Urgensi Model Pembelajaran Interaktif Dalam Meningkatkan Prestasi Dan Motivasi Belajar Siswa Dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 18

Tsamratul -Fikri | Vol. 15, No.

1, 2021
ISSN | 2086-5546

URGENSI MODEL PEMBELAJARAN INTERAKTIF


DALAM MENINGKATKAN PRESTASI DAN MOTIVASI
BELAJAR SISWA DALAM MATA PELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAUZI RAHMANUL HAKIM

Abstract: In learning Islamic Religious Education (PAI) students need a


learning model that is appropriate and precise in its characteristics. Learning
model is termed by interpreting a broader scope than the learning method or
strategy. Therefore, the learning model can be interpreted as planning which
is used as a reference or rule in the learning process carried out in the
classroom and can be a determinant of learning equipment such as teaching
materials, books, curriculum, and so on. So it can be said that the learning
model is a directional framework from the educator for the teaching process.
This research tries to present an overview of the learning problems of an
interactive model in the practice of Islamic education. Islamic education is
now faced with various kinds of challenges, demands and needs that have
never existed before. So it is not enough with just one learning model, it takes
innovation in the renewal of the learning model that is tailored to the system
needs, curriculum, human resource competencies, infrastructure, and others.
If not, then Islamic education in practice will be increasingly left behind
because it becomes a problem of learning models that do not adapt to
developments. This research uses a literature study approach, data collection
through text studies, then the data obtained is analyzed using content analysis.
This method intends to analyze the problems of interactive learning in Islamic
education practices. So it becomes a solution if the urgency learning model is
made into a good innovation from its weaknesses and strengths. Because the
learning process of students will be considered more effective if students after
learning can find out something that was not previously known. So, learning
achievement will change for the better with a change in new behavior in the
level of reason, knowledge, thinking or advancement of physical potential.

Keywords: Interactive learning, achievement, motivation, Islamic religious


learning

1
2 http://riset-iaid.net/index.php/TF

Pendahuluan
Pendidikan adalah usaha sadar dalam menempuh suatu berkemajuan,
yang tadinya tidak bisa menjadi bisa, yang tadinya tidak baik menjadi baik,
yang tadinya tidak disiplin menjadi disiplin. Dunia pendidikan memberikan
solusi dari segala masalah, namun tentunya dalam pendidikan pun tidak luput
dari yang namanya masalah, baik itu dalam perencanaan, proses
pembelajaran, model pembelajaran, evaluasi bahkan masalah yang ada dari
hasil pendidikan itu sendiri.
Dalam pendidikan secara sadar diusahakan oleh peserta didik dalam
mengembangkan potensi yang dimilikinya supaya menjadi manusia yang
memiliki keunggulan yang cakap dalam menghadapi bermacam problematika
dan tantangan kehidupan. Pendidikan yang bertujuan memaksimalkan peserta
didik agar dapat mengembangkan potensi yang sesuai dengan keinginan
minat dan keberadaan bakatnya, tujuan pendidikan tersebut dapat
berlangsung baik dengan pembelajaran secara aktif interaktif dan
menyenangkan. Teknolologi dan informasi yang berkembang semakin canggih
memberikan tantangan terhadap problematika baru di dunia pendidikan,
sehingga membutuhkan usaha dan inovasi yang cepat, akurat sesuai
perkembangan zaman, hal ini mendorong terjadinya proses perubahan dan
perkembangan pendidikan nasional (Nita, 2018).
Sebagai proses penyempurnaan secara jasmani dan rohani yang ada
dalam pendidikan, ini merupakan usaha dan ikhtiar sadar dalam peningkatan
aspek akal peserta didik dalam meningkatkan potensi akal, potensi perasaan,
dan potensi jiwa. Dilatihnya potensi fisik pada peserta didik adalah usaha
untuk menjadikan kemampuan terampilnya yang menjadi keahlian peserta
didik itu sendiri, bisa dikatakan keahlian profesional untuk modal hidup
bermasyarakat. Maksimalnya kemapuan diri juga harus dimiliki oleh setiap
peserta didik yang bisa memberikan kemanfaatan hidup di masyarakat umum,
manfaat untuk pribadi, anggota keluarganya dan usaha dalam mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat sebagai tujuan utamanya (Basri,
2009)
Pembelajaran yang efektif ditandai dengan berlangsungnya proses
belajar mengajar yang mampu membelajarkan peserta didik dan
mendapatkan prestasi belajar yang memuaskan. Proses belajar peserta didik
akan dianggap lebih efektif apabila peserta didik setelah belajar bisa
mengetahui sesuatu yang sebelumnya belum diketahui. Jadi, prestasi belajar
akan berubah menjadi baik dengan adanya perubahan tingkah laku baru
dalam tingkat akal pengetahuan, berpikir atau kemajuan potensi jasmaninya
(Hamzah, 2007)
Demikian pula pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)
membutuhkan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan
karakteristik peserta didik dalam belajar. Istilah model pembelajaran
mempunyai arti yang sangat luas dari strategi, model, atau prosedur. Menurut
Tsamratul Fikri | Vol. 15, No. 1, 2021 3

Joyce model pembelajaran adalah suatu pola atau perencanaan yang dipakai
sebagai petunjuk dalam mempersiapkan pembelajaran di kelas atau cara
pembelajaran dan sebagai pilihan perangkat pembelajaran termasuk di
dalamnya buku, film, komputer, kurikulm, dan lain sebaginya. Jadi model
pembelajaran merupakan kerangka dan arah bagi pendidik untuk mengajar
(Trianto, 2007)
Rendahnya prestasi belajar peserta didik pada mata pelajaran PAI
dapat disebabkan beberapa faktor. Diantara faktor yang bisa menjadi
penyebabnya antara lain: model pembelajaan yang kurang tepat, materi yang
terlalu abstrak, cara mengajar pendidik yang kurang menarik, aktivitas
peserta didik yang kurang optimal, tidak digunakannya media atau
penggunaan media pembelajaran yang minim. Faktor peserta didik dan sarana
pun sebetulnya dapat juga menjadi penyebabnya, namun penelitian ini yang
akan memprioritaskan pada problematika model pembelajaran interaktif
dalam praktik pendidikan Islam.
Berhasilnya proses pembelajaran Pendidikan Islam tidak akan terlepas
dari kesiapan pendidik memodifikasi model pembelajaran yang mempunyai
tujuan pada meningkatnya keterlibatan yang sering peserta didik secara baik
dan efektif dalam proses belajar. Pengembangan model pembelajaran tepat
pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik dalam belajar secara efektif dan interaktif juga
menyenangkan sehingga peserta didik meraih prestasi belajar yang optimal
(Aunurrahman, 2009)
Pendidikan Islam adalah usaha bimbingan kepada peserta didik supaya
nantinya setelah usai dari pembelajaran dapat ngetahui dan memahami apa
yang terpenting di dalam Islam secara menyeluruh, makna dan tujuan yang
akan dihayati supaya pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan
ajaran Islam yang telah dianutnya itu sebagai dasar hidup sehingga dapat
menghadirkan keselamatan dunia dan akhirat (Daradjat, 2009).
Beberapa faktor yang bisa menjadi penyebab tidak maksimalnya
prestasi peserta didik atau semangat dalam belajar antara lain: terlalu
abstraknya materi bahan ajar, kurang menariknya penyampaian seorang
pendidik, kurang aktifnya peserta didik, kurang optimalnya media yang
digunakan sebagai bahan ajar, atau kurang tepatnya model pembelajaran.
Sarana dan prasaranapun bisa menjadi penyebab dari hal tersebut, namun
yang akan diperbaiki dalam penelitian ini fokusnya adalah kepada model
pembelajaran (Aunurrahman, 2009).
Kemampuan peserta didik dalam mengembangkan model
pembelajaran menjadi salah satu keberhasilannya proses pembelajaran dalam
mata pelajaran pendidikan agama Islam yang fokus pada meningkatnya
keaktifan peserta didik secara baik dalam proses belajarnya. Pada dasarnya
model pembelajaran yang dikembangkan dengan baik bisa menjadikan tujuan
dalam menciptakan suasana dan kondisi pembelajaran yang efektif, aktif serta
4 http://riset-iaid.net/index.php/TF

membuat peserta didik ada dalam proses pembelajaran yang nyaman dan
menyenangkan sehingga prestasi yang optimal dalam belajar dapat diraih.
Usaha mengoptimalkan prestasi belajar peserta didik adalah suatu cita-
cita yang besar para pendidik disetiap sekolah. Pengembangan model
pembelajaran sangat diinginkan untuk memudahkan peserta didik dalam
memahami materi yang hasilnya dapat mengoptimalkan prestasi belajar
peserta didik dalam pembelajaran pendidikan agama Islam.
Tidak ada satu model pembelajaran yang dapat diunggulkan, karena
tiap-tiap model pembelajaran terasa baik apabila sesuai dengan meteri
pelajaran tertentu. Mempelajari dan mengembangkan model pembelajaran
bagi pendidik manjadi hal yang sangat pokok untuk diketahui. Dengan
berkembangnya model-model pembelajaran, akan dirasakan oleh pendidik
manfaat dan mudahnya pelaksanaan proses belajar di kelas, sehingga harapan
tuntasnya belajar optimal akan mudah dicapai (Trianto, 2014).
Budaya sekolah dapat dibangun dengan pembiasaan yang bisa
membentuk karakteristik tradisi sekolah, karena peradaban dibentuk dengan
adanya pembiasaan. Kebiasaan bisa menjadikan kelakuan peserta didik baik
aktif maupun pasif dalam prose pembelajarannya.
Nabi Muhammad sebagai contoh sentral panutan dan tauladan bagi
umatnya, sebagaimana firman Allah SWT di dalam al-Qur’an (Abadi, 2001):
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (Q.S. Al-Ahzab (33) ayat 21).
Substansi pembelajaran kuncinya adalah keteladanan, karena
konkritnya tidak cukup diajarkan harus menjadi perilaku yang menjadi fungsi
dari keteladanan.
Terdapat sejumlah model pembelajaran/belajar yang dapat dipergunakan
oleh pendidik dalam kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI).
Untuk dapat memilih model yang tepat dan sesuai, pendidik hendaknya
memperhatikan prinsip-prinsip umum dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya penetapannya.

Metode
Kajian ini menggunakan metode survei pustaka, di mana penulis
melakukan kajian terhadap sejumlah literatur yang relevan, yang
berhubungan dengan model pembelajaran interaktif yang kemudian
dihubungkan dengan upaya peningkatan motivasi pembelajaran mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam.

Hasil Penelitian dan Pembahasan


Model pembelajaran interaktif adalah suatu pendekatan belajar yang
mengarah pada pandangan konstruktivisme. Model pembelajaran ini adalah
salah satu alternatif pilihan model pembelajaran yang dapat menolong peserta
Tsamratul Fikri | Vol. 15, No. 1, 2021 5

didik untuk mampu mengungkapkan keingintahuannya dan ketidaktahuannya


terhadap ilmu atau konsep yang sedang dipelajarinya (Widodo 2007).
Sedangkan menurut Dasna pembelajaran interaktif mengarah pada interaksi
antara pendidik dan peserta didik, penggajar dengan peserta didik, atau
peserta didik dengan sumber belajar/media (Dasna 2015)
Menurut Faire & Cosgrove dalam (Prayekti 2004) model pembelajaran
interaktif terkenal dengan nama pendekatan pertanyaan peserta didik. Model
ini dibuat supaya peserta didik mengeluarkan pertanyaan serta menemukan
jawaban pertanyaan dari peserta didik itu sendiri. Adanya pendapat yang
telah diketahui, bahwa model pembelajaran interaktif akan dapat dipahami
oleh peserta didik sebagai pembelajaran yang menitik beratkan pada
komunikasi antar peserta didik maupun guru dengan peserta didik melalui
interaksi langsung dengan sumber belajarnya. Komunikasi dapat terjalin dari
pemberian stimulus-stimulus untuk menggali pertanyaan-pertanyaan siswa
sebagai ungkapan rasa ingin tahu seswa terhadap pengetahuan yang akan
dipelajari (Ali 2009).
Pertanyaan peserta didik merupakan ciri khasnya dalam model
pembelajaran interaktif. Pada model pembelajaran interaktif yang akan sering
ditekankan muncul adalah pertanyaan-pertanyaan, dan pertanyaan
dimungkinkan bermacam-macam. Menurut Louisel & Descamps dalam (Majid
2014) pertanyaan dalam proses pembelajaran interaktif memiliki tiga tujuan
inti, yakni bisa meningkatkan tingkat berpikir peserta, mengetahui sejauh
mana pemahaman siswa, dan bisa meningkatnya keaktifan belajar peserta
didik.
Menjelaskan Suparman dalam (Majid 2014) bahwa “model
pembelajaran interaktif mempunyai tujuh ciri, (1) adanya variasi dalam
kegiatan klasikal, individu, dan kelompok, (2) adanya aspek mental (potensi
akal dan emosi) peserta didik yang tinggi, (3) pendidik mempunyai peran
menjadi narasumber, fasilitator, dan pemimpin atau manajer kelas yang
demokratis, (4) menjadikan pola komunikasi disegala arah, dan (5)
mempunyai suasana kelas yang baiakm fleksibel, demokratis, menantang, dan
tetap terarah pada tujuan, (6) semua potensi akan menghasilkan dampak
peserta didik lebih efektif, (7) dapat digunakan indoor maupun outdor.”
Suatu model pembelajaran dapat berhasil diterapkan dengan baik
apabila dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah model tersebut. Menurut
Emma Holmes dalam (Irsyadi 2011) model pembelajaran interaktif dilakukan
pada lima langkah yaitu, (1) dimulai dengan adanya pengantar (introduction),
(2) hadirnya aktivitas/pemecahan masalah (activity/problem solving), (3) ada
tahapan saling membagi serta diskusi (sharing and discussing), (4) tahapan
meringkas (summaring), (5) adanya penilaian terhadap unit belajar materi
(assessment of learning of unit material).
Sedangkan menurut Faire & Cosgrove dalam (Widodo 2007), ada tujuh
tahapan dalam model pembelajaran interaktif, yaitu: “pertama adalah adanya
6 http://riset-iaid.net/index.php/TF

tahap persiapan, dalam tahap ini pendidik dan peserta didik mencari dan
memilih informasi tentang topik apa yang melatar belakangi pembelajaran,
lalu mengumpulkan sumber yang ada kaitannya dengan materi pembahasan
yang akan dipelajari. Kedua adalah adanya tahap pengetahuan awal, dalam
tahap ini pendidik berusaha mengemukakan pengetahuan awal tentang topik
pembelajaran yang akan dipelajari. Ketiga adalah adanya tahap kegiatan
eksplorasi, pendidik memberikan penjelasan terkait topik pembelajaran yang
ingin di kembangkan. Dalam kegiatan eksplorasi atau mengembangkan
peserta didik dilibatkan lebih aktif terkait topik pembelajaran yang dipelajari.
Dengan demikian peserta didik diberi stimulus untuk mengusulkan
pertanyaan. Keempat adalah adanya tahap pertanyaan peserta didik, pada
tahap ini seluruh peserta didik diajak untuk memberikan pertanyaan
mengenai topik pembelajaran yang dipelajari. Kelima adalah adanya tahap
penyelidikan, pada tahap ini pendidik dan peserta didik memilih pertanyaan-
pertanyaan yang akan dicari jawabannya melalui penyelidikan. Keenam
adalah adanya tahap pengetahuan akhir, pada tahap ini pengetahuan masing-
masing peserta didik bisa dikelompokan atau dikumpulkan dan dibandingkan
dengan jawaban yang awal. Ketujuh adalah adanya tahap refleksi, pada tahap
ini akumulasi apa yang telah diuji atau bisa dibuktikan dan apa yang masih
perlu dimantapkan sebelumnya. Jika masih ada pertanyaan yang menyusul
pada penerapan model pembelajaran interaktif sebagai usaha untuk
meningkatkan aktivitas pembelajaran dan hasil belajar.
Perlu diketahui pada tahap refleksi ini kalaulah konsepnya belum
terlalu dikuasai dengan baik, maka perlu diulang ke tahap penyelidikan.
Merupakan pendapat para ahli, penelitian ini mengarah pada dasar langkah-
langkah model pembelajaran interaktif menurut Holmes yaitu: (Suharso 2012)
Tsamratul Fikri | Vol. 15, No. 1, 2021 7

Table. Langkah-langkah Model Pembelajaran Interaktif (Widiantono 2017)

No Tahapan Aktivitas
1 Tahap pengantar Pada tahap pengorganisasian kelas untuk adanya
pembelajaran (kerja individual/kerja kelompok).
Sebagai pengetahuan awal peserta didik harus
menyelidiki dengan pertanyaan yang diajukan
dalam permasalahan yang sudah ditentukan. Setelah
itu peserta didik harus menemukan dan
menyampaikan penelitian yang ditemukan oleh
peserta didik, contohnya adanya menyelesaian
problem/masalah oleh peserta didik, peserta didik
melakukan aktivitas (adanya penyelidikan,
percobaan pada tugas, memberikan pengamatan
penelitian, atau melakukan Tanya jawab juga
diskusi), kemudian melanjutkan/mempelajari topik,
serta peserta didik mengerjakan tugas (proyek).
2 Tahap aktivitas Pada model interaktif aktivitas penyelesaian
penyelesaian masalah adalah tahap inti, dikarenakan tahap ini
masalah melibatkan peserta didik untuk mengolah pikir dan
memplanigkan apa yang harus dicari dari materi
pembelajaran, dan pembagian proyek (kelompok).
Pendidik harus mengamati, membimbing peserta
didik, dan memberikan komentar terhadap tugas
proyek peserta didik. Pada tahap ini akan terlihat
menonjol bagaimana situasi interaktif antar peserta
didik, antar peserta didik dalam kelompok, maupun
antar peserta didik dengan guru.
3 Tahap saling Pada tahap ini peserta didik harus mampu
berbagi dan melaporkan hasil tugas/proyek penyelidikannya
diskusi atau penyelesaian problem/masalah dari
pertanyaan peserta didik sendiri (individu) atau
kelompok, kesimpulan akan ditemukan pada
pelaporan ketika peserta didik melakukan
presentasi atau Tanya jawab/diskusi saling
mengemukakan pendapat. Sementara pendidik
harus bisa mengatur, memimpin perjalanan diskusi,
mengawasi proses presentasi, dan memberikan
komentar pada kegiatan diskusi atau presentasi
dengan mengemukakan pertanyaan apa, bagaimana,
dan mengapa. Dengan melalui pertanyaan itu akan
dimungkinkan peserta didik terlatih untuk berpikir
lebih tinggi dalam menghubungkan fakta-fakta yang
8 http://riset-iaid.net/index.php/TF

mereka temukan dari pengalaman dengan


pengetahuan awal mereka, menjadi konsep atau
ilmu pengetahuan baru yang dipahami peserta didik.
4 Tahap meringkas Pada tahap ini peserta didik memeriksa kembali apa
yang telah dilakukan atau dipejari peserta didik.
Kemudian membuat laporan hasil tugas/kegiatan
peserta didik berdasarkan pengalaman peserta didik
itu sendiri dan apa yang telah peserta didik pelajari
secara ilmiah dengan bimbingan pendidik.
5 Tahap menilai Dalam tahap ini dilakukan penilaian pembelajaran,
belajar peserta didik dan pendidik bersama-sama menilai
kegiatan pembelajaran dari awal sampai akhir
proses pembelajaran. Sehingga peserta didik
diharapkan dapat menguasai meteri dengan baik.

Menurut Renny dalam (Majid 2014) model pembelajaran interaktif


mempunyai enam kelebihan yaitu, (1) peserta didik diberikan lebih
kesempatan untuk melibatkan pengalaman keingin tahuannya kepada objek
yang akan dipelajarinya. (2) peserta didik dilatih mengungkapkan
pengetahuannya melalui pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan kepada
pendidik. (3) model interaktif ini memberikan sarana bermain bagi peserta
didik melalui kegiatan pengembangan/eksplorasi dan penelitian/investigasi.
(4) pendidik menjadi fasilitator, motivator pengetahuan, dan perancang tugas
aktivitas belajar peserta didik. (5) menempatkan peserta didik sebagai subjek
pembelajaran yang aktif. (6) hasil belajar akan lebih dirasakan bermakna.
Sementara kekurangan dari model pembelajaran interaktif yaitu
keberhasilan pembelajaran bergantung pada kemampuan dan kecakapan
pendidik sebagai narahubung atau fasilitator dan manajer kelas dalam
berkomunikasi dari berbagai arah untuk mengembangkan proses dinamika
kelompok (Nurdyansyah and Fahyuni 2016).
Kekurangan tersebut dapat diatasi atau diminimalisir dengan memberikan
pengertian kepada peserta didik tentang dinamika kelompok. Dinamika
kelompok menurut (Santosa 2004) merupakan suatu kelompok yang teratur
dari dua peserta didik atau lebih yang mempunyai hubungan psikologis secara
jelas antara peserta didik yang satu dengan yang lain, antar peserta didik pada
kelompok mempunyai hubungan psikologis yang berlangsung dalam situasi
yang dialami secara bersama-sama.

Karakteristik Model Pembelajaran Interaktif


Model pembelajaran interaktif adalah suatu pendekatan belajar yang
mengarah pada pandangan konstruktivisme. Model pembelajaran ini adalah
salah satu alternatif pilihan model pembelajaran yang dapat menolong peserta
didik untuk mampu mengungkapkan keingintahuannya dan ketidaktahuannya
Tsamratul Fikri | Vol. 15, No. 1, 2021 9

terhadap ilmu atau konsep yang sedang dipelajarinya (Widodo, 2007).


Sedangkan menurut Dasna pembelajaran interaktif mengarah pada interaksi
antara pendidik dan peserta didik, penggajar dengan peserta didik, atau
peserta didik dengan sumber belajar/media (Dasna, 2015)
Menurut Faire & Cosgrove model pembelajaran interaktif terkenal
dengan nama pendekatan pertanyaan peserta didik. Model ini dibuat supaya
peserta didik mengeluarkan pertanyaan serta menemukan jawaban
pertanyaan dari peserta didik itu sendiri (Prayekti, 2004). Adanya pendapat
yang telah diketahui, bahwa model pembelajaran interaktif akan dapat
dipahami oleh peserta didik sebagai pembelajaran yang menitik beratkan
pada komunikasi antar peserta didik maupun guru dengan peserta didik
melalui interaksi langsung dengan sumber belajarnya. Komunikasi dapat
terjalin dari pemberian stimulus-stimulus untuk menggali pertanyaan-
pertanyaan siswa sebagai ungkapan rasa ingin tahu seswa terhadap
pengetahuan yang akan dipelajari (Ali, 2009).
Pertanyaan peserta didik merupakan ciri khasnya dalam model
pembelajaran interaktif. Pada model pembelajaran interaktif yang akan sering
ditekankan muncul adalah pertanyaan-pertanyaan, dan pertanyaan
dimungkinkan bermacam-macam. Menurut Louisel & Descamps pertanyaan
dalam proses pembelajaran interaktif memiliki tiga tujuan inti, yakni bisa
meningkatkan tingkat berpikir peserta, mengetahui sejauh mana pemahaman
siswa, dan bisa meningkatnya keaktifan belajar peserta didik (Majid, 2014).
Suparman menjelaskan diantaranya adalah bahwa “model
pembelajaran interaktif mempunyai tujuh ciri, (1) adanya variasi dalam
kegiatan klasikal, individu, dan kelompok, (2) adanya aspek mental (potensi
akal dan emosi) peserta didik yang tinggi, (3) pendidik mempunyai peran
menjadi narasumber, fasilitator, dan pemimpin atau manajer kelas yang
demokratis, (4) menjadikan pola komunikasi disegala arah, dan (5)
mempunyai suasana kelas yang baiakm fleksibel, demokratis, menantang, dan
tetap terarah pada tujuan, (6) semua potensi akan menghasilkan dampak
peserta didik lebih efektif, (7) dapat digunakan indoor maupun outdor”
(Majid, 2014).
Suatu model pembelajaran dapat berhasil diterapkan dengan baik
apabila dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah model tersebut. Menurut
Emma Holmes model pembelajaran interaktif dilakukan pada lima langkah
yaitu, (1) dimulai dengan adanya pengantar (introduction), (2) hadirnya
aktivitas/pemecahan masalah (activity/problem solving), (3) ada tahapan
saling membagi serta diskusi (sharing and discussing), (4) tahapan meringkas
(summaring), (5) adanya penilaian terhadap unit belajar materi (assessment of
learning of unit material) (Irsyadi, 2011).
Sedangkan menurut Faire & Cosgrove, ada tujuh tahapan dalam model
pembelajaran interaktif, yaitu: “pertama adalah adanya tahap persiapan,
dalam tahap ini pendidik dan peserta didik mencari dan memilih informasi
10 http://riset-iaid.net/index.php/TF

tentang topik apa yang melatar belakangi pembelajaran, lalu mengumpulkan


sumber yang ada kaitannya dengan materi pembahasan yang akan dipelajari.
Kedua adalah adanya tahap pengetahuan awal, dalam tahap ini pendidik
berusaha mengemukakan pengetahuan awal tentang topik pembelajaran yang
akan dipelajari. Ketiga adalah adanya tahap kegiatan eksplorasi, pendidik
memberikan penjelasan terkait topik pembelajaran yang ingin di kembangkan.
Dalam kegiatan eksplorasi atau mengembangkan peserta didik dilibatkan
lebih aktif terkait topik pembelajaran yang dipelajari. Dengan demikian
peserta didik diberi stimulus untuk mengusulkan pertanyaan. Keempat adalah
adanya tahap pertanyaan peserta didik, pada tahap ini seluruh peserta didik
diajak untuk memberikan pertanyaan mengenai topik pembelajaran yang
dipelajari. Kelima adalah adanya tahap penyelidikan, pada tahap ini pendidik
dan peserta didik memilih pertanyaan-pertanyaan yang akan dicari
jawabannya melalui penyelidikan. Keenam adalah adanya tahap pengetahuan
akhir, pada tahap ini pengetahuan masing-masing peserta didik bisa
dikelompokan atau dikumpulkan dan dibandingkan dengan jawaban yang
awal. Ketujuh adalah adanya tahap refleksi, pada tahap ini akumulasi apa yang
telah diuji atau bisa dibuktikan dan apa yang masih perlu dimantapkan
sebelumnya. Jika masih ada pertanyaan yang menyusul pada penerapan model
pembelajaran interaktif sebagai usaha untuk meningkatkan aktivitas
pembelajaran dan hasil belajar (Widodo, 2007).
Perlu diketahui pada tahap refleksi ini kalaulah konsepnya belum
terlalu dikuasai dengan baik, maka perlu diulang ke tahap penyelidikan,
kemampuan peserta didik akan diketahui oleh pendidik yang memanfaatkan
munculnya pertanyaan-pertanyaan yang muncul. Louisel dan Descamps,
berpendapat bahwa ada tiga tujuan pertanyaan inti dalam proses
pembelajaran, yaitu: 1) Meningkatkan tingkat berpikir peserta didik,
2) Mengecek pemahaman peserta didik, 3) Meningkatkan partisipasi belajar
peserta didik (Majid, 2013).
Karakteristik yang dimiliki dalam pembelajaran interaktif ini adalah: a)
Adanya kegiatan klasikal yang bervariasi, individu, dan kelompok, b) memiliki
mental yang baik, c) peran fasilitator, narasumber, dan manajer kelas
demokratis yang dimiliki oleh pendidik, d) komunikasi polanya tidak satu
arah, e) Terkendalinya suasana kelas dan tetap sesuai dengan tujuan, f)
Potensi berdampak lebih efektif, g) Dapat digunakan indor maupun outdor
(Majid, 2014).
Ada syarat-syarat yang harus diketahui oleh pendidik dalam
pengembangan pembelajaran interaktif yaitu model pembelajaran: 1) harus
dapat membangkitkan motivasi, minat atau gairah belajar peserta didik, 2)
dapat merangsang keinginan peserta didik untuk belajar lebih lanjut, seperti
melakukan interaksi dengan pendidik dan peserta didik lainnya, 3) mampu
memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk memberikan tanggapannya
terhadap materi yang disampaikan, 4) menjamin perkembangan kegiatan
Tsamratul Fikri | Vol. 15, No. 1, 2021 11

kepribadian peserta didik, 5) dapat mendidik peserta didik dalam teknik


belajar sendiri dan cara memperoleh pengetahuan melalui usaha pribadi, 6)
dapat menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai dan sikap peserta didik
dalam kehidupan sehari-hari (Majid, 2014).
Pendidik mempunyai peran dengan peserta didik dalam belajar,
terutama dalam hal pengembangan keterampilan, ada tiga keterampilan yang
harus diketahui. Ketiga keterampilan tersebut dapat dikembangkan dalam
situasi belajar mengajar yang interaktif antara pendidik dengan peserta didik,
dan peserta didik dengan peserta didik. Antara lain keterampilan praktis,
keterampilan berpikir dan keterampilan sosial (Andayani, 2005).
Model interaktif kegiatannya diprioritaskan kepada proses belajar, bukan
pada hasil. Jadi yang paling ditekankan itu adalah menyusun dan
mengembangkan strategi bagaimana peserta didik mendapatkan ilmu
pengehatuan dengan cara mengalami, bukan menghafal

Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Prestasi Belajar


Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar, di
antaranya faktor guru, faktor siswa, sarana, alat dan media yang tersedia,
serta faktor lingkungan (Sanjaya, 2007).
Faktor Guru
Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam pelaksanaan
suatu strategi pembelajaran. Tanpa guru, bagaimanapun bagus dan idealknya
suatu strategi, maka strategi itu tidak mungkin dapat dilaksanakan. Layaknya
seorang prajurit di medan pertempuran. Keberhasilan penerapan strategi
berperang untuk menghancurkan musuh akan sangat bergantung pada
kualitas prajurit itu sendiri. Demikian juga dengan guru, keberhasilan
pelaksanaan suatu strategi pembelajaran akan tergantung pada kepiawaian
guru dalam menggunakan metode, teknik dan taktik pembelajaran. Diyakini
setiap guru akan memiliki pengalaman, pengetahuan, kemampuan, gaya dan
bahkan pandangan yang berbeda dalam mengajar. Guru yang menganggap
mengajar hanya sebatas menyampaikan mengajar adalah suatu proses
pemberian bantuan kepada peserta didik. Masing-masing perbedaan tersebut
dapat mempengaruhi baik dalam penyusunan strategi atau pelaksanaan
pembelajaran.
Faktor Siswa
Siswa adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan
tahap perkembangannya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh
aspek kepribadiannya, akan tetapi tempo dan irama perkembangan masing-
masing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Kegiatan pembelajaran bisa
dipengaruhi dengan perkembangan peserta didik yang tidak sama, baik dari
karakteristik yang melekat pada diri peserta didik.
Aspek latar belakang meliputi jenis kelamin siswa, tempat kelahiran,
tempat tinggal siswa, tingkat sosial ekonomi siswa, dari keluarga yang
12 http://riset-iaid.net/index.php/TF

bagaimana siswa berasal, dan lain-lain. Sedangkan dilihat dari sifat yang
dimiliki siswa meliputi kemampuan dasar, pengetahuan dan sikap. Tidak
dapat disangkal bahwa setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda yang
dapat dikelompokkan pada siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
Siswa yang termasuk berkemampuan tinggi biasanya ditunjukkan oleh
motivasi yang tinggi dalam belajar, perhatian dan keseriusan dalam mengikuti
pelajaran dan lain-lain. Sebaliknya siswa yang tergolong pada kemampuan
rendah ditandai dengan kurangnya motivasi belajar, tidak ada keseriusan
dalam mengikuti pelajaran, termasuk menyelesaikan tugas, dan lain
sebagainya. Perbedaan-perbedaan semacam itu menuntut perlakuan yang
berbeda pula baik dalam penempatan atau pengelompokkan siswa maupun
dalam perlakuan guru dalam menyesuaikan gaya belajar. Demikian juga
halnya dengan tingkat pengetahuan siswa. Siswa yang memiliki pengetahuan
yang memadai tentang penggunaan bahasa standar, misalnya akan
mempengaruhi proses pembelajaran mereka dibandingkan dengan siswa yang
tidak memiliki tentang hal itu.
Faktor Sarana dan Prasarana
Sarana yaitu segala aspek yang mendukung baik secara langsung
maupun tidak langsung terhadap kelancaran kegiatan atau proses
pembelajaran, contohnya media pembelajaran, perlengkapan sekolah, alat-alat
pelajaran dan yang lainnya. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang
secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses dan hasil
pembelajaran, misalnya jalan menuju sekolah, penerangan sekolah, kamar
kecil, dan lain sebagainya. Kelengkapan sarana dan prasarana akan membantu
guru dalam menyelenggarakan proses pembelajaran. Dengan demikian,
sarana dan prasarana merupakan komponen penting yang dapat
mempengaruhi proses pembelajaran.
Faktor Lingkungan
Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang dapat
mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran yaitu faktor organisasi kelas
dan faktor iklim sosial-psikologis.
Faktor organisasi kelas yang di dalamnya meliputi jumlah siswa dalam
satu kelas merupakan aspek penting yang dapat mempengaruhi proses dan
hasil pembelajaran. Organisasi di kelas yang terlalu banyak akan menjadi
kurang efektif untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Kelompok belajar
yang besar dalam satu kelas memiliki kecenderungan sebagai berikut: Sumber
daya kelompok akan bertambah luas sesuai dengan jumlah siswa, sehingga
waktu yang tersedia akan semakin sempit, kelompok belajar akan kurang
mampu memanfaatkan dan menggunakan semua sumber daya yang ada.
Misalnya dalam penggunaan waktu diskusi. Jumlah siswa yang terlalu banyak
akan memakan waktu yang banyak pula, sehigga sumbangan pikiran akan
sulit didapatkan dari setiap siswa, kepuasan belajar setiap siswa akan
cenderung menurun. Hal ini disebabkan kelompok belajar yang terlalu banyak
Tsamratul Fikri | Vol. 15, No. 1, 2021 13

akan mendapatkan pelayanan yang terbatas dari setiap guru, dengan kata lain
perhatian guru akan semakin terpecah, perbedaan individu antara anggota
akan semakin tampak, sehingga akan semakin sukar mencapai kesepakatan.
Kelompok yang terlalu besar cenderung akan terpecah ke dalam sub-sub
kelompok yang bertentangan, anggota kelompok yang terlalu banyak akan
cenderungan semakin banyaknya siswa yang enggan berpartisipasi aktif
dalam setiap kegiatan kelompok (Sanjaya, 2007).
Memperhatikan beberapa kecenderungan tersebut, maka jumlah
anggota kelompok besar akan menguntungkan dalam menciptakan iklim
belajar mengajar yang baik. Faktor lain dari dimensi lingkungan yang dapat
mempengaruhi proses pembelajaran adalah faktor iklim sosial-psikologis,
yang dimaksud adalah adanya keharmonisan antara individu yang terlibat
dalam proses pembelajaran. Iklim sosial ini dapat terjadi secara internal atau
eksternal.
Iklim sosial-psikologis secara internal adalah hubungan antara orang
yang terlibat dalam lingkungan sekolah, misalnya iklim sosial antara siswa
dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara guru dengan guru, bahkan
antara guru dengan pimpinan sekolah. Iklim sosial-psikologis eksternal adalah
keharmonisan hubungan antara pihak sekolah dengan dunia luar, misalnya
hubungan sekolah dengan orangtua siswa, hubungan sekolah dengan
lembaga-lembaga masyarakat, dan lain sebagainya.
Faktor Kurikulum
Kurikulum adalah suatu rancangan yang berisikan pengaturan tentang
tujuan, isi, bahan pelajaran dan cara yang digunakan dalam penyelenggaraan
kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan sesuai yang
diharapkan.
Perkembangan kurikulum sebagai satu proses merupakan putaran asas
yang mengandung : menganalisis, membentuk, melaksanakan dan menilai.
Proses perkembangan kurikulum ini dapat dipakai di semua hasil atau
peringkat dalam pembentukan konsep dan memadukan semua usaha dalam
meningkatkan kualitas program sekolah. Kurikulum yaitu semua pengalaman
proses pembelajaran yang sengaja dirancang direncanakan dan diarahkan
oleh suatu sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan. Di dalam kurikulum
akademik, terdapat berbagai macam juga jenis kurikulum, seperti adanya
kurikulum integrasi, aktivitas atau pengalaman yang bisa digabungkan untuk
menjadikan kurikulum formal. Pembentukkan dan perubahan dalam
kurikulum dipengaruhi oleh polisi-polisi kerajaan, matlamat dan keutamaan
program, keperluan negara dan masyarakat, keperluan individu serta
keperluan menyeluruh.
14 http://riset-iaid.net/index.php/TF

Konsep Motivasi Belajar


Ada beberapa pendapat di antara para ahli dalam pengertian motivasi
ahli yang satu mempunyai batasan lain, bila dibanding dengan batasan ahli
lainnya. Untuk memberi gambaran mengenai pengertian motivasi penulis
memandang perlu mengkaji berbagai pendapat para ahli, antara lain
dikemukakan oleh Sardiman “motivasi adalah perubahan energi dalam diri
seseorang yang ditandai dengan adanya feeling serta didahului dengan adanya
tanggapan terhadap suatu adanya tujuan” (Sardiman, 2012). Menurut
Purwanto bahwa “motivasi atau dorongan adalah satu pernyataan yang
kompleks di dalam suatu organisme yang mengarahkan tingkah laku terhadap
suatu tujuan (pola) atau perangsang” (Purwanto, 2004). Adapun pengertian
motivasi menurut Syah Muhibbin “Motivasi adalah suatu proses untuk
menggiatkan dorongan menjadi perbuatan atau tingkah laku, yang mengatur
tingkah laku atau perbuatan untuk memuaskan kebutuhan atau mencapai
tujuan” (Muhibbin, 2000).
Motivasi merupakan pendorong bagi perbuatan seseorang berkenaan
dengan tindakan atau perilakunya. Dalam konteks kehidupan sehari-hari kita
sering menggunakan kata motif sebagai bentuk kata dasar motivasi. Motif
merupakan keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk
melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai tujuan. Sedangkan
motivasi adalah pendorong atau suatu usaha yang didasari untuk
mempengaruhi tingkah laku seseorang agar melakukan suatu perbuatan
sehingga mencapai tujuan yang diharapkannya (Suryabrata, 1994).
Sejalan dengan hal itu, Effendi dan Praja menyatakan bahwa “Motivasi
adalah suatu kondisi/kekuatan/dorongan yang menggerakkan organisme
(individu) untuk mencapai tujuan pada tingkat tertentu”. Dengan kata lain,
motif itu yang menyebabkan timbulnya semacam kekuatan agar individu itu
berbuat dan bertingkah laku. Pergertian lain tentang motif dikemukakan
Maslow bahwa “motif bukanlah yang dapat diambil, tetapi merupakan hal
yang dapat disimpulkan oleh adanya sesuatu yang dapat disaksikan” (Praja,
1999).
Sejalan dengan pendapat tersebut, motivasi belajar peserta didik
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal (dari dalam diri individu)
dan faktor eksternal (dari luar diri individu). Demikian pula menurut
Purwanto mengemukakan bahwa “motivasi belajar dapat dibedakan menjadi
dua yaitu (1) motif intrinsik dan (2) motif ekstrinsik”. Motif intrinsik adalah
motivasi yang mendorong peserta didik untuk bertindak yang di dalamnya
terkandung nilai-nilai bagi seorang individu (Purwanto, 2004). Sedangkan
motivasi ekstrinsik motif yang muncul dari luar diri individu untuk belajar.
Motivasi belajar peserta didik tersebut ditandai (memiliki indikator) yang
meliputi : “(1) sebagai hasil dari kebutuhan belajar peserta didik, (2) terarah
kepada suatu tujuan pembelajaran, (3) menopang perilaku belajar peserta
didik” (Surya, 2004).
Tsamratul Fikri | Vol. 15, No. 1, 2021 15

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi


merupakan dorongan-dorongan secara sadar yang mendasari seseorang
untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk mencapai tujuannya.
Dengan kata lain, kekuatan yang mendorong seseorang untuk melakukan
suatu yang pada dasarnya dirangsang oleh adanya berbagai macam kebutuhan
atau keinginan yang hendaknya dicapai.
Motivasi bisa disebut serangkaian usaha dalam menyediakan situasi
dan kondisi tertentu sehingga individu mau dan ingin melakukan sesuatu,
apabila individu tersebut tidak senang maka akan hilanglah rasa tidak
sukanya tersebut. Motivasi akan muncul dengan rangsangan dari luar
walaupun itu tumbuh dalam diri seseorang.
Dari kegiatan belajar maka motivasi dapat dikatakan sebagai
keseluruhan daya pengurai sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri
peserta didik yang dapat menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin dari
kegiatan belajar untuk berlangsung terus dan memberikan arah pada kegiatan
belajar, sehingga tujuan dikehendaki oleh subjek belajar akan dapat tercapai.
Selanjutnya dalam hubungan dengan proses belajar mengajar, yang
terpenting adalah bagaimana menciptakan kondisi atau suatu proses yang
mengarahkan peserta didik untuk melakukan aktivitas belajar. Bagaimana
guru melakukan usaha-usaha untuk dapat menumbuhkan memberikan
motivasi agar peserta didiknya melakukan aktivitas dengan baik. Sardiman
(Sardiman 2012) mengemukakan bahwa “Memberikan motivasi kepada
seorang peserta didik berarti menggerakkan peserta didik untuk melakukan
sesuatu atau ingin melakukan sesuatu”.
Dari uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi
belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri peserta didik yang
menimbulkan kegiatan belajar, yang dapat menjamin kelangsungan dari
proses belajar sehingga tujuan individu yang diinginkan oleh individu
pembelajar itu dapat tercapai. Dikatakan keseluruhan karena pada umumnya
ada beberap motif yang bersama-sama menggerakan untuk belajar. Motivasi
belajar adalah yang merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual
(Sardiman, 2012).
Ciri-ciri motivasi belajar yang ada pada diri setiap orang diantaranya
tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu lama,
tidak pernah berhenti sebelum selesai), ulet menghadapi kesulitan (tidak
lekas putus asa) memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik
mungkin (tidak cepat) puas dengan prestasi yang telah dicapainya),
menunjukan minat terhadap macam-macam masalah untuk orang dewasa
(misalnya masalah pembangunan agama, politik, ekonomi, keadilan,
pemberantasan korupsi, penentangan terhadap setiap tindak kriminal amoral
dan sebagainya), lebih senang bekerja sendiri, cepat bosan pada tugas-tugas
rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga
16 http://riset-iaid.net/index.php/TF

kurang kreatif), dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan


sesuatu), dan senang mencari dan memecahkan soal-soal (Sardiman, 2012).
Demikian ciri-ciri motivasi belajar, apabila seseorang memiliki ciri-ciri
tersebut di atas, berarti telah memiliki motivasi belajar yang kuat. Dalam
kegiatan (proses) belajar mengajar akan berhasil baik, kalau peserta didik
tekun mengerjakan tugas, ulet dalam memecahkan berbagai masalah dan
hambatan secara madiri. Hal-hal ini harus dipahami benar oleh guru, agar
dalam berinteraksi dapat memberikan motivasi yang tepat dan optimal

Kesimpulan
Pembelajaran interaktif adalah salah satu model penunjang belajar
dalam proses pendidikan, sebagai usaha pendidik dalam melaksanakan
perencanaan, proses, evaluasi dan hasil dari pembelajaran. Upaya ini
dilakukan untuk mempercepat kelambanan dalam belajar peserta didik dalam
melaksanakan kegiatan belajarnya. Model interaktif kegiatannya
diprioritaskan pada proses belajar, bukan pada hasil. Jadi yang paling
ditekankan adalah mengembangkan strategi bagaimana peserta didik
mendapatkan ilmu pengetahuan dengan mengalami suatu pengalaman, bukan
menghafal. Tahapan dari pembelajaran interaktif adalah tahapan persiapan,
pengetahuan awal, kegiatan eksplorasi, pertanyaan siswa, penyelidikan,
pengetahuan akhir, dan refleksi.
Dalam pembelajaran pendidikan Islam peserta didik membutuhkan
model pembelajaran yang sesuai dan tepat dalam karakteristiknya. Model
pembelajaran diistilahkan dengan memaknai luas cakupannya dari pada
metode atau strategi pembelajaran. Maka dari itu untuk pendidikan Islam
dibutuhkan model pembelajaran yang tepat, diantaranya menggunakan model
pembelajaran interaktif, walaupun belum sepenuhnya keberhasilan belajar
menggunakan satu model pembelajaran saja.
Adanya problem pembelajaran interaktif dalam praktik pendidikan
Islam, diantaranya problem peserta didik, problem pendidik, dan problem
kurikulum. Peserta didik yang belum sepenuhnya siap dalam model
pembelajaran diterapkan, belum siapnya mental peserta didik dalam
mengajukan pertanyaan, melakukan penyelidikan dan mengumpulkan
tugas/proyek secara keseluruhan. Selain itu problem dari pendidik yang
masih kaku dalam proses pembelajaran, terbatasnya kemampuan komunikasi
pendidik, dan minimnya pengalaman pendidik. Ada juga problem kurikulum,
dari minimnya sarana prasarana yang belum menunjang pembelajaran
sepenuhnya, terbatasnya waktu dalam proses pembelajaran. Itu semua dapat
menyebabkan problematika pembelajaran interaktif dalam praktik
pendidikan Islam. Maka menjadi solutif apabila problematika model
pembelajaran dijadikan inovasi baik dari dinilai dari kekurangan dan
kelebihannya. Karena proses belajar peserta didik akan dianggap lebih efektif
apabila peserta didik setelah belajar bisa mengetahui sesuatu yang
Tsamratul Fikri | Vol. 15, No. 1, 2021 17

sebelumnya belum diketahui. Jadi, prestasi belajar akan berubah menjadi baik
dengan adanya perubahan tingkah laku baru dalam tingkat akal pengetahuan,
berpikir atau kemajuan potensi jasmaninya.

DAFTAR PUSTAKA

Abadi, Abi Thohir Ya’kub Al-Fairuz. 2001. Tanwirul Muqobas. Libanon: Beirut.
Ali, Muhamad. 2009. “Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif Mata
Kuliah Medan Elektromagnetik.” Jurnal Edukasi@Elektro 5(1):11–18.
Andayani, Abdul Majid dan Dian. 2005. Pendidikan Agama Islam Berbasis
Kompetensi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Aunurrahman. 2009. Belajar Dan Pembelajaran. Bandung: CV Alfabeta.
Basri, Hasan. 2009. Filsafat Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Daradjat, Zakiah. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Dasna. 2015. “Desain Dan Model Dalam Bidang Pembelajaran Inovatif Dan
Interaktif.” Jurnal Ilmu Pendidikan.
Hamzah, Uno. 2007. Profesi Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Irsyadi. 2011. “Peningkatan Hasil Belajar Operasi Hitung Bilangan Bulat
Melalui Model Pembelajaran Interaktif.” Jurnal Cakrawala Pendidikan.
Majid, A. 2014. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Majid, Abdul. 2013. Strategi Pembelajaran. Bandung: Rosda.
Muhibbin, Syah. 2000. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru.
Bandung: PT Rosda Karya.
Nita, Nila Intan. 2018. “Problematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Di Smk Saraswati Salatiga Tahun Pelajaran 2017/2018 Skripsi.”
Nurdyansyah, and Eni Fariyatul Fahyuni. 2016. Inovasi Model.
Praja, Usman Effendi dan S. 1999. Pengantar Psikologi Pendidikan. Bandung:
PT Angkasa.
Prayekti. 2004. “Penerapan Model Pembelajaran Interaktif Pada Mata
Pelajaran IPA Di SD.” Jurnal Teknologi Pendidikan.
Purwanto, M. Ngalim. 2004. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.
Santosa. 2004. Dinamika Kelompok Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.
Sardiman, A. .. 2012. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Suharso, Aries. 2012. “Model Pembelajaran Interaktif Bangun Ruang 3D
Berbasis Augmented Reality.” Model Pembelajaran Interaktif Bangun
Ruang 3D Berbasis Augmented Reality 11(24):1–11.
Surya, Moh. 2004. Psikologi Pembelajaran Dan Pengajaran. Bandung: Pustaka
Bani Quraisy.
18 http://riset-iaid.net/index.php/TF

Suryabrata, Sumadi. 1994. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo.


Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi
Konstruktivistik. Jakarta: PT Prestasi Pustaka.
Trianto. 2014. “Model Pembelajaran Terpadu.” Konsep Strategi Dan
Implementasinya Dalam KTSP.
Widiantono, Nugroho. 2017. “Penerapan Model Pembelajaran Interaktif Untuk
Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Ipa Siswa Kelas 5 Sd.” Scholaria:
Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan 7(3):199.
Widodo. 2007. “Pendidikan IPA Di SD.” Jurnal Pendidikan Dasar.

You might also like