4250-Article Text-11909-1-10-20190212
4250-Article Text-11909-1-10-20190212
4250-Article Text-11909-1-10-20190212
ABSTRACT
This study aims to improve students' ability in solving fraction story problems in 5th
Received : Juli 2018
grade students of Hegarmanah State Elementary School. The design of this study is
classroom action research with two cycles which each cycle consists of two
meetings. In each cycle consists of planning, implementation and observation, and
Reviewed : Agustus 2018 reflection. Data collection techniques in this classroom action research use
observation, questionnaires, field records and evaluation. The results showed that
all research focuses experienced an increase in percentage. In the task of submitting
Accepted : September 2018 the problem the percentage of the first cycle reached 54% and in the second cycle
reached 68%. The average percentage of class activity in the first cycle reached
63% and in the second cycle it reached 83%. The percentage of classical
Published : September 2018 completeness in the first cycle reached 64% and in the second cycle reached 75%.
The average percentage of questionnaires in cycle I was 77% and in cycle II it was
91%.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita pecahan pada siswa kelas 5 Sekolah Dasar Negeri
Hegarmanah. Desain penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan dua
siklus yang setiap siklusnya terdiri dari dua pertemuan. Pada setiap siklus terdiri dari
perencanaan, pelaksanaan dan observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data
pada penelitian tindakan kelas ini menggunakan observasi, angket, cacatan lapangan
dan evaluasi. Hasil penelitian menunjukkan semua fokus penelitian mengalami
peningkatan persentase. Pada tugas pengajuan masalah persentase siklus I mencapai
54% dan pada siklus II mencapai 68%. Rata-rata persentase keaktifan kelas pada
siklus I mencapai 63% dan pada siklus II mencapai 83%. Persentase ketuntasan
klasikal pada siklus I mencapai 64% dan pada siklus II mencapai 75%. Rata-rata
persentase angket pada siklus I sebesar 77% dan pada siklus II sebesar 91%.
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan didik yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep
belajar”. Untuk menciptakan pembelajaran yang membuat matematika misalnya konsep pecahan, membantu
peserta didik aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan guru meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta
harus membuat perangkat pembalajaran yang didalamnya didik, melatih peserta didik untuk bekerja secara kelompok,
ada pendekatan, model, metode dan media yang ramah melatih keharmonisan dalam hidup bersama atas dasar
peserta didik sehingga memudahkan peserta didik dalam saling menghargai.
memahami suatu konsep. Dalam pembelajaran matematika, problem posing
Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada lebih diartikan dengan pengajuan masalah dan menempati
semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk posisi yang strategis. Selain itu menurut Brown & Walter
membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir tugas pengajuan masalah memungkinkan siswa untuk
logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta menggunakan kemampuan bahasa dan pengetahuan dalam
kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut menentukan masalah atau soal yang mereka buat sendiri
diperlukan agar peserta didik dapat memiliki (Sengul & Katranci, 2012, p. 1650-1651). Dengan tugas
kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan pengajuan masalah siswa akan berinteraksi dengan siswa
informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang lainnya sehingga akan membuat siswa menjadi lebih aktif.
selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. (Depdikbud. Dengan model pembelajaran Kooperatif tipe Team
2006). Pecahan adalah salah satu materi yang ada pada Assisted Individualization (TAI) berbasis tugas pengajuan
pelajaran matematika yang harus dikuasai oleh peserta masalah ini diharapkan akan meningkatkan kemampuan
didik. Dengan mempelajari pecahan peserta didik peserta didik dalam pemecahan masalah, mengembangkan
diharapkan akan mampu menjumlah, mengurang, mengali kemampuan dan keterampilan peserta dalam memecahkan
dan membagi pecahan, karena dalam kehidupan sehari- masalah, meningkatkan kemampuan peserta didik dalam
sehari sering kali berhadapan dengan masalah operasi mengajukan soal dan menumbuhkan sikap positif pada
hitung yang berupa pecahan. matematika yang selama ini dianggap mata pelajaran yang
Berdasarkan hasil obeservasi dan wawancara paling sulit.
dengan guru kelas 5 di Sekolah Dasar Negeri Hegarmanah Dari ulasan latar belakang tersebut, maka akan
Kecamatan Rongga Kabupaten Bandung Barat tahun diterapkan model pembelajaran Kooperatif tipe Team
pelajaran 2015-2016, nilai mata pelajaran matematika pada Assisted Individualization (TAI) berbasis tugas pengajuan
semester 1 sebanyak 74% dibawah KKM. Dari hasil masalah pada materi pecahan di kelas 5 SDN Hegarmanah
obeservasi dan wawancara tersebut, didapat bahwa siswa Kecamatan Rongga Kabupaten Bandung Barat. Hal ini
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita. diharapkan dapat memotivasi siswa dalam meningkatkan
Temuan yang didapatkan diantaranya yaitu: pembelajaran daya pikirnya dalam memecahkan masalah matematika,
masih berpusat pada guru sehingga siswa kurang aktif, khususnya materi pecahan. Maka menarik untuk dikaji
guru tidak menggunakan media, kurangnya memberi tentang penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe
kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan guru terlalu Team Assisted Individualization (TAI) berbasis tugas
banyak di depan kelas kurang memberikan bimbingan pengajuan masalah untuk meningkatkan kemampuan
kepada siswa yang kesulitan. menyelesaikan soal cerita materi pecahan pada siswa kelas
Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti 5 SDN Hegarmanah.
menetapkan alternatif untuk meningkatkan kemampuan Berdasarkan permasalahan dalam latar belakang di
siswa dalam menyelesaikan soal cerita dengan atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah
menggunakan salah satu model pembelajaran Kooperatif “Bagaimana penerapan model pembelajaran Kooperatif
tipe Team Assisted Individualization (TAI) berbasis tugas tipe Team Assisted Individualization (TAI) berbasis tugas
pengajuan masalah. pengajuan masalah untuk meningkatkan kemampuan
Model pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted menyelesaikan soal cerita materi pecahan pada siswa kelas
Individualization (TAI) merupakan strategi pembelajaran 5 SDN Hegarmanah?”
yang berpusat pada siswa (student centered). Model Dari permasalahan tersebut, maka diuraikan
pembelajaran Kooperatif tipe TAI menggabungkan menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai
pembelajaran Kooperatif dengan pengajaran yang berikut:
individual (Awofala, et. al. 2013, p. 3). Dengan 1. Bagaimana kemampuan siswa dalam menyelesaikan
menerapkan model pembelajaran Kooperatif tipe Team tugas pengajuan masalah pada materi pecahan siswa
Assisted Individualization (TAI) akan membantu peserta kelas 5 SDN Hegarmanah?
2. Bagaimanakah aktivitas siswa pada pembelajaran membagi siswa dalam beberapa kelompok kecil. Tetapi ada
matematika dengan menerapkan model pembelajaran hal-hal yang harus diperhatikan. Seperti yang diungkapkan
Kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) oleh Brown. Brown (Tamah, 2014, p. 199) menekankan
berbasis tugas pengajuan masalah pada materi pecahan perlunya perencanaan dan manajemen yang matang dalam
siswa di kelas 5 SDN Hegarmanah? menyusun pembelajarn kooperatif. Harus memperhatikan
3. Apakah penerapan model pembelajaran Kooperatif karakteristik apa saja yang berhubungan dengan
tipe Team Assisted Individualization (TAI) berbasis pembelajaran kooperatif, sehingga membuat pembelajaran
tugas pengajuan masalah dapat meningkatkan kooperatif berbeda dari kerja kelompok tradisional. Berikut
kemampuan menyelesaikan soal cerita materi pecahan penjelasan sekilas tentang model pembelajaran kooperatif.
pada siswa kelas 5 SDN Hegarmanah? Menurut Ibrahim et. al. (2007) model pembelajaran
4. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk memenuhi setidaknya tiga
matematika yang menerapkan model Team Assisted tujuan pembelajaran yaitu: (1). Hasil belajar akademik;
Individualization (TAI) berbasis tugas pengajuan model pembelajaran kooperatif memberikan keuntungan
masalah pada materi pecahan siswa kelas 5 SDN bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi maupun
Hegarmanah? siswa yang memiliki kemampuan rendah. Sehinga siswa
Tujuan umum penelitian tindakan kelas ini adalah yang memiliki kemampuan tinggi akan bertambah
untuk mengetahui bagaimana penerapan Model pengetahuannya karena memberikan pelayanan tutor
pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted sebaya kepada temannya. Sebaliknya siswa yang
Individualization (TAI) berbasis tugas pengajuan masalah mempunyai kemampuan rendah akan mendapatkan
untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pengetahuan yang lebih yang didapat dari temannya. (2).
pecahan pada siswa kelas 5 SDN Hegarmanah. Penerimaan terhadap individu; Model pembelajaran
Sedangkan tujuan khusus dari penelitian tindakan kooperatif akan memberikan peluang kepada semua siswa
kelas ini adalah: yang berbeda latar belakang dan kondisi sosialnya. Karena
1. Untuk mendeskripsikan kemampuan siswa dalam dengan model pembelajaran kooperatif siswa akan saling
menyelesaikan tugas pengajuan masalah pada materi bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama. (3).
pecahan siswa kelas 5 SDN Hegarmanah. Pengembangan keterampilan sosial; Dalam hal ini, tujuan
2. Untuk mendapatkan gambaran tentang aktivitas siswa penting dari pembelajaran kooperatif ialah untuk
pada pembelajaran matematika dengan menerapkan mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan
model pembelajaran Kooperatif tipe Team Assisted kolaborasi.
Individualization (TAI) berbasis tugas pengajuan Model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted
masalah dalam menyelesaikan soal cerita pada materi Individualization (TAI) menggabungkan pembelajaran
pecahan di kelas 5 SDN Hegarmanah. kooperatif dengan pengajaran yang individual. Dasar
3. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar dengan pemikirannya adalah “mengadopsi pembelajaran terhadap
menerapkan model Team Assisted Individualization perbedaan individual berkaitan dengan kemampuan peserta
(TAI) berbasis tugas pengajuan masalah dalam didik” (Slavin, 2009, p. 15). Pada hakikatnya model
menyelesaikan soal cerita pada materi pecahan di kelas pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted
5 SDN Hegarmanah. Individualization memiliki karakteristik bahwa tanggung
4. Untuk mendeskripsikan respon siswa pada jawab belajar ada pada diri siswa sendiri (Indra et. al.,
pembelajaran matematika dengan menerapkan model 2015, p. 178).
Team Assisted Individualization (TAI) berbasis tugas Menurut Slavin (2009, p. 189) model pembelajaran
pengajuan masalah pada materi pecahan di kelas 5 kooperatif tipe TAI “diprakarsai sebagai usaha merancang
SDN Hegarmanah. sebuah bentuk pengajaran individual yang bisa
menyelesaikan masalah-masalah yang membuat metode
TINJAUAN PUSTAKA pengajaran individual menjadi tidak efektif”. Pada
Model pembelajaran kerja kelompok atau model pembelajaran kooperatif model pembelajaran kooperatif
pembelajaran kooperatif sering digunakan oleh guru dalam tipe TAI siswa akan balajar dalam sebuah tim dan
pembelajaran di kelas. Selain membantu siswa untuk lebih mengemban tanggungjawab mengelola dan memeriksa
mudah memahami materi, pembelajaran kooperatif juga secara rutin, saling membantu satu sama lain dalam
bisa menumbuhkan interaksi sosial yang positif terhadap menghadapi masalah, dan saling memberi dorongan untuk
siswa. Dalam pembelajaran kooperatif, tidak hanya maju, sehingga guru tidak akan fokus pada kelompok kecil
yang homogen. Model pembelajaran seperti ini akan didiskusikan. (4). Belajar Kelompok; Siswa melakukan
memberikan kesempatan melakukan pengajaran langsung belajar kelompok bersama rekan-rekannya dalam satu tim.
atau tutor sebaya yang tidak terdapat dalam hampir semua (5). Tes Fakta; Guru meminta siswa untuk mengerjakan
model-model pengajaran individual. tes-tes untuk membuktikan kemampuan mereka yang
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe TAI sebenarnya. (6). Skor dan Rekognisi; Hasil kerja siswa
materi diatur dan disajikan secara berurutan dimulai dari diskor di akhir pengajaran, dan setiap tim yang memenuhi
konsep yang sederhana sampai konsep yang kompleks kriteria sebagai “tim super” harus memperoleh
sesuai materi yang sedang dipelajari (Awofala, et. al. 2013, penghargaan (recogniton) dari guru.
p. 3). Sehingga siswa akan lebih mudah memahami konsep Menurut Ellerton (Christou, 1999) mengartikan
matematika. Model pembelajaran kooperatif tipe TAI problem posing sebagai pembuatan soal oleh siswa yang
dirancang untuk memperoleh manfaat yang sangat besar dapat mereka pikirkan tanpa pembatasan apapun baik
dari potensi sosialisasi yang terdapat dalam pembelajaran terkait isi maupun konteksnya. Problem posing juga dapat
kooperatif. Selain itu pembelajaran dengan menggunakan diartikan sebagai pembentukan soal berdasarkan konteks
model pembelajaran kooperatif tipe TAI dapat memberikan berupa operasi bilangan bulat, soal cerita, dan gambar yang
pengaruh positif pada hubungan ras dan sikap terhadap diketahui (Lin, 2004).
para siswa yang kurang secara akademik. Dalam pembelajaran matematika problem posing
Menurut Slavin (2009, p. 190-195) model lebih diartikan dengan pengajuan masalah dan menempati
pembelajaran TAI dirancang untuk menyelesaikan posisi yang strategis. Menurut Siswono (2002) pengajuan
masalah-masalah teoretis dan praktis dari sistem masalah dikatakan sebagai “inti terpenting dalam disiplin
pengajaran individual dan untuk memenuhi kriteria berikut: matematika dan dalam sifat pemikiran penalaran
(1). Dapat meminimalisir keterlibatan guru dalam matematika”. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh
pemeriksaan dan pengelolaan rutin. (2). Guru setidaknya Arikan menunjukan bahwa problem posing dapat membuat
akan menghabiskan separuh dari waktunya untuk mengajar siswa berpikir kritis dan kreatif (2015, p. 28). Hal ini sesuai
kelompok-kelompok kecil. (3). Operasional program yang dikatakan oleh English (Siswono, 2002) bahwa
tersebut akan sedemikian sederhananya sehingga para pengajuan dapat ‘membantu siswa dalam mengembangkan
siswa di kelas tiga ke atas dapat melakukannya. (4). Para keyakinan dan kesukaan terhadap matematika, sebab ide-
siswa akan termotivasi untuk mempelajari materi-materi ide matematika siswa dicobakan untuk memahami masalah
yang diberikan dengan cepat dan akurat, dan tidak akan yang sedang dikerjakan dan dapat meningkatkan
bisa berbuat curang atau menemukan jalan pintas. (5). Para performannya dalam pemecahan masalah’. Selain itu
siswa akan dapat melakukan pengecekan satu sama lain, pembelajaran berbasis pengajuan masalah memiliki
sekalipun bila siswa yang mengecek kemampuannya ada di pengaruh positif pada siswa terhadap kemampuan
bawah siswa yang dicek dalam rangkaian pengajaran, dan memecahkan masalah dan memberikan kesempatan bagi
prosedur pengecekan akan cukup sederhana dan tidak guru untuk mengetahui sejauh mana proses pembelajaran
mengganggu si pengecek. (6). Programnya mudah dan pemahaman konsep matematika pada siswa (Pittalis,
dipelajari baik oleh guru maupun siswa, tidak mahal, et. al, 2004, p. 49-50).
fleksibel, dan tidak membutuhkan guru tambahan ataupun Dengan tugas pengajuan masalah siswa akan
tim guru. (7). Dengan membuat para siswa bekerja dalam berinteraksi dengan siswa lainnya sehingga akan membuat
kelompok-kelompok kooperatif, dengan status yang siswa menjadi lebih aktif. Hal ini sesuai yang dikemukakan
sejajar, program ini akan membangun kondisi untuk oleh Siswono (2002) bahwa pengajuan masalah
terbentuknya sikap-sikap positif terhadap siswa-siswa “merupakan salah satu bentuk komunikasi siswa dalam
mainstream yang kurang secara akademik dan di antara pembelajaran matematika”.
para siswa dari latar belakang ras atau etnik berbeda. Pengajuan masalah atau membuat sendiri
Langkah-langkah pada model pembelajaran TAI pertanyaan atau soal merupakan salah satu cara komunikasi
menurut Slavin (Huda, M., 2016 p. 200) adalah sebagai matematika siswa dengan model ekspresif. Model ekspresif
berikut: (1). Tes Penempatan; Siswa diberikan pre test. lebih mendesak untuk diterapkan di dalam kelas, sebab
Mereka ditempatkan pada tingkatan yang sesuai dalam dengan model tersebut siswa akan tertarik dan merasa
program individual berdasarkan kinerja mereka pada tes memiliki kegiatan belajar tersebut.
ini. (2). Tim; Dalam TAI, siswa dibagi ke dalam tim-tim Seperti yang dikatakan oleh Winkel (Budianti, et.
heterogen yang beranggotakan empat sampai lima orang. al., 2014, p. 72) bahwa proses belajar yang dialami oleh
(3). Materi; Siswa mempelajari materi pelajaran yang akan siswa menghasilkan perubahan-perubahan dalam bidang
pengetahuan dan pemahaman, dalam bidang nilai, sikap Teori kognitif menekankan pada pengaruh dari
dan keterampilan. Sehingga dengan membuat soal beserta kerja sama itu sendiri (apakah kelompok tersebut
jawabannya, maka pembelajaran akan lebih bermakna. mencoba meraih tujuan kelompok atau tidak). Ada
Menurut Silver. Silver (1996, p. 523) mengemukakan beberapa teori kognitif yang berbeda, yang terbagi
istilah problem posing yang diaplikasikan pada tiga bentuk menjadi dua kategori utama: teori pembangunan dan
aktivitas kognitif matematika yang berbeda, yaitu: teori elaborasi kognitif.
1. Pre-solution posing a. Teori Pembangunan
Pada presolution posing siswa membuat soal dari Piaget (Slavin, 2009, p. 37) mengatakan bahwa
situasi yang disajikan atau diberikan oleh guru. pengetahuan tentang perangkat sosial-bahasa,
2. Within-solution posing nilai-nilai, peraturan, moralitas, dan sistem simbol
Pada within-solution posing siswa merumuskan ulang (seperti membaca dan matematika) hanya dapat
soal seperti yang telah diselesaikan. dipelajari dalam interaksi dengan orang lain.
3. Post-solution posing Selain itu, banyak penganut paham Piaget (seperti
Pada pos-tsolution posing siswa memodifikasi tujuan Damon, Murray, Wadsworth) menyerukan untuk
atau syarat soal yang sudah sudah dipecahkan untuk meningkatkan penggunaan aktivitas kooperatif di
menghasilkan soal yang baru. sekolah. Menurut mereka, bahwa interaksi di
Pada penelitian tindakan kelas ini, peneliti antara siswa dalam tugas-tugas pembelajaran akan
menggunakan tipe Post-solution posing. Dimana nanti terjadi dengan sendirinya untuk mengembangkan
siswa diminta untuk membuat soal cerita seperti yang ada pencapaian prestasi siswa. Para siswa akan saling
pada latihan di LKS beserta penyelesaiannya. Kemudian belajar satu sama lain karena dalam diskusi
soal tersebut akan ditukar dengan temannya yang lain dan mereka mengenai konten materi, konflik kognitif
dicari penyelesaiannya. akan timbul, alasan yang kurang pas juga akan
Beberapa teori belajar yang mendukung penerapan keluar, dan pemahaman dengan kualitas yang
Model pembelajaran kooperatif tipe TAI pada lebih tinggi akan muncul (Slavin, 2009, p. 38).
Pembelajaran Matematika diantaranya yaitu: b. Teori Elaborasi Kognif
1. Teori Motivasi Menurut Slavin (2009, p. 38) salah satu cara
Dari perspektif motivasional, struktur tujuan elaborasi yang paling efektif adalah menjelaskan
kooperatif menciptakan sebuah situasi di mana satu- materi kepada orang lain. Penemuan Noreen
satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan Webb yang menemukan bahwa para siswa yang
pribadi mereka adalah jika kelompok mereka bisa paling banyak mendapatkan keuntungan dari
sukses (Slavin, 2009, p. 34). Oleh karena itu, untuk kegiatan kooperatif adalah mereka yang
meraih tujuan personal mereka, anggota kelompok memberikan penjelasan elaborasi kepada teman
harus membantu teman satu timnya untuk melakukan yang lain. Dalam penelitian Dansereau, para siswa
apa pun untuk membuat kelompok mereka berhasil, yang menerima penjelasan elaborasi belajar lebih
dan mungkin yang lebih penting, mendorong anggota banyak dari mereka yang belajar sendiri, tetapi
satu kelompoknya untuk melakukan usaha maksimal. tidak sebanyak siswa yang berperan sebagai
Deutstch dan Thomas mengemukakan bahwa pemberi penjelasan (Slavin, 2009, p. 40).
beberapa kajian telah menemukan bahwa ketika para Aktivitas siswa adalah kegiatan yang dilakukan
siswa bekerja bersama-sama untuk meraih sebuah siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Menurut
tujuan kelompok, membuat mereka mengekspresikan Sardiman (2001, p. 4) belajar adalah berbuat, berbuat untuk
norma-norma yang baik dalam melakukan apa pun mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak
yang diperlukan untuk keberhasilan kelompok ada belajar jika tidak ada aktivitas.
(Slavin, 2009, p. 35). Jadi jelas dengan adanya Diedrich (Kenan, 2014, p. 69) mengemukakan
penghargaan terhadap kelompok seperti yang ada aktivitas belajar dikelompokan dalam delapan jenis
dalam pembelejaran matematika yang menerapkan aktivitas belajar, yaitu: (1). Visual activities. (2). Oral
model Kooperatif tipe Team Assisted activities. (3). Listening activities. (4). Writing activities.
Individualization (TAI), siswa akan termotivasi untuk (5). Drawing activitis. (6). Motor activities. (7). Mental
saling membantu dan bekerjasama supaya tim atau activities (8). Emotional activities.
kelompok mereka berhasil. Respon merupakan tanggapan atau feedback
2. Teori Kognitif terhadap suatu peristiwa yang telah dialami seseorang.
proses pembelajaran dengan menerapkan model kooperatif Tabel 3. Persentase Keaktifan Kelas
tipe TAI dengan metode tugas pengajuan masalah. PKK (%) Keterangan
Pada soal evaluasi, terdiri dari delapan soal cerita ≤81-100 Sangat Tinggi
≤61-80 Tinggi
dan dua soal pengajuan masalah. Teknik analisis data untuk ≤41-60 Sedang
mengetahui sejauh mana kemampuan siswa dalam ≤21-40 Rendah
menyelesaikan tugas pengajuan masalah, maka evaluasi ≤20 Sangat Rendah
setiap siklus pada soal pengajuan masalah diambil skornya.
Siswa dikatakan lulus dalam tugas pengajuan masalah jika Hasil belajar siswa diperoleh dari evaluasi yang ada
siswa tersebut bisa membuat soal beserta jawabannya pada setiap siklus, kemudian diolah dengan mencari rata-
dengan benar pada soal nomor 5 dan 10 atau mendapatkan rata dan variansi. Hasil evaluasi siswa diperiksa dengan
skor ≥18 pada setiap soal nomor 5 dan 10 dengan skor rumus:
ideal 20 tiap soalnya.
Untuk mencari persentase siswa yang lulus tugas
pengajuan masalah menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
DSI : Daya serap individu
S : Skor yang telah diperoleh siswa
SM : Skor maksimal soal
Tabel 1. Persentase Tugas Pengajuan Masalah
Setelah didapatkan DSI dari semua siswa, peneliti
TPM (%) Keterangan
≤81-100 Sangat Tinggi kemudian mencari rata-rata dari hasil evaluasi tersebut.
≤61-80 Tinggi Menurut Windayana (2005, p. 96-97), rata-rata dari suatu
≤41-60 Sedang kelompok data dengan n ukuran adalah jumlah ukuran-
≤21-40 Rendah
≤20 Sangat Rendah ukuran itu dibagi oleh n. Penggunaan rata-rata hitung untuk
sampel bersimbol (dibaca: eks bar atau eks garis). Rata-
Hasil observasi aktivitas siswa yang menggunakan rata hitung berfungsi untuk mengetahui besarnya nilai rata-
skala satu sampai dengan empat, kemudian diolah melalui rata pada suatu data, baik data tunggal atau kelompok.
rata-rata dan persentase sebagai acuan untuk kemudian Perhitungan mean data tunggal dilakukan dengan cara
dideskripsikan secara kualitatif. Rumus untuk mencari rata- menunjukkan semua nilai data dibagi banyak data
rata aktifitas siswa sebagai berikut: dijabarkan dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
RA = Rata-rata aktivitas siswa
JS = Jumlah skor Keterangan:
TS = Total skor ideal
= rata-rata hitung/mean
xi = tanda kelas interval atau titik tengah kelas interval
Tabel 2. Aktivitas Siswa
n = frekuensi sesuai dengan tanda kelas
Rata-rata Keterangan
≤4 Sangat Aktif Jika nilai rata-rata semakin meningkat pada siklus
≤3 Aktif berikutnya, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
≤2 Cukup Aktif tersebut mengalami peningkatan. Tetapi jika nilai rata-rata
1 Tidak Aktif
semakin menurun pada siklus berikutnya, maka dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran tersebut belum berhasil.
Setelah dicari semua rata-rata aktivitas setiap siswa,
Setelah diketahui rata-rata hasil evaluasi, barulah
barulah dicari persentase keaktifan kelas. Rumus untuk
peneliti menganalisis apakah pembelajaran merata atau
mencari persentase keaktifan kelas adalah:
tidak dengan mencari variansinya. Menurut Windayana, et
al (2005, p. 102-104) variansi adalah kuadrat dari standar
deviasi. Variansi berfungsi untuk mengetahui homogenitas
Keterangan:
daya serap siswa. Jika variansi semakin menurun pada
SA = Jumlah siswa aktif dan sangat aktif
siklus berikutnya, maka dapat disimpulkan bahwa
JS = Jumlah siswa
homogenitas perolehan nilainya semakin bagus. Artinya
nilai siswa yang berada di kisaran nilai rata-rata Data angket respon siswa dianalisis dengan
penyebarannya hampir rata. Tetapi jika variansinya menggunakan persentase dengan rumus Riduwan (Tofan,
semakin meningkat maka homogenitas perolehan nilainya 2016, p. 57) sebagai berikut:
semakin tidak bagus. Artinya nilai yang diperoleh siswa
rentangnya berjauhan dari kisaran nilai rata-rata. Berikut
adalah rumus menghitung variansi: Keterangan :
DP : Deskriptif Persentase (%)
S2 = n : Skor yang diperoleh
N : Skor ideal
Keterangan:
Hasil penghitungan persentase angket respon siswa
S2 : variansi
kemudian diinterpretasikan ke dalam tabel berikut:
: rata-rata hitung/mean
x : nilai data Tabel 6. Persentase Angket
n : frekuensi sesuai dengan tanda kelas Persentase Angket (%) Keterangan
Setelah peneliti mendapatkan data DSI, rata-rata dan ≤81-100 Sangat baik
≤61-80 Baik
variansi, selanjutnya mencari ketuntasan klasikal. Menurut ≤41-60 Cukup Baik
Depdiknas (Tofan, 2016, p. 57) ketuntasan klasikal dapat ≤21-40 Tidak Baik
diketahui dengan menggunakan rumus: ≤20 Sangat Tidak Baik
Persentase keaktifan kelas pada pertemuan yang aktif. Hasil observasi menunjukan bahwa rata-
pertama hanya mencapai 54% (kategori sedang). Ini rata persentase aktivitas siswa pada siklus I sebesar
dikarenakan siswa canggung dengan kehadiran 63% (kategori tinggi) dan siklus II sebesar 83%
observer. Selain itu, siswa belum terbiasa belajar (kategori sangat tinggi). Data tersebut menunjukan
dengan cara berkelompok sehingga aktivitas diskusi bahwa pada siklus II rata-rata persentase aktivitas
kelompok yang aktif hanya tim pengecek saja. siswa sudah mencapai indikator keberhasilan
Persentase keaktifan kelas pada pertemuan kedua penelitian. Dimana indikator keberhasilan penelitian
mencapai 73% (kategori tinggi). Pada pertemuan adalah persentase keaktifan kelas mencapai ≥ 70%.
kedua ini siswa sudah mulai terbiasa dengan 3. Hasil belajar
kehadiran observer dan sudah banyak siswa yang Hasil belajar siswa pada evaluasi siklus I
berani bertanya dan mengungkapkan pedapat saat persentase ketuntasan klasikal menunjukan 64%
berdiskusi. Meskipun begitu, masih terlihat ada dengan nilai rata-rata 70,09 dan variansi 575,
persaingan individu dalam kelompok. Terlihat dari sedangkan pada siklus II menunjukkan sebanyak 75%
beberapa siswa yang masih menutupi pengerjaan LKS dengan nilai rata-rata 79,61 dan variansi 292. Pada
1 dengan bukunya. Rata-rata persentase keaktifan siklus II ini rata-rata evaluasi mengalami kenaikan
kelas pada siklus I mencapai 63% dan masuk dalam dari siklus sebelumnya sebesar 9,25 sedangkan
kategori tinggi. variansi mengalami penurunan sebesar 283, ini
3. Hasil belajar menunjukan bahwa perolehan nilai evaluasi siswa
Persentase ketuntasan klasikal pada evaluasi pada siklus II lebih merata dari pada siklus I. Pada
siklus I mencapai 64% atau ada 18 orang siswa yang siklus II ini persentase ketuntasan klasikal mengalami
telah lulus KKM dengan nilai rata-rata 70,09 dan peningkatan dari siklus I sebesar 11%. Ini
variansi 575. menunjukan bahwa salah satu indikator keberhasilan
4. Respon Siswa penelitian sudah terpenuhi. Dimana indikator
Persentase angket pada siklus I pertemuan keberhasilan penelitian tersebut adalah adanya
pertama mencapai 70% dan pada pertemuan kedua peningkatan persentase ketuntasan klasikal dari siklus
respon siswa mencapai 82% siswa yang merespon sebelumnya dan persentase ketuntasan klasikal
sangat baik dan baik terhadap pembelajaran yang mencapai mencapai ≥ 75%. Untuk lebih jelasnya
menerapkan model kooperatif tipe Team Assited berikut peneliti sajikan tabel rata-rata evaluasi siswa,
Individualization (TAI) berbasis tugas pengajuan variansi evaluasi siswa dan persentase ketuntasan
masalah. Pada siklus I ini, rata-rata persentase angket klasikal.
mencapai 77% atau masuk dalam katergori baik.
Hasil penelitian pada siklus II yang dilakukan oleh Tabel 7. Rekafitulasi Evaluasi Siklus I dan Siklus II
peneliti dan guru yang berperan sebagai pengajar maupun Belajar Siklus I Siklus II
sebagai observer 2 dan observer 3 adalah sebagai berikut: Rata-rata Evaluasi 70,09 79,61
Variansi Evaluasi 575 292
1. Tugas Pengajuan Masalah Persentase Ketuntasan 64% 75%
Pada evaluasi siklus II, persentase siswa yang Klasikal
lulus tugas pengajuan masalah mencapai 68% dengan
kategori tinggi. Ini menunjukan bahwa indikator 4. Respon
keberhasilan penlitian sudah tercapai dengan Rata-rata respon siswa pada siklus I mencapai
indikator keberhasilan siswa yang lulus tugas 73% siswa yang merespon sangat baik dan baik
pengajuan masalah sebanyak ≥ 65% siswa. Pada terhadap pembelajaran yang menerapkan model
siklus II ini persentase siswa yang bisa membuat soal kooperatif tipe Team Assited Individualization (TAI)
cerita beserta jawabannya dengan benar mengalami berbasis tugas pengajuan masalah. Respon siswa pada
peningkatan dari siklus I sebesar 9,25%. siklus II pertemuan pertama respon siswa mencapai
2. Aktivitas Siswa 86% siswa dan pada pertemuan kedua mencapai 96%.
Pada siklus II pertemuan pertama persentase Dengan begitu rata-rata respon siswa pada siklus II ini
keaktifan kelas mencapai 80% dan pada pertemuan mencapai 91% sehingga respon siswa pada siklus II
kedua mencapai 87%. Dari kedua pertemuan pada ini sudah mencapai indikator keberhasilan dengan
siklus II ini didapat rata-rata persentase keaktifan indikator keberhasilan respon siswa mencapai ≥ 70%.
kelas mencapai 83% (kategori sangat tinggi) siswa
Dari hasil analisis, menunjukkan bahwa penerapan keberhasil. Pada siklus II persentase siswa yang bisa
model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted membuat soal beserta jawaban dengan benar
Individualization (TAI) berbasis tugas pengajuan masalah mengalami kenaikan sebesar 9,25% dari siklus I. Hal
pada siklus II ini semua indikator keberhasilan penelitian ini sesuai yang dikemukakan oleh Winkel (Budianti,
sudah tercapai, sehingga penelitian dihentikan. Dengan et. al., 2014, p. 72) bahwa proses belajar yang
demikian penerapan model pembelajaran kooperatif tipe dialami oleh siswa menghasilkan perubahan-
Team Assisted Individualization (TAI) berbasis tugas perubahan dalam bidang pengetahuan dan
pengajuan masalah dapat meningkatkan kemampuan pemahaman, dalam bidang nilai, sikap dan
menyelesaikan soal cerita materi pecahan pada siswa kelas keterampilan. Sehingga dengan membuat soal beserta
5 SDN Hegarmanah. jawabannya, maka pembelajaran akan lebih
Fokus penelitian pada penerapan model bermakna.
pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted 2. Aktivitas siswa
Individualization (TAI) berbasis tugas pengajuan masalah Aktivitas siswa adalah kegiatan yang dilakukan
ini ada 4 yaitu: kemampuan siswa dalam menyelesaikan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
tugas pengajuan masalah, aktivitas siswa selama proses Hamalik mengemukakan aktivitas merupakan
pembelajaran, hasil belajar siswa dan respon siswa prinsip atau asas yang sangat penting dalam proses
terhadap pembelajaran yang menerapkan model Team pembelajaran, karena tidak akan ada proses belajar
Assisted Individualization (TAI) berbasis tugas pengajuan jika tidak ada aktivitas (Febrianti, et. al., 2012, p.
masalah. Masing-masing akan dijelaskan dengan uraian 43). Ini terlihat pada penerapan model Team Assisted
sebagai berikut: Individualization (TAI) berbasis tugas pengajuan
1. Tugas Pengajuan Masalah masalah pada siklus I dimana rata-rata persentase
Pada model pembelajaran kooperatif tipe TAI keaktifan kelas mencapai 63% (kategori tinggi)
berbasis tugas pengajuan masalah siswa dituntut berimplikasi pada hasil belajar lebih rendah
untuk bisa membuat soal berikut jawabannya yaitu dibandingkan dengan siklus II yang rata-rata
problem posing tipe Post-solution posing. Menurut persentase keaktifan kelas mencapai 83% siswa aktif
Silver problem posing tipe Post-solution posing (kategori sangat tinggi). Pada siklus II ini aktivitas
adalah siswa membuat soal dengan memodifikasi siswa sudah mencapai indikator keberhasilan dimana
tujuan atau syarat soal yang sudah sudah dipecahkan rata-rata persentase keaktifan kelas mencapai 83%.
untuk menghasilkan soal yang baru (1996, p. 523). Pada pembelajaran yang menerapkan model
Tugas pengajuan masalah dapat membuat siswa Team Assisted Individualization (TAI) berbasis tugas
merasa tertantang ketika soal yang telah dibuat pengajuan masalah, siswa akan belajar dalam
tersebut akan diberikan kepada temannya untuk dicari kelompok heterogen dimana siswa dituntut untuk
jawabannya. Ini sesuai yang dikemukakan oleh memperhatikan pendapat anggota kelompoknya,
Siswono (2008) bahwa pengajuan masalah (problem bertanya, berpendapat dan membatu anggota
posing) mempunyai pengaruh positif terhadap kelompoknya yang kesulitan sehingga pembelajaran
kemampuan memecahkan masalah dan sikap siswa akan lebih bermakna. Hal ini sesuai yang
terhadap matematika. Sehingga tugas pengajuan dikemukakan oleh Rusman bahwa ‘pembelajaran
masalah pada pembelajaran matematika, siswa akan akan lebih bermakna jika siswa diberi kesempatan
merasa tertantang dan tidak merasa bosan dalam untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas kegiatan
belajar matematika. Ini terlihat dari hasil repson siswa pembelajaran, sehingga siswa mampu
pada soal angket nomor 5 dan 6 (lembar angket mengaktualisasikan kemampuannya di dalam dan di
terlampir). luar kelas’ (Saepuloh, 2016, p. 36).
Persentase siswa yang bisa membuat soal cerita 3. Hasil belajar siswa
berikut jawabannya dengan benar pada siklus I Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
mencapai 54% siswa (kategori sedang) dan pada TAI berbasis tugas pengajuan masalah dalam
siklus II persentase siswa yang bisa membuat soal pembelajaran matematika dapat membimbing siswa
cerita berikut jawabannya dengan benar menunjukkan mencapai hasil belajar yang optimal. Dalam proses
68% siswa (kategori tinggi). Pada siklus II ini pembelajarannya siswa berdiskusi dalam mempelajari
persentase siswa yang bisa membuat soal beserta materi yang telah disediakan dan siswa yang
jawaban dengan benar sudah mencapai indikator mempunyai kemampuan tinggi memberikan
pelayanan tutor sebaya kepada temannya yang melalui sebuah pengamatan terlebih dahulu. Respon siswa
memiliki kemampuan rendah. Ini sesuai dengan yang terhadap pembelajaran dengan menerapkan model
dikemukakan oleh Ibrahim et. al. (2007) bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TAI berbasis tugas pengajuan
pembelajaran kooperatif memberikan keuntungan masalah diukur dengan menggunakan angket.
bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi maupun Berdasarkan hasil angket, rata-rata persentase
siswa yang memiliki kemampuan rendah. Sehingga angket pada siklus I mencapai 77% (kategori baik) dan
siswa yang memiliki kemampuan tinggi akan pada siklus II mencapai 91% (kategori sangat baik).
bertambah pengetahuannya karena memberikan Artinya pembelajaran dengan menerapkan model
pelayanan tutor sebaya kepada temannya. Sebaliknya pembelajaran model Team Assisted Individualization (TAI)
siswa yang mempunyai kemampuan rendah akan berbasis tugas pengajuan masalah mendapat respon yang
mendapatkan pengetahuan yang lebih yang didapat sangat baik dari siswa.
dari temannya.
Model pembelajaran kooperatif tipe TAI SIMPULAN DAN SARAN
memberikan ruang banyak bagi guru untuk bisa lebih fokus
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada
membimbing kelompok yang kesulitan dalam mengerjakan
bab IV tentang penelitian tindakan kelas yang menerapkan
tugas. Seperti yang dikemukakan oleh Slavin (2009) bahwa
model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted
guru akan menghabiskan separuh dari waktunya untuk
Individualization) berbasis tugas pengajuan masalah
mengajar kelompok-kelompok kecil. Selain itu pada model
terbukti dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan
pembelajaran kooperatif tipe TAI ada tahap recognition
soal cerita pada materi pecahan. Tugas pengajuan masalah
atau penghargaan kelompok, sehingga siswa termotivasi
yaitu membuat soal cerita beserta jawaban yang benar
untuk saling membantu supaya kelompok mereka bisa
mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Pada
masuk dalam katergori kelompok istimewa. Ini sesuai yang
siklus I persentase tugas pengajuan masalah mencapai 54%
dikemukakan oleh Slavin (2009) bahwa struktur tujuan
sedangkan pada siklus II mencapai 68%. Persentase
kooperatif menciptakan sebuah situasi di mana satu-
keaktifan kelas mengalami peningkatan dari siklus I ke
satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan pribadi
siklus II. Rata-rata persentase keaktifan kelas pada siklus I
mereka adalah jika kelompok mereka bisa sukses. Selain
mencapai 63% dan mengalami peningkatan pada siklus II
itu, dengan pembelajaran model kooperatif tipe TAI
mencapai 83%.. Adanya peningkatan persentase ketuntasan
membuat siswa bekerja sama dan saling bergantung satu
klasikal pada setiap siklus. Persentase ketuntasan klasikal
sama lain dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Karena
pada siklus I mencapai 64% dan pada siklus II mencapai
keberhasilan setiap individu merupakan keberhasilan
75%.. Rata-rata persentase angket menunjukan adanya
kelompok. Ini sesuai dengan yg dikemukakan oleh Ibrahim
peningkatan dari siklus I ke siklus II. Rata-rata persentase
et. al. (2007) model pembelajaran kooperatif akan
angket pada siklus I sebesar 77% dan pada siklus II sebesar
memberikan peluang kepada semua siswa yang berbeda
91%.
latar belakang dan kondisi sosialnya karena berbasis
Dari hasil penelitian bahwa pembelajaran
pembelajaran kooperatif siswa akan saling bergantung satu
matematika dengan menerapkan model pembelajaran
sama lain atas tugas-tugas bersama.
kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization)
Dari hasil evaluasi pada siklus I persentase
berbasis tugas pengajuan masalah, peneliti memberikan
ketuntasan klasikal mencapai 64% (kategori tinggi) dan
saran yaitu dalam pembelajaran matematika khususnya
pada siklus II persentase ketuntasan klasikal mencapai 75%
soal cerita pecahan, guru hendaknya menerapkan model
(kategori baik) dan mengalami peningkatan dari siklus
pembelajaran kooperatif tipe TAI berbasis tugas pengajuan
sebelumnya sebesar 11%, sehingga hasil belajar pada
masalah yang terbukti dapat meningkatkan kemampuan
siklus II ini sudah mencapai indikator keberhasilan.
siswa dalam menyelesaikan soal cerita materi pecahan pada
4.Respon siswa
siswa kelas 5 SD.
Ahmadi (Sukron, 2016) yang menyatakan respon
adalah ‘gambaran ingatan dan pengamatan yang mana
objek yang telah diamati tidak lagi berada dalam ruang dan DAFTAR PUSTAKA
waktu pengamatan’ (p. 41). Sedangkan menurut Kartono Awofala, A.O.A., et. al. (2013). Effects of Framing and
(Sukron, 2016) bahwa ‘repon bisa diidentifikasikan sebagai Team Assisted Individualised Instructional
gambaran ingatan dari pengamatan’ (p. 41). Berdasarkan Strategies on Senior Secondary School Students’
pendapat tersebut jelaslah bahwa terjadinya respon harus Attitudes Toward Mathematics. Actjx Didactica
Napocensia. 6(1), 1-22. Retrived
http://eric.ed.gov/?q=team+assisted&id=EJ1053
630
Budiyanti, et. al. (2014). Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted
Individualization) Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Mata Pelajaran Sains Pada Siswa Kelas
IV SDN 3 Labuan Panimba. Jurnal Kreatif
Tadulako Online, 4(8), 71-80. Retrived
http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=vi
ewarticle&article=277203
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003, Tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. (2006), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Dediknas: Jakarta.
Huda, M., (2015). Model-Model Pengajaran dan
Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ibrahim, et. al. (2007). Pembelajaran Kooperaif. Surabaya:
UNESA
Indra, S., et. al. (2015). Efektivitas Team Assisted
Individualization untuk Mengurangi
Prokrastinasi Akademik. Jurnal Edukasi. 1(2).
175-189. Retrived
https://doaj.org/article/602e8bf4246547ea87d51
5ce7a90c608
Poerwadarminta, WJS. (2002). Kamus Umum Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Sengul, S., & Katranci, Y., (2012). Problem solving and
problem posing skills of prospective
mathematics teachers about the ‘sets’ subject.
Procedia-Social and Behavioral Sciences. 69,
1650-1655.
Silver, E., & Cai, J. (1996). An Analysis of Mathematic
Problem Posing by Midle School Students.
Journal for Research in Mathematics
Educations. 27(5). November 1996. 521-539.
Siswono, T. Y. E. (2002). Proses Berpikir Siswa dalam
Pengajuan Soal. Jurnal Nasional
“MATEMATIKA, Jurnal Matematika atau
Pembelajarannya”,
Tamah, S.M., (2014). Assessment In A Cooperative
Learning Class. PASAA. 47. 199-213. Retrieved
https://eric.ed.gov/?q=cooperative+learning&ft=
on& id= EJ1077902
Slavin, R.E. (2009). Cooperative Learning Teori, Riset,
dan Praktik. Terj. Nurulita. Bandung: Nusa
Media. (Buku asli diterbitkan 2005).