Artikel 3

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 7

Hubungan Timbal Darah Terhadap Kelainan Sel Darah Pada Anak Jalanan Di Kota

Yogyakarta

Hieronymus Rayi Prasetya1*, Dian Wuri Astuti2, Titah Dewi Rahardian3


D3 Teknologi Laboratorium Medis STIKES Guna Bangsa Yogyakarta
* e-mail: rayi.prasetya@gmail.com

Abstract
Introduction : Increasing ownership of motorized vehicles will be accompanied by increased
use of fuel followed by high air pollution (lead). Pb can cause erythrocyte hemolysis and
inhibit the formation of hemoglobin. This causes a decrease in the life span of erythrocytes
and increases the fragility of erythrocyte membranes. Lead poisoning in the blood is
characterized by basophilic stippling in erythocytes. Street musicians who do their work on
the edge of the road (traffic light) are a group of populations that are susceptible to Pb
poisoning, due to exposure to vehicle fumes every day as well as low knowledge about health
conditions and the use of personal protective equipment (masks).
Aims : This study aims to determine the effect of lead exposure on quantity (amount) and
quality of blood cells (morphology).
Method : The study was conducted by survey method, questionnaire and laboratory
examination (blood lead, complete blood count, blood cell morphology). The data obtained
were 32 samples analyzed using Spearman nonparametric with a confidence level of 95%.
Results : The results of blood lead examination obtained 100% of respondents had normal
lead levels (<100 μg / L). The results also showed no association between blood lead with
hemoglobin, erythrocytes, platelets, leukocytes, hematocrit, neutrophils, lymphocytes,
monocytes, eosinophils, and basophils. Based on the results of morphological examination of
erythrocytes, it shows that all respondents did not experience erythrocyte size, color and
shape abnormalities and found no basophilic stippling.
Conclutions : There is no relationship between blood lead and the quantity of blood cells.
Morphological examination of blood cells found no cell abnormalities and found no
basophilic stippling. Despite being exposed to vehicle fumes every day, respondents of street
children did not experience lead poisoning and did not experience blood cell disorders.
Keywords: Lead, Complete blood count, Morphology Cell, Basophilic stippling
Abstrak
Pendahuluan : Peningkatan kepemilikan kendaraan bermotor akan dibarengi dengan
peningkatan penggunaan BBM yang diikuti dengan tingginya polusi udara (timbal). Pb dapat
menyebabkan hemolisis eritrosit dan menghambat pembentukan hemoglobin. Hal ini
menyebabkan penurunan masa hidup eritrosit dan meningkatkan kerapuhan membran
eritrosit. Keracunan timbal dalam darah ditandai dengan bintik-bintik basofilik pada eritrosit.
Pengamen yang melakukan pekerjaannya di pinggir jalan (traffic light) merupakan kelompok
populasi yang rentan terhadap keracunan Pb, karena terpapar asap kendaraan setiap hari serta
rendahnya pengetahuan tentang kondisi kesehatan dan penggunaan alat pelindung diri.
peralatan (masker).
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh paparan timbal terhadap
kuantitas (jumlah) dan kualitas sel darah (morfologi).
Metode : Penelitian dilakukan dengan metode survei, kuesioner dan pemeriksaan
laboratorium (timah darah, hitung darah lengkap, morfologi sel darah). Data yang diperoleh
sebanyak 32 sampel yang dianalisis menggunakan Spearman nonparametrik dengan tingkat
kepercayaan 95%.
Hasil : Hasil pemeriksaan timbal darah didapatkan 100% responden memiliki kadar timbal
normal (<100 µg/L). Hasil penelitian juga menunjukkan tidak ada hubungan timbal darah
dengan hemoglobin, eritrosit, trombosit, leukosit, hematokrit, neutrofil, limfosit, monosit,
eosinofil, dan basofil. Berdasarkan hasil pemeriksaan morfologi eritrosit menunjukkan bahwa
semua responden tidak mengalami kelainan ukuran, warna dan bentuk eritrosit serta tidak
ditemukan basophilic stippling.
Kesimpulan : Tidak ada hubungan timbal darah dengan jumlah sel darah. Pemeriksaan
morfologi sel darah tidak ditemukan kelainan sel dan tidak ditemukan bintik basofilik. Meski
terpapar asap kendaraan setiap hari, responden anak jalanan tidak mengalami keracunan
timbal dan tidak mengalami kelainan sel darah.
Kata kunci: Timbal, Hitung darah lengkap, Morfologi sel, Basophilic stippling

PENDAHULUAN
Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran
udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor menghasilkan 85% dari seluruh pencemaran
udara yang terjadi. Emisi yang dikeluarkan kendaraan bermotor menghasilkan berbagai
polutan seperti Karbon Monoksida (CO), Hidrokarbon (HC), Oksida Nitrogen (NOx), Oksida
Sulfur (SOx), partikulat dan Timbal (Pb). Timbal merupakan salah satu jenis logam berat
alamiah. Peningkatan aktivitas manusia, seperti penggunaan dalam bahan bakar minyak dan
pemakaian timbal untuk kebutuhan komersial yang meluas telah menyebabkan timbal
menyebar di lingkungan.
Timbal (Pb) dari kendaraan bermotor berasal dari hasil pembakaran bahan tambahan (aditive)
Pb pada kendaraan berbahan bakar bensin yang akan menghasilkan emisi Pb in organik. Pb
dalam bentuk senyawa alkyl-pb digunakan sebagai campuran bensin yang berfungsi untuk
meningkatkan bilangan oktan bahan bakar. Logam berat Pb yang bercampur dengan bahan
bakar dan oli, melalui proses di dalam mesin, menghasilkan logam berat Pb yang akan keluar
melalui knalpot bersama dengan gas buang lainnya.
Pada tahun 2012, Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat 152.178 mobil penumpang, 11.019
mobil bus, 48.508 mobil barang, 1.537.534 sepeda motor dan 499 kendaraan khusus. Pada
tahun 2015 terjadi peningkatan jumlah kendaraan menjadi 206.658.5 Meningkatnya jumlah
kendaraan setiap tahunnya maka berpotensi meningkatnya pencemaran Pb ke udara akibat
dari meningkatnya pemakaian bahan bakar kendaraan. Konsentrasi Pb dipengaruhi oleh
jumlah kendaraan berbahan bakar bensin yang melintas sebesar 79-97%.
Timbal yang masuk ke dalam tubuh dapat menimbulkan keracunan. Tanda dan gejala
keracunan timbal termasuk sembelit, sakit perut, anemia, gagal ginjal, sistem kekebalan
tubuh yang lemah, gangguan fungsi sistem saraf pusat, berat badan lahir rendah, kelahiran
mati dan keguguran, dan kelahiran prematur. Pada anak-anak, gangguan pertumbuhan adalah
komplikasi utama keracunan timbal lainnya.
Pb dapat menyebabkan hemolisa eritrosit dan menghambat pembentukan hemoglobin.Pb
menyebabkan defisiensi enzim G-6PD dan penghambatan enzim pirimidin-5’-nukleotidase.
Hal ini menyebabkan turunnya masa hidup eritrosit dan meningkatkan kerapuhan membran
eritrosit, sehingga terjadi penurunan jumlah eritrosit. Defisiensi enzim ini secara herediter
ditandai dengan basophilic stippling pada eritosit. Keberadaan Pb di dalam eritrosit
menyebabkan terganggunya pembentukan hemoglobin dalam eritrosit. Pada sediaan hapus
darah tepi keracunan Pb dapat dilihat dengan adanya benda inklusi eritrosit (basophilic
stippling). Basophilic stippling adalah sisa agregat dari gagalnya pembentukan hemoglobin.
Anak jalanan yang melakukan pekerjaannya di pinggir jalan raya (traffic light) merupakan
kelompok populasi yang rentan terhadap keracunan Pb. Pb yang ada dalam asap kendaraan
bermotor akan sangat mudah terhirup bagi kelompok populasi ini, karena rendahnya
pengetahuan tentang kondisi kesehatan dan penggunaan Alat Pelindung Diri (masker).

TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan timbal darah terhadap kelainan sel darah
pada anak jalanan di Kota Yogyakarta.

METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan pada bulan Maret-Oktober 2018 dengan melakukan survei terhadap
responden di kawasan trafficlight di 14 Kecamatan yang berada di Kota Yogyakarta. Teknik
pengambilan sampel yang dilakukan adalah purposive sampling, dengan kriteria anak jalanan
yang berada di trafficlight wilayah Kota Yogyakarta saat pengambilan sampel dan bersedia
untuk dijadikan responden. Responden anak jalanan (pengamen) yang diperoleh sebanyak 32
sampel. Responden diberikan kuisioner untuk mengetahui karakteristik responden. Sampel
darah yang diperoleh diperiksa timbal darah, darah lengkap dan pemeriksaan morfologi sel
eritrosit (ukuran, warna, bentuk, dan basophilic stippling). Timbal darah diperiksa
menggunakan Spektrofotometer serapan atom, Darah lengkap diperiksa menggunakan
Hematology Analyzer, Morfologi eritrosit diperiksa menggunakan hapusan darah. Data yang
diperoleh dianalisa menggunakan uji nonparametrik Spearman.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kuisioner yang diisi oleh responden berfungsi untuk mengetahui gambaran dan informasi
mengenai karakteristik responden dan faktor-faktor yang kemungkinan berkaitan dengan
proses pembentukan sel-sel darah (morfologi eritrosit). Hasil kuisioner (Tabel 1) menunjukan
karakteristik 93,8 % laki-laki, 71,9% merupakan usia remaja akhir, 50% bekerja 1-5 tahun,
40,6% terpapar asap kendaraan selama 3,1-5 jam perhari, 100% memiliki pola makan tidak
teratur, 96,9% memiliki pola tidur tidak teratur, 59,4% tidak memiliki kebiasaan
mengkonsumsi alkohol, dan 81,3% memiliki kebiasaan merokok.
Hasil pemeriksaan timbal darah pada anak jalanan menunjukan semua responden memiliki
kadar timbal normal (<100μg/L) dengan nilai tertinggi 40,85 μg/L (Tabel 2). Meskipun
memiliki kadar timbal yang normal, tetapi jika dilihat berdasarkan karakteristik responden,
rata-rata kadar timbal bervariasi (Tabel 1).
Berdasarkan Tabel 1, dapat terlihat bahwa anak jalanan yang memiliki lama bekerja lebih
dari 5 tahun menunjukan nilai timbal yang lebih tinggi daripada yang bekerja kurang dari 5
tahun (38,7 μg/L). Hal yang sama juga terlihat dari karakteristik lama terpapar asap
kendaraan, semakin lama terpapar asap kendaraan maka kadar timbal darah semakin tinggi.
Responden yang lama terpapar asap kendaraan lebih dari 8 jam memiliki rata-rata kadar
timbal sebesar 37,1 μg/L. Kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan merokok pada responden
juga menunjukan kadar timbal yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan responden yang
tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol.
Penelitian lain pada tukang ojek menunjukan hasil yang berbeda, dimana 23% responden
tukang ojek memiliki kadar timbal yang diatas toleransi, tetapi memiliki persamaan dimana
kadar timbal lebih tinggi pada responden yang lebih lama bekerja dan lebih lama terpapar
timbal. Penelitian lain juga menunjukan 86,7% penjual klepon menunjukan timbal darah
yang melebihi batas.
Keterpaparan Pb yang dapat menimbulkan efek kronis hal ini dikarenakan Pb yang masuk
melalui saluran pernapasan dan saluran pencernaan dapat masuk ke dalam darah akan
menghambat sintesa heme sehingga akan mengurangi produksi Hb darah yang dapat
berakibat pada munculnya gangguan kesehatan lainnya. Timbal dalam darah yang
terakumulasi akan bersifat toksik. Meskipun jumlah timbal yang diserap oleh tubuh sangat
sedikit namun dampaknya sangat berbahaya. Pada orang dewasa yang terpapar timbal (Pb)
dari lingkungan, konsentrasi timbal (Pb) dalam darah tidak boleh melebihi 25 ng/DL.
Paparan timbal pada anak-anak dapat menimbulkan efek keracunan yang lebih besar. Anak
dengan Blood Lead Level (BLL) >20 μg/dL dua kali lebih sering mengalami keluhan sistem
gastrointestinal. BLL >100 μg/dL menyebabkan disfungsi tubular ginjal. Timbal juga dapat
menginduksi terjadinya sindrom Fanconi. Gejala susunan saraf pusat antara lain akibat edema
serebral dan peningkatan tekanan intrakranial. Nyeri kepala, perubahan perilaku, letargi,
edema papil, kejang, dan koma yang dapat mengakibatkan kematian jarang ditemukan pada
anak dengan kadar timbal >100 μg/dL, tetapi pernah dilaporkan anak dengan BLL <70
μg/dL. Ensefalopati dapat terjadi pada anak dengan BLL >100 μg/dL. Pernah dilaporkan di
Amerika Serikat (2006) anak meninggal dengan BLL 180 μg/dL. Hiperaktif diamati pada
anak-anak dengan BLL >20 μg/dL. Pada pasien yang lebih tua, timbal dapat menyebabkan
neuropati perifer. Kadar timbal 10-14 μg/dL sudah memerlukan edukasi dan diet dan
memperhatikan lingkungan.
Konsetrasi timbal dalam tubuh dengan kadar kadar timbal (Pb) 10 μg/dL mempunyai efek
sedikit menurunkan IQ, pendengaran dan pertumbuhan menjadi terganggu.
Berdasarkan Tabel 3, hasil pemeriksaan darah lengkap menunjukan sebagian besar berada
pada rentang normal, kategori hasil rendah dan tinggi tidak banyak berperan karena tidak
berkmakna secara klinis (hasil rendah atau tinggi tidak jauh dari rentang normal). Hal ini
kemungkinan disebabkan karena kadar timbal dalam darah masih rendah sehingga belum
mempengaruhi pembentukan sel-sel darah. Nilai kadar hemoglobin responden sebanyak 3,1
% dalam kategori rendah dan 9,4% dalam kategori tinggi, hal tersebut belum tentu
dipengaruhi oleh adanya timbal darah tetapi juga dapat dipengaruhi oleh kebiasaan merokok.
Hal tersebut didukung dengan penelitian yang pernah dilakukan menunjukan bahwa tidak ada
perbedaan kadar haemoglobin pada kelompok yang terpapar dan tidak terpapar timbal
wilayah Jakarta Selatan. Kadar hemoglobin cenderung dipengaruhi oleh kebiasaan merokok.
Meskipun hasil pemeriksaan darah lengkap menunjukan sebagian besar hasil pemeriksaan
berada pada rentang normal, tetapi paparan timbal tetap berbahaya bagi tubuh. Hasil normal
disebabkan oleh hasil pemeriksaan kadar timbal darah yang normal (tertinggi 40,85 μg/L),
sehingga efek paparan timbal tersebut belum bisa mempengaruhi kelainan sel-sel darah
dalam tubuh. Efek pertama keracunan timbal kronis sebelum mencapai target organ adalah
adanya gangguan sintesis hemoglobin sehingga kadar hemoglobin menurun. Timbal
menyebabkan 2 macam anemia, yang sering disertai dengan eritrosit berbintik basofilik.
Dalam keadaan keracunan timbal akut terjadi anemia hemolitik, sedangkan pada keracunan
timbal yang kronis terjadi anemia mikrositik hipokromik, hal ini karena menurunnya masa
hidup eritrosit akibat interfensi logam timbal dalam sintesis haemoglobin dan juga terjadi
peningkatan korproporfirin dalam urin.
Timbal mengganggu sistem sintesa Hb dengan jalan menghambat konversi Delta
Aminolevulinic Acid (Delta ALA) menjadi porphobilinogen dan juga menghambat korporasi
dari Fe ke dalam protophorpirin IX untuk membentuk Hb dengan jalan menghambat enzim
Delta Aminolevulinic Acid Dehidrase (delta ALAD) dan ferroketalase. Hal ini
mengakibatkan meningkatnya ekskresi koprotophorpirin dalam urin dan delta ALA serta
menghambat sintesa Hb. Timbal masuk ke dalam darah menempel pada eritrosit, timbal
bersifat perusak sehingga timbal yang menempel pada eritrosit akan membuat eritrosit
lisis/hancur sebelum waktunya regenerasi. Sifat kerusakan timbal bersifat fluktuatif sesuai
dengan intensitas paparan dan waktu regenerasi eritrosit, walaupun disisi lain ketika paparan
terus menerus akan menyebabkan timbal terus masuk ke dalam darah mengikuti sirkulasi
darah ke seluruh tubuh dan mengendap di organ yang lain seperti tulang sumsum dan
terakumulasi, akan tetapi asupan gizi atau nutrisi yang cukup mampu berperan dalam
pembuatan eritrosit yang baru menggantikan eritrosit yang lisis akibat timbal.
Keberadaan Pb di dalam eritrosit menyebabkan terganggunya pembentukan hemoglobin
dalam eritrosit. Pada sediaan hapus darah tepi keracunan Pb dapat dilihat dengan adanya
benda inklusi eritrosit (basophilic stippling). Basophilic stippling adalah sisa agregat dari
gagalnya pembentukan hemoglobin.
Pemeriksaan menggunakan hapusan darah (Tabel 4) menunjukan responden tidak mengalami
kelainan ukuran, warna, bentuk, dan tidak ditemukan Basophilic stipling. Hal tersebut sejalan
dengan penelitian lain bahwa tidak ditemukan Basophilic stipling pada responden tukang
ojek di wilayah ciamis. Hal tersebut terjadi karena efek paparan timbal belum bisa
mempengaruhi sel-sel darah sehingga belum bisa ditemukan adanya Basophilic stipling.
Paparan Pb yang didapat belum menyebabkan defisiensi enzim G-6PD dan penghambatan
enzim pirimidin-5’-nukleotidase sehingga tidak dapat meimbulkan kelainan basophilic
stippling pada eritosit.
Hasil uji statistik (Tabel 5) menunjukan tidak terdapat hubungan antara timbal darah dengan
profil darah. Hal ini disebabkan karena hasil timbal darah dan profil darah berada pada
rentang normal. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan tahun 2016,
dimana tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar timbal darah dengan jumlah
eritrosit.

KESIMPULAN
Tidak terdapat hubungan antara timbal darah dengan kuantitas sel darah. Pada pemeriksaan
Morfologi sel darah tidak ditemukan kelainan sel dan tidak ditemukan basophilic stippling.
Meskipun terpapar asap kendaraan setiap hari, responden anak jalanan tidak mengalami
keracunan timbal dan tidak mengalami kelainan sel darah. Penelitian selanjutnya perlu
dilakukan dengan responden dengan masa terpapar timbal lebih dari 5 tahun. Selain itu dapat
dilakukan penelitian dengan responden anak-anak/lansia yang bekerja di pinggir jalan.

UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada KEMENRISTEK DIKTI yang telah memberikan
dana untuk penelitian ini melalui hibah penelitian dosen.

You might also like