Maskulinisasi Ikan Cupang (Betta Splendens) Menggunakan Madu Alami Melalui Metode Perendaman. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia
Maskulinisasi Ikan Cupang (Betta Splendens) Menggunakan Madu Alami Melalui Metode Perendaman. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia
Maskulinisasi Ikan Cupang (Betta Splendens) Menggunakan Madu Alami Melalui Metode Perendaman. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia
net/publication/329519524
CITATIONS READS
0 895
3 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Muslim Muslim on 09 December 2018.
Masculinization Betta Fish (Betta Sp.) Use Natural Honey Through Immersion Method
with Different Concentration
ABSTRACT
The use of natural honey in the process of Betta fish masculinization are expected
to reduce the concentration of estrogen hormone and increase the testosterone. The purpose
of this research is to determine the effect of natural honey to the percentage of the male
betta fish by masculinization. This study has been conducted at the Aquaculture
Laboratory, Faculty of Agriculture, Sriwijaya University. This study use a completely
randomized design with 4 treatments and 3 replications. The treatment in this research was
betta fish larvae aged 5 days that submersed on natural honey media with different
concentration for 12 hours. The treatment were the addition of natural honey as much as 4
ml/L (P1), 5 ml/L (P2), 6 ml/L (P3), 7 ml/L (P4) and without natural honey addition as
control (P0). Parameters observed consist of percentage of betta fish male, survival rate
and quality of water. The result of this research shows that the addition of natural honey
with difference concentration has significant effect to male betta fish percentage.
Treatment P2 with concentration 5 ml/L is the best result, it produced 77.33% of male
betta fish after immersion for 12 hours.
97
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Lubis, et al. (2017)
98
Bahan dan Alat Spesifikasi Kegunaan
Larva ikan cupang Umur 5 hari Ikan uji
Madu alami Berasal dari lebah liar Sumber hormon
Artemia sp. Nauplius instar (0,4-0,7 mm) Pakan alami larva ikan
Kandungan protein 55-63%
Daphnia sp. Kandungan protein 70%* Pakan alami larva ikan
Tubifex sp. Kandungan protein 34%** Pakan alami larva ikan
Toples Volume 5 L Wadah perendaman larva
Akuarium Ukuran 25 x 25 x 25 cm3, Wadah pemeliharaan larva
berwarna bening
pH-meter Ketelitian 0,1 unit pH Mengukur pH air
Termometer Ketelitian 1oC Mengukur suhu
DO-meter Ketelitian 0,01 mg.L-1 Mengukur oksigen terlarut
Spuit suntik Volume 3 ml Mengukur volume madu
Asetokarmin Asam asetat 45% Mewarnai gonad ikan
Bubuk karmin
Mikroskop Olympus CH20 Untuk mengamati gonad
Cawan petri Wadah pemindahan larva
Keterangan : *) Pangkey, 2009
**) Masrurotun et al., 2014
99
Persiapan wadah pemeliharaan Artemia sp. diberikan untuk larva yang
dimulai dengan pembersihan akuarium berumur 5-18 hari. Pada saat larva telah
berukuran 25x25x25 cm3, selanjutnya berumur 15 hari, pakan alami Daphnia
dilakukan pemasangan label perlakuan sp. mulai diberikan pada larva ikan
sesuai rancangan penelitian dan pengisian bersamaan dengan Artemia sp. sampai
air dengan volume 10 L. larva berumur 18 hari. Setelah larva
berumur 18 hari, pemberian pakan alami
Ikan Uji Artemia sp. dihentikan dan hanya
Pada penelitian ini ikan yang diberikan Daphnia sp. saja. Kemudian
digunakan adalah larva ikan cupang dilakukan pemberian pakan alami secara
yang berumur 5 hari yang diperoleh dari selang seling antara Daphnia sp. dengan
pemijahan alami. Tubifex sp. ketika larva sudah berumur 25
hari hingga dewasa. Hal ini dilakukan
Perendaman Larva supaya larva ikan dapat beradaptasi
Proses perendaman larva dalam dengan pergantian pakan yang diberikan.
madu alami disesuaikan dengan Pemberian pakan alami secara selang
perlakuan. Larva yang digunakan seling dilakukan untuk lebih menjamin
berumur 5 hari. Pada setiap masing- keberhasilan pemeliharaan larva ikan,
masing wadah diisi sebanyak 10 ekor yakni Tubifex sp. diberikan pada pagi hari
larva per liter (Irmasari, 2012). Lama dan Daphnia sp. diberikan pada sore hari
waktu perendaman 12 jam dan selama (Sugandy, 2001).
perendaman diamati kelangsungan
hidupnya. Setelah 12 jam, larva Identifikasi Kelamin Ikan
dipindahkan pada wadah pemeliharaan. Identifikasi kelamin dilakukan
dengan pengamatan secara morfologi
Pemeliharaan Larva karena tidak perlu membunuh hewan uji
Larva yang telah direndam, untuk melakukan pengamatan terhadap
dipelihara di dalam akuarium berukuran organ reproduksi. Cara ini ideal untuk
3
25x25x25 cm dengan volume air 10 liter ikan-ikan yang memiliki dimorfisme
selama 45 hari. Pemeliharaan larva diberi
pakan alami berupa Artemia sp., Daphnia
sp. dan Tubifex sp. secara ad libitum.
100
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Lubis, et al. (2017)
akhir pemeliharaan dengan jumlah ikan Pada penelitian ini, dapat dilihat
pada awal pemilaharaan. Rumus yang bahwa pengaruh perendaman larva ikan
cupang dalam larutan madu dengan dosis 0
101
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Lubis, et al. (2017)
102
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Lubis, et al. (2017)
estradiol (Sarida et al., 2010). Dalam terhadap perbedaan antara ikan jantan
proses steroidogenesis dalam sel, dengan ikan betina, pada penelitian ini
pembentukan estradiol dari konversi dilakukan juga pengamatan gonad secara
testosteron akibat adanya enzim aromatase mikroskopis dengan pewarnaan gonad ikan
akan terhambat karena adanya chrysin menggunakan larutan asetokarmin.
yang berperan sebagai aromatase inhibitor Pewarnaan gonad ikan dilakukan untuk
dan pada akhirnya proses steroidogenesis melihat perbedaan jaringan antara gonad
berakhir pada pembentukan testosteron ikan cupang jantan dengan betina. Adapun
yang akan merangsang pertumbuhan organ hasil yang diperoleh dapat dilihat pada
kelamin jantan dan menimbulkan sifat- gambar.
sifat kelamin sekunder jantan (Ukhroy,
2008). Menurut Marti (2006) dalam Haq
(2013), madu akan masuk secara difusi ke
dalam peredaran darah dan mencapai
organ target. Berdasarkan uji BNT,
perlakuan P0 (kontrol) berbeda nyata
dibandingkan dengan perlakuan P1, P2
dan P3, namun tidak berbeda nyata
terhadap perlakuan P4. Perlakuan P1 tidak
berbeda nyata terhadap perlakuan P3 dan
berbeda nyata dibandingkan perlakuan P2.
Sedangkan perlakuan P2 berbeda nyata
dibandingkan dengan semua perlakuan.
Selain mempunyai sifat teritorial
tinggi, ikan cupang jantan juga bersifat
parental care yang dapat dilihat ketika ikan
jantan menjaga telur dan larva hingga ikan
dapat berenang bebas. Secara morfologis,
Berdasarkan gambar yang
ikan cupang jantan memiliki perbedaan
diperoleh dari hasil pembedahan yang
yang jelas dengan ikan betina
dilanjutkan dengan pengamatan, terdapat
(Dimorfisme seksual). Namun, selain
perbedaan yang sangat jelas antara gonad
melakukan pengamatan secara morfologis
103
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Lubis, et al. (2017)
ikan jantan dengan gonad ikan betina. terendah diperoleh pada perlakuan P4
Gonad ikan jantan (atas) ditandai dengan dengan dosis madu yang digunakan adalah
adanya bakal sel sperma, sedangkan gonad 7ml/L. Adapun data kelangsungan hidup
ikan betina (bawah) ditandai dengan larva ikan cupang selama perendaman
adanya bakal sel telur. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2.
membuktikan bahwa pengamatan gonad
secara mikroskopis menggunakan larutan Tabel 2. Kelangsungan hidup selama
asetokarmin memiliki akurasi tinggi dalam perendaman
membedakan ikan jantan dengan ikan Ulangan Rerata
Perlakuan
betina. Akan tetapi, metode ini bersifat 1 2 3 (%)
104
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Lubis, et al. (2017)
105
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Lubis, et al. (2017)
106
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Lubis, et al. (2017)
108