2757 7987 1 SM
2757 7987 1 SM
2757 7987 1 SM
SOLECHAN
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
[email protected]
Abstract
This study aims to determine the role of the ombudsman as the organizing body of public service
delivery in Indonesia. The study is a normative legal research that is analyzed using qualitative
analysis. The results of the research show that the Ombudsman as the supervisory body of the
public service providers in the implementation of their role to support good governance, perform
their duties by receiving Report / complaint of every Indonesian citizen or residents to the
alleged maladministration conducted by the state organizer. Based on the results of substantive
examination, the Ombudsman may conduct written clarification, field investigation or summons.
Ombudsman examination results can be: a. refuse report, or b. receive reports and make
recommendations. In addition, the Ombudsman may engage in mediation / conciliation to obtain
agreement among the parties, as well as undertake special adjudication relating to the settlement
of damages if it can not be resolved through mediation and conciliation. In supervising public
services, in addition to receiving reports from the public, the Ombudsman may also undertake its
own initiative through a systemic review whose results may be recommendations. To ensure
compliance with the Ombudsman's resolution by the Reported Party or the Reported Party's
Supervisor, the Ombudsman conducts direct and in-stream monitoring through media /
publications and submits periodic and annual reports to the President of the Republic of
Indonesia and the House of Representatives.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran ombudsman sebagai badan pengawasa
penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia. Penelitian merupakan penelitian hukum
normatif yang dianalisis menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa
Ombudsman sebagai badan pengawas penyelenggara pelayanan publik dalam pelaksanaan
perannya untuk mendukung good governance, menjalankan tugasnya dengan cara menerima
Laporan/pengaduan setiap Warga Negara Indonesia atau penduduk terhadap dugaan
maladministrasi yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Berdasarkan hasil pemeriksaan
substantif maka Ombudsman dapat melakukan klarifikasi tertulis, investigasi lapangan maupun
pemanggilan. Hasil pemeriksaan Ombudsman dapat berupa: a. menolak laporan, atau b.
menerima laporan dan memberikan rekomendasi. Selain itu Ombudsman dapat melakukan
mediasi/konsiliasi untuk memperoleh kesepakatan di antara para pihak, dan juga melakukan
ajudikasi khusus yang berkaitan dengan penyelesaian ganti rugi apabila tidak dapat diselesaikan
melalui mediasi dan konsiliasi. Dalam melakukan pengawasan pelayanan publik, selain
menerima Laporan dari masyarakat, Ombudsman juga dapat melakukan atas inisiatif sendiri
melalui systemic review yang hasilnya dapat berupa rekomendasi/saran. Untuk memastikan
ditaatinya upaya penyelesaian Ombudsman oleh Terlapor atau Atasan Terlapor, maka
Ombudsman melakukan monitoring langsung maupun melalui media/publikasi serta
menyampaikan laporan berkala dan tahunan kepada Presiden Reublik Indonesia dan Dewan
Perwakilan Rakyat.
A. Latar Belakang
Penjelasan umum Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
dinyatakan bahwa negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara melalui
suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik
yang prima dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas
barang publik, jasa publik, dan pelayanan administratif. Selanjutnya dinyatakan bahwa
dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik masih dihadapkan pada kondisi yang belum
sesuai dengan kebutuhan dan perubahan di berbagai bidang kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Hal tersebut bisa disebabkan oleh ketidaksiapan untuk menanggapi
terjadinya transformasi nilai yang berdimensi luas serta dampak berbagai masalah
pembangunan yang kompleks. Sementara itu tatanan baru masyarakat Indonesia dihadapkan
pada harapan dan tantangan global yang dipicu oleh kemajuan di bidang ilmu pengetahuan,
informasi, komunikasi, transportasi, investasi, dan perdagangan.
Penyelenggaraan pelayanan publik yang prima sangat diharapkan oleh segenap
lapisan masyarakat. Hal tersebut patut dipahami karena sampai saat ini masyarakat seringkali
masih menerima pelayanan yang buruk dari penyelenggara negara dan pemerintahan
sehingga dapat menimbulkan kerugian materiil maupun immateriil bagi masyarakat maupun
orang perorangan. Ketidakpuasan masyarakat maupun orang perorangan terhadap
penyelenggaraan pelayanan publik tersebut banyak diadukan kepada Ombudsman Republik
Indonesia.
Hal-hal mengenai proses seleksi penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS),
pengurusan perizinan, penanganan sengketa pertanahan maupun sengketa ketenagakerjaan,
maupun hal-hal lain yang berhubungan dengan penyelenggaraan pelayanan publik, bahkan
yang terakhir kasus penangkapan dan pemeriksaan wakil ketua Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) non aktif Bambang Widjojanto oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Keberanian masyarakat untuk melaporkan perilaku penyelenggara pelayanan publik yang
tidak memuaskan masyarakat tersebut tidak dapat dipungkiri merupakan imbas dari adanya
keterbukaan publik dan perkembangan teknologi informasi sehingga tuntutan agar
penyelenggara pelayanan publik memberikan pelayanan yang prima menjadi sesuatu yang
tidak mustahil.
Ombudsman Republik Indonesia merupakan lembaga pengawas eksternal yang
keberadaannya diharapkan mampu mengontrol tugas penyelenggara negara dan
pemerintahan dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan penegakan hukum. Ombudsman
Republik Indonesia menangani pengaduan pelayanan publik yang dalam menjalankan tugas
dan wewenangnya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya. Undang-undang Nomor 37
Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia menjadi dasar pembentukan
Ombudsman Republik Indonesia, walaupun pada masa pemerintahan Presiden Abdurahman
Wahid berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 telah dibentuk Komisi
Ombudsman Nasional.
1
Mediya Lukman, Badan Layanan Umum dari Birokrasi Menuju Korporasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013),
halaman 5
2
Ibid, halaman 244.
3
H.A. Muin Fahmal, op cit halaman 61
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka akan dilakukan penelitian dengan judul:
“Kajian Yuridis Terhadap Peran Ombudsman Sebagai Badan Pengawas Penyelenggaraan
Pelayanan Publik Dalam Mendukung Terwujudnya Good Governance.”
2. Perumusan Masalah
Penelitian ini akan mengajukan permasalahan sebagai berikut: bagaimanakah
pelaksanaan peran Ombudsman sebagai badan pengawas penyelenggaraan pelayanan publik
dalam mendukung terwujudnya good governance. Apakah hambatan-hambatan yang timbul
dalam pelaksanaan peran Ombudsman untuk mendukung terwujudnya good governance.
Upaya-upaya apakah yang dilakukan oleh Ombudsman untuk mengatasi hambatan-
hambatan tersebut?
B. Tinjauan Pustaka
4
SF Marbun dan Moh. Mahfud MD, Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: Liberty, 1987),
halaman 45
5
W Riawan Tjandra, Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya, 2008),
halaman 9.
6
Ibid, halaman 11-12
2. Wewenang Pemerintahan
Bagir Manan sebagaimana dikutip oleh Ridwan HR berpendapat bahwa wewenang
dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya
menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Dalam hukum wewenang sekaligus
berarti hak dan kewajiban (rechten en plichten). 7
Menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
Pasal 1 angka 5, wewenang adalah “hak yang dimiliki oleh badan dan/atau pejabat
pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk mengambil keputusan dan/atau
tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.” Dalam negara hukum, wewenang
pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Secara teoritik,
kewenangan yang bersumber dari peraturan peraturan perundang-undangan tersebut
diperoleh melalui tiga cara yaitu atribusi, delegasi, dan mandat. Menurut HD van
Wijk/WillemKonijnenbelt sebagaimana dikutip oleh Ridwan HR, atribusi, delegasi, dan
mandat didefinisikan sebagai berikut:8.
a. atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada
organ pemerintahan.
b. delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan
kepada organ pemerintahan lainnya.
c. mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh
organ lain atas namanya.
Dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,
kewenangan pemerintahan yang selanjutnya disebut sebagai kewenangan menurut Pasal 1
angka 6 adalah: “kekuasaan badan dan/atau pejabat pemerintahan atau penyelenggara negara
lainnya untuk bertindak dalam ranah hukum publik.” Selanjutnya Pasal 8 ayat (2) mengatur
bahwa: “Badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam menggunakan wewenang wajib
berdasarkan peraturan perundang-undangan dan AUPB.” Kewenangan yang dimiliki oleh
badan dan/atau pejabat pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya menurut Pasal 11
diperoleh melalui atribusi, delegasi, dan/atau mandat.
Dalam kajian Hukum Administrasi Negara, mengetahui sumber dan cara memperoleh
wewenang organ pemerintahan ini penting karena berkenaan dengan pertanggungjawaban
hukum dalam penggunaan wewenang tersebut, seiring dengan salah satu prinsip dalam
negara hukum: “Tidak ada kewenangan tanpa pertanggungjawaban.” Dalam hal atribusi,
penerima wewenang dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang
sudah ada, dengan tanggung jawab intern dan ekstern pelaksanaan wewenang yang
diatribusikan sepenuhnya berada pada penerima wewenang (atributaris). Pada delegasi tidak
ada penciptaan wewenang, yang ada hanya pelimpahan wewenang dari pejabat yang satu
kepada pejabat lainnya. Tanggung jawab yuridis tidak lagi berada pada pemberi delegasi
(delegans) tetapi beralih pada penerima delegasi (delegataris). Sementara pada mandat,
penerima mandat (mandataris) hanya bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat
(mandans), tanggung jawab akhir keputusan yang diambil mandataris tetap berada pada
mandans. 9
Bagi negara yang bersifat welfare state, asas legalitas saja tidak cukup sehingga
dibutuhkan adanya kebebasan bertindak (freies ermessen/diskresi) dari pemerintah untuk
lebih mengutamakan keefektifan tercapainya suatu tujuan (doelmatigheid) yaitu memberikan
pelayanan umum atau mengusahakan kesejahteraan rakyat di samping tentunya tetap
7
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2013), halaman 99
8
ibid, halaman 102
9
Ibid, halaman 105-106
C. METODE PENELITIAN
Menurut Soerjono Soekanto: “Penelitian hukum adalah sebagai kegiatan ilmiah yang
didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk
mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisa untuk
kemudian mengadakan sesuatu pemecahan atas permasalahanyang timbul pada gejala yang
bersangkutan.”
Penelitian hukum dengan judul “Kajian Yuridis terhadap Peran Ombudsman sebagai
Badan Pengawas Penyelenggaraan Pelayanan Publik dalam Mendukung Terwujudnya Good
10
S.F. Marbun, Hukum Administrasi Negara II, (Yogyakarta: FH UII Press, tahun 2013), halaman 1-2
Governance” ini membutuhkan data-data yang akurat, baik data primer maupun data
sekunder. Data-data tersebut dimaksudkan untuk mendukung penyusunan penulisan hukum
ini sehingga dapat memenuhi syarat secara kualitatif maupun kuantitatif. Oleh karena itu
diperlukan adanya metode penelitian tertentu.
D. PEMBAHASAN
11
Galang Asmara, Ombudsman Republik Indonesia dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia,
(Surabaya: Laksbang Yustisia, 2012), halaman 9
Menurut R.M. Surachman dan Antonius Sujata, “dalam bahasa Swedia, arti “ombud”
sebenarnya adalah “wakil”sah seseorang, sehingga pengacara yang bertindak untuk
kliennyadi depan pengadilanpun adalah “ombud” kliennya.” 12
Menurut Paulus Effendi Lotulung, arti kata secara harfiah istilah “Ombudsman” itu
berarti wakil atau kuasa yang diserahi kepercayaan, dalam hal ini ialah wakil atau kuasa dari
Parlemen yang diserahi kepercayaan melakukan kontrol terhadap Pemerintah.13
Menurut S.F. Marbun, pengawasan dapat ditinjau dari berbagai segi, antara lain segi
ekonomi atau manajemen dan segi hukum. Dari segi manajemen, pengawasan diperlukan
untuk menjamin agar suatu kegiatan organisasi berjalan sesuai dengan rencana (planning)
sehingga tujuan organisasi tercapai. Di samping itu, pengawasan juga untuk menjaga agar
fungsi pemerintahan berjalan dengan baik dan terjamin penerapan tata kelola pemerintahan
yang baik (good governance). Dengan demikian pengawasan dapat memperkecil hambatan
yang terjadi dan segera melakukan perbaikan.
Dari segi hukum administrasi, pengawasan diperlukan untuk menjamin agar
pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan berjalan sesuai dengan norma hukum atau
ketentuan peraturan perundang-undangan dan perlindungan hukum bagi rakyat atas sikap
tindak badan/pejabat tata usaha negara dapat diupayakan. 14
Tujuan pokok dari pengawasan (kontrol) adalah untuk menghindari terjadinya
kekeliruan-kekeliruan, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, sebagai suatu
usaha preventif, atau juga untuk memperbaikinya apabila sudah terjadi kekeliruan itu,
sebagai suatu usaha represif. 15
Selanjutnya ia menyatakan bahwa ada beberapa macam bentuk kontrol yang dapat
dibedakan dari beberapa segi, yaitu: 16
1 Segi kedudukan dari badan/organ yang melaksanakan kontrol itu terhadap badan/organ
yang dikontrol, yang dibedakan sebagai kontrol intern dan kontrol ekstern. Kontrol intern
berarti bahwa pengawasan itu dilakukan oleh suatu badan yang secara
organisatoris/struktural masih termasuk dalam lingkungan pemerintah sendiri.
Pengawasan tersebut disebut juga kontrol teknis-administratif atau lazim disebut pula
sebagai suatu bentuk “built-in control”. Sebaliknya, kontrol ekstern adalah pengawasan
yang dilakukan oleh organ atau lembaga-lembaga yang secara organisatoris/struktural
berada di luar pemerintah dalam arti eksekutif.
2 Segi saat/waktu dilaksanakannya suatu kontrol atau pengawasan, dibedakan dalam dua
jenis yaitu Kontrol A-Priori dan Kontrol A-Posteriori. Kontrol A-Priori adalah bilamana
pengawasan itu dilakukan sebelum dikeluarkannya suatu keputusan atau ketetapan
pemerintah ataupun peraturan lainnya yang pengeluarannya memang menjadi wewenang
pemerintah. Dalam hal ini tampak jelas unsur preventif dari maksud kontrol itu, sebab
tujuan utamanya adalah untuk mencegah atau menghindari terjadinya kekeliruan.
Sebaliknya, Kontrol A-Posteriori adalah bilamana pengawasan itu baru terjadi sesudah
dikeluarkannya keputusan. Dengan kata lain, arti pengawasan di sini adalah
dititikberatkan pada tujuan yang bersifat korektif dan memulihkan suatu tindakan yang
keliru.
12
R.M. Surachman dan Antonius Sujata, Ombudsman Indonesia di Tengah Ombudsman Internasional, Sebuah
Antologi, (Jakarta: Komisi Ombudsman Nasional, 2002), halaman 2
13
Paulus Effendie Lotulung, Seri ke-I Perbandingan Hukum Administrasi – Beberapa Sistem tentang Kontrol
Segi Hukum terhadap Pemerintah, (Jakarta: PT. Bhuana Pancakarsa, 1986), halaman 76
14
S.F. Marbun, Op cit, halaman 2
15
Paulus Effendi Lotulung, Op cit, halaman xv
16
Loc cit, halaman xv-xvi
3 Segi sifat kontrol itu terhadap obyek yang diawasi, dibedakan menjadi dua yaitu kontrol
segi hukum (rechmatigheidstoetsing) dan kontrol segi kemanfaatan
(doelmatigheidstoetsing). Kontrol segi hukum dimaksudkan untuk menilai segi-segi atau
pertimbangan yang bersifat hukumnya saja (segi legalitas), yaitu segi “rechmatigheid”
dari perbuatan pemerintah. Sedangkan kontrol segi kemanfaatan menilai pada benar
tidaknya perbuatan pemerintah itu ditinjau dari segi/pertimbangan kemanfaatan
(oportunitas), yaitu segi “doelmatigheid.”
2.) Keteladanan
Menjadi teladan dan pelopor dalam prinsip keterbukaan, kesederajatan, tidak
memihak, serta pelopor dalam pembaharuan dan selalu konsisten dalam
keputusan.
3) Kesetaraan
Mempelopori adanya kesetaraan dan selalu membuka akses bagi setiap orang
tanpa memandang status ekonomi, keluarga, bahasa, agama, kesukuan dan ras,
termasuk juga tidak memandang dari segi kondisi fisik, jenis kelamin, umur
ataupun status perkawinan.
4) Pemberdayaan Masyarakat
Mendorong dan membantu masyarakat yang menggunakan sarana publik dalam
mencari pemecahan bagi setiap masalahnya.
5) Pembelajaran yang Berkesinambungan
Menjadi pelopor dan pendorong dalam hal pembelajaran yang berkesinambungan
bagi setiap staf, pemerintah dan masyarakat.
6) Kerjasama
Selalu menggunakan prinsip-prinsip kerjasama, empati dan niat baik dalam setiap
tugas.
7) Kerjasama Tim
Mengkombinasikan perbedaan latar belakang dan pengalaman dalam mencapai
satu tujuan dan komitmen untuk sukses.
Dalam menjalankan tugasnya Ombudsman Republik Indonesia selalu
berdasarkan pedoman dasar dan etika sebagai berikut:
1) Integritas
Bersifat mandiri, tidak memihak, adil, tulus dan penuh komitmen, menjunjung
tinggi nilai-nilai moral dan budi pekerti serta melaksanakan kewajiban, agama
dengan baik.
2) Pelayanan kepada Masyarakat
Memberikan pelayanan kepada masyarakat secara cepat dan efektif agar
mendapat kepercayaan dari masyarakat sebagai institusi publik yang benar-benar
membantu peningkatan penyelenggaraan kepentingan masyarakat sehari-hari.
3) Saling Menghargai
Kesejajaran penghargaan dalam perlakuan, baik kepada masyarakat maupun
antara sesama anggota/staf Ombudsman Republik Indonesia.
4) Kepemimpinan
Menjadi teladan dan panutan dalam keadilan, persamaan hak, transparansi,
inovasi dan konsistensi.
5) Persamaan Hak
Memberikan perlakuan yang sama dalam pelayanan kepada masyarakat dengan
tidak membedakan umur, jenis kelamin, status perkawinan, kondisi fisik ataupun
mental, suku, etnik, agama, bahasa maupun status sosial keluarga.
6) Sosialisasi Tugas Ombudsman
Menganjurkan dan membantu masyarakat memanfaatkan pelayanan publik secara
optimal untuk penyelesaian persoalan.
7) Pendidikan yang Berkesinambungan
Melaksanakan pelatihan serta pendidikan terus menerus untuk meningkatkan
ketrampilan.
8) Kerja Sama
Melaksanakan kerjasama yang baik dengan semua pihak, memilik ketegasan dan
saling menghargai dalam bertindak untuk mendapatkan hasil yang efektif dalam
menangani keluhan masyarakat.
9) Bekerja Secara Berkelompok
Penggabungan kemampuan serta pengalaman yang berbeda-beda dari anggota
dan Tim yang mempunyai tujuan yang sama serta komitmen demi keberhasilan
Ombudsman Republik Indonesia secara keseluruhan.
10) Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat
Menyebarluaskan informasi hukum yang diterima dan diolah oleh Ombudsman
kepada lembaga negara, lembaga non pemerintah, masyarakat ataupun
perseorangan.
11) Profesional
Memiliki tingkat kemapanan intelektual yang baik dalam melaksanakan tugas
kewajibannya sehingga kinerjanya dapat dipertanggungjawabkan baik secara
hukum maupun secara ilmiah.
12) Disiplin
Memiliki loyalitas dan komitmen tinggi terhadap tugas kewajiban yang menjadi
tanggung jawabnya.
3. Maladministrasi dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Pasal 6 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik
Indonesia mengatur tentang fungsi Ombudsman dalam mengawasi penyelenggaraan
pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan
baik di pusat maupun di daerah termasuk yang diselenggarakan oleh BUMN, BUMD,
BHMN serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan
pelayanan publik tertentu. Menurut Pasal 1 angka 2, yang dimaksud dengan
Penyelenggara Negara adalah pejabat yang menjalankan fungsi pelayanan publik yang
tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Adapun pengertian penyelenggara negara menurut
Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa:
“Penyelenggara Negara adalah Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif,
legislatif, atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan
dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku..”.
Penyelenggara pelayanan publik menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik Pasal 1 angka 2 adalah: “setiap institusi penyelenggara negara,
korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk
kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk
kegiatan pelayanan publik.” Berdasarkan rumusan pasal tersebut, maka perlu diketahui
rumusan pelayanan publik sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 sebagai berikut:
“Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga
negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan
oleh penyelenggara pelayanan publik.”
Penyelenggara pelayanan publik menurut Pasal 1 angka 2 Undang-undang Nomor
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik adalah: "Penyelenggara pelayanan publik yang
selanjutnya disebut Penyelenggara adalah setiap institusi penyelenggara negara,
korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk
kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk
kegiatan pelayanan publik.” Sementara pelaksana pelayanan publik menurut Pasal 1
angka 5 adalah: “Pelaksana pelayanan publik yang selanjutnya disebut Pelaksana adalah
pejabat, pegawai, petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam Organisasi
Penyelenggara yang bertugas melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan
pelayanan publik.”
Menurut Pasal 2 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik, undang-undang ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dalam
hubungan antara masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan publik. Sedangkan
tujuan undang-undang tentang Pelayanan Publik menurut Pasal 3 adalah:
a. terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab,
kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan
pelayanan publik;
Tabel 1 SubtansiMaladministrasi
Dugaan Maladministrasi Tahun
2013 2014 2015* Jumlah
Penundaan berlarut 109 56 36 201
Penyalahgunaan wewenang 29 11 4 44
Berpihak 32 3 1 36
Tidak memberikan pelayanan 24 34 14 72
Penyimpangan prosedur 95 109 35 239
Permintaan uang, barang dan jasa 15 10 0 25
Tidak kompeten 0 4 0 4
Tidak patut 11 12 10 33
Diskriminasi 7 7 2 16
Konflik kepentingan 0 0 0 0
17
Wawancara, Budhi Masthuri, Kepala Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan D I Yogyakarta,
(Yogyakarta: 10 Juni, 2015)
c. Laporan tersebut sedang dalam proses penyelesaian oleh instansi yang dilaporkan
dan menurut Ombudsman proses penyelesaiannya masih dalam tenggang waktu
yang patut;
d. Pelapor telah memperoleh penyelesaian dari instansi yang dilaporkan;
e. Substansi yang dilaporkan ternyata bukan wewenang Ombudsman;
f. Substansi yang dilaporkan telah diselesaikan dengan cara mediasi dan kosiliasi
oleh Ombudsman berdasarkan kesepakatan para pihak; atau
g. Tidak ditemukan terjadinya Maladministrasi.
Dalam melakukan penolakan, Ombudsman berpedoman pada Pasal 36 ayat
(2) yaitu pemberitahuan secara tertulis kepada Pelapor dan Terlapor dalam waktu
paling lambat empat belas hari terhitung sejak tanggal hasil pemeriksaan
ditandatangani oleh Ketua Ombudsman.
Dalam hal ditemukan Maladministrasi, Ombudsman memberikan
Rekomendasi yang memuat antara lain disebutkan dalam Pasal 37 ayat (2), yaitu: a.
Uraian tentang laporan yang disampaikan kepada Ombudsman; b. Uraian tentang
hasil pemeriksaan; c. Bentuk Maladministrasi yang telah terjadi; dan d.
Kesimpulan dan pendapat Ombudsman mengenai hal-hal yang perlu dilaksanakan
Terlapor dan atasan Terlapor.
Ayat (3) menyatakan bahwa Rekomendasi tersebut kemudian diserahkan
kepada Terlapor, Pelapor, dan atasan Terlapor paling lambat empat belas hari sejak
tanggal Rekomendasi ditandatangani oleh Ketua Ombudsman.
Dalam Pasal 38 menyatakan tindak lanjut yang harus dilakukan atas
Rekomendasi tersebut, antara lain:
a. Terlapor dan atasan Terlapor wajib melaksanakan Rekomendasi Ombudsman.
b. Atasan terlapor wajib menyampaikan laporan kepada Ombudsman tentang
pelaksanaan Rekomendasi yang telah dilakukannya disertai hasil pemeriksaannya
dalam waktu paling lambat enam puluh hari terhitung sejak tanggal diterimanya
Rekomendasi.
c. Ombudsman dapat meminta keterangan Terlapor dan/atau atasannya dan
melakukan pemeriksaan lapangan untuk memastikan pelaksanaan Rekomendasi.
d. Dalam hal Terlapor dan atasan Terlapor tidak melaksanakan Rekomendasi atau
hanya melaksanakan sebagian Rekomendasi dengan alasan yang tidak dapat
diterima oleh Ombudsman, Ombudsman dapat mempublikasikan atasan Terlapor
yang tidak melaksanakan Rekomendasi dan menyampaikan laporan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden.
Apabila dalam pelaksanaannya Terlapor dan atasan Terlapor ada yang
melanggar ketentuan dalam Pasal 38 ayat (1), ayat (2), maupun ayat (4), berdasarkan
Pasal 39 dikenai sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik,
Pasal 51 menyatakan bahwa masyarakat dapat menggugat Penyelenggara atau
Pelaksana melalui peradilan tata usaha negara apabila pelayanan yang diberikan
menimbulkan kerugian di bidang tata usaha negara. Pasal 52 menyatakan antara lain:
a. Dalam hal Penyelenggara melakukan perbuatan melawan hukum dalam
penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini,
masyarakat dapat mengajukan gugatan terhadap Penyelenggara ke pengadilan.
b. Pengajuan gugatan terhadap penyelenggara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak menghapus kewajiban penyelenggara untuk melaksanakan keputusan
Ombudsman dan/atau Penyelenggara.
Adminitrative Law & Governance Journal Vol. 1 Edisi 2 Mei 2018 82
Adminitrative Law & Governance Journal Vol. 1 Edisi 2 Mei 2018 ISSN 2621 – 2781 Online
c. Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 53 menyatakan bahwa:
a. Dalam hal Penyelenggara diduga melakukan tindak pidana dalam
penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini,
masyarakat dapat melaporkan Penyelenggara kepada pihak berwenang.
b. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengahpus kewajiban
penyelenggara untuk melaksanakan keputusan Ombudsman dan/atau
Penyelenggara.
Dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya, Ombudsman wajib membuat
laporan berkala dan laporan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-undang
Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia pada Pasal 42 yang
berbunyi:
(1) Ombudsman menyampaikan laporan berkala dan laporan tahunan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat dan Presiden.
(2) Laporan berkala disampaikan setiap tiga bulan sekali dan laporan tahunan
disampaikan pada bulan pertama tahun berikutnya.
(3) Ombudsman dapat menyampaikan laporan khusus kepada Dewan Perwakilan
Rakyat dan Presiden selain laporan berkala dan laporan tahunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
(4) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipublikasikan setelah
disampaikan kepada Dewan perwakilan Rakyat dan Presiden oleh Ombudsman.
(5) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sekurang-kurangnya
memuat mengenai:
a. jumlah dan macam laporan yang diterima dan ditangani selama satu tahun;
b. pejabat atau instansi yang tidak bersedia memenuhi permintaan dan/atau
pelaksanaan Rekomendasi;
c. pejabat atau instansi yang tidak bersedia atau lalai melakukan pemeriksaan
terhadap pejabat yang dilaporkan, tidak mengambil tindakan administratif,
atau tindakan hukum terhadap pejabat yang terbukti bersalah;
d. pembelaan atau sanggahan dari atasan pejabat yang mendapat Laporan atau
dari pejabat yang mendapat Laporan itu sendiri;
e. jumlah dan macam Laporan yang ditolak untuk diperiksa karena tidak
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan
Pasal 36 ayat (1);
f. laporan keuangan; dan
g. kegiatan yang sudah atau yang belum terlaksana dan hal-hal lain yang
dianggap perlu.
Alur penyelesaian laporan/pengaduan yang sesuai dengan Undang-Undang
Ombudsman RI Nomor 37 Tahun 2008, ditampilkan dalam gambar yaitu:
1) Laporan Masyarakat atau Inisiatif Ombudsman. Apabila laporan masyarakat,
maka dilakukan registrasi dengan cara:
a) Mengisi data diri lengkap
b) Memuat kronologis peristiwa
c) Sudah menyampaikan laporan secara langsung kepada pihak terlapor atau
atasannya dan tidak ada penyelesaian
Dari 243 laporan yang disampaikan masyarakat, sebanyak 231 laporan atau
95,06% sudah ditindaklanjuti oleh Tim Ombudsman RI Perwakilan DI. Yogyakarta
sebanyak 135 laporan (55,56%) dinyatakan selesai dan ditutup dengan kualifikasi,
karena Terlapor menindaklanjuti dan menyelesaikan keluhan Pelapor (selesai tuntas),
tidak terbukti/tidak ditemukan maladministrasi, laporan dilimpahkan ke Ombudsman
Republik Indonesia Jakarta atau Perwaklan lain, Pelapor mencabut laporan, laporan
sudah kadaluwarsa dan Ombudsman tidak berwenang menindaklanjuti laporan.
Selain menyampaikan laporan, masyarakat juga dapat mengakses layanan
Ombudsman RI Perwakilan DIY untuk berkonsultasi, tembusan laporan sebagai
bentuk kontrol awal, dan berdiskusi secara umum tentang isu pelayanan publik.
Pemanfaatan layanan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan DIY seperti ini
tetap dicatat sebagai akses masyarakat. Biasanya ditindaklanjuti Tim Ombudsman
dengan memberika advice tentang bagaimana seharusnya penyelesaian permasalahan
mereka alami, sehingga diharapkan masyarakat semakin berdaya mengadvokasi
dirinya sendiri apabila mengalami pelayanan publik yang buruk. Sehubungan dengan
ini juga, pada penghujung tahun ini Ombudsman RI Perwakilan DIY mulai merintis
model pengawasan pelayanan publik berbasis masyarakat dengan membentuk
kantong-kantong komunitas "Sahabat Ombudsman".
Jika dibandingkan tahun lalu, tahun ini terjadi penurunan jumlah laporan di
Ombudsman RI DIY sebesar 24,53%. Meskipun demikian tingkat kerjasama instansi
dan efektivitas penyelesaian laporan dirasa semakin meningkat. Kualitas respon
instansi terlapor juga semakin membaik, ditandai dengan tindak lanjut penyelesaian
substansi laporan secara konkret, pelibatan ombudsman dalam event-event
pembahasan layanan publik, dll. Berikut ini contoh beberapa laporan yang berhasil
ditindaklanjuti dan diselesaikan secara tuntas oleh instansi terlapor.:
1. Laporan tentang realokasi pedagang lama yang tidak kebagian kios di pasar yang
baru dibangun di Kebumen, Jawa Tengah. Ombudsman RI Perwakilan DIY
melakukan mediasi, dan tercapai kesepakatan kedua belah pihak dengan
komitmen menyediakan (membangun) kios-kios baru yang letaknya lebih
stretegis untuk dialokasikan bagi para pedagang lama.
2. Laporan tentang salah satu Sekolah Menengah Kejuruan di Yogyakarta yang
menahan kartu ujian dengan alasan siswa belum melunasi kewajiban keuanganya.
Ombudsman menindaklanjuti dengan mendatangi sekolah, dan saat itu juga kartu
ujian diberikan sehingga siswa yang bersangkutan bisa mengikuti ujian.
3. Laporan tentang penahanan SKHUN oleh salah satu sekolah MTS di Bantul yang
masih dalam lingkungan Kementerian Agama RI, padahal SKHUN tersebut
diperlukan untuk mendaftar ke jenjang sekolah yang lebih tinggi. Setelah
Ombudsman Rl Perwakilan DIY menemui Kantor Wilayah Kementerian Agama
DIY dan memanggil sekolah yang bersangkutan untuk menindaklanjuti laporan
tersebut, satu hari kemudian SKHUN sudah diberikan oleh sekolah yang
bersangkutan.
4. Laporan tentang permintaan uang oleh perangkat desa di Cilacap, Jawa Tengah
untuk pembuatan akta kelahiran. Ombudsman RI Perwakilan DIY
menindaklanjuti dengan mendatangi terlapor guna meminta keterangan, dan
terlapor mengakui kekeliruan serta mengembalikan uang tersebut kepada pelapor.
5. Laporan tentang penundaan berlarut penerbitan sertipikat di BPN Bantul, dapat
diselesaikan BPN setelah Ombudsman RI Perwakilan DIY menyurati Kepala
Kantor Pertanahan Bantul untuk meminta penjelasan mengenai substansi masalah
yang dikeluhkan pelapor. sertifikat kemudian dapat diterbitkan dalam waktu tidak
terlalu lama.
6. Laporan tentang bank Pemerintah yang tidak segera mencairkan beasiswa CSR
untuk Mahasiswa UNS, ditindaklanjuti Ombudsman RI Perwakilan DIY dengan
meminta keterangan pimpinan bank yang bersangkutan, dan setelah itu beasiswa
dapat dicairkan secara penuh untuk satu tahun bagi lebih kurang dua ratus
mahasiswa masing-masing mahasiswa sekitar Rp. 4.000.000.
Alur penyelesaian laporan pengaduan kepada Kantor Ombudsman RI
Perwakilan DIY dapat dilihat pada Gambar 4
b. Contoh Penanganan Kasus
1) LaporanMasuk
Pada tanggal 23 Desember 2014 Ombudsman RI Perwakilan DIY
mendapatkan Laporan masyarakat melalui surat. Dalam surat tersebut dinyatakan
bahwa guru di Sleman yang sudah terdaftar dan telah menerima tunjangan
sertifikasi diharuskan mengisi instrumen evaluasi secara online dan hardcopy
yang berisi tentang penggunaan uang tunjangan profesi sampai sedetail-detailnya
dan dianggap sebagai bentuk intimidasi dan intervensi kepada guru. Pelapor
meminta untuk dirahasiakan.
2) Proses Administrasi
Setelah melalui proses administrasi dan telaah maka dugaan awal dari
laporan ini adalah penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Instansi yang
mengurusi masalah pendidikan di salah satu Kabupaten dalam intruksi pengisian
formulir peruntukan sertifikasi guru.
3) Proses yang dilakukan:
a) Mengirimkan surat klarifikasi ke Instansi terlapor pada tanggal 2 Januari 2015
berkenaan dengan kasus tersebut.
b) Mendapatkan tanggapan dari Instansi terlapor pada tanggal 22 Januari 2015
berupa penjelasan dan alasan dari pelaksanaan program evaluasi sertifikasi
yang dikeluhkan.
c) Hasil tanggapan disampaikan kepada pelapor melalui surat
d) Dilakukan telaah oleh Ombudsman Republik Indonesia dan diambil
kesimpulan awal:
(1) Evaluasi yang dilakukan sudah sesuai juknis
(2) Instrumen yang digunakan tidak bertentangan dengan ketentuan yang
berlaku
(3) Ada beberapa pertanyaan dalam instrumen yang tidak patut diajukan
dalam instrumen tersebut
(e) Mengirimkan surat ke Instansi terlapor berupa saran penyelesaian laporan
yaitu untuk mempertimbangkan kembali formulasi pertanyaan yang dirasa
tidak patut untuk diajukan pada 1 April 2015
(f) Tanggal 28 April 2015 Instansi terlapor mengirimkan jawaban atas saran yang
diberikan yaitu mengikuti saran untuk mempertimbangkan formulasi
pertanyaan untuk beberapa pertanyaan dan tetap mempertahankan beberapa
pertanyaan lain karena dianggap masih relevan.
(g) Ombudsman RI melakukan telaahan dan investigasi lebih lanjut dan diambil
kesimpulan bahwa tindak lanjut dari Instansi terlapor terkait saran dari
Ombudsman RI dapatditerima.
(h) Pada tanggal 27 Mei 2015 laporan dinyatakan ditutup dengan diterbitkannya
Berita Acara Penutupan dan dikirimkan surat pemberitahuan ke Instansi
Terlapor dan Pelapor.
4) Laporan Ditutup
E. Simpulan
Berdasarkan uraian, maka dapat diambil simpulan bahwa Ombudsman sebagai badan
pengawas penyelenggara pelayanan publik dalam pelaksanaan perannya untuk mendukung
good governance, menjalankan tugasnya dengan cara menerima Laporan/pengaduan setiap
Warga Negara Indonesia atau penduduk terhadap dugaan maladministrasi yang dilakukan
oleh penyelenggara negara. Berdasarkan hasil pemeriksaan substantif maka Ombudsman
dapat melakukan klarifikasi tertulis, investigasi lapangan maupun pemanggilan. Hasil
pemeriksaan Ombudsman dapat berupa: a. menolak laporan, atau b. menerima laporan dan
memberikan rekomendasi. Selain itu Ombudsman dapat melakukan mediasi/konsiliasi untuk
memperoleh kesepakatan di antara para pihak, dan juga melakukan ajudikasi khusus yang
berkaitan dengan penyelesaian ganti rugi apabila tidak dapat diselesaikan melalui mediasi dan
konsiliasi. Dalam melakukan pengawasan pelayanan publik, selain menerima Laporan dari
masyarakat, Ombudsman juga dapat melakukan atas inisiatif sendiri melalui systemic review
yang hasilnya dapat berupa rekomendasi/saran. Untuk memastikan ditaatinya upaya
penyelesaian Ombudsman oleh Terlapor atau Atasan Terlapor, maka Ombudsman melakukan
monitoring langsung maupun melalui media/publikasi serta menyampaikan laporan berkala
dan tahunan kepada Presiden Reublik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Ombudsman juga menghadapi beberapa
hambatan, antara lain: jumlah SDM yang terbatas; sarana dan prasarana yang belum
memadai, anggaran yang terbatas dan resistensi dari beberapa pihak. Upaya-upaya yang
dilakukan oleh Ombudsman dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut adalah:
meningkatkan kinerja SDM Ombudsman secara efektif dan efisien; melakukan pendekatan
akuntabel ke Kementerian Keuangan dan Bappenas agar anggaran bertambah sehingga dapat
meningkatkan sarana dan prasarana serta peningkatan kualitas pengawasan yang dilakukan
Ombudsman. Di samping itu Ombudsman juga melakukan kerjasama dan koordinasi dengan
institusi pemerintahan yang terkait dan lembaga-lembaga yang berkompeten serta melakukan
pemberdayaan dan edukasi kepada masyarakat agar masyarakat lebih peka terhadap
pelayanan publik. Dengan demikian masyarakat dapat juga mengawasi pelaksanaan
pelayanan publik agar penyelenggara negara lebih bertanggungjawab dalam memberikan
pelayanan yang terbaik demi kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
2. Saran
Lembaga Ombudsman merupakan lembaga yang sangat besar peran dan fungsinya
dalam mengawasi tugas-tugas instansi yang memberikan pelayanan publik. Dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya, lembaga obdusman menghadapi berbagai kendala, di
antaranya jumlah SDM yang terbatas; sarana dan prasarana yang belum memadai, anggaran
yang terbatas dan resistensi dari beberapa pihak. Agar Lembaga Ombudsman dapat berperan
lebih optimal, maka Lembaga Ombudsman perlu perkuatan khususnya dalam hal anggaran,
mengingat hambatan yang dihadapi Lembaga Ombudsman bersumber dari keterbatasan
anggaran yang dialokasikan untuk lembaga tersebut. Dengan peningkatan anggaran,
diharapkan hambatan berupa jumlah SDM yang terbatas; sarana dan prasarana yang belum
memadai dapat teratasi. Dengan penambahan anggaran pula Ombudsman dapat melakukan
sosialisasi kepada pihak-pihak yang selama ini memiliki resistensi terhadap lembaga
tersebut.
F. DAFTAR PUSTAKA
Asmara, Galang, Ombudsman Republik Indonesia dalam Sistem Ketatanegaraan Republik
Indonesia, (Surabaya: Laksbang Yustisia, 2012)
Denim, Sudarwan, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia, 2002)
Fahmal, H.A. Muin, Peran Asas-asas Umum Pemerintahan yang Layak dalam Mewujudkan
Pemerintahan yang Bersih, (Yogyakarta: UII Press, 2006)
HR, Ridwan, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2013)
Idrus, Muhammad, Metode Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, (Yogyakarta: UII Press, 2007)
Khaerandy, Ridwan dan Malik, Camelia, Good Corporate Governance, (Yogyakarta: Total
Media, 2007)
Lotulung, Paulus Effendie, Seri ke-I Perbandingan Hukum Administrasi – Beberapa Sistem
tentang Kontrol Segi Hukum terhadap Pemerintah, (Jakarta: PT. Bhuana Pancakarsa,
1986)
Lukman, Mediya, Badan Layanan Umum dari Birokrasi Menuju Korporasi, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2013)
Marbun, S.F., Hukum Administrasi Negara II, (Yogyakarta: FH UII Press, tahun 2013)
Marbun, SF dan MD, Moh. Mahfud, Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta:
Liberty, 1987)
Ratminto dan Winarsih, Atik Septi, Manajemen Pelayanan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013)
Santoso, R. Slamet; Astuti, Retno Sunu; Hutapea, Huntal, Penguatan Governance dan
Kelembagaan dalam Meningkatkan Daya Saing Bangsa: Pengantar (Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, 2014)
Setiyono, Budi, Pemerintahan dan Manajemen Sektor Publik, (Yogyakarta: CAPS, 2014)
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 1981)
Soemitro, Ronny Hanityo, Metodologi Penelitian Hukum dan Yurimetri, (Jakarta: Ghalia
lndonesia, 1994)
Surachman, R.M. dan Sujata, Antonius, Ombudsman Indonesia di Tengah Ombudsman
Internasional, Sebuah Antologi, (Jakarta: Komisi Ombudsman Nasional, 2002)
Tjandra, W Riawan, Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya,
2008)
Wicaksono, Kristian Widya, Telaah Kritis Administrasi & Manajemen Sektor Publik di
Indonesia, (Yogyakarta: Penerbit Gava Media, 2014)