Isolasi Dan Seleksi Jamur Entomopatogen Plutella Xylostella

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

J. HPT Tropika.

ISSN 1411-7525
Nunilahwati et al.
Vol. 12, No. 1: 1 – 11, Maret 2012
Eksplorasi, Isolasi dan Seleksi Jamur Entomopatogen 1

EKSPLORASI, ISOLASI DAN SELEKSI JAMUR ENTOMOPATOGEN


PLUTELLA XYLOSTELLA (LEPIDOPTERA: YPONOMEUTIDAE) PADA
PERTANAMAN CAISIN (BRASSICA CHINENSIS) DI SUMATERA SELATAN

Haperidah Nunilahwati1, Siti Herlinda2, Chandra Irsan2 & Yulia Pujiastuti2

1
Program Studi Doktor Ilmu Pertanian, Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya
Jl. Padang Selasa No. 524, Bukit Besar, Palembang
E-mail: [email protected]
2
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya
Jl. Raya Palembang-Prabumulih Km 32, Ogan Ilir, Inderalaya 30662.

ABSTRACT

Exploration, isolation and selection entomopathogenic fungi infectious to Plutella xylostella (Lepidoptera:
Yponomeutidae) on green mustard (Brassica chinensis) crop in South Sumatra. Plutella xylostella is the most destructive
insect pests of the brassicae family. The research objective was to explore, isolate and select entomopathogenic fungi as
biological agents for control of P. xylostella. This study used 20 fungal isolates originating from soil and infected insects
around the farmers’ field in lowland and highland of South Sumatra. The fungal isolates were tested to third instar larvae of P.
xylostella. The suspension of entomopathogenic fungus was topical inoculated with a density of 1x106 conidia ml-1 on the
test insect and five replicates. The result showed that the highest (83%) and the lowest (41%) mortality of the larvae P.
xylostella was induced by fungal BPluS and BNIPTr, respectively. Moreover, the shortest (2.1 days) and the highest (4.3
days) lethal times of the infected host were induced by fungal BPluS and BNIPTr, respectively.
Key words: B. bassiana, M. anisopliae, entomopathogen, P. xylostella

ABSTRAK

Eksplorasi, isolasi dan seleksi jamur entomopatogen Plutella xylostella (Lepidoptera: Yponomeutidae) pada pertanaman
caisin (Brassica chinensis) di Sumatera Selatan. P. xylostella merupakan serangga hama yang sangat destruktif pada
tanaman famili Brassicae. Tujuan penelitian adalah eksplorasi, isolasi dan seleksi jamur entomopatogen yang patogenik
sebagai agens hayati untuk mengendalikan P. xylostella. Isolat yang digunakan pada penelitian adalah 20 isolat yang berasal
dari tanah dan serangga yang terinfeksi sekitar pertanaman caisin milik petani didataran rendah dan dataran tinggi Sumatera
Selatan. Isolat diuji pada larva P. xylostella instar tiga. Aplikasi isolat dilakukan dengan cara meneteskan suspensi jamur
entomopatogen dengan kerapatan 1x106 konidia ml-1 secara topikal pada serangga uji dan diulang lima kali. Hasil penelitian
menunjukkan mortalitas larva P.xylostella tertinggi berasal dari isolat BPluS yaitu 83%, mortalitas larva P. xylostella terendah
berasal dari isolat BNIPTr yaitu 41%, sedangkan LT50 terendah ditemukan pada isolat BPluS yaitu 2,09 hari dan LT50 tertinggi
pada isolat BNIPTr yaitu 4,33 hari.
Kata kunci: B. bassiana, M. anisopliae, entomopatogen, P. xylostella

PENDAHULUAN Winasa & Herlinda (2003) menunjukkan bahwa populasi


larva P. xylostella di daerah Pagaralam, Sumatera
Plutella xylostella (L.) (Lepidoptera: Selatan mencapai 6,99 ekor/tanaman dengan tingkat
Yponomeutidae) lebih dikenal dengan nama kerusakan mencapai 27,98%. Sedangkan di kota
diamondback moth (DBM) (Kalshoven, 1981) atau Palembang, kerusakan akibat serangan DBM menurut
ngengat punggung berlian (Listyaningrum et al., 2003), Herlinda (2004) dapat mencapai 15,55% yaitu di desa
merupakan serangga kosmopolitan (Wai et al., 2008). Sukarami, Talangburuk 15,77% dan Kenten 11,78%.
P. xylostella merupakan serangga hama yang sangat Serangan DBM menyebabkan produk tanaman yang
destruktif pada tanaman Brassicaceae atau crucifera dihasilkan tidak laku dijual.
(Chan et al., 2008). Persentase kerusakan yang Upaya memenuhi tuntutan konsumen akan produk
disebabkan hama P. xylostella dapat mencapai 54-83% pertanian yang bebas racun pestisida maka pengendalian
(Wang et al., 2004). Hasil survei yang dilakukan oleh hama tanaman dengan menggunakan pestisida perlu
2 J. HPT Tropika Vol. 12, No. 1, 2012: 1–11

dikurangi. Salah satu alternatif dalam upaya mengurangi ini diulang 20 kali. Lalu nampan ditutupi dengan kain
penggunaan pestisida adalah pengendalian hayati. puring hitam yang telah dilembabkan. Tiga hari
Menurut Krutmuang & Mekchay (2005), pengendalian kemudian ulat diperiksa dan yang terinfeksi jamur
hayati tidak akan merusak lingkungan dan tidak diisolasi di laboratorium pada ruang laminar air flow yang
mematikan organisme non target, sedangkan menurut telah disterilkan dengan alkohol 70%.
Herlinda (2008), pengendalian hayati merupakan bagian Kedua mencari serangga terinfeksi jamur di
dari pengendalian alami. Pengendalian hayati pertanaman caisin petani. Serangga terinfeksi yang
memanfaatkan faktor pengendali yang sudah ada di alam ditemukan dimasukan ke dalam cawan petri plastik
yaitu musuh alami dari organisme yang dikendalikan. berdiameter 9 cm, yang telah dialasi dengan kertas
Musuh alami tersebut mencakup parasitoid, predator dan saring, lalu ditutup rapat untuk menghindari kelembaban
patogen. udara.
Agens hayati yang berpotensi dalam
mengendalikan hama tanaman adalah jamur Isolasi dan Identifikasi. Larva P. xylostella, T.
entomopatogen; Beauveria bassiana (Deciyanto & monilitor dan ulat bambu yang terinfeksi jamur
Indrayani, 2008; Herlinda, 2010) dan Metarhizium permukaannya disterilkan dengan natrium hipoklorit 1%
anisopliae (Ghanbary et al., 2009). atau alkohol 70% selama tiga menit. Kemudian dibilas
Konidia B. bassiana dapat menyebabkan air steril sebanyak tiga kali dan dikeringanginkan diatas
mortalitas tungau mencapai 80-100% (Deciyanto & kertas saring steril. Lalu serangga tersebut diletakkan
Indrayani, 2008) dan mortalitas Nezara viridula dalam cawan petri (diameter 9 cm) berisi tissue lembab
mencapai 70-76% (Indriyati, 2009). Biopestisida M. steril dan diinkubasikan untuk merangsang tumbuhnya
anisopliae dapat mematikan Locusta mencapai 70%- jamur. Jamur yang keluar dari tubuh larva P. xylostella
90% dalam waktu 14-20 hari (Lomer et al., 2001). diambil dengan jarum inokulasi, dibiakan pada media
Mendapatkan satu jamur entomopatogen yang GYA (Glucose Yeast Agar) dan diinkubasikan selama
patogenik terhadap larva P. xylostella asal Sumatera tujuh hari pada suhu 23-25 o C. Jamur tersebut lalu
Selatan sangat penting untuk mengendalikan hama P. diidentifikasi berdasarkan bentuk morfologinya,
xylostella dan dapat mengurangi dampak negatif dari identifikasi menggunakan buku yang ditulis oleh Barnett
penggunaan insektisida, karena itu penelitian ini bertujuan & Hunter (1972).
mengeksplor asi, isolasi dan menyeleksi jamur
entomopatogen yang patogenik terhadap larva P. Seleksi Isolat Jamur Entomopatogen. Jamur
xylostella asal Sumatera Selatan. entomopatogen yang telah ditemukan melalui eksplorasi,
di isolasi dan identifikasi selanjutnya diseleksi. Pada
METODE PENELITIAN pengujian seleksi isolat jamur entomopatogen ini
ditambah sebelas isolat terbaik dari hasil penelitian koleksi
Eksplorasi Jamur Entomopatogen. Eksplorasi laboratorium (Tabel 1).
dilakukan dengan dua metode guna mendapatkan Seleksi dilakukan menggunakan serangga uji, yaitu
spesies jamur entomopatogen. Pertama, menggunakan larva P. xylostella. Perbanyakan larva P. xylostella pada
umpan serangga (insect bait method) seperti dilakukan tanaman caisin dilakukan di rumah kaca. Perbanyakan
Hasyim & Azwana (2003). Serangga umpan yang jamur entomopatogen menggunakan media GYA.
digunakan ialah larva Tenebrio monilitor Linn. (ulat Setelah biakan isolat jamur entomopatogen
Hongkong) instar ketiga yang baru berganti kulit, ulat tersedia, lalu dilanjutkan dengan menyeleksi isolat jamur
bambu dan P. xylostella instar tiga. Tanah yang tersebut. Seleksi isolat jamur entomopatogen ini
digunakan untuk memerangkap jamur entomopatogen dilakukan seperti metode Herlinda et al., (2008) dalam
diambil secara purposive sampling. Tanah diambil dari menyeleksi isolat-isolat B. bassiana pada walang sangit.
pertanaman caisin petani. Tanah tersebut lalu digali Caranya ialah dengan meneteskan 10µl suspensi jamur
sedalam 5-10 cm kemudian diambil sebanyak 1000 g, entomopatogen dengan kerapatan 1x106 konidia ml-1
lalu dimasukan kedalam kantung plastik diberi label secara topikal pada serangga uji. Setiap isolat jamur
berupa lokasi dan tanggal pengambilan sampel. Tanah entomopatogen diinokulasi pada 20 ekor larva P.
kemudian diayak dengan ayakan 600 mesh dan xylostella instar ketiga yang baru ganti kulit dan diulang
dimasukan kedalam nampan plastik berukuran 35x28x7 sebanyak lima kali. Nimfa yang telah diaplikasi dengan
cm2 dengan ketebalan tanah 3cm, setelah itu 20 ekor isolat tadi selanjutnya dipelihara dalam kurungan plastik
larva P. xylostella, T. monilitor dan ulat bambu dan berbentuk silinder (diameter 9cm dan tinggi 30cm) yang
masing-masing dimasukan kedalam nampan. Kegiatan bagian atasnya ditutupi kain kasa dan didalamnya
Nunilahwati et al. Eksplorasi, Isolasi dan Seleksi Jamur Entomopatogen 3

Tabel 1. Isolat jamur entomopatogen koleksi laboratorium

Isolat Inang Daerah Asal M etode Eksplorasi


B. bassiana
BPcMs Pseusoplusia chalcites Muarasiban Mengumpulkan s erangga sakit
BLePd Lipaphis erysimi Pagardin Mengumpulkan s erangga sakit
BTmP d Tenebrio monilitor Pagardin Umpan s erangga
BAgTb Aphis gossypii Talangburuk Mengumpulkan s erangga sakit
BNIPTr Nilaparvata lugens Pantura Mengumpulkan s erangga sakit
M.anisopliae
MAgPd Aphis gossypii Pagardin Mengumpulkan s erangga sakit
MTmJr Tenebrio monilitor Jarai Umpan s erangga
MTmMs Tenebrio monilitor Muarasiban Umpan s erangga
MTmTr Tenebrio monilitor Tanjungraja Umpan s erangga
MTmIn Tenebrio monilitor Indralaya Umpan s erangga
MAgIn Aphis gossypii Indralaya Mengumpulkan s erangga sakit

terdapat pot tanaman caisin. Setiap 12 jam selama fase tanah merupakan reservoar alami atau habitat utama
larva dicatat jumlah larva yang mati, sedangkan jumlah bagi jamur entomopatogen dan sumber infeksi bagi
larva yang tersisa yang membentuk pupa juga dicatat serangga dilapangan sebagai faktor mortalitas hama
setiap hari hingga semua larva menjadi imago. Begitu secara alami (Deciyanto & Indrayani, 2008; Nuraida &
juga dengan jumlah larva dan imago abnormal dihitung Hasyim, 2009). Ditambahkan oleh Herlinda et al.,
setiap hari. Jamur entomopatogen yang paling sesuai (2008) bahwa jamur entomopatogen yang berasal dari
dan paling efektif untuk P. xylostella dicirikan atas paling serangga terinfeksi lebih sulit diisolasi karena sering
tingginya mortalitas P. xylostella tersebut. terkontaminasi oleh jamur udara.
Pada umpan serangga yang terserang B.
Analisis Data. Isolat jamur entomopatogen yang bassiana tampak tubuh serangga mengeras, berubah
ditemukan dianalisis secara diskriptif. Morfologi koloni warna menjadi hitam kecoklatan dan juga terdapat masa
dan spora ditampilkan dalam bentuk gambar. Data spora yang berwarna putih (Gambar 1).
perbedaan mortalitas larva dan persentase nimfa menjadi Warna koloni semua isolat B. bassiana secara
imago yang disebabkan oleh jamur entomopatogen makroskopis adalah putih, sedangkan secara mikroskopis
dianalisis menggunakan Analisis Keragaman (Analysis konidia berwarna hialin, berbentuk bulat dan memiliki
of Variance). Percobaan masing-masing perlakuan satu sel. Hal ini mendukung hasil penelitian Suharto et
disusun menggunakan Rancangan Acak Lengkap al., (1998) yang menyatakan spora B. bassiana
(RAL). Waktu kematian nimfa dianalisis menggunkan berbentuk bulat, bersel satu, hialin dan terbentuk secara
LT50 yang perhitungannya menggunakan analisis probit tunggal pada sterigma yang pendek. Sedangkan warna
waktu kematian nimfa dengan program SAS-STAT pada semua isolat M. anisopliae secara makroskopis di awal
SAS 6.12. pertumbuhan berwarna putih, kemudian berubah warna
menjadi hijau gelap. Secara mikroskopis spora hialin,
HASIL DAN PEMBAHASAN berbentuk silindris dan membentuk rantai (Gambar 2).
Hal ini diperjelas oleh Barnett & Hunter (1972) yang
Isolat Jamur Entomopatogen. Eksplorasi jamur menyatakan spora M. anisopliae bersel satu, hialin, dan
entomopatogen yang telah dilakukan menemukan 9 isolat berbentuk bulat silinder.
jamur entomopatogen B. bassiana di sentra produksi Larva P. xylostella yang terinfeksi jamur
sayuran caisin dataran rendah kota Palembang yaitu patogenik menyebabkan serangga kurang aktif, terjadi
Suak, Talang Buruk dan Kenten (Tabel 2). perubahan warna tubuh dari hitam hingga kecoklatan
Hasil penelitian menunjukkan metode eksplorasi dan tubuh mengkerut (Gambar 3). Herlinda et al. (2005)
dengan umpan serangga lebih efektif, karena sebagian melaporkan bahwa gejala yang muncul pada P.
besar B. bassiana dan M. anisopliae yang didapat xylostella terinfeksi jamur patogenik adalah warna
berasal dari metode umpan serangga. Hal ini karena tubuh berubah dari hijau menjadi hijau kekuningan dan
4 J. HPT Tropika Vol. 12, No. 1, 2012: 1–11

Tabel 2. Isolat jamur entomopatogen hasil eksplorasi asal Sumatera Selatan

Isolat Inang Daerah Asal Metode Eksplorasi


B. bassiana
BP luS Plutella xylostella Suak Umpan serangga
BTmS1 Tenebrio monilitor Suak Umpan serangga
BUbS2 Ulat bambu Suak Umpan serangga
BP luTb Plutella xylostella Talang buruk Umpan serangga
BTmTb1 Tenebrio monilitor Talang buruk Umpan serangga
BUbTb2 Ulat bambu Talang buruk Umpan serangga
BP luKn Plutella xylostella Kenten Umpan serangga
BTmKn1 Tenebrio monilitor Kenten Umpan serangga
BUbKn2 Ulat bambu Kenten Umpan serangga

c
b

Gambar1.Gejala serangan jamur entomopatogen pada serangga. (a)ulat bambu, (b) P. xylostella, dan (c) T. monilitor.

A B

C D
Gambar 2. Koloni jamur B. bassiana (A), koloni jamur M. anisopliae (B), spora B. bassiana pembesaran 40 kali
(C), dan spora M. anisopliae pembesaran 40 kali (D).

akhirnya menjadi hitam kecoklatan serta kemampuan Kerapatan dan Viabilitas Spora Isolat. Kerapatan
makan dan aktivitas pergerakan berkurang. spora pada isolat-isolat jamur entomopatogen yang diuji
Perubahan warna tubuh larva P. xylostella memiliki perbedaan antar isolat. Kerapatan spora
menjadi hitam akibat aktivitas enzim phenoloksidase yang tertinggi ditemukan pada isolat BPluS yang diisolasi dari
berperan dalam proses melanisasi terhadap benda asing P. xylostella berasal dari Suak sebesar 3,64x107 konidia/
yang masuk dalam haemocoel (Hung & Boucias, 1996). ml. Sedangkan kerapatan spora terendah pada isolat
Nunilahwati et al. Eksplorasi, Isolasi dan Seleksi Jamur Entomopatogen 5

BUbKn2 yang diisolasi dari ulat bambu berasal dari Kenten masing-masing viabilitas sebesar 7,23% (Tabel
Kenten sebesar 1,84x10 7 konidia/ml. Isolat BPluS 5).
berbeda nyata dengan isolat lain tetapi tidak berbeda Sedangkan pada isolat M. anisopliae, viabilitas
nyata dengan isolat BUbS2, BPluTb, dan BLePd (Tabel spora tertinggi terdapat pada isolat MTmMs yang
3). diisolasi dari T. monilitor asal Muarasiban dengan nilai
Kerapatan spora tertinggi pada isolat M. viabilitas sebesar 28,43% dan berbeda nyata dengan
anisopliae ditemukan di isolat MAgPd yang diisolasi semua isolat (Tabel 6).
dari Aphis gossypii berasal dari Pagardin sebesar Variasi kerapatan dan viabilitas spora dari isolat
3,63x10 7 konidia/ml. Sedangkan kerapatan spora yang diuji menunjukkan daerah asal isolat dan larva yang
terendah di isolat MAgIn yang diisolasi dari Aphis diisolasi berbeda. Faktor yang dapat menyebabkan
gossypii berasal dari Indralaya sebesar 2,28x107 konidia/ perbedaan kerapatan dan viabilitas spora diantaranya
ml (Tabel 4). media biakan (Herlinda et al., 2006), suhu dan
Viabilitas spora isolat jamur entomopatogen dari kelembaban (Sheroze et al., 2003; Suharto et al., 1998;
hasil penelitian cukup bervariasi. Viabilitas spora tertinggi Prayogo et al., 2005) serta faktor genetik (Nuraida &
terdapat pada isolat BPluS yang diisolasi dari P. Hasyim, 2009). Suhu rata-rata selama penelitian adalah
xylostella asal Suak dengan nilai viabilitas sebesar 29,48oC dan kelembaban nisbih 89,55%. Suhu dan
31,18%. Sedangkan viabilitas terendah terdapat pada kelembaban tersebut cukup baik untuk pertumbuhan
isolat BUbTb2 yang diisolasi dari ulat bambu asal Talang jamur entomopatogen. Menurut Sheroze et al., (2003)
Buruk dan BPluKn yang diisolasi dari P. xylostella asal

Gambar 3. Gejala serangan jamur entomopatogen pada larva P. xylostella.

Tabel 3. Kerapatan spora isolat B. bassiana

Isolat Kerapatan konidia (107 konidia/ml) BNJ 5%=0,057


BPluS 3,64 (7,56) h
BTmS1 3,46 (7,54) g
BUbS2 3,64 (7,56) h
BPluTb 3,55 (7,55) gh
BTmTb1 3,17 (7,50 f
BUbTb2 3,03 (7,38) c
BPluKn 3,14 (7,49) f
BTmKn1 2,53 (7,40) cd
BUbK n2 1,84 (7,26) a
BPcMs 2,73 (7,44) e
BLePd 3,53 (7,54) gh
BTmP d 3,22 (7,51) f
BAgTb 2,59 (7,41) d
BNIPTr 2,29 (7,36) b
Angka diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf uji BNJ 5%. Data
dalam kurung merupakan data transformasi log x.
6 J. HPT Tropika Vol. 12, No. 1, 2012: 1–11

Tabel 4. Kerapatan spora isolat M. anisopliae


Isolat Kerapatan konidia (10 7 konidia/ml) BNJ 5%=0,011
MAgPd 3,63 (7,56) f
MTmJr 3,24 (7,51) d
MTmMs 3,33 (7,52) e
MTmTr 2,73 (7,44) c
MTmIn 2,44 (7,39) b
MAgIn 2,28 (7,36) a
Angka diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf uji BNJ 5%. Data
dalam kurung merupakan data transformasi log x.

Tabel 5. Viabilitas spora isolat B. bassiana


Isolat Viabilitas spora (%) BNJ 5%=8,21
BPluS 31,18 g
BTmS1 17,10 cde
BUbS2 22,19 ef
BPluTb 19,04 de
BTmTb1 27,70 fg
BUbTb2 7,23 a
BPluKn 7,23 a
BTmKn1 10,82 abc
BUbK n2 13,13 abcd
BPcMs 7,62 ab
BLePd 8,53 ab
BTmP d 30,39 fg
BAgTb 15,45 bcde
BNIPTr 14,63 abcde
Angka diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf uji BNJ 5%.

Tabel 6. Viabilitas spora isolat M. anisopliae


Isolat Viabilitas spora (%) BNJ 5%=7,13
MAgPd 8,03 a
MTmJr 7,98 a
MTmMs 28,43 b
MTmTr 10,77 a
MTmIn 8,26 a
MAgIn 8,00 a

Angka diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf uji BNJ 5%.

suhu bagi pertumbuhan jamur entomopatogen adalah Mortalitas larva P. xylostella tertinggi berasal dari isolat
30oC dan kelembaban 80%. BPluS yaitu 83% dan mortalitas terendah berasal dari
isolat BNIPTr yaitu 41% (Tabel 7).
Mortalitas Larva P. xylostella setelah Aplikasi B. Pada isolat M. anisopliae mortalitas larva P.
bassiana dan M. anisopliae. Semua isolat B. bassiana xylostella tertinggi berasal dari isolat MAgPd yaitu 82%
yang diujikan menyebabkan mortalitas pada larva P. dan mortalitas terendah berasal dari isolat MAgIn yaitu
xylostella dan menunjukkan mortalitas yang beragam. 46% (Tabel 8).
Nunilahwati et al. Eksplorasi, Isolasi dan Seleksi Jamur Entomopatogen 7

Mortalitas larva P. xylostella oleh jamur patogenik serta kerusakan jaringan tubuh secara menyeluruh
dapat disebabkan karena kontak konidia pada tubuh larva (Deciyanto & Indrayani, 2008; Ahmad et al., 2008).
(Surtikanti & Yasin, 2009) dan faktor suhu dan
kelembaban (Mahr et al., 2001). Menurut Surtikanti & Persentase Pupa Menjadi Imago. Persentase pupa
Yasin (2009), peningkatan mortalitas terjadi apabila menjadi imago berhubungan erat dengan mortalitas
antara larva dengan spora jamur terjadi kontak. Pada pupa. Semakin tinggi mortalitas pupa maka semakin
saat terjadi kontak, spora membentuk tabung kecambah sedikit imago yang muncul. Persentase pupa menjadi
dan mensekresikan enzim untuk melunakan kutikula larva imago terendah pada isolat B.bassiana terdapat pada
sehingga spora dapat masuk ke tubuh larva. isolat BPluS sebesar 16% (Tabel 9) sedangkan pada
Pertumbuhan spora dalam tubuh larva akan isolat M. anisopliae terdapat pada isolat MAgPd
menyebabkan terganggunya seluruh aktivitas organ dan sebesar 15% (Tabel 10).
berakibat pada kematian larva. Disamping itu juga jamur Adanya larva yang mampu menjadi pupa dan
B. bassiana memproduksi toksin Beauvericin yang kemudian menjadi imago setelah aplikasi jamur
mengakibatkan gangguan pada fungsi hemolimfa, entomopatogen diduga karena jamur entomopatogen
gangguan inti sel serangga inang dan hilang kesadaran tidak dapat berkembang dalam tubuh larva P. xylostella.

Tabel 7. Mortalitas larva P. xylostella setelah aplikasi B. bassiana

Isolat M ortalitas larva (%) BNJ 5%=0,71


BPluS 83 (5,22) f
BTmS1 66 (4,66) def
BUbS2 79 (5,07) f
BPluTb 70 (4,77) ef
BTmTb1 46 (3,86) bc
BUbTb2 44 (3,79) b
BPluKn 42 (3,70) b
BTmKn1 50 (4,04) bcd
BUbKn2 42 (3,70) b
BPcM s 63 (4,55) cdef
BLePd 81 (5,15) f
BTmPd 57 (4,31) bcde
BAgTb 55 (4,24) bcde
BNIPTr 41 (3,66) b
Kontrol 0 (0,06) a
Angka diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf uji BNJ 5%. Data
dalam kurung merupakan data transformasi arcsine akar x.

Tabel 8. Mortalitas larva P. xylostella setelah aplikasi M. anisopliae


Isolat M ortalitas larva (%) BNJ 5%=0,41
MAgPd 82 (5,19) c
MTmJr 72 (4,08) c
MTmMs 71 (4,83) c
MTmTr 52 (4,08) b
MTmIn 52 (4,13) b
MAgIn 46 (3,89) b
Kontrol 0 a
Angka diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf uji BNJ 5%. Data
dalam kurung merupakan data transformasi arcsine akar x.
8 J. HPT Tropika Vol. 12, No. 1, 2012: 1–11

Tabel 9. Persentase pupa P.xylostella menjadi imago setelah aplikasi B. bassiana

Isolat Pupa menjadi imago (%) BNJ 5%=0,91


BPluS 16 (2,28) a
BTmS1 32 (3,22) bcd
BUbS2 19 (2,36) ab
BPluTb 25 (2,81) abc
BTmTb1 46 (3,87) de
BUbTb2 54 (4,20) e
BPluKn 53 (4,16) e
BTmKn1 45 (3,83) de
BUbKn2 46 (3,87) de
BPcM s 36 (3,43) cde
BLePd 18 (2,39) ab
BTmPd 43 (3,74) cde
BAgTb 38 (3,52) cde
BNIPTr 53 (4,17) e
Kontrol 0 (5,74) f
Angka diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf uji BNJ 5%. Data
dalam kurung merupakan data transformasi arcsine akar x.

Tabel 10. Persentase pupa P. xylostella menjadi imago setelah aplikasi M. anisopliae
Isolat Pupa menjadi imago (%) BNJ 5%=0,58
MAgPd 15 (2,20) a
MTmJr 25 (2,85) b
MTmMs 29 (3,06) b
MTmTr 45 (3,84) c
MTmIn 43 (3,75) c
MAgIn 48 (3,97) c
Kontrol 100 (5,74) d
Angka diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada taraf uji BNJ 5%. Data
dalam kurung merupakan data transformasi arcsine akar x.

Menurut Boucias & Pendland (1998) jamur semakin virulen isolat karena itu nilai LT 50 dapat
entomopatogen yang masuk kedalam tubuh serangga, menentukan potensi isolat tersebut.
dianggap oleh serangga sebagai non-self kemudian Sedangkan pada isolat M.anisopliae menunjukan
respon immun diaktifkan yaitu suatu respon yang dibuat LT50 terendah ditemukan pada isolat MAgPd yaitu 2,26
oleh sistem immun serangga untuk mengatasi invasi hari dengan rata-rata mortalitas 82%, dan LT50 tertinggi
organisme asing. pada isolat MAgIn yaitu 3,86 hari dengan rata-rata
mortalitas 46% (Tabel 12).
Lethal Time (LT 50 ). LT 50 merupakan batas waktu Terdapat hubungan antara LT50 dengan kerapatan
yang dibutuhkan oleh suatu zat untuk membunuh 50% spora. LT50 terendah ditemukan pada isolat B. bassiana
serangga uji. Hasil peneitian menunjukan LT50 terendah adalah isolat BPluS yaitu 2,09 hari, memiliki kerapatan
ditemukan pada isolat BPluS yaitu 2,09 hari dengan rata- spor a tertinggi yaitu 3,64x10 7 konidia/ml, dan
rata mortalitas 83%, dan nilai LT50 tertinggi pada isolat menyebabkan mortalitas juga tinggi yaitu 83%,
BNIPTr yaitu 4,33 hari dengan rata-rata mortalitas 41% sedangkan pada isolat M. anisopliae adalah isolat
(Tabel 11). Menurut Herlinda et al. (2006) LT 50 MAgPd yaitu 2,09 hari, memiliki kerapatan spora
merupakan waktu yang dibutuhkan isolat dari sejak tertinggi yaitu 3,63x107 konidia/ml, dan menyebabkan
infeksi hingga serangga mati. Semakin rendah nilai LT50 mortalitas juga tinggi yaitu 82%
Nunilahwati et al. Eksplorasi, Isolasi dan Seleksi Jamur Entomopatogen 9

Tabel 11. LT50 dari larva P. xylostella setelah aplikasi B. bassiana


Isolat Mortalitas (%) LT 50 (hari) Regresi
BPluS 83,00 2,09 y = -1.351 + 0.648x
BTmS1 66,00 2,79 y = -1.421 + 0.510x
BubS2 79,00 2,50 y = -1.624 + 0.649x
BpluTb 70,00 2,56 y = -1.361 + 0.532x
BTmTb1 46,00 3,93 y = -1.411 + 0.359x
BUbTb2 44,00 4,00 y = -1.392 + 0.348x
BPluKn 42,00 4,16 y = -1.462 + 0.351x
BTmKn1 50,00 3,62 y = -1.396 + 0.386x
BUbK n2 42,00 4,16 y = -1.463 + 0.352x
BPcMs 63,00 2,97 y = -1.517 + 0.511x
BLePd 81,00 2,23 y = -1.431 + 0.642x
BTmP d 57,00 3,17 y = -1.330 + 0.420x
BAgTb 55,00 3,30 y = -1.410 + 0.427x
BNIPTr 41,00 4,33 y = -1.504 + 0.348x
y = peubah tidak bebas (mortalitas); x = peubah bebas (hari).

Tabel 12. LT50 dari larva P. xylostella setelah aplikasi M. anisopliae


Isolat Mortalitas (%) LT 50 (hari) Regresi
MAgPd 82,00 2,26 y = -1.538 + 0.681x
MTmJr 72,00 2,64 y = -1.508 + 0.571x
MTmMs 71,00 2,61 y = -1.446 + 0.553x
MTmTr 51,00 3,50 y = -1.406 + 0.401x
MTmIn 52,00 3,44 y = -1.368 + 0.397x
MAgIn 46,00 3,86 y = -1.468 + 0.380x
y = peubah tidak bebas (mortalitas); x = peubah bebas (hari).

Keefektifan jamur entomopatogen dalam terdapat pada isolat MAgPd sebesar 15%. LT50 terendah
menginfeksi inang dapat dipengaruhi oleh kerapatan ditemukan pada isolat BPluS yaitu 2,09 hari dengan rata-
spor a, frekuensi aplikasi, umur inang, tempat rata mortalitas 83%, dan LT 50 tertinggi pada isolat
penyimpanan jamur entomopatogen (Prayogo et al., BNIPTr yaitu 4,33 hari dengan rata-rata mortalitas 41%.
2005), dan media biakan (Herlinda et al., 2006)
DAFTAR PUSTAKA
SIMPULAN
Ahmad RZ, Haryuningtyas D & Wardhana A. 2008.
Dari eksplorasi jamur entomopatogen ditemukan Lethal time 50 cendawan Beauveria bassiana
9 isolat jamur entomopatogen dari genus B. bassiana dan Metarhizium anisopliae terhadap Sacoptes
di sentra produksi sayuran dataran rendah kota scabiei. Seminar Nasional Teknologi
Palembang yaitu Suak, Talang Buruk dan Kenten. Peternakan dan Veteriner. Hlm. 498-503.
Kerapatan dan viabilitas spora tertinggi ditemukan pada
Barnett HL & Hunter BB. 1972. Illustrated Genera
isolat BPluS yang diisolasi dari P. xylostella berasal dari
of Imperfect Fungi. Third Edition. Burgess
Suak masing-masing sebesar 3,64x107 konidia/ml dan
Publishing Company. Minneapolis, Minnesota.
31,18%. Mortalitas larva P. xylostella tertinggi berasal
dari isolat BPluS yaitu 83%, mortalitas larva P. xylostella Bouncias DG & Pendland JC. 1998. Principles of
terendah berasal dari isolat BNIPTr yaitu 41%, Insect Pathology. Kluwer Academy Publisher.
sedangkan persentase pupa menjadi imago terendah London.
10 J. HPT Tropika Vol. 12, No. 1, 2012: 1–11

Chan NW, Moe KT & Weine NNO. 2008. Study on Herlinda S. 2010. Spore density and viability of
the biology of diamondback moth Plutella entomopathogenic fungal isolates from Indonesia,
xylostella (L.) on cabbage. GMSARN and their virulence against Aphis gossypii Glover
International Conference on Sustainable (Homoptera: Aphididae). Tropical Life Sciences
Development: Issues and Prospects for the Research 21(1): 13-21.
GMS 12-14 Nov 2008. p.1-3.
Indriyati. 2009. Virulensi jamur entomopatogen
Deciyanto S & Indrayani IGAA. 2008. Jamur Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin
entomopatogen Beauveria bassiana: potensi dan (Deuteromycotina, Hyphomycetes) terhadap
prospeknya dalam pengendalian hama tungau. kutudaun (Aphis spp) dan kepik hijau (Nezara
Perspektif 8(2): 65-73. viridula). J. Hama dan Penyakit Tumbuhan
Tropika 9(2): 92-98.
Ghanbary MAT, Asgharzadeh A, Hadizadeh AR &
Shar if MM. 2009. A quick method for Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Cops in
Metarhizium anisopliae isolation from cultural Indonesia. Revised and translated by P.A. Van
soils. Am. J. Agri. & Biol. Sci. 4(2):152-155. der Laan. PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta.
Hashim N, Ibrahim YB & Tan YH. 2002. Electron Krutmuang P & Mekchay S. 2005. Pathogenicity of
microscopy of entomopathogenic fungal invasion entomopathogenic fungi Metarhizium anisopliae
on the cabbage-heart caterpillar Crocidolomia against termites. Conference on International
binotalis Zeller (Lepidoptera: Pyralidae). Agricultural Resear ch for Development.
AJSTD. 19: 111-125. Stuttgart-Hohenheim, October 11-13, 2005.
Hasyim A & Azwana. 2003. Patogenisitas isolat Lomer CJ, Bateman RP, Johnson DL, Langewald J &
Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin dalam Thomas M. 2001. Biological control of locusts
mengendalikan hama penggerek bonggol pisang, and grasshoppers. Annu. Rev. Entomol. 46: 667-
Cosmopolites sordidus Germar. J. Hort. 13(2): 702.
120-130.
Mahr, SER, Cloyd RA, Mahr DL & Sadof CS. 2001.
Herlinda S. 2004. Potensi parasitoid telur, Biology Control of Insects and the Other Pest of
Trichogrammatoidea sp. dalam mengatur the Greenhouse Crop. North Central Regional
populasi dan serangan Plutella xylostella (L.) Publication 581. University of Wisconsin-
(Lepidoptera: Plutellidae) di pertanaman sawi. Extention, Cooperative Extention.
Inovasi 1(1): 48-56.
Nuraida & Hasyim A. 2009. Isolasi, identifikasi, dan
Herlinda S, Sari EM, Pujiastuti Y, Suwandi, Nurnawati karakteristik jamur entomopatogen dari rizosfir
E & Riyanta A. 2005. Variasi virulensi strain- pertanaman kubis. J. Hort. 19(4): 419-432.
strain Beauveria bassiana (Bals.) Vuill terhadap
Prayogo Y, Tengkano W & Marwoto. 2005. Prospek
larva Putella xylostella (L.) (Lepidoptera:
cendawan entomopatogen Metarhizium
Plutellidae). Agritrop. 24(2): 52-57.
anisopliae untuk mengendalikan ulat grayak
Herlinda S, Utama MD, Pujiastuti Y & Suwandi. 2006. Spodoptera litura pada kedelai. J. Litbang.
Kerapatan dan viabilitas spora Beauveria Pertanian 24:19-26.
bassiana (Bals.) Vuill akibat subkultur dan
Sambiran WJ & Hosang MLA. 2007. Pertumbuhan
pengayaan media, serta virulensinya terhadap
cendawan Metarhizium anisopliae (Metch)
larva Plutella xylostella (Linn.). Jurnal Hama
Sorokin pada media air kelapa. Buletin Palma
dan Penyakit Tumbuhan Tropika 6(2): 70-78.
No. 33, Desember 2007. Hlm. 9-17.
Herlinda S, Mulyati SI & Suwandi. 2008. Selection of
Sheroze A, Rashid A, Shakir AS & Khan SM. 2003.
isolates of entomopathogenic fungi and the
Effect of bio-control agents on leaf rustof wheat
bioefficacy of their liquid production against
and influenceof different temperature and
Leptocorisa oratorius nymphs. J. Microbiol.
humidity levels on their colony growth. Int. J.
Indones. 2(3): 141-146.
Agri. Biol. 5(1): 83-85.
Nunilahwati et al. Eksplorasi, Isolasi dan Seleksi Jamur Entomopatogen 11

Suharto, Trisusilowati EB & Purnomo H. 1998. Kajian Wang XG, Duff J, Keller MA, Zalucki MP, Liu SS &
aspek fisiologik Beauveria bassiana dan Bailey P. 2004. Role of Diadegma semiclausum
virulensinya terhadap Helicoverpa armigera. (Hymenoptera: Ichneumonidae) in controlling
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia Plutella xylostella (Lepidoptera: Plutellidae):
4(2): 112-119. cage exclusion experiments and direct
observation. Biocontrol Science and
Surtikanti & Yasin M. 2009. Keefektifan
Technology 14(6): 571-586.
entomopatogenik Beauveria bassiana Vuill. dari
berbagai media tumbuh terhadap Spodoptera Winasa IW & Herlinda S. 2003. Population of
litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) di laboratorium. Diamondback Moth, Plutella xylostella L.
Prosiding Seminar Nasional Serealia. Hlm. (Lepidoptera:Yponomeutidae), and Its Damage
358-362. and Parasitoids on Brassicaceous Cr ops.
Proceedings of an International Seminar on
Wahyono TE & Tarigan N. 2007. Uji patogenisitas
Organic Farming and Sustainable Agriculture
agen hayati Beauveria bassiana dan
in the Tropics and Subtropics. Palembang
Metarhizium anisopliae terhadap ulat serendang
October 8-9, 2003.
(Xystrocera festiva). Buletin Teknik Pertanian.
12(1): 27-29.
Wai CN, Thu MK & Oo WNN. 2008. Study on the
biology of diamondback Moth,Plutella xylostella
(L.),on cabbage. GMSARN International
Conference on Sustainable Development:
Issues and Prospects for the GMS. 12-14 Nov.
p.1-3.

You might also like