Nafkah Bagi Istri Nusyûz Menurut Ibnu Hazm: Istinbath

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 18

ISTINBATH p-ISSN 1907-8064

Volume 16, Nomor 2, 2021 e-ISSN 2807-7520


DOI: https://doi.org/10.36667/istinbath.v16i2.284

Nafkah Bagi Istri Nusyûz Menurut Ibnu Hazm

Ayi Ishak Sholih Muchtar


Institut Agama Islam Darussalam (IAID) Ciamis, Jawa Barat
Email: [email protected]
Entan Sutarso
Institut Agama Islam Darussalam (IAID) Ciamis, Jawa Barat

ABSTRAK
Dalam ajaran Islam, perkawinan adalah suatu ikatan janji yang
menghalalkan masing-masing pasangan suami istri. Dengan adanya
perkawinan tersebut, maka menyebabkan suami harus menafkahi istrinya
baik berbentuk nafkah, kiswah maupun tempat tinggal. Namun kewajiban
pemberian nafkah tersebut menurut kebanyakan Ulama adakalanya bisa
menjadi hilang tatkala seorang istri nusyûz. Namun pendapat mayoritas
Ulama ini tidak sejalan dengan pendapat Ibnu Hazm yang menyatakan
suami berkewajiban memberikan nafkah kepada istrinya walaupun istri
tersebut dalam keadaan nusyûz. Pendapat Ibnu Hazm tentang kewajiban
pemberian nafkah terhadap istri nusyûz dilihat dari sejak terjalinnya akad
nikah, baik suami tersebut mengajak hidup serumah atau tidak. Karena
selama adanya ikatan suami istri, maka selama itu pula ada hak nafkah
tanpa memberikan syarat-syarat yang lain, dan semua itu disesuaikan
dengan keadaan dan kesanggupan suami.

ABSTRACT
In Islam, marriage is a bond of promise that justifies each husband and wife.
With the marriage, it causes the husband to have to provide for his wife in
the form of a living, kiswah and a place to live. However, according to most
scholars, the obligation to provide a living can sometimes be lost when a
wife is nusyûz. However, the opinion of the majority of scholars is not in line
with the opinion of Ibn Hazm which states that the husband is obliged to
provide a living for his wife even though the wife is in a state of nusyûz. Ibn
Hazm's opinion about the obligation to provide a living for the wife of
Nusyûz is seen from the time the marriage contract was established, whether
the husband invited him to live at home or not. Because as long as there is a
husband and wife bond, during that time there is also the right to live
without providing other conditions, and all of that is adjusted to the
conditions and abilities of the husband.

Keywords: Support for Wife, Wife Nusyûz, Ibn Hazm.

https://riset-iaid.net/index.php/istinbath 209
Muchtar & Sutarso

Pendahuluan
Hidup dan kehidupan manusia merupakan takdir Allah dan
manusia tidak dapat melepaskan diri dari segala ketetapan-Nya. Takdir
telah menetapkan manusia dalam suatu proses, suatu rentetan
keberadaan, urutan kejadian, dan tahapan tahapan kesempatan yang
diberikan oleh Allah kepada manusia untuk berikhtiar mempertahankan
serta melestarikan hidup dan kehidupannya.
Manusia diberi hak hidup bukan hanya untuk hidup semata, tetapi
ia diciptakan untuk mengabdi kepada-Nya. Dalam rangka pengabdian
tersebut, manusia diberi kemampuan dan sarana untuk berikhtiaar guna
mengabdi kepada-Nya (Mahfud, 1994 : 4).
Dalam proses pengabdian itu, manusia selalu dipengaruhi
berbagai faktor yang berkaitan satu sama lain. Oleh karena itu, manusia
didalam berikhtiar melaksanakan taklif berkewajiban mengendalikan dan
mengarahkan faktor faktor yang mempengaruhi kehidupannya, untuk
mencapai makna dan tujuan hidupnya, yakni kebahagian dan
kesejahteraan di dunia dan akhirat kelak.
Hal tersebut merupakan tujuan dari hukum islam agar dipedomani
dalam berhubungan dengan Tuhannya, sesamanya dan lingkungannya
untuk menuju keselamatan bersama. Perwujudan tujuan itu sangat
ditentukan oleh harmonisasi hubungan antar manusia baik secara
individu maupun secara kolektif, serta hubungan manusia dengan alam
sekitarnya. Dan semua hal tersebut ditentukan oleh adanya harmonisasi
hubungan antara manusia sebagai makhluk dan Allah sebagai kholiq
(Mahfud, 1994 : 6).
Dalam rangka mewujudkan harmonisasi hubungan tersebut, Allah
memberikan tuntunan berupa hukum (Syari’at). Syari’at Islam mengatur
hubungan manusia dengan Allah yang dalam fiqih menjadi komponen
ibadah, baik sosial maupun individual. Fiqih juga mengatur hubungan
antar sesama manusia dalam bentuk mu’asyaroh (pergaulan) maupun
mu’amalah (hubungan transaksi untuk memenuhi kebutuhan hidup).
Disamping itu fiqih juga mengatur hubungan dan tatacara berkeluarga,
yang dirumuskan dalam komponen munakahat (Mahfud, 1994 : 4).
Perkawinan sebagai perbuatan hukum antara suami dan istri,
bukan saja bermakna untuk merealisasikan ibadah kepada-Nya, tetapi
sekaligus menimbulkan akibat hukum keperdataan diantara keduanya.
Namun demikian, karena tujuan perkawinan yang begitu mulia, yaitu
membina keluarga bahagia, kekal dan abadi berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa, maka perlu diatur hak dan kewajiban suami dan istri masing
masing (Rofiq, 2003 : 181).
Salah satu kewajiban tersebut adalah persoalan pemberian nafkah.
Menurut Wahbah al-Zuhaili nafkah adalah ongkos yang dikeluarkan
seseorang terhadap orang lain yang wajib dinafkahinya berupa roti, lauk
pauk, pakaian, tempat tinggal dan segala sesuatu yang berhubungan

210 https://riset-iaid.net/index.php/istinbath
ISTINBATH p-ISSN 1907-8064
Volume 16, Nomor 2, 2021 e-ISSN 2807-7520
DOI: https://doi.org/10.36667/istinbath.v16i2.284

dengan keperluan hidup sehari hari seperti harga air, minyak, lampu dan
sebagainya (Al-Zuhaili, t.t. : 7348).
Aturan tentang kewajiban yang berhubungan dengan masalah
pemberian nafkah diatur oleh Allah dalam firman-Nya:
              

               

               

              

.)٣٢٢ : ‫ (البقرة‬         
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan
kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu
dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut
kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita
kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya,
dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin
menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika
kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa
bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang
patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah
Maha melihat apa yang kamu kerjakan (QS: Al-Baqarah : 233).
Rizki yang dimaksud dalam ayat ini adalah makanan secukupnya,
pakaian adalah baju atau penutup badan yang ma’ruf yaitu yang baik
sesuai ketentuan agama, tidak berlebihan dan tidak juga berkekurangan.
Muhammad abduh dalam tafsir Al-Manar mendefinisikan ma’ruf sebagai
segala hal yang telah dikenal dalam masyarakat manusia yang
dipandang baik menurut akal pikiran maupun naluri yang sehat (Abduh,
t.t : 158).
Adapun kewajiban pemberian nafkan menurut sunnah
sebagaimana terdapat dalam hadits riwayat Imam Muslim:
‫ قال رسول اهلل صل اهلل عليه وسلم يف حجة الوداع فاتقوا اهلل يف النساء فإنكم اخذمتوهن بأمان اهلل‬,‫عن جابر رضى اهلل عنه‬
‫واستحللتم فروجهن بكلمة اهلل ولكم عليهن ان ال يوطئن فرشكم أحدا تكرهونه فإن فعلن ذالك فاضربوهن ضربا غري مربح‬
.)‫وهلن عليكم رزقهن وكسوهتن باملعروف (رواه مسلم‬
Dari Jabir bin Abdillah ra, Bahwa Rasulullsh SAW sewaktu haji
wada’ bersabda: hendaklah kamu bertakwa kepada Allah dalam
urusan perempuan. Karena sesungguhnya kamu telah mengambil

https://riset-iaid.net/index.php/istinbath 211
Muchtar & Sutarso

mereka dengan kalimat Allah. Kamu telah menghalalkan kehormatan


mereka dengan kalimat Allah. Wajib bagi mereka (istri-istri) untuk
tidak memasukan kedalam rumahmu orang yang tidak kamu sukai .
Jika mereka melanggar hal tersebut pukullah mereka, tetapi jangan
sampai melukai. Mereka berhak mendapatkan uang belanja dari
kamu dan pakaian dengan cara yang ma’ruf” (Ibnu Majah, 2005 : 84).
Kewajiban memberi nafkah menurut para ulama disebabkan
karena adanya tiga hal : adanya hubungan perkawinan, adanya hubungan
kerabat dan adanya hubungan hak milik. Dalam kehidupan rumah tangga
tidak selalu terjadi keharmonisan meskipun jauh dari sebelumnya telah
dikhutbahkan agar suami istri bisa saling menjaga untuk menciptakan
mawaddah wa rohmah, sebagaimana dianjurkan al-Qur’an. Akan tetapi
kenyataannya, manusia tidak selalu bisa ngengikuti ajaran yang
dianjurkan al-Qur’an tersebut. Sebagai manusia biasa, sering terjadi
kesalahpahaman antara suami dan istri. Kesalahpahaman ini ada kalanya
bisa diselesaikan secara baik, tetapi adakalanya tidak bisa diselesaikan. al-
Qur’an menganjurkan apabila terjadi perselisihan suami istri maka
selesaikanlah secara baik baik dengan jalan musyawarah. Namun
penyelesaian ini pun terkadang masih kurang memberikan keadilan pada
masing masing pihak, sehingga adakalanya istri melakukan tindakan .
Dalam al-Qur’an dijelaskan sebagai berikut:
            

            

          

)٢٣ : ‫ (النساء‬      


Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu Maka wanita
yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).
wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyûznya, Maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka,
dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka
janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar (QS: An-Nisa :
34).
Mengingat ajaran al-Qur’an ini, maka tindakan yang boleh diambil
seorang suami ketika istrinya nusyûz adalah: pertama, memberi nasehat
dengan tetap mengajak tidur bursama. Apabila tindakan pertama ini tidak

212 https://riset-iaid.net/index.php/istinbath
ISTINBATH p-ISSN 1907-8064
Volume 16, Nomor 2, 2021 e-ISSN 2807-7520
DOI: https://doi.org/10.36667/istinbath.v16i2.284

membuahkan hasil, maka diambil tindakan kedua, yakni memisahkan


tempat tidurnya. Apabila tindakan kedua ini istri tetap nusyûz, maka
suami boleh melakukan tindakan yang ke tiga, yaitu memisahkan tempat
tidurnya dan memukulnya. Dengan nusyûznya seorang istri maka dapat
mengakibatkan hilangnya hak nafkah atas dirinya.
Secara bahasa nafkah adalah sesuatu yang dibelanjakan sehingga
habis tidak tersisa. Sedangkan secara istilah artinya : mencukupi
kecukupan kebutuhan siapapun yang ditanggungnya, baik berupa
makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal dengan syarat istri
tersebut tidak nusyûz. (ht.tps:/m.facebook.com/notes/keluarga-sakinah-
mawadah-warohmah/fiqih nafkah/2016/2/19).
Kewajiban pemberian nafkah dibebankan kepada suami yang
masih sah menurut hukum positif (bukan mantan suami), besar atau
kecilnya nafkah disesuaikan dengan kemampuan suami tersebut dengan
syarat istrinya mau menyerahkan dirinya pada suami (tidak nusyûz)
(ht.tp:/repository.uin-suska.id/757/16/02/2016).
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 80 ayat 2 diterangkan
bahwa suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu
keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, dalam
ayat 4 sesuai dengan penghasilannya, suami menanggung: a. Nafkah,
kiswah dan tempat kediaman bagi istri; b. Biaya rumah tangga, biaya
perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan anak, dalam pasal 5
kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat 4 huruf a dan
b diatas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari istrinya,
sedangkan pada ayat 7 diterangkan bahwa ketika kewajiban suami
sebagaimana yang dimaksud ayat 5 gugur apabila istri nusyûz (Subekti,
1994 :3).
Adapun menurut Ibnu Hazm dalam kitab al-Muhalla menyatakan
bahwa suami wajib memmberikan nafkah kepada istrinya sejak terjalinnya
akad nikah meskipun istri tersebut dalam keadaan nusyûz. Beliau
berpendapat abahwa adanya kewajiban nafkah hanya semata-mata karena
adanya pernikahan bukan karena istimta’. Pendapat Ibnu Hazm tersebut
tentu saja berbeda dengan konsef fiqih yang telah ada. Seperti halnya
pendapat Imam Syafi’i dalam kitabnya al-Umm menyatakan: “menyatakan
bahwa kewajiban suami terhadap istrinya adalah memberikan nafkah,
pakaian dan tempat tinggal selama istri menyerahkan segala keta’atannya
kepada suami dan tidak adanya penghalang untuk melakukan dhuhul”
Imam Al-Syafi’i (t.t : 94).
Untuk mengetahui lebih jauh mengenai pendapat Ibnu Hazm
tentang nafkah kepada istri yang nusyûz, maka penulis merasa tertarik
membahasnya.

https://riset-iaid.net/index.php/istinbath 213
Muchtar & Sutarso

Kajian Teoretik
Konsep Nafkah
Pengertian nafkah )‫ (نفقة‬ditinjau dari segi bahasa diambil dari kata
anfaqo, yunfiqu, infaaqon yang artinya membelanjakan, seperti kata anfaqol
maala )‫ (أنفق المال‬yang artinya membelanjakan harta (Yunus, 1979 : 463).
Adapun menurut ishtilah ada beberapa pendapat tentang pengertian
nafkah. Menurut Sayyid Sabiq, nafkah adalah:
‫المقصود بالنفقة هنا توفير ما تحتاج إليه الزوجة من طعام ومسكن وخدمة ودواء وإن كنت‬
‫غنية‬
Yang dimaksud dengan nafkah disini adalah pemenuhan kebutuhan
istri berupa makanan, tempat tinggal, pelayanan, dan pengobatan meskipun
istri berkecukupan (Sabiq, 2008 : 427).
Menurut Amir Syarifuddin, nafkah merupakan kewajiban suami
terhadap istrinyadalam bentuk materi, karena kata nafkah itu sendiri
berkonotasi materi. Sedangkan kewajiban dalam bentuk nonmateri, seperti
memuaskan hajat seksual istri tidak termasuk dalam artian nafkah, meskipun
dilakukan oleh suami terhadap istrinya (Syarifuddin, 2009 : 165).
Menurut Husein Muhammad, nafkah adalah pengeluaran atau
sesuatu yang dikeluarkan oleh seseorang untuk orang-orang yang menjadi
tanggung jawabnya. Pengeluaran ini harus diberikan untuk keperluan-
keperluan yang baik (Muhammad, 2012 : 150). Sementara itu, menurut
Kamal Mukhtar, nafkah berarti belanja, kebutuhan pokok. Maksudnya ialah
kebutuhan Pokok yang diperlukan oleh orang yang membutuhkannya
(Mukhtar, 1974 : 127).
Dari pengertian tersebut diatas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa nafkah merupakan kewajiban bagi orang yang memiliki harta benda
dan harus ditunaikan kepada orang-orang yang menjadi tanggungannya
seperti, istri, anak, sodara dan kerabat.
Dalil wajibnya memberikan nafkah menurut al-Qur’an Surat al-
Baqarah ayat 233.
              

              

               

              

)٣٢٢: ‫(البقرة‬           
Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban

214 https://riset-iaid.net/index.php/istinbath
ISTINBATH p-ISSN 1907-8064
Volume 16, Nomor 2, 2021 e-ISSN 2807-7520
DOI: https://doi.org/10.36667/istinbath.v16i2.284

ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf.
seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang
ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila
keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya
dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu
ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah
kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang
kamu kerjakan (QS. al-Baqoroh : 233).
Dalil wajibnya memberikan nafkah menurut Hadits riwayat Muslim
‫ قال رسول اهلل صل اهلل عليه وسلم في حجة الوداع فاتقوا اهلل في‬,‫عن جابر رضى اهلل عنه‬
‫النساء فإنكم اخذتموهن بأمان اهلل واستحللتم فروجهن بكلمة اهلل ولكم عليهن ان ال يوطئن‬
‫فرشكم أحدا تكرهونه فإن فعلن ذالك فاضربوهن ضربا غير مبرح ولهن عليكم رزقهن‬
.)‫وكسوتهن بالمعروف (رواه مسلم‬
Dari Jabir bin Abdillah ra, Bahwa Rasulullsh SAW sewaktu haji wada’
bersabda: hendaklah kamu bertakwa kepada Allah dalam urusan
perempuan. Karena sesungguhnya kamu telah mengambil mereka dengan
kalimat Allah Kamu telah menghalalkan kehormatan mereka dengan
kalimat Allah Wajib bagi mereka (istri-istri) untuk tidak memasukan
kedalam rumahmu orang yang tidak kamu sukai. Jika mereka melanggar
hal tersebut pukullah mereka, tetapi jangan sampai melukai. Mereka berhak
mendapatkan uang belanja dari kamu dan pakaian dengan cara yang
ma’ruf” (Ibnu Majah, 2005 : 84).
Syarat-syarat Istri mendapatkan Nafkah menurut Ibnu Rusyd al-Hafid
dalam kitabnya, Bidayat al-Mujatahid wa Nihayat al-Muqtashid (t.t :40) adalah
bahwa ulama telah sepakat bahwa hak istri terhadap suaminya adalah
mendapatkan nafaqah (nafkah) dan kiswah (pakaian). Nafkah tersebut akan
diperoleh oleh sang istri jika telah terpenuhi persyaratan berikut ini: (1)
Antara istri dan suami yang memberikan nafkah telah terjadi akad nikah
yang sah, atau dengan kata lain pernikahan itu memenuhi rukun dan syarat.
Apabila perkawinan mereka termasuk nikah fasid (rusak/batal) maka
menurut jumhur ulama tidak wajib nafkah karena nikah fasid harus
dibatalkan. (2) Istri bersedia menyerahkan dirinya kepada suaminya,
sekalipun belum melakukan hubungan senggama. Ketika istri sudah
berikrar menyerahkan dirinya kepada sang sami maka pada saat itu juga
sang istri sudah berhak mendapatkan nafkah dari suami walaupun saat itu
belum melakukan hubungan suami istri (jima’). (3) Istri bersedia diajak
pindah tempat oleh suami jika dikehendakinya. Seorang suami berhak
menawarkan kepada istrinya untuk pindah pada tempat yang ditentukan
olehnya. Apabila istri menaati ajakan itu maka istri berhak secara mutlak
https://riset-iaid.net/index.php/istinbath 215
Muchtar & Sutarso

untuk mendapatkan nafkah dari suaminya namun jika menolak dengan


alasan yang tidak dapat dibenarkan secara syar’i maka hak nafkah menjadi
hilang. (4) Istri tersebut adalah orang yang telah dewasa, dalam arti telah
layak melakukan hubungan senggama. Apabila istri itu masih kecil
sehingga belum layak untuk disenggamai, maka tidak ada nafkah baginya
karena kewajiban nafkah itu muncul dari dimungkinkannya melakukan
hubungan suami istri. Misalnya saja Nabi Muhamamad SAW. yang ketika
itu menikahi Aisyah yang masih berusia muda, maka secara syar’i
Rasulullah tidak berkewajiban memberinya nafkah karena belum pernah
disenggamai di awal-awal masa pernikahannya. Setelah Aisyah siap
disenggamai (dewasa) maka saat itu pula Rasulullah berkewajiban untuk
menafkahinya. (5) Istri taat dan patuh pada suaminya. Apabila istri itu tidak
patuh dan taat seperti istri yang nusyûz, maka suami tidak wajib membayar
nafkahnya. Apabila nusyûz itu munculnya dari suami, maka istri tetap
berhak mendapatkan nafkah dari suaminya itu.

Konsep Nusyûz
Nusyûz menurut bahasa adalah mashdar dari kata ‫ نشوزا‬-‫ ينشز‬-‫نشز‬
yang berarti perempuan mendurhakai suaminya (Yunus, 1979 : 452).
Adapun pengertian nusyûz dalam ensiklopedi hukum Islam (1996 : 1353)
adalah sikap tidak patuh dari salah seorang diantara suami istri. Arti kata
nusyûz dalam pemakaiannya berkembang menjadi durhaka atau tidak
patuh. Nusyûz dapat terjadi baik dari pihak istri maupun dari pihak suami.
Sikap dan tingkah laku seseorang kadang-kadang tidak tetap,
senantiasa berubah-ubah sesuai dengan keadaan yang mempengaruhinya.
Perubahan sikap itu bisa dikarenakan pengaruh faktor dari dalam ataupun
faktor dari luar. Faktor dari dalam yaitu kondisi biologis dan fsikologis
sedangkan faktor dari luar berupa pengaruh lingkungan disekitarnya
(Yajlan, 1995 : 146). Pasangan suami istri hanyalah manusia biasa yang tidak
terlepas dari kesalahan dan kehilafan, maka tidaklah heran ketika dalam
suatu keluarga terjadi permasalahan-permasalahan yang terjadi akibat
faktor dari luar atau dari dalam.

Metode
Sesuai dengan karakteristik masalah, tujuan dan kerangka
pemikiran penelitian, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian deskriptif analisis. Penelitian deskriptif bertujuan untuk
mendeskripsikan apa apa yang saat ini berlaku. Didalamnya terdapat
upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterpretasikan
kondisi kondisi yang sekarang terjadi atau ada. Penelitian ini hanya
mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai variable variabel yang
diteliti (Mardalis, 1993:26).
Adapun analisis adalah upaya menguraikan atau memisah
misahkan data oleh peneliti sehingga berdasarkan data dapat ditaraik

216 https://riset-iaid.net/index.php/istinbath
ISTINBATH p-ISSN 1907-8064
Volume 16, Nomor 2, 2021 e-ISSN 2807-7520
DOI: https://doi.org/10.36667/istinbath.v16i2.284

pengertian serta kesimpulan kesimpulan (Abdurrahman, 2003:65). Dengan


demikian metode deskriptif analisis bertujuan untuk mendeskripsikan
beserta menganalisis suatu data untuk ditarik kesimpulan
kesimpulannya.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik studi kepustakaan
yang juga disebut metode dokumentasi. Lexy J. Moeloeng mendefinisikan
dokumentasi sebagai “bahan bahan tertulis atau film yang tidak
dipersiapkan dengan adanya perpintaan dari seorang peneliti atau
penyidik.” (Moeloeng, 2000 : 161) Adapun tahap tahap pengumpulan data
tersebut meliputi: a) Mengumpulkan data data yang sesuai dengan objek
permasalahan yang akan diteliti. b) Menelaah data data yang sudah
dikumpulkan untuk membuat pola. c) Memilah milah dan
mengklasifikasikan data secara rinci sesuai kebutuhan. d) Berpikir dengan
jalan menganalisis data, mengurai data, dan menjelaskan data sehingga
dapat ditarik pengertian pengertian dan kesimpulan kesimpulan.

Hasil Penelitian dan Pembahasan


Nama lengkap Ibnu Hazm adalah Ali Ahmad Ibn Sa’id Ibn Hazm. Ia
lahir pada hari terakhir bulan Ramadlan dini hari, yakni sebelum matahari
terbit, pada hari raya Idul Fitri tahun 384 H. Ibnu Hazm lahir di Andalusia
tepatnya di Kota Cordova, kota paling maju di zaman itu (Asy-Syarqawi,
2000:574). Ayahnya, Ahmad Bin Sa’id adalah seorang menteri dari
Khalifah Bani Umayyah, Hisyam al-Muayyad. Ia termasuk golongan orang
cerdas yang memperoleh kemuliaan di bidang ilmu dan kebudayaan
(Mahmud Ali, 2000:51).
Kakeknya bernama Yazid, berkebangsaan Persia, ia adalah budak
Yazid Bin Abi Sufyan, Yang masuk Islam pada hari penaklukan (al-Fath)
dan diangkat oleh Abu Bakar sebagai pimpinan pasukan pertama yang
berangkat untuk menaklukan negeri Syam (Mahmud Ali, 2000:56). Oleh
karena itu, sebagai dharma bakti kepada kakeknya, Ibnu Hazm membela,
Mempertahankan dan melestarikan kekuasaan Bani Umayyah (Asy-
Syarqawi, 2000:577).
Ibnu Khalikan menyebut bahwa Ibnu Hazm wafat pada hari Ahad,
dua hari terakhir Bulan Sya’ban 456 H. dipadang Lablah (Mantha Lisha,
deket Sevilla). Umurnya ketika wafat usia 71 tahun 10 bulan 29 hari.
Dengan wafatnya Ibnu Hazm, masyarakat mulai merasakan keikhlasan
dan keseriusannya terhadap ilmu dimana mereka telah memojokan
dirinya. Ia hidup berkeliling di beberapa Negeri, tidak pernah menetap
dan tidak pernah mendapatkan ketenangan. Allah hendak berbuat adil
pada seorang berilmu ini setelah kematiannya dimana dia hidup terasing
dengan ilmu dan akhlaknya (Mahmud Ali, 2000:76).
Ibnu Hazm dibesarkan dalam lingkungan keluarga kaya raya.
Namun demikian ia memusatkan perhatiannya untuk mencari ilmu, bukan

https://riset-iaid.net/index.php/istinbath 217
Muchtar & Sutarso

mencari harta dan kemegahan. Ibnu Hazm menghafal al-Qur’an


dirumahnya sendiri dan diajarkan oleh pengasuh yang merawatnya.
Ayahnya memberi perhatian yang penuh kepada pendidiknya juga
memperhatikan bakat dan arah kehidupannya. Ia mempelajari Ilmu-ilmu
yang biasa dipelajari oleh para pemuda dari kalangan bangsawan dan
penguasa, yaitu menghafal al-Qur’an, menghafal sejumlah syair dan
menghadapi guru-guru utama untuk memperoleh ilmu dan meneladani
akhlak mereka.
Pada mulanya Ibnu Hazm, tidak memusatkan perhatiannya kepada
ilmu fiqih, ia hanya mempelajari hadits, kesastraan Arab, sejarah dan
cabang-cabang ilmu fiqih, tetapi juga tidak meninggalkan ilmu-ilmu yang
lain. Ibnu Hzm tumbuh berkembang dengan diliputi kenikmatan,
kesenangan dan kemewahan. Sebuah kondisi yang biasa dialami oleh
putra-putra para penguasa dan para menteri yang tidak pernah kesulitan
dalam ekonomi dan pemenuhan harta benda. Semua itu ia lukiskan dalam
karyanya Thauq al-Hammah yang menggambarkan tentang keluasan
rumah yang dipenuhi para pelayan. Namun semua kenikmatan itu tidak
mempengaruhi pola hidup Ibnu Hazm (Mahmud Ali, 2000:56).
Ketika Ibnu Hazm berusia 22 tahun, di Cordova terjadi pertumpahan
darah. Rumah-rumah milik keluarganya dirampas orang. Ia meninggalkan
Cordova menuju Almeria, sebuah kota yang cukup jauh letaknya dari
Cordova. Di Almeria ia bertemu dengan banyak guru yang terpaksa
hijrahnmeninggalkan Cordova untuk menghindari pertumpahan darah. Di
Cordova, penguasa dan para pangeran Bani Umayyah saling berebut
kekuasaan, dan akhirnya Bani Umayyah terpental dari tampuk kekuasaan
dan berpindah ke tangan keluarga Hamud. Mereka adalah orang-orang
Alawiyyin. Karena mengetahui Ibnu Hazm mendukung Bani Umayyah
maka mereka menangkap dan mengasingkan Ibnu hazm dan sahabatnya
Muhammad Bin Ishaq. Dipengasingan mereka bertemu dengan Ibnu al-
Muqaffal, kemudian mereka berpindah ke kota Valencia bersama
kedatangan khalifah Abdurrahman bin Muhammad al- Umawi yang
dikenal dengan julukan al- Murtadha (As-Syarqawi, 2000 : 584).
Di Valencia Ibnu Hazm berdakwah dan berpendapat bahwa al-
Murtadha merupakan keturunan bani Umayyah yang paling berhak
menjadin khalifah. Dari sini tampak bahwa Ibnu Hazm menginginkan
pemerintahan Umayyah bangkit kembali dibawah kepemimpinan al-
Murtadha dan membangun Andalusia dalam waktu dekat. Berkat jasanya
ini, al- Murtadha mengankat Ibnu Hazm menjadi salah satu mentrinya.
Namun posisi ini dipegang tidak lama karena al- Murtadha dibunuh
sehingga Ibnu Hazm dibawah kekuasaan musuh-musuhnya. Peristiwa ini
terjadi pada tahun 403 H, setahun setelah kematian ayahnya. Kemudian
Ibnu Hazm menjadi mentri lagi pada pemerintahan Abdurrahman bin
Hisyam Abdul Jabbar yang dibuat menjadi khalifah pada bulan Ramadhan
414 H, dan mereka menjulukinya al-Mustazhhir (Mahmud Ali, 2001:65).

218 https://riset-iaid.net/index.php/istinbath
ISTINBATH p-ISSN 1907-8064
Volume 16, Nomor 2, 2021 e-ISSN 2807-7520
DOI: https://doi.org/10.36667/istinbath.v16i2.284

Ibnu Hazm menjadi menteri yang terakhir kalinya pada


pemerintahan Hisyam al-Mutad Billah bin Muhammad Ibn Abdul Malik
Ibn Abdurrahman an-Nashir. Ia telah meletakan jabatannnya setelah yakin
bahwa ia tidak akan dapat mewujudkan impiannnya bagi kejayaan negara
(As-Syarqawi, 2000 : 595).
Ibnu Hazm terkenal dengan kualitas keilmuannya ynag mendalam
dan wawasan kebudayaannya yang luas. Hal ini tidak dipungkiri oleh
tokoh-tokoh semasanya, baik yang mendukung maupun yang
menentangnya. Ia menguasai banyak pembendaharaan ilmiah dan
ensiklopedia pada masanya yang membuat kagum para tokoh dan dipuji
(Mahmud Ali, 2001:62).
Ia dikenal sangat cerdas dan kuat hapalannya. Menurut Abu al-
Qasim, para tokoh Andalusia sepakat adanya ilmu-ilmu Islam, luasnya
pengetahuan mereka tentang ilmu logika dan besarnya sumbangan Ibnu
Hazm di bidang Balaghah, Syair, Sunnah dan Atsar. Ibnu Hazm dikenal
istiqomah terhadap ilmu, kontinyu atas penyusunan buku dan
memperbanyak karangan buku sehingga karya-karyanya melimpah. Al-
Fadl al-Makani Abu Rafi, anaknya berkata “jumlah karya-karyanya di
bidang fiqh, ushul, hadits, sekte dan madzhab keagamaan dan lainnya
sebanyak 400 jilid atau buah buku yang jumlah keseluruhannya sekitar
80.000 lembar (Mahmud Ali, 2001:62).
Di antara keistimewaan Ibnu Hazm adalah karyanya yang banyak
dan beragam yang mempengaruhi pemikiran manusia. Karya-karya
tersebut berupa buku (kitab) yang menyangkut berbagai displin ilmu.
Namun tidak semua bukunya ditemukan karena banyak yang dibakar
dan dimusnahkan oleh orang-orang yang tidak sepaham dengan Ibnu
Hazm (Dahlan, et. al, 1996:610).
Adapun karya-karya yang masih ada dan paling populer antara lain:
(1) Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam (8 jilid), kitab ini memuat ushul fiqih
madzhab ad-dzahiri, menapilkan juga pendapat ulama diluar madzhab
ad-dzahiri sebagai perbandingan. (2) Al-Muhalla (13 Jilid), kitab fiqih yang
disusun menggunakan metode perbandingan, penjelasan luas, baik
dengan argumen, al-Qur’an, hadits dan ijma. (3) Ibthal al- Qiyas, kitab ini
berisi tentang pemikiran dan berbagai argumentasi dalam menolak
kehujuhan qiyas. (4) Tauq al-Hamma, yaitu karya auto biografi Ibnu Hazm
yang meliputi perkembangan pendidikan dan pemikirannya, ditulis pada
tahun 418 H. (5) Nuqat al-Arus Fi Tawarikh al-khulafa’ yang merupakan para
khalifah di timur dan spanyol. (6) Al-Fasl fi al-Midal wa al-Ahwa wa an-Nihal,
yang berisi teologi yang disajikan dalam metode perbandingan agama dan
sekte-sekte dalam Islam (Dahlan, et. al, 1996:610).
Sebagai anak seorang menteri pada masa kecilnya ia diasuh dan
dididik oleh para pengasuhnya yang kebanyakan adalah perempuan.
Setelah beranjak besar dan menghafal al-Qur’an ia diasuh dan dididik

https://riset-iaid.net/index.php/istinbath 219
Muchtar & Sutarso

oleh Abu al- Hasan Ibnu Ali al-Fasyi, seorang yang terkenal saleh, tekun
beribadah, zuhud dan sering berijtihad mengenai ilmu-ilmu agama. Al-
Fasyi inilah yang selalu mengajak Ibnu Hazm untuk menghadiri halaqah-
halaqah yang diselengggarakan oleh para ulama tafsir, ahli hadits, dan ahli
bahasa Arab (Dahlan, et. al, 1996:612).
Sedangkan di bidang logika guru Ibnu Hazm adalah Muhammad bin
al- Hasan al-Madzhaji yang dikenal dengan sebutan “Ibnu al-Kat.tani”
yang dikenal sebagai penyair, ahli sastra dan dokter dengan beberapa
karangannnya dan meninggal setelah tahun 400 H. Ia juga belajar ilmu fiqh
dan hadits dari Ali Abdullah al-Azdi yang dikenal dengan sebutan “ Ibnu
al-Fardhi”, yang tidak tertandingi di bidang keluasan periwayatan dan
hafalan hadits, pengetahuan tokoh-tokoh hadits, kecendrungan pada ilmu
pengetahuan dan sastra, dan kefashihan (As-Syarqawi, 2000:580).
Guru-guru Ibnu Hazm lainnya adalah Abu Muhammad Ar-Rahuni
dan Abdullah bin Yusuf bin Nami yang dikenal sebagai tokoh yang santun
dan utama. Guru yang lainnya adalah Mas’ud bin Sulaiman bin Maflat abu
al- Khayyar, dari guru inilah Ibnu Hazm menerima pendapatnya tentang
madzhab Adh-Dzahiri (Mahmud Ali,2001:59).
Pembangun madzhab ini adalah Abu Sulaiman Daud Ibnu Ali al-
Asfahani yang kemudian dikenal dengan Daud Adh-Dzahiri. Beliau
dilahirkan di Kuffah pada tahun 202 H, dibesarkan di Bagdad dan wafat
pada tahun 270 H. Madzhab ini dikenal dengan nama Dzahiri karena
beliau berpegang pada al-Qur’an dan Sunnah (Mahmud Ali,2001:60).
Madzhab ini berkembang di Andalusia pada abad ke-5 H, kemudian
berangsur- angsur mundur, hingga lenyap sama sekali di abad ke-8.
Diantara ulama yang membela dan mempertahankan prinsip-prinsip
madzhab ini adalah Ibnu Hazm. Beliau inilah yang membukukan
madzhab dzahiri dan telah menulis beberapa buku besar baik dalam
bidang ushul maupun dalam bidang furu’ (Ash-Shiddieqy,1997:130).
Adapun murid Ibnu Hazm yang terkenal adalah Muhammad bin
Abu Nashr Futuh al-Azdi al-Humaidi al-Andalusi al- Miwarki (wafat 488
H), pengarang kitab jadzwah al-Muqtabis Fi Dzikri Wulah al-Andalus.
Sedangkan murid khusus Ibnu Hazm adalah al- Qadhi Abu al- Qasim
Sa’id bin Ahmad al-Andalusi (wafat 463 H), ia mengakui bahwa
karyanya,Thabaqat al-Umam, dari sisi metode dan isi banyak dipengaruhi
oleh pemikiran Ibnu Hazm, murid Ibnu Hazm lainnnya adalah Abu
Muhammad Abdullah bin Muhammad bin al-Arabi, dimana ia berteman
dan belajar bersama dengan Ibnu Hazm selama 7 tahun (Ash-
Shiddieqy,1997:130).

Pendapat Ibnu Hazm tentang Kewajiban Pemberian Nafkah bagi Istri yang
Nusyûz
Pada dasarnya Ibnu Hazm adalah sososk ulama yang mengalami
konversi madzhab berkali-kali, pertama dia sebagai madzhab Maliki,
kemudian madzhab Syafi’i dan yang terakhir adalah madzhab adz-
220 https://riset-iaid.net/index.php/istinbath
ISTINBATH p-ISSN 1907-8064
Volume 16, Nomor 2, 2021 e-ISSN 2807-7520
DOI: https://doi.org/10.36667/istinbath.v16i2.284

Dzahiri. Dimana kedudukannya tidak hanya sebagai pengikut saja tetapi


juga sebagai penerus madzhab tersebut, bahkan terkenal sebagai pendiri
madzhab adz-Dzahiri yang kedua.
Menurut Ibnu Hazm, istri yang nusyûz tetap mendapatkan nafkah
dari suaminya. Hal ini berdasarkan pernyataan Ibnu Hazm dalam
kitabnya al-Muhalla (Ibnu Hazm, t.t : 510) :
‫وعلى الزوج كسوة الزوجة مذ يقعد النكاح ونفقتها وما تتوطاه وتتغطاه وتفترشه وإسكانها كذالك‬
‫ صغيرة كانت أو كبيرة ذات اب أو يتيمة غنية أو فقيرة دعى إلى بناء أو لم يدع ناشزا‬.‫أيضا‬
.‫كانت أو غير ناشزحرة كانت أو أمة‬
Suami wajib menafkahi istrinya sejak terjalinnya ‘aqad nikah, baik
nafkah berupa pakaian dan purnak perniknya begitupula tempat
tinggalnya, baik istri yang masih kecil atau sudah dewasa, masih
mempunyai orang tua atau sudah yatim, dalam keadaan kaya atau miskin,
baik suami mengajaknya hidup serumah atau tidak hidup serumah, baik
istri dalam keadaan nusyûz atau tidak, istrinya merdeka ataupun hamba
sahaya.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa seorang istri
yang berbuat nusyûz tetap memperoleh hak nafkah. Menurutnya bahwa
adanya ikatan suami-istri sendirilah yang menjadi sebab diperolehnya
nafkah. Jadi, selama adanya ikatan pernikahan maka selama itu pula ada
hak nafkah, tanpa melihat syarat-syarat sebagaimana dikatakan oleh
madzhab-madzhab lain.
Untuk lebih menguatkan pendapatnya ini, Ibnu Hazm juga
mengatakan :
‫وهذا يوجب لهن النفقة من حين العقد‬
“Dan dalil ini menunjukkan wajib memberi nafkah pada istri sejak
terjadinya akad pernikahan” (Ibnu Hazm, t.t : 510).
Ada qaul yang mengatakan bahwa tidak ada hak nafkan bagi
perempuan yang tidak mau diajak hidup serumah (nusyûz) itu tidak ada
dalam al-Qur’an, Hadits, Qaul sahabat dan juga Qiyas. Ketika Allah
mengharapkan pengecualian bagi istri yang nusyûz maka Allah akan
menjelaskannya (Ibnu Hazm, t.t : 510).
Ibnu Hazm sebagai ulama Dzahiri, dalam menetapkan hukum
berbeda dengan ulama lain pada umumnya. Hal ini karena ia mempunyai
metode metode tersendiri dalam memhami nash, yaitu hanya dengan
mengambil dzahirnya saja.
Dasar yang digunakan Ibnu Hazm adalah al-Qur’an surah an-Nisa
ayat 34, sebagai berikut :

https://riset-iaid.net/index.php/istinbath 221
Muchtar & Sutarso

            

            

          

)٢٣ : ‫ (النساء‬      


Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang
lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian
dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat
kepada Allah lagi memelihara diri] ketika suaminya tidak ada, oleh karena
Allah telah memelihara (mereka) wanita-wanita yang kamu khawatirkan
nusyûznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat
tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu,
Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannyaSesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar. (Q.S.
An-Nisa : 34).
Ibnu Hazm juga menggunakan hadits Nabi SAW. sebagai
dasar hukumnya, yaitu :
‫ قال رسول اهلل صل اهلل عليه وسلم في حجة الوداع فاتقوا اهلل في‬,‫عن جابر رضى اهلل عنه‬
‫النساء فإنكم اخذتموهن بأمان اهلل واستحللتم فروجهن بكلمة اهلل ولكم عليهن ان ال يوطئن‬
‫فرشكم أحدا تكرهونه فإن فعلن ذالك فاضربوهن ضربا غير مبرح ولهن عليكم رزقهن‬
.)‫وكسوتهن بالمعروف (رواه مسلم‬
“Dari Jabir bin Abdillah ra, Bahwa Rasulullsh SAW sewaktu haji
wada’ bersabda: hendaklah kamu bertakwa kepada Allah dalam urusan
perempuan. Karena sesungguhnya kamu telah mengambil mereka dengan
kalimat Allah. Kamu telah menghalalkan kehormatan mereka dengan
kalimat Allah. Wajib bagi mereka (istri-istri) untuk tidak memasukan
kedalam rumahmu orang yang tidak kamu sukai . Jika mereka melanggar
hal tersebut pukullah mereka, tetapi jangan sampai melukai. Mereka
berhak mendapatkan uang belanja dari kamu dan pakaian dengan cara
yang ma’ruf” (Ibnu Majah, 2005 : 84).
Menurut Ibnu Hazm, dasar inilah yang yang menunjukkan adanya
suatu kewajiban untuk memberi nafkah pada istri sejak adanya akad
nikah. Menurut Ibnu Hazm bahwa pemberian nafkah kepada istri yang
nusyûz tidak terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, sebagaimana
diketahui Ibnu Hazm hanya melihat dzahir dari kedua nash tersebut tanpa
memberikan tafsiran dan menta’wilkan hukum.
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa Ibnu Hazm
memandang bahwa seorang suami tetap mempunyai kewajiban memberi

222 https://riset-iaid.net/index.php/istinbath
ISTINBATH p-ISSN 1907-8064
Volume 16, Nomor 2, 2021 e-ISSN 2807-7520
DOI: https://doi.org/10.36667/istinbath.v16i2.284

nafkah kepada istri yang berbuat nusyûz sejak terjadinya akad nikah dan
selama masih adanya ikatan suami istri diantara keduanya tanpa
memberikan syarat-syarat yang lain.
b. Dasar Hukum Ibnu Hazm tentang Nafkah
Ibnu Hazm sebagai ulama yang mengusai dan memahami berbagai
ilmu, maka beliau tidak serta merta menentukan suatu hukum tanpa
didasari dalil Syar’i, maka dalam masalah penetapan hukum pemberian
nafkah bagi istri yang nusyûz beliau menggunakan beberapa dalil, di
antaranya:
            

            

          

)٢٣ : ‫ (النساء‬      


Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang
lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian
dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat
kepada Allah lagi memelihara diri] ketika suaminya tidak ada, oleh karena
Allah telah memelihara (mereka) wanita-wanita yang kamu khawatirkan
nusyûznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat
tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu,
Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar. (Q.S. An-Nisa : 34).
‫ قال رسول اهلل صل اهلل عليه وسلم في حجة الوداع فاتقوا اهلل في‬,‫عن جابر رضى اهلل عنه‬
‫النساء فإنكم اخذتموهن بأمان اهلل واستحللتم فروجهن بكلمة اهلل ولكم عليهن ان ال يوطئن‬
‫فرشكم أحدا تكرهونه فإن فعلن ذالك فاضربوهن ضربا غير مبرح ولهن عليكم رزقهن‬
.)‫وكسوتهن بالمعروف (رواه مسلم‬
Dari Jabir bin Abdillah ra, Bahwa Rasulullsh SAW sewaktu haji
wada’ bersabda: hendaklah kamu bertakwa kepada Allah dalam urusan
perempuan. Karena sesungguhnya kamu telah mengambil mereka dengan
kalimat Allah. Kamu telah menghalalkan kehormatan mereka dengan
kalimat Allah. Wajib bagi mereka (istri-istri) untuk tidak memasukan
kedalam rumahmu orang yang tidak kamu sukai . Jika mereka melanggar
hal tersebut pukullah mereka, tetapi jangan sampai melukai. Mereka
berhak mendapatkan uang belanja dari kamu dan pakaian dengan cara
yang ma’ruf” (Ibnu Majah, 2005 : 84).

https://riset-iaid.net/index.php/istinbath 223
Muchtar & Sutarso

Menurut Ibnu Hazm, dasar inilah yang yang menunjukkan adanya


suatu kewajiban untuk memberi nafkah pada istri sejak adanya akad
nikah. Menurut Ibnu Hazm bahwa pemberian nafkah kepada istri yang
nusyûz tidak terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, sebagaimana
diketahui Ibnu Hazm hanya melihat dzahir dari kedua nash tersebut tanpa
memberikan tafsiran dan menta’wilkan hukum.

Kesimpulan
Pendapat Ibnu Hazm tentang kewajiban pemberian nafkah terhadap
istri nusyûz dilihat dari sejak terjalinnya akad nikah, baik suami tersebut
mengajak hidup serumah atau tidak. Karena selama adanya ikatan suami
istri, maka selama itu pula ada hak nafkah tanpa memberikan syarat-syarat
yang lain, dan semua itu disesuaikan dengan keadaan dan kesanggupan
suami. Dasar hukum yang digunakan ibnu Hazm tentang kewajiban
pemberian nafkah terhadap istri nusyûz adalah Q.S. An-Nisa ayat 34 dan
H.R Ibnu Majah.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Dudung. (2003). Pengantar Metode Penelitian. Kurnia Alam,


Yogyakarta.
Abi Bakar, (t.t) ‘I’anah al-Thalibin, Dar Ihya al-Tutath al-Arabi, Bairut.
Al- Syafi’I, Imam Muhammad binIdris, Al-Umm, (t.t.). Daar Fikr li Al-
Thaba’ah wa Al-Nasyar wa Al-Tauz’i.
Ali Himayah, Mahmud (2000). Ibnu Hazm wa Minhajuh fi Dirasah al-Adyan,
Lentera, Jakarta.
Al-Jazairi, (t.t). Fiqih ‘Ala Madzahib al-Arba’ah, Daar al-Ilmiah, Bairut Libanon.
Al-Zuhaili, Wahbah, (2002). Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu, Dar Al- Fikr,
Damsyiq.
Amirin, M. Tatang. (1995). Menyusun Rencana Penelitian. P.T. Raja Grfindo
Persada, Jakarta.
An-Nasaai. (1930). Sunan An-Nasai. Cetakan kesatu. Darul Fiqri, Baerut.
Anwar, Moch, (1991). Dasar-dasar Hukum islam, PT, eresco, Jakarta.
As-Shiddieqy, (1997). Pengantar ilmu Fiqih, Pustaka Rizki putra, Semarang.
Asy-syarqoqi, Abdurrahman, (2000). A’immah al-fiqh at-Tis’ah, Pustaka
Hidayah, Bandung.
Dahlan, Abdul Aziz, (1996). Ensiklopedia Hukum Islam, Ikhtiar Baru, Jakarta.
Departemen Agama RI. (1989). Al-Qur’an dan Terjemahnya, Toha Putra,
Semarang
Djamil, Fathurahman. (1997). Filsafat Hukum Islam. Logos Wacana Ilmu,
Jakarta.
Ibn Qudamah, (t.t). al-Mughni, Maktabah al-Jumhuriyyah al-‘Arabiyah.
Ibnu Hazm, (t.t). al-Ihkam fi al-Ushul al-Ahkam, Daar al-kutub al-Ilmiah,
Bairut Libanon.
224 https://riset-iaid.net/index.php/istinbath
ISTINBATH p-ISSN 1907-8064
Volume 16, Nomor 2, 2021 e-ISSN 2807-7520
DOI: https://doi.org/10.36667/istinbath.v16i2.284

Ibnu Hazm. (t.t.). Al-Muhalla volume 10. Darul Fikri. Bairut.


Ibnu Majah. (2005). Sunan Ibnu majah. Darul Hadits, Mesir.
Ibnu Rusyd, (t.t). Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid,Darul Fikri,
Bairut.
Kauma, Daud, Fu’ad Isnaini, (1996). Membangun Surga Rumah tangga
menurut Syari’at, CV. Aneka, Solo.
Mahfud, Sahal. (1994) Nuansa Fiqih Sosial, LkiS, Yogyakarta.
Mardalis. (1993). Metode Penelitian : Suatu Pendekatan Proposal. Bumi Aksara,
Jakarta.
Muhammad, Husein, (2012). Fiqih Perempuan,P.T LKS Printing Cemerlang,
Bantul.
Muhammad, Imam bin Isma’il ash-Shan’any (t.t). Subul al-Salam, Dar al-
kutub al-Ilmiyah, Bairut Libanon.
Mukhtar, Kamal, (1974). Asas-asas Hukum Islam tentang perkawinan, Bulan
Bintang, Jakarta.
Rasjid, Sulaiman, (2009). Fiqih Islam, Sinar Baru Algensindo, Bandung
Rido, Rasyid. (t.t.). Tafsir AL-Mannar. . Darul Fikri. Bairut.
Rofiq, Ahmad, (2003). Hukum Islam di Indonesia, PT. Raja, Jakarta.
Sabiq , Sayyid. (2008). Fikih Sunnah 6. P.T. Cakrawala Publising, Jakarta.
Shaleh Ibn Ghanim, as-Sadlani, (1993).Nusyûz, Konplik Suami Istri dan
penyelesaiannya, Pustaka al-Kautsar, Jakarta.
Shihab, Quraish, (1996). Wawasan al-Quran Tafsir Mau’dhui Atas berbagai
Perso’alan Umat,Mizan, Bandung.
Subekti R. (1994). Kompilasi Hukum Islam. P.T. Radnya Paramita, Jakarta.
Syarifuddin, Amir. (2010). Garis-Garis Besar Fiqih. Kencana, Jakarta.
Syarifudin, Amir, (2009). Hukum Perkawinan Islam di Indonesia.Fajar
Interpratama, Jakarta.
Uman, H. (1998). Pengantar Studi Hukukm Islam. P.T. Toko Gunung Agung,
Jakarta.
Usman,Suparman. (2001). Hukum Islam : Asas-Asas dan Pengantar Studi
Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia. Gaya Media Pratama,
Jakarta.
Yunus, muhammad. (2013). Kamus Arab Indonesia, TB. Ramadhan agency,
Bekasi.

https://riset-iaid.net/index.php/istinbath 225
Muchtar & Sutarso

226 https://riset-iaid.net/index.php/istinbath

You might also like