0% found this document useful (0 votes)
23 views16 pages

Jurnal Nanda

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1/ 16

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA

KELAS IV SDN MEDINI 2 DENGAN MENGGUNAKAN


MODEL PBL BERBANTU MEDIA PAPAN MADU
Nanda Ragil Setyawan1; Savitri Wanabuliandari2; Diana Ermawati3
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muria Kudus123
Email:

Abstrak
This study aims to determine the application of the honey board-assisted
PBL learning model to improve critical thinking skills in mathematics of
fourth grade students of Medini 2 Public Elementary School. This class
research was conducted in fifth grade of Boloagung 02 Public Elementary
School with 20 students and teachers as test subjects, who lasted for 2
cycles. Each cycle consists of two meetings. The dependent variable is
students' critical thinking skills and the independent variable is the
Problem Based Learning model assisted by Honey Boards. Data
collection methods used include interviews, observation, tests and
documentation with quantitative and qualitative analysis techniques. The
results of the study showed that students' critical thinking skills after
applying the Problem Based Learning model assisted by the Honey Board
in Cycle I obtained a score of 76.67 with a percentage of 71%, and
student completeness reached 65%. The increase in the results of critical
thinking skills in cycle II was 78.67 with a percentage of 79% and the
percentage of students' completeness was 90%. So, the application of the
PBL learning model assisted by the honey board can improve the
mathematical critical thinking skills of fourth grade students at SD Negeri
Medini 2.
Kata kunci: Problem Based Learning; Honey Board; Critical thinking

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan model pembelajaran


PBL berbantu papan madu dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika
siswa kelas IV SD Negeri Medini 2. Penelitian kelas ini dilakukan di kelas V SD Negeri
Boloagung 02 dengan jumlah siswa dan guru sebagai subjek uji sebanyak 20 orang,
yang berlangsung selama 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Variabel
terikatnya adalah kemampuan berpikir kritis siswa dan variabel bebasnya adalah model
pembelajaran Problem Based Learning berbantu Papan Madu. Metode pengumpulan
data yang digunakan meliputi wawancara, observasi, tes dan dokumentasi dengan teknik
analisis kuantitatif dan kualitatif. Hasil dari penelitian diperoleh bahwa kemampuan
berpikir kritis siswa setelah menerapkan model Problem Based Learning berbantu
Papan Madu pada Siklus I memperoleh nilai 76,67 dengan persentase 71%, dan
ketuntasan siswa mencapai 65%. Peningkatan hasil kemampuan berpikir kritis pada
siklus II sebesar 78,67 dengan persentase 79% dan hasil persentase ketuntasan siswa
sebesar 90%. Jadi, penerapan model pembelajaran PBL berbantu papan madu dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa kelas IV SD Negeri Medini
2.
Kata kunci: Problem Based Learnig; Papan Madu; Berpikir Kritis
PENDAHULUAN
Pendidikan Menurut UU No. 20 Tahun 2003 adalah upaya yang terencana untuk
menciptakan kondisi belajar dan kegiatan pembelajaran agar siswa dapat
mengembangkan kemampuannya untuk memiliki kemampuan spiritual, keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta memiliki ketrampilan
yang dibutuhkan dirinya sendiri maupun oleh masyarakat. Kemampuan tersebut
berguna bagi siswa agar siswa dapat memiliki kemampuan menata untuk hidup yang
nyata. Kualitas pendidikan dilihat dari proses pembelajaran yang efektif dan efisien
dengan penunjang keberhasilan terdiri dari media, ahan ajar, dan lingkungan sekitar.
Terjadinya proses pembelajaran yang efektif dan efisien dibutuhkan dari sikap mandiri
siswa sendiri (Hagi, 2019).
Pada sekolah dasar erat kaitannya dengan beberapa muatan pembelajaran yang
digabungkan menjadi satu yang sekarang dikenal sebagai istilah tematik. Salah satu
muatan pembelajaran yang diajarkan adalah matematika. Sebagai salah satu
matapelajaran yang penting di dunia. Pendidikan matematika berperan penting dalam
kemajuan tehknologi di dunia dan juga memiliki peranan penting dalam muatan
pembelajaran yang lainnya.
Pembelajaran tematik di Sekolah dasar bertujuan memperbaiki dan meningkatkan
kualitas pendidikan. Pembelajaran tematik terpadu merupakan sebuah pendekatan
pembelajaran yang menggunakan tema untuk memadukan beberapa konsep atau materi
pelajaran yang dipelajari secara luas. Kajian secara luas ini memiliki arti mengkaji
suatu peristiwa dari berbagai bidang studi sekaligus agar dapat memahami dari berbagai
segi nilai aspek sebuah peristiwa tersebut. Menurut Rusman (2014), pembelajaran
tematik adalah salah satu model dalam pembelajaran terpadu yang merupakan suatu
sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat aktif menggali dan menemukan
konsep serta prinsip keilmuan secara menyeluruh baik secara individu maupun
berkelompok.
Muatan mata pelajaran matematika adalah salah satu contoh bidang studi yang
memiliki peranan penting dalam pendidikan dan para siswa diwajibkan untuk
mempelajari muatan ini sejak dari Sekolah dasar. Betapa pentingnya muatan
pembelajaran matematika ini sehingga muatan pembelajaran ini harus diperhitungkan.
Pembelajaran ini diharapkan dapat membantu siswa dalam menyelesaikan suatu
masalah dari sebuah proses penalaran dan tidak hanya mengajarkan suatu fakta dari
kehidupan sehari-hari. Hal tersebut sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika di
Indonesia yang dimuat dalam Permendiknas Nomor 22 tahun 2006.
Demi terwujudnya siswa yang kompeten diperlukan proses pembelajaran yang
tepat. Seperti halnya proses pembelajaran yang berlangsung di SD Negeri Medini 2
cenderung siswa pasif dalam mengikuti pembelajaran matematika. Berdasarkan hasil
observasi pemerolehan data awal yang dilakukan oleh peneliti di SD Negeri Medini 2,
menunjukan bahwa dalam pembelajaran matematika siswa mengalami kesulitan belajar.
kesulitan belajar yang dialami siswa, tentunya memberikan dampak seiring berjalannya
proses pembelajaran yang mengakibatkan prestasi belajar siswa dimata pelajaran
matematika mengalami penurunan. Pernyataan tersebut diperoleh ketika melakukan
wawancara pemerolehan data awal dengan wali kelas 4 yang memberikan keterangan
bahwa siswa kelas IV di SD Negeri Medini 2, mengalami kesulitan belajar pada mata
pelajaran matematika yang berdampak pada hasil belajar siswa yang sebagian besar
masih dibawah dari KKM yang telah ditentukan. Hal tersebut disebabkan oleh
rendahnya minat siswa yang ditunjukan dengan siswa masih pasif dan berpandangan
bahwa pada mata pelajaran matematika sangat membosankan. Mengingat pentingnya
mata pelajaran matematika di Sekolah Dasar, tentunya perlu mendapatkan perhatian
khusus seperti meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa terkhusus pada mata
pelajaran matematika, agar dapat tercipta proses pembelajaran yang kreatif dan inovatif
dan mampu meningkatkan hasil belajar siswa.
Kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan untuk siswa, pada jalannya kegiatan
pembelajaran. Dengan berpikir kritis siswa tidak hanya berorientasi pada hasil, tetapi
pada jalannya proses pembelajaran. Menurut Lilisari (2013), menjelaskan bahwa
berpikir kritis merupakan salah satu komponen proses berpikir tingkat tinggi,
menggunakan dasar menganalisis pendapat dan memunculkan pengetahuan terhadap
tiap-tiap makna untuk mengembangkan pola penalaran yang kohesif dan logis, sehingga
dapat memacu siswa agar berperan aktif dan kreatif dalam jalannya kegiatan
pembelajaran.
Dapat diartikan berpikir kritis adalah siswa dituntun dapat menganilisis dan
mengevaluasi baik apa yang disampaikan oleh pendidik ataupun permasalahan lainnya
dengan pemikiran yang logis. Kemampuan berpikir kritis guna untuk siswa sebagai
salah satu dasar untuk meningkatkan hasil berproses siswa dan juga berguna untuk
mendapatkan hasil belajar lebih efisien, berpikir kritis juga dapat sebagai salah satu
bekal siswa untuk menghadapi permasalahan yang ada dimasa yang mendatang
dikehidupan nyata. Maka untuk memaksimalkan kemampuan siswa dalam berpikir
kritis peneliti mencoba menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning
dalam pembelajaran matematika guna meningkatkan kemampuan berpikir kritis masing-
masing peserta didik.
Proses dan bagaimana siswa dapat menerima materi pembelajaran sangat
dipengaruhi oleh penggunaan model pembelajaran apa yang digunakan, salah satu
model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis adalah model
pembelajaran Problem Based Learning atau yang sering disebut juga dengan (PBL)
dimana proses pembelajaran ini dapat menginovasi siswa yang dihadapkan dengan
adanya masalah yang konkret dan dapat membuat suasana belajar yang aktif berpusat
pada siswa dengan guru sebagai fasilitator (Koeswanti, 2018). PBL sebagai salah satu
metode pembelajaran penunjang meningkatnya kemampuan berpikir kritis siswa metode
pembelajaran ini juga membutuhkan bantuan media guna untuk lebih menigkatkan hasil
berpikir kritis peserta didik.
Media bisa diartikan sebagai manusia, benda atau peristiwa yang dapat
memberikan siswa ilmu pengetahuan dan ketrampilan dalam proses belajar (Sutiman,
2017). Disaat terjadinya kegiatan proses belajar mengajar hadirnya media sangat
dibutuhkan sebagai salah satu penunjang berlangsungnya kegiatan proses belajar
mengajar, karena media dapat mempermudah siswa memahami dan memecahkan
permasalahan yang rumit tentang materi yang disampaikan oleh guru, media juga dapat
membantu dalam penyampaian materi yang susah untuk dijelaskan oleh guru (Miftah,
2015). Ide-ide dan kemampuan mengeksplore siswa akan meningkat seiring dengan
meningkatnya kemampuan berpikir kritisnya Fristadi & Bharata (2015). Pendapat tersebut
diperkuat oleh Cahyani, Hadiyanti, & Suptoro (2021), bahwa perpaduan antara model PBL
dengan media pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.
Peningkatan tersebut didasari karena pembelajaran yang menggunakan masalah nyata
(autentik) yang tidak terstruktur (ill- structured) dan bersifat terbuka sebagai konteks
bagi anak untuk mengembangkan keterampilan menyesuaikan masalah dan berpikir
kritis.
Peneliti bermaksud mengkaji penerapan model pembelajaran PBL berbantu papan
madu dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa kelas IV SD
Negeri Medini 2. Kajian ini akan mengkaji kemampuan berpikir kritis matematis siswa
kelas IV pada materi sudut secara lebih detail dibandingkan dengan kajian-kajian
sebelumnya.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan pada
bulan Januari 2023 sampai dengan Februari 2023. Desain penelitian yang digunakan
adalah Kemmis dan M.K. Taggart.dalam Arikunto (2010)yang terdiri dari 4 siklus atau
tahapan kegiatan, meliputi: perencanaan (planning), pelaksanaan tindakan (action),
observasi (observation) dan refleksi (thinking).
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri Medini 2 Demak yang
berjumlah 20 siswa kelas IV tahun ajaran 2022/2023. Variabel bebas penelitian ini
adalah model pembelajaran Problem Based Learning berbantu media Papan Madu, dan
variabel terikat penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis matematis. Teknik
pengumpulan data penelitian menggunakan metode observasi, pengukuran nilai tes,
wawancara dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah
analisis data kuantitatif dan kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Data penelitian diambil dari siswa SD Negeri Medini 2 tahun ajaran 2022/2023
yang berjumlah 20 siswa. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
yang bertujuan untuk mengetahui penerapan model Problem Based Learning berbantu
media Papan Madu terhadap kemampuan berpikir kritis matematis siswa. Penelitian ini
dilaksanakan di SD Negeri Medini 2 Demak dengan menggunakan model pembelajaran
Problem Based Learning berbantu media Papan Madu. Data hasil tes kemampuan
berpikir kritis matematis Siklus 1 dan Siklus 2 digunakan untuk mengetahui perbedaan
dan peningkatan kemampuan siswa SDN Medini 2 Demak.
1. Hasil Berpikir Kritis pada Siklus I
Pada penelitian ini dilakukan perhitungan nilai tes kemampuan berpikir kritis
matematis untuk melihat apakah kegiatan pembelajaran yang diberikan efektif
dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada
pembelajaran Matematika. Pada penelitian ini perhitungan kemampuan berpikir
kritis matematis pada siklus I dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 1. Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Klasikal
Kriteri Kategori Jumlah Perse
a siswa n
87 – Sangat Baik 3 15%
100
77 – 86 Baik 4 20%
65 – 76 Cukup 6 30%
< 65 Perlu 7 35%
Bimbingan
Jumlah 20 100%
Tuntas 13 65%
Tidak Tuntas 7 35%
KKM 65
Rata-rata 70,67

Pada Tabel 1, dapat ditemukan siswa yang mencapai ketuntasan belajar KKM
65 sebanyak 13 siswa (65%) dan siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar
kurang dari 65 sebanyak 7 siswa (35%). Hasil yang diperoleh masih belum
mencapai hasil yang maksimal dengan penerapan model PBL berbantu media
Papan Madu yaitu ≥ 77 pada kategori baik, dengan ketuntasan klasikal tinggi
minimal persentase yang didapatkan ≥ 77% pada kategori peningkatan tinggi. Hal
ini memerlukan tindakan lebih lanjut pada Siklus II untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.

2. Hasil Berpikir Kritis pada Siklus I


Hasil siklus I tidak sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Pada Siklus II, siswa
berpartisipasi dalam kegiatan tindak lanjut yang dirancang untuk meningkatkan
kemampuan berpikir kritis mereka. Berikut adalah hasil penilaian keterampilan
berpikir kritis siklus II:
Tabel 2 Keberhasilan Belajar Siswa Klasikal
Kriteri Kategori Jumlah Perse
a siswa n
87 – Sangat Baik 6 30%
100
77 – 86 Baik 5 25%
65 – 76 Cukup 7 35%
< 65 Perlu 2 10%
Bimbingan
Jumlah 20 100%
Tuntas 18 90%
Tidak Tuntas 2 10%
KKM 65
Rata-rata 78,67

Pada Tabel 2, dapat ditemukan siswa yang mencapai ketuntasan belajar KKM
65 sebanyak 18 siswa (90%) dan siswa yang belum mencapai ketuntasan belajar
kurang dari 65 sebanyak 2 siswa (10%). Hasil tersebut menunjukan bahwa
kemampuan berpikir kritis matematis siswa sudah mencapai batas minimal yang
ditentukan yaitu ≥ 77 pada kategori baik, dengan ketuntasan klasikal tinggi minimal
persentase yang didapatkan ≥ 77% pada kategori peningkatan tinggi.

Pembahasan
Penelitianini menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning
berbantu media Papan Madu untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis
siswa telah dilaksanakan selama 2 siklus dengan 4 kali pertemuan. Dengan menerapkan
model Problem Based Learning berbantu media Papan Madu ini diperoleh hasil bahwa
terjadinya peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada materi
pengukuran sudut. Siswa dapat memperoleh nilai diatas ketuntasan KKM 65 dan
mengalami perkembangan dalam setiap proses.
Pada setiap pertemuan, peneliti menyajikan tugas kepada siswa secara kelompok
hingga pada tahap akhir yaitu mempresentasikannya didepan kelas. Dan pada akhir
pembelajaran dilaksanakan evaluasi pembelajaran dengan mengerjakan test akhir siklus
pada setiap siklus pada pertemuan ke-2. Dalam pelaksanaanya siswa dapat mengikuti
pembelajaran dengan baik saat menerapkan model Problem Based Learning berbantu
media Papan Madu dengan baik.
Berdasarkan analisis hasil tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa
diperoleh hasil pada Siklus I memperoleh rata-rata 71 dengan kategori cukup
mengalami peningkatan pada Siklus II dengan perolehan rata-rata 79 pada katergori
baik. Berikut peneliti sajikan hasil tes kemampuan berpikir kritis matematis siswa dalam
bentuk diagaram sebagai berikut.
B e r p i k ir i K r iti s
Ma t ema ti s

79
71
Si klus I Si klus II
Gambar 1 Diagram Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa
Pada Gambar 1, dapat disimpulkan bahwa hasil tes kemampuan berpikir kritis
matematis siswa mengalami peningkatan pada Siklus I memperoleh rata-rata sebesar 71
dengan kategori cukup dan mengalami peningkatan pada Siklus II dengan rata-rata
sebesar 79 dengan kategori baik.
Kemampuan berpikir kritis matematis siswa dengan menerapkan model Problem
Based Learning berbantu media Papan Madu dinyatakan berhasil dan meningkat sesuai
dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil test
akhir Siklus I dan hasil test akhir Siklus II yang telah dilaksanakan. Hasil peningkatan
kemampuan berpikir kritis matematis siswa, peneliti sajikan pada tabel berikut.
Tabel 3 Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Kategori
Siklus I Siklus II
Keberhasilan
Hasil Ketuntasan Klasikal
65% 90% Meningkat
Akhir Siklus

Pada tabel 3, menunjukan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa


secara klasikal pada Siklus I memperoleh 65% siswa terkategori meningkat. Sementara
pada Siklus II mengalami peningkatan sebesar 25% dimana kemampuan berpikir kritis
matematis siswa secara klasikal memperoleh 90% siswa terkategori meningkat.
Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa dapat dilihat
berdasarkan peningkatan di setiap indikator. Pada indikator pertama (pemahaman
konsep), kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada Siklus I memperoleh skor
rata-rata 65 berada pada kategori cukup. Pada Siklus I, sebagian besar siswa sudah
mengenal jenis-jenis sudut dan unsur pembentuknya dengan benar, tetapi masih
bingung dalam memahami konsep pengukuran sudut. Sementara, pada Siklus II terjadi
peningkatan dengan memperoleh skor rata-rata 70, tetapi masih pada kategori memiliki
kemampuan berpikir kritis matematis cukup. Siswa mampu mengenal jenis-jenis sudut
beserta mengetahui konsep pengukuran sudutnya. Siswa secara bertahap dapat belajar
berpikir kritis, menurut Abdullah (2018), dengan membiasakan melakukan pengenalan
terhadap konsep pembelajaran dapat mendorong siswa lebih aktif dan kreatif dalam
memecahkan masalah.
Pada indikator berpikir kritis matematis yang kedua (pemecahan masalah),
kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada Siklus I memperoleh skor rata-rata 71
berada pada kategori cukup. Pada Siklus I, sebagian besar siswa sudah mampu
mengidentifikasi permasalahan pada persoalan matematika tetapi masih kesusahan
dalam membuat modal matematika berdasarkan permasalahan. Sementara, pada Siklus
II terjadi peningkatan dengan memperoleh skor rata-rata 78, tetapi masih pada kategori
memiliki kemampuan berpikir kritis matematis baik. Terlihat siswa sudah mampu
membuat model matematika dengan bantuan guru. Kemampuan berpikir kritis bukanlah
kemampuan bawaan sejak lahir, sehingga keterampilan berpikir kritis perlu dilatihkan
dalam proses pembelajaran (Salbiah, 2017). Suantini (2019), menjelaskan bahwa guru
hendaknya membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir kritis melalui
beberapa hal, seperti metode dan model pembelajaran yang membantu siswa belajar
secara aktif dan berperilaku efektif dalam menghadapi tantangan dan tuntutan
kehidupan sehari-hari. Pengembangan kemampuan berpikir kritis siswa dalam
penelitian ini meningkat dengan bantuan media Papan Madu.
Pada indikator berpikir kritis matematis yang ketiga (penalaran dan pembutian),
kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada Siklus I memperoleh skor rata-rata 64
berada pada kategori perlu bimbingan. Pada Siklus I, sebagian besar siswa masih
kesusahan dalam menerapkan pemahaman konsep untuk memecahkan masalah serta
menjabarkan dan menguraikan persoalan tersebut. Sementara, pada Siklus II terjadi
peningkatan dengan memperoleh skor rata-rata 72, dengan kategori kemampuan
berpikir kritis matematis cukup. Pada Siklus II, terlihat siswa sudah mampu menerapkan
pemahaman konsep pemecahan masalah melalui diskusi antar teman sejawat sehingga
dapat menjabarkan dan menguraikan persoalan matematika. Menurut Sulistiani &
Masrukan (2017), siswa dapat terbiasa menghadapi tantangan dan memecahkan masalah
dengan menganalisis pemikirannya sendiri untuk mengambil keputusan tentang pilihan
atau tindakan dan menarik kesimpulan. Asanya proses berdiskusi dapat melatih
kemampuan berpikir kritis siswa dengan mengembangkan kemampuan berpikir
kritisnya (Sabekti et al., 2016).
Pada indikator berpikir kritis matematis yang keempat (komunikasi),
kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada Siklus I memperoleh skor rata-rata 68
berada pada kategori cukup. Pada Siklus I, sebagian besar siswa masih kesusahan dalam
memahami inti persoalan matematika. Meskipun begitu, siswa mau mendengarkan,
berdiskusi, dan menulis tentang matematika. Sementara, pada Siklus II terjadi
peningkatan dengan memperoleh skor rata-rata 79, dengan kategori kemampuan
berpikir kritis matematis baik. Pada Siklus II, terlihat siswa sudah mampu persoalan
matematika melalui proses berdiskusi. Menurut Rusmono (2017), melalui pembelajaran
menggunakan model problem-based learning dapat mendorong siswa aktif dan berpusat
pada siswa memastikan siswa akan mengembangkan karakter kritis. Hal ini sejalan
dengan pendapat Fristadi & Bharata (2015) bahwa pendekatan pembelajaran yang
menekankan pada aktivitas dan interaksi siswa diperlukan untuk upaya pengembangan
karakter siswa yang kritis, kreatif, inovatif, dan interaktif dalam proses pembelajaran.
Pada indikator berpikir kritis matematis yang kelima (koneksi), kemampuan
berpikir kritis matematis siswa pada Siklus I memperoleh skor rata-rata 72 berada pada
kategori cukup. Pada Siklus I, sebagian besar siswa mampu menguraikan bacaan
matematika melalui proses berdiskusi dan memahaminya pada keter hubungannya antar
submateri. Sementara, pada Siklus II terjadi peningkatan dengan memperoleh skor rata-
rata 80, dengan kategori kemampuan berpikir kritis matematis baik. Pada Siklus II,
terlihat siswa sudah mampu menguraikan bacaan matematika secara individu dan
menghubungkannya dengan submateri. Penggunaan model berbasis masalah,
mendorong siswa untuk berlatih berdiskusi dalam memecahkan masalah (Suparmi,
2017). Pernyataan tersebut diperkuat pernyataan dari Saputra (2020) bahwa berpikir
kritis siswa dapat ditingkatkan dengan menerapkan strategi yang memiliki ciri siswa
aktif berpartisipasi dalam interaksi dan menggunakan kemampuan kognitifnya untuk
menerapkan konsep dan memecahkan masalah.
Pada indikator berpikir kritis matematis yang keenam (representasi),
kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada Siklus I memperoleh skor rata-rata 70
berada pada kategori cukup. Pada Siklus I, melalui bimbingan guru siswa mampu
menanggapi hubungan antar topik dalam matematika dan antar topik matematika
dengan topik di luar matematika. Tetapi siswa masih merasa kebingungan dalam
mengubah persoalan menjadi konsep matematis. Sementara, pada Siklus II terjadi
peningkatan dengan memperoleh skor rata-rata 77, dengan kategori kemampuan
berpikir kritis matematis baik. Pada Siklus II, terlihat siswa sudah mampu mandiri
dalam menghubungkan topik dalam matematika dan antar topik matematika dengan
topik di luar matematika, serta mengubah persoalan yang dihadami menjadi konsep
matematika. Menurut Fathurrohman (2015), menjelaskan bahwa kelebihan dari
penerapan model problem-based learning adalah membantu siswa dalam mentransfer
pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata. Pernyataan
tersebut selaras dengan keadaan siswa yang mengalami peningkatan dalam hal
menghubungkan topik matematika dengan topik diluar matematika.
Antusiasme siswa dalam memecahkan masalah berbasis cerita selama kegiatan
pembelajaran menunjukkan hal tersebut. Semua siswa berpartisipasi secara aktif dan
bertanggung jawab dalam kegiatan pemecahan masalah dan berani tampil percaya diri
saat mengemukakan pendapatnya di depan orang lain. Siswa juga sangat antusias saat
memainkan media Papan Madu untuk mengetahui besaran sudut pada suatu benda.
Temuan penelitian tersebut sebanding dengan temuan Setyawati et al. (2020), yang
menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa meningkat ketika konten
terhubung dengan kehidupan nyata mereka. Menurut Rochaminah (2015), berpikir kritis
adalah berpikir yang menggunakan penalaran, pemikiran reflektif, pemikiran
bertanggung jawab, dan pemikiran ahli. Untuk pengembangan siswa, mengajukan
pertanyaan penelitian, menyelesaikan masalah, dan menarik kesimpulan dari penelitian
juga dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis (Amalia et al., 2022).
Penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning membantu siswa
lebih aktif, dengan menunjukan sikap kritis dalam bertanya dengan siswa dan guru
(Riswari & Ermawati, 2020). Keaktifan siswa dalam memecahkan masalah membantu
siswa lebih memahami materi. Menurut Mukrimati et al. (2018), menjelaskan bahwa
penerapan model pembelajaran PBL membantu siswa seolah-olah dimana mereka
mereka mengalami kejadian nyata atau yang sebenarnya, sehingga siswa lebih mudah
memahami materi karena relevan dengan keseharian mereka.
Tentunya pemilihan media yang tepat dalam sebuah pembelajaran menjadi kunci
kesuksesan pencapaian tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Penggunaan media
Papan Madu memberikan rangsangan terhadap siswa untuk lebih aktif. Menurut Pujiati
et al. (2018), menjelaskan bahwa pnggunaan media diperlukan karena pada dasarnya
karakteristik siswa di sekolah dasar cenderung masih suka bermain. Pernyataan tersebut
menunjukan bahwa penggunaan media Papan Madu pada pembelajaran matematika
sangat penting untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir kritis sekaligur
menciptakan suasana yang menyenangkan.
Berdasarkan hasil penelitian pada pembelajaran matematika materi sudut,
penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning berbantu media Papan Madu
pada Siklus I dan Siklus II dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis
siswa. Hal ini berdasarkan hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa secara klasikal
pada Siklus I memperoleh persentase 65% pada kategori tuntas, dan 35% pada kategori
tidak tuntas. Sementara, pada Siklus II hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa secara
klasikal memperoleh persentase 90% pada kategori tuntas, dan 10% pada kategori tidak
tuntas Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Siklus II sudah dianggap efektif
dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa dan tidak perlu ada
tindakan lebih lanjut pada siklus tersebut. Artinya hipotesis tindakan yang menyatakan:
“dengan model pembelajaran PBL berbantu papan madu memberikan peningkatan
kemampuan berpikir kritis siswa kelas IV di SD Negeri Medini 2 sesuai dengan capaian
indikator kemampuan berpikir kritis dengan minimal perolehan hasil ≥70 dengan
kategori tinggi” dapat diterima.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan kemampuan berpikir
kritis matematis dinyatakan berhasil dan meningkat sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Dapat dilihat pada hasil tes akhir Siklus I memperoleh nilai rata-rata 71, dan pada Siklus
II meningkat dengan mendapatkan nilai rata-rata 79. Dan, pada ketuntasan klasikal pada
Siklus I memperoleh hasil 65%, mengalami peningkatan pada Siklus II yang
memperoleh hasil 90%.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, I. H. (2018). Berpikir Kritis Matematik. Jurnal Matematika Dan Pendidikan
Matematika, 2(1), 66–75.
Amalia, N., Ermawati, D., & Kuryanti, M. S. (2022). Pengaruh Penggunaan Metode
Hypnoteaching terhadap  Motivasi Belajar Matematika Siswa Sekolah Dasar. JIIP
(Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan) , 5(7).
Cahyani, H. D., Hadiyanti, A. H. D., & Suptoro, Al. (2021). Peningkatan Sikap Kedisiplinan
dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dengan Penerapan  Model Pembelajaran
Problem Based Learning. Jurnal Ilmu Pendidikan, 3(3), 919–927.
Fathurrohman, M. (2015). Model- model pembelajaran inovatif. Alfabeta.
Fristadi, R., & Bharata, H. (2015). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Dengan
Problem Based Learning. Jurnal Matematika Dan Pendidikan Matematika, 3(2), 86–93.
Lilisari. (2013). Peningkatan Mutu Guru dalam Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi
melalui Model Pembelajaran Kapita Selekta Kimia Sekolah Lannjutan. Jurnal
Pendidikan Matematika Dan Sains, 3(8), 175.
Miftah. (2015). Fungsi, Dan Peran Media Pembelajaran Sebagai Upaya Peningkatkan
Kemampuan Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan, 2(1), 23–34.
Mukrimati, N. A., Murtono, & Wanabuliandari, S. (2018). Pemahaman Konsep Matematika
Siswa Kelas V SD Negeri RAU Kedubf Jepara Pada Materi Perkalian Pecahan.
ANARGYA: Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, 1(1).
Pujiati, Kanzunnudin, M., & Wanabuliandari, S. (2018). Analisis Pemahaman Konsep
Matematis Siswa Kelas IV SDN 3 Gemulung Pada Materi Pecahan. ANARGYA: Jurnal
Ilmiah Pendidikan Matematika, 1(1).
Riswari, L. A., & Ermawati, D. (2020). Pengaruh Problem Based Learning Dengan Metode
Demonstrasi Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah. Prosiding Seminar Dan
Diskusi Nasional .
Rochaminah, S. (2015). Pengaruh Pembelajaran Penemuan terhadap Kemampuan Berfikir
Kritis Matematis [Disertasi pada PPs UPI tidak dipublikasikan].
Rusmono. (2017). Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning. Ghalia
Indonesia.
Sabekti, A. W., Dinda, S. A., & Juniar. (2016). Contextual Teaching And Learning (CTL)
Untuk Membangun Pembelajaran Bermakna Pada Kimia. Jurnal Zarah, 4(1), 25–33.
Salbiah, S. (2017). Profil Keterampilan Berpikir Kritis Siswa menggunakan Pembelajaran
Discovery Inquiry pada Konsep Koloid. JIK (Jurnal Tadris Kimiya), 2(1), 109–115.
Saputra, H. (2020). Kemampuan Berpikir Kritis Matematis. Jurnal IAI Agus Salim, 2(1), 1–
7.
Setyawati, D. H. L., Fakhiriyah, F., & Khamdun. (2020). Peningkatan Berpikir Kritis Siswa
Sekolah Dasar dengan Menerapkan Model Contextual Teaching and Learning
Berbantuan Lempar Karet Pengetahuan. Pendas: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 5(2),
130–139.
Suantini, N. K. A. (2019). Langkah-Langkah Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis
pada Siswa. Kamaya: Jurnal Ilmu Agama, 2(1), 41–50.
Sulistiani, E., & Masrukan, M. (217 C.E.). Pentingnya Berpikir Kritis dalam Pembelajaran
Matematika untuk Menghadapi Tantangan MEA. PRISMA, 2(3).
Suparmi, S. (2017). Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa
Menggunakan Bahan Ajar Berbasis Integrasi Interkoneksi. Jurnal Matematika Dan
Pendidikan Matematika, 3(2).
Sutiman. (2017). Media Pembelajaran Berbasis Android Untuk Mata Pelajaran
Korespondensi Di SMK Paket Keahlian Administrasi Perkantoran. Jurnar Pustaka
Universitas Negeri Yogyakarta, 2(3).
 

You might also like