321 591 1 SM (Serangan 4 Hari)
321 591 1 SM (Serangan 4 Hari)
321 591 1 SM (Serangan 4 Hari)
ABSTRACT
This study aims to determine the beginning of the Four-Day General
Attack in Surakarta in 1949, to know the role and involvement of the Student
Army in the 1949 General Four-Day Attacks in Surakarta both before the
fighting, when the battle took place until the battle ended and to know how the
influence The Four Day General Attack in Surakarta in 1949 against the
recognition of the sovereignty of the Republic of Indonesia by the Government of
the Kingdom of the Netherlands. Research and writing on the occurrence of the
Four Day General Attacks in Surakarta in 1949 using the Historical Research
Method with a Social Approach. This approach is used in describing past events,
so that the social aspects of the events examined will be revealed in it. In
accordance with the subject matter to be discussed, the method used is the
Historical Research Method. From this research, one conclusion can be drawn
that the beginning of the Four-Day Battle in Surakarta was due to a reaction from
the launch of Military Aggression II where the Dutch troops entered the city of
Solo, and the purpose of the Four-Day Battle in Surakarta was to get a position
and field during cease fire applied. In addition, the students who joined the
Student Army Force also had an important role in the course of the General
Attacks in addition to fighting and holding escorts in the surrender of the City of
Solo. After the expulsion of the Dutch forces from the city of Solo, the result of a
4-day General Attack benefited the Republic both in the military and in the
political field. In the Round Table Conference, the Dutch were forced to admit
that the Republic of Indonesia's fighters had a very strong position in the City of
Solo and surrendered the sovereignty of the Republic of Indonesia.
Keywords: Four Day General Attacks in Surakarta, Student Soldiers
PENDAHULUAN
Sesudah Perjanjian Renville ditandatangani, hubungan antara Republik
Indonesia dengan Belanda tetap tegang. Angkatan Bersenjata sudah
memperkirakan bahwa Belanda pasti akan melakukan serangan kembali. Hanya
saja waktunya tidak dapat ditentukan (Djamhari, 1971: 35). Kekhawatiran ini
didasari pada isi Perjanjian Renville dimana Republik Indonesia harus menyetujui
Garis Demarkasi yang dibuat oleh Gubernur Jenderal Van Mook sebagai
pembatas wilayah Indonesia dan daerah kedudukan Belanda sehingga Pemerintah
Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta dan Sumatera sebagai bagian
29
Keterlibatan Tentara Pelajar Pada Serangan Umum Empat Hari Di Surakarta Tahun 1949
(Ivan Prapanca Wardhana, Muhadi, Ageng Sanjaya)
wilayah Republik Indonesia. Selain itu TNI harus ditarik mundur dari daerah
kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur hal ini
mengakibatkan lemahnya angkatan bersenjata karena wilayah gerilya semakin
dipersempit.
Setelah Agresi Militer Belanda yang kedua dilancarkan, saat penyerangan
terjadi Pemerintah Kerajaan Belanda menyatakan bahwa tidak lagi terikat pada
Perjanjian Renville sehingga masalah tersebut mendapat perhatian Dewan
Keamanan PBB. Tindak lanjut dari hal tersebut maka pada tanggal 14 April 1949
sampai 7 Mei 1949 tercapailah perundingan Roem - Royen. Salah satu keputusan
yang dicapai ialah bahwa Pemerintahan Republik Indonesia harus dikembalikan
ke Yogyakarta sebagai syarat untuk mengadakan perundingan lebih lanjut
(Djamhari, 1971: 39). Dengan dikembalikannya Yogyakarta berarti angkatan
perang memperoleh satu kantong istiewa. Sementara itu Pasukan Belanda
kekuatannya berpindah ke kota lain termasuk Surakarta.
Kecurigaan, bahwa Belanda akan memulai serangan baru, ternyata terbukti
di Surakarta. Bertambahnya kekuatan Belanda dikota ini sebagai akibat
perpindahan dari Yogyakarta, meningkatkan tekanan mereka terhadap Brigade V.
Tanggal 8 Agustus 1949, Letnan Kolonel Slamet Riyadi mengeluarkan Perintah
Siasat No, 018/CO.PPS/’49 agar Sektor Sub Wehrkreise 106/Arjuna pimpinan
Mayor Achmadi mengadakan serangan besar-besaran ke dalam kota sebelah timur
dan utara (Anonim, 1996: 100).
METODE PENELITIAN
Penelitian dan penulisan mengenai terjadinya peristiwa Serangan Umum
Empat Hari di Surakarta tahun 1949 menggunakan Metode Penelitian Historis
dengan Pendekatan Sosial. Pendekatan ini dipergunakan dalam penggambaran
peristiwa masa lalu, maka didalamnya akan terungkap segi-segi sosial dari
peristiwa yang dikaji (Notosusanto, 1971: 11). Sesuai dengan pokok
permasalahan yang akan dibahas, maka metode yang paling tepat adalah Metode
Penelitian Historis Menurut Louis Gottshalk (1985: 32) yang dimaksud dengan
Metode Penelitian Historis adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis
rekaman dari pengalaman masalampau.
30
KERATON : Journal of History Education and Culture
Vol. 1, No. 1, Juni 2019
31
Keterlibatan Tentara Pelajar Pada Serangan Umum Empat Hari Di Surakarta Tahun 1949
(Ivan Prapanca Wardhana, Muhadi, Ageng Sanjaya)
32
KERATON : Journal of History Education and Culture
Vol. 1, No. 1, Juni 2019
33
Keterlibatan Tentara Pelajar Pada Serangan Umum Empat Hari Di Surakarta Tahun 1949
(Ivan Prapanca Wardhana, Muhadi, Ageng Sanjaya)
b. Seksi Pionir
Sebagai Seksi Pioner yang bertugas bertempur di front dan melakukan
tugas penghancuran kota, Tentara Pelajar juga ditugaskan untuk mengungsikan
warga yang bermukim ditengah Kota Solo untuk segera berpindah menuju keluar
kota karena dipastikan bahwa dipusat kota akan terjadi pertempuran yang sangat
hebat dan dikhawatirkan akan memakan korban dari para warga sipil. RRI
Surakarta menyiarkan berita mengenai penyerbuan tentara Belanda ke Yogya,
kemudian ulangan pidato Bung Karno sebelum ditawan Belanda oleh Belanda,
suasana Kota Solo makin tegang. Banyak penduduk yang bersiap-siap hendak
mengungsi ke desa (Diasmadi, 1986: 24).
Hal ini juga dibarengi dengan penyelamatan dokumen-dokumen
pemerintahan yang penting dari kantor-kantor pemerintahan yang ada agar tidak
jatuh ketangan Pasukan Belanda. Pengungsian pegawai pemerintah pun
dilakukan. Mereka harus membawa perlengkapan kerjanya, agar di desa manapun
dapat menajalankan roda pemerintahannya. Hanya sejumlah pegawai tertentu
diperbolehkan tinggal di dalam kota. Mereka mendapat tugas khusus (Diasmadi,
1986: 29).
Hari Minggu tanggal 19 Desember 1948 pada malam hari seluruh kesatuan
Tentara Pelajar telah siap-siaga di asrama masing-masing. Tiap regu dan seksi
mengadakan tengko (berasal dari bahasa Jepang, artinya apel) dalam rangka
melengkapi tiap anggota dengan senjata dan peluru. Sesuai dengan tugasnya
anggota-anggota TGP sibuk mengadakan persiapan bumi hangus. Truk-truk dan
kendaraan pengangkut dikerahkan untuk membawa mesiu, peluru howitzer, dan
perlengkapan perang lainnya. Tidak boleh ada perlengkapan penting yang
tertinggal dikota. Jika ada perlengkapan yang penting yang tidak terangkut keluar
kota, harus dimusnahkan. Jangan sampai musuh menggunakanya. Peralatan RRI
Surakarta, termasuk pemancar dan transmiter diangkut ke luar kota. Peralatan
penting itu diangkut dengan truk Chevrolet bernomor SLO 211 dan truk De Soto
bernomor 2116 (Diasmadi, 1986: 26).
Pada waktu subuh hari Senin, 20 Desember 1948 pergerakan untuk
melakukan siasat Bumi Hangus mulai dilancarkan. Bom-bom berukuran 50
Kilogram dan 100 Kilogram yang telah disiapkan diangkut dari Lapangan Udara
34
KERATON : Journal of History Education and Culture
Vol. 1, No. 1, Juni 2019
36
KERATON : Journal of History Education and Culture
Vol. 1, No. 1, Juni 2019
kota dikuasai oleh pihak penyerang. Namun sekitar pukul 15.00 Belanda mulai
mengadakan serangan balasan. Enam buah pesawat terbang Belanda mengadakan
pemboman di daerah kampung-kampung Manahan dan Laweyan, sehingga
banyak rakyat yang menjadi korban. Sampai larut malam pertempuran terus
berlangsung.
Tanggal 8 Agustus 1949 sejak subuh hingga subuh berikutnya, serangan-
serangan gencar diulangi lagi. Hubungan antara markas dan pos-pos Belanda
diputuskan, sehingga Pasukan Belanda terkurung pada kedudukannya dan tidak
dapat saling membantu. Sehingga sebagai serangan balasan Pasukan Belanda
mengerahkan pesawat tempurnya untuk melakukan pengeboman di Kampung
Kandangsapi dan menghamburkan peluru metraliur dengan sasaran kampung-
kampung di Kota Solo yang diperkirakan oleh Pasukan Belanda merupakan basis
pertahanan dari Pasukan Tentara Pelajar.
Di setiap kampung yang telah diduduki oleh Pasukan Tentara Pelajar
dikibarkan Bendera Merah Putih pada tiang listrik, telepon maupun pada puncak-
puncak pohon. Masyarakat juga ikut membantu Pasukan Tentara Pelajar dengan
membuat rintangan-rintangan di jalan-jalan. Sementara pertempuran masih
berlangsung, pada pukul 10.00 Letkol Slamet Riyadi selaku Komandan
Pertempuran Panembahan Senopati mengeluarkan Perintah Siasat No.
018/CO.P.P.S./49 yang ditujukan kepada Komandan P.P.S. (Sub-Wehrkreise
106/Arjuna) dan tindasannya disampaikan kepada Komandan P.P.S. (SWK) 100
s/d 105. Isi dari Perintah Siasat tersebut adalah:
1. Mengadakan Serangan Perpisahan (Afcheids Aanval) ke Kota Solo dengan
Serangan Umum (besar-besaran)
2. Tanggal: 10-8-1949 jam 06.00 serangan dimulai Tanggal: 10-8-1949 jam
16.00/selesai (jika mungkin sampai petang) Tanggal: 10-8-1949 jam 24.00
harus sudah selesai, serangan sama sekali dan berhenti gerakan militer sesuai
Instruksi Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia (Anonim,
1993: 54).
Rupanya tujuan dari Serangan Umum ke Kota Solo juga disebutkan di
dalam Perintah Siasat yang tujuannya antara lain:
37
Keterlibatan Tentara Pelajar Pada Serangan Umum Empat Hari Di Surakarta Tahun 1949
(Ivan Prapanca Wardhana, Muhadi, Ageng Sanjaya)
SIMPULAN
Dari penelitian tersebut maka dapat ditarik satu kesimpulan bahwa awal
terjadinya terjadinya Pertempuran Empat Hari di Surakarta adalah dikarenakan
38
KERATON : Journal of History Education and Culture
Vol. 1, No. 1, Juni 2019
DAFTAR PUSTAKA
_____. 1993. Pertempuran Empat Hari Di Solo Dan Sekitarnya, Bunga Rampai
Cuplikan-Cuplikan Sejarah. Jakarta: Kerukunan Eks Anggota Detasemen
II Brig. 17.
Diasmadi, DSG. S. 1983. Catatan Kisah Perjoagan Taruna Patria Sala Merdeka
atau Mati Bagian I. Yogyakarta: Yayasan Al-Qalam.
_____. 1983. Catatan Kisah Perjuagan Tentara Pelajar Sala, Bagian II.
Yogyakarta: Yayasan Al-Qalam.
_____. 1986. Tentara Pelajar Solo Masa Aksi Militer Belanda II. Jakarta:
Pustaka Jaya.
Djamhari, Saleh As’ad. 1967. Markas Besar Komando Djawa (1948 – 1949).
Jakarta: Lembaga Sedjarah HANKAM.
39
Keterlibatan Tentara Pelajar Pada Serangan Umum Empat Hari Di Surakarta Tahun 1949
(Ivan Prapanca Wardhana, Muhadi, Ageng Sanjaya)
Nasution, Djenderal A.H. 1968. Tentara Nasional Indonesia Jilid III. Jakarta:
Seruling Masa.
Vidya Yudha Majalah Berkala Dinas Sejarah TNI – Angkatan Darat, No. 20
Tahun 1975
40