kecamatan Cisarua
Input Produksi Rata-rata Nilai AR Preferensi Risiko
Hijauan -0.007330 Risk Taker
Dedak -1.439661 Risk Taker
Polar -0.257932 Risk Taker
Ampas tahu -0.346544 Risk Taker
Konsentrat pabrik -1.791453 Risk Taker

Rata-rata peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua juga diketahui memiliki


preferensi risiko sebagai risk taker terhadap penggunaan input produksi berupa dedak,
ampas tahu dan konsentrat, meskipun ketiga faktor produksi tersebut bersifat risk inducing
factor. Para peternak memiliki harapan untuk bisa mendapatkan hasil produksi susu yang
lebih tinggi dengan menggunakan ketiga jenis pakan tersebut. Hal tersebut memperkuat
hasil estimasi pada fungsi produksi yang menemukan bahwa penambahan input produksi
berupa dedak dan konsentrat pabrik pada usaha peternakan sapi perah di Kecamatan
Cisarua dapat meningkatkan produktivitas susu.
Para peternak sapi perah di Kecamatan juga memiliki preferensi risiko sebagai risk taker
terhadap penggunaan ampas tahu meskipun berdasarkan hasil estimasi fungsi produksi
diketahui bahwa penggunaan ampas tahu dapat menurunkan produktivitas susu di
Kecamatan Cisarua. Hal tersebut dipengaruhi oleh harga ampas tahu yang terbilang murah
diantara input-input produksi lainnya. Para peternak tetap melengkapi bobot pakan yang
harus diberikan kepada ternak sapinya dengan menambahkan ampas tahu sebagai pakan
tambahan. Penambahan jumlah ampas tahu terbilang sering dilakukan oleh para peternan
untuk menghemat biaya produksi. Berdasarkan hasil analisis preferensi risiko tersebut
dapat dikatakan bahwa para peternak sapi perah tidak menahan penggunaan ampas tahu.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Berdasarkan hasil analisis diatas dapat diberikan kesimpulan sebagai berikut:
1. Variabel input produksi yang bersifat risk reducing factor diketahui terdiri dari
pakan hijauan dan polar. Sementara itu, input produksi yang bersifat risk inducing
factor diketahui meliputi, pakan dedak, ampas tahu, konsentrat, dan waktu kerja.
2. Preferensi risiko para peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua bersifat risk taker
terhadap penggunaan seluruh faktor produksi pada usaha peternakan sapi perah.

Saran
Peternak diharapkan untuk melakukan pembelian pakan berupa hijauan untuk
menambahkan jumlah pakan hijauan yang didapatkan dari hasil pengaritan. Hal tersebut
disarankan untuk dilakukan karena pakan hijauan merupakan pakan utama bagi ternak sapi
perah. Produktivitas susu menjadi semakin baik dengan ditambahkannya pakan berupa
hijauan sehingga risiko produksi susu dapat diperkecil. Peternak diharapkan tidak
mengurangi jumlah pemberian pakan berupa polar dan sebaiknya mengurangi pemberian
pakan berupa ampas tahu. Meskipun harga polar terbilang lebih tinggi dibandingkan harga
ampas tahu, tetapi penambahan jumlah penggunaan polar diketahui dapat meningkatkan
produktivitas susu. Komponen biaya produksi untuk penyediaan ampas tahu dapat
dialihkan untuk penyediaan polar. Dengan demikian, kemungkinan terjadinya risiko
produksi dapat diperkecil.

DAFTAR PUSTAKA
Aini AN. 2016. Analisis Biaya Transaksi pada Usaha Sapi Perah di Kabupaten
Boyolali, Jawa Tengah. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Akinola BD. 2014. Risk Preference and Coping Strategies Among Poultry
Farmers in Abeokula Metropolis Nigeria. Global Journal Inc (USA).
14(5):22-29.
Apriana N. 2017. Analisis Risiko Produksi Petani Padi di Daerah Aliran Sungai
Bengawan Solo, Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur. [tesis].
Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Asmara A, Purnamadewi YL, Lubis D. 2015. Keragaan Produksi Susu dan Efisiensi
Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat di Indonesia. Jurnal Manajemen dan
Agribisnis. 13(1): 14-25.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2018. Kabupaten Bogor Dalam Angka 2018.
BPS Kabupaten Bogor.
Devendra C. 2007. Constraint analysis to improve integrated dairy production
systems in developing countries: The importance of participatory rural
appraisal. Tropical Animal Health and Production. 39(8): 549-556.
[Ditjen PKH] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2018.
Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta (ID): Kementerian
Pertanian.
Flaten O, Lien G, Koesling M, Valle PS, Ebbesuik M. 2005. Comparing Risk
Perception and Risk Management in Organic and Conventional Dairy
Farming: Emperical Results From Norway. Livestock Production Science.
95: (11-25).
Hartoyo KL. 2018. Risiko Produksi dan Preferensi Risiko Petambak Udang
Vanamei di Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat. [tesis]. Bogor:
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Just RE, Pope RD. 1976. On the relantionship of input decisions and risk.
California Agricultural Experiment Station. University of California.
Karuniawati R, Fariyanti A. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi
Susu Sapi Perah di Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor Provinsi
Jawa Barat. Forum Agribisnis. 3(1): 73-86
Malau LRE. 2016. Pendapatan Usahaternak Sapi Perah Anggota KPS Bogor
(Kasus: KUNAK Cibungbulang dan Kelurahan Kebon Pedes) [skripsi].
Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Malau LRE. 2017. Pengaruh Layanan Usaha Koperasi dan Tingkt Partisipasi
Anggota Terhadap Efisiensi Produksi Usaha Ternak Sapi Perah (Kasus:
KPSBU Lembang, Jawa Barat). [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Meuwissen MPM, Huirne RBM, Hardaker JB. 2001. Risk and Risk Management:
An Empirical Analysis of Dutch Livestock Farmers. Journal of Livestock
Production Science 69: 43-53.
Miglior F, Sewalem A, Jamrozik J, Bohmanova J, et al. 2007. Genetic Analisis of
Milk Urea Nitrogen and Lactose and Their Relationships with Other
Production Traits in Canadian Holstein Cattle. J Dairy Sci. 90 : 2468-2479.
Robinson LJ, Barry PJ. 1987. The Competitive Firm’s Response to Risk. London:
Macmillan Publisher.
Septiani W. 2016. Rancang Bangun Model Manajemen Risiko Rantai Pasok
Agroindustri Susu Berbasis Pengetahuan. [disertasi]. Bogor: Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Soeyatno RF. 2013. Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Produksi Susu di Desa Pandesari Kecamatan Pujon Kabupaten Malang
Jawa Timur [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Walter JT, Roberts RK, Larson JA, English BC, Howard DD. 2004. Effects of
Risk, Disease, and Nitrogen Source on Optimal Nitrogen Fertilization
Rates in Winter Wheat Production [Working Paper]. Oklahoma. Southern
Agricultural Economic Association
ISSN: 1412-8837 e-ISSN : 2579-9959

12 | Nama Penulis; Judul Singkat ...

You might also like